INDUSTRI PERBANKAN DAN IKLIM INVESTASI

IN D U STRI PERBAN KAN D AN
IKLIM IN VESTASI
by Zu lkarn ain Sito m p u l
Pe n d ah u lu an
Iklim investasi yang baik m em berikan kesem patan dan insentif kepada dunia
usaha untuk m elakukan investasi yang produktif, m enciptakan lapangan kerja dan
m em perluas kegiatan usaha. Investasi m em ainkan peranan penting dalam m eningkatkan
pertum buhan ekonom i dan m engurangi kem iskinan. Mem perbaiki iklim investasi adalah
m asalah kritikal yang dihadapi pem erintah di negara berkem bang. Menyediakan lapangan
kerja penting untuk m enciptakan keseim bangan dan kedam aian.1
Peran pem erintah dalam m enciptakan iklim investasi diperlukan untuk m engatasi
kegagalan pasar (m arket failure) atau kegagalan laissezfaire
m encapai efisiensi.
Mengatasi kegagalan tersebut pem erintah m elakukan intervensi m elalui hukum dan
peraturan. Pem erintah m engatur dunia usaha dan transaksi untuk m em inim alkan
inform ation asy m etries dan m encegah m onopoli. Nam un, pem erintah acapkali gagal
m engurangi kegagalan pasar, bahkan tidak jarang intervensi pem erintah m alah
m em perburuk iklim investasi. Pem erintah perlu m enyusun kerangka acuan yang jelas
dalam bentuk peraturan perundang-undangan agar kom petisi berjalan dengan baik.
Kerangka pengaturan yang baik akan m enciptakan persaingan antar dunia usaha sehingga
hanya perusahaan efisien yang dapat bertahan hidup (survival of the fittest). Kondisi ini

pada gilirannya akan m enguntungkan konsum en.2
Kegagalan m enciptakan iklim investasi yang baik pada dasarnya bukan sem atam ata karena kekurangan dana. Peningkatan iklim investasi tidak banyak m em erlukan
anggaran pem erintah. Contohnya adalah negara-negara kaya m inyak dan atau kaya bahan
tam bang lainnya m em iliki iklim investasi buruk. Iklim investasi yang buruk juga bukan
sem ata-m ata disebabkan kurangnya tenaga ahli. Pada saat m endesain rejim investasi agar
sejalan dengan perubahan yang diinginkan m em ang diperlukan tenaga ahli khusus, tetapi
kebutuhan akan tenaga ahli berkurang pada tahap im pem entasi. Pem erintah diham pir
sem ua negara berkem bang m em iliki berlim pah laporan dan rekom endasi berisikan
rincian tentang begaim ana m eningkatkan kualitas iklim investasi.
Iklim investasi yang baik m em butuhkan dukungan berbagai sektor. Pasar
keuangan, apabila berfungsi baik, m enghubungkan dunia usaha dengan pem beri pinjam an
dan m eningkatkan m inat investor
m em biayai dunia usaha dan berbagi risiko.
Infrastruktur yang baik m enghubungkan dunia usaha dengan konsum en dan pem asok
serta m em bantu m ereka m em anfaatkan teknologi produksi m odern. Sebaliknya pasar
keuangan dan infrastruktur yang lem ah m enciptakan ham batan terhadap kesem patan
1 The World Bank, W orld Developm ent Report 20 0 5 A Better Investm ent Clim ate for Every one,
(Washington, DC.: World Bank and Oxford University Press, 20 0 4), hal. 1
2 G. Sivalingam , Com petition Policy in the Asean Countries, (Singapore: Thom son, 20 0 5), hal.9


1

berusaha dan m eningkatkan biaya baik bagi perusahaan kecil m aupun perusahaan
m ultinasional. Ham batan m asuk ke pasar m enyebabkan berkurangnya saingan
bagi
perusahaan yang lebih ada sehingga m engurangi insentif m unculnya inovasi dan
keinginan m eningkatkan produktifitas.
Masalah dasar yang dihadapi industri keuangan dan infrastruktur dapat ditelusuri
pada terjadinya kegagalan pasar. Di pasar keuangan m asalahnya terletak pada
ketidaksim etrisan inform asi. Sedangkan persoalan infrastruktur terletak pada kekuatan
pasar yang terkait dengan skala ekonom i. Intervensi yang dilakukan pem erintah untuk
m engatasi kegagalan pasar justru m engakibatkan kondisi m enjadi lebih buruk. Kebijakan
tentang bank m ilik pem erintah, m onopoli, kredit bersubsidi atau kredit kom ando dan
kebijakan lain yang dim aksudkan untuk kepentingan jangka pendek para politisi dan
kelom pok kepentingan tertentu m enyebabkan pasar keuangan tertekan dan terdistorsi.
Kondisi ini um um nya m enghantam pengusaha kecil lebih keras.3
Pasar keuangan yang berkem bang baik m enyediakan jasa sistem pem bayaran,
m em obilisasi tabungan dan m engalokasikan pem biayaan kepada perusahaan yang ingin
dan layak m elakukan investasi. Apabila pasar keuangan bekerja dengan baik m aka sum ber
dana untuk m elakukan investasi tersedia bagi segala bentuk dunia usaha. Pasar keuangan

