Efek Ekstrak Etanol Daun Bangun-Bangun (Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng) Terhadap Kadar Nitro Oxide Pada Tikus Jantan yang Diinduksi Doksorubisin

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Uraian Tumbuhan

Daun bangun-bangun merupakan tanaman daerah tropis, daunnya memiliki aroma tertentu sehingga dikenal sebagai tanaman aromatik. Tanaman ini banyak ditemukan di India, Ceylon dan Afrika Selatan, memiliki bungaberbentuk tajam dan mengandung minyak atsiri sehingga disebut juga Coleus aromaticus (Anonim, 2010; Kaliappan, et al., 2008).

2.1.1Sistematika Tumbuhan

Menurut Pandey (2003), sistematika tanaman bangun-bangun adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledonae Ordo : Lamiales Famili : Lamiaceae Genus : Plectranthus

Spesies : Plectranthus amboinicus (Lour.) Spreng 2.1.2Nama Daerah

Di beberapa daerah di Indonesia, tanaman ini dikenal dengan nama yang berbeda-beda. Masyarakat Sumatera menyebutnya bangun-bangun atau torbangun, daun jinten, daun hati, daun sukan; orang Jawa menyebutnya acerang, daun kucing, daun kambing, majha nereng, di Jawa Tengah disebut daun cumin. Orang


(2)

Sunda menyebutnya daun ajeran; di Nusatenggara disebut iwak, kumu etu, bumbu jo (Depkes, 1989; Anonim, 2010; Jaitun, 2010). Daun ini juga dikenal di Negara lain misalnya Inggris dengan sebutan country borage, indian mint, mexican mint, di Vietnam disebut tan day la, sedangkan di Cina disebut zuo shou xiang, yin du bo he, dao shou xiang. Dan di Jepang disebut kuuban oregano (Jaitun, 2010). 2.1.3Morfologi Tumbuhan

Tumbuhan ini, berdaun tunggal; berwarna hijau; helaian daun berbentuk bulat telur; kadang-kadang agak membundar; panjang helaian daun 3,5 cm sampai 6 cm; lebar 2,5 cm; pinggir daun beringgit atau agak berombak; tangkai daun panjang 1,5 cm sampai 3 cm; tulang daun menyirip. Pada keadaan segar helai daun tebal dan berair, tulang daun bercabang-cabang dan menonjol sehingga membentuk jala, permukaan atas berbingkul-bingkul, berwarna hijau muda, permukaan bawah berambut halus berwarna putih. Pada keadaan kering helai daun tipis dan sangat berkerut, permukaan atas kasar, warna coklat sampai coklat tua, permukaan bawah berwarna lebih muda dari permukaan atas, tulang daun kurang menonjol, pada kedua permukaan terdapat rambut halus berwarna putih (Depkes, 1989).

2.1.4Kandungan Kimia Tumbuhan

Kandungan kimia daun bangun-bangun adalah glikosida, karbohidrat, asam amino, protein, flavonoid, tanin, senyawa fenol, dan terpenoid (Rout, et al., 2010), Daun bangun-bangun juga mengandungkalium dan minyak atsiri 0,2% terdiri atas karvakrol, isoprofil-o-kresol, fenol dan sineol (Dalimartha, 2008).


(3)

2.1.5Khasiat Tumbuhan

Daun bangun-bangun berkhasiat sebagai antioksidan, mengobati bronkitis, asma, diare, epilepsi, batuk, sakit kepala, gangguan pencernaan, dispepsia, konvulsi, batu ginjal, disentri, kolera, antioksidan, antitumor, antimikroba, antimutagenik danantijamur (Rout, et al., 2010); sakit gigi, gangguan pendengaran dan gangguan saluran cerna (Chandrappa, et al., 2010); malaria, obat cacing dan hepatoprotektif (Kaliappan, et al., 2008), obat luka dan sariawan (Depkes,1989).Daun bangun-bangun juga digunakan sebagai karminatif, meningkatkan pengeluaran ASI (laktagoga), menghilangkan nyeri, penurun panas dan antiseptik (Dalimartha, 2008; Wijayakusuma, 1996).

2.2Uraian Kandungan Kimia Tumbuhan 2.2.1 Alkaloida

Alkaloida merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Alkaloida mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloida mempunyai aktivitas fisiologi yang menonjol sehingga digunakan secara luas dalam pengobatan (Harborne, 1987).

