Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah Kota Medan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Penelitian
Pengelolaan keuangan publik (PKP) yang efektif menjadi hal mendasar bagi

pertumbuhan ekonomi. Ketika populasi bertambah, sumber daya menjadi langka,
atau ekonomi tumbuh semakin kompleks, pentingnya PKP pun meningkat.
Penerapan sistem pengelolaan keuangan daerah yang efektif merupakan tanggung
jawab pemerintah daerah kepada masyarakat dan para pembayar pajak. Sistem
pengelolaan keuangan daerah tersebut harus dimanfaatkan untuk menjaga dan
meningkatkan kemakmuran rakyat.
Menurut Mardiasmo (2002: 29), prinsip pengelolaan keuangan daerah yang
diperlukan untuk mengontrol kebijakan keuangan daerah tersebut meliputi
akuntabilitas, value for money, kejujuran dalam mengelola keuangan publik,
transparansi, dan pengendalian. Pasal 4 Peraturan Pemerintah (PP) Republik
Indonesia (RI) Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
menyebutkan keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung

jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk
masyarakat dan dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang
diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang setiap
tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang
efektif dan efisien dilaksanakan melalui tata kelola pemerintahan yang baik
dengan 3 pilar utama, yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi.

1
Universitas Sumatera Utara

2

Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan akuntabel,
pemerintah daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk
laporan keuangan yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP). Laporan keuangan tersebut diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK), lalu dilaporkan kepada masyarakat melalui Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD). Terkait dengan pertanggungjawaban keuangan daerah,
Pemerintah Kota (Pemko) Medan kembali memperoleh opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) dari BPK RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara untuk

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kota Medan Tahun Anggaran
2014. Opini WTP itu yang ke-4 kalinya secara beruntun sejak 2011, seperti
ditabelkan pada Tabel 1.1, dan melanjutkan tren positif kewajaran LKPD Kota
Medan. Opini WTP mengindikasikan baiknya kinerja pengelolaan keuangan
Pemko Medan meskipun WTP itu masih diikuti dengan paragraf penjelasan
terkait dengan masalah aset tanah sengketa dengan pihak ketiga di 28 lokasi
senilai sekitar Rp101 miliar. Tujuh lokasi dalam proses pengadilan, sedangkan 21
lainnya masih dalam sengketa biasa (BPK, 2015).

Tabel 1.1

Opini

Opini BPK RI atas LKPD Kota Medan Tahun 2005–2014

2005

2006

2007


2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

WDP

TMP

TMP


TMP

TMP

WDP

WTP

WTP

WTP

WTP

Sumber: BPK, 2011, 2015 (data diolah)

Bertalian dengan opini WTP tersebut dan sesuai dengan surat Kepala
Perwakilan


BPK

RI

Perwakilan

Provinsi

Sumatera

Utara

No.

191.B/S/XVII.MDN/05/2015 tanggal 28 Mei 2015 perihal Hasil Pemeriksaan atas
Laporan Keuangan Pemerintah Kota Medan Tahun Anggaran 2014, berikut
beberapa temuan pemeriksaan BPK yang perlu diperhatikan.

Universitas Sumatera Utara


3

1. Sistem pengendalian intern memiliki kelemahan, di antaranya sebagai berikut.
a. Pendataan wajib retribusi pelayanan kebersihan pada Dinas Kebersihan
Kota Medan belum memadai dan status piutang retribusi pelayanan
kebersihan tahun 2004–2010 sejumlah Rp4.036.437.500 belum ditetapkan.
b. Realisasi

