KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI sebuah par
Institut Perbanas
WWW.EKOINDRAJIT.COM
PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
[email protected]
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
sebuah paradigma baru dalam merencanakan dan mengimplementasikannya
KBK atau Kurikulum Berbasis
Kompetensi yang diperkenalkan
pada tahun 2004 merupakan
pengganti paradigma pendidikan
dalam hal pengembangan kurikulum
yang berbasis isi atau konten. Salah
satu sasaran perubahan ini adalah
untuk menjembatani agar lulusan
pendidikan tinggi dapat langsung
diserap pasar kerja (industri) karena
telah dianggap kompeten untuk
bekerja.
Namun kenyataannya tidaklah
demikian. Masih tingginya angka
pengangguran lulusan perguruan
tinggi mengisyaratkan ada yang
salah dalam hal pemahaman dan
penerapannya.
Presentasi ini dikembangkan
secara khusus untuk mencoba
melihat paradigma pendidikan
bertujuan kompetensi ini dari
sisi yang berbeda, yaitu dari
kacamata kebutuhan atau
“demand” dari dunia kerja –
sebagai pelengkap sekaligus
pembanding dari berbagai
pemahaman dan penjabaran
mengenai kompetensi yang
selama ini secara intensif
disosialisasikan dan juga
dikembangkan dari perspektif
penyedia atau “supply”.
Selamat menikmati …..
Update
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI 2004
Manajemen Perbankan
SKKNI
Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia disusun
oleh industri dan kementrian
teknis melalui serangkaian
proses pendefinisian
kebutuhan hingga
penyelenggaraan konvensi
yang dihadiri oleh seluruh
asosiasi pemangku
kepentingan dan pihak-pihak
terkait dan dijadikan sebagai
acuan oleh Lembaga
Sertifikasi Profesi.
Pada dasarnya, terdapat
banyak sekali standar
kompetensi kerja yang telah
dikembangkan oleh industri,
baik dalam lingkungan
nasional, regional, maupun
internasional yang dapat
diadopsi oleh siapapun yang
membutuhkannya.
Intinya adalah bahwa
kompetensi harus dapat
didefinisikan secara jelas
agar dapat disusun strategi
pencapaiannya sesuai
dengan keinginan.
Teknologi Informasi
Perbanas melalui Lembaga Sertifikasi Profesi
Perbankan (LSPP) bertugas untuk menyusun SKKNI
dari seluruh profesi yang dikenal oleh dunia perbankan
dan keuangan nasional.
Contohnya adalah standar kompetensi yang dibutuhkan
untuk menjadi seorang IT Auditor (dikeluarkan oleh
ISACA dan ITGI), atau IT Project Manager
(diperkenalkan oleh PMI dan GWU), atau IT Architect
(dikembangkan oleh IASA dan TOGAF), atau Software
Engineer (dibuat oleh SEI dan CMU), dan lain
sebagainya.
Prinsip 1
HARUS ADA STANDAR YANG DIACU
Manajemen Perbankan
SKKNI
Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia disusun
oleh industri dan kementrian
teknis melalui serangkaian
proses pendefinisian
kebutuhan hingga
penyelenggaraan konvensi
yang dihadiri oleh seluruh
asosiasi pemangku
kepentingan dan pihak-pihak
terkait dan dijadikan sebagai
acuan oleh Lembaga
Sertifikasi Profesi.
Pada dasarnya, terdapat
banyak sekali standar
kompetensi kerja yang telah
dikembangkan oleh industri,
baik dalam lingkungan
nasional, regional, maupun
internasional yang dapat
diadopsi oleh siapapun yang
membutuhkannya.
Intinya adalah bahwa
kompetensi harus dapat
didefinisikan secara jelas
agar dapat disusun strategi
pencapaiannya sesuai
dengan keinginan.
Teknologi Informasi
Perbanas melalui Lembaga Sertifikasi Profesi
Perbankan (LSPP) bertugas untuk menyusun SKKNI
dari seluruh profesi yang dikenal oleh dunia perbankan
dan keuangan nasional.
Contohnya adalah standar kompetensi yang dibutuhkan
untuk menjadi seorang IT Auditor (dikeluarkan oleh
ISACA dan ITGI), atau IT Project Manager
(diperkenalkan oleh PMI dan GWU), atau IT Architect
(dikembangkan oleh IASA dan TOGAF), atau Software
Engineer (dibuat oleh SEI dan CMU), dan lain
sebagainya.
