Identifikasi Kasus Kepribadian Dan Etika

Identifikasi Kasus Kepribadian Dan Etika Profesi Guru
Salah satu kasus yang berkaitan dengan etika profesi guru adalah kasus kekerasan yang pernah
dialami oleh salah satu murid atau siswa di SMPN 3 Mojokerto yang dilakukan oleh oknum
guru bahasa inggris yang berinisial WS dan kemudian dilaporkan ke pihak kepolisian oleh orang
tua Roby ( korban ). akibat dari kekerasaan yang dilakukan WS, tubuh korban menderita memarmemar karena pukulan yang dialaminya. Menurut seorang teman korban yang juga sebagai saksi
pada saat peristiwa itu.
Pagi itu, si Korban lagi berlari-lari di teras sekolah dengan beberapa rekannya dan menyebabkan
suara gaduh dan bising sehingga WS yang lagi mengajar merasa terganggu dengan hiruk pikuk
anak-anak ini, kemudian dia keluar kelas dan serta merta memanggil si Korban untuk diberi
peringatan akan tetapi si korban tidak menyahut karena takut pada WS entah karena tersinggung
WS memanggil korban dengan nada tinggi dan ketika korban datang menghampiri terjadilah
peristiwa kekerasaan itu, korban ditendang beberapa kali pada bagian tubuhnya dan mengalami
memar oleh karena itu orang tua korban mengadukan peristiwa ini kepada pihak kepolisian.
B. Akibat Dari Kasus Kepribadian Dan Etika Profesi Guru
Ada akibat yang muncul dari kasus kepribadian & etika terhadap profesi guru:
1. Mengaburkan fungsi guru sebagai sosok panutan atau teladan yang baik terhadap anak
didik.
2. Adanya sikap sinis dan tidak percaya dari masyarakat terhadap profesi guru karena
dianggap
tidak bisa membuat anak didik menjadi lebih baik.
3. Mengaburkan profesi Guru sebagai pembimbing atau orang tua kedua buat anak didik

4. Dengan adanya kasus etika profesi guru maka profesi seorang guru di mata masyarakat
semakin rendah.
C.

Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Kasus Kepribadian Dan Etika Profesi Guru
1. Menindak tegas dan memberikan sanksi berat pada oknum-oknum guru yang melakukan
kasus etika profesi guru karena sangat merugikan guru sebagai salah satu profesi yang
salah satu tugasnya adalah memberi keteladanan yang baik terhadap peserta didik.
2. Sebelum menjadi guru, seorang calon guru seharusnya diberi tes psikologi yang
ketat,agar mampu menghadapi setiap karakter peserta didik.
3. Mewajibkan seorang guru untuk membaca dan menjalankan profesinya sesuai kode etik
keguruan.
4. Mengadakan pelatihan-pelatihan bagaimana seorang guru menghadapi peserta didik yang
berbeda karakter. Sehingga seorang guru, mampu menangani siswa yang karakternya
nakal atau bandel.
5. Guru seharusnya memahami perkembangan tingkah laku peserta didiknya. Apabila guru
memahami tingkahlaku peserta didik dan perkembangan tingkah laku itu, maka strategi,
metode, media pembelajaran dapat dipergunakan secara lebih efektif.
6. Tugas yang penting bagi guru dalam melakukan pendekatan kepada peserta didik adalah
menjadikan peserta didik mampu mengembangkan keyakinan dan penghargaan terhadap

dirinya sendiri, serta membangkitkan kecintaan terhadap belajar secara berangsur-angsur
dalam diri peserta didik.
7. Sesuai dengan pendapat Prayitno, bahwa pembelajaran harus sesuai konsep HMM
(Harkat dan Martabat Manusia). Antara guru dan peserta didik terjalin hubungan yang

menimbulkan situasi pendidikan yang dilandasi dua pilar kewibawaan dan kewiyataan.
Pengaruh guru terhadap peserta didik didasarkan pada konformitas internalisasi.

