ECONOMIC VALUE ADDED UNTUK MENGUKUR KINE

http://www.jurnal.stiemkalianda.com/search/label/71.8.%20Ariawan

ECONOMIC VALUE ADDED UNTUK MENGUKUR KINERJA
KEUANGAN PERUSAHAAN
Studi Kasus pada PT. Timah. (Persero) Tbk
ARIAWAN
ariawanahmad@gmail.com
UNIVERSITAS ICHSAN GORONTALO
ABSTRACT
Financial performance of a company is not easy, given that there are so many
measurement tools that the company's financial performance assessment can be used. One
way that can be used to measure the financial performance of the company is using Economic
Value Added (EVA). EVA is the company's goal to increase the value or the value added of
capital that has been invested shareholders in the company's operations. Therefore EVA is the
difference between operating profit after tax (Net Operating Profit After Tax or NOPAT ) to
the cost of capital (Cos of Capital). The concept of Economic Value Added (EVA) is able to
cover the weaknesses of financial ratio analysis to gauge the financial performance can help
the parties concerned. The results of calculation of EVA on the financial performance of PT
Timah in three years ie 2010, 2011, and 2012 resulted in a negative EVA value that indicates
that in the PT Timah is not able to produce returns that exceed the cost of capital operation, in
other words the management company has not been able to create added value the company's

assets.
Keywords : Economic Value Added, EVA, Financial Performance

Penilaian kinerja keuangan suatu perusahaan bukan hal yang mudah, mengingat terdapat
banyak sekali alat ukur penilaian kinerja keuangan perusahaan yang dapat digunakan. Salah
satu cara yang dapat dipakai untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan adalah dengan
menggunakan metode Economic Value Added (EVA). EVA merupakan tujuan perusahaan
untuk meningkatkan nilai atau value added dari modal yang telah ditanamkan pemegang
saham dalam operasi perusahaan. Oleh karenanya EVA merupakan selisih laba operasi
setelah pajak (Net Operating Profit After Tax atau NOPAT) dengan biaya modal (Cos of
Capital). Konsep Economic Value Added (EVA) mampu menutupi kelemahan dari analisis
rasio keuangan sehingga alat pengukur kinerja keuangan dapat membantu pihak-pihak yang
bersangkutan. Hasil perhitungan EVA terhadap kinerja keuangan perusahaan PT Timah pada
tiga tahun yaitu tahun 2010, 2011, dan 2012 menghasilkan nilai EVA negatif yang
menunjukkan bahwa pada tahun tersebut PT Timah tidak mampu menghasilkan tingkat
pengembalian operasi yang melebihi biaya modal, dengan kata lain manajemen perusahaan
belum mampu menciptakan nilai tambah kekayaan perusahaan.
Kata Kunci : Economic Value Added, EVA, Kinerja Keuangan

86


Jurnal Ilmiah “Kalianda Halok Gagas” Vol. 7 No.1 Januari –
Juni 2014 ISSN 2087-4073

http://www.jurnal.stiemkalianda.com/search/label/71.8.%20Ariawan

PENDAHULUAN
Perusahaan publik merupakan perusahaan yang modalnya berasal dari investor
(pemegang saham). Sebagai perusahaan publik, kinerja perusahaan tidak lagi hanya
dipertanggungjawabkan ke pihak intern perusahaan, melainkan juga kepada investor sebagai
penyedia dana. Untuk menutupi resiko yang harus ditanggung pemegang saham sebagai
akibat melakukan investasi pada portofolio yang mengandung resiko, tingkat pengembalian
yang harus dihasilkan perusahaan pun harus lebih tinggi sehingga mampu menutupi resiko
yang ditanggung. Pada saat ini, perusahaan-perusahaan tidak hanya harus dapat bersaing
dalam pasar perdagangan, namun juga dalam pasar modal, jika tidak maka akan ditinggalkan
investor. Menanggapi permasalahan ini, kebutuhan akan pengukuran kinerja yang
memperhatikan kepentingan dan harapan pemegang saham tidak dapat dipungkiri lagi.
Penilaian kinerja keuangan suatu perusahaan bukan hal yang mudah, mengingat terdapat
banyak sekali alat ukur penilaian kinerja keuangan perusahaan yang dapat digunakan. Salah
satu cara yang dapat dipakai untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan adalah dengan

