Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Dari Crude Palm Oil (CPO) Dengan Menggunakan Metode Titrasi Alkalimetri Pada Tangki Truk Pada PT. Sarana Agro Nusantara

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Kelapa Sawit
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah
kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa sawit
dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor.
Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial
pada tahun 1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah
Adrien Hallet, seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di
Afrika. Budi daya yang dilakukannya diikuti oleh K. Schadt yang menandai
lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa
sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi
di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya mencapai
5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576
ton ke negara-negara Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti
sawit sebesar 850 ton (Fauzi dkk, 2002).
Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor negara

Afrika pada waktu itu. Namun, kemajuan pesat yang dialami oleh Indonesia tidak
diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil perolehan ekspor
minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian negara asing termasuk Belanda.

Universitas Sumatera Utara

5

Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit
mengalami kemunduran. Secara keseluruhan produksi perkebunan kelapa sawit
terhenti. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16 % dari total luas
lahan yang ada sehingga produksi minyak sawit Indonesia pun hanya mencapai
56.000 ton pada tahun 1948/1949. Padahal pada tahun 1940 Indonesia
mengekspor 250.000 ton minyak.
Setelah Belanda dan Jepang meninggalkan Indonesia, pada tahun 1957,
pemerintahan mengambil alih perkebunan dengan alasan politik dan keamanan.
Pemerintah menempatkan perwira-perwira militer di setiap jenjang manajemen
perkebunan yang bertujuan mengamankan jalannya produksi. Pemerintah juga
membentuk buruh militer (BUMIL) yang merupakan wadah kerjasama antara
buruh perkebunan dengan militer. Perubahan manajemen dalam perkebunan dan

kondisi sosial politik serta keamanan dalam negeri yang tidak kondusif,
menyebabkan produksi kelapa sawit mengalami penurunan. Pada periode tersebut
posisi Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar tergeser oleh
Malaysia.
Memasuki pemerintahan orde baru, pembangunan perkebunan diarahkan
dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, dan sebagai sektor penghasil devisa negara. Pemerintah terus
mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai dengan tahun 1980
luas lahan mencapai 294.560 ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak
saat itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama
perkebunan raya. Hal ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang melaksanakan
program perkebunan inti rakyat perkebunan rakyat di sekitarnya yang menjdai

Universitas Sumatera Utara

6

plasma. Perkembangan perkebunan semakin pesat lagi setelah pemerintah
mengembangkan program lanjutan yaitu PIR-Transmigrasi sejak tahun 1986.
Program tersebut berhasil menambah luas lahan dan produksi kelapa sawit. Pada

tahun 1990–an, luas perkebunan kelapa swit mencapai lebih dari 1,6 juta hektar
yang tersebar di berbagai sentra produksi, seperti Sumatera dan Kalimantan.
2.2. Klasifikasi Botani Kelapa Sawit
Klasifikasi botani kelapa sawit adalah sebagai berikut :

kelapa Devisio

: Tracheophyta

Sub devisi

: Pteropida

Kelas

: Angiospermae

Sub kelas

: Angiospermae


Ordo

: Palmales

Familia

: Palmales

Sub famili

: Cocoidea

Genus

: Elaeis

Spesies

: Elaeis guinensis.


Varietas

: Dura, Pesipera, Tenera

Dalam satu tahun, produksi pelepah setiap pohon adalah sekitar 27
pelepah.Jumlah pelepah yang dihasilkan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain sebagai berikut :
1) Varietas dan kualitas pertumbuhan.
2) Jenis tanah.
3) Iklim (distribusi curah hujan dan intensitas sinar matahari).
4) Perlakuan budi daya.

Universitas Sumatera Utara

7

2.3 Minyak Kelapa Sawit
Bagian tanaman kelapa sawit yang bernilai ekonomi tinggi adalah buahnya
yang tersusun dalam sebuah tandan, biasa disebut dengan TBS (tandan buah

segar). Buah sawit dibagian sabut (daging buah atau mesocarp) menghasilkan
minyak sawit kasar crude palm oil (CPO) sebanyak 20-24. Sementara itu, bagian
inti sawit menghasilkan minyak inti sawit palm kernel oil

(PKO) 3-4%.