yang sehat juga m em aksakan disiplin bagi dunia usaha agar m em perbaiki kinerja,
m endorong efisiensi baik secara langsung m aupun m elalui penyediaan fasilitas bagi
m asuknya pem ain baru ke pasar.
Fakto r-fakto r yan g Me m p e n garu h i Iklim In ve s tas i
Kepem ilikan pem erintah pada perusahaan berpotensi m elem ahkan iklim investasi
dengan tiga cara. Pertam a, apabila perusahan m ilik negara bertanggung jawab atas input
yang dibutuhkan dunia usaha (seperti tenaga listrik, telekom unikasi atau pem biayaan),
m aka kelem ahan perusahaan m ilik pem erintah tersebut dalam berproduksi m enyebabkan
m unculnya biaya tinggi pada dunia usaha yang tergantung pada input tersebut.
Kedua, kepem ilikan pem erintah m em icu korupsi karena pengurus biasanya
m em iliki insentif rendah untuk m engurangi praktik suap. Kondisi ini dapat dilihat pada
perusahaan di negara transisi ekonom i. Praktik suap m enyuap untuk m endapatkan
fasilitas jasa telekom unikasi dan jasa listrik lebih tinggi apabila jasa tersebut dipasok oleh
perusahaan m ilik negara. Karyawan perusahaan m ilik negara di Asia Selatan
m engem bangkan suatu sistem yang canggih untuk m endapat suap dari konsum en.
Hasilnya adalah biaya tinggi bagi perusahaan dan turunnya keuntungan bagi pem erintah,
investasi publik turun serta biaya bagi pem bayar pajak m eningkat.
Ketiga, apabila perusahaan m ilik negara m endapat hak m onopoli m aka
kesem patan bagi perusahaan swasta akan hilang. Meskipun terjadi persaingan antara
perusahaan m ilik negara dan perusahaan swasta akan tetapi sulit m enciptakan level of

play ing field. Perm asalahan m enjadi sem akin sulit apabila perusahaan m ilik negara
diberikan pula kewenangan sebagai regulator seperti ini terjadi pada sektor
telekom unikasi. Kondisi tidak seim bang tetap terjadi m eskipun kewenangan m engatur
telah diserahkan kepada lem baga independen karena tekanan untuk m em berikan
kem udahan kepada perusahaan m ilik pem erintah terus berlangsung. Perusahaan m ilik
3 The World Bank, W orld Developm ent Report 20 0 5 A Better Investm ent Clim ate for Every one,
(Washington, DC.: World Bank and Oxford University Press, 20 0 4), hal. 115

2

pem erintah sering kali m enerim a pengecualian baik yang ditetapkan oleh undang-undan g
m aupun atas dasar kebiasaan (praktik) atas perpajakan dan regulasi sehingga m endistorsi
persaingan.4
Masalah besar yang dihadapi pem erintah dalam m enciptakan iklim investasi yang
baik adalah kem ungkinan terjadinya benturan antara kepentingan dunia usaha dan
kepentingan m asyarakat. Di satu sisi dunia usaha adalah pencipta utam a kem akm uran,
oleh sebab itu iklim investasi harus diciptakan sesuai dengan kepentingan m ereka. Di sisi
lain iklim investasi yang baik seharusnya ditujukan untuk kepentingan m asyarakat secara
keseluruhan bukan hanya kepentingan dunia usaha. Kepentingan dunia usaha dan
kepentingan m asyarakat ini sering kali berbeda. Sering juga yang terjadi adalah perbedaan

preferensi dan prioritas antara dunia usaha dan m asyarakat dan antar sesam a dunia
usaha. Untuk m engatasi benturan kepentingan terdapat em pat tantangan dan bagaim ana
cara pem erintah m engatasi tantangan tersebut m em pengaruhi iklim investasi yang pada
gilirannya berpengaruh pula terhadap pertum buhan dan pengurangan kem iskinan.
Tantangan yang dihadapi pem erintah adalah:
Pertam a, m em batasi pem buru rente (rent-seeking). Kebijakan tentang iklim
investasi adalan target m enarik bagi para pem buru rente baik dari kalangan dunia usaha,
pejabat pem erintah m aupun kelom pok kepentingan. Korupsi m eningkatkan biaya
m elakukan kegiatan usaha. Korupsi yang dilakukan oleh pejabat tinggi pem erintah
m enciptakan distorsi pada kebijakan pem erintah. Kolusi dan nepotism e juga m enciptakan
distorsi. Menguntungkan bagi sekelom pok m asyarakat dengan cara m erugikan kelom pok
m asyarakat lainnya.
Kedua, m em bangun kredibilitas. Ketidakpastian m em pengaruhi keinginan dunia
usaha untuk m enanam kan m odalnya. Pem erintah wajib m enyusun dan m em berlakukan
peraturan yang jelas. Nam un peraturan yang jelas saja tidak cukup. Kurangnya kredibilitas
m enyebabkan respon investor akan rendah sebarapa baikpun peraturan dan kebijakan
yang dikeluarkan pem erintah.
Ketiga, m eningkatan kepercayaan publik dan m em perkuat legitim asi. Interaksi
antara dunia usaha dengan pem erintah tidak terjadi di ruang ham pa. Kepercayaan
diantara sesam a pelaku pasar m erupakan persyaratan alam iah bagi suatu transaksi yang

