Perumahan Sewa di Indonesia Permasalahan
Perumahan Sewa di Indonesia : Permasalahan dan Solusinya
Disusun untuk memenuhi tugas akhir semester mata kuliah Bahasa Indonesia
(MPK 203)
Dosen Pembimbing : Ir. Jawoto Sih Setyono, MDP
Disusun Oleh :
Syahrir Rahman
21040112140032
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
Perumahan Sewa di Indonesia : Permasalahan dan Solusinya
Syahrir Rahman
21040112140032
Abstrak
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di Asia Tenggara yang memiliki tingkat
kepadatan penduduk yang tinggi dan masih terus bertambah. Tingkat kepadatan penduduk yang
tinggi ini harus pula didukung oleh perumahan yang layak huni bagi seluruh penduduk
Indonesia. Rumah layak huni sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia selain sandang
(pakaian) dan pangan (makanan), saat ini tidak dapat dipenuhi oleh seluruh masyarakat
Indonesia. Permasalahan perumahan ini semakin kompleks seiring dengan kehidupan perkotaan
yang semakin berkembang. Penyewaan rumah kemudian muncul sebagai salah satu
jalan
keluar bagi sebagian masyarakat. Artikel ini akan membicarakan mengenai kondisi perumahan
sewa di Indonesia serta permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan pemerintah dalam
bidang perumahan khususnya penyewaan rumah.
Kata kunci : Perumahan, penyewaan rumah, perkotaan, Indonesia
Pendahuluan
Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia selain makanan (pangan) dan
pakaian (sandang) . Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1992 tentang
Perumahan dan Pemukiman, rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau
hunian dan sarana pembinaan keluarga. Sedangkan perumahan adalah kelompok rumah yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU No. 4 tahun 1992). Jadi, sederhananya
perumahan adalah sebuah lingkungan yang didominasi oleh rumah sebagai tempat hunian.
Sebagai salah satu kebutuhan primer, belum semua masyarakat Indonesia dapat
memenuhi kebutuhannya akan rumah secara layak, sesuai dengan penjelasan undang-undang
nomor 1 tahun 1964 bahwa perumahan yang ada banyak pula yang tidak atau belum memenuhi
syarat-syarat perumahan yang dicita-citakan, yaitu rumah yang sehat, nikmat, tahan lama, murah
harga dan sewanya serta memenuhi norma-norma kesusilaan (UU No. 1 1964) . Hal di atas
sesuai dengan kenyataan di lapangan, di mana masih terdapat banyak rumah-rumah
semipermanen yang ditempati oleh masyarakat.
Indonesia, belum bisa seperti negara Asia Tenggara lainnya yang sudah mulai bisa
mengatasi masalah perumahan di negaranya. Di Indonesia, sebagian besar masyarakat yang akan
membeli rumah masih megandalkan keuangannya secara pribadi atau mandiri, sedangkan negara
lain di Asia Tenggara seperti Malaysia dan Thailand, sudah didukung oleh bank komersial serta
perusahaan keuangan lainnya (Lee, 1996). Kemudian muncul trend baru dalam masyarakat, yaitu
menyewa rumah milik orang lain untuk ditempati. Masalah tentang penyewaan rumah pun
sebenarnya telah diatur dalam perundang-undangan tentang perumahan di Indonesia.
Di Indonesia, penyewaan rumah merupakan hal yang penting, terlebih bagi masyarakat
dengan tingkat ekonomi menengah kebawah. Rumah-rumah yang disewakan (bagi masyarakat
ekonomi rendah) biasanya tidak dalam kondisi yang baik, atau setidaknya tidak sebaik rumah
dari pemilik rumah sewa. (Hoffman, et al. 1991). Hal ini bisa kita lihat dari kondisi rumahrumah yang disewakan bagi masyarakat dengan tingkat perekonomian rendah biasanya lebih
sempit serta berada di lingkungan yang kurang mendukung, baik dari segi fisik maupun nonfisik.
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi perumahan di Indonesia dan
masalah yang menyertainya. Penulis percaya, bahwa permasalahan perumahan di Indonesia
masih dapat diselesaikan dengan adanya kerjasama dari berbagai pihak, baik masyarakat dan
juga pemerintah. Artikel ini pertama-tama akan menjelaskan tentang sistem serta peraturan
perundangan yang berlaku mengenai perumahan di Indonesia khususnya perumahan sewa,
bagian selanjutnya akan membahas tentang permasalahan-permasalahan yang ada mengenai
perumahan sewa tersebut, pada bagian akhir akan dijelaskan beberapa langkah yang dapat
diambil serta dijalankan untuk menyelesaikan masalah yang telah dibicarakan sebelumnya.
Sistem dan Perundang-undangan
Indonesia sebenarnya telah memiliki peraturan perundang-undangan yang cukup banyak
mengenai perumahan. Contohnya, Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1992
tentang Perumahan dan Pemukiman, Undang-undang nomor 1 tahun 1964, serta masih banyak
peraturan-peraturan pemerintah lainnya yang berhubungan dengan masalah perumahan dan
pemukiman.