Prinsip 2
HARUS MEMAHAMI ANATOMI KOMPETENSI
Kompetensi Kerja
Elemen Kompetensi
Bagian terkecil atau atom dari kompetensi disebut atau
diistilahkan sebagai “elemen kompetensi”, yaitu sebuah
pernyataan kapabilitas yang menggunakan kata kerja
performatif agar dapat dengan mudah diukur tingkat
pencapaiannya.
Kluster dan Okupasi
Kluster merupakan pengelompokkan kompetensi yang
diperlukan untuk melakukan fungsi tertentu (jabatan
fungsional) sementara okupasi merupakan
pengelompokkan kompetensi yang melekat pada sebuah
jabatan/profesi struktural tertentu (jabatan struktural).
Indikator Unjuk Kerja
Dalam Taksonomi Bloom telah diperkenalkan daftar
kata kerja performatif yang dapat dipergunakan untuk
mendefinisikan elemen kompetensi yang ingin dicapai
dan dapat dipergunakan oleh siapa saja yang
membutuhkannya.
Adalah suatu ukuran yang dipergunakan untuk
memastikan ketercapaian kompetensi seorang individu.
Indikator ini harus didefinisikan sedemikian rupa
sehingga selain mudah dilakukan pengukurannya, juga
menggambarkan tingkat kehandalan pencapaian
kompetensi seseorang (akurasi dan presisi). Jika
kurang akurasi maka dibutuhkan latihan; sementara jika
kurang presisi dibutuhkan ‘jam terbang’ yang lebih.
Prinsip 3
HARUS MEMIMIKKAN DUNIA KERJA
Lingkungan Kerja
Suasana Kelas
Interaksi antara peserta didik dengan dosennya harus
sedapat mungkin membawa suasana pada terciptanya
sebuah lingkungan yang menyamai dunia kerja dimana di
dalamnya terdapat interaksi intensif, diskursus
berkualitas, komunikasi kontekstual, dan lain sebagainya.
Tenaga Pendidik
Dosen atau tenaga pendidik harus mengetahui apa yang
ada di pikiran seorang direktur, manajer, supervisor, atau
praktisi industri dalam menjalankan sebuah kegiatan atau
aktivitas pekerjaan di industri yang berkaitan sehingga
dapat menjalankan berbagai skenario “role play”.
Model Pembelajaran
Ruang dan suasana kelas maupun laboratorium harus
dikembangkan sedemikian rupa sehingga
merepresentasikan lingkungan kerja, sehingga peserta
didik dapat memperoleh gambaran apa yang terjadi di
dunia nyata. Hal paling mudah dilaksanakan adalah
dengan merubahan tatanan kelas, dari yang bersifat
teatrikal konvensional menjadi berbagai bentuk seperti
yang kerap ditemui di kantor-kantor komersial seperti
lingkaran, U-shape, berhadap-hadapan, dan lain-lain.
Dalam konteks ini, metode mengajar belajar
konvensional biasanya sudah ditinggalkan – diganti
dengan menitikberatkan pada kesempatan siswa untuk
mempelajari studi kasus, membangun kerjasama tim,
mengikuti kompetisi/simulasi bisnis, memaparkan ideide inovatif, mengembangkan ilmu secara mandiri,
melaksanakan pembelajaran jarak jauh (e-learning),
dan lain sebagainya.
Prinsip 4
HARUS MELATIH SISWA HINGGA KOMPETEN
Latihan… Latihan…
Prinsip
Setiap individu memiliki kemampuan belajar, memahami,
mencerna, menyerap, dan mempraktekkan yang
berbeda-beda – sehingga merupakan tantangan bagi
dosen untuk membuat masing-masing dari mereka
menjadi kompeten dengan tingkat kecepatan yang
berbeda-beda.
Spektrum Nilai
Dalam konteks kompetensi tidak dikenal sistem “spektrum
nilai” – karena seseorang hanya akan dikategorikan
menjadi dua macam, yaitu individu yang KOMPETEN
atau yang belum/TIDAK KOMPETEN, sehingga harus
diubah metoda penilaian atau evaluasinya.
Untuk menjadikan seseorang menjadi individu yang
komepten, yang bersangkutan harus secara aktif
melakukan latihan berkali-kali sampai memenuhi
indikator unjuk kerja yang ditetapkan – tanpa mengenal
usia, waktu, dan biaya.
Di sinilah terdapat paradigma “mahasiswa tidak bisa
menunggu” apa yang akan disampaikan dosen,
melainkan yang bersangkutan harus secara aktif
melakukannya agar bisa mencapai tahapan yang
dikatakan sebagai “kompeten” dengan berbagai cara.
