LABORATORIUM PROSES MANUFAKTUR I BAB I M

BAB I MESIN LAS

1.1 Pengertian Pengelasan

  Berdasarkan definisi DIN (Deutche Industrie Normen) las adalah penyambungan logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair.Dari definisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas.

  Sedangkan menurut AWS proses pengelasan adalah proses penyambungan antara metal atau non-metal yang menghasilkan satu bagian yang menyatu, dengan memanaskan material yang akan disambung sampai pada suhu pengelasan tertentu, dengan atau tanpa penekanan, dan dengan atau tanpa logam pengisi.

  Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan definisi las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilakukan dalam keadaan lumer atau cair ". Dengan kata lain, las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. Dalam proses penyambungan ini adakalanya disertai dengan tekanan dan material tambahan (fillermaterial).

1.2 Klasifikasi Las

  Gambar 1.1 : Klasifikasi Las Sumber : Wiryosumarto (1994) Gambar 1.1 : Klasifikasi Las Sumber : Wiryosumarto (1994)

  Gambar 1.2 Mesin Las busur Listrik Sumber : Laboratorium Proses Manufaktur I Teknik Mesin FT - UB(2016)

1) SMAW (Shielded Metal Arc Welding)

  Las busur nyala listrik terlindung adalah pengelasan dengan

  mempergunakan busur nyala listrik sebagai sumber panas pencair logam. Las ini yang paling lazim dipakai dimana-mana untuk hampir semua keperluan

  pengelasan. Untuk mencegah oksidasi (reaksi dengan zat asam O 2 ), bahan

  penambah las (elektroda) dilindungi dengan selapis zat pelindung (fluks atau slag) yang sewaktu pengelasan ikut mencair. Tetapi berhubung berat jenisnya lebih ringan dari bahan metal yang dicairkan, maka cairan fluks mengapung diatas cairan metal tersebut, sekaligus mengisolasi metal tersebut untuk beroksidasi dengan udara luar, dan sewaktu mendinginmembeku, fluks tersebut juga ikut membeku dan tetap melindungi metal dari reaksi oksidasi.

2) SAW (Submerged Arc Welding)

  Las busur terbenam adalah pengelasan dengan busur nyala listrik. Untuk mencegah oksidasi cairan metal dan metal tambahan digunakan butir-butir fluks atau slag, sehingga busur nyala terpendam didalam kurungan butir-butir tersebut.

3) ESW (Electroslag Welding)

  Pengelasan busur terhenti sejenis dengan SAW, namun bedanya busur nyala mencairkan fluks, busur terhenti dan proses pencairan fluks berjalan terus dan menjadi bahan pengantar arus listrik (konduktif), sehingga elektroda terhubungkan dengan benda yang dilas melalui konduktor tersebut.

  4) Stud Welding

  Las baut pendasi berguna untuk menyambung bagian suatu konstruksi baja dengan bagian yang terdapat di dalam beton (baut angker, shear connecter, dll).

5) ERW (Electric Resistant Weld)

  Las tahanan listrik dengan tahanan yang besar panas yang dihasilkan oleh listrik menjadi sedemikian tingginya sehingga mencairkan logam yang akan di las.

6) EBW (Electron Beam Welding, electron bombardment)

  Las pemboman elektron adalah suatu pengelasan yang pencairan disebabkan oleh panas yang dihasilkan dari suatu berkas loncatan elektron yang dikonsentrasikandimampatkan dan diarahkan pada benda yang dilas.

  b. Las berdasarkan panas dari kombinasi busur nyala listrik dan gas kekal (Inert)

1. GMAW (Gas Metal Arc Welding)

  Nyala yang dihasilkan berasal dari busur nyala listrik. Sebagai pelindung

  oksidasi dipakai gas pelindung yang berupa gas kekal (inert) atau CO 2 . Bahan

  penambah dan gas pelindung berasal dari satu moncong pistol las MIG.

2. GTAW (Gas Tungsten Arc Welding) atau TIG (Tungsten Inert Gas)

  Pengelasan dengan memakai busur nyala yang dihasilkan oleh elektroda tetap terbuat dari tungsten.

3. PAW (Plasma Arc Welding)

  Sejenis GTAW hanya saja bahan gas pelindungnya berbeda, yakni campuran antara argon, nitrogen (zat lemas) dan hidrogen (zat air) yang lazim disebut plasma.

4. EGW (Electro Gas Welding)

  Jenis las MIG yang otomatis dan hanya dipakai untuk posisi pengelasan vertikal.

  c. Las berdasarkan panas dari pembakaran campuran gas

1. OAW (Oxy Acetylene Welding)

  sejenis las gas yang lazim disebut las karbit atau las autogen. Panas

  didapat dari hasil pembakaran gas acetylene (C 2 H 2 ) dengan zat asam(O 2 )

  d. Las berdasarkan ledakan dan reaksi eksotermis

1. EXW (Explosion weld atau CAD weld)

  Las yang sumber panasnya didapat dengan meledakan obat mesiu yang dipasang dalam suatu moldcetakan pada bagian yang disambung sehingga terjadi pencairan bahan pada bagian tersebut dan mengisi cetakan yang tersedia

2. TW (Termit Welding)

  Las yang mempergunakan proses reaksi kimia eksotermis yang menghasilkan suhu yang sangat tinggi untuk melebur metal yang di las.

1.3 Las SMAW

1.3.1 Prinsip Kerja Las SMAW

  SMAW adalah proses las busur manual dimana panas las dihasilkan oleh busur listrik yang terbentuk diantara elektroda berpelindung fluks dengan benda kerja. Elektroda SMAW terdiri dari 2 bagian yaitu bagian inti yang terbuat dari baja yang berfungsi sebagai bahan pengisi (filler) dan bahan pembungkus yang disebut fluks. Fungsi fluks adalah : sebagai sumber terak untuk melindungi logam cair dari udara sekitarnya, menjaga busur listrik agar tetap stabil, sebagai deoksidator, menghasilkan gas pelindung, mengurangi percikan api dan uap pada pengelasan, dan sebagai sumber dari unsur paduan.

  Gambar 1.3 Skema Las SMAW Sumber : Adrian (2012)

1.3.2 Bagian – Bagian Utama Las SMAW

  Bagian Utama Pada Mesin

  Gambar 1.4 Mesin Las SMAW Fronius FROWIG 205 Sumber :Laboratorium Proses Manufaktur I Teknik Mesin FT-UB(2016)

  Keterangan :

  1. Current Regulator

  2. Tang Elektroda

  3. Elektroda

  4. Welding Masks

  5. Tang Massa

  1. Elektroda

  Elektroda yang dipergunakan pad alas busur mempunyai perbedaan komposisi selaput maupun kawat inti. Diantaranya adalah elektroda berselaput. Pada elektroda ini pengelasan fluksi pada kawat inti dapat dengan cara destruksi, semprot atau celup. Ukuran standar diameter kawat inti dari 1,5 sampai 7 mm dengan panjang antara 350 sampai 450 mm

  Gambar 1.5 Elektroda Sumber : Laboratorium Proses Manufaktur I Teknik Mesin FT - UB(2016)

  2. Welding Mask

  fungsi dari helm ini untuk melindungi mata pengguna dan daerah sekitar wajah maupun kepala.Jadi salah satu pelengkapan welding ini harus di pakai saat melakukan pengelasan. Untuk welding safety helmet di desain 2 bentuk untuk daerah wajah saja dan full face yang melindungi seluruh kepala

  Gambar 1.6 Welding Mask Sumber : Laboratorium Proses Manufaktur I Teknik Mesin FT - UB(2016)

  3. Tang Massa

  Ini adalah alat untuk menghubungkan kabel masa ke benda kerja. Terbuat dari bahan yang menghantar dengan baik (tembaga). Klem masa dilengkapi dengan pegas yang kuat, yang dapat menjepit benda kerja dengan baik. Tempat yang dijepit harus bersih dari kotoran (karet, cat, minyak dan sebagainya).

