MENGIMPLEMENTASIKAN PENDIDIKAN KARAKTER (3) pdf

MENGIMPLEMENTASIKAN PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA
DI LINGKUNGAN SEKOLAH DAN MASYARAKAT
Drs. Widayanto, M.Pd
Widyaiswara Madya BDK Surabaya

It is said that the implementation of character building in
education is very important. The Indonesia’s long term the national
development (2005-2025) stated that it should be managed to achieve
the ultimate goal:, the strong national characters, national
competitiveness, highly valued behavior, and morality in accordance
with the values inherently contained within Pancasila. It has mentioned
that among the values include: believing in the Almighty One God,
acting in highly valued behaviors, being tolerant, applying
cooperativeness, being patriotic, being dynamic, and having scientific
and technological awareness.
The Indonesian and character building must have broad areas
of targets as well as multidimensional orientations. It is also strongly
believed that such development will finally touch the whole aspects
national awareness.
It was for those considerations that character education need to
be strengthened, developed, and implemented within the whole system

of national education. Accordingly the community of scholars and
educators of all subjects and areas of learning should take professional
responsibilities for sustainable development of characters.

A. Pendahuluan
Secara harfiah pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam
mengembangkan potensi peserta didik. Sedangkan budaya diartikan keseluruhan
sistem berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan
masyarakat. Karakter merupakan watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang
yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan ( virtues) yang diyakini dan
digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak.
Oleh karena itu, Pendidikan Karakter Bangsa disimpulkan sebagai suatu usaha sadar
dan sistematis dalam mengembangkan potensi peserta didik agar mampu melakukan
proses internalisasi, menghayati nilai-nilai karakter yang baik menjadi kepribadian
mereka dalam bergaul di masyarakat, dan mengembangkan kehidupan masyarakat
yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
Di dalam Kebijakan Nasional tersebut (2010;4) pembangunan karakter bangsa
secara fungsional memiliki tiga fungsi utama sebagai berikut.
a. Fungsi Pembentukan dan Pengembangan Potensi.


Pembangunan karakter

bangsa berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi manusia atau
1

warga negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku
baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila.
b. Fungsi Perbaikan dan Penguatan. Pembangunan karakter bangsa berfungsi
memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat,
dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam
pengembangan potensi warga negara dan pembangunan bangsa menuju
bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera.
c. Fungsi Penyaring. Pembangunan karakter bangsa berfungsi memilah budaya
bangsa sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.
Demikian ditegaskan bahwa “...ketiga fungsi tersebut dilakukan melalui (1)
Pengukuhan Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara, (2) Pengukuhan nilai dan
norma konstitusional UUD 45, (3) Penguatan komitmen kebangsaan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), (4) Penguatan nilai-nilai keberagaman sesuai dengan
konsepsi Bhinneka Tunggal Ika, serta (5) Penguatan keunggulan dan daya saing

bangsa untuk keberlanjutan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Indonesia dalam konteks global.”
Haruslah diyakini bahwa tidak perlu ada keraguan dari seluruh komponen
bangsa tentang perlunya pembangunan bangsa dan karakter yang oleh Ir Soekarno,
Presiden RI Pertama ditemakan dengan nation and character building karena secara
konstitusional komitmen berbangsa dan bernegara Indonesia telah dengan tegas
dinyatakan dalam keempat alinea Pembukaan UUD 1945. Komitmen tersebut
merupakan kristalisasi dari semangat kebangsaan yang secara historis mengkristal
dalam wujud gerakan Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928,
yang berpuncak dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Karena
itu kegalauan seluruh komponen bangsa tentang kondisi bangsa yang dirasakan
menghawatirkan saat ini, dan prospek bangsa dan negara Indonesia di masa depan,
sangatlah beralasan. Berbagai diskusi, seminar, sarasehan, simposium dan sejenisnya
yang saat ini marak di seluruh wilayah Indonesia, merupakan indikator yang kuat
bahwa seluruh komponen bangsa memiliki komitmen kebangsaan yang sangat kuat.
Namun demikian diperlukan adanya kebijakan nasional yang komprehensif, koheren,
dan berkelanjutan.

