Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja Pengelolaan Keuangan Pemerintah Kota Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Landasan Teori
Landasan teori merupakan kepustakaan yang relevan dengan penelitian yang

akan dilakukan dan tanda bahwa penelitian adalah cara ilmiah untuk memperoleh
data (Sugiyono, 2014: 116). Uraian teori penelitian ini terdiri atas 7 kelompok
teori sesuai dengan jumlah variabel penelitian, yaitu kinerja pengelolaan
keuangan, kapasitas sumber daya, kerangka peraturan, akuntansi dan pelaporan,
pengawasan intern, audit dan pengawasan ekstern, dan iklim organisasi.

2.1.1

Kinerja pengelolaan keuangan

Pengelolaan keuangan daerah merupakan subsistem dari sistem pengelolaan
keuangan negara dan elemen kunci dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Untuk memudahkan pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah dan menghindari

multitafsir dalam penerapannya, pemerintah menerbitkan PP Nomor 58 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. PP tersebut merupakan sinkronisasi
berbagai peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan keuangan daerah
agar menjadi satu kesatuan dan pedoman pokok pemerintah daerah dalam
mengelola keuangan daerah.
Pasal 1 angka (6) PP Nomor 58 Tahun 2005 tersebut mendefinisikan
pengelolaan keuangan daerah merupakan seluruh kegiatan sehubungan dengan
keuangan daerah yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan. Pasal 1 angka (35) PP Nomor
58 Tahun 2005 juga mendefinisikan kinerja identik dengan keluaran/hasil
15
Universitas Sumatera Utara

16

kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan
anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Terkait dengan kinerja,
Penjelasan Pasal 39 ayat (2) PP Nomor 58 Tahun 2005 menyatakan capaian
kinerja merupakan ukuran prestasi kerja yang akan dicapai dari keadaan semula
dengan mempertimbangkan faktor kualitas, kuantitas, efisiensi, dan efektivitas

pelaksanaan setiap program dan kegiatan, sedangkan indikator kinerja sama
maknanya dengan ukuran keberhasilan yang dicapai pada setiap program dan
kegiatan SKPD. Mahsun (2006: 25) menyatakan kinerja identik dengan gambaran
mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan
dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam
rencana strategis suatu organisasi. Jadi, kinerja pengelolaan keuangan daerah
identik dengan hasil keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan
keuangan daerah yang telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran
dengan kuantitas dan kualitas yang terukur.
Pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah menjabarkan asas umum
pengelolaan keuangan daerah yang dilaksanakan dalam suatu sistem yang
terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan
peraturan daerah meliputi 10 pokok sebagai berikut.
1. Tertib: keuangan daerah dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang
didukung dengan bukti-bukti administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
2. Taat pada peraturan perundang-undangan: pengelolaan keuangan daerah harus
berpedoman pada peraturan perundang-undangan.


Universitas Sumatera Utara

17

3. Efektif: capaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu
dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil.
4. Efisien: capaian keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau
penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu.
5. Ekonomis: perolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada
tingkat harga yang terendah.
6. Transparan: prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk
mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang
keuangan daerah.
7. Bertanggung

jawab:

perwujudan

kewajiban


seseorang

untuk

mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan
pelaksanaan

kebijakan

yang

dipercayakan

kepadanya

dalam

rangka


pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
8. Keadilan: keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya dan/atau
keseimbangan distribusi hak dan kewajiban berdasarkan pertimbangan yang
objektif.
9. Kepatutan: tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan
proporsional.
10. Manfaat untuk masyarakat: keuangan daerah diutamakan untuk pemenuhan
kebutuhan masyarakat.
Sejalan dengan kesepakatan internasional akan pentingnya PKP, program
Public Expenditure and Financial Accountability (PEFA) mulai dibentuk
Desember 2001 sebagai suatu kerjasama multidonor antara Komisi Eropa,
International Monetary Fund (IMF), Bank Dunia, Kementerian Luar Negeri

