Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Pelatihan In House Training (IHT) SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga T2 942015018 BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mengikuti perkembangan zaman yang semakin
maju, guru dituntut untuk senantiasa meningkatkan
kualitas dan kompetensinya. Banyak yang berpendapat
bahwa guru memiliki peran penting dalam pendidikan
karena guru menjadi salah satu faktor penunjang
keberhasilan pendidikan untuk anak didiknya. Melalui
pendidikan
anak
didik
mengembangkan
dan
meningkatkan potensi dalam dirinya. Pengembangan
potensi diri ini merupakan cara yang efektif untuk
mencetak sumber daya manusia bermutu yang mampu
menghadapi tantangan, mengejar ketertinggalan, dan
siap bersaing secara global sehingga berpengaruh
terhadap pembangunan bangsa. Hal ini sebagaimana
dinyatakan
Rivai
dan
Murni
(2012:
31)
bahwa
pendidikan adalah salah satu fondasi atau dasar untuk
membangun
bangsa
karena
pendidikan
akan
menentukan mutu dari bangsa itu sendiri. Bangsa yang
bermutu memiliki sumber daya manusia bermutu yang
lahir
dari
pendidikan
bermutu.
Pendidikan
yang
bermutu pun memerlukan guru yang bermutu.
Kompetensi merupakan hal wajib yang harus
dimiliki oleh guru yang bermutu atau sering disebut
181
dengan guru yang kompeten. Oleh karena itu guru
harus senantiasa meningkatkan kompetensinya agar
sesuai dengan tuntutan zaman yang semakin maju.
Rizali, dkk (2009: 18) mengemukakan bahwa siswa
yang kompeten dihasilkan oleh guru yang kompeten
karena guru yang tidak kompeten dengan materi yang
akan diberikan tidak akan mampu mencetak siswa
kompeten.
Sedangkan
Danumiharja
(2014:
46)
menyebutkan bahwa meleburnya pengetahuan atau
sering disebut daya pikir, sikap atau sering disebut
daya kalbu, dan keterampilan atau sering disebut daya
pisik yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan adalah
definisi dari kompetensi. Adapun menurut Musriadi
(2016: 64) kompetensi guru dapat ditingkatkan melalui
berbagai strategi yang salah satunya adalah mengikuti
pendidikan dan pelatihan (diklat).
Pendidikan dan pelatihan dapat dilakukan di
sekolah secara mandiri. Hal ini sesuai dengan kebijakan
pemerintah bahwa sejak diberlakukannya undangundang
mengenai
otonomi
daerah,
pemerintahan
berubah dari sistem sentralisasi menjadi desentralisasi.
Perubahan itu pun berimbas dalam bidang pendidikan,
yaitu melalui manajemen berbasis sekolah (MBS). MBS
merupakan konsep dari otonomi sekolah. Otonomi
sekolah
tersebut
dapat
membantu
sekolah
dalam
menentukan kebijakan sekolah agar lebih bermutu,
efisien
dan
merata,
juga
182
dapat
mengakomodasi
keinginan masyarakat setempat dan menjalin kerja
sama yang erat antara sekolah, masyarakat, dan
pemerintah (Mulyasa 2014: 11). Salah satu faktor
keberhasilan dari MBS ditentukan oleh kemampuan
pimpinan sekolah dalam melakukan manajemen tenaga
kependidikan (guru dan karyawan). Salah satu cakupan
dalam
manajemen
tenaga
kependidikan
adalah
melakukan pembinaan dan pengembangan pegawai.
Fungsi dari pembinaan dan pengembangan pegawai
adalah
untuk
memperbaiki,
menjaga,
dan
meningkatkan kinerja pegawai (Mulyasa, 2014:43). Ada
berbagai upaya yang dapat dilakukan sekolah dalam
hal pembinaan dan pengembangan pegawai, salah
satunya melalui pelatihan In House Training.
Salah satu sekolah yang menerapkan pelatihan In
House Training secara mandiri dan terprogram adalah
SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga. Dikatakan mandiri,
karena sekolah ini mengadakan program pelatihan IHT
atas
prakarsa
dan
biaya
sendiri,
dan
dikatakan
terprogram karena program pelatihan IHT di sekolah ini
dilaksanakan setiap tahun, dan minimal satu kali
dalam setahun.
SD
Muhammadiyah
(Plus)
Salatiga
adalah
lembaga pendidikan yang merupakan sekolah dasar
swasta di Salatiga. Pada mulanya, sekolah ini sempat
mengalami kemunduran karena kalah bersaing dengan
sekolah
lain.