  Gambar 1.7 Tang Massa Sumber : Laboratorium Proses Manufaktur I Teknik Mesin FT - UB(2016)

  4. Pemegang Elektroda

  Ujung yang berselaput dari elektroda dijepit dengan pemegang elektroda. Ini terdiri dari mulut penjepit dan pemegang yang dibungkus oleh bahan penyekat (biasanya dari embonit).

  Gambar 1.8 Pemegang Elektroda Sumber : Laboratorium Proses Manufaktur I Teknik Mesin FT - UB(2016)

  5. Kabel Las

  Kabel las biasanya dibuat dari tembaga yang dipilin dan dibungkus dengan karet isolasi. Yang disebut kabel las ada tiga macam, yaitu :

  a. Kabel elektroda , yaitu kabel yang menghubungkan pesawat las dengan elektroda.

  b. Kabel masa, yaitu yang menghubungkan pesawat las dengan benda kerja.

  c. Kabel tenaga, yaitu kabel yang menghubungkan sumber tenaga atau jaringan lisrtik dengan pesawat las.

  Gambar 1.9 Kabel Las Sumber : Leonardo(2015)

1.4 Las MIGMAG

1.4.1 Prinsip Kerja Las MIGMAG

  Panas dari proses pengelasan ini dihasilkan oleh busur las yang terbentuk diantara elektroda kawat (wire electrode) dengan benda kerja. Selama proses las MIG (GMAW), elektroda akan meleleh kemudian akan menjadi deposit logam las (weld beads). Gas pelindung digunakan untuk mencegah terjadinya oksidasi dan melindungi hasil las selama masa pembekuan (solidification).

  Gambar 1.10 Rangkaian mesin las mig Sumber : M.Machfud. MA (2015)

1.4.2 Bagian – Bagian Utama Mesin Las MIG

  1. Mesin Las

  Mesin las MIG merupakan mesin las DC, umumnya berkemampuan sampai 250 ampere. Dilengkapi dengan sistem kontrol, penggulung kawat gas pelindung, sistem pendingin dan rangkaian lain. Sumber tenaga untuk Las MIG ( metalinertgas) merupakan mesin las bertegangan konstan. Tenaga yang dikeluarkan dapat berubah-ubah sendiri sesuai dengan panjang busur. Panjang busur adalah jarak antara ujung elektroda kebenda kerja. Panjang busur ini bisa distel. Bila busur berubah menjadi lebih pendek dari setelan semula, maka arus bertambah dan kecepatan kawat berkurang. Sehingga panjang busur kembali semula. Sebaliknya bila busur berubah menjadi lebih panjang, arus berkurang, kecepatan kawat elektroda bertambah. Dengan sistem otomatis seperti ini, yaitu mesin yang mengatur sendiri, maka panjang busur akan konstan dan hasil pengelasan akan tetap baik.

  Gambar 1.11 Mesin Las MIG Sumber : Laboratorium Proses Manufaktur I Teknik Mesin FT-UB (2016)

  2. Unit Pengontrolan Kawat Elektroda (Wire Feeder)

  Alat pengontrol kawat elektroda (wire feederunit) adalah alat perlengkapan utama pada pengelasan dengan MIG (metal inert gas). Alat ini biasanya tidak menyatu dengan mesin las, tapi merupakan bagian yang terpisah dan ditempatkan berdekatan dengan pengelasan. Fungsinya adalah sebagai berikut :

  a. Menempatkan rol kawat elektroda

  b. Menempatkan kabel las (termasuk welding gun dan nozzle) dan sistem saluran

  gas pelindung.

  c. Mengatur pemakaian kawat elektroda.

  d. Mempermudah prosespenanganan pengelasan dimana wire feeder tersebut

  dapat di pindah-pindah sesuai kebutuhan.

  Gambar 1.12 Wire feeder unit MIG Sumber : Ahmad Budi Santusa (2007)

  3. Kabel las dan kabel kontrol

  Pada mesin las terdapat kabel primer (primary powercable) dan kabel sekunder atau kabel las (weldingcable). Kabel primer ialah kabel yang menghubungkan antara sumber tenaga dengan mesin las. Jumlah kawatinti pada kabel primer disesuaikan dengan jumlah phasa mesin las ditambah satu kawat sebagai hubungan pentanahan dari mesin las. Kabel sekunder ialah kabel-kabel yang dipakai untuk keperluan mengelas, terdiri dari kabel yang dihubungkan dengantanglas dan benda kerja serta kabel- kabel control.

  Inti Penggunaan kabel pada mesin las hendaknya disesuaikan dengan kapasitas arus maksimum dari pada mesin las. Makin kecil diameter kabel atau makin panjang ukuran kabel, maka tahanan hambatan kabel akan naik , sebaliknya makin besar diameter kabel dan makin pendek maka hambatan akan rendah. Pada ujung kabel las biasanya dipasang sepatu kabeluntuk pengikatan kabel pada terminal mesin las dan pada penjepit elektroda maupun pada penjepit masa.

  4. Regulator gas pelindung

  Fungsi utama dari regulator adalah untuk mengatur pemakaian gas. Untuk pemakaian gas pelindung dalam waktu yang relatif lama, terutama gas CO2 diperlukan pemanas (heater-vaporizer) yang dipasang antara silinder gas dan regulator. Hal ini diperlukan agar gas pelindung tersebut tidak membeku yang berakibat terganggunya aliran gas.

  Gambar 1.13 Regulator gas Sumber : Ahmad Budi Santusa (2007)

  5. Pipa kontak

  Pipa pengarah elektroda biasa juga disebut pipa kontak. Pipa kontak terbuat dari tembaga,dan berfungsi untuk membawa arus listrik ke elektroda yang bergerak dan mengarahkan elektroda tersebut kedaerah kerja pengelasan. Torch dihubungkan dengan sumber listrik pada mesin las dengan menggunakan kabel. Karena elektroda harus dapat bergerak dengan bebas dan melakukan kontak listrik dengan baik, maka besarnya diameter lubang dari pipa kontak sangat berpengaruh.

  Gambar 1.14 Pipa kontak Sumber : Ahmad Budi Santusa (2007)

  6. Welding gun

  Welding gun berfungsi untuk mengarahkan elektroda ke daerah yang ingin di las.

  Gambar 1.15 Welding gun las MIG Sumber : Ahmad Budi Santusa (2007)

  7. Nozzle gas pelindung

  Nozzle gas pelindung akan mengarahkan jaket gas pelindung kepada daerah las. Nozzle yang besar digunakan untuk proses pengelasan dengan arus listrik yang tinggi. Nozzle yang lebih kecil digunakan untuk pengelasan dengan arus listrik yang lebih kecil.