Universitas Sumatera Utara

18

Perancis, Kementerian Luar Negeri Norwegia, Sekretariat Negara Bidang
Ekonomi Swiss, dan Kementerian Pembangunan Internasional Inggris. Program
PEFA didesain sebagai instrumen analisis tingkat tinggi untuk menilai kinerja

berbagai sistem, proses, dan institusi PKP dengan karakteristik sistem yang baik
dan diakui secara internasional. Lebih dari 500 laporan penilaian PKP dari 149
negara telah diselesaikan per 31 Desember 2015 (PEFA Secretariat, 2016: III).
Pada awal 2016, kerangka PEFA versi terbaru diperkenalkan yang terdiri atas
7 pilar kinerja, seperti diilustrasikan juga pada Gambar 2.1, sebagai berikut
(PEFA Secretariat, 2016: 2–3).
1. Reliabilitas

anggaran:

anggaran

pemerintah

harus

realistis

dan


diimplementasikan sesuai dengan peruntukan. Hal itu diukur dengan
membandingkan realisasi penerimaan dan pengeluaran dengan anggaran.
2. Transparansi keuangan publik: informasi PKP harus komprehensif, konsisten,
dan dapat diakses oleh pengguna. Hal itu dicapai dengan klasifikasi anggaran
yang komprehensif, transparansi semua penerimaan dan pengeluaran
pemerintah termasuk transfer antarpemerintah, informasi yang terpublikasi
tentang kinerja pelayanan, dan akses ke dokumentasi fiskal dan anggaran.
3. Manajemen aset dan kewajiban: manajemen aset dan kewajiban yang efektif
memastikan investasi publik menyediakan value for money; aset dicatat dan
dikelola; risiko fiskal diidentifikasi; utang dan garansi direncanakan, disetujui,
dan dimonitor secara bijaksana.
4. Penganggaran dan strategi berbasis kebijakan: strategi fiskal dan anggaran
dipersiapkan sesuai dengan kebijakan fiskal pemerintah, rencana strategis, dan
proyeksi makroekonomi dan fiskal yang memadai.

Universitas Sumatera Utara

19

5. Prediktabilitas dan pengendalian dalam pelaksanaan anggaran: anggaran

diimplementasikan dalam suatu sistem dengan standar, proses, dan
pengendalian intern yang efektif untuk memastikan sumber daya diperoleh
dan digunakan sesuai dengan peruntukan.
6. Akuntansi dan pelaporan: pencatatan yang akurat dan reliabel dipelihara;
informasi dihasilkan dan disebarkan pada waktu yang tepat untuk kepentingan
pengambilan keputusan, pengelolaan, dan pelaporan.
7. Pemeriksaan dan audit eksternal: keuangan publik ditinjau secara independen
dan ada tindak lanjut eksternal atas pelaksanaan rekomendasi untuk perbaikan
oleh badan eksekutif.

Gambar 2.1 Pilar PEFA dan Siklus Anggaran
Sumber: PEFA, 2016

Kekuatan dan kelemahan PKP dinilai dan dilaporkan oleh kerangka PEFA
menggunakan 31 indikator kinerja yang dijabarkan dalam 94 dimensi. Lalu,
kontribusi sistem PKP tersebut dalam mencapai 3 hasil anggaran yang
diharapkan–disiplin fiskal gabungan, alokasi strategis sumber daya, dan
pelaksanaan layanan yang efisien–juga dinilai oleh PEFA.

Universitas Sumatera Utara


20

Untuk melengkapi kepustakaan mengenai PKP dan merujuk kepada publikasi
organisasi internasional, di antaranya Bank Dunia, IMF, CIPFA, dan ACCA,
CAPA (2013) merumuskan 8 elemen kunci keberhasilan PKP yang diharapkan
dapat

menstimulasi

terbentuknya

sistem

pengelolaan

keuangan

yang


komprehensif. Peran tiap-tiap elemen dapat bervariasi bergantung pada situasi dan
kondisi pemerintah masing-masing.
Berikut deskripsi 8 elemen kunci tersebut.
1. Iklim reformasi: perlunya pengenalan dan pengakuan yang meluas bahwa
perubahan memang diperlukan disertai komitmen dari pemangku kepentingan
untuk menjalankan reformasi yang dibutuhkan.
2. Kerangka peraturan

dan

kelembagaan:

perlunya kerangka

peraturan

perundang-undangan yang jelas dan dapat memfasilitasi penyelenggaraan
pelayanan publik yang efektif dan efisien. Lembaga yang sesuai harus ada,
termasuk seperangkat kode, standar, dan praktek yang diakui publik.
3. Sistem nilai: perlunya pendekatan yang terbuka, jujur, dan bertanggung jawab

dalam merencanakan, melaksanakan, dan melaporkan pelayanan publik.
4. Kapasitas dan kemampuan: tersedianya sumber daya yang sesuai untuk
mendukung pelaksanaan pengelolaan keuangan, khususnya yang menyangkut
SDM dan sistem.
5. Kerangka fiskal dan kebijakan: perlunya kerangka fiskal dan kebijakan yang
jelas dan komprehensif.
6. Kinerja pengelolaan: berhasilnya pelaksanaan anggaran, baik di level makro
maupun organisasi. Anggaran harus dikelola dengan baik, dimonitor, dan
dilaporkan untuk memperoleh hasil yang diinginkan dengan menerapkan 3

