SISTEM MONETER INTERNASIONAL Analisa Kas (1)

SISTEM MONETER INTERNASIONAL
Analisa Kasus : Penetapan Standar Emas dan Dampaknya Terhadap
Perekonomian
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Seminar Bisnis Internasional
Bimbingan Bapak Mohammad Iqbal, S.Sos, MIB

1.
2.
3.
4.

Kelompok 3:
Alfa Amalia Saptadi
Agustinus Bata Sini
Adi Noor Subiantoro
Diestutiace Lucky Pu

105030307111016
115030300111003
115030300111034
115030307111021


BISNIS INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem moneter internasional merupakan sistem keuangan yang berlaku untuk
semua Negara di dunia yang membahas tentang pembayaran atas transaksi
lintas negara dilaksanakan. Sistem ini menentukan bagaimana kurs tukar asing
ditentukan dan bagaimana pemerintah dapat mempengaruhi kurs tukar. Sistem
moneter internasional yang berfungsi dengan baik akan memfasilitasi
perdagangan internasional dan investasi, serta mempermudah adaptasi terhadap
perubahan. Pembahasan inti dari sistem moneter internasional adalah
menentukan pengaturan sistem kurs tukar. Untuk itu dalam penulisan makalah ini
penulis akan membahas terkait dengan pengertian sistem moneter internasional,
sejarah terbentuknya system moneter internasional, fenomena aktual yamg
terkait moneter, serta Faktor penghambat non ekonomi penerapan Mata uang

tunggal di asean
Semenjak dimulainya sistem standar emas hingga abad ke 20, sistem moneter
internasional telah mengalami pasang surut. Perubahan dari sistem ke sistem
yang lain diakibatkan oleh gejolak ekonomi pada saat itu. Sampai saat ini pun
sistem moneter internasional masih menjadi perhatian semua negara dan masih
ingin merubah sistemnya menjadi lebih berfungsi optimal. Belum lagi rencana
anggota Negara-negara asean untuk merumuskan kebijakan pemberlakuan mata
uang bersama yang hanya berlaku tunggal di kawasan asean. Oleh karena itu
penulis tertarik untuk mengangkat tema sistem moneter internasional.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang tersebut, maka dapat diambil beberapa aspek
permasalahan yang dapat dijadikan sebagai rumusan masalah, diantaranya
adalah:
1. Apakah pengertian sistem moneter interasional ?
2. Bagaimanakah sejarah dan perkembangan sistem moneter
internasional ?
3. Bagaimanakah sistem penetapan kurs mata uang ?
4. Bagaimana cara melakukan transaksi internasional ?
5. Contoh kasus moneter internasional: Kasus Penetapan Standar Emas
dan Dampaknya Terhadap Perekonomian

6. Bagaimana hasil analisa kasus moneter internasional menurut penulis?

C. Tujuan dan Manfaat
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka penulis menentukan beberapa
tujuan dan manfaat makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengerian sistem moneter internasional
2. Untuk mengetahui sejarah dan perkembangan sistem moneter
internasional
3. Untuk mengetahui sistem penetapan kurs
4. Untuk mengetahui cara melakukan transaksi internasional
5. Untuk mengetahui kasus ekonomi moneter internasional: Kasus
Penetapan Standar Emas dan Dampaknya Terhadap Perekonomian
6. Untuk mengetahui hasil analisa kasus moneter internasional

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sistem Moneter Internasional
Dalam ekonomi internasional dikenal suatu sistem yang memungkinkan suatu
negara dapat saling berhubungan satu dangan yang lain. Sistem tersebut disebut
sebagai sistem moneter internasional. Sistem moneter internasional