Peraturan-peraturan ini sebenarnya telah mengatur secara rinci mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan perumahan, termasuk di dalamnya masalah mengenai perumahan sewa. Salah
satu peraturan yang mengatur tentang perumahan sewa di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah
Nomor 49 tahun 1963 tentang Hubungan sewa-menyewa Perumahan. Menurut Peraturan
Pemerintah No. 49 Tahun 1963 tentang Hubungan Sewa-Menyewa Perumahan, hak sewa ialah
setiap hak yang timbul dengan nama atau dalam bentuk apapun, bertujuan untuk memperoleh
hak mempergunakan suatu perumahan dengan membayar harga sewa. Sehingga apabila seseorag
telah memiliki hak sewa sesuai dengan hukum yang berlaku, maka ia berhak mempergunakan
rumah tersebut sesuai dengan perjanjian yang berlaku. Masalah yang berkaitan mengenai
perumahan sewa ini selanjutnya diurus oleh Kantor Urusan Perumahan (KUP) atau bagi daerah
yang tidak memiliki KUP, diurus oleh seorang pejabat yang ditunjuk oleh kepala daerah yang
bersangkutan (Peraturan Pemerintah nomor 4 tahun 1963)
Dengan semua peraturan perundangan yang ada, semestinya perumahan sewa menjadi
jalan keluar yang baik dari permasalahan mengenai perumahan di Indonesia, namun dalam
pelaksanaannya, rumah sewa masih mengalami berbagai kendala sehingga belum bisa dijadikan
sebagai jalan keluar utama dari permasalahan-permasalahan tentang perumahan di Indonesia.
Perumahan Sewa di Indonesia
Sebagian masyarakat kota, umumnya kaum dengan tingkat ekonomi rendah, biasanya tidak siap
atau tidak mampu untuk membeli atau membangun rumah sendiri (UNESCAP, 2008).
Sedangkan sebagai sebuah kebutuhan primer selain kebutuhan akan makanan dan pakaian,
kebutuhan akan rumah tidak dapat ditangguhkan (Subkhan, 2008). Sehingga pada akhirnya
rumah sewa dijadikan sebagai jalan keluar dari permasalahan tempat tinggal mereka. Hal ini
dikarenakan untuk membangun sebuah rumah atau membeli rumah membutuhkan biaya yang
tidak sedikit sehingga tidak mampu dijangkau oleh masyarakat miskin atau kurang mampu yang
masih memiliki kebutuhan lain yang lebih mendesak untuk dipenuhi. Menurut UNESCAP
(2008) ada beberapa alasan orang-orang memilih untuk menyewa rumah, yaitu :
1. Banyak orang memilih untuk menyewa rumah dikarenakan lokasi rumah sewa lebih
dekat dengan tempat mereka bekerja. Selain itu, mereka juga dapat berpindah tempat
sesuai tempat mereka bekerja tanpa terikat pembayaran jika membeli rumah;
2. Rumah sewa memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan anggaran rumah tangga;
3. Rumah sewa dapat mengakomodasi masyarakat yang berada dalam masa transisi ketika
mereka masih menentukan akan bertempat tinggal secara tetap dimana.
Di Indonesia, lebih dari 1,8 juta rumah tangga tinggal dirumah sewa (tempat yang
disewakan), bahkan di Jakarta sendiri angkanya mencapai setengah juta rumah tangga (Hoffman,
et al. 1991). Para penyewa ini dibagi kedalam dua kelompok, yaitu mereka yang menyewa
sementara (temporarily renters) karena sedang berada dalam masa transisi sehingga belum ingin
untuk membeli rumah, dan mereka yang menyewa secara permanen (permanent renters) yang
memang menyewa rumah karena tidak mampu unutk membuat atau membeli rumah
sendiri(Hoffman, et al. 1991).
Properti yang disewa tidak hanya berupa rumah, bahkan di Yogyakarta, 26% dari
penyewa adalah penyewa kamar, hal ini kemungkinan besar dikarekanan di Yogykarta
merupakan kota dengan komunitas pelajar yang besar di mana terdapat banyak perguruan tinggi
yang mahasiswanya banyak yang berasal dari luar kota sehingga mereka harus menyewa kamar
sebagai tempat tinggal di Yogyakarta (Hoffman, et al. 1991). Kualitas properti seperti rumah
yang disewakan bagi kaum miskin tidak selamanya baik, bahkan keadaannya lebih buruk dari
pada rumah pada umumnya (Hoffman, et al. 1991). Menurut Hoffman (1991) karakteristik dari
rumah yang disewakan bagi masyarakat berpenghasilan rendah biasanya memiliki area yang
lebih sempit dari rumah milik perseorangan pada umumnya, serta fasilitas seperti air serta toilet
digunakan secara bersama karena kurangnya pelayanan akan hal itu, begitu pula layanan
mengenai aliran listrik dan sebagainya. Jadi dapat disimpulkan, rumah yang disewakan di
Indonesia bagi masyarakat miskin memiliki kualitas yang lebih buruk dari pada perumahan
pribadi pada umumnya. Bagian selanjutnya dari artikel ini akan membicarakan mengenai
permasalahan-permasalahan tentang rumah sewa di Indonesia.