(Sunarko, 2007)
Sebagai minyak atau lemak, minyak sawit adalah suatu trigliserida, yaitu
senyawa gliserol dengan asam lemak. Sesuai dengan bentuk bangun rantai asam
lemaknya, minyak sawit termasuk golongan minyak asam oleat-linoleat. Minyak
sawit berwarna merah jinggan karena kandungan karotenoida (terutama βkarotena), berkonsistensi setengah padat pada suhu kamar (terkonsistensi dan titik
lebur banyak ditentukan oleh kadar ALB-nya), dan dalam keadaan segar dan
kadar asam lemak bebas yang rendah, bau dan rasanya cukup enak
(Mangoensoekarjo, 2003).
Asam lemak minyak sawit dihasilkan dari proses hidrolisis, baik secara
kimiawi maupun enzimatik. Proses hidrolisis menggunakan enzim lipase dari
jamur Aspergillus niger dinilai lebih menghemat energi karena dapat berlangsung
pada suhu 10-25˚C. selain itu, proses ini juga dapat dilakukan pada fase padat.
Namun, hidrolisis enzimatik mempunyai kekurangan pada kelambatan prosesnya
yang berlangsung 2-3 hari. Asam lemak yang dihasilkan dihidrogenasi, lalu

didestilasi, dan selanjutnya difraksinasi sehingga menghasilkan asam-asam lemak

Universitas Sumatera Utara

8

murni. Asam-asam lemak tersebut digunakan sebagai

bahan untuk detergen,

bahan softener (pelunak) untuk produksi makanan, tinta tekstil, aspal, dan perekat.

2.3.1. Berdasarkan Warna Buah
Berdasarkan warna buah, tipe-tipe kelapa sawit dibedakan sebagai berikut.
A .Tipe Nigrescens
Tipe inin memilikin ciri buah mentah berwarna ungu (violet) sampai
hitam.sedangkan pangkalnya agak pucat. Setelah buah matang,warna buah
berubah menjadi merah–kuning, Tipe ini banyak dijumpai dimana-mana.
B .Tipe Virescens
Tipe ini memiliki ciri-ciri buah mentah berwarna hijau.Setelah matang,buah

menjadi merah-kuning (orange) tetapi bagian ujungnya tetap kehijau-hijauan tipe
ini sudah jarang dijumpai dilapangan.
C. Tipe Albascens
Tipe ini memiliki ciri-ciri buah muda berwarna kuning pucat, sedangkan buah
masak berwarna kuning tua karena mengandung sedikit karotein. Ujung buah
berwarna ungu kehitaman. Tipe ini sudah sulit dijumpai dan kurang disukai untuk
dibudidayakan (Setyamidjaja, 2006).

2.4 Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya,
tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada
perbedaan titik lelehnya. Pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan
minyak berwujud cair. Titik leleh minyak dan lemak tergantung pada strukturnya,
biasanya meningkat dengan bertambahnya jumlah atom karbon. Banyaknya ikatan

Universitas Sumatera Utara

9

rangkap atom karbon juga berpengaruh. Dimana semaikin banyak ikatan rangkap

atom karbon maka lemak akan semakin cair didalam suhu kamar. Trigliserida
yang kaya akan lemak tak jenuh, seperti asam oleat dan linoleat, biasanya
berwujud cair sedangkan trigliserida yang kaya akan lemak jenuh seperti asam
stearat dan palmitat, biasanya adalah berwujud padat. Semua jenis lemak tersusun
oleh asam-asam lemak yang terikat oleh gliserol.Trigliserida alami ialah triester
dari asam lemak berantai panjang dan gliserol merupakan penyusun utama lemak
hewan dan nabati. Trigliserida termasuk lipid sederhana dan juga merupakan
bentuk cadangan lemak dalam tubuh manusia (Tambun, 2006 ).
Trigliserida alami ialah triester dari asam lemak berantai panjang dan
gliserol merupakan penyusun utama lemak hewan dan nabati. Trigliserida
termasuk lipid sederhana dan juga merupakan bentuk cadangan lemak dalam
tubuh manusia. Berikut ini adalah persamaan (2.1) pembentukan trigliserida :

