Bisnis Telekomunikasi di Indonesia Prosp

Bisnis Telekomunikasi di Indonesia

Kategori Umum

BISNIS TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA
PROSPEK DAN TANTANGANNYA

Oleh Satrio Arismunandar

Pengantar
Telekomunikasi sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari dunia
modern kita. Masyarakat dunia umumnya dan masyarakat Indonesia khususnya
kini tak bisa lagi hidup tanpa telekomunikasi. Pengembangan telekomunikasi di
Indonesia juga merupakan salah satu wahana untuk mencapai tujuan
pembangunan nasional, yakni mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang
merata materiil dan spiritual, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945.
Penyelenggaraan telekomunikasi juga mempunyai arti strategis dalam
upaya memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan
pemerintahan, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan
hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan antar bangsa. Krisis ekonomi dan

politik yang berlarut-larut, ditambah ancaman perpecahan, disintegrasi, konflik
antarwarga masyarakat, dan sebagainya yang mengemuka akhir-akhir ini di
Tanah Air, telah meningkatkan tuntutan terhadap sektor telekomunikasi, untuk
memberi kontribusi bagi penanggulangan masalah-masalah di atas.
Saat

ini,

pengaruh

globalisasi

dan

perkembangan

teknologi

telekomunikasi yang sangat pesat juga mengakibatkan perubahan yang
mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi.

Akibatnya,

cara

kita

dalam

menata

dan

mengatur

penyelenggaraan

telekomunikasi nasional juga selalu diperbarui, diselaraskan, dan disesuaikan
dengan perkembangan dinamis kondisi sektor telekomunikasi global.

1


Bisnis Telekomunikasi di Indonesia

Kategori Umum

Dengan latar belakang situasi dan kondisi seperti demikian, bisnis
telekomunikasi Indonesia umumnya dan bisnis telekomunikasi satelit khususnya
menghadapi berbagai tantangan. Namun bersamaan dengan itu, juga terdapat
potensi dan peluang-peluang yang masih bisa dieksplorasi lebih lanjut. Masalahmasalah inilah yang akan diuraikan lebih lanjut dalam makalah ini.
Pemanfaatan Satelit Komunikasi di Indonesia
Bisnis telekomunikasi di Indonesia sebenarnya sudah lama berlangsung.
Namun sektor ini mencatat perkembangan pesat terutama sejak penggunaan
Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD), yang diresmikan penggunaannya
oleh Presiden Soeharto pada 16 Agustus 1976. SKSD telah memperlancar
hubungan telepon, telegrap, dan telex di seluruh Indonesia, serta memperluas
jangkauan siaran RRI dan TVRI ke seluruh provinsi.1
Di

Indonesia


sendiri,

penggunaan

satelit

untuk

berbagai

tujuan

sebenarnya sudah sangat luas. Selain untuk komunikasi, satelit juga bisa
bermanfaat

untuk

siaran

langsung


(direct

broadcasting

satellite)

dan

penginderaan jarak jauh (remote sensing).2 Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT), misalnya, mengunakan teknologi penginderaan jarak jauh
untuk menentukan daerah perairan Indonesia yang banyak ikannya, dan dengan
teknologi ini BPPT mencoba membantu meningkatkan hasil tangkapan ikan para
nelayan. Departemen Pertambangan juga memperoleh manfaat dari teknologi ini
untuk mengetahui lokasi cadangan-cadangan mineral dan minyak bumi.
Di sektor telekomunikasi, dengan peluncuran Satelit Palapa generasi
pertama (Palapa A), itulah pertama kalinya Indonesia memanfaatkan pelayanan
satelit komunikasi milik sendiri. Manfaat ini sangat dirasakan terutama oleh
daerah-daerah yang belum memiliki fasilitas telekomunikasi yang dapat
diandalkan, termasuk daerah-daerah terpencil di pedesaan. SKSD pada waktu

Ditjen Pos dan Telekomunikasi. 1981. Satelit Palapa Generasi Kedua. Jakarta: Dijen Postel – Dephub RI.
Hlm. 8.
2
CNES. 1986. French Space Day, Thursday, June 26 th, kumpulan makalah untuk dipresentasikan pada
Indonesia Air Show, 1986, Jakarta. Hlm. 5.

1

2

Bisnis Telekomunikasi di Indonesia

Kategori Umum

itu terdiri dari satelit beserta 40 stasiun bumi, yang tersebar di 26 ibukota provinsi
dan 14 tempat penting lainnya.
Selain sambutan positif dari pemerintah-pemerintah daerah, kalangan
bisnis lokal dan internasional yang beroperasi di Indonesia juga menyambut
positif perkembangan baru ini. PT. International Nickel Indonesia (INCO),
perusahaan pertambangan nikel yang beroperasi jauh di pedalaman Sulawesi

Selatan itu, misalnya, mengatakan, SKSD Palapa telah memberi dimensi baru
kepada corak komunikasi INCO terhadap dunia luar. Hubungan telex, yang
semula menggunakan peralatan yang bisa dibilang "kuno", telah berubah drastis.
SKSD memungkinkan INCO memperoleh private line dari kantornya di Soroako,
Makassar, Jakarta, bahkan akhirnya ke kantor di New York dan Toronto.
Yang paling mendapat manfaat tentu adalah Pemerintah. Berkat adanya
SKSD, dengan mudahnya dan dengan kualitas yang lebih baik pula, siaran
televisi telah menjangkau seluruh ibukota provinsi dan tempat-tempat lainnya di
Tanah Air. Hal ini memungkinkan kebijaksanaan Pemerintah diketahui oleh
masyarakat

luas

dari

berbagai

lapisan

dalam


waktu

singkat.