Strategi
“sekolah
183
unggulan”
yang
dicanangkan sekolah bersama pengurus yayasan pada
tahun 2003 masih belum dapat meningkatkan animo
masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di SD
tersebut. Salah satu faktor kegagalan strategi itu adalah
rendahnya kompetensi guru. Oleh karena itu dalam
rangka
mewujudkan
“sekolah
unggulan”
tersebut
kepala SD Muhammadiyah (Plus) berinisiatif untuk
meningkatkan
kompetensi
guru
melalui
program
pelatihan In House Training (IHT).
Program pelatihan IHT SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga utamanya diselenggarakan setahun sekali,
yaitu setiap libur kenaikan kelas. Akan tetapi ada
kalanya program pelatihan tersebut dilaksanakan lagi
di waktu lain jika terdapat kompetensi guru yang
penting dan mendesak untuk segera dikembangkan.
Pada tahun pelajaran 2013/2014 SD Muhammadiyah
(Plus) Salatiga menyelenggarakan IHT dengan tema
“Melejitkan Prestasi Tiada Henti”. Tujuan khusus dari
Kegiatan IHT tersebut adalah untuk meningkatkan
kompetensi guru dari segi pengetahuan, sikap, dan
keterampilan. Target pencapaian tujuan dari kegiatan
IHT
tersebut
dapat
diketahui
tiga
tahun
sejak
diselenggarakannya program pelatihan IHT, yaitu pada
tahun
2016/2017.
(wawancara
Wakil
Kepala
SD
Muhammadiyah (Plus) tanggal 23 September 2016)
Pada beberapa kasus, pelatihan memang berhasil
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru.
184
Akan tetapi pada beberapa penelitian diketahui bahwa
adakalanya
pelatihan
gagal
dalam
meningkatkan
profesionalisme guru karena disebabkan oleh beberapa
faktor. Berdasarkan hasil penelitian Eliyanto (2013)
faktor
penyebab
ketidakefektivan
pelatihan
dalam
meningkatkan profesionalisme guru adalah pemberian
materi
yang
kurang
tepat
sehingga
tidak
terjadi
peningkatan pengetahuan dan keterampilan, pelatihan
kurang
direncanakan
dengan
matang,
komponen
pelatihan seperti penyajian teori, umpan balik, dan
lainnya tidak dilakukan dengan baik, penggunaan
metode pelatihan kurang tepat, dan motivasi dalam
mengikuti pelatihan rendah. Berdasarkan hasil meta
analisis
yang
dilakukan
Sudana
beberapa
faktor
yang
produktif
pasca
pelatihan,
manajemen yang
(2011)
menyebabkan
yaitu:
dibakukan pasca
terdapat
guru
belum
tidak
adanya
pelatihan oleh
sekolah, kurangnya dukungan fasilitas yang dimiliki
sekolah, rendahnya kinerja guru, tidak sesuainya
materi pelatihan yang diberikan dengan fasilitas yang
dimiliki sekolah, dan kurangnya inisiatif guru yang
bersangkutan dalam mengembangkan hasil pelatihan.
Berdasarkan
penelitian
ini
ketercapaian
uraian
yang
dimaksudkan
tujuan
program
telah
untuk
dipaparkan,
mengevaluasi
pelatihan
IHT
SD
Muhammadiyah (Plus) Salatiga dan penting pula untuk
diketahui faktor keberhasilan atau pun kegagalannya.
185
Oleh karena itu evaluasi dibatasi dengan pendekatan
Goal Oriented Evaluation model pengembangan Robert
L. Hammond, yaitu model evaluasi Three Dimensional
Cube.
Model
evaluasi
ini
digunakan
dengan
pertimbangan bahwa Three Dimensional Cube tidak
hanya
bertujuan
tujuan
program
untuk
mengetahui
tetapi
keberhasilan
atau
berpendapat
bahwa
juga
ketercapaian
menganalisis
kegagalan
program.
keberhasilan
faktor
Hammond
atau
kegagalan
program tidak terlepas dari interaksi antar komponen
program. Hammond membagi komponen program ke
dalam
tiga
dimensi,
Institutional,
dan
mendeskripsikan
konten,
yaitu
dimensi
instruksional,
behavior.