2


B. Kebijakan Pemerintah atas Pendidikan Karakter Bangsa
Seperti dinyatakan dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa
(Republik Indonesia,2010:1), situasi dan kondisi kondisi karakter bangsa yang
memprihatinkan tersebut, mendorong pemerintah untuk mengambil inisiatif untuk
memprioritaskan pembangunan karakter bangsa. Pembangunan karakter bangsa
dijadikan arus utama pembangunan nasional. Hal itu mengandung arti bahwa setiap
upaya pembangunan harus selalu diarahkan untuk memberi dampak positif terhadap
pengembangan karaker. Mengenai hal tersebut secara konstitusional sesungguhnya
sudah tecermin dari misi pembangunan nasional yang memosisikan pendidikan
karakter sebagai misi pertama dari delapan misi guna mewujudkan visi pembangunan
nasional, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005 – 2025 (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2007), yaitu “...terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak
mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila, yang dicirikan dengan watak dan prilaku
manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotong royong, berjiwa
patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi iptek.”
Oleh karena itu pembangunan karakter bangsa memiliki cakupan dan tingkat
urgensi yang sangat luas dan bersifat multidimensional. Ditegaskan dalam Kebijakan
tersebut sangat luas karena memang secara substantif dan operasional terkait dengan

“...pengembangan seluruh aspek potensi-potensi keunggulan bangsa dan bersifat
multidimensional karena mencakup dimensi-dimensi kebangsaan yang hingga saat ini
sedang dalam proses “menjadi”.
Dalam hal ini dapat juga disebutkan bahwa (1) karakter merupakan hal sangat
esensial dalam berbangsa dan bernegara, hilangnya karakter akan menyebabkan
hilangnya generasi penerus bangsa; (2) karakter berperan sebagai “kemudi” dan
kekuatan sehingga bangsa ini tidak terombang-ambing; (3) karakter tidak datang
dengan sendirinya, tetapi harus dibangun dan dibentuk untuk menjadi bangsa yang
bermartabat. Selanjutnya, ditegaskan bahwa pembangunan karakter bangsa harus
difokuskan pada “...tiga tataran besar, yaitu (1) untuk menumbuhkan dan memperkuat
jati diri bangsa, (2) untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), dan (3) untuk membentuk manusia dan masyarakat Indonesia yang berakhlak
mulia dan bangsa yang bermartabat.”

3

Di lingkungan sekolah, dimana sebagai lingkungan pembudayaan, peserta
didik dan guru sebagai ”perekayasa” kultur sekolah tidak terlepas dari regulasi,
kebijakan, dan birokrasi.


Kebijakan dan birokrasi ditata dan disiapkan untuk

mendukung terwujudnya pendidikan karakter melalui pengembangan kultur
pembelajaran dan sekolah sebagai ekologi peekembangan peserta didik. Reformasi
mind set pada birokrat pendidikan di tingkat pusat maupun daerah, sehingga mampu

melihat dan memposisikan pendidikan sebagai proses membangun karakter,
membangun kultur sekolah secara benar, dan mengubah perilaku birokrasi atas dasar
pemahaman secara tepat tentang esensi pendidikan. Reformasi mind set ini didukung
oleh political will yang kuat dari Pemerintah Pusat dan Daerah, dan memposisikan
pendidikan bukan sebagai proses birokratik dan administratif semata yang bisa
membuat pendidikan bergeser menjadi ranah dan beban politik daripada sebagai
layanan profesional yang sejati. Guru dibina menjadi penyelenggara layanan
profesional sejati.
Secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri
individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif,
dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, satuan
pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter
dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat
dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir

(intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic
development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) yang
secara diagramatik dapat digambarkan dalam diagram Venn dengan empat lingkaran
sebagai berikut (Kemdiknas,2010:10):

4

Sumber: Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia (2010)
C. Nilai-Nilai dalam Pendidikan Karakter Bangsa
Nilai-nilai yang bisa digali dalam pengertian karakter bangsa adalah:
NILAI
1. Religius

2. Jujur

3. Toleransi
4. Disiplin
5. Kerja Keras

6. Kreatif

7. Mandiri
8. Demokratis

DESKRIPSI
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama
yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan
hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan.
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,
pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan.
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan
tugas dengan sebaik-baiknya.
Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil
baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain

dalam menyelesaikan tugas-tugas.
Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.