SKSD

memungkinkan program-program penyuluhan pemerintah (seperti penyuluhan
pertanian, kesehatan, keluarga berencana, transmigrasi, dan pendidikan) lebih
mudah mencapai sasarannya.
Manfaat

SKSD

ternyata

kemudian

bukan


cuma

dirasakan

oleh

masyarakat di Indonesia, tetapi juga oleh warga negara-negara tetangga kita di
ASEAN. Filipina, Malaysia, Thailand dan Singapura juga berminat menyewa
transponder Palapa untuk keperluannya. Filipina lewat Domestic Satellite
Philippines Inc (Domsatphil) waktu itu menyewa 1½ transponder, Malaysia lewat
Jabatan Telekom Malaysia menyewa 1 transponder, Thailand lewat Bangkok
Broadcasting TV and Co Ltd (BBTV) menyewa 1 transponder, sedangkan
Singapura menyewa Palapa untuk keperluan hubungan lintas batas antara
Singapura dan beberapa kota di Indonesia.3
3

Satelit Palapa A memiliki 12 transponder, sedangkan Palapa B memiliki 24 transponder. Daerah kerja
Palapa A mencakup Indonesia dan ASEAN, sedangkan Palapa B mencakup Indonesia, ASEAN, ditambah
Papua Niugini. Tarif sewa Palapa A waktu itu adalah US$ 693.000 / transponder / tahun. Sedangkan untuk
tiap unit US$ 500 / tahun.


3

Bisnis Telekomunikasi di Indonesia

Kategori Umum

Dengan perkembangan semacam itu, praktis Palapa bukan lagi sekadar
satelit untuk kepentingan domestik, tetapi juga satelit yang bermanfaat untuk
kepentingan regional negara-negara ASEAN. Setelah Palapa generasi pertama
(Palapa A1 dan A2) habis masa operasionalnya pada tahun 1983, diluncurkanlah
satelit Palapa generasi kedua (Palapa B1 dan B2) yang beroperasi sampai tahun
1990, dan begitulah seterusnya sampai sekarang. Dengan adanya Palapa,
Indonesia

termasuk

negara

berkembang


pertama

yang

mempelopori

penggunaan satelit untuk komunikasi domestik.
Pertumbuhan Ekonomi dan Krisis Ekonomi
Penggunaan satelit komunikasi ternyata dapat memberi dampak meluas.
Sejak dioperasikannya satelit Palapa, pembicaraan telepon di Indonesia tercatat
meningkat.

Pembicaraan

telepon

otomat

pada

tahun

1976

tercatat

1.137.971.712 pulsa. Ini meningkat menjadi 1.543.183.738 pulsa (tahun 1977),
2.164.647.936 pulsa (tahun 1978), 2.504.542.206 pulsa (tahun 1979), dan
3.353.441.979 pulsa (tahun 1980).4
Ekonomi Indonesia kemudian juga terus tumbuh secara mantap, sehingga
Indonesia dijuluki sebagai salah satu “macan Asia” (Asian tigers) bersama
negara-negara seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Korea, Taiwan, dan lainlain. Bahkan Indonesia bersama negara-negara ini mendapat julukan “keajaiban
Asia” (the Asian miracles) dari Bank Dunia.
Tentu saja semua prestasi ekonomi itu tidak semata-mata karena
Indonesia menggunakan satelit untuk telekomunikasinya. Banyak faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, terutama stabilitas politik dan iklim
investasi, ditambah lagi ketersediaan sarana dan prasarana pendukung.
Dalam hal terakhir inilah, peran sarana dan prasarana perhubungan serta
telekomunikasi --yang menentukan cepat-lambatnya pertukaran informasi dan
data-- menjadi penting. Arti pentingnya karena kecepatan pertukaran informasi
dan data ikut menentukan cepat-lambatnya pengambilan keputusan-keputusan
4

Ditjen Pos dan Telekomunikasi. Op cit. hlm. 10.