menunjukkan seperangkat kebijakan, institusi, praktik, peraturan dan mekanisme
yang menentukan tingkat dimana suatu mata uang diitukarkan dengan mata
uang lain.(Shapiro, 1992). Sistem keuangan internasional dari sejarahnya telah
mengalami begitu banyak perkembangan dan transpormasi dari masa ke masa.
Perkembangan ini disebabkan oleh adanya perubahan ekonomi dan politik
domestik serta internasional pada masing-masing masa.
Jika dalam skala domestik atau nasional problema ketidakseimbangan
pembayaran antar daerah dapat disesuaikan melaui pergerakan modal ataupun
kebijakan fiskal dan moneter, dalam skala internasional akan sedikit lebih rumit.
Pembayaran yang tidak seimbang antar negara dapat diselesaikan
melalui financing, perubahan kebijakan domestik untuk menggeser pola
perdagangan dan investasi, melalui kontrol devisa untuk melakukan penjatahan
pasokan devisa, atau dengan cara membiarkan nilai tukar mata uang berubah
sesuai situasi dan kondisi. Sehingga yang terpenting dalam sistem moneter
internasional adalah tersedianya alat atau cara untuk menyesuaikan
ketidakseimbangan pembayaran internasional.
B. Sejarah dan Perkembangan Sistem Moneter Internasional
1. Sistem Standar Emas (1876-1913)
Sistem standar emas internasional muncul mulai tahun 1870 di Inggris.
Pemerintah Inggris menetapkan nilai pounsterling dengan emas.

Perkembangan industri yang terjadi di Inggris serta perdagangan dunia
yang makin berkembang pada abad 19 menambah kepercayaan dunia
terhadap emas. Kepercayaan ini diperkuat dengan ditemukannya
tambang emas di Amerika dan Afrika Utara. Dengan kejadian-kejadian
tersebut sistem standar emas merupakan suatu sistem yang dipakai oleh
banyak negara semenjak 1970 hingga perang dunia pertama.
Perdagangan yang semakin meningkat membuat kebutuhan sistem
pertukaran yang lebih formal menjadi semakin terasa. Standar emas pada
dasarnya menetapkan nilai tukar mata uang negara berdasarkan emas.
Pemerintah atau Negara yang bersangkutan harus menjaga persediaan
emas yang cukup untuk menjamin jual-beli emas. Jika pemerintah negara
lain juga menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan, maka kurs antar
dua mata uang bisa ditentukan. Nilai emas terhadap barang lain tidak

banyak berubah dalam jangka panjang, stabilitas nilai uang dan kurs
mata uang tidak banyak berfluktuasi dalam jangka panjang.
Standar emas berbeda dengan mata uang fiat (fiat money). Dalam mata
uang fiat, nilai mata uang ditentukan berdasarkan kepercayaan terhadap
kemauan pemerintah menjaga integritas menjag mata uang tersebut.
Seringkali kepercayaan tersebut disalahgunakan. Pemerintah kadang

tergoda menerbitan uang baru, karena biaya produksi penerbitan tersebut
adalah 0 rupiah. Dengan menggunakan standar emas, nilai mata uang
didasarkan pada emas. Pemerintah tidak bisa seenaknya menambah
jumlah uang yang beredar , karena suplai uang dibatasi oleh suplai emas.
Dengan proses tersebut kurs mata uang bisa terjaga selama negaranegara di dunia memakai emas sebagai standar mata uangnya. Inflasi
yang berkepanjangan tidak akan terjadi di dalam situasi semacam itu.
Dengan adanya Perang Dunia I (1919-1923) serta depresi dunia (19311934) negara-negara di Eropa dilanda inflasi serta ketidaksetabilan politik.
Sistem moneter Internasional menjadi kacau. Kekacauan ini menimbulkan
kurang kepercayaan dunia terhadap pounsterling yang masih dikaikan
dengan emas. Ponsterling makin lama makin lemah posisinya.
Kelemahan ini ditambah keharusan Inggris untuk memberi bantuan
kepada Jerman. Pada tahun 1931 Inggris menanggalkan standar emas
dan pounsterlling jatuh nilainya, diikuti oleh dolar Amerika.
2. Periode Perang Dunia (1914-1994)
Perang dunia I mengakhiri standar emas klasik. Periode antara kedua
perang dunia secara umum ditandai oleh kekacauan perdagangan dan
keuangan internasional. Terjadinya fluktuasi kurs sejak akhir perang
sampai tahun 1925 (kecuali di Amerika Serikat, yang kembali ke standar
emas dalam tahun 1919). Mulai tahun 1925, suatu usaha dilakukan untuk
menetapkan kembali standar emas, akan tetapi runtuh tahun 1991 pada