  Gambar 1.16 Nozzle gas pelindung Sumber : Ahmad Budi Santusa (2007)

1.5 Las Tig

1.5.1 Prinsip Kerja Las TIG

  Pengelasan TIG (tungsten inert gas) adalah teknik pengelasan berkualitas tinggi dengan kecepatan peleburanpenyatuan yang rendah. Arc terbakar antara elektroda tungsten dan bagian yang dikerjakan; elektrodanya tidak meleleh, jadi hanya berfungsi sebagai penghantar arus dan pembawa arc.

  Untuk pekerjaan lembaran logam yang tipis, pengelasan TIG dapat digunakan tanpa filler logam. Untuk pekerjaan dengan lembaran logam yang lebih tebal atau ketika menggabungkan bahan yang berbeda, filler logam digunakan dalam bentuk kawat batangan atau kawat gulungan yang dipasok oleh alat pengumpan yang terpisah biasanya tanpa arus listrik. Dalam pengelasan TIG standar, api dikeluarkan dengan bebas tetapi sebuah varian yang dikenal dengan pengelasan plasma menggunakan Untuk pekerjaan lembaran logam yang tipis, pengelasan TIG dapat digunakan tanpa filler logam. Untuk pekerjaan dengan lembaran logam yang lebih tebal atau ketika menggabungkan bahan yang berbeda, filler logam digunakan dalam bentuk kawat batangan atau kawat gulungan yang dipasok oleh alat pengumpan yang terpisah biasanya tanpa arus listrik. Dalam pengelasan TIG standar, api dikeluarkan dengan bebas tetapi sebuah varian yang dikenal dengan pengelasan plasma menggunakan

  Gambar 1.17 Prinsip Kerja Las TIG Sumber : Sofyan (2015)

1.5.2 Bagian-bagian Utama Las TIG

  Las gas tungsten (las TIG) adalah proses pengelasan dimana busur nyala listrik ditimbulkan oleh elektroda tungsten (elektroda tak terumpan) dengan benda kerja logam. Daerah pengelasan dilindungi oleh gas lindung (gas tidak aktif) agar tidak berkontaminasi dengan udara luar. Kawat las dapat ditambahkan atau tidak tergantung dari bentuk sambungan dan ketebalan benda kerja yang akan dilas. Perangkat yang dipakai dalam pengelasan las gas tungsten adalah:

  1. Mesin

  Mesin las ACDC merupakan mesin las pembangkit arus ACDC yang digunakan di dalam pengelasan las gas tungsten. Pemilihan arus AC atau DC biasanya tergantung pada jenis logam yang akan dilas.

  2. Tabung gas lindung

  adalah tabung tempat penyimpanan gas lindung seperti argon dan helium yang digunakan di dalam mengelas gas tungsten.

  3. Regulator gas lindung

  adalah pengatur tekanan gas yang akan digunakan di dalam pengelasan gas tungsten. Pada regulator ini biasanya ditunjukkan tekanan kerja dan tekanan gas di dalam tabung.

  4. Flowmeter untuk gas

  dipakai untuk menunjukkan besarnya aliran gas lindung yang dipakai di dalam pengelasan gas tungsten.

  5. Selang gas dan perlengkapan pengikatnya

  berfungsi sebagai penghubung gas dari tabung menuju pembakar las. Sedangkan perangkat pengikat berfungsi mengikat selang dari tabung menuju mesin las dan dari mesin las menuju pembakar las.

  6. Kabel elektroda dan selang

  berfungsi menghantarkan arus dari mesin las menuju stang las, begitu juga aliran ga dari mesin las menuju stang las. Kabel masa berfungsi untuk penghantar arus kebenda kerja.

  7. Stang las (welding torch)

  berfungsi untuk menyatukan sistem las yang berupa penyalaan busur dan perlindungan gas lindung selama dilakukan proses pengelasan.

  8. Elektroda tungsten

  berfungsi sebagai pembangkit busur nyala selama dilakukan pengelasan. Elektroda ini tidak berfungsi sebagai bahan tambah.

  9. Kawat las

  berfungsi sebagai bahan tambah. Tambahkan kawat las jika bahan dasar yang dipanasi dengan busur tungsten sudah mendekati cair.

  10. Assesories

  pilihan dapat berupa sistem pendinginan air untuk pekerjaan pengelasan berat, rheostat kaki, dan pengatur waktu busur.

1.6 Las Titik

1.6.1 Prinsip Kerja Las Titik

  Las titik adalah pengelasan memakai metode resistansi listrik dimana pelat lembaran dijepit dengan dua elektroda. Ketika arus dialirkan maka terjadi sambungan las pada posisi jepitan. Siklus pengelasan titik dimulai ketika elektroda menekan pelat dimana arus belum dialirkan.Waktu proses ini disebut waktu tekan. Setelah itu arus dialirkan ke elektroda sehingga timbul panas pada pelat di posisi elektroda sehingga terbentuk sambungan las.Waktu proses ini disebut waktu las.

  Setelah itu arus dihentikan namun tekanan tetap ada dan proses ini disebut waktu tenggang. Kemudian logam dibiarkan mendingin sampai sambungan menjadi Setelah itu arus dihentikan namun tekanan tetap ada dan proses ini disebut waktu tenggang. Kemudian logam dibiarkan mendingin sampai sambungan menjadi

  Gambar 1.18 Diagram las titik Sumber : Priyo Baliyono (2012)

1.6.2 Bagian – bagian Utama Las Titik

  Gambar 1.19 Bagian Utama Mesin Las Titik Krisbow Spot Welder Sumber : Laboratorium Proses Manufaktur I Teknik Mesin FT-UB (2016)

  Keterangan :

  1. Main regulator

  Regulator utama di dalamnya terdapat control utama, coling water port,dll.

  2. Electrode Arm

  Untuk memegang electrode.

  3. Electrode

  Elektroda adalah bagian mesin las titik yang di gunakan untuk mengelas plat yang ketebalan maksimal plat adalah 2 mm. Elektroda ini terbuat dari kuningan. Pada ujung elektroda kita menggunakan logam tembaga, karena tembaga sebagai penghantar arus listrik yang baik. Kuningan yaitu terbuat dari paduan logam tembaga dan logam sengdengan kadar tembaga antara 60-96 berat.

  4. Foot Pedal Untuk melakukan eksekusi pengelasan.

  Gambar 1.20 Kontrol Mesin Las Titik Krisbow Spot welder Sumber : Laboratorium Proses Produksi I Teknik Mesin FT-UB (2016)

  Keterangan :

  1. Welding current regulation switch.

  Untuk mengatur arus pengelasan.

  2. Welding time regulation switch.

  Untuk mengatur waktu pengelasan.

  3. Work Detect changer.

  Untuk memilih kondisi pengelasan atau stand by.

  4. Carbon-steel Stainles-steel changer.

  Untuk memilih material yang akan di las.

  5. Change over switch.

  Untuk memilih tegangan input.

1.7 Elektrode dan Fluks

  Elektrode juga ikut menentukan kekuatan dari hasil lasan, karena itu jenis elektroda harus dipilih sesuai dengan jenis material logam induk, karena elektroda ini akan mencair dan menyatu dengan logam induk. Elektroda terdiri dari kawat logam sebagai penghantar arus listrik kebusur dan sekaligus sebagai bahan pengisi (filler). Kawat ini terbungkus dengan bahan fluks. Biasanya dipakai arus listrik yang tinggi (10- 500 A) dan tegangan yang rendah (10-50 V). Elektroda yang digunakan pada proses las busur listrik adalah elektroda yang terbungkus oleh fluks, dan mempunyai komposisi logam inti yang berbeda-beda. Standarisasi elektroda untuk standart AWS didasarkan pada jenis fluks, posisi pengelasan dan arus las, seperti tabel di bawah.