4

Bisnis Telekomunikasi di Indonesia

Kategori Umum

bisnis. Pada akhirnya, peran telekomunikasi ini akan memberi dukungan pada
pertumbuhan ekonomi nasional maupun regional.
Namun masa kemakmuran itu rupanya tidak bisa dinikmati Indonesia lebih
lama. Krisis ekonomi yang melanda Asia, yang dimulai dengan krisis moneter di
Thailand pada Juli 1997, akhirnya juga melanda Indonesia. Persoalannya bukan
terletak pada sektor telekomunikasi, tetapi pada kesalahan pengelolaan ekonomi
negara, antara lain dengan menjamurnya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Praktik KKN itu muncul sejalan dengan boom kenaikan harga minyak di
pasar global, yang sempat memberi pemasukan besar buat negara. Ketika
ekonomi sedang booming, dampak praktik-praktik KKN dan penyimpangan itu
memang belum terasa. Namun begitu krisis ekonomi melanda, berbagai praktik
menyimpang itu mempercepat keterpurukan Indonesia. Struktur ekonomi yang
ternyata tidak sekuat yang diperkirakan, serta ambruknya dunia perbankan yang
mengucurkan kredit tanpa batas dan berkolusi dengan grup-grup perusahaan
yang sama, membuat Indonesia terbenam dalam krisis tersebut.
Lebih buruk lagi, krisis ekonomi ini juga memicu krisis politik yang
berkepanjangan hingga sekarang, Juli 2001. Sesudah berhentinya Presiden
Soeharto akibat tekanan rakyat pada Mei 1998 dan diadakannya Pemilu 1999,
yang menghasilkan pemerintahan baru di bawah Presiden Abdurrahman Wahid,
kondisi ekonomi Indonesia hanya sempat membaik sebentar, tapi lalu terpuruk
lagi. Pertarungan politik antara DPR dan Presiden yang berlarut-larut, serta tidak
jelasnya arah kebijaksanaan ekonomi karena Pemerintah terlalu sibuk mengurus
politik, tidak membantu pulihnya ekonomi nasional.
Namun bahkan dalam kondisi keterpurukan di berbagai sektor, serta
kondisi ekonomi yang belum terangkat semacam itu, bisnis telekomunikasi di
Indonesia ternyata tetap menunjukkan perkembangan yang meningkat. Sebagai
salah satu indikator, hal ini bisa dilihat pada kinerja keuangan dua pemain utama
telekomunikasi di Indonesia, yakni PT. Telkom dan PT. Indosat.
Dalam laporan kinerja keuangannya, Telkom mencatatkan laba bersih Rp
2,54 trilyun pada tahun 2000. Jumlah itu meningkat 16,88 persen dari laba tahun
1999. Peningkatan pendapatan usahanya mencapai 20,35 persen atau sekitar

5

Bisnis Telekomunikasi di Indonesia

Kategori Umum

9,38 persen dari pendapatan tahun 1999 yang mencapai Rp 7,79 trilyun.
Peningkatan beban usaha juga mengiringi peningkatan pendapatan. Tercatat
beban usaha meningkat 10,14 persen dari Rp 4,85 trilyun pada tahun 1999.
Sementara itu, beban utang jangka panjang Telkom tercatat Rp 10,36 trilyun.
Jumlah itu meliputi 58,24 persen dalam mata uang asing dan 41,76 persen
dalam mata uang rupiah.5
Sedangkan Indosat dalam laporan keuangannya mencatat laba bersih Rp
1,8 triliun. Jumlah itu dibagi untuk dividen 30 persen atau setara dengan Rp 540
miliar. Sedangkan laba tertahan yang digunakan untuk mengembangkan full
network service provider (FNSP) mencapai 67 persen atau sekitar Rp 1,2 triliun.
Sisanya dicatatkan sebagai dana cadangan.6
Restrukturisasi Industri Telekomunikasi di Indonesia
Dunia telekomunikasi di Indonesia mengalami perkembangan baru pada
pertengahan 2001 ini. Pertama, dari diterapkannya perundang-undangan
telekomunikasi baru yang mendorong terjadinya iklim kompetisi yang lebih sehat
di antara para pemain bisnis telekomunikasi utama, khususnya adalah PT.
Telkom dan PT. Indosat. Pemberitaan media massa nasional pada pertengahan
2001 sempat diramaikan oleh pro-kontra masalah cross ownership antara dua
badan usaha milik negara (BUMN) bidang telekomunikasi yang besar ini.
Masyarakat pengguna jasa telekomunikasi umumnya mungkin telah
mengikuti perdebatan tentang cross ownership ini di media massa. Namun
mereka belum menangkap secara jelas, apa pentingnya dan apa manfaat cross
ownership antara Telkom dan Indosat ini bagi mayarakat.
Cross

ownership

adalah

program

yang

diminta

Dana

Moneter

Internasional (IMF) kepada Pemerintah Indonesia, agar penyertaan saham
Telkom dan Indosat di berbagai perusahaan swasta yang bergerak di bidang
telekomunikasi

5
6

diubah

komposisinya,

untuk

suatu

Untuk data ini, lihat pemberitaan Koran Tempo, 11 Mei 2001, hlm. 16.
Ibid.

6

perusahaan

hanya

Bisnis Telekomunikasi di Indonesia

Kategori Umum

diperbolehkan dikuasai salah satu saja: Indosat atau Telkom. Maka Telkom dan
Indosat diharapkan memecah kepemilikan silangnya.
Tujuannya untuk jangka panjang adalah agar terjadi persaingan yang
sehat antara keduanya untuk berbagai bidang jasa telekomunikasi. Ketentuan
baru ini membuka ruang bagi iklim yang lebih liberal, kompetitif, antimonopoli,
multi-operator dan berpihak pada pelanggan.
Indonesia

ini

sebenarnya

juga

menjadi

Reformasi telekomunikasi

bagian

dari

reformasi

sektor

telekomunikasi dunia.
Selama ini, berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang lama,
Telkom dan Indosat memang diberi semacam “monopoli” oleh Pemerintah untuk
mengelola jasa dasar sektor telekomunikasi. Telkom menguasai jasa dasar
telekomunikasi

domestik,

sedangkan

Indosat

menguasai

jasa

dasar

telekomunikasi yang terkait dengan internasional (sambungan langsung
internasional). Pihak swasta yang bergerak di bisnis telekomunikasi non-dasar
harus bekerjasama dengan pengelola bisnis dasar, sehingga Telkom dan
Indosat akhirnya terlibat dalam kepemilikan saham, baik secara sendiri maupun
bersama, di perusahaan-perusahaan swasta tersebut. Akibatnya, terjadi
semacam