Permasalahan Perumahan Sewa di Indonesia
Perumahan sewa yang hadir sebagai salah satu solusi dari permasalahan perumahan di kota-kota
besar tidak terlepas dari hambatan, dan bahkan mendatangkan permasalahan baru. Di antaranya
masalah tata guna lahan, ekonomi, dan sosial.
Dengan perkembangan kehidupan perkotaan yang semakin maju, sekarang rumah sewa
juga menjadi lahan prospektif bagi penyediaan rumah untuk kalangan menengah atas, namun
tentu saja ini berdampak pada penyediaan lahan untuk pembangunan rumah bagi kalangan
menengah kebawah, sehingga mereka memilih membangun secara illegal di daerah yang
terlantar seperti pinggir tebing, kuburan, dll (Subkhan, 2008). Tindakan ini megakibatkan
timbulnya pemukiman liar (squatter) yaitu lahan yang tidak ditetapkan untuk lahan hunian atau
penempatan lahan yang bukan miliknya (Budiharjo dalam Subkhan, 2008). Pemukimanpemukiman liar ini lama kelamaan akan semakin padat seiring dengan bertambahnya penduduk
perkotaan dan selanjutnya berkembang menjadi pemukiman kumuh yang tidak terawat.
Ketidakmampuan secara finansial juga mendorong terus berkembangnya pemukiman kumuh
diperkotaan (Arindasari, 2012). Ditambah lagi, menurut Media Indonesia (2009) pembangunan
perumahan di Indonesia yang kebanyakan masih menggunakan pola konvensional yaitu
pembangunan secara horizontal, berpotensi menimbulkan kawasan kumuh perkotaan, menekan
ketersediaan lahan ruang terbuka hijau serta turunnya kualitas lingkungan beserta daya
dukungnya.
Selain permasalahan perumahan kumuh, masalah lain yang tidak kalah serius mengenai
perumahan adalah pelayanan air bersih dan listrik bagi rumah sewa yang diperuntukkan bagi
masyarakat berpenghasilan rendah yang lebih buruk dibandingkan dengan perumahan pribadi
(Hoffman et al, 1991). Hal ini bisa dilihat dari kenyataan yang ada, bahwa pada daerah kumuh
yang didominasi oleh penduduk dengan tingkat ekonomi rendah, pelayanan akan air dan listrik
amat rendah. Kaum urbanis yang selalu datang ke perkotaan juga terus menghambat
terselesaikannya permasalahan perumahan (Arindasari, 2012). Pada bagian selanjutnya, akan
membicarakan mengenai beberapa langkah yang bisa dicoba untuk menyelesaikan atau
mengurangu permaslahan perumahan di Indonesia.
Saran Langkah Penyelesaian Masalah Perumahan di Indonesia
Permasalahan perumahan di kota-kota di Indonesia semakin bertambah kompleks seiring
berkembangnya kehidupan perkotaan. Namun, setiap permasalahan harus bisa di atasi, baik oleh
pemerintah sebagai pemegang kekuasaan (Subkhan, 2008), maupun oleh masyarakat pada
umumnya. Berikut adalah beberapa saran tentang langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh
penduduk serta pemerintah Indonesia dalam menanggulangi permasalahan perumahan di
Indonesia.
Langkah pertama adalah dari bidang ekonomi, menurut Lee (1996), pada masa lalu,
pemerintah Indonesia telah menjalankan beberapa program perbankan yang membantu
masyarakat untuk membangun rumah, di antaranya kredit rumah maupun pinjaman melalui Bank
Tabungan Negara dan Bank Rakyat Indonesia yang mempermudah masyarakat untuk
mendapatkan dana dalam usaha membangun rumah. Selain itu juga terdapat satu program yang
khusus menangani masalah perumahan yaitu Bank Papan, namun karena persaingan dengan
BTN, maka program yang dilaksanakan oleh Bank Papan gagal. Selain itu, bank-bank swasta
lainnya juga banyak menawarkan program-program rumah murah untuk nasabahnya. Namun
dengan tidak stabilnya politik di Indonesia, sistem perbankan yang sebenarnya sudah baik ini
menjadi berjalan dengan kurang maksimal.
Selanjutnya adalah pembangunan rumah susun, khususnya rumah susun sederhana sewa,
yang selanjutnya akan disebut dengan rusunawa. Sesuai dengan pertimbangan dalam undangundang republik Indonesia nomor 20 tahun 2011.
“Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu
lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distukturkan secara fungsional, baik
dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masingmasing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang
dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama” (UU RI No. 20
tahun 2011)
Pembangunan rusunawa dengan bantuan pemerintah dalam hal ini perum Perumnas
apabila berjalan dengan baik tentu akan menjadi solusi yang sangat membantu, namun dalam
pelaksanaannya tidak demikian. Banyak rumah susun yang tidak diminati oleh masyarakat,
dengan berbagai alasan, seperti tidak strategisnya lokasi rumah susun, mahalnya harga yang
dipatok oleh Perumnas, dan lain lain (Berita Jakarta, 2008). Bahkan hal-hal seperti harus
membiasakan kehidupan baru turut mendorong warga untuk tetap tinggal di perumahan mereka
yang lama (Bisnis Forex, 2012). Namun, tidak sedikit pula rumah susun yang diminati oleh
warga, seperti rusun Marunda, Cilincing, Jakarta Utara karena dekat dengan daerah wisata
seperti pesisir pantai Marunda, namun rusun ini pun masih memiliki masalah yaitu kurangnya
ketersediaan air bersih yang memaksa penghuni rusun untuk mengkonsumsi air mineral yang
tentu saja menguras kantong (Berita Jakarta. 2008). Contoh lainnya adalah, rumah susun yang
dikelola oleh lembaga non-profit yaitu Yayasan Budha Tzu Chi di Cengkareng juga memiliki
kondisi fisik dan non-fisik yang baik sehingga diminati oleh pemukimnya yang merupakan
pindahan dari pemukiman liar di pinggiran Kali Angke. Disini peran pemerintah sangat dituntut
untuk merencanakan rusun yang baik dan stategis baik dari segi lokasi, sosial, serta ekonomi dan
juga pemenuhan fasilitas lainnya seperti air dan listrik, sehingga masyarakat menjadi nyaman
dan dapat memilih tinggal di rusun derta dapat mengurangi permasalahan perumahan sewa di
Indonesia.
Kedua langkah di atas mungkin memang bukan langkah baru yang inovatif, namun
apabila kedua langkah tersebut benar-benar dijalankan dengan baik dan dengan partisipasi dari
seluruh aspek masyarakat dan pemerintah, serta dilaksanakan sesuai dengan peraturan
pemerintahan yang ada, maka akan menjadi solusi yang baik yang bisa menanggulangi
permasalahan perumahan sewa yang ada di Indonesia.
Simpulan
Permasalahan perumahan di Indonesia semakin kompleks seiring dengan berkembangnya
kehidupan perkotaan. Perumahan sewa biasanya dihuni oleh masyarakat miskin yang tidak
memiliki kemampuan untuk membangun atau membeli rumah sendiri, ataupun mereka yang
masih dalam masa transisi sehingga belum ingin untuk memiliki rumah. Rumah sewa sebagai
salah satu solusi dalam permasalahan perumahan sendiri masih mengalami berbagai
permasalahan. Permasalahan ini di antaranya adalah pembangunan rumah sewa untuk kalangan
menengah atas biasanya mengambil banyak lahan, disisi yang berlainan keluarga miskin tidak
mampu untuk menyewa rumah yang telah dibangun ini sehingga mereka memilih untuk
membangun rumah dilahan-lahan terabaikan yang kemudian berkembang menjadi pemukiman
kumuh. Selain itu, perumahan sewa yang ada bagi masyarakat miskin kualitasnya tidak baik
mulai dari kondisi rumah maupun fasilitas yang ada. Dari bidang perekonomian, kredit murah
perumahan yang pernah ditawarkan BTN, BRI, dan bank-bank swasta lainnya dapat menjadi
solusi yang menggembirakan apabila dapat dijalankan dengan baik serta sesuai dengan peraturan
yang berlaku tanpa ada unsur kepentingan lain di dalamnya. Selain itu, rusunawa yang saat ini
sedang digalakkan pemerintah menjadi salah satu solusi yang bisa dikatakan efektif karena
rusunawa dibangun dengan pola vertikal atau bertingkat.
Singkatnya, permasalah perumahan di Indonesia termasuk di dalamnya perumahan sewa
sebenarnya dapat diselesaikan, yaitu dengan keseriusan serta partisipasi dari semua pihak, baik
masyarakat maupun pemerintah dalam menjalankan program yang telah direncanakan. Sehingga
tujuan awal dari program tersebut yaitu menyelasaikan masalah perumahan di Indonesia dapat
tercapai.
Referensi
Hoffman, M L et al. 1991. “Rental Housing in Urban Indonesia.” Habitat, Vol 15 No. 12, pp
181 - 206 .
Lee, M. 1996. “The Evolution of Housing Finance in Indonesia : Innovative Responses to
Opportunities.” Habitat, Vol 20 No. 4, pp 583 – 594.
Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 1963 tentang Hubungan Sewa-menyewa Perumahan.
Perumahan bagi Kaum Miskin di Kota-Kota di Asia. Edisi Ketujuh. 2008. United Nations
Economic and Social Commission for Asia and the Pacific. Terjemahan Sarosa Wicaksono
et al. Bangkok : United Nations Economic and Social Commission for Asia and the
Pacific.
Subkhan, M. 2008. “Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa di Cengkareng Jakarta Barat.”
Tugas Akhir tidak diterbitkan, Program Studi Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan
Kota, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang.
Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.
Undang-undang nomor 1 tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang nomor 6 tahun 19762 tentang Pokok-pokok Perumahan (Lembaran Negara
1962 nomor 40) menjadi Undang-undang.
Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun.
www.beritajakarta.com (website berita resmi Pemprov DKI Jakarta). Diakses pada 25 Desember
2012.
www.dixietrain.net (website info perdagangan di Indonesia). Diakses pada 24 Desember 2012.
www.mediaindonesia.com (website dari Media Indonesia) . Diakses pada 24 Desember 2012.
