Respons Pertumbuhan dan Produksi Tiga Varietas Kedelai (Glycine max L. (Merill)) Dengan Perbedaan Waktu Tanam dan Pemberian Mikoriza

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai (Glycine max (L.) Merill) menjadi komoditas pangan yang telah
lama dibudidayakan di Indonesia, yang saat ini tidak hanya diposisikan sebagai
bahan baku industri pangan, namun juga ditempatkan sebagai bahan baku industri
non-pangan (Badan Litbang Pertanian, 2012).
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan produksi kedelai di Sumatera
Utara tahun 2013 sebesar 3.229 ton, meningkat 327 ton (0,1%) dibandingkan
produksi kedelai tahun 2014 sebesar 3.556 ton. Luas panen kedelai tahun 2013
sebesar 3.126, menurun 46 hektar (0,01%) dibandingkan luas panen kedelai tahun
2014 sebesar 3.080 ha. Produksi kedelai dari tahun 2013 hingga tahun 2014
meningkat sedangkan luas panen kedelai menurun dari tahun 2013 hingga tahun
2014. Hal ini terjadi akibat peningkatan teknologi budidaya kedelai. Dengan luas
panen kedelai dari tahun 2013 hingga tahun 2014 semakin sempit dilakukan
peningkatan teknologi budidaya kedelai untuk mencapai produksi yang maksimal
(Badan Litbang Pertanian, 2014).
Kekeringan merupakan faktor pembatas yang menyebabkan penurunan
produktivitas dan kualitas bahan pangan termasuk kedelai di banyak negara.
Cekaman kekeringan menyebabkan meningkatnya polong hampa akibat
terhambatnya proses fisiologis dan metabolisme seperti penyerapan unsur hara.
Terjadinya cekaman kekeringan selama masa pertumbuhan dan pada fase awal

hingga pertengahan pengisian biji menyebabkan peluruhan polong yang baru
terbentuk sehingga mengurangi jumlah dan ukuran biji (Farid, 2013).
Cekaman kekeringan sering terjadi pada pertanaman kedelai lahan kering
karena keterbatasan ketersediaan air tanah. Peningkatan suhu global dan siklus

Universitas Sumatera Utara

kemarau panjang yang semakin pendek (setiap 2 sampai 3 tahun) menyebabkan
kedelai mengalami cekaman kekeringan. Penanaman yang tidak memperhatikan
kondisi cuaca akan menyebabkan kedelai mengalami cekaman kelebihan atau
kekurangan air yang berakibat pada rendahnya produksi. Kondisi ini dapat
diperbaiki dengan menanam pada saat yang tepat dengan memperhatikan cuaca.
Faktor cuaca yang sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah curah
hujan, terutama untuk pertanian lahan kering, suhu maksimum, suhu minimum,
dan radiasi surya. Pada umumnya petani mengusahakan kedelai, setelah padi
sawah yaitu pada saat irigasi dihentikan atau saat menjelang kemarau tiba.
Penanaman kedelai sangat berpengaruh terhadap waktu tanam, yaitu apakah
ditanam di musim hujan atau di musim kemarau, dan pengaruh cuaca pada setiap
fase juga akan sangat berpengaruh terhadap jumlah produksi (Hanum, 2010).
Varietas berperan penting dalam produksi kedelai, karena untuk mencapai

hasil yang tinggi sangat ditentukan oleh potensi genetiknya. Potensi hasil di
lapangan dipengaruhi oleh interaksi antara faktor genetik dengan pengelolaan
kondisi lingkungan. Bila pengelolaan lingkungan tumbuh tidak dilakukan dengan
baik, potensi hasil yang tinggi dari varietas unggul tersebut tidak dapat tercapai
(Tulus, 2011).
Mengingat pentingnya peranan air dalam pertumbuhan dan perkembangan
tanaman maka penyesuaian waktu tanam merupakan hal yang sangat penting
diperhitungkan. Pengaturan waktu tanam yang tepat berdasarkan pola curah hujan
merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan terutama dalam hubungannya
dengan pemanfaatan air hujan secara maksimal untuk mendukung pertumbuhan
dan hasil tanaman. Penentukan waktu tanam yang tepat, perlu diketahui secara

Universitas Sumatera Utara

seksama tentang pola curah hujan dan distribusinya curah hujan tahunan
(Turmudi, 2012).
Pemilihan waktu tanam kedelai ini harus tepat, tetapi waktu tanam yang
tepat pada masing – masing daerah sangat berbeda yang disesuaikan oleh jenis
varietas yang digunakan.
Salah satu upaya mengatasi cekaman kekeringan disamping pengaturan

waktu tanam adalah melalui pemanfaatan mikoriza. Mikoriza Arbuskula adalah
salah satu tipe cendawan pembentuk mikoriza yang akhir–akhir ini mendapat
perhatian dari para ahli lingkungan dan biologis untuk dikembangkan sebagai
pupuk hayati/pupuk biologis. Penggunaan MVA tidak membutuhkan biaya yang
besar karena : (a) teknologi produksinya murah, b) semua bahan tersedia di dalam
negeri, c) dapat diproduksi dengan mudah dilapangan, d) pemberian cukup sekali
seumur hidup tanaman dan memiliki kemampuan memberikan manfaat pada
rotasi tanaman berikutnya tidak menimbulkan polusi dan f) tidak merusak struktur
tanah (Husna et al, 2007).
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan waktu
tanam dan pemberian mikoriza yang paling sesuai untuk pertumbuhan dan
produksi kedelai Glycine max L. (Merill)).
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Respons Pertumbuhan Dan Produksi Tiga Varietas
Kedelai (Glycine max L. (Merill)) Dengan Perbedaan Waktu Tanam Dan
Pemberian Mikoriza.
Hipotesis Penelitian

Universitas Sumatera Utara


Perbedaan waktu tanam, varietas dan pemberian mikoriza serta interaksi
ketiganya nyata meningkatkan pertumbuhan dan produksi tiga varietas kedelai
(Glycine max L. (Merill)).
Kegunaan Penelitian
Sebagai
syarat

untuk

bahan

penulisan

memperoleh

skripsi

gelar

yang


sarjana

merupakan
di

Fakultas

salah

satu

Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak
yang membutuhkan.

Universitas Sumatera Utara