produktff dan m enurunkan biaya regulasi dan penegakan kontrak. Kepercayaan dan
keyakinan publik terhadap pasar dan dunia usaha m em pengaruhi bukan hanya kelayakan
dari suatu perubahan tetapi juga kesinam bungannya (sustainability). Kredibilitas juga
berpengaruh pada reaksi dunia usaha.
Keem pat, m em astikan bahwa kebijakan yang dikeluarkan m encerm inkan kapasitas
institusional. Desain kebijakan investasi m em butuhkan pertim bangan tentang
pengalam an kegagalan pem erintah dan perbedaan yang ada pada kondisi lokal.
Pertim bangan yang tidak cukup terhadap kapasitas institusi akan m em bawa hasil yang
buruk bahkan hasil yang m erugikan 5
4 Study yang dilakukan Peter J . Buckley, et.al. m enyim pulkan bahwa kehadiran perusahaan asing di
Cina m enghasilkan pem bukaan pasar internasional bagi perusahaan Cina. Studi tersebut juga m enem ukan
bahwa perusahaan m ilik pemerintah tidak m enghasilkan m anfaat bahkan m enim bulkan dam pak negatif bagi
investor asing. Tem uan ini m enggarisbawahi pentingnya m elakukan reform asi perusahaan m ilik pem erintah
untuk m engabsorsi kapasitas yang dim iliki perusahaan-perusahaan Cina, Peter J . Buckley, et.al., “The Im pact
of Inward FDI on the Perform ance of Chinese Manufacturing Firm s”, Journal of International Business
Studies, Vol.33 No.4. (4 th Qtr., 20 0 2), hal.637
5 Ibid, hal. 36-37

3


Mengatasi kegagalan pasar pem erintah m elakukan intervensi pada industri
keuangan dalam bentuk kredit kom ando kepada kelom pok tertentu, m em berikan jam inan
terhadap kredit swasta dan m enyediakan sum ber pem biayaan
m elalui bank dan
perusahaan pem biayaan m ilik pem erintah. Untuk m elindungi industri perbankan
dom estik pem erintah m em batasi persaingan dengan bank asing dan lem baga keuangan
lainnya. Dengan alasan untuk m enyediakan pem biayaan bagi usaha kecil, pem erintah
m endirikan bank. Bank m ilik pem erintah um um nya m em iliki m andat yang luas atau
m em iliki tugas khusus yaitu m engem bangkan industri, sektor atau daerah tertentu dan
juga sering m enyalurkan kredit bersubsidi.
Di negara berkem bang kinerja bank m ilik pem erintah um um nya buruk.6
Mengingat pangsa bank m ilik negara yang besar pada industri perbankan m enyebabkan
kinerja keseluruhan sektor perbankan m enjadi buruk pula. Kondisi ini m enurunkan akses
pem biayaan, m enurunkan kom petisi, m em perburuk alokasi kredit dan m eningkatkan
kem ungkian terjadinya krisis keuangan. Untuk m eningkatkan kinerja industri keuangan
dan m em pelajari pengalam an m asa lalu terdapat lim a pendekatan yang dapat dilakukan
yaitu: 1) m enjam in stabilitas m akroekonom i, 2) m eningkatkan kom petisi, 3) m enjam in
hak debitur, kreditur dan pem egang saham , 4) m em fasilitasi arus inform asi dan 5)
m em astikan bank tidak m engam bil risiko berlebihan.
Stabilitas ekonom im akro, khususnya inflasi rendah, penyaluran kredit

berkelanjutan dan nilai tukar yang realistik m erupakan dasar bagi berfungsinya pasar
keuangan yang efektif. Ketidakstabilan ekonom im akro m eningkatkan volatilitas suku
bunga dan nilai tukar sehingga m eningkatkan risiko bank dan nasabahnya. Inflasi yang
tinggi m engurangi m odal bank dan m enyulitkan m ereka m em obilisasi dana m asyarakat
dan m elakukan ekspansi usaha. Mem batasi persaingan diantara penyedia jasa keuangan
m em perlem ah pertum buhan ekonom i. Kebijakan yang m em batasi kom petisi seperti
larangan pendirian bank baru, larangan beroperasinya bank asing dan kehadiran bank
m ilik pem erintah m elukai kinerja sistem keuangan dan akhirnya kinerja perekonom ian.
Menghilangkan ham batan terhadap kom petisi terbukti dapat m eningkatkan
stabilitas sistem perbankan, m enurunkan m arjin suku bunga dan m em perluas akses
terhadap sum ber pem biayaan. Salah satu cara m eningkatkan kom petisi adalah secara
berhati-hati m engijinkan pendirian bank baru. Kom petisi berm anfaat bagi m unculnya
inovasi. Pem buat kebijakan seringkali khawatir bahwa saingan dari bank asing akan
m elem ahkan sistem perbankan nasional. Bukti m enunjukan kehadiran bank asing
m eningkatkan efisiensi dan kinerja industri perbankan dom estik dan m enurunkan m arjin
suku bunga. Kondisi seperti ini m isalnya terjadi ketika Philipina m em bolehkan bank asing
beroperasi. Bank asing juga berm anfaat untuk inovasi.
Kehadiran bank asing juga dikhawatirkan akan m enurunkan akses usaha kecil
kepada industri perbankan. Pengalam an Chile dan Peru m enunjukan bukti yang berbeda.
Kehadiran bank asing di negara tersebut justru m eningkatkan sum ber pem biayaan bagi

usaha kecil. Bank asing m enyalurkan kredit kepada usaha kecil lebih besar dibandingkan
dengan yang dilakukan oleh perbankan dom estik. Situasi yang sam a juga terjadi di
Argentina. Saingan yang datang dari lem baga keuangan bukan bank seperti leasing,
perusahaan pem biayaan juga m em perkuat sistem keuangan.
6

Per Septem ber 20 0 5 rasio kredit berm asalah pada dua bank m ilik negara m asing-masing 23,4%
dan 14,44% atau setara dengan 63% dari total kredit berm asalah perbankan nasional yang m enjapai Rp53,5
triliun. A. Riawan Am in, “J urus Mengem piskan NPL”, Bisnis Indonesia, 23 Maret 20 0 6, hal. B3