O

O

HO - C - R
O


CH2OH

CH2 - O - C-R
O

HO - C- R
O

+ CHOH

CH - O - C-R
O

HO - C- R

CH2OH

CH2 -O -C- R

3 Molekul

Asam lemak

Gliserol

+ 3 H2O

Trigliserida

(2.1)

Air

(triester dari gliserol)

(Tambun, 2006).

Universitas Sumatera Utara

10

Asam lemak adalah asam organik yang mempunyai struktur sebagai
berikut:
O
R – C - OH
Gamba r 2.1 Asam Lemak
Dimana R adalah rantai karbon yang jenuh atau yang tidak jenuh yang terdiri atas
4 sampai 24 buah atom karbon. Rantai karbon yang jenuh ialah rantai karbon yang
tidak mengandung ikatan rangkap, sedangkan yang mengandung ikatan rangkap
disebut rantai karbon tidak jenuh. Pada umumnya asam lemak mempunyai jumlah
atom karbon genap. Makin panjang rantai karbon, makin tinggi titik lebur dari
asam lemak. Apabila dibandingkan dengan asam lemak jenuh, asam lemak tidak
jenuh mempunyai titik lebur lebih rendah. Asam lemak adalah asam lemah.
Apabila dapat larut dalam air. Kelarutan asam lemak dalam air berkurang dengan
bertambah panjangnya rantai karbon (Poedjiadi, 1994).
2.5 Mutu Minyak Kelapa Sawit
Akhir-akhir ini minyak sawit berperan cukup penting dalam perdagangan
dunia. Berbagai industri, baik pangan maupun non pangan, banyak yang
menggunakannya sebagai bahan baku.
Didalam perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat
dibedakan menjadi dua arti. Pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti benarbenar murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit
dalam arti yang pertama dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya,
antara lain titik lebur, angka penyabunan, dan bilangan yodium. Sedangkan yang
kedua, yaitu mutu minyak sawit dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran.

Universitas Sumatera Utara

11

Dalam hal ini syarat mutunya diukur berdasarkan spesifikasi standart mutu
internasional, yang meliputi kadar asam lemak bebas (ALB, FFA), air, kotoran,
logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Dalam dunia
perdagangan, mutu minyak sawit dalam arti yang kedua lebih penting.
Industri pangan maupun non-pangan selalu menghendaki minyak sawit
dalam mutu yang terbaik, yaitu minyak sawit yang dalam keadaan segar, asli,
murni dan tidak tercampur bahan tambahan lain seperti kotoran, air, logam-logam
(dari alat-alat selama pemrosesan), dan lain-lain. Adanya bahan-bahan yang tidak
semestinya terikut dalam minyak sawit ini akan menurunkan mutu dan harga
jualnya
Warna minyak kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh kandungan karoten
dalam minyak tersebut. Karoten dikenal sebagai sumber vitamin A, pada
umumnya terdapat pada tumbuhan yang berwarna hijau dan kuning termasuk
kelapa sawit, tetapi para konsumen tidak menyukainya. Oleh karena itu para
produsen berusaha untuk menghilangkannya dengan berbagai cara. Salah satu
cara yang digunakan ialah dengan menggunakan bleaching earth.
Mutu minyak kelapa sawit juga dipengaruhi oleh kadar asam lemak
bebasnya, karena jika kadar asam lemak bebasnya tinggi, maka akan timbul bau
tengik disamping juga dapat merusak peralatan karena mengakibatkan timbulnya
korosi (Tambun, 2006).
2.5.1 Faktor yang mempengaruhi mutu minyak sawit
Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor.
Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya penanganan