Ada tiga pereaksi yang sering digunakan dalam skrining fitokimia untuk mendeteksi alkaloida sebagai pereaksi pengendapan yaitu pereaksi Mayer, pereaksi Bouchardat, dan pereaksi Dragendorff (Farnsworth, 1966).

2.2.2Flavonoida

Flavonoida mencangkup banyak pigmen yang paling umum dan terdapat pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus sampai angiospermae. Pada


(4)

tumbuhan tinggi, flavonoida terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun padabunga. Pigmen bunga flavonoida berperan jelas untuk menarik burung dan serangga penyerbuk bunga. Beberapa fungsi flavonoida pada tumbuhan ialah pengatur tumbuh, pengatur fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus serta antiserangga (Robinson, 1995).

2.2.3Saponin

Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang menyerupai sabun (bahasa latin sapo berarti sabun). Saponin tersebar luas diantara tanaman tinggi. Saponin merupakan senyawa berasa pahit, menusuk, menyebabkan bersin dan mengiritasi selaput lendir. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocok. Dalam larutan yang sangat encer saponin sangat beracun untuk ikan, dan tumbuhan yang mengandung saponin telah digunakan sebagai racun ikan selama beratus-ratus tahun (Robinson, 1995: Gunawan, et al., 2002).

2.2.4Tanin

Tanin merupakan salah satu senyawa yang termasuk ke dalam golongan polifenol yang terdapat dalam tumbuhan, mempunyai rasa sepat dan memiliki kemampuan menyamak kulit. Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae secara khusus terdapat dalam jaringan kayu (Harborne, 1987).

Umumnya tumbuhan yang mengandung tanin dihindari oleh pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat. Salah satu fungsi tanin dalam tumbuhan adalah sebagai penolak hewan pemakan tumbuhan (herbivora) (Harborne, 1987).


(5)

2.2.5Glikosida

Glikosida adalah suatu senyawa bila dihidrolisis akan terurai menjadi gula (glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Umumnya glikosida mudah terhidrolisis oleh asam mineral atau enzim. Hidrolisis oleh asam memerlukan panas, sedangkan hidrolisis oleh enzim tidak memerlukan panas (Sirait, 2007). 2.2.6Glikosida Antrakuinon

Golongan kuinon alam terbesar terdiri atas antrakuinon. Beberapa antrakuinon merupakan zat warna penting dan sebagai pencahar. Keluarga tumbuhan yang kaya akan senyawa jenis ini adalah Rubiaceae, Rhamnaceae, dan Polygonaceae.

Antrakuinon biasanya berupa senyawa kristal bertitik leleh tinggi, larut dalam pelarut organik biasa, senyawa ini biasanya berwarna merah, tetapi yang lainnya berwarna kuning sampai coklat, larut dalam larutan basa dengan membentuk warna violet merah (Robinson, 1995).

2.2.7Steroid/triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualen. Triterpenoid adalah senyawa tanpa warna, berbentuk kristal, sering kali bertitik leleh tinggi dan aktif optik. Uji yang banyak digunakan ialah reaksi Liebermann-Burchard (asam asetat anhidrida – H2SO4 pekat) yang kebanyakan triterpena dan sterol memberikan warna hijau biru. Steroida adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana perhidrofenanten (Harborne, 1987).

Dahulu steroida dianggap sebagai senyawa satwa tetapi sekarang ini makin banyak senyawa steroida yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan (fitosterol).


(6)

Fitosterol merupakan senyawa steroida yang berasal dari tumbuhan. Senyawa fitosterol yang biasa terdapat pada tumbuhan tinggi yaitu sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol (Harborne, 1987).

2.3 Doksorubisin

Doksorubisin adalah obat antikanker golongan antrasiklin yang sangat efektif dan telah digunakan selama lebih dari empat dekade untuk mengobati berbagai neoplasma pada manusia (Xi, et al., 2010). Salah satu mekanisme doksorubisin sebagai agen kemoterapi melalui pembentukan radikal bebas yang menyebabkan kerusakan DNA atau peroksida lipid (Gewirtz, 1999).