4

Pem erintah dapat m engurangi m asalah yang dihadapi bank sebagai kreditur dan
pem egang saham bank sehingga m eningkatkan keinginan m ereka m enyalurkan kredit.
Caranya adalah dengan m enjam in hak-hak m ereka secara jelas dan bila diperlukan dapat
ditegakkan. Aturan hukum yang jelas dan dapat ditegakkan penting untuk berkem bangnya
sistem keuangan. Apabila hak kreditur lem ah
lem baga keuangan akan enggan
m enyalurkan pem biayaan kepada perusahaan yang m em iliki risiko tinggi. Lem ahnya
perlindungan kepada pem egang saham m enyebabkan tim bulnya kengganan bagi investor

untuk m enam bah m odal.
Pem berian kredit m erupakan fungsi strategis yang dim iliki bank dan fungsi ini pula
yang sering kali m enjadi penyebab bangkrutnya suatu bank. Krisis perbankan yang
m elanda Asia pada m edio 1997 m engajarkan kita tentang hal tersebut. Pem berian kredit
m em ang m erupakan kegiatan yang berisiko tinggi. Bank harus m am pu m enganalis dan
m em prediksi suatu perm ohonan kredit untuk dapat m em inim alkan risiko yang
terkandung di dalam penyaluran kredit tersebut. Inform asi tentang calon nasabah debitur
m erupakan faktor krusial dalam m enentukan tingkat risiko yang bakal dihadapi bank.
Penentuan eligible atau bankable tidaknya seseorang atau suatu perusahaan tergantun g
seberapa banyak inform asi akurat yang dim iliki bank tentang calon debitur. 7
Upaya pem erintah untuk m em batasi pengam bilan risiko oleh bank dan lem baga
keuangan lainnya dilakukan dengan berbagai alasan. Terbatasnya tanggung jawab
pem egang saham dapat m engakibatkan kecenderungan bank m elakukan kegiatan usaha
berisiko tinggi. Penerapan ketentuan kehati-hatian (prudential regulation) dapat
m enurunkan risiko kebangkrutan bank dan sekaligus m engurangi kem ungkinan
pem erintah terpaksa m elakukan bailout. Prudential regulation juga dapat m encegah
terjadinya seistem ic banking crises. Akan tetapi pelaksanaannya tidak m udah.
Menerbitkan peraturan dan m elaksanakannya secara efektif m em butuhkan biaya dan
keahlian. Tam bahan pula, niat baik seringkali dilem ahkan oleh korupsi dan nepotism e.
Pengawas bank dapat m em aksa agar kredit disalurkan kepada kelom pok tertentu. Bank

juga dapat “m em beli” pengawas dan m em pengaruhi m ereka agar tidak m engam bil
tindakan m eski bank m elakukan pelanggaran ketentuan.
Masalah-m asalah ini m enim bulkan keraguan atas efektivitas prudential regulation
dan pengawasan. Indikator tentang kekuatan pengawasan, pem berlakuan ratio kecukupan
m odal yang ketat tidak secara tegas m em perlihatkan kaitan dengan kinerja bank dan
stabilitas sistem keuangan. Sebaliknya pengawasan yang intensif seringkali berkaitan erat
dengan korupsi dan praktik-praktik tidak terpuji lainnya. Ketentuan keterbukaan
(sunshine regulation) yang m em aksa dilakukannya transparansi inform asi dipandang
m erupakan alternative pendekatan untuk m em bentuk perbankan yang sehat. Sistem
perbankan akan berjalan baik apabila disiplin pasar (m arket discipline) diterapkan.
Efektivitas pengawasan m asyarakat tergantung pada ketentuan dapat ditegakkannya
pengungkapan inform asi. Disam ping itu, juga diperlukan persyaratan adanya perusahaan
7 Pentingnya inform asi tentang debitur m enjadi alasan bagi Bank Indonesia m enerbitkan Peraturan
Bank Indonesia (PBI) No. 7/ 8/ PBI/ 20 0 5 tentang Sistem Inform asi Debitur pada 24 J anuari 20 0 5. PBI ini
dim aksudkan untuk m engatur kem bali ketentuan m engenai sistem inform asi debitur agar dapat m eningkatkan
efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan sistem inform asi antar bank yang selam a ini dilakukan m elalui sistem
inform asi kredit (SIK). Untuk m endukung tersedianya inform asi yang utuh dan lengkap tentang profil debitur
akan dibentuk suatu pusat inform asi kredit atau populer dengan sebutan biro kredit (credit bureau). Bank
Indonesia akan bertindak sebagai fasilitator pem bentukan biro kredit tersebut. Untuk m endukung
keberhasilan biro kredit tersebut setiap bank um um dan penyelenggara kartu kredit selain bank setiap bulan
wajib m elaporkan inform asi m engenai debitur, pengurus dan pem ilik, fasilitas penyediaan dana, agunan,
penjam in dan laporan keuangan debitur kepada Bank Indonesia.