Disusun untuk memenuhi tugas akhir semester mata kuliah Bahasa Indonesia
(MPK 203)
Dosen Pembimbing : Ir. Jawoto Sih Setyono, MDP
Disusun Oleh :
Syahrir Rahman
21040112140032
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
Perumahan Sewa di Indonesia : Permasalahan dan Solusinya
Syahrir Rahman
21040112140032
Abstrak
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di Asia Tenggara yang memiliki tingkat
kepadatan penduduk yang tinggi dan masih terus bertambah. Tingkat kepadatan penduduk yang
tinggi ini harus pula didukung oleh perumahan yang layak huni bagi seluruh penduduk
Indonesia. Rumah layak huni sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia selain sandang
(pakaian) dan pangan (makanan), saat ini tidak dapat dipenuhi oleh seluruh masyarakat
Indonesia. Permasalahan perumahan ini semakin kompleks seiring dengan kehidupan perkotaan
yang semakin berkembang. Penyewaan rumah kemudian muncul sebagai salah satu
jalan
keluar bagi sebagian masyarakat. Artikel ini akan membicarakan mengenai kondisi perumahan
sewa di Indonesia serta permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan pemerintah dalam
bidang perumahan khususnya penyewaan rumah.
Kata kunci : Perumahan, penyewaan rumah, perkotaan, Indonesia
Pendahuluan
Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia selain makanan (pangan) dan
pakaian (sandang) . Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1992 tentang
Perumahan dan Pemukiman, rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau
hunian dan sarana pembinaan keluarga. Sedangkan perumahan adalah kelompok rumah yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU No. 4 tahun 1992). Jadi, sederhananya
perumahan adalah sebuah lingkungan yang didominasi oleh rumah sebagai tempat hunian.
Sebagai salah satu kebutuhan primer, belum semua masyarakat Indonesia dapat
memenuhi kebutuhannya akan rumah secara layak, sesuai dengan penjelasan undang-undang
nomor 1 tahun 1964 bahwa perumahan yang ada banyak pula yang tidak atau belum memenuhi
syarat-syarat perumahan yang dicita-citakan, yaitu rumah yang sehat, nikmat, tahan lama, murah
harga dan sewanya serta memenuhi norma-norma kesusilaan (UU No. 1 1964) . Hal di atas
sesuai dengan kenyataan di lapangan, di mana masih terdapat banyak rumah-rumah
semipermanen yang ditempati oleh masyarakat.
Indonesia, belum bisa seperti negara Asia Tenggara lainnya yang sudah mulai bisa
mengatasi masalah perumahan di negaranya. Di Indonesia, sebagian besar masyarakat yang akan
membeli rumah masih megandalkan keuangannya secara pribadi atau mandiri, sedangkan negara
lain di Asia Tenggara seperti Malaysia dan Thailand, sudah didukung oleh bank komersial serta
perusahaan keuangan lainnya (Lee, 1996). Kemudian muncul trend baru dalam masyarakat, yaitu
menyewa rumah milik orang lain untuk ditempati. Masalah tentang penyewaan rumah pun
sebenarnya telah diatur dalam perundang-undangan tentang perumahan di Indonesia.
Di Indonesia, penyewaan rumah merupakan hal yang penting, terlebih bagi masyarakat
dengan tingkat ekonomi menengah kebawah. Rumah-rumah yang disewakan (bagi masyarakat
ekonomi rendah) biasanya tidak dalam kondisi yang baik, atau setidaknya tidak sebaik rumah
dari pemilik rumah sewa. (Hoffman, et al. 1991). Hal ini bisa kita lihat dari kondisi rumahrumah yang disewakan bagi masyarakat dengan tingkat perekonomian rendah biasanya lebih
sempit serta berada di lingkungan yang kurang mendukung, baik dari segi fisik maupun nonfisik.
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi perumahan di Indonesia dan
masalah yang menyertainya. Penulis percaya, bahwa permasalahan perumahan di Indonesia
masih dapat diselesaikan dengan adanya kerjasama dari berbagai pihak, baik masyarakat dan
juga pemerintah. Artikel ini pertama-tama akan menjelaskan tentang sistem serta peraturan
perundangan yang berlaku mengenai perumahan di Indonesia khususnya perumahan sewa,
bagian selanjutnya akan membahas tentang permasalahan-permasalahan yang ada mengenai
perumahan sewa tersebut, pada bagian akhir akan dijelaskan beberapa langkah yang dapat
diambil serta dijalankan untuk menyelesaikan masalah yang telah dibicarakan sebelumnya.
Sistem dan Perundang-undangan
Indonesia sebenarnya telah memiliki peraturan perundang-undangan yang cukup banyak
mengenai perumahan. Contohnya, Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1992
tentang Perumahan dan Pemukiman, Undang-undang nomor 1 tahun 1964, serta masih banyak
peraturan-peraturan pemerintah lainnya yang berhubungan dengan masalah perumahan dan
pemukiman.