“monopoli”

atau

dominasi

oleh

keduanya

terhadap

sektor

telekomunikasi Indonesia.
Dengan adanya ketentuan perundang-undangan baru, yang menghapus
praktik monopolistik-proteksionis di sektor telekomunikasi tersebut, tentu saja
muncul sambutan positif dari kalangan bisnis. Dengan ketentuan baru ini,
monopoli di bidang telekomunikasi akan berubah menjadi kompetisi. Ujungujungnya, ini akan bermuara pada persaingan harga, tingkat pelayanan, efisiensi
kedua perusahaan, dan sebagainya. Bagi masyarakat dan pengguna jasa,
sangat jelas keuntungannya. Mereka dapat memilih jasa atau produk yang
diinginkan. Mereka juga dapat membandingkan tingkat layanan keduanya dan ini
lebih baik dari kondisi sebelumnya.
Bagi para karyawan Indosat dan Telkom sendiri jelas ada yang setuju dan
tidak setuju dengan cross ownership. Namun jika dilihat dari sisi positifnya, ini
adalah pengembangan bisnis yang lebih besar dari sebelumnya, dan hal ini akan

7

Bisnis Telekomunikasi di Indonesia

Kategori Umum

menciptakan peluang-peluang baru. Memang bisa dipahami, setiap perubahan,
apalagi yang skala dan tingkat kecepatannya besar, mungkin menimbulkan
penolakan-penolakan karena tidak semua orang siap dengan perubahan. Hanya
yang dapat menyesuaikan diri secara cepat bisa mengambil manfaat dari
program ini. Di sini diperlukan sosialisasi yang lebih intens, agar para karyawan
memahami arti penting dan manfaat kesepakatan cross ownership ini.
Bagi pemerintah sendiri, dampak langsung dari transaksi antara Telkom
dan

Indosat

adalah

meningkatnya

perolehan

pajak.

Pemerintah

akan

memperoleh masukan yang relatif lebih besar dan akan membantu membiayai
operasional pemerintahan/APBN, yang tertekan oleh krisis ekonomi akhir-akhir
ini.
“Tukar Guling” antara Telkom dan Indosat
Setelah menjadi polemik sekian lama di media massa, bahkan muncul
sejumlah aksi penolakan dan unjuk rasa dari karyawan, transaksi silang atau
tukar guling antara PT. Telkom dan PT. Indosat akhirnya terjadi juga. Tukar
guling antara Telkom dan Indosat ini menandai era baru dalam retrukturisasi
industri telekomunikasi di Indonesia. Pasar dan para analis menyambut positif
terjadinya tukar guling senilai 1,54 miliar dollar AS antara kedua BUMN, yang
menjadi operator jasa dasar dan pemain besar di bisnis telekomunikasi
Indonesia ini.
Dengan dipecahnya kepemilikan ini, masing-masing pihak bisa lebih
mandiri. Pada 15 Februari 2001, kedua perusahaan menandatangani MoU tukar
guling saham empat perusahaan. Disepakati perjanjian jual-beli pemisahan
saham silang di PT, Telkomsel, PT. Satelindo, PT. Aplikanusa Lintasarta, dan
PT. Mitra Global Telekomunikasi Indonesia.
Transaksi tukar guling senilai US$ 1,5 miliar itu meliputi pengalihan 35
persen saham Indosat di PT. Telkomsel senilai US$ 945 juta kepada Telkom,
22,5 persen saham Telkom di PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) senilai
US$ 186 juta kepada Indosat, 37,66 persen saham Telkom di PT. Aplikanusa

8

Bisnis Telekomunikasi di Indonesia

Kategori Umum

Lintasarta senilai US$ 38 juta kepada Indosat, dan pengalihan Telkom Divisi
Regional IV (Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta) senilai US$ 375
juta kepada Indosat.
Transaksi ini membuat Telkom menguasai 77,7 persen saham PT.
Telkomsel, operator telepon seluler terbesar di Indonesia.7 Sedangkan Indosat
kemudian menguasai penuh seluruh saham PT. Satelindo, dengan mengakuisisi
PT. Bimagraha Telekomunindo dari kelompok Bimantara, yang semula
memegang saham mayoritas Satelindo.
Dengan restrukturisasi industri telekomunikasi tersebut, Telkom dan
Indosat kini berkompetisi. Kedua BUMN tersebut akan berebut pasar, mengingat
bisnis inti mereka sama: bidang jasa telekomunikasi terintegrasi. Kedua
perusahaan ini akan bersaing ketat di empat bisnis utama, yakni: usaha layanan
telepon tetap, sambungan langsung internasional (SLI), telepon selular, dan
multimedia.
Pemerintah