Universitas Sumatera Utara

21

prinsip kinerja, yaitu value for money, pelayanan yang efisien dan efektif, dan
kepatuhan finansial.
7. Pelaporan: adanya pelaporan yang tepat dan transparan atas hasil yang
direncanakan dapat membantu akuntabilitas pemerintah.
8. Pemeriksaan dan jaminan: dapat diandalkannya informasi yang telah
dilaporkan,

baik

untuk

tujuan

transparansi,

akuntabilitas,

maupun

pengambilan keputusan, menjadi penekanan perlunya pemeriksaan dan
jaminan yang efektif dari berbagai pihak.

2.1.2

Kapasitas sumber daya

Olander et al. (2007: 25) menyatakan ada 1 aspek penting yang sering
terabaikan dalam menilai sistem PKP, yaitu kapasitas. Reformasi PKP adakalanya
dirancang tanpa dilengkapi dengan informasi SDM dan kapasitas untuk
mengimplementasikannya. Sida (2001) dalam Olander et al. (2007: 76)
mendefinisikan kapasitas sebagai kondisi yang harus dimiliki oleh individu
maupun organisasi agar pembangunan dapat berjalan. Penilaian PEFA mengukur
kinerja indikator kunci sistem PKP, tetapi tidak faktor-faktor yang memengaruhi
kinerja, seperti kompetensi SDM dan relevansi organisasi dengan pelaksanaan
tugasnya. Jadi, penilaian PEFA perlu dilengkapi dengan penilaian kapasitas yang
memengaruhi kemampuan sistem PKP beroperasi (Olander et al., 2007: 76).
Olander et al. (2007: 76) merumuskan 4 elemen yang saling terkait yang
harus dipertimbangkan saat menilai dan mengembangkan kapasitas PKP, yaitu
sumber daya, manajemen, kerangka kelembagaan, dan struktur pendukung.
Keempat elemen tersebut, berikut komponennya, diilustrasikan oleh CIPFA
(2011: 14) pada Gambar 2.2.

Universitas Sumatera Utara

22

Olander et al. (2007: 76) menyatakan sumber daya adalah kapasitas mendasar
yang memengaruhi kinerja organisasi dan terdiri atas 4 komponen:
1. SDM: kuantitas dan kualitas SDM;
2. keuangan: kecukupan dan ketepatwaktuan dana;
3. peralatan: pemanfaatan teknologi informasi, telekomunikasi, dan sebagainya;
4. fasilitas: ketersediaan bangunan, dan sebagainya.

Gambar 2.2 Penilaian Kapasitas PKP
Sumber: CIPFA, 2011

2.1.3

Kerangka peraturan

Kerangka peraturan perundang-undangan yang jelas dan dapat memfasilitasi
penyelenggaraan pelayanan publik yang efektif dan efisien diakui oleh CAPA
(2013) sebagai salah satu elemen keberhasilan PKP. Olander et al. (2007: 77) juga
menyatakan bahwa dalam menjalankan misinya, orang pribadi dan organisasi

Universitas Sumatera Utara

23

beroperasi dalam kerangka kelembagaan yang meliputi peraturan, prosedur, dan
budaya organisasi yang dapat meningkatkan atau malah mengganggu kinerja yang
diharapkan.
Kerangka kelembagaan tersebut terdiri atas 3 komponen (lihat Gambar 2.2):
1. kerangka peraturan mengenai PKP
a. yang menegaskan amanat, peran, dan tanggung jawab aktor kunci dalam
sistem PKP;
b. yang menetapkan peraturan dan prosedur untuk anggaran, pengelolaan
keuangan, dan pengadaan;
2. lembaga lintas sektor lainnya, seperti
a. peraturan dan prosedur untuk reformasi organisasi, seperti pembentukan,
pemecahan, penggabungan, dan penutupan entitas;
b. peraturan dan prosedur untuk manajemen SDM, seperti peraturan
penempatan, skema pelayanan, rekrutmen, promosi, mutasi, dan
pemberhentian pegawai;
c. sistem penggajian dan bonus spesial;
3. ciri-ciri budaya organisasi dan norma-norma perilaku informal, seperti tingkat
kompetisi; kerja sama dan pembagian informasi antar dan dalam entitas
organisasi; praktek dan perilaku korupsi.