waktu Depresi Besar. Kemudian disusul dengan periode persaingan
Devaluasi, ketika negara-negara mencoba untuk
mengekspor
pengangguran mereka (kebijakan mengemis tetangga mereka). Tarif,
kuota dan pengawasan nilai tukar juga meluas, dengan akibat volume
perdagangan dunia berkurang hampir setengahnya. Kecenderungan
devlasioner dapat diatasi sepenuhnya suaktu negara-negara dipersenjatai
kembali untuk perang dunia II.
3. Periode Kurs Tetap
Periode ini dimulai dengan perjanjian Bretton Woods. Melalui perjanjian
ini, semua negara menetapkan nilai tukar mata uangnya melaui emas,
tetapi tidak diharuskan memenuhi konverbilitas mata uang mereka dalam

emas. Negara anggota diminta menjaga kursnya dalam batas 1% (naik
atau turun) dan bersedia menjaga kurs tersebut. IMF membantu negara
anggotanya dalam rangka menjaga kurs mata uangnya.
Tekanan spekulasi menyebabkan sistem kurs tetap tidak layak lagi
dipertahankan. Pasar keuangan dunia sempat tutup selama beberpa
minggu dalam bulan Maret 1973. Ketika pasar tersebut dibuka, kurs mata
uang dibiarkan mengambang sampai ke kurs yang ditentukan oleh

kekuatan pasar.
4. Post Bretton Woods
Pada tanggal 22 Juli 1944 diadakan suatu konferensi moneter
Internasional, yang dikenal dengan The Bretton Woods Conference, yang
dihadiri oleh 44 negara. Konferensi tersebut bertujuan untuk menyusun
rencana pembuatan sistem moneter. Dua tahun setelah konferensi
tersebut, didirikan IMF dan Bank Dunia untuk mengawasi sistem tersebut.
.
Selama periode 1944-1973 dolar merupakan mata uang yang sangat
penting dalam lalu lintas pembayaran Internasional. Peranan dolar ini
timbul setelah perang dunia II, dusebabkan saat itu terjadi kekurangan
dolar. Negara-negara Eropa yang sangat memerlukan uang /dana untuk
memulihkan keadaan ekonominya. Satu-satunya sumber adalah Amerika
Serikat, sehingga dolar banyak diminta. Konsekuensinya, emas menjadi
tergeser oleh dolar. Sebab, disamping memiliki tenaga beli yang kuat di
Amerika, reserves dalam bentuk dolar akan membelikan penghasilan
bunga. Dengan semakin pentingnya fungsi dolar, maka setiap anggota
menetapkan perbandingan mata uangnya terhadap dolar, yang kemudian
apabila perlu dapat ditukarkan dengan emas.
DMI beranggotakan 134 negara, diantaranya 10 negara maju mempunyai

posisi yang sangat kuat di dalam mengambil keputusan. Setiap anggota
memperoleh jatah/quota, yang harus dibayar 25% dengan emas dan
sisanya 75% dengan mata uangnya. Besarnya quota menentukan hak
suaranya serta jumlah pinjaman yang dapat diperoleh dari DMI. Dana
pertama DMI dengan sendirinya 25% terdiri dari emas dan 75% berbagai
mata uang negara anggota. Pinjaman diberikan kepada dalam mata uang
negara lain yang harus di tukar dengan mata uang negara peminjam.
5. Sistem semenjak 1973
Semenjak 1973 sistem moneter internasional merupakan campuran
antara kurs tetap dengan kurs berubah-ubah. Mata uang Yen, dolar
Kanada, franc Perancis, dan Swiss berfluktuas tergantung dari
permintaan dan pernawaran. Sering juga penguasa moneter negara-

negara tersebut melakukan campur tangan di pasar valuta asing untuk
mengurangi fluktuasi kurs yang berlebihan. Caranya apabila negara
mengalami defisit dalam neraca pembayaran, kurs valuta asing
cenderung naik. Untuk mencegah hal ini bank Central menjual valuta
asing. Demikian juga apabila surplus di dalam neraca pembayaran, bank
sentral membeli valuta asing di pasar untuk mengurangi penurunan kurs.
Sisitem kurs demikian di sebut “managed atau dirty” float, sebagai lawan