sendiri,

melalui

Menko

Perekonomian

Rizal

Ramli8,

mendukung penuh kesepakatan itu agar restrukturisasi dapat berjalan dengan
baik. Dengan demikian, nilai tambahnya akan meningkat dan mendorong
investasi baru di bidang telekomunikasi. “Kita harus mempersiapkan diri mulai
sekarang, untuk memperkuat sektor telekomunikasi menujui liberalisasi sektor
telekomunikasi,” tegasnya.
Analis independen juga berpendapat, tukar guling antara kedua
perusahaan itu merupakan langkah maju ketimbang hanya ada satu perusahaan
telekomunikasi yang memonopoli. Selain itu, transaksi tukar guling akan
berdampak positif pada kinerja Telkom dan Indosat sendiri, daripada jika
membiarkan pihak asing masuk di sektor telekomunikasi saat ini. Artinya, pasca
tukar guling ini, kinerja dan mungkin juga perolehan keuntungan justru akan
melaju.

7
8

Untuk angka-angka transaksi ini, lihat Bisnis Indonesia , 14 Mei 2001, hlm. 2.
Sekarang, Juli 2001, sudah berganti jabatan menjadi Menteri Keuangan RI.

9

Bisnis Telekomunikasi di Indonesia

Kategori Umum

Perkembangan Teknologi
Dalam bisnis telekomunikasi, faktor teknologi memegang peranan
penting, kalau bukan peran yang sangat menentukan. Oleh karena itu, bicara
tentang prospek bisnis telekomunikasi menjadi tidak bermakna tanpa bicara
tentang perkembangan teknologi.
Kalau bicara tentang teknologi telekomunikasi, perlu dibedakan dua
kategori besar dari fungsi jaringan (network).9 Pertama, transmisi jaringan
(network transmission) yang diwakili oleh tagihan telepon, yang berkaitan
dengan nada panggil dan penggunaan jaringan (lamanya pembicaraan, jarak,
dan waktu ketika pembicaraan dilakukan). Kategori kedua, berkaitan dengan
akses jaringan (network access). Akses secara harfiah berarti "kemampuan
untuk masuk." Teknologi-teknologi akses, seperti komputer dengan modem, unit
konferensi-video, handset telepon, dan sebagainya adalah sesuatu yang
dibutuhkan konsumen untuk masuk ke jaringan (memanfaatkan pelayanan
transmisi jaringan).
Teknologi akses biasanya padat modal. Teknologi ini menentukan atau
membatasi cara dan gaya aplikasi jaringan yang tersedia untuk konsumen.
Misalnya, sebuah komputer dan sebuah handset telepon menentukan cara
penggunaan jaringan yang berbeda. Lebih banyak orang menggunakan telepon
dari pada Internet sebagian karena lebih banyak orang yang memiliki pesawat
telepon ketimbang komputer.
Sebaliknya, transmisi jaringan relatif tidak berkaitan dengan cara
penggunaannya oleh konsumen. Untuk transmisi, secara digital ukurannya
hanyalah bit, tidak peduli apakah konsumen menggunakan komputer atau
pesawat telepon biasa.
Dengan penjelasan di atas, terlihat bahwa teknologi akses sangat
mempengaruhi siapa yang berpartisipasi dalam masyarakat dan dalam peranan
apa. Selama ini distribusi teknologi akses jarang dibahas, karena dianggap
9

Untuk penjelasan panjang-lebar tentang hal ini, lihat Siembab, Walter dan Thomas O'Brien, "Digital
Broadband Networks for Economic Development and Mobility: A Bricks and Bits Strategy for Retrofitting
Cities", dalam Journal of Municipal Telecommunications, Vol. 1 No. 1, April 1999.

10

Bisnis Telekomunikasi di Indonesia

Kategori Umum

hanya sekadar produk dari pasar yang kompetitif. Diasumsikan bahwa pengguna
rumah tangga dan bisnis akan memperolehnya sesuai kebutuhan mereka.
Padahal teknologi akses ini akan mempengaruhi pola penggunaan jaringan.
Maka setiap perusahaan telekomunikasi harus tanggap terhadap perkembangan
teknologi akses ini.
Saat ini, salah satu teknologi baru yang sedang dipasarkan di Indonesia
dan sedang tren di dunia adalah DSL (Digital Subscriber Line). Teknologi DSL
secara sederhana adalah menggunakan jalur telepon biasa untuk menyalurkan
data, termasuk data multimedia, dengan kecepatan tinggi. Hanya sebagian dari
frekuensi yang tersedia pada kabel itu yang digunakan. DSL membagi frekuensi
tinggi untuk data dan frekuensi rendah untuk suara dan facsimile. Teknologi ini
menjadi penting karena karena makin meningkatnya permintaan penggunaan
Internet dengan akses kecepatan tinggi, untuk urusan bisnis, e-commerce, dan
transaksi online.
Jasa DSL ini sekilas mirip SDL DOV, di mana kebutuhan akses
komunikasi data pelanggan menggunakan jalur telepon yang sudah ada, dan
jalur telepon tetap dapat digunakan oleh pelanggan. Namun dari sisi teknologi
sebenarnya berbeda, karena jasa yang ditawarkan sudah menyentuh lapisan
ketiga dalam protokol komunikasi, yaitu jasa multimedia (IP). Selain berfungsi
sebagai modem, DSL juga mempunyai fungsi routing sederhana di dalamnya.
Dalam keluarga DSL terdapat beberapa alternatif produk. Yaitu: HDSL
(High-bit-rate Digital Subcriber Line), SDSL (Symmetric Digital Subscriber Line),
ADSL (Asymmetric Digital Subscriber Line), VDSL (Very high bit rate Digital
Subscriber Line), dan IDSL (ISDN Digital Subscriber Line). Masing-masing
berbeda dari segi kecepatan dan kapasitas penyaluran datanya.
Ada sejumlah keuntungan bagi pelanggan dengan menggunakan
teknologi DSL. Pertama, pelanggan memperoleh akses Internet berkecepatan
tinggi dengan harga lebih murah. Kedua, tidak tergantung pada adanya line fisik
kabel. Ketiga, ketika menggunakan line telepon untuk penyaluran data, telepon
masih tetap dapat digunakan. Keempat, modem DSL juga berfungsi sekaligus
sebagai router. Dengan demikian, pelanggan tidak memerlukan terlalu banyak