Peraturan-peraturan ini sebenarnya telah mengatur secara rinci mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan perumahan, termasuk di dalamnya masalah mengenai perumahan sewa. Salah
satu peraturan yang mengatur tentang perumahan sewa di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah
Nomor 49 tahun 1963 tentang Hubungan sewa-menyewa Perumahan. Menurut Peraturan
Pemerintah No. 49 Tahun 1963 tentang Hubungan Sewa-Menyewa Perumahan, hak sewa ialah
setiap hak yang timbul dengan nama atau dalam bentuk apapun, bertujuan untuk memperoleh
hak mempergunakan suatu perumahan dengan membayar harga sewa. Sehingga apabila seseorag
telah memiliki hak sewa sesuai dengan hukum yang berlaku, maka ia berhak mempergunakan
rumah tersebut sesuai dengan perjanjian yang berlaku. Masalah yang berkaitan mengenai
perumahan sewa ini selanjutnya diurus oleh Kantor Urusan Perumahan (KUP) atau bagi daerah
yang tidak memiliki KUP, diurus oleh seorang pejabat yang ditunjuk oleh kepala daerah yang
bersangkutan (Peraturan Pemerintah nomor 4 tahun 1963)
Dengan semua peraturan perundangan yang ada, semestinya perumahan sewa menjadi
jalan keluar yang baik dari permasalahan mengenai perumahan di Indonesia, namun dalam
pelaksanaannya, rumah sewa masih mengalami berbagai kendala sehingga belum bisa dijadikan
sebagai jalan keluar utama dari permasalahan-permasalahan tentang perumahan di Indonesia.
Perumahan Sewa di Indonesia
Sebagian masyarakat kota, umumnya kaum dengan tingkat ekonomi rendah, biasanya tidak siap
atau tidak mampu untuk membeli atau membangun rumah sendiri (UNESCAP, 2008).
Sedangkan sebagai sebuah kebutuhan primer selain kebutuhan akan makanan dan pakaian,
kebutuhan akan rumah tidak dapat ditangguhkan (Subkhan, 2008). Sehingga pada akhirnya
rumah sewa dijadikan sebagai jalan keluar dari permasalahan tempat tinggal mereka. Hal ini
dikarenakan untuk membangun sebuah rumah atau membeli rumah membutuhkan biaya yang
tidak sedikit sehingga tidak mampu dijangkau oleh masyarakat miskin atau kurang mampu yang
masih memiliki kebutuhan lain yang lebih mendesak untuk dipenuhi. Menurut UNESCAP
(2008) ada beberapa alasan orang-orang memilih untuk menyewa rumah, yaitu :
1. Banyak orang memilih untuk menyewa rumah dikarenakan lokasi rumah sewa lebih
dekat dengan tempat mereka bekerja. Selain itu, mereka juga dapat berpindah tempat
sesuai tempat mereka bekerja tanpa terikat pembayaran jika membeli rumah;
2. Rumah sewa memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan anggaran rumah tangga;
3. Rumah sewa dapat mengakomodasi masyarakat yang berada dalam masa transisi ketika
mereka masih menentukan akan bertempat tinggal secara tetap dimana.
Di Indonesia, lebih dari 1,8 juta rumah tangga tinggal dirumah sewa (tempat yang
disewakan), bahkan di Jakarta sendiri angkanya mencapai setengah juta rumah tangga (Hoffman,
et al. 1991). Para penyewa ini dibagi kedalam dua kelompok, yaitu mereka yang menyewa
sementara (temporarily renters) karena sedang berada dalam masa transisi sehingga belum ingin
untuk membeli rumah, dan mereka yang menyewa secara permanen (permanent renters) yang
memang menyewa rumah karena tidak mampu unutk membuat atau membeli rumah
sendiri(Hoffman, et al. 1991).
Properti yang disewa tidak hanya berupa rumah, bahkan di Yogyakarta, 26% dari
penyewa adalah penyewa kamar, hal ini kemungkinan besar dikarekanan di Yogykarta
merupakan kota dengan komunitas pelajar yang besar di mana terdapat banyak perguruan tinggi
yang mahasiswanya banyak yang berasal dari luar kota sehingga mereka harus menyewa kamar
sebagai tempat tinggal di Yogyakarta (Hoffman, et al. 1991). Kualitas properti seperti rumah
yang disewakan bagi kaum miskin tidak selamanya baik, bahkan keadaannya lebih buruk dari
pada rumah pada umumnya (Hoffman, et al. 1991). Menurut Hoffman (1991) karakteristik dari
rumah yang disewakan bagi masyarakat berpenghasilan rendah biasanya memiliki area yang
lebih sempit dari rumah milik perseorangan pada umumnya, serta fasilitas seperti air serta toilet
digunakan secara bersama karena kurangnya pelayanan akan hal itu, begitu pula layanan
mengenai aliran listrik dan sebagainya. Jadi dapat disimpulkan, rumah yang disewakan di
Indonesia bagi masyarakat miskin memiliki kualitas yang lebih buruk dari pada perumahan
pribadi pada umumnya. Bagian selanjutnya dari artikel ini akan membicarakan mengenai
permasalahan-permasalahan tentang rumah sewa di Indonesia.