dari “clean” floatt di mana bank Sentral sama sekali tidak campur tangan
di dalam pasar valuta asing. Lima negara Eropa (Jerman Barat, Belgia,
Luxembrug, Swedia, Netherlan dan Norwegia) mengadakan pengaturan
secara tersendiri. Krus tetap berlaku di antara mereka, tetapi berubahubah secara bersama-sama terhadap mata uang negara lain. Sisten krus
semacam ini (mengambang bersama-sama) menghasilakan fluktuasi
yang menyerupai ular, yang kemudian disebut “Snake like”.
Negara-negara Eropa dan Jepang telah melepaskan ikatan mata
uangnya dengan dolar Amerika Serikat. Dengan demikian, telah
merupakan mata uang yang mengambang. Namun demikian Dolar masih
memegang peranan penting dalam lalu lintas pembayaran internasiolal.
Pembayaran luar negeri, kebijakan campur tangan dalam valuta asing
oleh Bank Sentral, serta catatan-catatan statistik Dana Moneter
Internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa masih menggunakan
dasar mata uang Dolar.
B. Sistem Penetapan Kurs
Mekanisme penentuan kurs bisa dikategorikan menjadi beberapa
kelompok:
1. Free Float (Mengambang Bebas)
Berdasarkan sistem ini, kurs mata uang dibiarkan mengambang bebas
tergantung kekuatan pasar. Beberapa faktor yang mempengaruhi kurs,

misal inflasi, pertumbuhan ekonomi, inflasi akan digunakan oleh pasar
dalam mengevaluasi kurs mata uang negara yang bersangkutan. Jika
variable tersebut berubah, atau penghargaan terhadap variable tersebut
berubah, kurs mata uang akan berubah. Sistem mengambang bebas juga
disebut sebagai clean float.

2. Float yang dikelola (Managed Float)
Sistem mengambang bebas mempunyai kerugian karena ketidakpastian
kurs cukup tinggi. Sistem float yang dikelola, yang sering disebut juga
sebagai dirty float, dilakukan melalui campur tangan Bank Sentral yang
cukup aktif.

Bank Sentral kemudian akan melakukan intervensi jika kurs yang terjadi
di luar batasan yang telah ditetapkan. Beberapa bentuk intervensi:
 Menstabilkan fluktuasi harian. Bank Sentral melakukan cara ini
dengan tujuan menjaga stabilasisasi kurs agar perubahan atau
pergerakan kurs tetap teratur.
 Menunda kurs (leaning against the wind). Melalui cara ini bank sentral
melakukan intervensi dengan tujuan mencegah atau mengurangi
fluktuasi jangka pendek yang cukup tajam, yang diakibatkan oleh
kejadian yang sifatnya sementara.
 Kurs tetap secara tidak resmi (unofficial pegging). Melalui cara ini
Bank Sentral melawan kekuatan pasar dengan menetapkan (secara
resmi) kurs mata uangnya.
3. Perjanjian zona target tertentu
Melalui perjanjian ini, beberapa negara sepakat untuk menentukan kurs
mata uangnya secara bersama dalam wilayah kurs tertentu. Jika kurs
melewati batas atas atau batas bawah, Bank Sentral negara yang
bersangkutan akan melakukan intervensi.
4. Dikaitkan dengan mata uang lain
Sekitar 62 negara dari 162 negara anggota IMF mengkaitkan nilai mata
uangnya terhadap mata uang lainnya. Sebagian mengkaitkan nilai mata
uangnya terhadap mata uang negara tetangga.
5. Dikaitkan dengan kelompok mata uang lain
Sekitar 21 negara mengkaitkan mata uangnya terhadap kelompok mata
uang lainnya. Basket, kelompok, atau portofolio mata uang tersebut
biasanya terdiri dari mata uang partner dagang yang penting. 19 negara
mengkaitkan nilai mata uangnya terhadap portofolio yang mereka buat
sendiri.
6. Dikaitkan dengan indikator tertentu
Dua negara, Chili dan Nikaragua, mengkaitkan mata uangnya terhadap
indikator tertentu, seperti kurs riil efektif, kurs yang telah memasukkan
inflasi terhadap partner dagang mereka yang penting.
7. Sistem kurs tetap
Di bawah sistem kurs tetap, pemerintah atau Bank Sentral menetapkan
kurs secara resmi. Kemudian Bank Sentral akan selalu melakukan
intervensi secara aktif untuk menjaga kurs yang telah ditetapkan tersebut.