5

rating yang bekerja dengan baik, proporsi kepem ilikan pem erintah pada bank dikurangi
dan lem baga penjam in sim panan didisain dengan baik.
In ve s tas i d i Se kto r Pe rban kan
Pada industri perbankan, keterlibatan asing dapat dilihat m inim al dalam dua
periode yaitu sebelum dan sesudah krisis 1997. Sebelum krisis, pihak asing yang ingin
m elakukan kegiatan usaha di sektor perbankan dapat m elakukannya m elalui pem bukaan
kantor cabang, pendirian bank dengan berm itra dengan bank nasional dan m em beli
saham m elalui bursa efek. Pendirian cabang bank asing, m eski dibuka kesem patannya
oleh undang-undang, nam un dem ikian secara praktik tidak dim ungkinkan karena
ketentuan m engenai tata cara pendiriannya tidak pernah dikeluarkan pem erintah.
Pendiriaan bank cam puran dapat dilakukan oleh badan hukum bebentuk bank bekerja
sam a dengan bank yang sudah berdiri di Indonesia. Pihak asing dapat m em iliki saham
bank cam puran tersebut m aksim al 85%. Pem belian saham bank m elalui bursa dapat
dilakukan oleh pihak asing m aksim al sebesar 49% dari jum lah saham yang dicatat di
bursa.
Ketentuan tentang kepem ilikan asing ini diubah setelah terjadinya krisis. Untuk
pem bukaan kantor cabang dipersyaratkan bahwa bank asing yang dapat m em buka kantor
di Indonesia adalah bank yang m em iliki peringkat dan reputasi yang baik. Total asset yan g
dim iliki bank asing tersebut harus term asuk dalam dua ratus besar dunia. Bank asing
yang akan m em buka kantor cabang wajib m enem patkan dana usaha dalam valuta rupiah
atau valuta asing sekurang-kurangnya Rp.3. Artinya secara faktual, pihak asing dilarang
untuk sem entara waktu m em buka cabang bank di Indonesia. Sedangkan untuk pendirian
bank baru, diberlakukan ketentuan yang lebih ringan, pihak asing tidak lagi dibatasi hanya
bank dan harus berm itra dengan bank nasional. Individu dan atau badan hukum bukan
bank dibolehkan untuk m endirikan bank baru atau m engakuisisi bank nasional yang
sudah berdiri. Maksim al saham yang boleh dim iliki pihak asing ditingkatkan m enjadi 99%.
Akuisisi m elalui bursa dapat dilakukan sebesar 10 0 % dari jum lah saham yang tercatat di
bursa. Sedangkan m aksim al saham yang dapat dicatatkan di bursa adalah 99%. Perubahan
ketentuan ini dim aksudkan untuk m engatasi kelangkaan m odal di industri keuangan
akibat krisis.
Terkait dengan keanggotaan Indonesia pada WTO, kom itm en yang diberikan
m erupakan kom itm en liberalisasi m ultilateral yang m engikat secara hukum . Oleh karen a
itu, dalam penyusunannya kom itm en tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan
ketentuan yang berlaku. Untuk kepem ilikan asing m elalui bursa efek m isalnya kom itm en
yang diberikan m aksim al 49% padahal untuk sektor perbankan m isalnya asing dibolehkan
m em iliki saham bank m aksim al 99%. Ketentuan nasional ini disebut dengan unilateral
liberalization atau disebut juga dengan autonom ous liberalization. Dalam kom itm en ini
juga dinyatakan bahwa asing boleh m em bawa tenaga ahlinya untuk bekerja di perusahaan
Indonesia.
Sem entara itu, dalam rangka m endapatkan dana segar, pem erintah secara
berkesinam bungan m elakukan divestasi saham -saham yang dim ilikinya di perbankan
nasional. Saham m ilik pem erintah tersebut berawal dari program rekapitalisasi yang
dilakukan pada tahun 1998 untuk m engatasi kehancuran industri perbankan. Kehadiran
pihak asing dalam perekonom ian nasional telah lam a m enjadi silang pendapat diantara
para teoritisi dan praktisi pem bangunan ekonom i. Di sektor perbankan, silang pendapat
ini juga berlangsung seru. Kehadiran pihak asing dalam perekonom ian nasional suatu

6

negara, secara teroritis dim aksudkan un tuk m eningkatkan kapasitas m odal dan
m endorong kom petisi sehingga pada gilirannya akan m enciptakan efisiensi. Nam un
dem ikian, kehadiran asing juga m enim bulkan sentim en nasionalism e.
Me m ban gu n Iklim In ve s tas i yan g Se h at
Undangan kepada asing untuk turut berpartisipasi dalam pem banguan ekonom i
nasional dim ulai sejak 1967 m elalui UU No. 1 Tahun 1967 tentang Penanam an Modal
Asing (PMA). UU ini dim aksudkan untuk m em berikan landasan hukum bagi rejim
investasi asing di Indonesia. Dalam perjalanannya, rejim investasi asing m ulai terkotakkotak (fragm entasi) dim ana m asing-m asing sektor industri m ulai m em berlakukan
ketentuan dan persyaratan yang berbeda. Terfrakm entasinya rezim investasi ini sidikit
banyaknya m enim bulkan m asalah terutam a bagi investor asing yang ingin berinvestasi di
Indonesia. Tim bul pertanyaan apakah kondisi seperti ini akan dipertahankan atau
diperlukan suatu bentuk rejim investasi baru.
Terdapat tiga pendekatan dalam m em bangun suatu rejim investasi asing. Pertam a,
pendekatan pragm atis yang m em ungkinkan perkem bangan dari berbagai sector sesuai
dengan kebutuhan dari m asing-m asing sektor. Kedua, pendekatan integrative yang
m enyatukan berbagai rezim investasi yang sekarang berkem bang sehingga m uncul suatu
rezim tunggal. Ketiga, pendekatan diferensiasi yaitu m enyatukan unsure-unsur yang dapat
disatukan untuk m em capai integrasi konsepsional tetapi tetap m em bolehkan perbedaan
apabila perbedaan ketentuan m encerm inkan kondisi riel sektor yang bersangkutan.8
Perbedaan yang tajam diantara sektor-sektor perekonom ian, m enyebabkan ham pir
tidak m ungkin untuk m enciptakan rejim investasi yang integratif yaitu m engintegrasikan
seluruh sektor yang berbeda tersebut m enjadi suatu sistem tunggal. Sedangkan rejim yang
terkotak-kotak dapat m enciptakan disinsentif bagi investor asing. Pilihan kebijakan yang
m em iliki prospek dan argum entasi yang kuat adalah diferensiasi. Dengan pendekatan ini
hal-hal yang dapat diatur secara uniform dapat diterapkan secara m enyeluruh di sem ua
sektor. Sebaliknya dim ana diperlukan adanya penyesuaian sesuai dengan kenyataan di
m asing-m asing sektor m aka hal-hal yang m em ang m em erlukan pendekatan berbeda dapat
diterapkan penyesuaian yang diperlukan. Artinya terdapat ketentuan dan persyaratan
um um yang sam a dan berlaku bagi seluruh sektor dan wilayah.9
Tata ulang terhadap rezim investasi m utlak dilakukan m engingat telah
berubahnya kondisi perekonom ian dunia. Kondisi saat ini m erupakan kebalikan dari
kenyataan pada tahun 70 -an dim ana negara yang ingin m enanam kan m odalnya di
Indonesia lebih banyak dari kesem patan yang diberikan oleh pem erintah. Sekarang ini
Indonesia m em erlukan lebih banyak investasi dari pada sebelum nya tetapi untuk
m em peroleh investasi tersebut Indonesia harus bersaing dengan negara lain.10 Disam ping
itu penentuan kebijakan di bidang investasi bukan lagi m asalah bilateral dan unilateral
yang seluruhnya ditentukan oleh negara yang berkepentingan. Masalah investasi asing
8 Bank Indonesia, Rezim Investasi di Indonesia dalam Kaitannya dengan Perjanjian Hasil Putaran
Uruguay, (J akarta: Bank Indonesia, 1995), hal.47
9 Pendekatan ini telah dicoba pada waktu menyusun kom itm en Indonesia di bidang perdagangan jasa
dalam rangka Putaran Uruguay/ WTO. Harm onisasi tersebut dilakukan dengan m enyusun kom itm en yang
dim uat dalam horizontal m easures yang berlaku untuk seluruh sektor jasa yang ditawarkan. Dalam kerangka
WTO ini sektor jasa yang ditawarkan sebanyak 5 sektor jasa yaitu, sektor pariwisata, keuangan,
telekom unikasi, angkutan laut, dan konsultan konstruksi.
10 . Lihat ekonom is ttg arus investasi yang beralih ke cina