Universitas Sumatera Utara

12

pascapanen, atau kesalahan dalam pemprosesan dan pengangkutannya. Berikut ini
akan dikemukakan beberapa hal yang secara langsung berkaitan dengan
penurunan mutu minyak sawit dan sekaligus cara pencegahannya, serta standar
mutu minyak sawit yang dikehendaki pasar.
a. Asam Lemak Bebas (free fatty acid)
Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak
sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan
rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan
terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak sawit.
Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan dipanen sampai
tandan diolah dipabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa
pada minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi
ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis
(enzim). Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB
yang terbentuk
O

CH2 -- O -- C-- R

CH2 -- OH

O

O
Panas, air

CH -- O- C-- R

CH -- OH + R -- C -- OH

(2.2)

Keasaman,Enzim
O
CH2 -- O-- C-- R

CH2 -- OH

Minyak sawit

Gliserol

ALB

Universitas Sumatera Utara

13

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kadar ALB yang
relatif tinggi dalam minyak sawit antara lain :
1. Pemanenan buah sawit yang tidak tepat waktu
2. Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengambilan buah
3. Penumpukan buah yang terlalu lama, dan
4. Proses hidrolisa selama pemrosesan di pabrik.
b.Kadar zat menguap dan kotoran
Meskipun kadar ALB dalam minyak sawit kecil, tetapi hal itu belum
menjamin mutu minyak sawit. Kemantapan minyak sawit harus dijaga dengan
cara membuang kotoran dan zat menguap. Hal ini dilakukan dengan peralatan
pemurnian modern.
c. Kadar logam
Beberapa jenis bahan logam yang dapat terikut dalam minyak sawit antara
lain besi, tembaga, dan kuningan. Logam-logam tersebut biasanya berasal dari
alat-alat pengolahan yang digunakan. Tindakan preventif pertama yang harus
dilakukan untuk menghindari terikutnya kotoran yang berasal dari pengelupasan
alat-alat dan pipa adalah mengusahakan alat-alat dari stainless steel.
Mutu dan kualitas minyak sawit yang mengandung logam-logam tersebut
akan turun. Sebab dalam kondisi tertentu, logam-logam itu dapat menjadi
katalisator yang menstimulir reaksi oksidasi minyak sawit. Reaksi ini dapat
dimonitor dengan melihat perubahan warna minyak sawit yang semakin gelap dan
akhirnya menyebabkan ketengikan.

Universitas Sumatera Utara

14

d. Bilangan peroksida
Proses oksidasi yang distimulir oleh logam jika berlangsung dengan
intensif akan mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna (menjadi semakin
gelap). Keadaan ini jelas sangat merugikan sebab mutu minyak sawit menjadi
menurun.
Angka oksidasi dihitung berdasarkan angka peroksida. Sebagai standar
umum dipakai angka 10 meq (milligram equivalent), tetapi ada yang memakai
standar lebih ketat lagi yaitu 6 meq. Diatas angka tersebut mutu barang jadi yang
dihasilkan dapat dipastikan kurang baik.
e. Pemucatan
Minyak sawit mempunyai warna kuning orange sehingga jika digunakan sebagai
bahan baku untuk pangan perlu dilakukan pemucatan. Pemucatan ini
dimaksudkan untuk mendapatkan warna minyak sawit yang lebih memikat dan
sesuai dengan kebutuhannya. Keintensifan pemucatan minyak sawit sangat
ditentukan oleh kualitas minyak sawit yang bersangkutan. Semakin jelek
mutunya, maka biaya pemucatan juga semakin besar. Dengan demikian, minyak
sawit yang bermutu baik akan mengurangi biaya pemucatan pada pabrik
konsumen.
Berdasarkan standar mutu minyak sawit untuk pemucatan dengan alat
lovibond dapat diketahui dosis bahan-bahan pemucatan yang dibutuhkan, biaya,
serta randemen hasil akhir yang akan diperoleh. Untuk standar mutu didasarkan
pada warna merah 3,5 dan warna kuning 35 (Tim penulis, 1997)