Teknik Pembelajaran
Di sinilah seorang dosen benar-benar dituntut untuk
menjadi seorang fasilitator sekaligus pelatih (coach)
yang baik, karena harus membuat suatu suasana
mengajar-belajar yang mengarah pada tercapainya
kompetensi siswa. Dalam hal ini, seorang dosen dapat
menghadirkan pihak-pihak lain yang dapat membantu
tercapainya kompetensi siswa sesuai dengan bidang
yang ditekuni.
Prinsip 5
HARUS MENGGUNAKAN PENDEKATAN TERPADU
Makna Kompetensi
Terjemahan bebas kompetensi adalah “kemampuan
seorang individu dalam melakukan suatu tugas
pekerjaan tertentu dengan baik”.
Kompetensi bukanlah merupakan “gabungan” eksklusif
antara pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan sikap kerja (afektif) – namun seorang
yang kompeten pada bidang tertentu memerlukan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang
relevan dengan pekerjaan yang digelutinya (inklusifintegratif).
Alur Pembelajaran
Bayangkan jika seorang instruktur harus mengajarkan
siswa-siswanya agar pandai berenang atau pandai naik
sepeda. Pencapaian kompetensi akan sangat lambat dan
cenderung mustahil jika dilakukan secara bertahap
melalui proses yang bersifat teoritis dahulu baru praktek
(sekuensial). Proses baru akan berhasil apabila dilakukan
metoda pelatihan yang terintegrasi dimana secara
perlahan-lahan instruktur mengajak siswanya untuk
langsung masuk ke kolam renang atau mengendarai
sepeda untuk belajar melalui perpaduan antara
pengetahuan, pengalaman (experience), keterampilan
dan eksperimen. Contoh lain adalah jika ingin
menanamkan kompetensi kepemimpinan dalam diri
seorang peserta didik, maka yang bersangkutan harus
pernah mendapatkan kesempatan memimpin sekelompok
komunitas secara nyata.
Manajemen Mata Kuliah
Dalam konteks ketuntasan pencapaian kompetensi di
perguruan tinggi, dapat dilakukan berbagai metode
klusterisasi mata kuliah, dimana ada pencapaian
kompetensi per-mata kuliah atau per-kelompok mata
kuliah atau per-sub mata kuliah atau bahkan perpertemuan tatap muka.
Prinsip 6
HARUS ADA MEKANISME UJI KOMPETENSI
Uji Kompetensi
Bentuk Evaluasi
Setiap peserta uji harus melakukan suatu “performance”
atau memperlihatkan keterampilannya dalam melakukan
suatu pekerjaan tertentu di hadapan “asesor”.
Asesor yang dimaksud di sini seharusnya bukanlah dosen
atau instruktur yang mengajari atau melatih peserta didik
yang bersangkutan karena akan terjadi “conflict of
interest” melainkan harus dari pihak independen yang
menguasai atau tahu benar mengenai kompetensi yang
diujikan.
Pada akhirnya, asesor akan memberikan hasil
evaluasinya kepada dosen atau perguruan tinggi yang
bersangkutan untuk ditetapkan apakah yang
bersangkutan telah dinilai memiliki kompetensi yang
diujikan atau tidak.
Uji kompetensi adalah suatu proses evaluasi
pencapaian kompetensi oleh seorang individu dengan
melihat apakah yang bersangkutan telah mampu
mencapai indikator unjuk kinerja yang telah ditetapkan
per masing-masing elemen kompetensi yang diujikan.
Idealnya, uji kompetensi ini dilakukan dalam sebuah
lingkungan atau suasana uji yang mendekati situasi
sebenarnya dalam dunia industri – paling tidak
lingkungannya memiliki komponen-komponen dan
aspek yang sama dengan dunia nyata.
Manajemen Ujian
Agak sulit menjalankan uji kompetensi dimaksud secara
masif, karena setiap peserta didik harus diuji secara
individu oleh asesor. Oleh karena itulah perlu dilakukan
manajemen ujian yang efektif namun efisien bagi
seluruh pihak sehingga dapat tercapai terlaksananya
proses evaluasi yang diinginkan.
Prinsip 7
HARUS ADA PENGAKUAN KOMPETENSI
Sertifikat Kompetensi
Ijazah vs. Sertifikat
Karena ijazah pada hakekatnya merupakan tanda
kelulusan, maka sifatnya adalah berlaku seumur hidup.
Sementara untuk sertifikat bersifat sementara, karena
kompetensi seseorang dapat pudar atau tidak relevan lagi
akibat terjadinya perubahan atau dinamika kebutuhan
industri – sehingga dokumen ini memiliki usia berlaku
(misalnya 2, 3, atau 5 tahun). Untuk memperlihatkan
bahwa yang bersangkutan tetap kompeten, maka dapat
dilakukan proses re-sertifikasi, uji kompetensi, atau
mengikuti program-program pemeliharaan kompetensi
yang dirancang khusus oleh berbagai pihak yang
berkepentingan.