menggunakan metode Economic Value Added (EVA). Metode EVA pertama kali
dikembangkan oleh Stewart & Stern seorang analis keuangan dari perusahaan Stren Steward
& Co pada tahun 1993. Di Indonesia metode tersebut dikenal dengan metode NITAMI (Nilai
Tambah Ekonomis). EVA dapat mengukur kinerja (prestasi) manajemen berdasarkan besar
kecilnya nilai tambah yang diciptakan. EVA menghubungkan unsur-unsur neraca dan laporan
laba rugi sehingga dapat diperoleh gambaran tentang posisi keuangan perusahaan serta dapat
menilai seberapa jauh tingkat efektifitas dan efisiensi yang telah dilakukan perusahaan untuk
tujuan tertentu. EVA menunjukkan ukuran baik sejauh mana perusahaan telah menambah
nilai terhadap para pemilik perusahaan. (Husnan dan Pudjiastuti)
EVA merupakan tujuan perusahaan untuk meningkatkan nilai atau value added dari
modal yang telah ditanamkan pemegang saham dalam operasi perusahaan. Oleh karenanya
EVA merupakan selisih laba operasi setelah pajak (Net Operating Profit After Tax atau
NOPAT) dengan biaya modal (Cos of Capital). Konsep Economic Value Added (EVA)
mampu menutupi kelemahan dari analisis rasio keuangan sehingga alat pengukur kinerja
keuangan dapat membantu pihak-pihak yang bersangkutan.
Dalam konsep EVA terdapat suatu keunggulan atau penilaian secara khusus, yaitu
harapan para penyandang dana atau investor diperhatikan dengan memperhitungkan biaya
modal rata-rata tertimbang. Selain itu, EVA mampu berdiri sendiri untuk menilai kinerja
perusahaan tanpa memerlukan data pembanding lain seperti standar industri yang lazim
dipakai dalam analisis rasio keuangan. Hasil analisis ini akan memberikan gambaran pada

manajemen perusahaan sebagai pedoman implikasi jangka pendek maupun jangkan panjang.
PT Timah sebagai Perusahaan Perseroan didirikan tanggal 02 Agustus 1976, dan
merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dibidang pertambangan
timah dan telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 1995. PT Timah sebagai salah
satu pemain besar produsen industri pertambangan di Indonesia dan merupakan produsen dan
eksportir logam timah, dan memiliki segmen usaha penambangan timah terintegrasi mulai
dari kegiatan eksplorasi, penambangan, pengolahan hingga pemasaran.
Kinerja keuangan perusahaan yang lebih rendah dibandingkan pada tahun 2011 karena
disebabkan oleh rata-rata harga timah yang lebih rendah yaitu laba usaha pada tahun 2010 Rp
1.310 miliar naik menjadi Rp 1.317 miliar pada tahun 2011, dan mengalami penurunan Rp.
639 miliar pada tahun 2012.. Berbagai upaya telah dilakukan perusahaan di tahun 2012 untuk
menghadapi berbagai tantangan dan kendala serta memanfaatkan kesempatan yang ada, baik
secara internal maupun eksternal. Beberapa diantaranya adalah menekan biaya produksi di
semua lini serta meningkatkan efisiensi operasional. Pasar logam timah ditahun 2012 secara
signifikan dipengaruhi oleh krisis utang dinegara-negara Eropa dan krisis fiskal di Amerika