  Tabel 1.1 Standarisasi elektroda untuk standar AWS didasarkan pada jenis fluks, posisi pengelasan dan arus las Fluks

  Sumber : Slide presentasi materi kuliah proses manufaktur 1 oleh bapak Sugiharto

  S.T.,M.T. 2011

  Fluks merupakan bahan kedua setelah elektrode yang digunakan dalam pengelasan. Fungsi fluks yaitu :

  a. Fluks memfasilitasi penyalaan busur dan meningkatkan intensitas dan stabilitas

  busur busur

  menimbulkan gas CO2,CO,H, dan sebagainya yang mengelilingi busur. Hal ini menjaga bentuk butiran logamdan cairan teroksidasi atau nitrasi yang disebabkan oleh kontak dengan atmosfer.

  c. Slag terak melindungi logam las dan membantu pembentukan rigi, selama

  pengelasan, fluks mencair menjadi terak yang melindungi cairan dan rigi las dengan cara menutupinya.

  d. Fluks menghaluskan kembali logam las dengan deoksidasi, bila pengelasan

  dilaksanakan pada udara terbuka, logam las tidak bisa terhindar dari oksidasi walau penimbul gas dan pembentuk terak digunakan.

  e. Fluks perlu ditambahi elemen campuran kelogam deposit, elemen campuran yang

  tepat yang ditambahkan dari fluks untuk endapan logam akan meningkatkan ketahanan terhadap korosi, panas dan abrasi.

  f. Serbuk besi dalam fluks meningkatkan laju pengendapan dan efisiensi pengoperasian.

  g. Fungsi isolasi, fluks memberikan isolasi listrik yang baik.

  Fluks terdiri dari biji alam, serbuk dan oksida perekat,karbonat,silikat, zat organik dan berbagai zat bubuk lainnya kecuali untuk logam, dicampurkan pada perbandingan yang spesifik. Campuran ini ditempelkan disalutkan ke kawat inti dengan menggunakan air kaca sebagai perekat dan dikeringkan.

  Tabel 1.2 Komponen utama fluks dan fungsinya

  Sumber : Adithya Rahman (2013)

1.8 Arus Pengelasan

  Arus pengelasan las listrik adalah besarnya aliran atau arus listrik yang keluar dari mesin las. Besar kecilnya arus pengelasan dapat diatur dengan alat yang ada pada mesin las. Arus las harus disesuaikan dengan jenis bahan dan diameter elektroda yang di gunakan dalam pengelasan.

  Penggunaan arus yang terlalu kecil akan mengakibatkan penembusan atau penetrasi las yang rendah, sedangkan arus yang terlalu besar akan mengakibatkan terbentuknya manik las yang terlalu lebar dan deformasi dalam pengelasan.

  Tabel 1.3 Hubungan Diameter Elektroda dengan Arus Pengelasan

  Sumber : Howard BC (1998)

  Bagi tukang las yang sudah berpengalaman untuk menentukan besarnya arus yang digunakan hanya dengan melihat bahan apa yang akan di las dan kondisi benda kerja yang akan di las tebal tipisnya. Jadi kelihaian dalam menentukan besar arus dalam pengelasan sangat penting peranannya untuk menghasilkan pengelasan yang sempurna.

  Kemudian, adanya Polaritas Pengelasan. Polaritas adalah posisi penempatan kabel yang menjadi penghubung elektroda dan benda kerja pada kutub positif atau kutub negatif. Berdasarkan dari jenis arusnya, pengelasan bisa dibagi atas arus AC dan DC, sedangkan arus DC sendiri dibagi menjadi dua yaitu :

  a. Las Direct Current Straight Polarity (DCSP) Polaritas Langsung Lurus

  Pada jenis polaritas ini terjadi bila kutub negatif dihubungkan dengan eletroda sedangkan kutub positif dihubungkan dengan benda kerja.

  a) Proses

  Pada pengelasan dengan cara ini yang terjadi adalah busur listrik bergerak dari elektrode ke material dasar sehingga tumbukan elektron berada di Pada pengelasan dengan cara ini yang terjadi adalah busur listrik bergerak dari elektrode ke material dasar sehingga tumbukan elektron berada di

  b) Kelebihan

  Mempunyai karakteristik tertentu yang mampu menghasilkan busur yang stabil pada hasil pengelasan, bisa mencair dengan kemampuan arus 1000 A dan tegangan terbuka 40-45 V.

  c) Kekurangan

  Tidak bisa mengelas benda kerja dengan tingkat ketebalan tinggi.

  b. Las Direct Current Reverse Polarity (DCRP) Polaritas Terbalik

  Kondisi polaritas ini bisa terjadi jika kutub negatif dihubungkan dengan benda kerja sedangkan kutub positif dihubungkan dengan elektroda.

  a) Proses

  Busur listrik akan bergerak dari material dasar ke elektrode kemudian tumbukan elektron berada di elektrode yang berakibat duapertiga panasnya berada di elektroda dan sepertiga panasnya berada di material dasar, pada proses dengan cara ini akan dapat menghasilkan pencairan elektrode yang lebih banyak dan akan mampu memberikan hasil las yang mempunyai penetrasi dangkal serta akan sangat baik digunakan pada pengelasan pelat yang tipis dengan bentuk manik las yang lebar.

  b) Kelebihan

  Bisa lebih efisien, mampu mengelas benda yang tebal.

  c) Kekurangan Mempunyai polaritas yang berbeda-beda pada tiap siklus sehingga bisa

  kehilangan energi yang diabaikan, tidak mampu melakukan pengelasan pada benda kerja yang terlalu tipis.

1.9 Posisi Pengelasan

  1. Posisi Dibawah Tangan

  Dari berbagai posisi pengelasan , posisi bawah tanganlah yang paling mudah untuk dilakukan. Oleh sebab itu untuk menyelasaikan setiap pekerjaan pengelasan sedapat mungkin diusahakan pada posisi dibawah tangan.

  Gambar 1.21 Posisi Dibawah Tangan Sumber: Sri Widharto (2003)

  2. Posisi mendatar horizontal

  Posisi horizontal kedudukan benda dibuat tegak dan arah pengelasan mengikuti garis horizontal. Posisi elektroda dimiringkan kira-kira 50 –

  10 o kebawah, untuk menahan lelehan logam cair, dan 20 kearah lintasan las (sudut jalan elektroda 70 o ). Panjang busur nyala dibuat lebih pendek kalau dibandingkan

  o

  dengan panjang busur nyala pada posisi pengelasan dibawah tangan.

  Gambar 1.22 Posisi MendatarHorizontal Sumber: Sri Widharto (2003)

  3. Posisi Vertikal

  Pada pengelasan vertikal, benda kerja dalam posisi tegak dan arah pengelasan dapat dilakukan keatas naik atau kebawah turun. Arah pengelasan yang dilakukan tergantung kepada jenis elektroda yang dipakai. Elektroda yang berbusur lemah dilakukan pengelasan keatas, elektroda yang berbusur keras dilakukan pengelasan kebawah.