Jika kurs resmi dirasakan sudah tidak sesuai dengan kondisi fundamental
ekonomi negara tersebut, devaluasi atau revaluasi dilakukan. Cara yang
bisa dilakukan selain devaluasi adalah :
 pinjaman asing
 pengetatan
 pengendalian harga dan upah
 pembatasan aliran modal keluar
D. Cara Melakukan Transaksi Internasional
Adapun cara untuk melakukan pembayaran internasional yang timbul
akibat perdagangan dan peminjaman internasional antara lain sebagai
berikut:
1. Pembayaran dengan surat wesel dagang (Commercial Bill of Exchange
atau Commercial draft atau Trade Bill). Surat wesel dagang adalah
pembayaran yang dilakukan dengan cara eksportir menarik surat wesel
atas importir sejumlah harga barang-barang beserta biaya-biaya
pengirimannya. Dalam surat wesel tersebut harus dilampiri dokumendokumen berupa:
 faktur (invoice),
 konosemen atau surat muatan (bill of lading),
 daftar isi barang (packing list),
 surat keterangan asal barang (certificate of origin),
 surat keterangan pabean,
 surat asuransi (insurence).
Cara pembayaran semacam ini sekarang masih banyak digunakan dalam
lalu lintas pembayaran internasional. Dengan surat wesel, apabila eksportir
membutuhkan uang sebelum jatuh tempo, maka ia dapat menjualnya kepada
pihak lain, yang kelak akan menukarkannya kepada importir setelah wesel itu
jatuh tempo.
2. Kompensasi pribadi
Kompensasi pribadi adalah adalahcara pembayaran dengan mengalihkan
penyelesaian utang piutang pada seorang penduduk dalam satu negara
tempat penduduk tersebut tinggal.
Cara pembayaran ini digunakan di Indonesia sekitar tahun 1960-an, namun
sekarang sudah tidak banyak lagi digunakan dalam perdagangan
internasional.
3. Pembayaran tunai
Pembayaran tunai atau pembayaran di muka adalah pembayaran yang
dilakukan dengan menggunakan uang tunai atau cek, yang dilakukan
bersama-sama dengan surat pesanan atau menunggu diterimanya kabar

bahwa barang yang telah dipesan dikapalkan oleh eksportir. Cara
pembayaran ini mempunyai risiko yang besar.
4. Pembayaran dengan letter of kredit
Letter of credit atau commercial letter of credit adalah surat yang dikeluarkan
oleh bank atas permintaan pembelian sejumlah barang di mana bank sendiri
yang mengakseptir (menyetujui) dan membayar surat wesel yang ditarik oleh
eksportir.
Transaksi yang menggunakan fasilitas L/C terdiri atas:
 L/C biasa, artinya L/C dimana seorang importir bisa langsung
membayar sesuai dengan harga barang melalui bank yang ditunjuk
 Merchant L/C, artinya L/C dimana seorang importir dapat
memasukkan barang terlebih dahulu dengan melakukan pembayaran
sebagian, sedangkan sisanya dibayar kemudian.
 Indutrial L/C, artinya impor banang-barang industri atau barang modal
secara cepat dan tidak dipakai untuk barang konsumsi
 Red Clause L/C, artinya L/C yang mencantumkan instruksi kepada
Advising Bank (bank yang ditunjuk) untuk melaksanakan pembayaran
sebagian dari jumlah L/C kepada eksportin sebelum mengapalkan
barang-barang ekspor.
 Usance L/C, artinya L/C yang pembayarannya baru dilakukan dengan
tenggang waktu tertentu, misalnya 1 bulan dari pengapalan barang
atau 1 bulan setelah penunjukan dokumen.
5. Pembayaran Kemudian atau Rekening Terbuka (Open Account)
Pembayaran kemudian atau rekening terbuka adalah cara membiayai
transaksi perdagangan internasional di mana eksportir mengirimkan barang
kepada importir tanpa adanya dokumen-dokumen untuk meminta
pembayaran. Pembayaran dilakukan setelah barang laku dijual atau satu
sampai dengan tiga bulan setelah tanggal pengiriman, sesuai dengan
penjanjian yang disepakati bersama. Sistem ini sangat membantu pengimpor
melakukan transaksi perdagangan, akan tetapi berisiko besar bagi
pengekspor.
6. Pembayaran dengan Konsinyasi (Consign 4311`ment)
Pembayararan secara konsinyasi dilakukan setelah barang yang dikirim
sudah terjual seluruhnya atau sebagian. Metode ini biasanya dilakukan
kepada orang yang telah dikenal dengan baik. Jadi, barang yang akan dijual
merupakan barang titipan untuk jangka waktu tertentu dan pembayaran
dengan termin waktu. Untuk memperkecil risiko penjual, sebaiknya
menggunakan jasa bank dalam pengiriman dokumen penagihan dan bonded
warehouse untuk penitipan barangnya. Apabila barang sudah terjual, pembeli
membayar kepada bank sejumlah uang atas nilai barang dan sebagai