Permasalahan Perumahan Sewa di Indonesia
Perumahan sewa yang hadir sebagai salah satu solusi dari permasalahan perumahan di kota-kota
besar tidak terlepas dari hambatan, dan bahkan mendatangkan permasalahan baru. Di antaranya
masalah tata guna lahan, ekonomi, dan sosial.
Dengan perkembangan kehidupan perkotaan yang semakin maju, sekarang rumah sewa
juga menjadi lahan prospektif bagi penyediaan rumah untuk kalangan menengah atas, namun
tentu saja ini berdampak pada penyediaan lahan untuk pembangunan rumah bagi kalangan
menengah kebawah, sehingga mereka memilih membangun secara illegal di daerah yang
terlantar seperti pinggir tebing, kuburan, dll (Subkhan, 2008). Tindakan ini megakibatkan
timbulnya pemukiman liar (squatter) yaitu lahan yang tidak ditetapkan untuk lahan hunian atau
penempatan lahan yang bukan miliknya (Budiharjo dalam Subkhan, 2008). Pemukimanpemukiman liar ini lama kelamaan akan semakin padat seiring dengan bertambahnya penduduk
perkotaan dan selanjutnya berkembang menjadi pemukiman kumuh yang tidak terawat.
Ketidakmampuan secara finansial juga mendorong terus berkembangnya pemukiman kumuh
diperkotaan (Arindasari, 2012). Ditambah lagi, menurut Media Indonesia (2009) pembangunan
perumahan di Indonesia yang kebanyakan masih menggunakan pola konvensional yaitu
pembangunan secara horizontal, berpotensi menimbulkan kawasan kumuh perkotaan, menekan
ketersediaan lahan ruang terbuka hijau serta turunnya kualitas lingkungan beserta daya
dukungnya.
Selain permasalahan perumahan kumuh, masalah lain yang tidak kalah serius mengenai
perumahan adalah pelayanan air bersih dan listrik bagi rumah sewa yang diperuntukkan bagi
masyarakat berpenghasilan rendah yang lebih buruk dibandingkan dengan perumahan pribadi
(Hoffman et al, 1991). Hal ini bisa dilihat dari kenyataan yang ada, bahwa pada daerah kumuh
yang didominasi oleh penduduk dengan tingkat ekonomi rendah, pelayanan akan air dan listrik
amat rendah. Kaum urbanis yang selalu datang ke perkotaan juga terus menghambat
terselesaikannya permasalahan perumahan (Arindasari, 2012). Pada bagian selanjutnya, akan
membicarakan mengenai beberapa langkah yang bisa dicoba untuk menyelesaikan atau
mengurangu permaslahan perumahan di Indonesia.
Saran Langkah Penyelesaian Masalah Perumahan di Indonesia
Permasalahan perumahan di kota-kota di Indonesia semakin bertambah kompleks seiring
berkembangnya kehidupan perkotaan. Namun, setiap permasalahan harus bisa di atasi, baik oleh
pemerintah sebagai pemegang kekuasaan (Subkhan, 2008), maupun oleh masyarakat pada
umumnya. Berikut adalah beberapa saran tentang langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh
penduduk serta pemerintah Indonesia dalam menanggulangi permasalahan perumahan di
Indonesia.
Langkah pertama adalah dari bidang ekonomi, menurut Lee (1996), pada masa lalu,
pemerintah Indonesia telah menjalankan beberapa program perbankan yang membantu
masyarakat untuk membangun rumah, di antaranya kredit rumah maupun pinjaman melalui Bank
Tabungan Negara dan Bank Rakyat Indonesia yang mempermudah masyarakat untuk
mendapatkan dana dalam usaha membangun rumah. Selain itu juga terdapat satu program yang
khusus menangani masalah perumahan yaitu Bank Papan, namun karena persaingan dengan
BTN, maka program yang dilaksanakan oleh Bank Papan gagal. Selain itu, bank-bank swasta
lainnya juga banyak menawarkan program-program rumah murah untuk nasabahnya. Namun
dengan tidak stabilnya politik di Indonesia, sistem perbankan yang sebenarnya sudah baik ini
menjadi berjalan dengan kurang maksimal.
Selanjutnya adalah pembangunan rumah susun, khususnya rumah susun sederhana sewa,
yang selanjutnya akan disebut dengan rusunawa. Sesuai dengan pertimbangan dalam undangundang republik Indonesia nomor 20 tahun 2011.
“Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu
lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distukturkan secara fungsional, baik
dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masingmasing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang
dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama” (UU RI No. 20
tahun 2011)
Pembangunan rusunawa dengan bantuan pemerintah dalam hal ini perum Perumnas
apabila berjalan dengan baik tentu akan menjadi solusi yang sangat membantu, namun dalam
pelaksanaannya tidak demikian. Banyak rumah susun yang tidak diminati oleh masyarakat,
dengan berbagai alasan, seperti tidak strategisnya lokasi rumah susun, mahalnya harga yang
dipatok oleh Perumnas, dan lain lain (Berita Jakarta, 2008). Bahkan hal-hal seperti harus
membiasakan kehidupan baru turut mendorong warga untuk tetap tinggal di perumahan mereka
yang lama (Bisnis Forex, 2012). Namun, tidak sedikit pula rumah susun yang diminati oleh
warga, seperti rusun Marunda, Cilincing, Jakarta Utara karena dekat dengan daerah wisata
seperti pesisir pantai Marunda, namun rusun ini pun masih memiliki masalah yaitu kurangnya
ketersediaan air bersih yang memaksa penghuni rusun untuk mengkonsumsi air mineral yang
tentu saja menguras kantong (Berita Jakarta. 2008). Contoh lainnya adalah, rumah susun yang
dikelola oleh lembaga non-profit yaitu Yayasan Budha Tzu Chi di Cengkareng juga memiliki
kondisi fisik dan non-fisik yang baik sehingga diminati oleh pemukimnya yang merupakan
pindahan dari pemukiman liar di pinggiran Kali Angke. Disini peran pemerintah sangat dituntut
untuk merencanakan rusun yang baik dan stategis baik dari segi lokasi, sosial, serta ekonomi dan
juga pemenuhan fasilitas lainnya seperti air dan listrik, sehingga masyarakat menjadi nyaman
dan dapat memilih tinggal di rusun derta dapat mengurangi permasalahan perumahan sewa di
Indonesia.
Kedua langkah di atas mungkin memang bukan langkah baru yang inovatif, namun
apabila kedua langkah tersebut benar-benar dijalankan dengan baik dan dengan partisipasi dari
seluruh aspek masyarakat dan pemerintah, serta dilaksanakan sesuai dengan peraturan
pemerintahan yang ada, maka akan menjadi solusi yang baik yang bisa menanggulangi
permasalahan perumahan sewa yang ada di Indonesia.
Simpulan
Permasalahan perumahan di Indonesia semakin kompleks seiring dengan berkembangnya
kehidupan perkotaan. Perumahan sewa biasanya dihuni oleh masyarakat miskin yang tidak
memiliki kemampuan untuk membangun atau membeli rumah sendiri, ataupun mereka yang
masih dalam masa transisi sehingga belum ingin untuk memiliki rumah. Rumah sewa sebagai
salah satu solusi dalam permasalahan perumahan sendiri masih mengalami berbagai
permasalahan. Permasalahan ini di antaranya adalah pembangunan rumah sewa untuk kalangan
menengah atas biasanya mengambil banyak lahan, disisi yang berlainan keluarga miskin tidak
mampu untuk menyewa rumah yang telah dibangun ini sehingga mereka memilih untuk
membangun rumah dilahan-lahan terabaikan yang kemudian berkembang menjadi pemukiman
kumuh. Selain itu, perumahan sewa yang ada bagi masyarakat miskin kualitasnya tidak baik
mulai dari kondisi rumah maupun fasilitas yang ada. Dari bidang perekonomian, kredit murah
perumahan yang pernah ditawarkan BTN, BRI, dan bank-bank swasta lainnya dapat menjadi
solusi yang menggembirakan apabila dapat dijalankan dengan baik serta sesuai dengan peraturan
yang berlaku tanpa ada unsur kepentingan lain di dalamnya. Selain itu, rusunawa yang saat ini
sedang digalakkan pemerintah menjadi salah satu solusi yang bisa dikatakan efektif karena
rusunawa dibangun dengan pola vertikal atau bertingkat.
Singkatnya, permasalah perumahan di Indonesia termasuk di dalamnya perumahan sewa
sebenarnya dapat diselesaikan, yaitu dengan keseriusan serta partisipasi dari semua pihak, baik
masyarakat maupun pemerintah dalam menjalankan program yang telah direncanakan. Sehingga
tujuan awal dari program tersebut yaitu menyelasaikan masalah perumahan di Indonesia dapat
tercapai.
Referensi
Hoffman, M L et al. 1991. “Rental Housing in Urban Indonesia.” Habitat, Vol 15 No. 12, pp
181 - 206 .
Lee, M. 1996. “The Evolution of Housing Finance in Indonesia : Innovative Responses to
Opportunities.” Habitat, Vol 20 No. 4, pp 583 – 594.
Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 1963 tentang Hubungan Sewa-menyewa Perumahan.
Perumahan bagi Kaum Miskin di Kota-Kota di Asia. Edisi Ketujuh. 2008. United Nations
Economic and Social Commission for Asia and the Pacific. Terjemahan Sarosa Wicaksono
et al. Bangkok : United Nations Economic and Social Commission for Asia and the
Pacific.
Subkhan, M. 2008. “Pengelolaan Rumah Susun Sederhana Sewa di Cengkareng Jakarta Barat.”
Tugas Akhir tidak diterbitkan, Program Studi Magister Teknik Pembangunan Wilayah dan
Kota, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang.
Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman.
Undang-undang nomor 1 tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang nomor 6 tahun 19762 tentang Pokok-pokok Perumahan (Lembaran Negara
1962 nomor 40) menjadi Undang-undang.
Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2011 tentang Rumah Susun.
www.beritajakarta.com (website berita resmi Pemprov DKI Jakarta). Diakses pada 25 Desember
2012.
www.dixietrain.net (website info perdagangan di Indonesia). Diakses pada 24 Desember 2012.
www.mediaindonesia.com (website dari Media Indonesia) . Diakses pada 24 Desember 2012.