2.1.4

Akuntansi dan pelaporan

Akuntansi dan pelaporan merupakan komponen yang memerlukan prosedur
yang tertata dengan baik dan aparatur sipil yang terlatih untuk melakukan
pencatatan data keuangan. Tujuan strategisnya ialah membuat sebuah sistem
akuntansi yang memastikan akuntansi yang cepat untuk semua transaksi keuangan

Universitas Sumatera Utara

24

dan menghasilkan laporan keuangan eksternal dan internal yang terpercaya,
berimbang, dan tepat waktu (Bank Dunia, 2007: 29).
Seperti diatur dalam Pasal 232 Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, entitas pelaporan (PPKD) dan entitas
akuntansi (SKPD) menyelenggarakan sistem akuntansi pemerintah daerah
(SAPD) yang ditetapkan dengan peraturan kepala daerah yang mengacu pada
peraturan daerah tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah. Pasal 1
angka (8) Permendagri Nomor 64 Tahun 2013 tentang Penerapan Standar
Akuntansi

Pemerintahan

Berbasis

Akrual

pada

Pemerintah

Daerah

mendefinisikan SAPD adalah rangkaian sistematik prosedur, penyelenggara,
peralatan, dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis
transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi
pemerintahan daerah. Penerapan SAP berbasis akrual pada pemerintah daerah
harus dimulai paling lambat tahun anggaran 2015 (Pasal 10). Keberhasilan
penerapan SAP berbasis akrual harus didukung oleh kesiapan peraturan, SDM,
sarana dan prasarana pendukung, serta sistem informasi.
Produk akhir akuntansi dan pelaporan adalah laporan keuangan. Berdasarkan
paragraf 24 Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan yang merupakan
Lampiran I.01 PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (2010: 7), laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi
yang relevan mengenai posisi keuangan dan semua transaksi yang dilakukan oleh
suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan
terutama digunakan untuk menilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan
untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai kondisi

Universitas Sumatera Utara

25

keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan
membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.
Pasal 5 ayat (2) Permendagri Nomor 64 Tahun 2013 tentang Penerapan
Standar Akuntansi Pemerintahan Berbasis Akrual pada Pemerintah Daerah
menyebutkan 7 komponen dalam 1 set laporan keuangan yang terdiri atas laporan
pelaksanaan anggaran dan laporan finansial sebagai berikut.
1. Laporan Realisasi Anggaran (LRA);
2. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL);
3. Neraca;
4. Laporan Operasional (LO);
5. Laporan Arus Kas (LAK);
6. Laporan Perubahan Ekuitas (LPE);
7. Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).
Berdasarkan paragraf 35 Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan yang
merupakan Lampiran I.01 dari PP Nomor 71 Tahun 2010 tersebut (2010: 10),
laporan keuangan pemerintah harus memenuhi 4 karakteristik kualitatif yang
merupakan ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi
akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik itu ialah
1. relevan: memiliki manfaat umpan balik, memiliki manfaat prediktif, tepat
waktu, dan lengkap;
2. andal: disajikan jujur, dapat diverifikasi, dan diarahkan pada kebutuhan umum
yang tidak berpihak (netral);
3. dapat dibandingkan: secara internal (antarperiode) dan eksternal (antarentitas);
4. dapat dipahami.

Universitas Sumatera Utara

26

2.1.5

Pengawasan intern

Untuk meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan daerah, Pasal 134 PP Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah mengharuskan kepala daerah mengatur dan menyelenggarakan
sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan daerah yang dipimpinnya
dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Itu diatur
secara khusus dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah (SPIP).
Pasal 1 angka (3) PP Nomor 60 Tahun 2008 tersebut mendefinisikan
pengawasan intern identik dengan seluruh kegiatan audit, reviu, evaluasi,
pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan
fungsi organisasi untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan
telah dilaksanakan secara efektif dan efisien sesuai dengan tolok ukur yang telah
ditetapkan untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan
yang baik. Pengendalian atas penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan dengan
berpedoman pada SPIP yang bertujuan memberikan keyakinan yang memadai
bagi tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan
pemerintahan negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara,
dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan (Pasal 2).
Pasal 3 PP Nomor 60 Tahun 2008 tersebut menyatakan SPIP meliputi 5 unsur
berikut.
1. Lingkungan pengendalian: pimpinan instansi pemerintah dan pegawai harus
menciptakan dan memelihara lingkungan organisasi yang memengaruhi
efektivitas pengendalian intern.