gantinya bank akan menyerahkan delivery
warehouse untuk mengeluarkan barangnya.

instruction kepada bonded

Kasus Penetapan Standar Emas dan Dampaknya Terhadap Perekonomian
Dampak dari depresiasi rupiah terhadap Dollar ini amat dahsyat. Indeks Harga
Saham

Gabungan

(IHSG)

terpuruk.

Kebijakan

otoritas

moneter

yang

menerapkan kebijakan uang ketat (tigh money policy) untuk membendung
pelemahan rupiah dengan menaikkan suka bunga memaksa bunga pinjaman
naik. Akibatnya proyek-proyek terhenti dan sejumlah perusahaan-perusahaan
gulung tikar. Dampak selanjutnya adalah terjadinya PHK besar-besaran. Harga
sembako dan juga barang-barang lainnya meningkat tajam sehingga membuat
rakyat semakin menderita (Yusanto, 2001: 3). Peristiwa yang lebih mutakhir
adalah krisis keuangan yang melanda Argentina. Mata uang Argentina, Peso
didevaluasi hingga lebih dari 100% dari Dollar AS yang menjadi patokan. Salah
satu alasan utama kebijakan devaluasi ini adalah keputusan untuk menghentikan
pematokan (pegging) peso terhadap Dollar AS, yang oleh IMF dianggap tidak lagi
dapat dipertahankan. Kegagalan strategi pemerintah dan kekacauan tersebut
telah mempengaruhi situasi negara-negara AS lainnya (Fredericks, 2004: 149).
Dalam kondisi moneter yang tidak stabil dan menimbulkan penderitaan tersebut
ternyata pihak spekulan menghadapi keadaan sebaliknya. Menurut Stiglizt (199:
2003) pukulan berat yang mengakibatkan real estate dan pasar saham Thailand
mengalami gelembung (bubble) diakibatkan oleh uang spekulatif panas yang
mengalir ke negara tersebut. Dan memang pada faktanya perubahan arah modal
spekulatif ini merupakan akar pergerakan eksesif pada nilai tukar. Menurut
Stiglizt (2003: 199) salah satu sumber keuntungan para spekulan adalah uang
yang berasal dari pemerintah yang didukung oleh IMF. Sebagai contoh ketika
IMF dan pemerintah Brazil mengeluarkan sekitar 50 miliar Dollar untuk menjaga
nilai tukar yang berada pada level overvalued pada akhir 1998, uang tersebut
seakan hilang ditelan angin. Namun pada faktanya uang tersebut sebagian besar
mengalir ke kantong-kantong para spekulan. Beberapa spekulan mungkin
mengalami kerugian sementara yang lain untung namun secara umum para
spekulanlah yang memperoleh seluruh uang yang diderita oleh pemerintah.
Bahkan menurut Stiglizt (2003: 199) IMF-lah yang menjaga agar para spekulan
tersebut tetap dapat berbisnis. Berdasarkan pemaparan di atas sangat wajar jika