5

9. Rasa Ingin
Tahu
10. Semangat
Kebangsaan
11. Cinta Tanah
Air
12. Menghargai
Prestasi
13. Bersahabat/
Komuniktif
14. Cinta Damai
15. Gemar
Membaca
16. Peduli

Lingkungan
17. Peduli Sosial
18. Tanggungjawab

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan
didengar.
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain.
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan
bekerja sama dengan orang lain.
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa
senang dan aman atas kehadiran dirinya.

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan
yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada
lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya
untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang
lain dan masyarakat yang membutuhkan.
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan
Yang Maha Esa.

D. Pengembangan Pendidikan Karakter Bangsa
Sedangkan pengembangan nilai/karakter dapat dibagi dalam empat pilar,
yakni kegiatan belajar-mengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk budaya
satuan pendidikan (school culture); kegiatan ko-kurikuler dan/atau ekstra kurikuler,
serta kegiatan keseharian di rumah, dan dalam masyarakat.
a. Dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas pengembangan nilai/karakter
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua mata
pelajaran (embeded approach). Khusus, untuk mata pelajaran Pendidikan
Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan, karena memang misinya adalah
mengembangkan nilai dan sikap maka pengembangan nilai/karakter harus
menjadi fokus utama yang dapat menggunakan berbagai strategi/metode
pendidikan nilai (value/character education). Untuk kedua mata pelajaran
tersebut

nilai/karakter

dikembangkan

6

sebagai

dampak

pembelajaran

(instructional effects) dan juga dampak pengiring (nurturant effects).
Sementara itu untuk mata pelajaran lainnya, yang secara formal memiliki misi
utama selain pengembangan nilai/karakter, wajib dikembangkan kegiatan yang
memiliki dampak pengiring (nurturant effects) berkembangnya nilai/karakter
dalam diri peserta didik.
b. Dalam lingkungan satuan pendidikan dikondisikan agar lingkungan fisik dan
sosial-kultural satuan pendidikan memungkinkan para peserta didik bersama
dengan warga satuan pendidikan lainnya terbiasa membangun kegiatan
keseharian

di

satuan

pendidikan

yang

mencerminkan

perwujudan

nilai/karakter.
c. Dalam kegiatan ko-kurikuler, yakni kegiatan belajar di luar kelas yan g terkait
langsung pada suatu materi dari suatu mata pelajaran, atau kegiatan ekstra
kurikuler, yakni kegiatan satuan pendidikan yang bersifat umum dan tidak
terkait langsung pada suatu mata pelajaran, seperti kegiatan Dokter Kecil,
Palang Merah Remaja, Pecinta Alam dll, perlu dikembangkan proses
pembiasaan dan penguatan (reinforcement) dalam rangka pengembangan
nilai/karakter.
d. Di lingkungan keluarga dan masyarakat diupayakan agar terjadi proses
penguatan dari orang tua/wali serta tokoh-tokoh masyarakat terhadap prilaku
berkarakter mulia yang dikembangkan di satuan pendidikan menjadi kegiatan
keseharian di rumah dan di lingkungan masyarakat masing-masing.

Secara diagramatik, Pendidikan Karakter pada tataran mikro tersebut
digambarkan sebagai berikut:

7

Disain Induk Pendidikan Karakter (Kemdiknas,2010:11)
Pada tahap implementasi dikembangkan pengalaman belajar (learning
experiences) dan proses pembelajaran yang bermuara pada pembentukan karakter
dalam diri individu peserta didik. Proses ini dilaksanakan melalui proses
pembudayaan dan pemberdayaan sebagaimana digariskan sebagai salah satu prinsip
penyelenggaraan pendidikan nasional. Proses ini berlangsung dalam tiga pilar
pendidikan yakni dalam satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Dalam masingmasing pilar pendidikan akan ada dua jenis pengalaman belajar (learning experiences)
yang dibangun melalui dua pendekatan yakni intervensi dan habituasi. Dalam
intervensi dikembangkan suasana interaksi belajar dan pembelajaran yang sengaja
dirancang untuk mencapai tujuan pembentulkan karakter dengan menerapkan
kegiatan yang terstruktur (structured learning
experiences). Agar proses pembelajaran tersebut berhasilguna peran guru sebagai
sosok anutan (role model) sangat penting dan menentukan. Sementara itu dalam
habituasi diciptakan situasi dan kondisi (persistent-life situation), dan penguatan
(reinforcement) yang memungkinkan peserta didik pada satuan pendidikannya, di
rumahnya, di lingkungan masyarakatnya membiasakan diri berprilaku sesuai nilai dan
menjadi karakter yang telah diinternalisasi dan dipersonalisai dari dan melalui proses