Universitas Sumatera Utara

15

f. Kadar Kotoran
Meskipun kadar ALB minyak sawit kecil, tetapi hal itu belum menjamin
mutu minyak sawit. Kemantapan minyak sawit harus dijaga dengan cara
membuang kotorannya. Hal ini dilakukan dengan peralatan pemurnian modern.
Dari hasil pengempaan (pressing), minyak sawit kasar dipompa dan dialirkan ke
dalam tangki pemisah melalui pipa. Kurang lebih 30 menit kemudian, minyak
sawit kasar telah dapat dijernihkan dan menghasilkan sekitar 80% minyak jernih.
Hasil endapan berupa minyak kasar kotor dikeluarkan dari tangki pemisah dengan
suhu 95ºC dan diolah lagi di sludge centrifuge. Sedangkan minyak jernih diolah
pada purifier centrifuge. Dari hasil pengolahan diperoleh minyak sawit bersih
dengan kadar kotoran hanya 0,0005%. Dalam kondisi diatas minyak sawit sudah
mempunyai daya tahan yang mantap. Akan tetapi untuk memastikan dan
mencegah terjadinya proses hidrolisa, perlu dilakukan pengeringan pada kondisi
fisik hampa sehingga minyak sawit tersebut hanya mengandung kadar zat
Tabel 2.1 Data Karakteristik Minyak Sawiit

Karakteristik

Minyak sawit

Keterangan

5%

Maksimal

Kadar kotoran

0.,5 %

Maksimal

Kadar zat menguap

0,5 %

Maksimal

Bilangan peroksida

6 meq

Maksimal

44-58 mg/gr

-

10 ppm

-

3-4 R

-

Kadar minyak

-

Minimal

Kontaminasi

-

Maksimal

Asam Lemak Bebas

Bilangan iodine
Kadar logam (Fe, Cu)
Lovibond

(Tim Penulis, 1997)

Universitas Sumatera Utara

16

2.6 Penimbunan Minyak Kelapa Sawit
Sejalan dengan makin meningkatnya luas areal perkebunan kelapa sawit,
produksi minyak sawit semakin lama semakin meningkat. Penyimpanan dan
penanganan selama transpotasi minyak sawit yang kurang baik dapat
mengakibatkan terjadinya kontaminasi baik oleh logam maupun bahan lain
sehingga akan menurunkan kualitas minyak sawit.
Pengawasan mutu minyak sawit selama penyimpanan, transportasi, dan
penimbunan perlu dilakukan dengan ketat untuk mencegah terjadinya penurunan
mutu minyak sawit. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan membuat
standarisasi prosedur penyimpanan, transportasi darat, dan penimbunan minyak
sawit. Standarisasi ini bertujuan untuk mencegah kontaminasi dan penurunan
kualitas minyak sawit.
Minyak produksi sebelum diangkut ketempat konsumen ditimbun dalam
tangki timbun. Minyak yang masuk kedalam tangki timbun suhunya 40–50ºC.
Titik leleh minyak sawit ±40ºC, sehingga untuk mempermudah pengeluaran
minyak dari tangki maka untuk maksud tersebut dipertahankan agar suhu minyak
bertahan diatas titik leleh. Selama penyimpanan terjadi peningkatan kadar asam
lemak bebas (ALB) yang disebabkan terjadinya proses auto katalitik yang
dipercepat oleh panas (Naibaho, 1996).
Minyak yang terkumpul didasar bejana akan disalurkan ke pompa dilantai
bawah,selanjutnya dipompakan ke tangki timbun. Pada tangki timbun secara
periodik dilakukan pengurasan mengikuti prosedur pencucian tangki.Suhu
penyimpanan hendaknya sekitar 40-50ºC (Pardamean, 2008)