Peran Pemerintah dan Industri
Seperti yang tertulis dalam UU Sistem Pendidikan
Nasional, pengakuan telah tuntasnya seorang peserta
didik belajar dapat dinyatakan melalui penerbitan dua
jenis dokumen, yaitu: ijazah dan/atau sertifikat
kompetensi.
Jika seorang peserta didik telah berhasil lulus dari
suatu program studi tertentu maka akan memperoleh
ijazah sebagai tanda pencapaian “kompetensi lulusan”.
Sertifikat kompetensi diberikan oleh Lembaga
Sertifikasi Profesi apabila yang bersangkutan lulus “uji
kompetensi” (UU Ketenagakerjaan).
Standar Nasional Pendidikan disusun oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP) untuk menjamin
setiap satuan pendidikan memiliki kriteria minimum
pencapaian mutu dalam 8 (delapan) aspek, yaitu:
kompetensi lulusan, isi/konten, tenaga kependidikan,
proses, sarana prasarana, pengelolaan, dan penilaian.
Sementara standar kompetensi kerja dikembangkan
oleh industri yang bersangkutan dengan kementrian
terkait, dan uji sertifikasinya dilakukan oleh Badan
Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) melalui LSP-LSP
yang dibentuknya.
HARUS ADA SKEMA SERTIFIKASI
Prinsip 8
Skema Sertifikasi
GLOBALISATION$
AGENDA$
COMPETITION$
PHENOMENA$
INTERNATIONAL$
AGREEMENT$
Karena sifatnya yang dinamis, setiap perguruan tinggi
yang ingin menerapkan KBK harus memiliki skema
sertifikasi yang baku diterapkan di industri. Untuk
Indonesia dapat mengacu pada skema sertifikasi yang
telah dikembangkan oleh BNSP dimana perguruan tinggi
berkesempatan menjadi Lembaga Sertifikasi Profesi
Tingkat Satu (LSP-1) sejauh memenuhi sejumlah
persyaratan yang berlaku, yaitu memiliki 5S: Standar,
Skema, Sarana Prasarana, Sumber Daya, dan
Surveilans.
WORKFORCE$
MARKET$
External)Forces)
NATIONAL$INDUSTRY$
Internal)Forces)
NATIONAL$
REFORM$
EMPOWEREMENT$
STRATEGY$
POLICY$AND$
REGULATION$
Dinamika Kompetensi
ECONOMY,$SOCIAL,$
and$POLITICS$
LSP$
LSP$
LSP$
SKKNI$
endorse'
Tantangan dan Peluang
license'and'monitor'
accredit''
and'monitor'
TUK$
TUK$
TUK$
cer.fy'and'administer'
TUK$
PROFESSIONAL$
WORKERS$
support'and'prepare'
TRAINING$
CENTER$
LEARNING$
CENTER$
Dengan demikian paka lulusan perguruan tinggi tidak
saja dibekali dengan ijazah, namun juga sejumlah
sertifikat kompetensi sebagai bukti bahwa peserta didik
telah menempuh program pembelajaran dimaksud dan
telah kompeten di bidang yang digelutinya.
Disamping itu, alumni tersebut akan selalu kembali ke
kampus apabila perguruan tinggi yang bersangkutan
memiliki infrastruktur dan superstruktur untuk
pemeliharaan dan pengembangan kompetensi yang
bersifat dinamis tersebut, sehingga cita-cita “link and
match” antara perguruan tinggi dengan dunia industri
dapat tercapai.
Prinsip 9
HARUS ADA PANDUAN MANAJEMEN MUTU
Model Kemendiknas
Model Kemenaker
PEDOMAN BNSP 103 Rev 1-2010
BSNP
menetapkan
SK-KD
PEDOMAN BNSP 217-2009
1
Pedoman BNSP 301-Rev 1-2009
1 dari 22
Kemendiknas
menetapkan
Anatomi
Format
Badan Nasional Sertifikasi Profesi - BNSP
Draft Final
1 dari 8
1 / 16
Pedom an Penyusunan Materi Uji Kompetensi
BNSP
menetapkan
PANDUAN
5S
Kemenaker
menetapkan
Kompetensi
Kerja
1 / 22
Institut Perbanas
WWW.EKOINDRAJIT.COM
PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
[email protected]
TERIMA KASIH
www.BSNP-indonesia.org
www.BNSP.go.id
WWW.EKOINDRAJIT.COM
PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
[email protected]
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
sebuah paradigma baru dalam merencanakan dan mengimplementasikannya
KBK atau Kurikulum Berbasis
Kompetensi yang diperkenalkan
pada tahun 2004 merupakan
pengganti paradigma pendidikan
dalam hal pengembangan kurikulum
yang berbasis isi atau konten. Salah
satu sasaran perubahan ini adalah
untuk menjembatani agar lulusan
pendidikan tinggi dapat langsung
diserap pasar kerja (industri) karena
telah dianggap kompeten untuk
bekerja.