8

intervensi. Proses pembudayaan dan pemberdayaan yang mencakup pemberian
contoh, pembelajaran, pembiasaan, dan penguatan harus dikembangkan secara
sistemik, holistik, dan dinamis.

Sumber: Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia (2010)
E. IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA
BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) dalam penerbitannya tentang
panduan penyusunan kurikulun tingkat satuan pendidikan menyatakan bahwa
pendidikan diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan kebangsaan peserta
didik yang menjadi landasan penting bagi upaya memelihara persatuan dan kesatuan
bangsa dalam kerangka NKRI.
Nation and Character Building juga pernah ditegaskan oleh Bung Karno

dalam membangun bangsa ini dalam hal yang amat filosofis dan menyangkut
pengembangan esensi pembangunan sumber daya manusia. Pembangunan polilik,
ekonomi, hukum, keamanan serta penguasaan sains dan teknologi harus menyatu
dengan pembangunan karakter manusia sebagai pelaku dari politik, ekonomi, hukum
dan pengembang serta pengguna sains dan teknologi, agar bermuara pada
kesejahteraan dan kemaslahatan umat manusia.
Pembangunan karakter yang pada saat ini menjadi salah satu perhatian khusus
pemerintahan SBY, yang menjadi salah satu tugas utama Depdiknas, harus disambut
baik dan dirumuskan dengan langkah-langkah sistematik dan komprehensif.

9

Pendidikan karakter seharusnya dikembangkan dalam bingkai utuh Sistem Pendidikan
Nasional sebagai rujukan normative, dirumuskankan dalam sebuah kerangka pikir
utuh, yang dalam tulisan ini dirumuskan ke dalam sembilan ayat ketangka pikir
pendidikan karakter dalam bingkai Sisdiknas
Pertama,

karakter bangsa bukan agregasi karakter perorangan, karena

karakter bangsa harus terwujud dalam rasa kebangsaaan yang kuat dalam konteks
kultur yang beragam. Karakter bangsa mengandung perekat kultural yang harus
terwujud dalam kesadaran kultural (cultural awareness) dan kecerdasan kultural
(cultural intelligence) setiap warga negara. Karakter nenyangkut perilaku yang amat

luas karena di dalamnya terkandung nilai-nilai kerja keras, kejujuran, disiplin, mutu,
estetika, komitmen dan rasa kebangsaan yang kuat. Perlu dirumuskan esensi nilainilai yang terkandung dalam makna karakter yang berakar pada filosofi dan kultur
bangsa Indonesia dalam konteks kehidupan antar bangsa.
Kedua. pendidikan perkembangan karakter adalah sebuah proses betkelanjutan

dan tak pernah berakhir (never ending process) selama sebuah bangsa ada dan ingin
tetap eksis. Pendidikan karakter harus menjadi bahagian terpadu dan pendidikan alih
generasi. Pendidikan adalah persoalan kemanusiaan yang harus dihampiri dari
perkembangan manusia itu sendiri. Oleh karena itu perlu diketahui dan dirumuskan
secara utuh sosok generasi manusia Indonesia masa depan. Riset komprehensif perlu
dilakukan untuk merumuskan sosok manusia Indonesia masa depan sebagai landasan
pendidikan dan pengembangan karakter bangsa. Riset dimaksud mesti berakar pada
filosofi dan nilai-nilai kultural bangsa Indonesia dalam konteks kehidupan antar
bangsa
Ketiga, pasal 1 (3) dan pasal 3 UU No. 20 2003 tentang Sisdiknas adalah

landasan legal formal akan keharusan membangun karakter bangsa melalui upaya
pendidikan. Ada tiga ranah tujuan pendidikan yang dapat diinferensi dari makna yang
terkandung dalam Pasal dan ayat dimaksud yaitu: (1) watak dan petadaban bangsa
yang bermartabat yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila dan agama sebagai tujuan
ekslstensial pendidikan. yang (2) melandasi pencerdasan kehidupan bangsa sebagai
tujuan kolektif yang di dalamnya mengandung kecerdasan kultural, karena kecerdasan