Universitas Sumatera Utara

27

2. Penilaian risiko: pimpinan instansi pemerintah harus mengidentifikasi dan
menganalisis risiko yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran instansi
pemerintah, baik dari dalam maupun dari luar.
3. Kegiatan pengendalian: tindakan untuk mengatasi risiko serta penetapan
kebijakan dan prosedur pelaksanaan kegiatan pengendalian yang efisien dan
efektif dalam pencapaian tujuan instansi.
4. Informasi dan komunikasi: informasi harus dicatat dan dilaporkan kepada
pimpinan instansi dan pihak lain yang ditentukan; disajikan dalam suatu
bentuk dan sarana tertentu serta tepat waktu sehingga memungkinkan
pimpinan instansi melaksanakan pengendalian dan tanggung jawabnya.
5. Pemantauan pengendalian intern: pemantauan harus dapat menilai kualitas
kinerja SPIP dari waktu ke waktu dan memastikan rekomendasi hasil audit
dan reviu lainnya dapat segera ditindaklanjuti.
Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas SPIP, menteri/pimpinan
lembaga, gubernur, dan bupati/wali kota bertanggung jawab melalui aparat
pengawasan intern pemerintah (APIP) atas pelaksanaan 2 kegiatan berikut.
1. Pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah
melalui kegiatan yang berkaitan langsung dengan penjaminan kualitas, yaitu
audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya (Pasal
48).
2. Pembinaan penyelenggaraan SPIP yang meliputi 5 hal (Pasal 59), yaitu
a. penyusunan pedoman teknis penyelenggaraan SPIP;
b. sosialisasi SPIP;
c. pendidikan dan pelatihan SPIP;

Universitas Sumatera Utara

28

d. pembimbingan dan konsultansi SPIP;
e. peningkatan kompetensi auditor APIP.
Berdasarkan Pasal 49 ayat (1) PP Nomor 60 Tahun 2008 tersebut, APIP
terdiri atas 5 instansi pemerintah sebagai berikut.
1. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP);
2. Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan
pengawasan intern;
3. Inspektorat Provinsi;
4. Inspektorat Kabupaten/Kota.

2.1.6

Audit dan pengawasan ekstern

Pasal 1 angka (1) Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara mendefinisikan
pemeriksaan merupakan proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang
dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan standar
pemeriksaan untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan
informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Sesuai dengan amanat Pasal 23 ayat (1) E UUD 1945, pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah dilakukan oleh BPK. Agar
BPK dapat melaksanakan tugasnya secara efektif, BPK menyusun Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang ditetapkan dengan Peraturan BPK
No. 1 Tahun 2007. SPKN memuat persyaratan profesional pemeriksa, mutu
pelaksanaan pemeriksaan, dan persyaratan laporan pemeriksaan yang profesional
bagi para pemeriksa dan organisasi pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan
atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Universitas Sumatera Utara

29

Sesuai dengan Pasal 15 ayat (1) UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, hasil
pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK disusun dan disajikan dalam laporan hasil
pemeriksaan (LHP) segera setelah pemeriksaan selesai. Pemeriksaan keuangan
akan menghasilkan opini; pemeriksaan kinerja akan menghasilkan temuan,
kesimpulan, dan rekomendasi; pemeriksaan dengan tujuan tertentu akan
menghasilkan kesimpulan (Pasal 16 ayat [1–3]). Tanggapan pejabat pemerintah
yang bertanggung jawab atas temuan, kesimpulan, dan rekomendasi BPK dimuat
atau dilampirkan pada LHP (Pasal 16 ayat [4]).
Sesuai dengan Pasal 17 UU Nomor 15 Tahun 2004 tersebut, setiap LHP
berikut tanggapan pejabat pemerintah terkait disampaikan oleh BPK kepada
DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya untuk ditindaklanjuti, seperti
membahasnya bersama pihak terkait. Selain disampaikan kepada lembaga
perwakilan, LHP juga disampaikan oleh BPK kepada pemerintah. Terkait dengan
LHP keuangan, hasil pemeriksaan BPK digunakan oleh pemerintah untuk
melakukan koreksi dan penyesuaian yang diperlukan sehingga laporan keuangan
yang telah diperiksa memuat koreksi dimaksud sebelum disampaikan kepada
DPR/DPRD. Rekomendasi dalam LHP wajib ditindaklanjuti oleh pemerintah
(Pasal 20). Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, UU itu
mewajibkan BPK melaporkannya kepada instansi yang berwenang sesuai dengan
peraturan perundang-undangan (Pasal 14).
Dalam rangka transparansi dan peningkatan partisipasi publik, Pasal 19 UU
Nomor 15 Tahun 2004 tersebut juga menetapkan setiap LHP yang telah
disampaikan kepada lembaga perwakilan, kecuali yang memuat rahasia negara

Universitas Sumatera Utara

30

yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, dinyatakan terbuka untuk
umum. Dengan begitu, masyarakat mendapat kesempatan untuk mengetahui hasil
pemeriksaan, di antaranya melalui publikasi dan situs BPK.