  Gambar 1.23 Posisi Vertikal Sumber: Sri Widharto (2003)

  4. Posisi Diatas Kepala

  Posisi pengelasan diatas kepala, bila benda kerja berada pada daerah sudut 45° terhadap garis vertikal, dan juru las berada dibawahnya. Pengelasan posisi diatas kepala, sudut jalan elektroda berkisar antara 75° – 85° tegak lurus terhadap kedua benda kerja. Busur nyala dibuat sependek mungkin agar pengaliran cairan logam dapat ditahan.

  Gambar 1.24 Posisi diatas kepala Sumber: Sri Widharto (2003)

  5. Posisi Datar (1G)

  Pada posisi ini sebaiknya menggunakan metode weaving yaitu zigzag dan setengah bulan Untuk jenis sambungan ini dapat dilakukan penetrasi pada kedua sisi, tetapi dapat juga dilakukan penetrasi pada satu sisi saja. tipe posisi datar (1G) didalam pelaksanaannya sangat mudah. Dapat diaplikasikan pada material pipa dengan jalan pipa diputar.

  6. Posisi Horisontal (2G)

  Pengelasan pipa 2G adalah pengelasan posisi horizontal, yaitu pipa pada posisi tegak dan pengelasan dilakukan secara horizontal mengelilingi pipa. posisi sudut electrode pengelasan pipa 2G yaitu 90º Panjang gerakan elektrode antara 1-2 kali diameter elektrode. Bila terlalu panjang dapat mengakibatkan kurang baiknya mutu las. Panjang busur diusahakan sependek mungkin yaitu ½ kali diameter elektrode las. Untuk pengelasan pengisian dilakukan dengan gerakan melingkar dan diusahakan dapat membakar dengan baik pada kedua sisi kampuh agar tidak terjadi cacat. Gerakan seperti ini diulangi untuk pengisian berikutnya.

  7. Posisi Vertical (3G)

  Pengelasan posisi 3G dilakukan pada material plate. Posisi 3G ini dilaksanakan pada plate dan elektrode vertikal.

  8. Posisi Horizontal Pipa (5G) Pada pengelasan posisi 5G dibagi menjadi 2, yaitu :

   Pengelasan naik

  Biasanya dilakukan pada pipa yang mempunyai dinding tebal karena membutuhkan panas yang tinggi. Pengelasan arah naik kecepatannya lebih rendah dibandingkan pengelasan dengan arah turun, sehingga panas masukan tiap satuan luas lebih tinggi dibanding dengan pengelasan turun.Posisi pengelasan 5G pipa diletakkan pada posisi horizontal tetap dan pengelasan dilakukan mengelilingi pipa tersebut. Supaya hasil pengelasan baik, maka diperlukan las kancing (tack weld) pada posisi jam 5-8-11 dan 2. Mulai pengelasan pada jam 5.30 ke jam 12.00 melalui jam 6 dan kemudian dilanjutkan dengan posisi jam 5.30 ke jam 12.00 melalui jam 3. Gerakan elektrode untuk posisi root pass (las akar) adalah berbentuk segitiga teratur dengan jarak busur ½ kali diameter elektrode.  Pengelasan turun

  Biasanya dilakukan pada pipa yang tipis dan pipa saluran minyak serta gas bumi. Alasan penggunaan las turun lebih menguntungkan dikarenakan lebih cepat dan lebih ekonomis.

  Gambar 1.25 Macam – macam posisi pengelasan Sumber : Sugiharto S.T., M.T. (2011)

1.10 Cacat Hasil Pengelasan

  A. Undercut atau Pengerukan Penyebab cacat undercut adalah :

  a. Arus yang terlalu tinggi

  b. Kecepatan pengelasan yang terlalu tinggi

  c. Posisi elektroda saat pengelasan yang tidak tepat

  d. Ayunan elektroda saat pengelasan tidak teratur

  Gambar 1.26 Cacat Undercut Sumber : Welder (2015)

  Cara menanggulangi cacat undercut adalah sebagai berikut :

  a. Menyetel arus yang tepat

  b. Mengurangi kecepatan mengelas

  c. Mempertahankan panjang busur nyala yang tepat.

  d. Mengupayakan ayunan elektroda dengan teratur

  B. Porositas Penyebab porositas adalah sebagai berikut: a.Nyala busur terlalu panjang b.Arus terlalu rendah c.Kecepatan las terlalu tinggi d.Kandungan belerang terlalu tinggi e.Kondisi pada saat penatau berminyak. f.Terjadi pendinginan las yang cepat g.Terciptanya gas hydrogen akibat panas las.

  Gambar 1.27 Porositas Sumber :Welder (2015)

  Cara mengatasi adalah :

  a. Memperpendek nyala busur

  b. Arus disesuaikan dengan prosedur yang ditentukan

  c. Menggunakan baja dengan kandungan belerang rendah

  d. Mengurangi kelembabpan dengan cara memberikan pre-heat

  e. Meningkatkan kebersihan material dengan cara digerinda terlebih dahulu

  f. Hindari pendinginan terlalu cepat

  C. Pengerutan Benda Kerja Penyabab pengerutan benda kerja adalah sebagai berikut:

  a. Pemanasan yang berlebihan

  b. Take welding yang kurang kuat

  Gambar 1.28 Pengerutan Benda Kerja Sumber : Welder (2015)

  Cara mengatasinya adalah sebagai berikut :

  a. Mengurangi arus yang terlalu besar

  b. Memperkuat take welding

  D. Incluisi Slag Penyebab terjadinya inclusi slag adalah sebagai berikut:

  a. Kecepatan gerak electrode yang tidak tepat

  b. Sudut elektroda yang kurang tepat

  c. Sudut bevel kekecilan

  d. Ampere las terlalu kecil

  e. Busur las terlalu jauh Cara mengatasinya adalah sebagai berikut:

  a. Naikan kecepatan sehingga slag tidak mengalir keakar las

  b. Usahakan sudut yang tepat pada arah las

  c. Perbaiki sudut bevel atau gunakan kawat kecil

  d. Perbesar ampere las d. Perbesar ampere las

  E. Over Spatter (percikan las yang terlalu banyak) Penyebab over spatter adalah sebagai berikut:

  a. Arus terlalu besar

  b. Busur las terlalu jauh

  c. Electrode menyerap uap

  Gambar 1.29 Over Spatter Sumber :Welder(2015)

  Cara mengatasi adalah sebagai berikut :

  a. Turunkan arus

  b. Sesuaikan panjang busur (1x diameter elektroda)

  c. Keringkan kembali elektroda atau pergunakan yang sudah di oven

  F. Retak manik Penyebab retak manik adalah sebagai berikut:

  a. Penahan terlalu kuat

  b. Electrode menyerap uap

  c. Terlalu banyak unsur paduan dalam logam induk

  d. Pendinginan terlalu cepat

  e. Terlalu banyak belerang dalam logam induk

  f. Terdapat oksigen dan hydrogen

  g. Terdapat pasir atau debu pada daerah logam Cara mengatasi adalah sebagai berikut:

  a. Ganti urutan pengelasan

  b. Keringkan kembali elektroda

  c. Pemanasan awal harus dilakukan dan gunakan low hydrogen

  d. Panaskan mula dilakukan dan gunakan low hydrogen

  e. Pakai elektroda low Hydrogen

  G. Penetrasiatau Penembusan Kurang Sempurna Penyebab penetrasi kurang sempurna yaitu :

  a. Kecepatan las terlalu tinggi

  b. Panas busur tidak mencairkan logam

  c. Jarak gap terlalu rapat

  d. Elektroda yang terlalu tinggi

  e. Sudut elektroda salah

  Gambar 1.30 Penetrasi atau Penembusan Kurang Sempurna Sumber :Welder (2015)

  Keterangan: Gambar ke 1 Penembusan yang berlebihan. Gambar ke 2 Cacat penetrasi kurang sempurna . Gambar ke 3 Cacat penembusan yang kurang Cara mengatasinya :

  a. Memperbaiki sudut elektroda

  b. Jarak gap harus tepat

  c. Kecepatan las sesuai dengan prosedur yang ditentukan.