belanja

bantuan

sosial

dan

belanja

hibah


sejumlah

Rp3.239.419.150 belum dipertanggungjawabkan oleh penerima dan belanja
hibah sejumlah Rp40.000.000 tidak sesuai dengan peruntukan.
c. Pengamanan administrasi, fisik, dan hukum aset tetap Pemko Medan belum
memadai.
2. Peraturan perundang-undangan tidak dipatuhi, di antaranya sebagai berikut.
a. Pengadaan handy talky pada Kantor Sandi Daerah Kota Medan berindikasi
kerugian daerah sejumlah Rp1.423.561.400 dan jaminan pelaksanaan
belum dapat dicairkan sejumlah Rp355.890.350.
b. Pekerjaan yang tidak diselesaikan rekanan berjumlah 11 paket dan jaminan
pelaksanaan sejumlah Rp178.399.800 belum disetorkan ke kas daerah.
c. Pekerjaan yang pelaksanaannya tumpang tindih berjumlah 2 paket dan
mengakibatkan pemborosan keuangan daerah sejumlah Rp198.020.000.
Selain temuan BPK, beberapa kasus tindak pidana korupsi juga terjadi di
Medan. Fenomena itu dilaporkan oleh Transparency International Indonesia (TII)
dalam Laporan Survei Persepsi Korupsi 2015 yang menyebutkan dari 11 kota di
Indonesia yang diteliti, Medan berada di urutan ke-5 di bawah Banjarmasin,
Surabaya, Semarang, dan Pontianak dengan Indeks Persepsi Korupsi 57 (TII,
2015b: 10). Bahkan pada Januari 2015, Forum Indonesia untuk Transparansi

Anggaran (FITRA) Sumatera Utara menyatakan berdasarkan tabulasi Ikhtisar

Universitas Sumatera Utara

4

Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun Anggaran 2009–2013, Pemko Medan
menjadi pemerintahan paling korup di Sumatera Utara. FITRA juga menyatakan
opini WTP tidak berarti tidak ada kerugian negara di dalamnya (TII, 2015a).
Menurut Achmadi et al. (2005: 11), korupsi di daerah terjadi karena lemahnya
sistem akuntabilitas dalam penganggaran, buruknya representasi politik,
kurangnya profesionalisme birokrasi di daerah, dan lemahnya kontrol masyarakat
yang disebabkan oleh kurangnya kapasitas dan sempitnya ruang partisipasi publik
dalam mengontrol anggaran.
Sebagai bagian dari studi pendahuluan untuk menilai kinerja Pemko Medan,
pengukuran value for money atau sering disebut dengan pengukuran 3E, yaitu
ekonomi, efisiensi, dan efektivitas (Achmadi et al., 2005; Mahsun, 2006: 181) pun
dilakukan. Pengukuran ini menegaskan tolok ukur keberhasilan pengelolaan tidak
hanya diukur dari tingkat capaian penyerapan dana, tetapi juga ditentukan dari
target kinerja yang terukur (Achmadi et al., 2005). Data APBD yang diperoleh

dari BPS Kota Medan (2015) diolah dengan 3 formula (Mahsun, 2006: 186)
sebagai berikut.
Ekonomi

=

Realisasi belanja
Anggaran belanja

x 100%

(1.1)

Efisiensi

=

Realisasi belanja
Realisasi pendapatan


x 100%

(1.2)

Realisasi pendapatan
x 100%
Anggaran pendapatan

(1.3)

Efektivitas =

Hasil persentase pengukuran masing-masing dikategorikan berdasarkan 5
kriteria penilaian yang ditabelkan pada Tabel 1.2 sesuai dengan Keputusan
Menteri Dalam Negeri No. 690.900-327 Tahun 1996 tentang Pedoman Penilaian
Kinerja Keuangan.

Universitas Sumatera Utara

5


Tabel 1.2

Kriteria Kinerja Keuangan

Rasio (%)

Kriteria Ekonomi

Kriteria Efisiensi

Kriteria Efektivitas

> 100
> 90–100
> 80–90
> 60–80
≤ 60

Tidak ekonomis
Kurang ekonomis
Cukup ekonomis
Ekonomis
Sangat ekonomis

Tidak efisien
Kurang efisien
Cukup efisien
Efisien
Sangat efisien

Sangat efektif
Efektif
Cukup efektif
Kurang efektif
Tidak efektif

Sumber: Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 690.900-327 Tahun 1996