D. Membahas Kasus Pelanggaran Etika Guru
Seperti yang telah dibahas sebelumnya mengenai Etika Profesi seorang Guru, bahwa seorang
guru itu harus memiliki tanggung jawab yang besar terhadap profesinya. Dari contoh kasus
diatas, dapat dikatakan bahwa profesionalitas seorang guru didaerah Kabupaten Karimun ini
perlu diperhatikan. Sebagaimana kita tahu bahwa seorang guru itu memiliki imej yang sudah
tertanam dengan baik dan tidak sepatutnya disalahgunakan. Kejadian di Kabupaten Karimun
yang melibatkan profesi guru ini sebetulnya dikarenakan kurangnya rasa tanggung jawab dari
masing-masing pribadi dari seorang profesi guru itu.
Kalau kita lihat dari kaidah-kaidah pokok dari etika profesi seorang guru yaitu, pertama: harus
dipandang sebagai suatu pelayanan karena itu maka bersifat tanpa pamrih menjadi ciri khas
dalam mengembangkan profesi, kedua: Pelayanan profesi dalam mendahulukan kepentingan
pasien atau klien mengacu kepada kepentingan atau nilai-nilai luhur, ketiga: Pengemban profesi

harus selalu berorientasi pada masyarakat sebagai keseluruhan, keempat: agar persaingan profesi
dalam pelayanan berlangsung secara sehat sehingga dapat menjamin mutu dan peningkatan mutu
pengembangan profesi, sepatutnya seorang profesi guru itu mempunyai rasa tanggung jawab
yang besar dan mempunyai pemikirann yang kuat atas kaidah-kaidah pokok dari etika profesi
seorang guru itu, sehingga tidak ada keinginan ataupun niat untuk menyalahgunakan profesi dari
seorang guru tersebut.
Kasus pelanggaran etika yang terjadi ini tentunya bukan tanpa sebab. Kurangnya perhatian
pemerintah terhadap kehidupan para guru menjadi pemicu utama. Hal ini dapat terlihat dari
fenomena yang terjadi, masih banyaknya guru-guru yang memiliki taraf hidup di bawah ratarata. Padahal mereka pun memiliki keluarga yang harus dihidupi. Masalah ekonomi inilah yang
mendorong guru-guru, khususnya di luar daerah ibukota untuk melakukan hal-hal yang
melanggar etika profesi keguruan dan idealisme dari pendidikan.
Selain daripada itu, faktor kontrol dan monitoring dari pemerintah juga berperan dalam kasus
pelanggaran ini. Pemerintah belum memiliki sistem yang terpadu dalam melakukan kontroling
antara pusat dan daerah untuk mengawasi kinerja dan proses kerja para guru dan pihak yang
terlibat dalam institusi pendidikan yang ada. Dengan celah yang ada ini, memberi kesempatan
besar bagi oknum-oknum tertentu untuk melakukan pelanggaran dan kecurangan, baik itu
pelanggaran hukum, maupun etika.
E. Faktor Penyebab Sikap dan Perilaku Guru Menyimpang
Pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan anak bangsa. Berbagai upaya pemerintah
untuk meningkatkan mutu pendidikan telah dilaksanakan walapun belum menunjukkan hasil

yang optimal. Pendidikan tidak bisa lepas dari siswa atau peserta didik. Siswa merupakan subjek
didik yang harus diakui keberadaannya. Berbagai karakter siswa dan potensi dalam dirinya tidak
boleh diabaikan begitu saja. Tugas utama guru mendidik dan mengembangkan berbagai potensi
itu.
Jika ada pendidik (guru) yang sikap dan perilakunya menyimpang karena dipengaruhi beberapa
faktor. Pertama, adanya malpraktik (meminjam istilah Prof Mungin) yaitu melakukan praktik
yang salah, miskonsep. Guru salah dalam menerapkan hukuman pada siswa. Apapun alasannya
tindakan kekerasan maupun pencabulan guru terhadap siswa merupakan suatu pelanggaran.
Kedua, kurang siapnya guru maupun siswa secara fisik, mental, maupun emosional. Kesiapan
fisik, mental, dan emosional guru maupun siswa sangat diperlukan. Jika kedua belah pihak siap
secara fisik, mental, dan emosional, proses belajar mengajar akan lancar, interaksi siswa dan
guru pun akan terjalin harmonis layaknya orang tua dengan anaknya.