87

Jurnal Ilmiah “Kalianda Halok Gagas” Vol. 7 No.1 Januari –
Juni 2014 ISSN 2087-4073


http://www.jurnal.stiemkalianda.com/search/label/71.8.%20Ariawan

Serikat turut membawa dampak pada pelemahan pertumbuhan ekonomi China dan Negaranegara berkembang lainnya.
PT. Timah (persero) Tbk merupakan perusahaan penghasil timah terbesar ketiga di
dunia. Logam timah yang dihasilkan perusahaan berkontribusi sebesar 29% terhadap total
logam timah yang dihasilkan oleh Indonesia pada tahun 2012. PT Timah menguasai sekitar
9% pangsa pasar timah global. Sebagai unsur yang dapat ditemukan di hampir seluruh
peralatan elektronik dalam bentuk solder, timah merupakan salah satu komoditas yang
penting bagi industri diseluruh dunia dan telah berkontribusi terhadap sejumlah revolusi
teknologi. Secara khusus, industri elektronika dibanyak Negara maju dan berkembang adalah
yang paling bergantung pada ketersediaan logam timah.
Dikarenakan masih barunya metode EVA ini untuk mengukur kinerja keuangan
perusahaan dan belum banyak diterapkan oleh perusahaan, timbul keinginan dari penulis
untuk mengangkat suatu studi tentang penilaian kinerja keuangan perusahaan dengan
menggunakan metode Economic value added.
ECONOMIC VALUE ADDED (EVA)
Economic value added merupakan salah satu konsep ukuran kinerja keuangan yang
dikemukakan pertama kali pada tahun 1989, akan tetapi pada saat itu ditanggapi oleh analisis
keuangan lainnya hingga samapai dengan September 1993 sebuah artikel majalah fortune

menjelaskan secara rinci tentang konsep EVA dan implementasi sukses yang dilakukan oleh
Joel Stern dan Bennett Stewart pada perusahaan besar di Amerika Serikat.
Husnan dan Pudjiastuti (2004:66) mengatakan “EVA menunjukkan ukuran yang baik
sejauh mana perusahaan telah menambah nilai terhadap para pemilik perusahaan”.
Sedangkan Tunggal (2001: 1), EVA adalah metode manajemen keuangan untuk mengukur
laba ekonomi dalam suatu perusahaan yang menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat
tercipta manakala perusahaan mampu memenuhi semua biaya operasi (operating cost) dan
biaya modal (cost of capital). Selanjutnya Tandelilin (2001: 195), EVA adalah ukuran
keberhasilan manajemen perusahaan dalam meningkatkan nilai tambah (value added) bagi
perusahaan. Asumsinya adalah bahwa jika kinerja manajemen baik/ efektif (dilihat dari
besarnya nilai tambah yang diberikan), maka akan tercermin pada peningkatan harga saham
perusahaan. Lebih lanjut Menurut Young & O’Byrne (2011: 39) , EVA sama dengan selisih
antara laba operasi perusahaan setelah pajak (NOPAT) dengan biaya modal. Biaya modal
sama dengan modal yang diinvestasikan perusahaan (juga disebut modal atau modal yang
dipakai) dikalikan biaya modal rata-rata tertimbang.
Dari definisi yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa EVA merupakan ukuran
keberhasilan manajemen perusahaan dalam meningkatkan nilai tambah (Value added)
perusahaan. Jika kinerja manajemen perusahaan baik atau efektif (diketahui dari hasil nilai
tambah yang diperoleh), maka harga saham perusahaan akan mengalami peningkatan.
Sehingga, jika manajer memfokuskan operasional perusahaan pada EVA (Economic Value

Added) sudah pasti akan membantu mereka untuk beroperasi secara konsisten untuk
memaksimalkan nilai pemegang saham.
EVA memberikan pengukuran yang lebih baik atas nilai tambah yang diberikan
perusahaan kepada pemegang saham. Oleh karena itu manajer yang menitiberatkan pada EVA
dapat diartikan telah beroperasi pada cara-cara konsisten untuk memaksimalkan kemakmuran
pemegang saham. Perlu dicatat EVA dapat juga diterapkan pada tingkat divisi atau subsidiary
perusahaan. Dengan demikian EVA merupakan salah satu kriteria yang lebih baik dalam
penilaian kebijakan manajerial dan kompensasi. Nilai perusahaan akan meningkat jika
perusahaan membiayai investasi dengan net present value yang positif, karena net present