Hasil pengukuran value for money APBD Pemko Medan Tahun 2005–2014
ditabelkan pada Tabel 1.3, Tabel 1.4, dan Tabel 1.5. Tingkat ekonomi APBD
Pemko Medan tahun 2005–2014 yang ditabelkan pada Tabel 1.3 berada pada
rentang 74,03%–107,37% dengan rata-rata sebesar 84,59%. Ini menunjukkan
selama 10 tahun tersebut, kinerja Pemko Medan dilihat dari besarnya belanja yang
dikeluarkan untuk melaksanakan kegiatan dikategorikan cukup ekonomis.
Artinya, Pemko Medan dinilai cukup cermat menggunakan dana masyarakat
sesuai dengan kebutuhan dengan mengurangi belanja yang tidak perlu.

Tabel 1.3

No.

Tahun
Anggaran

Tingkat Ekonomi APBD Pemko Medan Tahun 2005–2014
Anggaran
Belanja

Realisasi
Belanja

(dalam ribuan rupiah)

1.
2005
1.135.936.662
2.
2006
1.415.485.418
3.
2007
1.751.826.796
4.
2008
1.881.374.172
5.
2009
2.349.719.173
6.
2010
2.582.065.327
7.
2011
3.395.728.853
8.
2012
4.080.935.663
9.
2013
4.237.560.639
10.
2014
4.625.169.943
Tingkat Ekonomi Rata-Rata

1.219.659.902
1.322.425.420
1.392.698.097
1.477.958.513
1.886.588.720
2.235.195.759
3.041.037.854
3.021.172.391
3.224.449.048
3.723.643.299

Tingkat
Ekonomi
(%)

107,37
93,43
79,50
78,56
80,29
86,57
89,55
74,03
76,09
80,51
84,59

Kriteria
Tidak ekonomis
Kurang ekonomis
Ekonomis
Ekonomis
Cukup ekonomis
Cukup ekonomis
Cukup ekonomis
Ekonomis
Ekonomis
Cukup ekonomis
Cukup ekonomis

Sumber: BPS, 2015 (data diolah)

Universitas Sumatera Utara

6

Tingkat efisiensi APBD Pemko Medan tahun 2005–2014 yang ditabelkan
pada Tabel 1.4 berada pada rentang 81,82%–110,69% dengan tingkat efisiensi
rata-rata sebesar 98,46%. Ini menunjukkan selama 10 tahun tersebut, kinerja
Pemko Medan dilihat dari metode operasi dalam menggunakan sumber daya dan
dana dikategorikan kurang efisien. Artinya, Pemko Medan dinilai kurang berdaya
guna dalam menggunakan dana masyarakat agar dapat menghasilkan keluaran
maksimal jika dilihat dari perbandingan antara hasil yang dicapai dan usaha yang
dilakukan untuk mencapai hasil tersebut.

Tabel 1.4

No.

Tahun
Anggaran

Tingkat Efisiensi APBD Pemko Medan Tahun 2005–2014
Realisasi
Belanja

Realisasi
Pendapatan

(dalam ribuan rupiah)

1.
2005
1.219.659.902
2.
2006
1.322.425.420
3.
2007
1.392.698.097
4.
2008
1.477.958.513
5.
2009
1.886.588.720
6.
2010
2.235.195.759
7.
2011
3.041.037.854
8.
2012
3.021.172.391
9.
2013
3.224.449.048
10.
2014
3.723.643.299
Tingkat Efisiensi Rata-Rata

1.252.533.311
1.398.910.993
1.392.698.097
1.806.373.003
1.870.374.442
2.069.833.896
2.747.359.034
2.997.417.156
3.276.344.285
4.042.115.828

Tingkat
Efisiensi
(%)

97,38
94,53
100,00
81,82
100,87
107,99
110,69
100,79
98,42
92,12
98,46

Kriteria
Kurang efisien
Kurang efisien
Kurang efisien
Cukup efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Tidak efisien
Kurang efisien
Kurang efisien
Kurang efisien

Sumber: BPS, 2015 (data diolah)

Tingkat efektivitas APBD Pemko Medan tahun 2005–2014 yang ditabelkan
pada Tabel 1.5 berada pada rentang 74,30%–108,33% dengan tingkat efektivitas
rata-rata sebesar 91,64%. Ini menunjukkan selama 10 tahun tersebut, ukuran
keberhasilan Pemko Medan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan
dikategorikan efektif walaupun tidak selalu memenuhi target yang telah
ditetapkan, kecuali tahun 2005 dan 2008.