sejumlah kalangan mulai mempertanyakan faktor fundamental yang menjadi
pemicu berbagai krisis tersebut. Mereka mulai mencari solusi alternatif yang
dapat menstabilkan kondisi moneter dan keuangan baik yang bersifat domistik
maupun yang bersifat internasional. Salah satu negara yang memberikan respon
yang kuat dari instabilitas sektor moneter tersebut adalah Rusia. Pemerintah
Rusia telah menyadari sifat spekulatif pasar uang dan ketidakstabilan yang
diakibatkan oleh penetapan standar mata uang itu. Pada 10 Juli 2001 The Bank
of Rusia yang merupakan Bank Sentral Rusia mengedarkan mata uang emas
yang bernama Chervonet. Dengan demikian mata uang emas menjadi alat
pembayaran yang sah. Diharapkan dalam jangka pendek orang-orang Rusia
bersedia mengubah tabungan mereka dari mata uang Dollar menjadi mata uang
Chervonet disamping Rubel yang saat ini beredar. Dalam jangka panjang Rusia
juga diharapkan dapat membuat perubahan besar dalam kebijakan keuangan
internasional di tengah kegalauan banyak negara yang berusaha melepaskan diri
dari sistem keuangan dunia yang berporos pada kepentingan bangsa Anglo-AS
(Frederick, 2004: 195). Bahkan pada perjanjian Mastrich bulan Februari 1992dalam upaya untuk menciptakan mata uang tunggal pada tahun 1999-Bank
Sentral Eropa yang merupakan peleburan dari bank-Bank Sentral negara-negara
Eropa berupaya mengumpulkan 50 milyar Euro dalam bentuk emas dari seluruh
negara-negara anggota sebagai cadangannya. Demikian pula halnya pada
tanggal 1 Januari 1999. Dewan Pengawas Bank Sentral Eropa telah menetapkan
bahwa 15% dari cadangan dasarnya yang mencapai 9,5 milyard Euro harus
berbentuk emas (Salim, 2004). Keinginan sejumlah ekonom dan pejabat
pemerintahan untuk kembali pada standar emas (gold standard) bukanlah tanpa
alasan. Disamping dampak negatif yang telah diakibatkan oleh standar mata
uang kertas (fiat money standard), motif tersebut juga dipicu oleh bukti historis
kemampuan standar emas (gold standard) dalam menjaga stabilitas moneter
selama lebih kurang 100 tahun hingga tahun 1914 ketika Perang Dunia I pecah.
Pada masa tersebut standar emas telah mampu mewujudkan kestabilan moneter
domostik maupun internasional serta mampu menciptakan perdamaian dan
kesejahteraan dalam kurun waktu yang cukup panjang (Kimball, 2005). Inflasi
yang menjadi masalah serius bagi otoritas moneter di rezim fiat money standard–
pada masa tersebut dapat berjalan secara stabil. Hal ini karena rezim tersebut
memiliki rezim moneter yang berjalan secarar otomatis yang dapat mengatur

pergerakan supply money di suatu negara serta diawasi secara disiplin oleh
otoritas moneter masing-masing negara. Dengan demikian faktor utama yang
menjadi pemicu inflasi pada uang subtitusi sepenuhnya dapat dikendalikan
(Herbener, 2002). Hal ini juga diakui oleh diakui oleh Frederik Hayek (1976)
sebagaimana yang dikutip oleh Block (1999): “Secara signifikan hal tersebut
hanya terjadi pada kejayaaan sistem industri modern dan selama standar emas
yang berlangsung sekitas dua ratus tahun…pada masa itu harga-harga diakhir
rezim tersebut tidak mengalami perubahan. Ia sama sebagaimana awalnya.”
(Hayek, 1976:16) “Kecuali selama dua ratus tahun ketika standar emas
diterapkan. Selain itu pemerintah sepanjang sejarah telah mengunakan
kekeuatan eksklusif mereka untuk menipu dan mencuri harta rakyat.” (Hayek,
1976: 15) Disamping itu dengan adanya nilai tukar yang tetap antara mata uang
suatu negara negara dengan negara lainnya menjadikan arus perdagangan dan
investasi tumbuh dengan pesat. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh
Grenspan (1966) yang juga dikutip oleh Block (1999) : Ketika standar emas
diterima sebagai alat pertukaran oleh sebagian besar negara, standar emas
internasional yang bebas tanpa batas telah membantu percepatan pembagian
tenaga kerja (devision of labour) dan perluasan perdagangan internasional.
Meskipun alat-alat tukar (seperti Dollar, Pound, Franch, dll) berbeda antara satu
negara dengan negara lainnya dan seluruhnya detetapkan nilainya dengan
emas, namun selama masa tersebut tidak ada hambatan bagi perdagangan
ataupun pergerakan modal (movement of capital).” Meski demikian harus diakui
bahwa kondisi demografis, ekonomi, politik dan budaya serta perkembangan
teknologi masyarakat saat ini telah mengalami perubahan yang signifikan
dibandingkan masa tersebut. Namun setidaknya terdapat beberapa faktor
fundamental