11

Bisnis Telekomunikasi di Indonesia

Kategori Umum

perangkat untuk mengakses jasa Internet. Dari PC maupun LAN (local area
network) skala kecil bisa langsung dapat tersambung dengan Internet. DSL ini
sekarang sedang dipasarkan gencar oleh PT. Aplikanusa Lintasarta, yang
sekarang dikuasai Indosat, karena saham Telkom di perusahaan itu telah dijual
ke Indosat.
Selain teknologi DSL, masih ada sejumlah teknologi lain yang perlu
dicermati. PT. Pasifik Satelit Nusantara, misalnya, baru-baru ini meluncurkan
PASTI (ACeS Satellite Fixed Aplication), yakni sebuah aplikasi tetap dari layanan
telekomunikasi bergerak berbasis satelit yang menggunakan jaringan ACeS
(ASIA Cellular Satellite). PASTI didesain secara sederhana untuk memenuhi
semua kebutuhan telekomunikasi melalui telepon. Tingal dibeli, dipasang sendiri,
dan langsung kring. Cara memasangnya semudah memasang peralatan rumah
tangga lainnya.
Wilayah cakupannya meliputi seluruh Indonesia dan Asia, mulai dari India,
Pakistan, Cina, Jepang, sampai Papua Niugini. Teknologi ini memungkinkan
pemakai terhubung di manapun berada, meski di tempat terpencil seperti hutan
belantara dan pelosok pedesaan sekalipun. PASTI menggunakan satelit yang
akan menerima sinyal dari antena dan menyambungkannya ke telepon tujuan,
baik telepon biasa, handphone, maupun telepon PASTI lainnya.
Perkembangan
sambungan

langsung

teknologi

Internet

internasional

(SLI)

juga

harus

Telkom

diwaspadai.

dan

Indosat,

Bisnis
bahkan

perusahaan telekomunikasi sejenis di negara-negara lain, bisa terancam dengan
berkembangnya telepon Internet (VoIP). Telepon Internet ini sudah hadir dan
memberi solusi tarif lebih murah ketimbang biaya SLI yang ditetapkan Indosat.
Cukup dengan beberapa ribu rupiah sudah bisa tersambung ke Amerika,
ketimbang harus membayar belasan ribu rupiah jika menggunakan jasa SLI
001.10
Tentu masih banyak perkembangan tekonologi telekomunikasi lain, yang
belum tercakup dalam tulisan singkat ini. Namun tiga teknologi ini saja sudah
cukup untuk menunjukkan bahwa perkembangan teknologi telekomunikasi
10

Media Indonesia , 10 Mei 2001, hlm. 12.

12

Bisnis Telekomunikasi di Indonesia

Kategori Umum

memang cukup pesat, dan para pemain di bisnis ini harus selalu awas dan
tanggap jika ingin tetap bertahan di pasar.
Prospek, Tantangan dan Langkah-langkah Strategis
Semua yang telah diuraikan di atas menunjukkan besarnya prospek,
tetapi sekaligus juga tantangan bagi para pelaku bisnis telekomunikasi
Indonesia. Menko Perekonomian Rizal Ramli, telah menyatakan bahwa
Indonesia mulai sekarang harus mempersiapkan diri dan memperkuat sektor
telekomunikasi, menuju liberalisasi sektor sektor telekomunikasi. Karena
menyadari hal itulah, Menteri Perhubungan dan Telekomunikasi Agum
Gumelar11 telah membentuk dewan telekomunikasi yang independen.12
Dalam