Namun kenyataannya tidaklah
demikian. Masih tingginya angka
pengangguran lulusan perguruan
tinggi mengisyaratkan ada yang
salah dalam hal pemahaman dan
penerapannya.
Presentasi ini dikembangkan
secara khusus untuk mencoba
melihat paradigma pendidikan
bertujuan kompetensi ini dari
sisi yang berbeda, yaitu dari
kacamata kebutuhan atau
“demand” dari dunia kerja –
sebagai pelengkap sekaligus
pembanding dari berbagai
pemahaman dan penjabaran
mengenai kompetensi yang
selama ini secara intensif
disosialisasikan dan juga
dikembangkan dari perspektif
penyedia atau “supply”.
Selamat menikmati …..
Update
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI 2004
Manajemen Perbankan
SKKNI
Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia disusun
oleh industri dan kementrian
teknis melalui serangkaian
proses pendefinisian
kebutuhan hingga
penyelenggaraan konvensi
yang dihadiri oleh seluruh
asosiasi pemangku
kepentingan dan pihak-pihak
terkait dan dijadikan sebagai
acuan oleh Lembaga
Sertifikasi Profesi.
Pada dasarnya, terdapat
banyak sekali standar
kompetensi kerja yang telah
dikembangkan oleh industri,
baik dalam lingkungan
nasional, regional, maupun
internasional yang dapat
diadopsi oleh siapapun yang
membutuhkannya.
Intinya adalah bahwa
kompetensi harus dapat
didefinisikan secara jelas
agar dapat disusun strategi
pencapaiannya sesuai
dengan keinginan.
Teknologi Informasi
Perbanas melalui Lembaga Sertifikasi Profesi
Perbankan (LSPP) bertugas untuk menyusun SKKNI
dari seluruh profesi yang dikenal oleh dunia perbankan
dan keuangan nasional.
Contohnya adalah standar kompetensi yang dibutuhkan
untuk menjadi seorang IT Auditor (dikeluarkan oleh
ISACA dan ITGI), atau IT Project Manager
(diperkenalkan oleh PMI dan GWU), atau IT Architect
(dikembangkan oleh IASA dan TOGAF), atau Software
Engineer (dibuat oleh SEI dan CMU), dan lain
sebagainya.
Prinsip 1
HARUS ADA STANDAR YANG DIACU
Manajemen Perbankan
SKKNI
Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia disusun
oleh industri dan kementrian
teknis melalui serangkaian
proses pendefinisian
kebutuhan hingga
penyelenggaraan konvensi
yang dihadiri oleh seluruh
asosiasi pemangku
kepentingan dan pihak-pihak
terkait dan dijadikan sebagai
acuan oleh Lembaga
Sertifikasi Profesi.
Pada dasarnya, terdapat
banyak sekali standar
kompetensi kerja yang telah
dikembangkan oleh industri,
baik dalam lingkungan
nasional, regional, maupun
internasional yang dapat
diadopsi oleh siapapun yang
membutuhkannya.
Intinya adalah bahwa
kompetensi harus dapat
didefinisikan secara jelas
agar dapat disusun strategi
pencapaiannya sesuai
dengan keinginan.
Teknologi Informasi
Perbanas melalui Lembaga Sertifikasi Profesi
Perbankan (LSPP) bertugas untuk menyusun SKKNI
dari seluruh profesi yang dikenal oleh dunia perbankan
dan keuangan nasional.
Contohnya adalah standar kompetensi yang dibutuhkan
untuk menjadi seorang IT Auditor (dikeluarkan oleh
ISACA dan ITGI), atau IT Project Manager
(diperkenalkan oleh PMI dan GWU), atau IT Architect
(dikembangkan oleh IASA dan TOGAF), atau Software
Engineer (dibuat oleh SEI dan CMU), dan lain
sebagainya.
