Impor Pangan di Indonesia docx

Impor pangan, masihkah
akan dilanjutkan?
Meningkatnya impor pangan indonesia setiap
tahun terutama beras tentu mencoreng nama
indonesia yang dikenal sebaga agraris.
Permasalahan ini tentu tak terlepas dari
kebijakan yang diambil oleh kementerian
pertanian
Selama periode pemerintahan terakhir, impor
pangan dibandingkan dengan tahun 2004
meningkat tajam. daging sapi 349,6 persen,
Beras meningkat 482,6 persen, gula 114,6
persen, cabai 141,0 persen,bawang merah 99,8
persen, jagung 89,0 persen, kedelai 56,8
persen, dan gandum 45,2 persen (DA
Santosa, Kompas, 26/3/2014, diolah dari
Bappenas 2014 dan USDA 2014). Ironisnya
anggaran sektor pangan dan pertanian selama
sembilan tahun terakhir ini meningkat 611
persen!
Selain itu petani justru menjadi objek

kebijakan yang justru merugikan petani.
Pengambilan
kebijakan
impor
telah
menghempas jutaan petani karena harga
produk turun ketika masa panen tiba. Gula
rafinasi yang diimpor masuk ke pasar bebas
dan persetujuan impor gula kristal putih oleh
Kementerian
Perdagangan
(10/7/2014)
menghancurkan harga gula di tingkat petani,
justru ketika petani tebu mulai memasuki
panen raya.
Siklus ini terus berulang setiap tahun. Tidak
hanya di satu jenis produk tetapi di barbagai
jenia produk seperti kedelai, jagung, beras,
bawang merah, dan bawang putih. Selain itu
pemerintah lebih memfokuskan harga produk

ditingkat konsumen sehingga impor menjadi
jalan untuk menurunkan harga produk di
pasaran tampa memnperhatikan kerugian yang
didera petani. Selain itu rezim ketahanan
pangan lebih menempatkan investor asing dan
pengusaha di tingkat tertinggi piramida
pertanian indonesia.

Pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen selama
periode pemerintahan sekarang praktis tak
berdampak terhadap pertumbuhan sektor
pertanian lokal kita, karena kebijakan
pemerintah
mentitikberatkan
pengusaha
sebagai pelaku sektor pertanian tampa ada
usaha yang signifikan untuk memajukan
kapasitas petani.
Alih alih untuk meningkatkan kapasitas petani.
kebijakan pemerintah dalam lima tahun

terakhir justru semakin liberal dan sangat
condong ke korporasi asing. Jumlah investasi
asing (Foreign Direct Investment/ FDI) untuk
sektor pertanian melalui lisensi yang telah
diterbitkan pemerintah meningkat luar biasa
tinggi, yaitu dari 1221 pada tahun 2009
menjadi 4342 pada tahun 2011 atau 255 persen
hanya dalam tempo dua tahun (BKPM 2012).
Pada periode 2010-2013 nilai investasi asing
di bidang pangan dan perkebunan meningkat
sebesar 113 persen (BKPM 2014).
Kecendrungan pengambilan kebijakan ini
tentu sangat mengkhawatirkan, apalagi
indonesia akan menghadapi MEA akhir 2015
mendatang. Dimana harga tarif masuk keluar
barang antar negara akan ditiadakan. Jika
harga barang impor sekarang sudah sangat
murah sehingga membuat petani indonesia
kebablasan apalagi jika tampa tarif. Barang
akan bebas masuk ke pasar terbesar asean,

Indonesia.
Diera pemerintahan baru, tentu perlu kebijakan
yang mampu mengatasi kepelikan yang tengah
melanda negeri yang disebut sebagai negara
agraris ini. Pemerintah yang baru harus
kembali mencek dan menganalis kebijakan
kebijakan pemerintah lampau yang justru telah
memperparah petani dan pertanian indonesia.
Kebiasaan impor pangan perlu direm dan
peningkatan sdm petani perlu ditingkatkan.
Semoga.
(rabil rezky)