88

Jurnal Ilmiah “Kalianda Halok Gagas” Vol. 7 No.1 Januari –
Juni 2014 ISSN 2087-4073

http://www.jurnal.stiemkalianda.com/search/label/71.8.%20Ariawan

value yang positif akan memberikan economic value added kepada pemegang saham.
(Sartono, 2008:104)
Metode EVA bertujuan untuk mengukur kinerja investasi suatu perusahaan dan sekaligus

memperhatikan kepentingan dan harapan penyandang dana yaitu kreditur dan pemegang
saham. Dengan metode EVA akan diperoleh perhitungan secara ekonomis yang actual karena
EVA dihitung berdasarkan biaya modal rata-rata tertimbang. Economic Value Added akan
mendorong manajer untuk berpikir dan bertindak seperti yang dipikirkan oleh penyandang
dana (pemegang saham dan kreditur), yaitu memilih investasi yang memaksimumkan tingkat
pengembalian dan meminimumkan tingakt biaya modal (opportunity cost) sehingga pada
gilirannya nilai perusahaan dapat dioptimalkan.
EVA adalah jumlah uang, bukan Rasio. EVA dapat diperoleh dari selisih laba bersih
operasional dengan beban modal (capital charge). Sehingga rumus EVA adalah sebagai
berikut (Sumarsan, 2011:132) :
EVA = Laba bersih sebelum pajak – Pajak – Beban modal
EVA = Laba bersih operasional (Net operating profit) – Beban modal (Capital Charge)
Beban Modal (Capital charge) = Biaya Modal (Cost of capital) x Modal yang digunakan
(Capital employed)
Menurut Sartono (2008:103), Rumus EVA adalah:
EVA = Laba Operasi Setelah Pajak (NOPAT) – Biaya Modal Setelah Pajak yang Diperlukan
Untuk Mendukung Operasi
= EBIT (1- Pajak Perusahaan) – (Modal Operasi) (Biaya Modal Setelah Pajak)
Keterangan :
a) Laba Operasi Setelah Pajak (NOPAT)

NOPAT menunjukkan laba yang akan diperoleh oleh suatu perusahaan apabila
perusahaan tersebut tidak menggunakan hutang dan/atau tidak memiliki non operating
assets. NOPAT didefinisikan sebagai: (Husnan & Pudjiastuti, 2006:63)
NOPAT = EBIT (1-Tarif Pajak Penghasilan)
b) Biaya Modal setelah pajak
Apabila tujuan kita adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan, maka tujuan ini
analog dengan menurunkan biaya modal perusahaan. Dengan demikian, biaya modal
( 1−t )
perusahaan (Ko) dapat dihitung dengan dua cara. Pertama, K o=Laba Operasi
.
V
Cara kedua, adalah menghitung biaya modal rata-rata tertimbang atas dasar setelah pajak.
Biaya modal rata-rata tertimbang (Ko) dirumuskan sebagai : (Husnan & Pudjiastuti,
2006:271).
S
B
K o=K e
+ K d ( 1−t ) ( )
V
V

Dimana:
Ko : biaya modal rata-rata tertimbang
Ke : biaya modal sendiri
S : Nilai modal sendiri
V : nilai perusahaan ( V =B+ S )
Kd: biaya hutang
t : Pajak
B : nilai hutang

( )