Prinsip 2
HARUS MEMAHAMI ANATOMI KOMPETENSI
Kompetensi Kerja
Elemen Kompetensi
Bagian terkecil atau atom dari kompetensi disebut atau
diistilahkan sebagai “elemen kompetensi”, yaitu sebuah
pernyataan kapabilitas yang menggunakan kata kerja
performatif agar dapat dengan mudah diukur tingkat
pencapaiannya.
Kluster dan Okupasi
Kluster merupakan pengelompokkan kompetensi yang
diperlukan untuk melakukan fungsi tertentu (jabatan
fungsional) sementara okupasi merupakan
pengelompokkan kompetensi yang melekat pada sebuah
jabatan/profesi struktural tertentu (jabatan struktural).
Indikator Unjuk Kerja
Dalam Taksonomi Bloom telah diperkenalkan daftar
kata kerja performatif yang dapat dipergunakan untuk
mendefinisikan elemen kompetensi yang ingin dicapai
dan dapat dipergunakan oleh siapa saja yang
membutuhkannya.
Adalah suatu ukuran yang dipergunakan untuk
memastikan ketercapaian kompetensi seorang individu.
Indikator ini harus didefinisikan sedemikian rupa
sehingga selain mudah dilakukan pengukurannya, juga
menggambarkan tingkat kehandalan pencapaian
kompetensi seseorang (akurasi dan presisi). Jika
kurang akurasi maka dibutuhkan latihan; sementara jika
kurang presisi dibutuhkan ‘jam terbang’ yang lebih.
Prinsip 3
HARUS MEMIMIKKAN DUNIA KERJA
Lingkungan Kerja
Suasana Kelas
Interaksi antara peserta didik dengan dosennya harus
sedapat mungkin membawa suasana pada terciptanya
sebuah lingkungan yang menyamai dunia kerja dimana di
dalamnya terdapat interaksi intensif, diskursus
berkualitas, komunikasi kontekstual, dan lain sebagainya.
Tenaga Pendidik
Dosen atau tenaga pendidik harus mengetahui apa yang
ada di pikiran seorang direktur, manajer, supervisor, atau
praktisi industri dalam menjalankan sebuah kegiatan atau
aktivitas pekerjaan di industri yang berkaitan sehingga
dapat menjalankan berbagai skenario “role play”.
Model Pembelajaran
Ruang dan suasana kelas maupun laboratorium harus
dikembangkan sedemikian rupa sehingga
merepresentasikan lingkungan kerja, sehingga peserta
didik dapat memperoleh gambaran apa yang terjadi di
dunia nyata. Hal paling mudah dilaksanakan adalah
dengan merubahan tatanan kelas, dari yang bersifat
teatrikal konvensional menjadi berbagai bentuk seperti
yang kerap ditemui di kantor-kantor komersial seperti
lingkaran, U-shape, berhadap-hadapan, dan lain-lain.
Dalam konteks ini, metode mengajar belajar
konvensional biasanya sudah ditinggalkan – diganti
dengan menitikberatkan pada kesempatan siswa untuk
mempelajari studi kasus, membangun kerjasama tim,
mengikuti kompetisi/simulasi bisnis, memaparkan ideide inovatif, mengembangkan ilmu secara mandiri,
melaksanakan pembelajaran jarak jauh (e-learning),
dan lain sebagainya.
Prinsip 4
HARUS MELATIH SISWA HINGGA KOMPETEN
Latihan… Latihan…
Prinsip
Setiap individu memiliki kemampuan belajar, memahami,
mencerna, menyerap, dan mempraktekkan yang
berbeda-beda – sehingga merupakan tantangan bagi
dosen untuk membuat masing-masing dari mereka
menjadi kompeten dengan tingkat kecepatan yang
berbeda-beda.
Spektrum Nilai
Dalam konteks kompetensi tidak dikenal sistem “spektrum
nilai” – karena seseorang hanya akan dikategorikan
menjadi dua macam, yaitu individu yang KOMPETEN
atau yang belum/TIDAK KOMPETEN, sehingga harus
diubah metoda penilaian atau evaluasinya.
Untuk menjadikan seseorang menjadi individu yang
komepten, yang bersangkutan harus secara aktif
melakukan latihan berkali-kali sampai memenuhi
indikator unjuk kerja yang ditetapkan – tanpa mengenal
usia, waktu, dan biaya.
Di sinilah terdapat paradigma “mahasiswa tidak bisa
menunggu” apa yang akan disampaikan dosen,
melainkan yang bersangkutan harus secara aktif
melakukannya agar bisa mencapai tahapan yang
dikatakan sebagai “kompeten” dengan berbagai cara.