2.1.7

Iklim organisasi

Iklim organisasi memainkan peran signifikan dalam persepsi individu tentang
situasi kerja yang memengaruhi kepuasan kerja. Iklim adalah faktor penentu cara
organisasi

menginterpretasikan

dan

merespons

pengalaman

anggotanya

melaksanakan tugas-tugasnya dalam organisasi (Agustin, 2016: 432). Iklim
organisasi dipengaruhi oleh dan membentuk budaya organisasi (Hunt & Ivergard,
2007 dalam Holloway, 2012: 13). Iklim organisasi merupakan manifestasi budaya
organisasi (Sowpow, 2006 dalam Holloway, 2012: 13). Iklim identik dengan
persepsi dan bersifat deskriptif (Rousseau, 1998 dalam Sedarmayanti, 2007: 75).
Denison (1996) dalam Herawati dan Sunarto (2005: 87) menyatakan iklim
mengacu kepada aspek lingkungan dari budaya yang dipahami anggota organisasi.
French et al. (1985) dalam Herawati dan Sunarto (2005: 88) mendefinisikan iklim
organisasi sebagai sekumpulan persepsi yang secara relatif bersifat konstan yang
dimiliki oleh anggota organisasi mengenai karakteristik dan kualitas budaya
organisasi. Jadi, iklim organisasi adalah suasana lingkungan kerja organisasi yang
dirasakan oleh pegawai, baik secara langsung maupun tidak langsung, dan dapat
memengaruhi

perilaku

pegawai.

Iklim

organisasi

yang

kondusif

akan

meningkatkan produktivitas kerja dan mendorong tercapainya tujuan organisasi.
Menurut Agustin (2016: 433), dimensi iklim meliputi 6 kategori, yaitu
hubungan antarpribadi dalam organisasi, pola motivasi, lingkungan kerja, insentif
dan penghargaan, sistem evaluasi, dan sistem komunikasi.

Universitas Sumatera Utara

31

2.2

Tinjauan Penelitian Terdahulu
Berbagai penelitian terkait dengan kinerja PKP telah banyak dilakukan.

Namun, hasil yang diperoleh relatif tidak konsisten karena pengaruh situasi dan
kondisi yang berlaku di tempat penelitian masing-masing. Berikut beberapa
penelitian terdahulu yang digunakan sebagai bahan referensi.
Desi (2008) menggunakan pendekatan studi kasus untuk mengevaluasi proses
pengelolaan keuangan, mengkaji peran SDM dan pemanfaatan teknologi
informasi dalam pengelolaan keuangan, serta mengevaluasi akuntabilitas dan
transparansi pengelolaan keuangan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
ialah purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner dan
wawancara di 7 SMP Negeri di Kabupaten Banyumas dengan jumlah responden
135 orang yang mewakili 6 unsur pemangku kepentingan sekolah: kepala sekolah,
bendahara, guru, anggota komite sekolah, orang tua siswa, dan siswa. Analisis
bersifat deskriptif dan eksploratif. Hasil penelitian Desi menunjukkan kelemahan
SDM dan teknologi informasi tidak berpengaruh terhadap akuntabilitas dan
transparansi pengelolaan keuangan.
Wibawa

(2010)

meneliti

kepemimpinan;

kualitas

personil;

struktur

organisasi; sistem dan prosedur; prasarana dan sarana; komunikasi, motivasi, dan
iklim organisasi sebagai variabel independen; kinerja SKPD sebagai variabel
dependen. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada
198 responden yang terdiri atas 140 orang warga/pengguna dan 58 orang pegawai
pada 6 dinas di Kabupaten Ngawen. Data dianalisis menggunakan tabulasi silang.
Hasil penelitian Wibawa menunjukkan semua variabel memengaruhi kinerja
SKPD. Variabel yang berpengaruh paling kuat ialah prasarana dan sarana,