Universitas Sumatera Utara

7

Tabel 1.5

No.

Tahun
Anggaran

Tingkat Efektivitas APBD Pemko Medan Tahun 2005–2014
Anggaran
Pendapatan

Realisasi
Pendapatan

(dalam ribuan rupiah)

1.
2005
1.156.210.071
2.
2006
1.440.508.893
3.
2007
1.751.826.796
4.
2008
1.764.199.302
5.
2009
1.894.222.016
6.
2010
2.101.631.165
7.
2011
3.083.140.291
8.
2012
4.034.121.334
9.
2013
4.106.900.462
10.
2014
4.560.412.530
Tingkat Efektivitas Rata-Rata

1.252.533.311
1.398.910.993
1.392.698.097
1.806.373.003
1.870.374.442
2.069.833.896
2.747.359.034
2.997.417.156
3.276.344.285
4.042.115.828

Tingkat
Efektivitas
(%)

108,33
97,11
79,50
102,39
98,74
98,49
89,11
74,30
79,78
88,63
91,64

Kriteria
Sangat efektif
Efektif
Kurang efektif
Sangat efektif
Efektif
Efektif
Cukup efektif
Kurang efektif
Kurang efektif
Cukup efektif
Efektif

Sumber: BPS, 2015 (data diolah)

Menurut Munir et al. (2004) dalam Sihombing (2006: 30), suatu kegiatan
dikatakan efektif jika berpengaruh signifikan terhadap kemampuan pemerintah
daerah dalam menyediakan pelayanan publik. Sebaliknya, ketidakefektifan
pengelolaan keuangan menyebabkan pelayanan administrasi pemerintahan dan
pelayanan publik belum optimal. Fenomena itu terjadi di Kota Medan. Banyaknya
masalah yang belum dapat diatasi disebutkan dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Medan Tahun 2011–2015 dan Laporan
Kinerja Pemko Medan Tahun 2014, di antaranya sebagai berikut.
1. Ketersediaan sarana pendidikan sekolah dasar dan menengah belum merata.
2. Akses dan kualitas pelayanan puskesmas dan rumah sakit masih rendah.
3. Pembuatan identitas kependudukan (KTP, KK, akta kelahiran) masih rumit.
4. Kuantitas dan kualitas prasarana jalan dan jembatan masih rendah.
5. Tingkat gangguan samping pada ruas dan persimpangan jalan masih tinggi
sehingga menyebabkan kemacetan lalu lintas.

Universitas Sumatera Utara

8

6. Pemeliharaan prasarana transportasi masih terbatas.
7. Ketersediaan prasarana dan sarana lingkungan permukiman masih rendah.
8. Permukiman kumuh dan rumah tidak layak huni masih banyak.
9. Angka sampah yang belum tertangani masih tinggi, baik di tingkat rumah
tangga, TPS, maupun TPA.
10. Degradasi