kehidupan bangsa bukanlah agregasi kecerdasan perorangan atau individual, dan (3)
melalui pengembangan potensi peserta didik sebagai tujuan individual. Tiga ranah
tujuan ini harus dicapai secara utuh melalui proses pendidikan dalam berbagai jalur
dan jenjang proses pendidikan, yang secara mikro terwujud dalam proses
10

pembelajaran, harus dibangun sebagai sebuah proses transaksi kultural yang harus
mengembangkan karakter sebagai bahagian yang terintegrasi dari pengembangan
sains, teknologi dan seni, dan tidak terjebak pada proses pendidikan di tingkat tujuan
individual
Keempat, proses pembelajaran sebagai wahana pendidikan dan pengembangan

katakter yang tak terpisahkan dari pengembangan kemampuan sains, teknologi, dan
seni telah dirumuskan secara amat bagus sebagai landasan legal pengembangan
pembelajaran dalam Pasal 1 (1) UU No. 20/2003. Yang belum terjadi saat ini adalah
pemaknaan secara tepat dan utuh dari pasal ayat dimaksud yang mengiringi kebijakan
dan praktek penyelenggaraan pendidikan secara utuh pula. Pendidikan tingkat
individual yang pada saat ini mendominasi sistem penyelenggaraan pendidikan di
tanah air perlu direformasi dan direvitalisasi sehingga menjadi bahagian yang tidak
terpisahkan dan bahkan harus menjadi wahana utama bagi pendidikan dan
pengembangan katakter. Proses pembelajaran perlu dikembalikan kepada khitahnya
sebagai proses mendidik.
Kelima, proses pembelajaran yang mendidik sebagai wahana pendidikan

karakter, perlu dibangun atas makna yang terkandung dalam Pasal-pasal dan ayat
yang

disebutkan,

dan

secara

konsisten

menjadi

landasan

dan

kebijakan

penyelenggaraan pembelajaran, termasuk kurikulum dan sistem manajemen. Ilmu
mendidik dan ilmu pendidikan yang dikembangkan para ahli pendidikan di LPTK,
(dulu IKIP dan kini sudah menjadi Universitas), dalam lima dekade terakhir di
Republik ini dirasa tetap relevan dengan kepentingan pendidikan karakter serta
pemaknaan dan perumusan regulasi dan kebijakan pendidikan. Perlu reposisi dan
reinvensi ilmu mendidik dan pendidikan di dalam pendidikan karakter dan di dalam
melahirkan regulasi-regulasi dan kebijakan pendidikan. dengan dukungan political
will, yang pada saat ini keberadaan dan peran ilmu pendidikan sudah banyak

dilupakan. Perlu revitalisasi LPTK dengan menempatkan penguatan ilmu pendidikan
sebagai ilmu menjadi salah satu fokus ulama dari revitalisasi itu.
Keenam, proses pendidikan karakter akan melibatkan ragam aspek

perkembangan peserta didik, baik kognitif, afektif maupun psikomotorik sebagai
suatu keutuhan (holistik) dalam konteks kehidupan kultural. Proses pembelajaran
yang membangun karakter tidak bisa sebagai proses linier layaknya dalam
pembelajaran kebanyakan bidang studi yang bersifat transformasi informasi,
walaupun sesungguhnya itu keliru, tapi tidak bisa juga benwujud menjadi sebuah
11

mata pelajaran ”pendidikan katakter” yang diajarkan sebagai sebuah bidang studi.
Karakter tidak bisa dibentuk dalam perilaku instan yang bisa di-olimpiadekan.
Pengembangan karakter harus menyatu dalam proses pembelajaran yang mendidik,
disadari oleh guru sebagai tujuan pendidikan, dikembangkan dalam suasana
pembelajaran yang transaksional dan bukan instruksional, dan dilandasi pemahaman
secara mendalam terhadap perkembangan peserta didik. Suasana pembelajaran ini
akan menumbuhkan nurturan effect pembelajaran yang di dalamnya termasuk
pengembangan karakter, soft skills dan sejenisnya seiring dengan pengembangan
pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan dalam pembelajaran itu. Inilah
sesungguhnya esensi dari kompetensi dan kinerja guru profesional yang dalam
pelaksanaannya harus didukung oleh kebijakan yang tepat tentang pembelajaran.
Pembelajaran dibangun sebagai proses kultural, dan pendidik guru adalah
”perekayasa” kultur pembelajaran dan sekolah. Perlu dikembangkan kultur sekolah
sebagai ekologi perkembangan peserta didik dengan segala perangkat pendukungnya.
Ketujuh, sekolah sebagai lingkungan pembudayaan peserta didik dan guru