Dimensi
instruksional
program
metodologi,
Institutional
dari
fasilitas
menggambarkan
administrator,
spesialis
variabel
dan
biaya.
variabel
pendidikan,
organisasi,
Dimensi
siswa,
keluarga,
guru,
dan
komunitas. Dimensi behavior digambarkan dari variabel
kognitif, afektif dan psikomotor.
1.2. Rumusan Masalah
Sesuai
dengan
latar
belakang
yang
telah
dikemukakan dan untuk membatasi ruang lingkup
penelitian mengenai Evaluasi Program Pelatihan In
186
House Training (IHT) SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga,
maka rumusan masalahnya ditentukan sebagai berikut:
1. Bagaimana
instruksional
program
pelatihan
In
House Training (IHT) SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga?
2. Bagaimana Institutional program pelatihan In House
Training (IHT) SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga?
3. Bagaimana behavior program pelatihan In House
Training (IHT) SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga?
1.3. Tujuan Penelitian
Pada
dasarnya
dimaksudkan
untuk
hakikat
dari
memberikan
penelitian
ini
rekomendasi
keberlanjutan Program Pelatihan In House Training (IHT)
SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga di masa mendatang.
Selain itu, sesuai dengan rumusan masalah yang telah
ditetapkan, maka tujuan dari penelitian ini secara rinci
adalah sebagai berikut:
1. Mengevaluasi instruksional program pelatihan In
House Training (IHT) SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga
2. Mengevaluasi
Institutional
program
pelatihan
In
House Training (IHT) SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga
3. Mengevaluasi behavior program pelatihan In House
Training (IHT) SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga.
187
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
manfaat baik teoritis maupun praktis kepada para
pemerhati pendidikan. Adapun manfaat secara teoritis
dan manfaat praktis tersebut antara lain:
a. Manfaat teoritis
Secara
teoritis
digunakan
penelitian
sebagai
ini
landasan
diharapkan
untuk
dapat
penelitian
selanjutnya.
b. Manfaat praktis
1. Bagi SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga, hasil
penelitian
sebagai
ini
diharapkan
bahan
dapat
pertimbangan
digunakan
atau
pun
perbaikan mengenai penyelenggaraan program
pelatihan In House Training di masa mendatang.
2. Bagi Dinas Pendidikan, hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan kebijakan pelatihan bagi sekolah,
khususnya sekolah dasar.
188
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Mengikuti perkembangan zaman yang semakin
maju, guru dituntut untuk senantiasa meningkatkan
kualitas dan kompetensinya. Banyak yang berpendapat
bahwa guru memiliki peran penting dalam pendidikan
karena guru menjadi salah satu faktor penunjang
keberhasilan pendidikan untuk anak didiknya. Melalui
pendidikan
anak
didik
mengembangkan
dan
meningkatkan potensi dalam dirinya. Pengembangan
potensi diri ini merupakan cara yang efektif untuk
mencetak sumber daya manusia bermutu yang mampu
menghadapi tantangan, mengejar ketertinggalan, dan
siap bersaing secara global sehingga berpengaruh
terhadap pembangunan bangsa. Hal ini sebagaimana
dinyatakan
Rivai
dan
Murni
(2012:
31)
bahwa
pendidikan adalah salah satu fondasi atau dasar untuk
membangun
bangsa
karena
pendidikan
akan
menentukan mutu dari bangsa itu sendiri. Bangsa yang
bermutu memiliki sumber daya manusia bermutu yang
lahir
dari
pendidikan
bermutu.
Pendidikan
yang
bermutu pun memerlukan guru yang bermutu.
Kompetensi merupakan hal wajib yang harus
dimiliki oleh guru yang bermutu atau sering disebut
181
dengan guru yang kompeten. Oleh karena itu guru
harus senantiasa meningkatkan kompetensinya agar
sesuai dengan tuntutan zaman yang semakin maju.
Rizali, dkk (2009: 18) mengemukakan bahwa siswa
yang kompeten dihasilkan oleh guru yang kompeten
karena guru yang tidak kompeten dengan materi yang
akan diberikan tidak akan mampu mencetak siswa
kompeten.
Sedangkan
Danumiharja
(2014:
46)
menyebutkan bahwa meleburnya pengetahuan atau
sering disebut daya pikir, sikap atau sering disebut
daya kalbu, dan keterampilan atau sering disebut daya
pisik yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan adalah
definisi dari kompetensi. Adapun menurut Musriadi
(2016: 64) kompetensi guru dapat ditingkatkan melalui
berbagai strategi yang salah satunya adalah mengikuti
pendidikan dan pelatihan (diklat).