Universitas Sumatera Utara

32

sedangkan yang berpengaruh paling lemah ialah struktur organisasi. Variabel
lainnya berpengaruh sedang, yaitu kepemimpinan; kualitas personil; sistem dan
prosedur; komunikasi, motivasi, dan iklim organisasi.
Suarya C. (2010) meneliti kompensasi, pelatihan, kepemimpinan, dan
lingkungan kerja sebagai variabel independen; kinerja pengelolaan anggaran
sebagai variabel dependen. Teknik pengambilan sampel yang digunakan ialah
purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner
kepada 78 responden pada Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perhubungan, Dinas
Pendapatan, dan Bagian Keuangan Setda Kabupaten Tabanan. Hasil penelitian
Suarya C. menunjukkan kompensasi, pelatihan, kepemimpinan, dan lingkungan
kerja secara serempak dan parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja pengelolaan anggaran Pemkab Tabanan. Kompensasi berpengaruh paling
dominan terhadap kinerja pengelolaan anggaran Pemkab Tabanan dibandingkan
dengan pelatihan, kepemimpinan, dan lingkungan kerja.
Siregar (2011) meneliti akuntabilitas publik, transparansi publik, dan
pengawasan sebagai variabel independen; pengelolaan APBD sebagai variabel
dependen; SAP sebagai variabel moderator. Populasi penelitian ialah pejabat
pengelola APBD yang terdiri atas PA, KPA/KPB, PPTK, dan PPK-SKPD pada 14
Dinas Pemko Pematangsiantar sehingga jumlah keseluruhan 56 orang dan
semuanya dijadikan sampel (sensus). Pengumpulan data dilakukan dengan
kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan ialah analisis regresi linear
berganda. Untuk menguji variabel moderasi, digunakan uji nilai selisih mutlak.
Hasil penelitian Siregar menunjukkan secara serempak, akuntabilitas publik,
transparansi publik, dan pengawasan berpengaruh signifikan terhadap pengelolaan

Universitas Sumatera Utara

33

APBD. Secara parsial, akuntabilitas publik berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pengelolaan APBD. Transparansi publik dan pengawasan tidak
berpengaruh signifikan terhadap pengelolaan APBD. Uji nilai selisih mutlak
menunjukkan SAP tidak memoderasi hubungan akuntabilitas publik, transparansi
publik, dan pengawasan dengan pengelolaan APBD.
Batan (2011) meneliti SDM, sarana dan prasarana, anggaran, serta sistem dan
prosedur kerja sebagai variabel independen; kinerja pengelolaan keuangan daerah
sebagai variabel dependen. Populasi penelitian ialah SKPD Pemerintah Daerah
Kabupaten Tana Toraja, yaitu 15 dinas, 6 badan, 4 kantor, dan sekretariat daerah.
Sampel penelitian ialah pejabat dan pegawai pengelola keuangan yang berjumlah
70. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner, observasi, dan wawancara.
Teknik analisis data yang digunakan ialah analisis regresi linear berganda. Hasil
penelitian Batan menunjukkan SDM, sarana dan prasarana, anggaran, serta sistem
dan prosedur kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
pengelolaan keuangan daerah pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tana Toraja.
Suparno (2012) meneliti akuntabilitas keuangan daerah, value for money,
kejujuran,

transparansi,

dan

pengawasan

sebagai

variabel

independen;

pengelolaan keuangan daerah sebagai variabel dependen. Populasi penelitian ialah
kepala dan pelaksana teknis semua SKPD Pemko Dumai yang berjumlah 31
sehingga jumlah keseluruhan 62 orang dan semuanya dijadikan sampel (sensus).
Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner. Teknik analisis data yang
digunakan analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian Suparno menunjukkan
secara serempak, akuntabilitas kuangan daerah, value for money, kejujuran,
transparansi, dan pengawasan berpengaruh signifikan terhadap pengelolaan

Universitas Sumatera Utara

34

keuangan daerah. Secara parsial, pengawasan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pengelolaan keuangan daerah, tetapi akuntabilitas keuangan daerah,
value for money, kejujuran, dan transparansi tidak berpengaruh signifikan
terhadap pengelolaan keuangan daerah.
Kalilago (2012) meneliti kualitas SDM, komunikasi, sarana pendukung,
komitmen organisasi, serta pengawasan dan penganggaran sebagai variabel
independen; kinerja pengelolaan keuangan daerah SKPD sebagai variabel
dependen. Populasi penelitian ialah semua SKPD Pemkab Sorong Selatan dengan
target responden pejabat eselon: kepala SKPD, pejabat eselon III, dan eselon IV.
Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner. Teknik analisis data yang
digunakan analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian Kalilago menunjukkan
secara serempak, kualitas SDM, komunikasi, sarana pendukung, komitmen
organisasi, dan pengawasan dan penganggaran berpengaruh signifikan terhadap
kinerja SKPD. Secara parsial, sarana pendukung tidak berpengaruh signifikan
terhadap kinerja SKPD, sedangkan variabel lainnya berpengaruh signifikan
terhadap kinerja SKPD.
Sugeng (2014) meneliti kompetensi, pemahaman SAKD, dan pengawasan
internal sebagai variabel independen; pengelolaan keuangan daerah dan kinerja
pemerintah daerah sebagai variabel dependen. Populasi penelitian ialah semua
SKPD di Kabupaten Kediri yang berjumlah 30. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan purposive sampling dengan jumlah sampel 140. Pengumpulan data
dilakukan dengan kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan analisis regresi
linear berganda untuk model penelitian pertama dan analisis regresi sederhana
untuk model penelitian kedua. Hasil penelitian Sugeng menunjukkan kompetensi