Teknik Pembelajaran
Di sinilah seorang dosen benar-benar dituntut untuk
menjadi seorang fasilitator sekaligus pelatih (coach)
yang baik, karena harus membuat suatu suasana
mengajar-belajar yang mengarah pada tercapainya
kompetensi siswa. Dalam hal ini, seorang dosen dapat
menghadirkan pihak-pihak lain yang dapat membantu
tercapainya kompetensi siswa sesuai dengan bidang
yang ditekuni.
Prinsip 5
HARUS MENGGUNAKAN PENDEKATAN TERPADU
Makna Kompetensi
Terjemahan bebas kompetensi adalah “kemampuan
seorang individu dalam melakukan suatu tugas
pekerjaan tertentu dengan baik”.
Kompetensi bukanlah merupakan “gabungan” eksklusif
antara pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan sikap kerja (afektif) – namun seorang
yang kompeten pada bidang tertentu memerlukan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang
relevan dengan pekerjaan yang digelutinya (inklusifintegratif).
Alur Pembelajaran
Bayangkan jika seorang instruktur harus mengajarkan
siswa-siswanya agar pandai berenang atau pandai naik
sepeda. Pencapaian kompetensi akan sangat lambat dan
cenderung mustahil jika dilakukan secara bertahap
melalui proses yang bersifat teoritis dahulu baru praktek
(sekuensial). Proses baru akan berhasil apabila dilakukan
metoda pelatihan yang terintegrasi dimana secara
perlahan-lahan instruktur mengajak siswanya untuk
langsung masuk ke kolam renang atau mengendarai
sepeda untuk belajar melalui perpaduan antara
pengetahuan, pengalaman (experience), keterampilan
dan eksperimen. Contoh lain adalah jika ingin
menanamkan kompetensi kepemimpinan dalam diri
seorang peserta didik, maka yang bersangkutan harus
pernah mendapatkan kesempatan memimpin sekelompok
komunitas secara nyata.
Manajemen Mata Kuliah
Dalam konteks ketuntasan pencapaian kompetensi di
perguruan tinggi, dapat dilakukan berbagai metode
klusterisasi mata kuliah, dimana ada pencapaian
kompetensi per-mata kuliah atau per-kelompok mata
kuliah atau per-sub mata kuliah atau bahkan perpertemuan tatap muka.
Prinsip 6
HARUS ADA MEKANISME UJI KOMPETENSI
Uji Kompetensi
Bentuk Evaluasi
Setiap peserta uji harus melakukan suatu “performance”
atau memperlihatkan keterampilannya dalam melakukan
suatu pekerjaan tertentu di hadapan “asesor”.
Asesor yang dimaksud di sini seharusnya bukanlah dosen
atau instruktur yang mengajari atau melatih peserta didik
yang bersangkutan karena akan terjadi “conflict of
interest” melainkan harus dari pihak independen yang
menguasai atau tahu benar mengenai kompetensi yang
diujikan.
Pada akhirnya, asesor akan memberikan hasil
evaluasinya kepada dosen atau perguruan tinggi yang
bersangkutan untuk ditetapkan apakah yang
bersangkutan telah dinilai memiliki kompetensi yang
diujikan atau tidak.
Uji kompetensi adalah suatu proses evaluasi
pencapaian kompetensi oleh seorang individu dengan
melihat apakah yang bersangkutan telah mampu
mencapai indikator unjuk kinerja yang telah ditetapkan
per masing-masing elemen kompetensi yang diujikan.
Idealnya, uji kompetensi ini dilakukan dalam sebuah
lingkungan atau suasana uji yang mendekati situasi
sebenarnya dalam dunia industri – paling tidak
lingkungannya memiliki komponen-komponen dan
aspek yang sama dengan dunia nyata.
Manajemen Ujian
Agak sulit menjalankan uji kompetensi dimaksud secara
masif, karena setiap peserta didik harus diuji secara
individu oleh asesor. Oleh karena itulah perlu dilakukan
manajemen ujian yang efektif namun efisien bagi
seluruh pihak sehingga dapat tercapai terlaksananya
proses evaluasi yang diinginkan.
Prinsip 7
HARUS ADA PENGAKUAN KOMPETENSI
Sertifikat Kompetensi
Ijazah vs. Sertifikat
Karena ijazah pada hakekatnya merupakan tanda
kelulusan, maka sifatnya adalah berlaku seumur hidup.
Sementara untuk sertifikat bersifat sementara, karena
kompetensi seseorang dapat pudar atau tidak relevan lagi
akibat terjadinya perubahan atau dinamika kebutuhan
industri – sehingga dokumen ini memiliki usia berlaku
(misalnya 2, 3, atau 5 tahun). Untuk memperlihatkan
bahwa yang bersangkutan tetap kompeten, maka dapat
dilakukan proses re-sertifikasi, uji kompetensi, atau
mengikuti program-program pemeliharaan kompetensi
yang dirancang khusus oleh berbagai pihak yang
berkepentingan.