Ketiga, kurangnya penanaman budi pekerti di sekolah. Pelajaran budi pekerti sekarang ini sudah
tidak ada lagi. Kalaupun ada sifatnya hanya sebagai pelengkap, lantaran diintegrasikan dengan
berbagai mata pelajaran yang ada. Namun realitas di lapangan pelajaran yang didapat siswa
kabanyakan hanya dijejali berbagai materi. Sehingga nilai-nilai budi pekerti yang harus diajarkan
justru dilupakan.
Selain dari ketiga faktor di atas, juga dipengaruhi oleh tipe-tipe kejiwaan seperti yang
diungkapkan Plato dalam “Tipologo Plato”, bahwa fungsi jiwa ada tiga, yaitu: fikiran, kemauan,

dan perasaan. Pikiran berkedudukan di kepala, kemauan berkedudukan dalam dada, dan perasaan
berkedudukan dalam tubuh bagian bawah. Atas perbedaan tersebut Plato juga membedakan
bahwa pikiran itu sumber kebijakasanaan, kemauan sumber keberanian, dan perasaan sumber
kekuatan menahan hawa nafsu.
Jika pikiran, kemauan, perasaan tidak sinkron akan menimbulkan permasalahan. Perasaan tidak
dapat mengendalikan hawa nafsu, akibatnya kemauan tidak terkendali dan pikiran tidak dapat
berpikir bijak. Agar pendidikan di Indonesia berhasil, paling tidak pendidik memahami faktorfaktor tersebut. Kemudian mampu mengantisipasinya dengan baik. Sehingga kesalahankesalahan guru dalam sikap dan perilaku dapat dihindari.
Bagaimanapun juga kualitas pendidikan di Indonesia harus mampu bersaing di dunia
internasional. Sikap dan perilaku profesional seorang pendidik akan mampu membawa dunia
pendidikan lebih berkualitas. Dengan demikian diharapkan mampu mewujudkan tujuan
pendidikan nasional Indonesia yaitu membentuk manusia Indonesia seutuhnya.

http://geografi-andi.blogspot.com/2014/10/analisis-kasus-kasus-profesikeguruan.html

Masalah Profesi Pendidikan
Posted: April 7, 2012 in Uncategorized
Tag:Pengetahuan

0
Dalam dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang

sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di
jalur pendidikan formal, informal maupun nonformal. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya
peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, guru tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang
berkaitan dengan eksistensi mereka.
Filosofi sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan peran guru
sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tidak jarang telah di posisikan mempunyai
peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka di tuntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus
mampu mentransformasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral
bagi anak didik. Bahkan tidak jarang, para guru dianggap sebagai orang kedua, setelah orang tua
anak didik dalam proses pendidikan secara global.
Saat ini setidak-tidaknya ada empat hal yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi guru
di Indonesia, yaitu : pertama, masalah kualitas/mutu guru, kedua, jumlah guru yang dirasakan
masih kurang, ketiga, masalah distribusi guru dan masalah kesejahteraan guru.
1. Masalah Kualitas Guru
Kualitas guru Indonesia, saat ini disinyalir sangat memprihatinkan. Berdasarkan data tahun
2002/2003, dari 1,2 juta guru SD saat ini, hanya 8,3%nya yang berijasah sarjana. Realitas
semacam ini, pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas anak didik yang dihasilkan. Belum lagi
masalah, dimana seorang guru (khususnya SD), sering mengajar lebih dari satu mata pelajaran