7

secara bertahap telah m enjadi perhatian lem baga-lem baga internasional. Ada tekanan
yang sem akin m eningkat untuk diterapkannya aturan m ain internasional di bidang
investasi.11
Berdirinya W TO telah m em berikan konsekwensi bagi Indonesia sebagai salah satu
diantara 125 negara yang ikut m enandatangani perjanjian W TO dan telah m eratifikasinya
m elalui UU No.7 Tahun 1994 tanggal 2 Novem ber 1994. Dengan ratifikasi ini m aka seluruh
ketentuan dalam W TO wajib dilaksanakan oleh Indonesia. Pelaksanaan ketentuan W TO
tersebut dilakukan dengan m enyesuaikan seluruh ketentuan yang berlaku di bidang
perdagangan/ perekonom ian dengan ketentuan-ketentuan W TO tersebut.5
Berkaitan dengan investasi perjanjian WTO yang terkait adalah General
Agreem ent on Trade in Services (GATS) yang m engatur tentang perdagangan jasa dan
perjanjian tentang Trade Related Investm ent Measures (TRIMs).
Prinsip-prinsip

dasar yang berlaku dalam GATS antara lain yang terpenting

adalah:
a.

Prin s ip n o n d is krim in is as i ( M o s t Fa v o u r e d N a t io n / M FN ) ,

Prinsip non diskrim inasi atau MFN adalah suatu prinsip yang m enyatakan bahwa
suatu kem udahan yang diberikan kepada suatu negara juga harus diberikan untuk
negara lain. Prinsip ini bersifat segera (im m ediatelly ) dan otom atis (unconditionally ).
b.

Prin s ip n atio n al tre atm e n t

Berdasarkan prinsip ini m aka perlakuan (treatm ent) yang diberikan kepada
pengusaha atau perusahaan dom estik juga harus diberikan kepada pengusaha atau
perusahaan asing tanpa diskrim inasi.
c.

Tran s p a ra n s i

Prinsip transparansi m ewajibkan sem ua anggota m em publikasikan seluruh
peraturan perundang-undangan, pedom an pelaksanaan serta seluruh keputusan dan
ketentuan yang berlaku secara um um yang dikeluarkan oleh pem erintah pusat
m aupun daerah yang berdam pak kepada perdagangan jasa.
d.

Libe ralis as i be rtah ap

Prinsip ini m ewajibkan sem ua anggota W TO untuk m elakukan negosiasi
berkesinam bungan yang bertujuan untuk m enghilangkan ham batan-ham batan
perdagangan jasa secara bertahap. Prinsip liberalisasi bertahap dim aksudkan agar
liberasisasi yang dim intakan kepada anggota W TO dapat dilaksanakan sejalan dengan
tahap perkem bangan perekonom ian negara tersebut. Dengan dem ikian diharapkan
agar liberalisasi m enjadi suatu proses yang tidak m engakibatkan terjadinya suatu
situasi yang m alah akan m em perburuk perekonom ian negara tersebut.
Perdagangan di bidang jasa yang diatur dalam GATS adalah perdagangan jasa
yang dilakukan dengan 4(em pat) cara pem asokan (m ode of supply ).22 Cara
11. Sebagai anggota WTO Indonesia harus m em athui aturan m ain yang ditentukan dalam Perjanjian
WTO, khususn ya yang terkait dengan investasi yaitu TRIMs dan GATS
5 Pasal XVI ayat 4 Perjanjian WTO m enyatakan bahwa "Each Mem ber shall ensure the conform ity of
its law s, regulations and adm inistrative procedures w ith its obligations as provided for in the annexed
Agreem ent."
22 Pasal 1 ayat 2 GATS m enentukan 4 cara pem asokan jasa (m ode of supply ) yaitu: a. cross border; b.
consum ption abroad; c. com m ercial presence; dan d. m ovem ent of natural person.