Pendidikan dan pelatihan dapat dilakukan di
sekolah secara mandiri. Hal ini sesuai dengan kebijakan
pemerintah bahwa sejak diberlakukannya undangundang
mengenai
otonomi
daerah,
pemerintahan
berubah dari sistem sentralisasi menjadi desentralisasi.
Perubahan itu pun berimbas dalam bidang pendidikan,
yaitu melalui manajemen berbasis sekolah (MBS). MBS
merupakan konsep dari otonomi sekolah. Otonomi
sekolah
tersebut
dapat
membantu
sekolah
dalam
menentukan kebijakan sekolah agar lebih bermutu,
efisien
dan
merata,
juga
182
dapat
mengakomodasi
keinginan masyarakat setempat dan menjalin kerja
sama yang erat antara sekolah, masyarakat, dan
pemerintah (Mulyasa 2014: 11). Salah satu faktor
keberhasilan dari MBS ditentukan oleh kemampuan
pimpinan sekolah dalam melakukan manajemen tenaga
kependidikan (guru dan karyawan). Salah satu cakupan
dalam
manajemen
tenaga
kependidikan
adalah
melakukan pembinaan dan pengembangan pegawai.
Fungsi dari pembinaan dan pengembangan pegawai
adalah
untuk
memperbaiki,
menjaga,
dan
meningkatkan kinerja pegawai (Mulyasa, 2014:43). Ada
berbagai upaya yang dapat dilakukan sekolah dalam
hal pembinaan dan pengembangan pegawai, salah
satunya melalui pelatihan In House Training.
Salah satu sekolah yang menerapkan pelatihan In
House Training secara mandiri dan terprogram adalah
SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga. Dikatakan mandiri,
karena sekolah ini mengadakan program pelatihan IHT
atas
prakarsa
dan
biaya
sendiri,
dan
dikatakan
terprogram karena program pelatihan IHT di sekolah ini
dilaksanakan setiap tahun, dan minimal satu kali
dalam setahun.
SD
Muhammadiyah
(Plus)
Salatiga
adalah
lembaga pendidikan yang merupakan sekolah dasar
swasta di Salatiga. Pada mulanya, sekolah ini sempat
mengalami kemunduran karena kalah bersaing dengan
sekolah
lain.
Strategi
“sekolah
183
unggulan”
yang
dicanangkan sekolah bersama pengurus yayasan pada
tahun 2003 masih belum dapat meningkatkan animo
masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di SD
tersebut. Salah satu faktor kegagalan strategi itu adalah
rendahnya kompetensi guru. Oleh karena itu dalam
rangka
mewujudkan
“sekolah
unggulan”
tersebut
kepala SD Muhammadiyah (Plus) berinisiatif untuk
meningkatkan
kompetensi
guru
melalui
program
pelatihan In House Training (IHT).
Program pelatihan IHT SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga utamanya diselenggarakan setahun sekali,
yaitu setiap libur kenaikan kelas. Akan tetapi ada
kalanya program pelatihan tersebut dilaksanakan lagi
di waktu lain jika terdapat kompetensi guru yang
penting dan mendesak untuk segera dikembangkan.
Pada tahun pelajaran 2013/2014 SD Muhammadiyah
(Plus) Salatiga menyelenggarakan IHT dengan tema
“Melejitkan Prestasi Tiada Henti”. Tujuan khusus dari
Kegiatan IHT tersebut adalah untuk meningkatkan
kompetensi guru dari segi pengetahuan, sikap, dan
keterampilan. Target pencapaian tujuan dari kegiatan
IHT
tersebut
dapat
diketahui
tiga
tahun
sejak
diselenggarakannya program pelatihan IHT, yaitu pada
tahun
2016/2017.
(wawancara
Wakil
Kepala
SD
Muhammadiyah (Plus) tanggal 23 September 2016)
Pada beberapa kasus, pelatihan memang berhasil
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru.