  H. Incomplete Fusion Penyebab terjadinya :

  a. Posisi pengelasan yang salah.

  b. Sudut elektroda yang salah

  c. Panas yang diterima terlalu kecil

  d. Welding gap terlalu kecil

  e. Permukaan kampuh kotor

  f. Kecepatan pengelasan terlalu tinggi

  Gambar 1.31 Incomplete Fusion Sumber : Welder (2015)

  Cara mengatasinya

  a. Memperbaiki posisi pengelasan

  b. Memperbaiki sudut elektrode

  c. Panas yang diterima harus sesuai prosedur

  d. Welding gap harus cukup

  e. Permukaan kampuh harus benar-benar bersih

  f. Kecepatan pengelasan harus sesuai prosedur

  I. Retak Dingin pada Bahan Las (cold cracking) Penyebab retak diningin pada bahan las :

  a. Pendinginan yang terlalu cepat

  b. Panas yang diterima terlalu rendah

  c. Kecepatan las terlalu tinggi

  d. Ampere yang digunakan terlalu rendah

  e. Tidak adanya pre-heat Cara mengatasinya:

  a. Hindari pendinginan terlalu cepat b.Panas yang diterima disesuaikan dengan prosedur yang sudah ditentukan

  c. Sesuaikan ampere dengan prosedur

  d. Sesuaikan kecepatan las

  e. Sesuaikan ampere dengan prosedur

  f. Melakukan per heat J. Hot Cracking (Retak Panas)

  Yaitu retakan yang biasanya timbul pada saat cairan las mulai membeku karenaluas penampang yang terlalu kecil dibandingkan dengan besar benda kerja yang akan dilas, sehingga terjadi pendinginan. Cara mengatasi dengan Yaitu retakan yang biasanya timbul pada saat cairan las mulai membeku karenaluas penampang yang terlalu kecil dibandingkan dengan besar benda kerja yang akan dilas, sehingga terjadi pendinginan. Cara mengatasi dengan

  

  Gambar 1.32 Hot Cracking Sumber :Welder (2015)

1.11 Kampuh Pengelasan

  Sebelum mengelas, perlu dipersiapkan bagian yang akan dilas agar diperoleh sambungan yang baik dan kuat. Bentuk kampuh disesuaikan dengan: -tebal benda kerja -posisi pengelasan -bahan yang dilas -kekuatan yang diinginkan

  Gambar 1.33 Bentuk Kampuh Pengelasan Sumber : Wiryosumarto (1994)

1.12 Tipe Sambungan Las

  Sambungan las diklasifikasikan menurut konstruksi lasnya seperti butt joint, T- joint, corner joint, split joint, lap joint, edge joint dan flange joint.

  a. Sambungan Buntu (Butt joint)

  Butt joint terdiri dari dua bagian logam yang disusun sejajar. Pada pengelasan baja, sambungan dengan penetrasi penuh di celah sambungan disebut juga butt joint walaupun posisi dua logam tidak sejajar pada bidang yang sama.

  Gambar 1.34 Sambungan buntu (Butt Joint) Sumber : Lukas Okta Prasetyawanto (2015)

  b. Sambungan T atau T-joint

  Sambungan T atau T-joint terdiri dari dua bagian yang disambung membentuk huruf T. Penambahan sambungan lain pada T joint sehingga membentuk palang disebut cruciform joint. Sambungan ini dapat menggunakan pengelasan fillet weld, grove weld, plug weld, seam weld.

  Gambar 1.35 Sambungan T Sumber : Lukas Okta Prasetyawanto (2015)

  c. Sambungan Sudut (Corner joint )

  Sambungan sudut atau Corner joint terdiri dari dua bagian yang sambungannya membentuk huruf L dan pengelasan dilakukan pada pinggir sudutnya. Sambungan ini digunakan untuk membuat konstruksi kotak. Sambungan ini dapat menggunakan tipe pengelasan fillet weld, groove weld, plug weld, seam weld.

  Gambar 1.36 Sambungan Sudut (Corner joint) Sumber : Lukas Okta Prasetyawanto (2015)

  d. Lap joint dan joggled lap joint

  Sambungan tumpang atau lap joint terdiri dari dua bagian ditumpuk pada bidang sejajar, kemudian dilas pada kedua ujung masing-masing. Lap joint dimana tiap sisi bagian yang disambung terletak pada bidang yang sama disebut joggled lap joint. Sambungan tumpang ini dapat menggunakan tipe pengelasan fillet weld, groove weld, plug weld, seam weld.

  (a)

  (b)

  Gambar 1.37 Sambungan (a) Lap joint dan (b) joggled lap joint Sumber : Lukas Okta Prasetyawanto (2015)

  e. Sambungan Sisi (Edge joint)

  Sambungan sisi terdiri dari lebih dari dua bagian yang dilas, bagian pinggir sambungan dilas dengan ketebalan yang tipis. Sambungan ini dapat menggunakan tipe las groove weld, flare groove weld, seam weld, edge weld.

  Gambar 1.38 Sambungan Sisi (Edge joint) Sumber : Lukas Okta Prasetyawanto (2015)

  f. Sambungan Splice (Spliced joint)

  Spliced joint adalah sambungan, di mana dua bagian disusun sejajar dan bagian lain ditambahkan diatasnya kemudian dilakukan pengelasan. Jenis sambungan Ini terdiri dari double-spliced joint dan single-spliced joint. Single spliced joint memiliki eksentrisitas pada sambungan sehingga bersifat lentur. Sambungan ini dapat menggunakan tipe pengelasan butt weld, groove weld, plug weld, seam weld.

  Gambar 1.39 Sambungan Splice Sumber : Lukas Okta Prasetyawanto (2015)

  g. Sambungan Flange (Flange joint)

  Flange joint terdiri dari dua bagian, setidaknya salah satunya memiliki bentuk tepi bengkok. Hal ini diaplikasikan pada pembuatan atap yang terbuat dari stainless steel atau paduan titanium dan tangki penyimpanan LNG. Sambungan ini dapat menggunakan tipe pengelasan filled weld, flare weld, edge weld.

  Gambar 1.40 Sambungan Flange Sumber : Lukas Okta Prasetyawanto (2015)

1.13 Daerah Hasil Pengelasan

  Daerah yang terpenting dari suatu sambungan las adalah daerah pengaruh panas, yaitu daerah yang bersebelahan dengan daerah lasan, sehingga pemanasan pada saat pengelasan dapat menimbulkan perubahan metalurgi didaerah tersebut. Daerah-daerah sambungan pada las dapat dilihat pada gambar berikut.