mengantisipasi

perkembangan

lebih

lanjut

dari

bisnis

telekomunikasi yang berubah cepat, sangatlah tepat jika para pemain di bisnis ini
melakukan langkah-langkah pembenahan internal dan pada saat yang sama
menetapkan langkah-langkah strategis ke depan. PT. Telkom, misalnya, secara
prinsip telah menyetujui restrukturisasi bisnis dan reorganisasi. Telkom akan
mengubah portofolio usaha dan menyelaraskan pembagian tugas direksi dengan
portofolio baru.13
Ketika transaksi cross-ownership antara PT. Telkom dan PT. Indosat
sedang dilakukan, Telkom memiliki satu direktur utama dan empat direktur
(keuangan, sumberdaya manusia, perencanaan dan teknologi, serta direktur
operasi dan pemasaran). Sesudah pembenahan, Telkom akan memiliki satu
direktur utama dengan lima direktur. Yakni: direktur pengembangan usaha,
direktur jasa selular dan multimedia, direktur sistem network, direktur
pemasaran, serta direktur keuangan dan sumberdaya manusia.
Langkah restrukturisasi ini tampaknya sangat tepat. Jika kita melihat tren
perkembangan teknologi telekomunikasi, misalnya, teknologi selular, multimedia,
dan Internet sedang marak saat ini. Berdasarkan struktur baru, Telkom telah
11

Sekarang, Juli 2001, menjabat Menko Polsoskam.
Suara Pembaruan, 10 Mei 2001, hlm. 4.
13
Pernyataan Direktur Utama Telkom Moch. Nazief, sebagaimana dikutip Republika , 11 Mei 2001.
12

13

Bisnis Telekomunikasi di Indonesia

Kategori Umum

menempatkan satu direktur untuk menangani jasa selular dan multimedia. Ini
baru langkah pertama, karena banyak hal yang harus dipersiapkan untuk
menjadi full network and services provider.14
Tentu saja, Telkom bukan satu-satunya perusahaan telekomunikasi yang
melakukan restrukturisasi dan reorganisasi. PT. Indosat yang semula mengelola
satelit dan SLI (sambungan langsung internasional) kini juga sudah mengubah
misi bisnisnya. Kini Indosat sedang menyiapkan investasi hingga Rp 15 triliun
untuk menggarap empat bisnis utamanya, yaitu backbone, fixed access (telepon
tetap), selular, serta internet/multimedia.15
Indosat akan mengedepankan bisnis selularnya, karena bisnis telepon
selular dianggap dengan cepat bisa mengembalikan investasi. Jika investasi
cepat kembali, maka Indosat akan punya modal untuk mengembangkan usaha
lainnya.
Masalah Hubungan Masyarakat
Namun di luar masalah restrukturisasi dan reorganisasi itu, tampaknya
ada hal-hal yang kurang mendapat perhatian. Hal yang sering kurang
diperhatikan itu adalah aspek hubungan masyarakat (humas). Banyak
kebijaksanaan tidak bisa efektif bahkan tidak bisa dilaksanakan karena ditentang
oleh masyarakat. Ini terlihat dalam kasus penolakan terhadap rencana kenaikan
tarif telepon, walau yang menikmati sambungan telepon saat ini baru 15 persen
penduduk atau sekitar 32 juta penduduk lewat 6,7 juta SST (satuan sambungan
telepon).16
Dalam proses usulan kenaikan tarif telepon terakhir, Juni 2001, tarif
secara umum naik rata-rata 21,67 persen dan diberlakukan zona tunggal (single
zone) untuk telepon berkode akses 021. Ada kesan, Pemerintah secara terburuburu telah mengumumkan kenaikan tarif ini tanpa sosialisasi dan penjelasan
14

Pernyataan Direktur Pemasaran dan Operasi Telkom, Komarudin, sebagaimana dikutip Republika , 11
Mei 2001.
15
Keterangan Direktur Pengembangan Perusahaan Indosat, Budi Prasetyo, sebagaimana dikutip Republika ,
11 Mei 2001.
16
Kompas, 3 Juli 2001, hlm. 15.

14

Bisnis Telekomunikasi di Indonesia

Kategori Umum

yang cukup kepada masyarakat. Bahkan kepada Komisi IV DPR yang dianggap
mewakili masyarakat pun masih kurang diberi penjelasan.
Persoalannya bukan terletak pada kekeliruan kebijaksanaan kenaikan tarif
yang diusulkan PT. Telkom, tetapi lebih kepada kurang pasnya cara memberi
penjelasan dan sosialisasi kepada masyarakat. Apalagi pada bulan yang sama,
berbagai tarif lain juga mengalami kenaikan, seperti: listrik, BBM, transportasi
umum, dan tentu saja harga-harga kebutuhan pokok. Jadi ada suasana
psikologis di kalangan masyarakat yang sangat peka terhadap pengumuman
kenaikan tarif tertentu.
Kebijaksanaan pemberlakuan zona tunggal, yang tampaknya ingin
diberlakukan PT. Telkom untuk seluruh kota metropolitan di Indonesia, memang
sudah menjadi kecenderungan dunia. Selain itu sistem zona tunggal juga lebih
sederhana dari sistem sebelumnya. Dari segi pelanggan, karena proses dan
hitungan lebih sederhana, tingkat kesalahan tagihan menjadi lebih rendah.
Selain itu, di pihak Telkom, kerancuan perhitungan tarif semakin kecil dan klaim
pulsa diharapkan makin berkurang.
Dari sudut pandang pihak Telkom, penerapan zona tunggal juga bisa
menguntungkan dari segi ekonomi, terutama di bidang perdagangan. Lebih
murahnya biaya telepon dari daerah non-DKI akan menyebabkan pergeseran
kegiatan ekonomi dan perdagangan ke wilayah pinggiran non-DKI. Pada
gilirannya, karena pergeseran ini maka bisnis akan lebih kebal terhadap gejolak
sosial-politik di DKI.
Namun penjelasan yang terlalu teknis dari pihak Telkom ternyata terlalu
rumit, tidak mudah dimengerti masyarakat, atau masyarakat umumnya memang
tidak mau tahu. Ketika tekanan penolakan masyarakat makin gencar, DPR dan
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pun akhirnya ikut arus dengan
mempertanyakan kembali kebijaksanaan kenaikan tarif dari PT. Telkom. Padahal
semula tampaknya mereka sudah memahami.