lingkungan

masih

terjadi,

terutama

akibat

perencanaan,

pemanfaatan, dan pengendalian ruang yang belum optimal.
11. Fungsi drainase masih buruk yang mengakibatkan terjadinya genangan air dan
banjir di berbagai tempat di Medan.
Belum optimalnya pelayanan administrasi pemerintahan dan pelayanan
publik Pemko Medan disebabkan oleh belum optimalnya aparatur sipil
melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar pelayanan minimal yang
merupakan tolok ukur kinerja dalam menentukan capaian jenis dan mutu
pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah. Peningkatan kinerja
aparatur sipil harus dilakukan, di antaranya, melalui penciptaan iklim organisasi
yang dapat mendorong semangat kerja. Teori sumber daya manusia (SDM)
menyatakan semangat kerja memiliki hubungan erat dengan iklim organisasi
tempat pegawai itu bekerja karena memengaruhi cara hidup seseorang, kepada
siapa ia berhubungan, siapa yang ia sukai, bagaimana kegiatan kerjanya, apa yang
ingin ia capai, dan bagaimana caranya menyesuaikan diri dengan organisasi
(Blumenstock dan Pace dalam Steers, 1985). Iklim organisasi pada instansi
pemerintahan terkesan belum mampu memotivasi aparatur untuk meningkatkan
kinerjanya karena dimensi-dimensi iklim organisasi yang ideal belum terwujud
sesuai dengan kebutuhan dan harapan aparatur. Iklim organisasi pada Pemko

Universitas Sumatera Utara

9

Medan yang belum terwujud dengan baik diduga merupakan salah satu penyebab
kinerja pengelolaan keuangan Pemko Medan belum optimal.
Bertentangan dengan fenomena tersebut, berdasarkan Laporan Kinerja Pemko
Medan Tahun 2014, kinerja Pemko Medan dikaitkan dengan pertanggungjawaban
publik terhadap capaian sasaran strategis tahun 2014 justru meningkat menjadi
101,08% dari 90,12% tahun 2013, seperti diilustrasikan pada Gambar 1.1. Bahkan
sejak 2011, capaian kinerja Pemko Medan selalu dikategorikan sangat berhasil
(kriteria yang digunakan dalam Laporan Kinerja: ≥ 85= sangat berhasil). Artinya,
kinerja Pemko Medan dinilai sangat efektif karena target yang ditetapkan selalu
terealisasi ≥ 85%.

105,00%
100,00%
95,00%
90,00%
85,00%
80,00%
Capaian Kinerja

2011

2012

2013

2014

95,39%

96,62%

90,12%

101,08%

Gambar 1.1 Capaian Kinerja Sasaran Strategis Tahun 2011-2014
Sumber: Laporan Kinerja Pemko Medan Tahun 2014, 2015 (data diolah)

Ketidaksinkronan antara baiknya kualitas LKPD berdasarkan opini BPK,
berhasilnya capaian kinerja menurut Laporan Kinerja tersebut, dan rendahnya
kualitas pelayanan publik menimbulkan kritik. Beberapa anggota DPRD Kota
Medan yang tergabung dalam panitia khusus pembahasan Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban akhir masa jabatan Wali Kota Medan 2011–2015
menyatakan kekesalannya bahwa informasi yang disampaikan dalam Laporan

Universitas Sumatera Utara

10

Keterangan Pertanggungjawaban cukup bagus, tetapi fakta di lapangan sangat
berbeda (Bangun, 2015).
Berbagai penelitian terkait dengan PKP telah banyak dilakukan. Penelitian
Desi (2008) menemukan SDM dan teknologi informasi tidak berpengaruh
terhadap akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan pada SMP Negeri
di Kabupaten Banyumas. Itu didukung oleh penelitian Sugeng (2014) yang
menegaskan kompetensi dan pemahaman Sistem Akuntansi Keuangan Daerah
(SAKD) tidak berpengaruh terhadap pengelolaan keuangan daerah, sedangkan
pengawasan internal berpengaruh terhadap pengelolaan keuangan daerah di
Kabupaten Kediri. Penelitian Wakiriba et al. (2014) di Mirangine, Kenya juga
memperkuat bukti adanya hubungan sistem pengendalian internal (aktivitas
pengendalian) dengan pengelolaan keuangan publik yang positif dan signifikan.
Penelitian Suarya C. (2010) menunjukkan hasil berbeda bahwa kompensasi,
pelatihan, kepemimpinan, dan lingkungan kerja secara serempak dan parsial
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pengelolaan anggaran
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tabanan. Hal itu didukung oleh penelitian
Wibawa (2010) yang membuktikan kepemimpinan; kualitas personil; struktur
organisasi; sistem dan prosedur; prasarana dan sarana; komunikasi, motivasi, dan
iklim organisasi berpengaruh terhadap kinerja satuan kerja perangkat daerah
(SKPD) di Kabupaten Ngawen, Jawa Tengah. Penelitian Batan (2011) juga
menegaskan SDM, sarana dan prasarana, anggaran, serta sistem dan prosedur
kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pengelolaan keuangan
daerah pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tana Toraja. Penelitian Safwan et al.
(2014) juga membuktikan kompetensi dan motivasi berpengaruh terhadap kinerja