  Gambar 1.41 Pembagian daerah lasan Sumber : Kou, S. 2003: 254

  Daerah lasan terdiri dari 3 daerah, yaitu :

  a. Logam induk (base metal) Adalah logam dasar yang tidak terpengaruh, dimana panas atau suhu pengelasan tidak menyebabkan perubahan struktur dan sifat dari logam tersebut.

  b. Logam lasan (weld metal) Adalah bagian dari logam yang pada waktu pengelasan, logam tersebut mencair dan kemudian membeku.

  c. Daerah Pengaruh Panas (Head Affected ZoneHAZ) Adalah logam dasar yang bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan mengalami siklus termal pemanasan dan pendinginan yang cepat.

  Gambar 1.42 Hubungan antara waktu pendinginan, struktur-mikro dan kekuatan

  tumbuk pada daerah HAZ

  Sumber : Wiryosumarto (1994)

  Perubahan struktur diatas disebabkan oleh perbedaan sifat mampu-keras baja yang disebabkan karena adanya perbedaan komposisi kimia dan perbedaan kecepatan pendinginan karena panas pengelasan, pemanasan mula, tebal plat dan lain sebagainya. Semua faktor tersebut merubah besarnya penggetasan batas las secara rumit sekali.

  Pada proses pengelasan akan muncul permasalahan pada weld pool yang akan mempengaruhi kehomogenan weld pool itu sendiri yang nantinya akan menjadi salah satu faktor terjadinya korosi. Homogenitas pada kolam las dapat dipengaruhi oleh konveksi, konveksi ini akan menyebabkan sirkulasi pada logam cair sehingga terjadi pencampuran pada kolam las. Faktor-faktor yang mempengaruhi homogenitas dari kolam las antara lain:

  1. Pemisahan (Segregation)

  Terdapat tiga jenis pemisahan di dalam logam lasan, yaitu pisahan makro, pemisahan gelombang, dan pemisahan mikro. Pemisahan makro adalah perubahan komponen secara perlahan-lahan yang terjadi mulai dari sekitar garis lebur menuju ke garis sumbu las, sedangkan pemisahan gelombang adalah perubahan komponen karena pembekuan yang terputus yang terjadi pada proses terbentuknya gelombang manik las. Kemudian pemisahan mikro adalah perubahan komponen yang terjadi dalam satu pilar atau dalam bagian dari satu pilar.

  2. Gas porosity dan inklusi

  Pada proses pengelasan terjadi reaksi antara logam las cair, logam induk dan udara sekelilingnya. Hal ini terjadi karena kebanyakan logam pada kondisi panas sangat reaktif. Interaksi antara gas dan logam saat pengelasan berlangsung dengan Pada proses pengelasan terjadi reaksi antara logam las cair, logam induk dan udara sekelilingnya. Hal ini terjadi karena kebanyakan logam pada kondisi panas sangat reaktif. Interaksi antara gas dan logam saat pengelasan berlangsung dengan

  b. Gas larut dalam logam cair dan tetap berada kedalam logam membentuk larutan padat.

  c. Gas larut ke dalam logam cair melebihi batas kelarutannya sehingga menghasilkan lubang-lubang halus pada logam las.

  d. Gas bersenyawa dengan unsur logam membentuk inklusi, misal Al 2 O 3 , MnO,

  SiO 2 . Porositas dan inklusi yang terbentuk dapat mempercepat terjadinya korosi dari logam las.

  3. Unmixed Zone

  Unmixed zone pada weld pool terbentuk pada daerah fusion boundary (batas las) yang dikelilingi partially melted zone Logam cair di daerah ini cenderung diam akibat gesekan dengan daerah solid.Unmixed zone merupakan daerah yang rentan terhadap kegagalan mekanik terutama serangan korosi karena komposisi pada daerah unmixed berbeda dengan daerah yang lainnya pada weld pool yang mengalami sirkulasi. Daerah ini tidak dapat dihilangkan, tetapi dapat dikurang.

1.14 Welding Inspetion

  Welding Inspection adalah kegiatan pemeriksaan dalam rangka pengendalian dan penetapan mutu sambungan las sesuai dengan spesifikasi yang telas ditentukan.

   Klasifikasi Metode Pengujian Daerah Las

  1. Pengujian Dengan Cara Merusak

  a. Uji tarik

  Uji tarik dilaksanakan untuk menentukan kekuatan tarik, titik mulur (kekuatan lentur) las, pemanjangan dan pengurangan material las. Spesimen tersebut ujung-ujungnya dipegang dengan jepitan alat penguji, dan ditarik dengan menggunakan beban tarik.

  b. Uji lengkung

  Uji lengkung dilaksanakan untuk memeriksa pipa saluran dan keutuhan mekanis dari material las. Ada dua jenis uji lengkung, yaitu: uji lengkung kendali dan uji lengkung gulungan. Pada tiap-tiap jenis uji lengkung itu, sebuah spesimen dalam bentuk dan ukuran tertentu dilengkungkan sampai Uji lengkung dilaksanakan untuk memeriksa pipa saluran dan keutuhan mekanis dari material las. Ada dua jenis uji lengkung, yaitu: uji lengkung kendali dan uji lengkung gulungan. Pada tiap-tiap jenis uji lengkung itu, sebuah spesimen dalam bentuk dan ukuran tertentu dilengkungkan sampai

  dan

  kerusakannya

  c. Uji Hentakan

  Uji hentakan dilaksanakan untuk menentukan kekuatan material las. Sebagai sebuah metode uji hentakan yang digunakan di dalam dunia industri, JIS menetapkan secara khusus uji hentakan charpy dan uji hentakan izod

  d. Uji Kekerasan

  Uji kekerasan, seperti halnya uji tarik, seringkali dilaksanakan. Karena daerah las dipanaskan dan didinginkan dengan cepat, maka daerah yang terkena panas akan menjadi keras dan rapuh. Kekerasan maksimal pada daerah las yang diukur dengan uji kekerasan digunakan sebagai dasar penentuan kondisi-kondisi sebelum dan sesudah pemanasan yang akan dilakukan untuk mencegah retakan hasil pengelasan.

  e. Uji struktur

  Uji struktur mempelajari struktur material logam. Untuk keperluan pengujian, material logam dipotong-potong, kemudian potongan - potongan diletakkan di bawah dan dikikis dengan material alat penggores yang sesuai. Uji struktur ini dilaksanakan secara makroskopik atau mikroskopik. Dalam uji makroskopik, permukaan spesimen diperiksa dengan mata telanjang atau melalui loupe untuk mengetahui status penetrasi, jangkauan yang terkena panas, dan kerusakannya. Dalam pemeriksaan mikroskopik, permukaan spesimen diperiksa melalui mikroskop metalurgi untuk mengetahui jenis struktur dan rasio komponen-komponennya, untuk menentukan sifat-sifat materialnya.

  2. Pengujian Dengan Cara Tak Merusak

  a. Uji visual (VT)

  Uji visual merupakan salah satu metode pemeriksaan terpenting yang paling banyak digunakan. Uji visual tidak memerlukan peralatan tertentu dan oleh karenanya relatif murah selain juga cepat dan mudah dilaksanakan

  b. Uji Partikel Magnet (MT)

  Pengujian terhadap partikel magnet merupakan metode yang benar- benar efisien dan mudah dilaksanakan untuk mendeteksi secara visual kerusakan-kerusakan halus yang tidak teridentifikasi pada atau di dekat permukaan logam.

  c. Uji Zat Penetran (PT)

  Pada umumnya, uji zat penetran ini dilakukan secara manual, sehingga dapat tidaknya kerusakan itu berhasil dideteksi sangat bergantung pada ketrampilan penguji.