Mekanisme doksorubisin pada terapi kanker ternyata memberikan efek samping antara lain kardiotoksik. Efek kardiotoksik doksorubisin terjadi karena pembentukan radikal bebas (Chularojmontri, et al., 2005). Efek kardiotoksik yang muncul akibat radikal bebas adalah kardiomiopati. Kardiomiopati merupakan penurunan fungsi miokardium yang disebabkan oleh beberapa fator salah satunya adalah agen kemoterapi (Murray, et al., 1995). Saat dosis kumulatif doksorubisin mencapai 550 mg/ml, risiko efek samping pada jantung meningkat, termasuk gagal jantung, pelebaran kardiomiopati dan kematian. Efek kardiotoksik doksorubisin ditunjukkan oleh penurunan fosforilasi oksidatif di miokondria. Oksigen reaktif yang muncul dari interaksi doksorubisin dan besi dapat merusak myosit (sel jantung), hilangnya myofibrillar (serabut otot) dan citoplasmik vacuolization (kelainan sitoplasma) (Chabner, et al., 2008).

Miokardium mudah terserang radikal bebas karena kurangnya substansi biokimia untuk menangkal radikal bebas seperti superoksid dismutase, glutation peroksidase, dan enzim katalase dibandingkan organ hati dan ginjal. Doksorubisin


(7)

juga diketahui mempunyai afinitas yang tinggi terhadap kardiolipin, suatu komponen fosfolipid pada membran mitokondrial di otot jantung (Ewer, 2010; Ashrafi, 2012).

2.4Nitrogen Monooksida (NO)

Nitrogen monooksida atau nitric oxide merupakan endothelium-derived relaxing factor (EDRF), untuk relaksasi otot polos pembuluh darah, berfungsi sebagai vasodilator dan meningkatkan aliran darah (Cerielo, 2008). NOmerupakan mediator penting pada proses fisiologi dan patologi tubuh. NO disintesis oleh NOS yang merubah L-arginin menjadi L-citrulline dan NO. Reaksi pembentukan NO adalah sebagai berikut:

L-arginine + 3/2 NADPH + H+ + 2 O2→ L-citrulline + nitric oxide + 3/2 NADP+ Tiga isoform mayor NOS yaitu neuronal NOS (nNOS), endothelial NOS (eNOS), dan inducible NOS (iNOS). Endothelial NOS dan nNOS berperan penting pada kondisi normal. Kedua isoform ini terdapat didalam sel dan secara cepat diaktivasi oleh Ca2+ dan calmodulin intrasel dan menghasilkan NO dalam jumlah yang kecil. Neuronal NOS mempunyai fungsi pada neurotransmitter, sedangkan eNOS berperan pada relaksasi otot polos pembuluh darah. Inducible NOS tidak diekspresikan pada kondisi normal tetapi diinduksi oleh sitokin dan atau endotoksin selama proses inflamasi dan menghasilkan jumlah NO yang berlebihan (Hala, 2011; Zhang, 2011).

Toksisitas NO sebagian berhubungan dengan oksidasi lanjut dari NO menjadi NO2. Selama terapi NO, sangat penting untuk mempertahankan pembentukan NO2 dalam kadar yang sangat rendah dan scavenger yang tepat. Dosis rendah NO selama penggunaan kronis menyebabkan inaktivasi surfaktan


(8)

dan pembentukan peroksinitrit melalui interaksi dengan superoksida. Kemampuan NO untuk menginhibisi atau mengubah fungsi dari sejumlah protein yang mengandung besi dan heme menjadi penting untuk dilakukan investigasi lanjut mengenai potensial toksik dari NO dalam terapi. Pembentukan methemoglobinemia adalah komplikasi signifikan dari penghirupan NO dalam konsentrasi tinggi dan kematian telah dilaporkan akibat overdosis NO. Kadar methemoglobinemia dalam darah harus dimonitor selama penggunaan NO. NO dapat menginhibisi fungsi platelet dan telah menunjukkan peningkatan waktu perdarahan dalam beberapa studi. Pada pasien dengan gangguan fungsi ventrikel kiri, NO berpotensi untuk memperparah fungsi ventrikel kiri dengan mendilatasi sirkulasi pulmonal dan meningkatkan aliran darah ke ventrikel kiri sehingga meningkatkan tekanan atrium kiri dan pembentukan edema pulmonal (Brunton, 2008).