Universitas Sumatera Utara

17

2.6.1 Persyaratan penimbunan
Persyaratan penimbunan yang baik adalah yang baik adalah :
1. Kebersihan tangki dijaga, khususnya terhadap kotoran dan air
2. Jangan mencampur minyak berkadar ALB tinggi atau minyak kotor
dengan minyak berkadar ALB rendah atau bersih atau kering
3. Membersihkan tangki dan memeriksa pipa-pipa uap pemanas, tutup
tangki, alat-alat pengukur dan lain-lain setiap ada kesempatan
4. Memelihara suhu sekitar 40˚ C
5. Pipa pemasukan minyak harus terbenam ujungnya dibawah permukaan
minyak
6. Melapisi dinding tangki dengan dammar epoksi (hanya untuk minyak
sawit bermutu tinggi) (Mangoensoekarjo, 2003).
2.7. Pengolahan Kelapa Sawit
2.7.1. Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS)
Pengolahan TBS di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak sawit
yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung cukup panjang dan
memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS atau brondolan
dari tempat pengumpulan hasil (TPH) ke pabrik sampai dihasilkannya minyak
sawit dan hasil- hasil sampingnya.
Pada dasarnya ada dua macam hasil olahan utama pengolahan TBS di pabrik,
yaitu :
-

Minyak sawit yang merupakan hasil pengolahan daging buah, dan

-

Minyak inti sawit yang dihasilkan dari ekstraksi inti sawit.

Universitas Sumatera Utara

18

Secara ringkas, tahap-tahap proses pengolahan TBS sampai dihasilkan minyak
akan diuraikan lebih lanjut berikut ini.
2.7.2. Pengangkutan TBS ke Pabrik
Tandan buah segar hasil pemanenan harus segera diangkut ke pabrik untuk
diolah lebih lanjut. Pada buah yang tidak segera diolah, maka kandungan ALBnya semakin meningkat. Untuk menghindari hal tersebut, maksimal 8 jam setelah
panen, TBS harus segera diolah.
Asam lemak bebas terbentuk karena adanya kegiatan enzim lipase yang
terkandung di dalam buah dan berfungsi memecah lemak/minyak menjadi aktif
bila struktur sel buah matang mengalami kerusakan. Untuk itu, pengangkutan
TBS ke pabrik mempunyai peranan yang sangat penting.
Pemilihan alat angkut yang tepat dapat membantu mengatasi masalah
kerusakan buah selama pengangkutan. Ada beberapa alat angkut yang dapat
digunakan untuk mengangkut TBS dari perkebunan ke pabrik, yaitu lori, traktor
gandengan, atau truk. Pengangkutan dengan lori lebih baik daripada dengan alat
angkut lain. Guncangan selama perjalanan lebih banyak terjadi pada
pengangkutan dengan truk atau traktor gandengan sehingga pelukan pada buah
sawit juga lebih banyak. Hal tersebut menyebabkan semakin meningkatnya
kandungan ALB pada buah yang diangkut.
Sesampai TBS di pabrik, segera dilakukan penimbangan. Penimbangan
penting dilakukan sebab akan diperoleh angka-angka yang terutama berkaitan
dengan produksi perkebunan, pembayaran upah para pekerja, penghitungan
rendemen minyak sawit, dan lain-lain. Setelah ditimbang, TBS mengalami proses
selanjutnya yaitu perebusan

Universitas Sumatera Utara

19

2.7.3. Perebusan TBS
Buah beserta lorinya kemudian direbus dalam suatu tempat perebusan
(sterilizer) atau dalam ketel rebus. Perebusan dilakukan dengan mengalirkan uap
panas selama 1 jam atau tergantung pada besarnya tekanan uap. Pada umumnya,
besarnya tekanan uap yang digunakan adalah 2,5 atmosfer dengan suhu uap 125
o

C. Perebusan yang terlalu lama dapat menurunkan kadar minyak dan pemucatan

kernel. Sebaliknya, perebusan dalam waktu yang terlalu pendek menyebabkan
semakin banyak buah yang tidak rontok dari tandannya. Tujuan perebusan adalah:
-

Merusak enzim lipase yang menstimulir pembentukan ALB,

-

Mempermudah pelepasan buah dari tandan dan inti dari cangkang,

-

Memperlunak daging buah sehingga memudahkan proses pemerasan, serta

-

Untuk mengkoagulasikan (mengendapkan) protein sehingga memudahkan
pemisahan minyak.