BAB II MESIN BUBUT

2.1 Prinsip Kerja

  Prinsip mekanisme gerakan pada mesin bubut adalah merubah energi listrik menjadi gerakan putar pada motor listrik kemudian ditransmisikan ke mekanisme gerak mesin bubut. Lebih jelasnya dapat dilihat (Gambar) yang menunjukkan transmisi gerakan line of power pada mesin bubut.

  Gambar 2.1 Line of power pada mesin bubut Sumber : Modul praktikum proses manufaktur I tahun 2016

  Pada dasarnya prinsip kerja mesin bubut ada dua macam, yaitu :

  1. Main Drive

  Gerakan utama pada mesin bubut putaran motor listrik berupa putaran motor listrik yang ditransmisikan melalui belt menuju gear box. Di dalam gear box terdapat roda gigi yang berfungsi untuk mengatur transmisi putaran spindel, sehingga menghasilkan putaran pada chuck.

  2. Feed Drive

  Yaitu gerakan pemakanan pahat pada benda kerja.

2.2 Bagian – Bagian Mesin Bubut

  Gambar 2.2 General data main assemblies Sumber : Laboratorium Proses Manufaktur I Teknik Mesin FT-UB (2016)

  1. Bed Way

  Bed Way adalah penopang sebagai tempat relay bertumpu.

  2. Head Stok

  Head Stok merupakan tempat dimana gear box dan quick change gear box dipasang.

  3. Quick Change Gear Box Feed Box

  Quick Change Gear Box atau juga sering disebut dengan Feed Box berfungsi untuk mentransmisikan daya dan putaran dari Gear Box serta mengatur kecepatannya sebelum diteruskan ke mekanisme pemakanan Apron.Gear Box dan Quick Change Gear Box terletak pada Head Stok.

  4. Carriage Box

  Carriage Box merupakan meja penggerak pahat dan terletak di atas

  apron.

  5. Electrical Box

  Electrical Box merupakan tempat rangkaian sistem elektronik lathe mahine.

  6. Chuck Protecting Cover

  Chuck Protecting Cover merupakan penutup chuck yang berfungsi sebagai pelindung pengguna dari serpihan geram.

  7. Splash Guard

  Splash Guard merupakan pelindung dan pembatas agar geram tidak terlempar kemana – mana.

  8. Lower Carriage

  Lower Carriage merupakan penopang dati top carriage.

  9. Top Carriage

  Top Carriage merupakan penopang dari tool holder.

  10. Cooling

  Cooling berfungsi sebagai saluran cairan pendingin

  11. Working Light

  Lampu yang berfungsi sebagai penerang saat pengguna bekerja.

  12. Tail Stock

  Tailstock terletak berhadapan dengan spindel. Berfungsi untuk menahan ujung benda kerja saat pembubutan dan juga dapat digunakan untuk memegang tool pada saat pengerjaan drilling, reaming dan tapping.

  13. Lead Screw

  Poros berulir yang berfungsi untuk menggerakan carriage box saat melakukan penguliran.

  14. Feed Rod

  Poros yang berfungsi untuk menggerakan carriage saat melakukan pembubutan.

  15. Switch Rod

  Bagian mesin yang berfungsi untuk merubah putaran dari feed rod.

  16. Tool Holder

  Bagian mesin bubut yang berfungsi untuk memegang pahat.

  17. Quadrant

  Susunan pulley yang mentansmisikan putran antara gear box dan quick change gear box.

  18. Oil Tray

  Tempat geram dan pengalir coolant menuju reservoir.

  19. Steady Rest

  Alat bantu untuk menopang benda kerja yang kedudukannya tetap.

  20. Foot Stand

  Penopang dari seluruh rangkaian mesin bubut.

  21. Thread Indicator

  Indikator putaran flywheel.

  22. Foot Breake

  Pedal injak yang berfungsi untuk menghentikan mesin dengan memutus arus listrik.

2.3 Macam - Macam Mesin Bubut

  Menurut prinsip kerjanya :

  1. Mesin Bubut Ringan

  Mesin bubut ini diletakkan diatas meja dan mudah dipindahkan sesuai dengan kebutuhan.Benda kerjanya berdimensi kecil.Jenis ini umumnya digunakan untuk membuat benda-benda kecil dan biasanya dipergunakan untuk industri rumah tangga.

  Gambar 2.3 Mesin Bubut Ringan Sumber : Efendi, (2016)

  2. Mesin Bubut Standar

  Dikatakan sebagai mesin bubut standar karena telah dilengkapi berbagai kelengkapan tambahan seperti keran pendingin, lampu kerja, bak penampung geram dan rem untuk menghentikan mesin dalam keadaan darurat.

  Gambar 2.4 Mesin Bubut Standar Sumber : Laboratorium Proses Manufaktur I Teknik Mesin FT-UB (2016)

  3. Mesin Bubut Sedang

  Konstruksi mesin ini lebih cermat dan dilengkapi dengan penggabungan peralatan khusus.Oleh karena itu mesin ini digunakan untuk pekerjaan yang lebih banyak variasinya dan lebih teliti.

  Gambar 2.5 Mesin Bubut Sedang Sumber :Laboratorium Proses Manufaktur I Universitas Brawijaya

  4. Mesin Bubut Sabuk

Dokumen yang terkait

ANALISIS DANA PIHAK KETIGA PADA PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA PERIODE TRIWULAN I 2002 – TRIWULAN IV 2007

40 502 17

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN RASIO LIKUIDITAS, PROFITABILITAS, AKTIVITAS DAN LEVERAGE TERHADAP PERUBAHAN LABA DI MASA DATANG PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

18 254 20

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM SITUASI PERTEMUAN ANTAR BUDAYA STUDI DI RUANG TUNGGU TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

97 602 2

ANALISIS PROSES PENYUSUNAN PLAN OF ACTION (POA) PADA TINGKAT PUSKESMAS DI KABUPATEN JEMBER TAHUN 2007

6 120 23

EVALUASI IN VITRO ANTIOKSIDAN SENYAWA FENOL BIJI MELINJO (Gnetum gnemon L.) SELAMA PROSES PENGOLAHAN EMPING MELINJO BERDASARKAN SNI 01-3712-1995

4 111 16

IMPROVING CLASS VIII C STUDENTS’ LISTENING COMPREHENSION ACHIEVEMENT BY USING STORYTELLING AT SMPN I MLANDINGAN SITUBONDO IN THE 2010/2011 ACADEMIC YEAR

8 135 12

SOAL ULANGAN HARIAN IPS KELAS 2 BAB KEHIDUPAN BERTETANGGA SEMESTER 2

12 263 2

UPAYA PENINGKATAN PROSES DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENGGUNAAN ALAT PERAGA PADA MATA PELAJARAN IPA DI KELAS IV (EMPAT) SDN 3 TEGALSARI KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2011/2012

23 110 52

MENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA REALIA DI KELAS III SD NEGERI I MATARAM KECAMATAN GADINGREJO KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

21 126 83