8

pem asokan yang terkait dengan investasi adalah pem asokan yang dilakukan m elalui
kehadiran kom ersial. Kehadiran kom ersial atau investasi langsung (Foreign Direct
Investm ent) di dalam wilayah negara anggota dapat dilakukan m elalui :
a. pem bentukan, akuisisi atau pendirian suatu badan hukum , atau
b. pendirian suatu kantor cabang atau perwakilan di dalam wilayah suatu negara
anggota dengan tujuan untuk m elakukan pem asokan suatu jasa.
Perjanjian TRIMs m enetapkan berbagai peraturan dan tindakan tertentu di bidang
investasi yang diterapkan Negara anggota telah m engham bat dan m engganggu arus
perdaganagan. Perjanjian TRIMs juga m enetapkan bahwa Negara anggota dilarang untuk
m enerapkan aturan-aturan investasi yang berkaitan dengan perdagangan (TRIMs) yang
bertentangan dengan ketentuan Article III GATT tentang national treatm ent” dan
ketentuan Article XI GATT tentang prohibition of quantitative restrictions. Pada intinya
kedua article tersebut m elarang:
a. aturan-aturan tentang local content requirem ent yang m engharuskan
pem belian produk dari dalam negeri dalam jum lah tertentu oleh suatu
perusahaan; atau
b. aturan-aturan tentang trade balancing requirem ent yang m enentukan bahwa
volum e atau nilai im por yang boleh dilakukan oleh suatu perusahaan terbatas
pada atau dikaitkan dengan jum lah atau nilai ekspor dari produksi local yang
dihasilkan.
Artinya Indonesia harus m elakukan harm onisasi atau m inim al berupaya agar peraturan
perundangan-undangan di bidang tersebut konsisten dengan ketentuan-ketentuan W TO.
Kehadiran bank asing dalam bentuk perusahaan anak (subsidiaries) bank asing
m em bawa banyak m anfaat kepada industri perbankan dan negara penerim a. Bank asing
m em fasilitasi akses negara penerim a (host countries) terhadap produk dan teknologi baru
dan m eningkatkan efisiensi pasar keuangan dan kom petisi. Bank asing juga m em bolehkan
bank berskala global m endeversifikasi m odal dan risiko dan m encapai skala ekonom i yang
m enuntungkan para pem egang saham dan nasabah.12
Bank asing dalam bentuk perusahaan anak m em iliki karakter tersendiri.
Perusahaan induk bank cenderung m elakukan sentralisasi seluruh keputusan strategis dan
m anajem en risiko di kantor pusat. Perusahaan induk m em batasi tanggung jawab
hukum nya sebesar m odal yang ditanam kan pada perusahaan anak. Badan pengawas di
negara asal lebih banyak terlibat dalam penyusunan m odel-m odel risiko dan m em peroleh
lebih banyak inform asi tetapi tidak bertanggung jawab atas potensi kegagalan perusahaan
anak. Perusahaan anak secara badan hukum independent yang tunduk pada peraturan
perundang-undangan negara penerim a. Konsekuensinya negara penerim a penerim a
m em ikul tanggung jawab akhir dalam m enyediakan bantuan likuiditas darurat dan
m engum pulkan sisa-sisa asset bila terjadi krisis. Negara penerim a juga berkewajiban
m enjaga stabilitas keuangan dan m em proteksi pem bayar pajak yaitu pihak yang akhirnya
m enanggung biaya apabila ada bank besar yang bangkrut.
Perusahaan induk sebagai pem ilik bank secara hukum berhak m ewajibkan
perusahaan anaknya agar m em atuhi setiap strategi bisnis yang m ereka anggap tepat untuk
m em aksim alkan keuntungan. Padahal diantara strategi bisnis tersebut m ungkin ada yang
12 . Guillerm o Ortiz (Gubernur Bank Sentral Mexico), “A Local Counterweight to Banks’ Global Power”,
Financial Tim es, 17 Februari 20 0 6, hal.13