sebagai ”perekayasa” kultur sekolah tidak terlepas dari regulasi, kebijakan, dan
birokrasi. Kebijakan dan birokrasi harus ditata dan disiapkan untuk mendukung
terwujudnya pendidikan karakter melalui pengembangan kultur pembelajaran dan
sekolah sebagai ekologi peekembangan peserta didik. Perlu reformasi mind set pada
birokrat pendidikan di tingkat pusat maupun daerah, sehingga mampu melihat dan
memposisikan pendidikan sebagai proses membangun karakter, membangun kultur
sekolah secara benar, dan mengubah perilaku birokrasi atas dasar pemahaman secara
tepat tentang esensi pendidikan. Reformasi mind set ini perlu didukung oleh political
will yang kuat dari Pemerintah Pusat dan Daerah, dan memposisikan pendidikan

bukan sebagai proses birokratik dan administratif semata yang bisa membuat
pendidikan bergeser menjadi ranah dan beban politik daripada sebagai layanan
profesional yang sejati. Guru perlu dibina menjadi penyelenggara layanan profesional
sejati, yang tanggung jawab utamanya ada di Pemerintah daerah, dan para calon guru
harus dididik dengan landasan keilmuan pendidikan dan pendidikan disiplin ilmu
yang kokoh yang tanggung jawab utamanya ada di LPTK.
Kedelapan, pendidikan karakter adalah pendidikan sepanjang hayat, sebagai

proses perkembangan ke arah manusia kaafah. Oleh karena itu pendidikan karakter
memerlukan keteladan dan sentuhan mulai sejak dini sampai dewasa. Periode yang
paling sensitif dan menentukan adalah pendidikan dalam keluarga yang menjadi
12

tanggung jawab orang tua. Pola asuh atau parenting style adalah salah satu faktor
yang secara signifikan turut membentuk karakter anak. Pendidikan dalam keluarga
adalah pendidikan utama dan pertama bagi anak, yang tidak bisa digantikan oleh
lembaga pendidikan manapun. Oleh karena itu pendidikan dalam keluarga, untuk
membangun sebuah community of learner tentang pendidikan anak, perlu menjadi
sebuah kebijakan pendidikan dalam upaya membangun katakter bangsa secara
berkelanjutan.
Kesembilan, pendidikan karakter akan harus bersifat multi level dan multi
channel karena tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh sekolah. Pembentukan

karakter perlu keteladanan, perilaku nyata dalam setting kehidupan otentik dan tidak
bisa dibangun secara instan. Oleh karena itu pendidikan karakter harus menjadi
sebuah gerakan moral yang bersifat holistik, melibatkan berbagai pihak dan jalur, dan
berlangsung dalam setting kehidupan alamiah. Namun, yang harus dihindari jangan
sampai tersesat menjadi gerakan dan ajang politik yang pada akhirnya hanya akan
membentuk perilaku-perilaku formalistik-pragmatis yang berorientasi kepada asas
manfaat sesaat, yang justru akan semakin merusak karakter dan martabat bangsa.
F. Kesimpulan
Pada tahap implementasi pendidikan karakter bangsa, perlu dikembangkan
pengalaman belajar (learning experiences) dan proses pembelajaran yang bermuara
pada pembentukan karakter dalam diri individu peserta didik. Proses ini dilaksanakan
melalui proses pembudayaan dan pemberdayaan di setiap proses pembelajaran pada
setiap mata pelajaran oleh masing-masing guru bidang studi. Sedangkan proses di
masyarakat, proses implementasi pendidikan karakter bangsa ini berlangsung dalam
tiga pilar pendidikan yakni dalam satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat.
Dalam masing-masing pilar pendidikan akan ada dua jenis pengalaman belajar
(learning experiences) yang dibangun melalui dua pendekatan yakni intervensi dan
habituasi. Dalam intervensi dikembangkan suasana interaksi belajar dan pembelajaran
yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan pembentulkan karakter dengan
menerapkan kegiatan yang terstruktur (structured learningexperiences). Agar proses
pembelajaran tersebut berhasilguna peran guru sebagai sosok anutan (role model)
sangat penting dan menentukan. Sementara itu dalam habituasi di dalam keluarga
ataupun masyarakat, diciptakan situasi dan kondisi (persistent-life situation), dan
penguatan (reinforcement) yang memungkinkan peserta didik di rumahnya, dan di