(guru kelas) yang tidak jarang, bukan merupakan inti dari pengetahuan yang dimilikinya, hal

seperti ini tentu saja dapat mengakibatkan proses belajar mengajar menjadi tidak maksimal.
2. Jumlah Guru yang Masih Kurang
Jumlah guru di Indonesia saat ini masih dirasakan kurang, apabila dikaitkan dengan jumlah anak
didik yang ada. Oleh sebab itu, jumlah murid per kelas dengan jumlah guru yag tersedia saat ini,
dirasakan masih kurang proporsional, sehingga tidak jarang satu raung kelas sering di isi lebih
dari 30 anak didik. Sebuah angka yang jauh dari ideal untuk sebuah proses belajar dan mengajar
yang di anggap efektif. Idealnya, setiap kelas diisi tidak lebih dari 15-20 anak didik untuk
menjamin kualitas proses belajar mengajar yang maksimal.
3. Masalah Distribusi Guru
Masalah distribusi guru yang kurang merata, merupakan masalah tersendiri dalam dunia
pendidikan di Indonesia. Di daerah-daerah terpencil, masing sering kita dengar adanya
kekurangan guru dalam suatu wilayah, baik karena alasan keamanan maupun faktor-faktor lain,
seperti masalah fasilitas dan kesejahteraan guru yang dianggap masih jauh yang diharapkan.
4. Masalah Kesejahteraan Guru
Sudah bukan menjadi rahasia umum, bahwa tingkat kesejahteraan guru-guru kita sangat
memprihatinkan. Penghasilan para guru, dipandang masih jauh dari mencukupi, apalagi bagi
mereka yang masih berstatus sebagai guru bantu atau guru honorer. Kondisi seperti ini, telah
merangsang sebagian para guru untuk mencari penghasilan tambahan, diluar dari tugas pokok
mereka sebagai pengajar, termasuk berbisnis di lingkungan sekolah dimana mereka mengajar.
Peningkatan kesejahteaan guru yang wajar, dapat meningkatkan profesinalisme guru, termasuk

dapat mencegah para guru melakukan praktek bisnis di sekolah.
Kedudukan, Fungsi, Tugas, dan Tujuan Seorang Guru
Bab II Pasal 2 Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, menyebutkan
bahwa: (1) Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang
diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud.
Maksud dari ayat di atas menyebutkan bahwa guru adalah orang yang mendalami profesi sebagai
pengajar dan pendidik, mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk memberikan kontribusi.
Umumnya guru merujuk pada pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi hasil belajar siswa peserta didiknya.
Tugas guru yang diemban timbul dari rasa percaya masyarakat terdiri dari mentransfer
kebudayaan dalam arti yang luas, ketrampilan menjalani kehidupan (Life skills), terlibat dalam
kegiatan-kegiatan menjelaskan, mendefinisikan, membuktikan dan mengklasifikasikan, selain
harus menunjukkan sebagai orang yang berpengetahuan luas, trampil dan sikap yang bisa
dijadikan panutan. Maka dari itu, guru harus memiliki kompetensi dalam membimbing siswa
untuk siap menghadapi kehidupan yang sebenarnya (The real life) dan bahkan mampu
memberikan keteladanan yang baik.
Undang-Undang No 14 tahun 2005, pasal 4 mengisyaratkan bahwa Kedudukan guru sebagai
tenaga profesional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan

martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran yang berfungsi untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional. Pasal 6 menyebutkan bahwa Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga
profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan
pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Di samping itu guru mempunyai tugas utama sebagai berikut:
a) menyusun perencanaan pembelajaran;
b) menyampaikan perencanaan;
c) melakukan hubungan baik dengan sesama teman seprofesi, maupun dengan masyarakat;
d) mengelola kelas yang disesuaikan dengan karakterstik peserta didik;
e) melakukan penelitian dan inovasi dalam pendidikan, dan memanfaatkan hasilnya untuk
kemajuan pendidikan;
f) mendidik siswa sehingga mereka menjadi manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika,
bangsa, masyarakat, dan agama;
g) melaksanakan program bimbingan konseling, dan administrasi pendidikan;
h) mengembangkan diri dalam wawasan, sikap, dan ketrampilan profesi; dan
i) memanfaatkan teknologi, lingkungan, budaya, dan sosial, serta lingkungan alam dalam proses
belajar.