89

Jurnal Ilmiah “Kalianda Halok Gagas” Vol. 7 No.1 Januari –
Juni 2014 ISSN 2087-4073

http://www.jurnal.stiemkalianda.com/search/label/71.8.%20Ariawan

Dalam perhitungan tersebut K d disesuaikan dengan pajak yaitu dinyatakan sebagai
K d (1−t) ] karena pembayaran bunga dapat dipergunakan sebagai pengurangan beban

pajak. WACC dapat dihitung menggunakan rumus berikut: (Ross, Westerfrield, Jordan.
2009:70)
E
D
WACC=
× RE+
× R D ×(1−T C )
V
V
Dimana :
E
: Ekuitas
V
: Nilai Perusahaan (V = E + D)
E adalah Ekuitas dan D adalah utang
D
R E : Biaya Ekuitas ( R E= 1 + g ¿
P0
D
Untuk mencari
1 , mengunakkan rumus : D 1=D 0 ×(1+ g)
g adalah tingkat pertumbuhan konstan, P0 Adalah harga per saham, D0
adalah dividen yang baru saja dibayarkan dan D1 adalah proyeksi dividen
periode berikutnya.
D
: Debt (utang)
RD
: Biaya Utang ( R D=F /B )
F adalah bunga utang, dan B adalah nilai utang
TC
: Pajak

( )

( )

c) Modal Kerja dari hasil Operasi (Operating Capital)
Sumber modal kerja adalah berasal dari operasi perusahaan, dan digunakan untuk
mengurangi hutang jangka panjang dan membayar dividen. Untuk mengurangi hutang
jangka panjang dan pembayaran dividen, bisa dipenuhi dengan dana dari hasil operasi.
Karena itu diharapkan tidak akan menimbulkan masalah likuiditas. Sumber modal kerja
(modal operasi) diperoleh dari laba setelah pajak dan penyusutan. (Husnan & Pudjiastuti,
2006:88)
OperatingCapital=laba setelah pajak + Penyusutan
Berdasarkan persamaan diatas, EVA memperhitungkan biaya modal atas modal dan
mengakui bahwa lebih tingginya risiko yang dihadapi penyandang dana maka besarnya biaya
modal atas modal adalah lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat biaya modal atas hutang.
Hal ini diabaikan oleh pihak perusahaan karena mengangap dana ekuitas adalah dana murah
yang diperoleh dari pasar modal, sehingga tidak perlu kompensasi dengan tingkat
pengembalian yang tinggi. Hal ini karena tidak diperhitungkan biaya modal atas modal
padalaporan laba rugi yang mengangap seolah-olah dana ekuitas tersebut adalah gratis.
Dengan menggunakan metode EVA yang memasukkan biaya modal atas ekuitas akan
mengubah presepsi yang mengharuskan perusahaan-perusahaan untuk selalu berhati-hati
dalam menentukan kebijakan struktur modalnya. EVA merupakan estimasi laba perusahaan
yang sebenarnya sehingga jelas berbeda dengan laba akuntansi. EVA mengambarkan laba
residu yang tersisa setelah beban modal, termasuk modal ekuitas, sedangkan laba akuntansi
ditentukan tanpa membebankan modal ekutias. EVA dapat dijadikan sebagai dasar
pengambilan investasi yang dapat mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan, karena biaya modal (cost of capital)
dihitung secara rata-rata tertimbang berdasarkan komposisi struktur modal yang ada.
Hasil dari penghitungan EVA dapat diartikan sebagai berikut (Sumarsan, 2011:132) :
a. EVA > 0, berarti telah terjadi nilai tambah ekonomis (economic value added) dalam
perusahaan. Jika semakin besar EVA yang dihasilkan maka harapan para penyandang dana

90

Jurnal Ilmiah “Kalianda Halok Gagas” Vol. 7 No.1 Januari –
Juni 2014 ISSN 2087-4073

http://www.jurnal.stiemkalianda.com/search/label/71.8.%20Ariawan

b.

c.