13

lingkungan masyarakatnya membiasakan diri berprilaku sesuai nilai dan menjadi
karakter yang telah diinternalisasi dan dipersonalisai dari dan melalui proses
intervensi.

DAFTAR PUSTAKA
Bahmueller, C. F. (1997) A Framework For Teaching Democratic Citizenship : An
International Project In The International Journal of Social Education, 12,2
Cogan J.J. and Derricott ,, B.J. (1998) Miltidemensional Civic Education, Tokyo
Elkind dan Sweet, dalam goodcharacter.com, unduh 2/9/2010
http://www.civsoc.com/nature/nature1.html: Civic Culture
http://www.big.com/character education, diunduh 2/9/2010)
Lickona.T. (1991) Educating for Character,New Yok: Bantams Books
Republik Indonesia (2003) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Jakarta: Depdiknas
Republik Indonesia (2005) Peraturan Pemerintah RI, Nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, Jakarta: Depdiknas
Republik Indonesia (2007) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2007, Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025, Sekretariat
Negara.
Republik Indonesia (2009) Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003, tentang Bendera,
Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, Jakarta: Pustaka
Yustisia
Republik Indonesia (2010) Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa ,
Jakarta: Kemko Kesejahteran Rakyat.
Republik Indonesia (2010) Disain Induk Pendidikan Karakter, Jakarta: Kemdiknas.
Republik Indonesia (2010) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 2010 Tentang Pengeloaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta:
Kemdiknas
Winataputra, U.S. (2001) Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana
Pendidikan Demokrasi, Bandung: Program Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia (Disertasi)
Winataputra, U.S. (2006) Konsep dan Strategi Pendidikan Kewarganegaraan di
Sekolah: Tinjauan Psiko-Pedagogis, Jakarta: Panitia Semiloka Pembudayaan
Nilai Pancasila, Dit. Dikdas, Ditjen Mandikdasmen (Makalah)
Winataputra, U.S. (2006) Pendidikan Kesadaran Kehidupan Kerkonstitusi, Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan, Juni 2006

14

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENGEMBANGAN TARI SEMUT BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI SD MUHAMMADIYAH 8 DAU MALANG

57 502 20

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

PENGARUH INTENSITAS MORAL, KARAKTER PERSONAL DAN KARAKTER ORGANISASI TERHADAP SENSITIVITAS ETIKA AUDITOR (STUDI EMPIRIS PADA KAP MALANG)

5 79 17

ANALISIS VALIDITAS BUTIR SOAL UJI PRESTASI BIDANG STUDI EKONOMI SMA TAHUN AJARAN 2011/2012 DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN JEMBE

1 50 16

ANTARA IDEALISME DAN KENYATAAN: KEBIJAKAN PENDIDIKAN TIONGHOA PERANAKAN DI SURABAYA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG TAHUN 1942-1945 Between Idealism and Reality: Education Policy of Chinese in Surabaya in the Japanese Era at 1942-1945)

1 29 9

PENGARUH HASIL BELAJAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN TERHADAP TINGKAT APLIKASI NILAI KARAKTER SISWA KELAS XI DALAM LINGKUNGAN SEKOLAH DI SMA NEGERI 1 SEPUTIH BANYAK KABUPATEN LAMPUNG TENGAH TAHUN PELAJARAN 2012/2013

23 233 82

JUDUL INDONESIA: IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA METRO\ JUDUL INGGRIS: IMPLEMENTATION OF INCLUSIVE EDUCATION IN METRO CITY

1 56 92

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA NO. 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN

6 67 59