184
Akan tetapi pada beberapa penelitian diketahui bahwa
adakalanya
pelatihan
gagal
dalam
meningkatkan
profesionalisme guru karena disebabkan oleh beberapa
faktor. Berdasarkan hasil penelitian Eliyanto (2013)
faktor
penyebab
ketidakefektivan
pelatihan
dalam
meningkatkan profesionalisme guru adalah pemberian
materi
yang
kurang
tepat
sehingga
tidak
terjadi
peningkatan pengetahuan dan keterampilan, pelatihan
kurang
direncanakan
dengan
matang,
komponen
pelatihan seperti penyajian teori, umpan balik, dan
lainnya tidak dilakukan dengan baik, penggunaan
metode pelatihan kurang tepat, dan motivasi dalam
mengikuti pelatihan rendah. Berdasarkan hasil meta
analisis
yang
dilakukan
Sudana
beberapa
faktor
yang
produktif
pasca
pelatihan,
manajemen yang
(2011)
menyebabkan
yaitu:
dibakukan pasca
terdapat
guru
belum
tidak
adanya
pelatihan oleh
sekolah, kurangnya dukungan fasilitas yang dimiliki
sekolah, rendahnya kinerja guru, tidak sesuainya
materi pelatihan yang diberikan dengan fasilitas yang
dimiliki sekolah, dan kurangnya inisiatif guru yang
bersangkutan dalam mengembangkan hasil pelatihan.
Berdasarkan
penelitian
ini
ketercapaian
uraian
yang
dimaksudkan
tujuan
program
telah
untuk
dipaparkan,
mengevaluasi
pelatihan
IHT
SD
Muhammadiyah (Plus) Salatiga dan penting pula untuk
diketahui faktor keberhasilan atau pun kegagalannya.
185
Oleh karena itu evaluasi dibatasi dengan pendekatan
Goal Oriented Evaluation model pengembangan Robert
L. Hammond, yaitu model evaluasi Three Dimensional
Cube.
Model
evaluasi
ini
digunakan
dengan
pertimbangan bahwa Three Dimensional Cube tidak
hanya
bertujuan
tujuan
program
untuk
mengetahui
tetapi
keberhasilan
atau
berpendapat
bahwa
juga
ketercapaian
menganalisis
kegagalan
program.
keberhasilan
faktor
Hammond
atau
kegagalan
program tidak terlepas dari interaksi antar komponen
program. Hammond membagi komponen program ke
dalam
tiga
dimensi,
Institutional,
dan
mendeskripsikan
konten,
yaitu
dimensi
instruksional,
behavior.
Dimensi
instruksional
program
metodologi,
Institutional
dari
fasilitas
menggambarkan
administrator,
spesialis
variabel
dan
biaya.
variabel
pendidikan,
organisasi,
Dimensi
siswa,
keluarga,
guru,
dan
komunitas. Dimensi behavior digambarkan dari variabel
kognitif, afektif dan psikomotor.
1.2. Rumusan Masalah
Sesuai
dengan
latar
belakang
yang
telah
dikemukakan dan untuk membatasi ruang lingkup
penelitian mengenai Evaluasi Program Pelatihan In
186
House Training (IHT) SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga,
maka rumusan masalahnya ditentukan sebagai berikut:
1. Bagaimana
instruksional
program
pelatihan
In
House Training (IHT) SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga?
2. Bagaimana Institutional program pelatihan In House
Training (IHT) SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga?
3. Bagaimana behavior program pelatihan In House
Training (IHT) SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga?
1.3. Tujuan Penelitian
Pada
dasarnya
dimaksudkan
untuk
hakikat
dari
memberikan
penelitian
ini
rekomendasi
keberlanjutan Program Pelatihan In House Training (IHT)
SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga di masa mendatang.
Selain itu, sesuai dengan rumusan masalah yang telah
ditetapkan, maka tujuan dari penelitian ini secara rinci
adalah sebagai berikut:
1. Mengevaluasi instruksional program pelatihan In
House Training (IHT) SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga
2. Mengevaluasi
Institutional
program
pelatihan
In
House Training (IHT) SD Muhammadiyah (Plus)
Salatiga
3. Mengevaluasi behavior program pelatihan In House
Training (IHT) SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga.
187
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
manfaat baik teoritis maupun praktis kepada para
pemerhati pendidikan. Adapun manfaat secara teoritis
dan manfaat praktis tersebut antara lain:
a. Manfaat teoritis
Secara
teoritis
digunakan
penelitian
sebagai
ini
landasan
diharapkan
untuk
dapat
penelitian
selanjutnya.
b. Manfaat praktis
1. Bagi SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga, hasil
penelitian
sebagai
ini
diharapkan
bahan
dapat
pertimbangan
digunakan
atau
pun
perbaikan mengenai penyelenggaraan program
pelatihan In House Training di masa mendatang.
2. Bagi Dinas Pendidikan, hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan kebijakan pelatihan bagi sekolah,
khususnya sekolah dasar.
188