2.7.4. Perontokan dan Pelumatan Buah
Setelah perebusan lori-lori yang berisi TBS ditarik keluar dan diangkat
dengan alat Hoisting Crane yang digerakkan dengan motor. Hoisting Crane akan
membalikkan TBS ke atas mesin perontok buah (thresher). Dari thresher, buahbuah yang telah rontok dibawa ke mesin pelumat (digester). Untuk lebih
memudahkan penghancuran daging buah dan pelepasan biji, selama proses
pelumatan TBS dipanasi (diuapi).
Tandan buah kosong yang sudah tidak mengandung buah diangkut ke tempat
pembakaran dan digunakan sebagai bahan bakar.

Universitas Sumatera Utara

20

2.7.5. Pemerasan atau Ekstraksi Minyak Sawit
Untuk memisahkan biji sawit dari hasil lumatan TBS, maka perlu
dilakukan pengadukan selama 25–30 menit. Setelah lumatan buah bersih dari biji
sawit, langkah selanjutnya adalah pemerasan atau ekstraksi yang bertujuan untuk
mengambil minyak dari masa adukan. Ada beberapa cara dan alat yang digunakan
dalam proses ekstraksi minyak, yaitu seperti berikut:
1.

Ekstraksi dengan Sentrifugasi
Alat yang dipakai berupa tabung baja silindris yang berlubang-lubang pada
bagian dindingnya. Buah yang telah lumat, dimasukkan ke dalam tabung, lalu
diputar. Dengan adanya gaya sentrifugasi, maka minyak akan keluar melalui
lubang-lubang pada dinding tabung.

2.

Ekstraksi dengan Cara Srew Press
Prinsip ekstraksi minyak dengan cara ini adalah menekan bahan lumatan
dalam tabung yang berlubang dengan alat ulir yang berputar sehingga minyak
akan keluar lewat lubang-lubang tabung. Besarnya tekanan alat ini dapat
diatur secara elektris, dan tergantung dari volume bahan yang akan dipress.
Cara ini mempunyai kelemahan yaitu pada tekanan yang terlampau kuat akan
menyebabkan banyak biji yang pecah.

3.

Ekstraksi dengan Bahan Pelarut
Cara ini lebih sering dipakai dalam ekstraksi minyak biji-bijian, termasuk
minyak inti sawit. Sedangkan ekstraksi minyak sawit dari daging buah,
belum umum digunakan dengan cara ini karena kurang efisien. Pada
dasarnya, ekstraksi dengan cara ini adalah dengan menambah pelarut

Universitas Sumatera Utara

21

tertentu pada lumatan daging buah sehingga minyak akan terpisah dari
partikel yang lain.
4.

Ekstraksi dengan Tekanan Hidrolis
Dalam sebuah peti pemeras, bahan ditekan secara otomatis dengan tekanan
hidrolisa.

2.7.6. Pemurnian dan Penjernihan Minyak Sawit

Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih
berupa minyak sawit kasar karena masih mengandung kotoran berupa partikelpartikel dari tempurung dan serabut serta 40–45 % air.
Agar diperoleh minyak sawit yang bermutu baik, minyak sawit kasar
tersebut mengalami pengolahan lebih lanjut. Minyak sawit yang masih kasar
kemudian dialirkan ke dalam tangki minyak kasar ( Crude Oil Tank ) dan setelah
melalui pemurnian atau klarifikasi yang bertahap, maka akan dihasilkan minyak
sawit mentah Crude Palm Oil (CPO). Proses penjernihan dilakukan untuk
menurunkan kandungan air di dalam minyak. Minyak sawit ini dapat ditampung
dalam tangki-tangki penampungan dan siap dipasarkan atau mengalami
pengolahan lebih lanjut sampai dihasilkan minyak sawit murni Processed Palm
Oil (PPO) dan hasil olahan lainnya. Sedangkan sisa olahan yang berupa lumpur,
masih dapat dimanfaatkan dengan proses daur ulang untuk diambil minyak
sawitnya (Tim penulis PS, 1997).