Universitas Sumatera Utara

35

dan pemahaman SAKD tidak berpengaruh terhadap pengelolaan keuangan,
sedangkan pengawasan internal berpengaruh terhadap pengelolaan keuangan.
Pengelolaan keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja pemerintah daerah.
Safwan et al. (2014) meneliti kompetensi dan motivasi sebagai variabel
independen; kinerja pengelolaan keuangan daerah sebagai variabel dependen.
Populasi penelitian ialah PA, PPTK, PPK, dan bendahara pengeluaran/penerimaan
yang berjumlah 104 dan semuanya dijadikan sampel (sensus). Pengumpulan data
dilakukan dengan kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan ialah analisis
regresi linear berganda. Hasil penelitian Safwan et al. menunjukkan kompetensi
dan motivasi secara serempak dan parsial berpengaruh terhadap kinerja
pengelolaan keuangan daerah.
Yuniarti (2015) meneliti SAP dan sistem pelaporan sebagai variabel
independen; akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai variabel dependen.
Populasi penelitian ialah semua Pegawai Negeri Sipil pada 33 SKPD Kota
Bengkulu yang berkaitan dengan tim anggaran meliputi PA, KPA, pejabat
pembuat komitmen, dan PPTK. Teknik pengambilan sampel yang digunakan ialah
purposive sampling dengan jumlah sampel 197 responden. Pengumpulan data
dilakukan dengan kuesioner. Teknik analisis data yang digunakan ialah regresi
linear berganda. Hasil penelitian Yuniarti menunjukkan SAP dan sistem pelaporan
secara serempak dan parsial berpengaruh signifikan terhadap akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah.
Kiilu et al. (2014) meneliti reformasi anggaran, administrasi penerimaan
pajak, reformasi peraturan pengadaan, dan adopsi IFMIS sebagai variabel
independen; efektivitas pengelolaan dana publik sebagai variabel dependen. Jenis

Universitas Sumatera Utara

36

penelitian adalah penelitian deskriptif. Populasi penelitian ialah para pegawai di
level manajerial puncak, menengah, dan bawah. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah stratified random sampling dengan persentase sebesar 30% dari
setiap level. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner. Teknik analisis data
yang digunakan ialah analisis regresi berganda. Hasil penelitian Kiilu et al.
menunjukkan reformasi anggaran, administrasi penerimaan pajak, reformasi
peraturan pengadaan, dan adopsi IFMIS berpengaruh signifikan terhadap
efektivitas pengelolaan dana publik.
Wakiriba et al. (2014) meneliti aktivitas pengendalian sebagai variabel
independen dan pengelolaan keuangan sebagai variabel dependen. Target populasi
penelitian ialah 30 pegawai akuntansi, keuangan, dan administrasi di Departemen
Pemerintahan

di

Mirangine

dan

semuanya

dijadikan

sampel

(sensus).

Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner. Teknik analisis data yang
digunakan ialah statistik deskriptif dan statistik inferensial. Hasil penelitian
Wakiriba

et

al.

menunjukkan

sistem

pengendalian

internal

(aktivitas

pengendalian) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengelolaan keuangan.
Agustin (2016) meneliti iklim organisasi sebagai variabel independen dan
kinerja sebagai variabel dependen. Jenis penelitian adalah deskriptif korelasional.
Populasi penelitian ialah pegawai dan administrator di 4 provinsi di Lembah
Cagayan, Filipina. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner. Teknik
analisis data yang digunakan ialah statistik deskriptif dan uji chi-square. Hasil
penelitian Agustin menunjukkan iklim organisasi yang sehat atau menyenangkan
berhubungan signifikan dengan kinerja. Tinjauan penelitian terdahulu yang telah
diuraikan ditabelkan juga dalam bentuk matriks pada Lampiran 1.

Universitas Sumatera Utara