15

Bisnis Telekomunikasi di Indonesia

Kategori Umum

Kesimpulan dan Saran
Sebagai kesimpulan, dapat dikatakan bahwa bisnis telekomunikasi di
Indonesia telah memiliki sejarah cukup panjang dan menunjukkan peningkatan
pesat, terutama sejak pemanfaatan Sistem Komunikasi Satelit Domestik.
Perkembangan positif ini sempat terganggu oleh krisis ekonomi, ditambah krisis
politik, yang berlarut-larut di Indonesia. Namun bahkan dalam kondisi terpuruk
seperti itu pun masih ada peningkatan bisnis, dan itu menunjukkan prospek dan
potensi bisnis telekomunikasi sebenarnya cukup cerah.
Selain terdapat peluang, tentu juga terdapat tantangan-tantangan.
Tantangan itu antara lain adalah perkembangan bisnis telekomunikasi dunia,
liberalisasi, dan globalisasi, yang menuntut para pelaku bisnis telekomunikasi
Indonesia untuk siap bersaing dalam pasar yang terbuka.
Untuk

mengatasi

tantangan-tantangan

ini,

para

pelaku

bisnis

telekomunikasi perlu melakukan pembenahan, dalam bentuk restrukturisasi dan
reorganisasi, serta perumusan kembali misi dan core bisnis yang ditekuni.
Langkah-langkah semacam ini telah mulai dilakukan oleh perusahaanperusahaan telekomunikasi utama, seperti PT. Telkom dan PT. Indosat, dan
tentu akan diikuti oleh yang lain-lain.
Namun selain langkah-langkah itu, untuk kasus Indonesia, ada satu aspek
yang tak boleh dilupakan yaitu aspek hubungan masyarakat (humas). Kasus
penolakan masyarakat terhadap usulan kenaikan tarif telepon membuktikan hal
ini. Pihak pelaku bisnis telekomunikasi perlu memberi perhatian lebih besar pada
aspek humas, supaya segala pembenahan, restrukturisasi, dan reorganisasi
yang dilakukan benar-benar bisa diterapkan dan ditetrima oleh masyarakatnya.
Hal ini penting, karena memang tidak ada perusahaan yang bisa berkembang
sendiri tanpa dukungan masyarakat konsumen yang membeli produk dan
jasanya. ***

Jakarta, 4 Juli 2001

16

Bisnis Telekomunikasi di Indonesia

Kategori Umum

Daftar Pustaka :
1. Bisnis Indonesia, 14 Mei 2001.
2. CNES. 1986. French Space Day, Thursday, June 26th, kumpulan makalah
untuk dipresentasikan pada Indonesia Air Show, 1986, Jakarta.
3. Ditjen Pos dan Telekomunikasi. 1981. Satelit Palapa Generasi Kedua.
Jakarta: Dijen Postel – Dephub RI.
4. Kompas, 3 Juli 2001.
5. Koran Tempo, 11 Mei 2001.
6. Media Indonesia, 10 Mei 2001
7. Republika, 11 Mei 2001.
8. Siembab, Walter dan Thomas O'Brien, "Digital Broadband Networks for
Economic Development and Mobility: A Bricks and Bits Strategy for
Retrofitting Cities", dalam Journal of Municipal Telecommunications, Vol. 1
No. 1, April 1999.
9. Suara Pembaruan, 10 Mei 2001.
10. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi.

Biodata Penulis:
* Satrio Arismunandar adalah anggota-pendiri Aliansi Jurnalis Independen atau AJI (1994), Sekjen AJI
(1995-97), anggota-pendiri Yayasan Jurnalis Independen (2000), dan menjadi DPP Serikat Buruh Sejahtera
Indonesia (SBSI) 1993-95. Pernah menjadi jurnalis Harian Pelita (1986-88), Kompas (1988-1995), Majalah
D&R (1997-2000), Harian Media Indonesia (2000-Maret 2001), Produser Eksekutif Divisi News Trans TV
(Februari 2002-Juli 2012), dan Redaktur Senior Majalah Aktual – www.aktual.co (sejak Juli 2013).
Alumnus Program S2 Pengkajian Ketahanan Nasional UI ini sempat jadi pengurus pusat AIPI (Asosiasi
Ilmu Politik Indonesia) 2002-2011.

Kontak Satrio Arismunandar:
E-mail: satrioarismunandar@yahoo.com; arismunandar.satrio@gmail.com
Blog pribadi: http://satrioarismunandar6.blogspot.com
Mobile: 081286299061

17