Universitas Sumatera Utara

22

2.8. Proses Pemurnian Kelapa Sawit
Tujuan utama dari proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan
rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang
masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah
dalam industri (Ketaren, 1986).
Untuk memperoleh minyak yang bermutu baik, minyak dan lemak kasar
harus dimurnikan dari bahan-bahan atau kotoran yang terdapat di dalamnya. Caracara pemurnian dilakukan dalam beberapa tahap:

2.8.1. Pengendapan (settling) dan pemisahan gumi (degumming), bertujuan
menghilangkan partikel-partikel halus yang tersuspensi atau berbentuk
koloidal. Pemisahan ini dilakukan dengan pemanasan uap dan adsorben,
kadang-kadang dilakukan sentrifusa (Winanrno, 1995).

2.8.2. Netralisasi dengan alkali, bertujuan memisahkan senyawa-senyawa
terlarut seperti fosfatida, asam lemak bebas, dan hidrokarbon. Lemak
dengan kandungan asam lemak bebas yang tinggi dipisahkan dengan
menggunakan uap panas dalam keadaan vakum, kemudian ditambahkan
alkali. Sedangkan lemak dengan asam lemak bebas rendah cukup
ditambahkan NaOH atau garam NaCO3, sehingga asam lemak ikut fase air
dan terpisah dari lemaknya (Winanrno, 1995).

2.8.3. Pemucatan, bertujuan menghilangkan zat-zat warna dalam minyak
dengan penambahan adsorbing agent seperti arang aktif, tanah liat, atau

Universitas Sumatera Utara

23

dengan reaksi-reaksi kimia. Setelah penyerapan warna, lemak disaring
dalam keadaan vakum. (Winarnoo, 1995)
2.8.4. Penghilangan bau (deodorisasi) lemak, dilakukan dalam botol vakum,
kemudian dipanaskan dengan mengalirkan uap panas yang akan membawa
senyawa volatil. Selesai proses deodorisasi, lemak harus segera
didinginkan untuk mencegah kontak dengan O2. (Winarno, 1995) Dalam
penggunaan minyak dan lemak di perusahaan pembuatan margarin
dibutuhkan minyak dan lemak yang tidak mempunyai rasa dan bau. Oleh
karena itu sering perlu dilakukan penghilangan bau dan cita-rasa yang ada.
(Buckle dkk, 2009)

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB)Dari Crude Palm Oil (CPKO)Pada PT. Agro Jaya Perdana Medan

1 36 41

Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Dan Kadar Air Dalam Crude Palm Oil (CPO) Pada Tangki Timbun Di PTPN III PKS Sei Mangkei – Perdagangan

1 26 50

Analisa Kadar Asam Lemak Bebas Dari Crude Palm Oil ( CPO ) Pada Tangki Timbun Di PT. Sarana Agro Nusantara

3 67 36

Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Dari Palm Kernel Oil (PKO ) Pada Tangki Penimbunan Di PT. Sarana Agro Nusantara

1 71 35

Pengaruh Kadar Air Terhadap Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Dari Minyak CPKO (Crude Palm Kernel Oil) Pada Tangki Timbun (Storage Tank) Di PT. Sarana Agro Nusantara Unit Belawan

4 43 39

Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Dari Crude Palm Oil (CPO) Dengan Menggunakan Metode Titrasi Alkalimetri Pada Tangki Truk Pada PT. Sarana Agro Nusantara

0 1 2

Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Dari Crude Palm Oil (CPO) Dengan Menggunakan Metode Titrasi Alkalimetri Pada Tangki Truk Pada PT. Sarana Agro Nusantara

0 0 1

Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Dari Crude Palm Oil (CPO) Dengan Menggunakan Metode Titrasi Alkalimetri Pada Tangki Truk Pada PT. Sarana Agro Nusantara

0 0 3

Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Dari Crude Palm Oil (CPO) Dengan Menggunakan Metode Titrasi Alkalimetri Pada Tangki Truk Pada PT. Sarana Agro Nusantara

0 0 2

Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB) Dari Crude Palm Oil (CPO) Dengan Menggunakan Metode Titrasi Alkalimetri Pada Tangki Truk Pada PT. Sarana Agro Nusantara

0 0 11