2.5Spektrofotometri UV-Visible

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri UV-Vis terutama untuk senyawa yang semula tidak berwarna yang akan dianalisis dengan spektrofotometri visibel karena senyawa tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa yang berwarna. Berikut adalah tahapan-tahapan yang harus diperhatikan :

a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Visible

Hal ini diperlukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada daerah panjang gelombang. Cara yang digunakan adalah dengan merubahnya menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang digunakan harus memenuhi persyaratan yaitu :


(9)

i. reaksinya selektif dan sensitif

ii. reaksinya cepat, kuantitatif dan reprodusibel iii. hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama b. Waktu operasional (operating time)

Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan.

c. Pemilihan panjang gelombang

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu. Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimal, yaitu :

i. Pada panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar.

ii. Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi.

iii. Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang maksimal.


(10)

a. Pembuatan kurva baku

Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert - Beer terpenuhi maka kurva baku berupa garis lurus. Penyimpangan dari garis lurus biasanya disebabkan oleh kekuatan ion yang tinggi, perubahan suhu dan reaksi ikutan yang terjadi. b. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan

Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitans. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5% (kesalahan fotometrik) (Gandjar, 2007).

2.6 Pereaksi Griess

Reaksi Griess pertama kali dideskripsikan pada 1879. Karena kemudahannya, reaksi Griess telah digunakan secara luas pada analisa sampel biologis ceperti plasma, serum, urin, cairan serebrospinal, dan saliva. Pada metode ini, nitrit ditambahkan dengan reagen pendiazotasi seperti sulfanilamid dalam media asam untuk membentuk garam diazonium sementara. Hasil antara ini kemudian direaksikan dengan reagen pengkopel, N-naftil-etilendiamin (NED), untuk membentuk senyawa azo yang stabil. Reaksi selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2.2. Warna ungu yang dihasilkan memungkinkan untuk analisa nitrit dengan tingkat sensitivitas yang tinggi (Sun, 2003).


(11)

(1)

Fitosterol merupakan senyawa steroida yang berasal dari tumbuhan. Senyawa fitosterol yang biasa terdapat pada tumbuhan tinggi yaitu sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol (Harborne, 1987).

2.3 Doksorubisin

Doksorubisin adalah obat antikanker golongan antrasiklin yang sangat efektif dan telah digunakan selama lebih dari empat dekade untuk mengobati berbagai neoplasma pada manusia (Xi, et al., 2010). Salah satu mekanisme doksorubisin sebagai agen kemoterapi melalui pembentukan radikal bebas yang menyebabkan kerusakan DNA atau peroksida lipid (Gewirtz, 1999).

Mekanisme doksorubisin pada terapi kanker ternyata memberikan efek samping antara lain kardiotoksik. Efek kardiotoksik doksorubisin terjadi karena pembentukan radikal bebas (Chularojmontri, et al., 2005). Efek kardiotoksik yang muncul akibat radikal bebas adalah kardiomiopati. Kardiomiopati merupakan penurunan fungsi miokardium yang disebabkan oleh beberapa fator salah satunya adalah agen kemoterapi (Murray, et al., 1995). Saat dosis kumulatif doksorubisin mencapai 550 mg/ml, risiko efek samping pada jantung meningkat, termasuk gagal jantung, pelebaran kardiomiopati dan kematian. Efek kardiotoksik doksorubisin ditunjukkan oleh penurunan fosforilasi oksidatif di miokondria. Oksigen reaktif yang muncul dari interaksi doksorubisin dan besi dapat merusak myosit (sel jantung), hilangnya myofibrillar (serabut otot) dan citoplasmik vacuolization (kelainan sitoplasma) (Chabner, et al., 2008).

Miokardium mudah terserang radikal bebas karena kurangnya substansi biokimia untuk menangkal radikal bebas seperti superoksid dismutase, glutation peroksidase, dan enzim katalase dibandingkan organ hati dan ginjal. Doksorubisin


(2)

juga diketahui mempunyai afinitas yang tinggi terhadap kardiolipin, suatu komponen fosfolipid pada membran mitokondrial di otot jantung (Ewer, 2010; Ashrafi, 2012).