9

tidak sejalan dengan kepentingan perusahaan anak. Pem isahaan dan perbedaan antara
perusahaan induk dan perusahaan anak m enurut pandangan hukum berbeda dengan
pem isahaan m enurut pandangan ekonom i.
Perusahaan anak yang secara sistem ik m em iliki peran penting dalam
perekonom ian harus m am pu berdiri sendiri apabila perusahaan induknya m engalam i
m asalah atau m em utuskan untuk m enarik investasinya. Pengawas di negara penerim a
perlu m endorong agar perusahaan anak m em perkuat kem andiriannya tanpa perlu
m enggatur m ereka secara berlebihan. Salah satu solusi yang potensial adalah dengan cara
m em perluas kepem ilikan. Keberadaan pem egang saham m inoritas duduk dalam dewan
pengurus akan m em buat keputusan diam bil untuk kepentingan perusahaan anak. Untuk
m enciptakan situasi tersebut dibutuhkan ketentuan yang m em perkuat dan m elindungi
kepentingan pem egang saham m inoritas.
Keberadaan pem egang saham m inoritas akan m em perbesar
kem ungkinan
perusahaan anak m elakukan penawaran um um (go public) di bursa lokal. Penawaran
um um akan m eningkatkan partisipasi m asyarakat dan harga saham dapat dijadikan sinyal
dan instrum ent untuk m enerapkan disiplin sebagaim ana yang ditentukan dalam pilar 3
Basel II.13 Penawaran um um juga akan m endekatkan bank dengan m asyarakat setem pat.
Perusahaan anak secara otom atis m enikm ati keuntungan dim iliki oleh perusahaan
induk yang kepem ilikannya tersebar. Akan tetapi harus diingat adanya pem isahan secara
hukum antara perusahaan anak dan perusahaan induk. Pem egang saham perusahaan
induk tidak harus sam a dengan pem egang saham perusahaan anak. Dan juga kepentingan
m ereka juga dapat berbeda khususnya pada waktu krisis.
Dalam kaitannya dengan alih teknolgi, kom itm en yang diberikan oleh Indonesia
dalam rangka WTO, m ensyaratkan bahwa pihak asing dibolehkan m em pekerjakan tenaga
ahli asing di perbankan dengan ketentuan setiap satu tenaga ahli diwajibkan untuk
m engangkat dua understudies. Dengan dem ikian, akan terjadi alih keahlian khsusnya di
bidang perbankan. Akan tetapi persyaratan understudies ini tidak berjalan sebagaim ana
yang diharapkan. Salah satu penyebabnya adalah tidak jelasnya ketentuan m engenai
persyaratan ahli. Apakah tunduk pada ketentuan ketenagakerjaan atau tunduk pada
kewenangan bank sentral.
Khusus m engenai tenaga kerja asing ini, m eskipun liberalisasi yang dilakukan
dalam rangka WTO dim aksudkan untuk m engatur free m ovem ent of personnel, nam un
dem ikian, saat ini m ovem ent of personnel m asih dikaitkan dengan kepem ilikan
perusahaan. Artinya, apabila pihak asing diijinkan untuk m em beli atau m endirikan suatu
perusahaan m aka pihak asing tersebut juga dibolehkan untuk m em bawa atau
m em perkerjakan tenaga ahli atau pim pinan perusahaan yang berasal dari negaranya atau
negara lain. Untuk perbankan m isalnya bank asing dibolehkan untuk m em pekerjakan
tenaga ahli asing di bank tersebut.
Dalam era yang sem akin liberal seperti saat ini, m elarang m asuknya tenaga kerja
asing apalagi dalam kaitannya dengan intra agencies transfer yaitu pem beli perusahaan
dibolehkan untuk m em bawa pim pinan dan atau tenaga ahli yang dibutuhkannya akan
m em bawa dam pak ekonom i politik dan hukum yang negatif. Pendeketan yang harus
dilakukan untuk m engatasinya haruslah m elalui pendekatan hukum . Satu hal yang harus
13

Penjelasan ttg Basel II

10

diperhatikan dalam kaitannya dengan tenaga kerja asing ini adalah tidak adanya standar
keahlian yang diterapkan. Standar keahlian ini diperlukan untuk m enyaring tenaga kerja
asing yang datang ke Indonesia. Pem berlakuan standar profesi ini dapat m enyeleksi
kehadiran tenaga kerja asing tanpa m elanggar kewajiban internasional dalam rangka
kom itm en Indonesia di WTO. Perjanjian Perdagangan J asa (GATS) dalam rangka WTO
m em bolehkan negara anggota untuk m enerapkan standar untuk m engakui pendidikan
dan keahlian yang dibutuhkan dan harus dipenuhi oleh tenaga kerja yang ingin bekerja di
suatu sektor industri jasa. Dalam kaitan ini seyogiaya standar tersebut tidak ditetapkan
oleh pem erintah akan tetapi oleh organisasi profesi. Untuk industri perbankan m isalnya
dapat disusun oleh Perbanas. Hal ini dim aksudkan agar tidak terjadi konflik dengan
ketentuan fit and proper test yang diberlakukan oleh Bank Indonesia.
Dengan m em berlakukan standar profesi dan kewajiban m enunjuk understudy
m aka kekhawatiran dengan sem akin dom inannya asing dalam kepem ilikan bank-bank
dapat dim inim alkan. Divestasi saham pem erintah yang sedang dilakukan m em bawa
dam pak bahwa sem akin besarnya saham bank dim iliki asing. Kepem ilikan asing tersebut
m em bawa konsekuesi ikutan yaitu m asuknya tenaga kerja asing. Sudah saatnya
diberlakukan ketentuan yang jelas dan transparan m engenai tenaga kerja asing tersebut.
Mem biarkanya tidak diatur akan berdam pak negatif yaitu m asuknya tenaga kerja asing
yang berkualitas rendah. Hal ini akan m enciptakan industri perbankan yang rapuh. Secara
em piris terlihat bahwa kehancuran induatri perbankan atau bangkrutnya suatu bank
um um nya disebabkan oleh salah kelola dan penerapan prinsip good govenance yang
lem ah. Kehadiran bankir asing yang sesuai dengan standar kom petensi yang diatur secara
jelas tentunya akan m em bawa angin positip tidak saja untuk alih teknologi tetapi sekaligus
m em bawa budaya kerja (corporate culture) yang baik. Dengan dem ikian selain
pem erintah m endapat dana tetapi juga m endapat keahlian. Bukankah pepatah
m engatakan sekali m endayung dua tiga pulau terlam paui.
Pe n u tu p
Kalau pada tahun 1980 -an nasehat yang diberikan oleh Milton Friedm an bagi negara
dalam transisi ekonom i adalah “privatisasi, privatisasi, privatisasi”, m aka pada tahun
20 0 0 -an Friedm an m engakui kesalahannya dan nasehat yang diberikannya adalah “rule of
law is probably m ore basic than privatization ”. **
J akarta, 20 0 4

11