Peran Pemerintah dan Industri
Seperti yang tertulis dalam UU Sistem Pendidikan
Nasional, pengakuan telah tuntasnya seorang peserta
didik belajar dapat dinyatakan melalui penerbitan dua
jenis dokumen, yaitu: ijazah dan/atau sertifikat
kompetensi.
Jika seorang peserta didik telah berhasil lulus dari
suatu program studi tertentu maka akan memperoleh
ijazah sebagai tanda pencapaian “kompetensi lulusan”.
Sertifikat kompetensi diberikan oleh Lembaga
Sertifikasi Profesi apabila yang bersangkutan lulus “uji
kompetensi” (UU Ketenagakerjaan).
Standar Nasional Pendidikan disusun oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP) untuk menjamin
setiap satuan pendidikan memiliki kriteria minimum
pencapaian mutu dalam 8 (delapan) aspek, yaitu:
kompetensi lulusan, isi/konten, tenaga kependidikan,
proses, sarana prasarana, pengelolaan, dan penilaian.
Sementara standar kompetensi kerja dikembangkan
oleh industri yang bersangkutan dengan kementrian
terkait, dan uji sertifikasinya dilakukan oleh Badan
Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) melalui LSP-LSP
yang dibentuknya.
HARUS ADA SKEMA SERTIFIKASI
Prinsip 8
Skema Sertifikasi
GLOBALISATION$
AGENDA$
COMPETITION$
PHENOMENA$
INTERNATIONAL$
AGREEMENT$
Karena sifatnya yang dinamis, setiap perguruan tinggi
yang ingin menerapkan KBK harus memiliki skema
sertifikasi yang baku diterapkan di industri. Untuk
Indonesia dapat mengacu pada skema sertifikasi yang
telah dikembangkan oleh BNSP dimana perguruan tinggi
berkesempatan menjadi Lembaga Sertifikasi Profesi
Tingkat Satu (LSP-1) sejauh memenuhi sejumlah
persyaratan yang berlaku, yaitu memiliki 5S: Standar,
Skema, Sarana Prasarana, Sumber Daya, dan
Surveilans.
WORKFORCE$
MARKET$
External)Forces)
NATIONAL$INDUSTRY$
Internal)Forces)
NATIONAL$
REFORM$
EMPOWEREMENT$
STRATEGY$
POLICY$AND$
REGULATION$
Dinamika Kompetensi
ECONOMY,$SOCIAL,$
and$POLITICS$
LSP$
LSP$
LSP$
SKKNI$
endorse'
Tantangan dan Peluang
license'and'monitor'
accredit''
and'monitor'
TUK$
TUK$
TUK$
cer.fy'and'administer'
TUK$
PROFESSIONAL$
WORKERS$
support'and'prepare'
TRAINING$
CENTER$
LEARNING$
CENTER$
Dengan demikian paka lulusan perguruan tinggi tidak
saja dibekali dengan ijazah, namun juga sejumlah
sertifikat kompetensi sebagai bukti bahwa peserta didik
telah menempuh program pembelajaran dimaksud dan
telah kompeten di bidang yang digelutinya.
Disamping itu, alumni tersebut akan selalu kembali ke
kampus apabila perguruan tinggi yang bersangkutan
memiliki infrastruktur dan superstruktur untuk
pemeliharaan dan pengembangan kompetensi yang
bersifat dinamis tersebut, sehingga cita-cita “link and
match” antara perguruan tinggi dengan dunia industri
dapat tercapai.
Prinsip 9
HARUS ADA PANDUAN MANAJEMEN MUTU
Model Kemendiknas
Model Kemenaker
PEDOMAN BNSP 103 Rev 1-2010
BSNP
menetapkan
SK-KD
PEDOMAN BNSP 217-2009
1
Pedoman BNSP 301-Rev 1-2009
1 dari 22
Kemendiknas
menetapkan
Anatomi
Format
Badan Nasional Sertifikasi Profesi - BNSP
Draft Final
1 dari 8
1 / 16
Pedom an Penyusunan Materi Uji Kompetensi
BNSP
menetapkan
PANDUAN
5S
Kemenaker
menetapkan
Kompetensi
Kerja
1 / 22
Institut Perbanas
WWW.EKOINDRAJIT.COM
PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
[email protected]
TERIMA KASIH
www.BSNP-indonesia.org
www.BNSP.go.id