2.4Nitrogen Monooksida (NO)

Nitrogen monooksida atau nitric oxide merupakan endothelium-derived relaxing factor (EDRF), untuk relaksasi otot polos pembuluh darah, berfungsi sebagai vasodilator dan meningkatkan aliran darah (Cerielo, 2008). NOmerupakan mediator penting pada proses fisiologi dan patologi tubuh. NO disintesis oleh NOS yang merubah L-arginin menjadi L-citrulline dan NO. Reaksi pembentukan NO adalah sebagai berikut:

L-arginine + 3/2 NADPH + H+ + 2 O2L-citrulline + nitric oxide + 3/2 NADP+ Tiga isoform mayor NOS yaitu neuronal NOS (nNOS), endothelial NOS (eNOS), dan inducible NOS (iNOS). Endothelial NOS dan nNOS berperan penting pada kondisi normal. Kedua isoform ini terdapat didalam sel dan secara cepat diaktivasi oleh Ca2+ dan calmodulin intrasel dan menghasilkan NO dalam jumlah yang kecil. Neuronal NOS mempunyai fungsi pada neurotransmitter, sedangkan eNOS berperan pada relaksasi otot polos pembuluh darah. Inducible NOS tidak diekspresikan pada kondisi normal tetapi diinduksi oleh sitokin dan atau endotoksin selama proses inflamasi dan menghasilkan jumlah NO yang berlebihan (Hala, 2011; Zhang, 2011).

Toksisitas NO sebagian berhubungan dengan oksidasi lanjut dari NO menjadi NO2. Selama terapi NO, sangat penting untuk mempertahankan pembentukan NO2 dalam kadar yang sangat rendah dan scavenger yang tepat. Dosis rendah NO selama penggunaan kronis menyebabkan inaktivasi surfaktan


(3)

dan pembentukan peroksinitrit melalui interaksi dengan superoksida. Kemampuan NO untuk menginhibisi atau mengubah fungsi dari sejumlah protein yang mengandung besi dan heme menjadi penting untuk dilakukan investigasi lanjut mengenai potensial toksik dari NO dalam terapi. Pembentukan methemoglobinemia adalah komplikasi signifikan dari penghirupan NO dalam konsentrasi tinggi dan kematian telah dilaporkan akibat overdosis NO. Kadar methemoglobinemia dalam darah harus dimonitor selama penggunaan NO. NO dapat menginhibisi fungsi platelet dan telah menunjukkan peningkatan waktu perdarahan dalam beberapa studi. Pada pasien dengan gangguan fungsi ventrikel kiri, NO berpotensi untuk memperparah fungsi ventrikel kiri dengan mendilatasi sirkulasi pulmonal dan meningkatkan aliran darah ke ventrikel kiri sehingga meningkatkan tekanan atrium kiri dan pembentukan edema pulmonal (Brunton, 2008).

2.5Spektrofotometri UV-Visible

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri UV-Vis terutama untuk senyawa yang semula tidak berwarna yang akan dianalisis dengan spektrofotometri visibel karena senyawa tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa yang berwarna. Berikut adalah tahapan-tahapan yang harus diperhatikan :

a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Visible

Hal ini diperlukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap pada daerah panjang gelombang. Cara yang digunakan adalah dengan merubahnya menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang digunakan harus memenuhi persyaratan yaitu :


(4)

i. reaksinya selektif dan sensitif

ii. reaksinya cepat, kuantitatif dan reprodusibel iii. hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama b. Waktu operasional (operating time)

Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan.

c. Pemilihan panjang gelombang

Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang yang mempunyai absorbansi maksimal. Untuk memilih panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu. Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan panjang gelombang maksimal, yaitu :

i. Pada panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar.

ii. Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi.

iii. Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang maksimal.


(5)

a. Pembuatan kurva baku

Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert - Beer terpenuhi maka kurva baku berupa garis lurus. Penyimpangan dari garis lurus biasanya disebabkan oleh kekuatan ion yang tinggi, perubahan suhu dan reaksi ikutan yang terjadi. b. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan

Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitans. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau 0,5% (kesalahan fotometrik) (Gandjar, 2007).

2.6 Pereaksi Griess

Reaksi Griess pertama kali dideskripsikan pada 1879. Karena kemudahannya, reaksi Griess telah digunakan secara luas pada analisa sampel biologis ceperti plasma, serum, urin, cairan serebrospinal, dan saliva. Pada metode ini, nitrit ditambahkan dengan reagen pendiazotasi seperti sulfanilamid dalam media asam untuk membentuk garam diazonium sementara. Hasil antara ini kemudian direaksikan dengan reagen pengkopel, N-naftil-etilendiamin (NED), untuk membentuk senyawa azo yang stabil. Reaksi selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 2.2. Warna ungu yang dihasilkan memungkinkan untuk analisa nitrit dengan tingkat sensitivitas yang tinggi (Sun, 2003).


(6)