Universitas Sumatera Utara

11

pengelolaan keuangan daerah Pemkab Pidie Jaya. Penelitian Yuniarti (2015) juga
membuktikan SAP dan sistem pelaporan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap akuntabilitas kinerja Instansi Pemko Bengkulu.
Penelitian ACCA (2010) tentang perbaikan PKP di beberapa negara
berkembang, seperti Botswana, Pakistan, Vietnam, Zambia, dan Zimbabwe,
menunjukkan kurangnya kepemimpinan yang kuat, komitmen jangka panjang,
dukungan politik, sumber daya, pelatihan, sistem penghargaan, audit, dan
infrastruktur PKP mempersulit peningkatan kualitas PKP. Penelitian Jena (2012)
tentang perbaikan PKP di India menyimpulkan perubahan kerangka kelembagaan
yang ada di Kementerian Keuangan dan adanya peraturan tentang pengadaan
barang berpengaruh terhadap pengelolaan keuangan.
Penelitian Mamo et al. (2015) tentang pengaruh iklim organisasi terhadap
efektivitas pelayanan publik menjadi masukan untuk penelitian ini. Hasil
penelitian Mamo et al. membuktikan perbaikan iklim organisasi pada instansi
pelayanan publik akan meningkatkan efektivitas pelayanan publik secara
signifikan di Kecamatan Taliabu Utara, Kabupaten Kepulauan Sula. Penelitian
Agustin (2016) tentang pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja di Lembah
Cagayan, Filipina juga menegaskan iklim organisasi yang menyenangkan
berpengaruh signifikan terhadap kinerja.
Berdasarkan uraian di atas dan untuk memberikan batasan yang relevan,
penelitian difokuskan pada faktor-faktor yang diduga memengaruhi kinerja
pengelolaan keuangan Pemko Medan, yaitu kapasitas sumber daya, kerangka
peraturan, akuntansi dan pelaporan, pengawasan intern, audit dan pengawasan
ekstern, serta iklim organisasi.

Universitas Sumatera Utara

12

1.2

Rumusan Masalah Penelitian
Rumusan masalah penelitian ini berdasarkan latar belakang penelitian yang

telah diuraikan sebagai berikut.
1. Apakah kapasitas sumber daya, kerangka peraturan, akuntansi dan pelaporan,
pengawasan intern, serta audit dan pengawasan ekstern berpengaruh terhadap
kinerja pengelolaan keuangan Pemerintah Kota Medan, baik secara serempak
maupun parsial?
2. Apakah iklim organisasi dapat memoderasi hubungan kapasitas sumber daya,
kerangka peraturan, akuntansi dan pelaporan, pengawasan intern, audit dan
pengawasan ekstern dengan kinerja pengelolaan keuangan Pemerintah Kota
Medan?

1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah

penelitian yang telah diuraikan ialah
1. menganalisis pengaruh kapasitas sumber daya, kerangka peraturan, akuntansi
dan pelaporan, pengawasan intern, serta audit dan pengawasan ekstern
terhadap kinerja pengelolaan keuangan Pemerintah Kota Medan, baik secara
serempak maupun parsial;
2. menganalisis kemampuan iklim organisasi dalam memoderasi hubungan
kapasitas sumber daya, kerangka peraturan, akuntansi dan pelaporan,
pengawasan intern, audit dan pengawasan ekstern dengan kinerja pengelolaan
keuangan Pemerintah Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara

13

1.4

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini ialah

1. manfaat akademis: sebagai perspektif tambahan dalam mengidentifikasi
faktor-faktor yang memengaruhi kinerja pengelolaan keuangan daerah untuk
membantu perkembangan ilmu Administrasi Negara yang berguna bagi
penelitian selanjutnya;
2. manfaat praktis bagi Pemko Medan: sebagai masukan dalam pengambilan
keputusan untuk memaksimalkan kinerja pengelolaan keuangan daerah,
seperti penetapan peraturan daerah, kebijakan, dan prosedur terkait
pengelolaan keuangan daerah; pemonitoran faktor yang belum sempurna dan
butuh tindak lanjut;
3. manfaat praktis bagi masyarakat: sebagai informasi tentang pengelolaan
keuangan Pemko Medan selaku pemangku kepentingan.

1.5

Orisinalitas Penelitian
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Safwan et al. (2014)

yang berjudul “Pengaruh Kompetensi dan Motivasi terhadap Kinerja Pengelolaan
Keuangan Daerah pada Pemerintah Daerah Kabupaten Pidie Jaya”. Penelitian
Safwan et al. menggunakan 2 variabel independen: kompetensi dan motivasi; 1
variabel dependen: kinerja pengelolaan keuangan daerah. Populasi penelitian
Safwan et al. ialah pengguna anggaran (PA), pejabat pelaksana teknis kegiatan
(PPTK), pejabat penatausahaan keuangan (PPK) SKPD, dan bendahara. Penelitian
ini menggunakan 5 variabel independen: kapasitas sumber daya, kerangka
peraturan, akuntansi dan pelaporan, pengawasan intern, serta audit dan
pengawasan ekstern; 1 variabel dependen: kinerja pengelolaan keuangan;

Universitas Sumatera Utara

14

1 variabel moderator: iklim organisasi. Populasi penelitian ini ialah PA/kuasa
pengguna anggaran (KPA) dan PPK-SKPD.
Variabel independen penelitian ini dikembangkan dari teori CAPA (2013)
tentang 8 elemen kunci keberhasilan PKP dan survei Bank Dunia (2005, 2007)
tentang kerangka PKP. Survei PKP itu pernah digunakan di berbagai pemerintah
daerah di seluruh Indonesia, seperti Pemkab Sleman, Pemko Blitar, 21
pemkab/pemko di Aceh, dan Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Karena keterbatasan waktu dan tenaga, elemen yang dipilih sebagai variabel
penelitian dibatasi pada elemen yang berdasarkan hasil survei sebelumnya ratarata mendapat nilai PKP rendah dan diduga berpengaruh lebih signifikan terhadap
kondisi pengelolaan keuangan Pemko Medan saat ini.
Perbedaan penelitian Safwan et al. dan penelitian ini ditabelkan pada
Tabel 1.6.
Tabel 1.6
Kriteria

Orisinalitas Penelitian

Penelitian Terdahulu

Penelitian Sekarang

1. Judul penelitian

Pengaruh Kompetensi dan
Motivasi terhadap Kinerja
Pengelolaan
Keuangan
Daerah pada Pemerintah
Daerah Kabupaten Pidie Jaya

Analisis Faktor-Faktor yang
Memengaruhi
Kinerja
Pengelolaan
Keuangan
Pemerintah Kota Medan

2. Tahun penelitian

2014

2016

3. Variabel dependen

Kinerja
pengelolaan Kinerja
keuangan
keuangan daerah

4. Variabel independen

1. Kompetensi
2. Motivasi

5. Variabel moderator
6. Populasi penelitian

pengelolaan

1. Kapasitas sumber daya
2. Kerangka peraturan
3. Akuntansi dan pelaporan
4. Pengawasan intern
5. Audit dan pengawasan
ekstern
-

Iklim organisasi

PA, PPTK, PPK-SKPD, dan PA/KPA dan PPK-SKPD di
bendahara Pemkab Pidie Jaya lingkungan Pemko Medan
berjumlah 135 orang
berjumlah 104 orang

Universitas Sumatera Utara