1)

2)

dapat terpenuhi dengan baik, yaitu mendapatkan pengembalian investasi yang sama atau
lebih dari yang diinvestasikan dan kreditur mendapatkan bunga dan pengembalian pokok
pinjaman. Pada posisi ini menunjukkan bahwa perusahaan berhasil menghasilkan laba
yang lebih tinggi dan menciptakan nilai (value creation) bagi pemilik modal dengan
kinerja keuangan yang baik.
EVA < 0, perusahaan belum berhasil menciptakan nilai tambah ekonomis, karena laba
bersih operasional tidak dapat memenuhi harapan para penyandang dana, yaitu para
penanam modal tidak mendapatkan pengembalian yang sebanding dengan investasi yang
ditanamkan dan kreditur hanya mendapatkan bunga sedangkan pokok pinjaman belum
dikembalikan atau dikembalikan sebagian saja.
EVA = 0, menunjukkan posisi impas yang berarti perusahaan hanya mampu menghasilkan
laba yang cukup untuk memenuhi kewajibannya pada penyedia dana baik kreditur dan
pemegang saham.
Beberapa keunggulan dan keterbatasan Metode EVA menurut Sumarsan, (2011:133) :
Keunggulan EVA
a. EVA mudah dihitung dan mudah dipahami;
b. EVA mengambarkan arus kas perusahaan yang sebenarnya yang memfokuskan
penilainnya pada nilai tambah dengan mengikutsetakan beban biaya modal sebagai
konsekuensi investasi; yang tidak dilakukan pada pendekatan akuntansi tradisional. Hal
ini mengakibatkan bahwa hasil penghitungan kinerja investasi yang diperoleh dengan
menggunakan EVA merupakan hasil yang sesungguhnya;
c. EVA mengurangi terjadinya kesalahan dalam pengambilan kesimpulan atas kondisi
perusahaan yang sesunggunya, karena adanya pertimbangan penanam modal atas faktor
risiko dan hasil yang diperoleh berupad dividend an bunga;
d. EVA membantu para penyandang dana untuk mendapatkan penghasilan yang
maksimal. EVA dapat mengidentifikasi kegiatan atau proyek yang diberikan
pengembalian lebih tinggi daripada biaya modalnya;
e. Penilaian kinerja dengan menggunakan pendekatan EVA menyebabkan perhatian
manajemen sesuai dengan keputusan pemegang saham sehingga para manajer akan
berpikirdan bertindak seperti yang dipikirkan oleh para penyandang dana yaitu:
pemegang saham dan kreditur untuk memilih investasi yang memaksimalkan tingkat
pengembalian dan meminimalkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat
dimaksimalkan.
f. Metode EVA memiliki arti sekalipun dihitung secara mandiri tanpa memerlukan data
pembanding seperti data historis perusahaan, standar perusahaan, standar perusahaan
lain atau standar industry.
Keterbatasan EVA
a. Metode EVA adalah sulit menghitung biaya modal, membutuhkan sumber daya (waktu,
tenaga) yang besar untuk mendasarkan penghitungan biaya modal dan jika terjadi
kesalahan penghitungan biaya modal akan mengurangi manfaat EVA;
b. Perhitungan EVA memerlukan estimasi atas biaya modal dan estimasi ini sulit
dilakukan untuk perusahaan yang belum go-public, dengan menggunakan estimasi
tersebut dalam menyebabkan kesalahan dalam penghitungan biaya modal. Sehingga
akan mengurangi manfaat EVA. Penghitungan biaya modal yang dipakai yaitu dengan
menentukan biaya tertimbang rata-rata atas modal (dalam presentase) dan menentukan
total jumlah modal yang dipakai. Untung menghitung biaya tertimbang rata-rata atas
modal, perusahaan harus mengidentifikasi seluruh sumber dana yang diinvestasikan.
c. EVA sulit diterapkan pada perusahaan yang beroperasi pada Negara yang kondisi
perekonomian tidak stabil dengan tingkat suku bunga yang berfluktuasi. Hal ini karena
untuk menetapkan presentase biaya modal menjadi lebih sulit lagi. Tingkat suku bunga