Yang saya akan bahas yaitu mengenai Masalah Distribusi Guru atau Penyebaran guru yang tidak
merata.
Kebanyakan guru lebih memilih mengajar di perkotaan ketimbang di daerah pelosok. Ini
mengakibatkan guru di perkotaan menumpuk sedangkan di pelosok akan kekurangan guru.
Formasi pengangkatan yang telah di tentukan oleh pemerintah daerah seakan-akan tidak
membuat komposisi guru menjadi merata. Dan memang kalau di perkotaan ataupun daerah
padat, hal itu tidak terjadi. Tapi di pedesaan, pedalaman, daerah pinggiran hutan, pegunungan
kenyataan kekurangan guru itu sangat terasa,”.
Hal demikian tentulah berdampak pada kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan pun kurang
merata. Diperkotaan akan semakin tinggi kualitas pendidikannya karena kebutuhan guru yang
tercukupi serta aksesibilitas yang mudah. Keadaan itu berbanding terbalik dengan kondisi di
pelosok. Kualitas pendidikan dipelosok akan semakin terpuruk karena kebutuhan tim pengajar
yang tidak tercukupi serta akses yang sulit. Dimana foktor pendukung pendidikan sangat sulit di
dapatkan di daerah pelosok yang tidak terjadi di daerah perkotaan.

Saat ini terjadi ketimpangan kompetensi yang cukup mencolok pada guru di daerah tertinggal.
Banyak guru yang mengajar di sekolah-sekolah terpencil dengan tidak terstruktur dan
mengabaikan teori-teori pembelajaran efektif. Fenomena ini dapat dimengerti karena memang
upaya peningkatan kompetensi guru tidak dijadikan sebagai salah satu solusi yang diprioritaskan
khususnya dalam pembangunan pendidikan. Mereka tidak memiliki kesempatan untuk

memperoleh pelatihan atau upaya-upaya peningkatan mutu guru itu sendiri, sehingga ini
berkorelasi erat dengan kemampuan mengajarnya di sekolah. Jika hal ini tidak diberi perlakuan
khusus tentu saja akan semakin memperburuk kualitas proses belajar mengajar di sekolah.
Ada juga guru malu mengajar didaerah nya sendiri dalam artian tempat terpencil pandangan
mereka yang ingin mengajar diperkotaan untuk encari pengalaman yang baru dan mendapat
pasangan hidup yang lebih baik , ada juga karna akses transportasi mereka untuk mengajar itu
terkendala karna jalanan yang menuju ke sekolah itu rusak parah. Itu bisa menbuat susah nya
penyebaran guru yang tidak merata.
Solusi
Solusi yang kiranya dapat menjadi sebuah pertimbangan dalam menangani permasalahan diatas
yaitu:
1. Konsistensi pemerintah dalam menangani masalah tersebut harus perlu ditingkatkan.

2. Pemerintah harus bekerja sama dengan PTN dan PTS yang memiliki jurusan pendidikan
agar dapat menciptakan calon-calon pengajar yang benar-benar memiliki mental seorang
pengajar yang profesional.
3. Pemerintah harus benar-benar memegang konsistensi terhadap pernyataan para calon
pengajar yang berbunyi “siap ditempatkan dimana saja”, sehingga setelah para calon
pengajar terangkat menjadi PNS tidak mudah untuk mengajukan pindah tempat sesuai
keinginan mereka melainkan perlu alasan yang kiranya dapat diterima.
4. Pemerintah harus benar-benar menjalankan amanat undang-undang yaitu 20 % APBN
untuk pendidikan sehingga pembangunan infrastruktur pendidikan yang dapat
mendukung akses sebagai penjamin mutu dapat terlaksana dengan baik.
5. Membuat perjanjian dengan calon guru untuk sanggup mengajar dimanapun ditempat
terpencil.
6. Memberikan fasilitas yang sama dengan guru yang mengajar di prkotaan dengan di
pedesaan.
7. Meberikan tunjangan lebih kepada guru yang mengajar di tempat terpencil.
8. Memperbaiki akses transportasi agar bisa mengajar dengan lancar dan tidak terkendala
waktu.
9. Menindak lanjuti atau member hukuman atau mutasi tugas kepada guru yang mengajar
diperkotaan tapi tidak mengajar dengan baik dan sesuai dengan kode etik
http://tenlijunaidi.wordpress.com/2012/04/07/masalah-profesi-pendidikan/