91

Jurnal Ilmiah “Kalianda Halok Gagas” Vol. 7 No.1 Januari –
Juni 2014 ISSN 2087-4073

http://www.jurnal.stiemkalianda.com/search/label/71.8.%20Ariawan

berhubungan dengan permintaan dan penawaran modal dalam perekonomian seperti
halnya tingkat inflasi. Variable perekonomian tercermin pada tingkat hasil bebas risiko;
d. EVA hanya mengukur hasil akhir dan tidak mengukur aktivitas (seperti tingkat loyalitas
konsumen dan tigkat retensi konsumen) perusahaan sehingga nilai suatu perusahaan
merupakan akumulasi EVAselama umur perusahaan tersebut. Terdapat kemungkinan
EVA pada perusahaan tahun berjalan dengan angka positif yang sangat tinggi, akan
tetapi nilai perusahaan tersebut tidak sesuai dengan angka EVA sekarang karena
dipengaruhi angka EVA di masa mendatang yang nilainya lebih kecil dari sekarang atau
dengan angka EVA yang negative;
e. Masih banyak perusahaan yang mengukur kinerja investasi perusahaan yang bersifat
jangka pendek sehingga selalu metode EVA bukan menjadi pengukuran kinerja
investasi. Masih banyak perusahaan menggunakan metode tradisional, yaitu: tingkat
pengembalian investasi/return on investment, tingkat perputaran total aktiva/return on
total asset; tingkat pengembalian ekuitas/return on equity, harga per lembar
saham/earning per share dan ukuran kinerja investasi yang lain.
f. EVA adalah ukuran kinerja investasi berdasarkan pada persitiwa yang sudah terjadi.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dimana dengan pendekatan ini
penulis berusaha untuk memahami analisis kinerja perusahaan dengan menggunakan metode
EVA. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian yang bersifat studi kasus, yang
merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya kepada satu kasus yang
dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, dan komprehensif. Analisis yang digunakan
dalam mengelola data dalam penelitian ini adalah analisis Economic value Added (EVA).
EVA merupakan alat analisis untuk mengukur kinerja perusahaan dengan menghitung laba
operasi setelah pajak dikurangi dengan total biaya modal. perhitungan analisis EVA (Husnan
& Pudjiastuti, 2006: 66) adalah sebagai berikut :
EVA = NOPAT – Biaya modal setelah pajak, dalam rupiah, untuk operasi
Setelah nilai EVA di hitung, maka dilakukan analisis lebih lanjut tentang EVA
sebagaimana berikut ini:
 Apabila EVA > 0, berarti telah terjadi nilai tambah ekonomis (economic value added)
dalam perusahaan.
 Apabila EVA < 0, perusahaan belum berhasil menciptakan nilai tambah ekonomis.
 Apabila EVA = 0, menunjukan posisi impas.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil perhitungan EVA, perusahaan PT Timah selama 3 tahun mengalami
penurunan. Nilai EVA perusahaan pada tahun 2010 adalah –Rp 39.603,95. Nilai EVA yang
negatif ini menunjukkan bahwa pada tahun 2010 manajemen belum mampu menciptakan
nilai tambah bagi perusahaan, karena perolehan laba usaha setelah pajak (NOPAT)
perusahaan lebih kecil dibandingkan biaya modalnya (WACC x Operating Capital) sehingga
mengakibatkan EVA yang negatif.
Tahun 2011 nilai EVA kembali turun kearah negatif yaitu –Rp 118.222.64. jadi, pada
tahun 2011 terjadi penurunan nilai EVA yang disebabkan terjadinya peningkatan nilai WACC
sebesar 3.84% sehingga meskipun laba usaha setelah pajak yang diperoleh perusahaan pada
tahun 2011 meningkat namun tidak mampu menutupi biaya modal yang lebih besar. Karena

92

Jurnal Ilmiah “Kalianda Halok Gagas” Vol. 7 No.1 Januari –
Juni 2014 ISSN 2087-4073

http://www.jurnal.stiemkalianda.com/search/label/71.8.%20Ariawan

pada tahun 2011 nilai EVA kembali negatif, maka manajemen perusahaan belum mampu juga
menciptakan nilai tambah bagi pemegang sahamnya.
Tahun 2012, nilai EVA tetap berada pada posisi negatif yaitu –Rp 619.083,01. EVA tahun
2012 mengalami penurunan nilai yang sangat tajam dari tahun 2011. Penurunan ini
disebabkan NOPAT yang menurun sebesar 49% dari tahun 2011, dan biaya modal yang terus
naik sebesar 3,14% (dari Rp 1.069.286,39 pada tahun 2011 menjadi Rp 1.104.062,26 di tahun
2012) Hal ini menyebabkan manajemen perusahaan masih belum mampu menghasilkan EVA
positif. Besar naik dan atau turunnya nilai EVA yang terjadi pada tahun 2010 sampai dengan
tahun 2012 pada PT Timah dapat diperjelas dengan melihat grafik di bawah ini :
0
2010
-100000

2011

2012

-200000
-300000
-400000

Column2

-500000
-600000
-700000

Gambar 1 : Grafik EVA PT Timah (persero) Tbk Tahun 2010-2012
Berdasarkan perhitungan EVA, tahun 2010 manajemen perusahaan menghasilkan EVA
negatif sebesar –Rp 39.603,95. Nilai EVA yang negatif ini disebabkan oleh tingginya biaya
modal yang harus ditanggung oleh perusahaan. Meskipun pada tahun 2010 terjadi
peningkatan pendapatan dan laba bersih karena harga dan permintaan logam timah yang
melonjak dipasar dunia sebesar lebih dari 50% namun besarnya WACC dan operating capital
yang menyebabkan total biaya modal lebih tinggi dan juga dikarenakan perusahaan
mengalami penurunan produksi sehingga pendapatan dan laba bersih yang diterima
perusahaan tetap masih belum mampu menghasilkan EVA positif.
Tahun 2011 nilai EVA perusahaan yang tetap mengalami penurunan yang menghasilkan
EVA negative sebesar –Rp 118.222.64 dikarenakan kenaikan biaya modal perusahaan dari
tahun sebelumnya. Hal ini terkait dengan besarnya biaya ekuitas, biaya utang dan modal kerja
yang harus ditanggung oleh perusahan selama tahun 2011. Meskipun perusahaan mampu
membukukan kenaikan laba operasi setelah pajak sebesar 12,48% namun besarnya beban
biaya modal yang ditanggung perusahaan masih belum mampu menghasilkan EVA positif
karena laba operasi yang rendah. Tahun 2012 nilai EVA perusahaan semakin merosot tajam
kearah negative karena total biaya modal perusahaan lebih besar daripada laba operasi setelah
pajak yang diperoleh, hal ini terjadi karena adanya penurunan produksi logam timah
perusahaan serta kinerja keuangan perusahaan juga lebih rendah dibandingkan pencapaian
tahun 2011, hal ini terkait dengan rata-rata harga timah yang lebih rendah dipasar dunia.
Pendapatan total perusahaan tahun 2012 tercatat lebih rendah 11% daripada tahun 2012.
Turunnya pendapatan berujung pada lebih rendahnya laba setelah pajak PT Timah di tahun
2012 sehingga mempengaruhi laba operasi yang berperan penting pada peningkatan nilai
EVA.Secara keseluruhan selama tiga tahun penelitian ini nilai EVA mengalami penurunan
menjadi EVA negative karena total biaya modal lebih besar daripada laba operasi setelah
pajak yang diperoleh.
Menurut teori, karena nilai EVA selama 3 tahun penelitian yaitu pada tahun 2010, 2011
dan 2012 adalah negatif, hal ini berarti manajemen perusahaan belum mampu menciptakan
nilai EVA yang positif (EVA