yang

dapat

dikaji

pada

standar

moneter

tersebut

dalam

menciptakan stabilitas moneter dan keuangan dibandingkan dengan standar
moneter lainnya termasuk standar mata uang kertas saat ini yang didominasi
oleh Dollar.
Analisis Kasus Standar Emas dan Dampaknya Terhadap Perekonomian.
Nilai emas yang relatif stabil memang mempermudah ketika emas di jadikan
sebagai standar mata uang internasional dan pembayaran internasional. Namun
ganjalan yang ada selama ini adalah mata uang AS yaitu dollar AS. AS yang

mengklaim diri sebagai Negara adidaya tidak mau jika mata uang mereka yaitu
dollar digantikan oleh emas (Dinar) sebagai standar pembayaran nasional. Hal ini
agak aneh,padahal dari data yang ada diatas, tampak jelas bahwa standar mata
uang kertas banyak menimbulkan dampak negatif. Contohnya adalah tingginya
inflasi karena nilai mata uang kertas yang berfluktuatif dan dampak positif dari
emas adalah nilai emas yang tetap tinggi dan tidak berfluktuatif. Selain itu,
banyak juga yang mendaesak agar standar mata uang kembali ke emas. para
pakar perekonomian dunia memberikan saran untuk menjadikan emas sebagai
standar keuangan global.
Cara ini mereka yakini sebagai jalan yang terbaik untuk memulihkan dan
mengembalikan stabilitas keuangan global. Para pakar ini mendorong negaranegara berkembang untuk menarik diri dari perekonomian global dan
melepaskan diri dari kapitalisme pasar bebas yang di setir oleh Amerika . Pada
umumnya para ekonom sadar bahwa sejak keruntuhan sistem kurs nilai tetap),
tidak ada lagi suatu sistem moneter internasional yang stabil dan memuaskan.
Disamping melibatkan isu-isu teknis yang penting dan rumit, solusi untuk
memecahkan permasalahan tersebut terkait erat dengan persoalan politik yang
sangat krusial. Isu tingkat nilai tukar tetap (fixed exchange rate) versus tingkat
nilai tukar fleksibel (flexible exchange rate) dan kaitannya dengan masalah
pengaturan sistem moneter internasional dianggap sebagai akar dari masalah ini.
Oleh karena itu masa depan sistem moneter internasional yang stabil dan
terintegrasi akan tetap diliputi oleh banyak pertanyaan sampai masalah standar
keuangan ini terpecahkan.

BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Sistem moneter internasional adalah satu perangkat kebijakan, institusi, praktisi,
regulasi, mekanisme yang menentukan tingkat dimana mata uang satu di
tukarkan dengan mata uang yang lain. Perubahan sistem moneter diakibatkan
oleh gejolak ekonomi. Dengan mempelajari pengalaman historis akan dapat
diperoleh

gambaran

timbulnya

ketidakstabilan

ekonomi

serta

proses

penyesuaian neraca pembayaran internasional.
1. Sistem Standar Emas 1870 – 1914 Muncul pada tahun 1870, dimana
pemerintah Inggris menetapkan nilai poundsterling dengan emas.
2. Zaman Bretton Woods, 1944 – 1973
Dalam perjanjian Bretton Woods terbentuk dua badan internasional, yaitu
International Bank for Recontruction and Development, yang sekarang dikenal
dengan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional.
Sistem Penetapan Kurs Mata Uang bisa dikategorikan menjadi beberapa
kelompok yaitu Free Float (Mengambang Bebas) Berdasarkan sistem ini, kurs
mata uang dibiarkan mengambang bebas tergantung kekuatan pasar. Float yang
dikelola (Managed Float) Sistem mengambang bebas mempunyai kerugian
karena ketidakpastian kurs cukup tinggi. Perjanjian Zona Target Tertentu Melalui
perjanjian ini, beberapa negara sepakat untuk menentukan kurs mata uangnya
secara bersama dalam wilayah kurs tertentu. Cara Melakukan Transaksi
Internasional Cash,Open Account, Commercial Bill of Exchange, Letter of Credit,
private compensation.

Daftar Pustaka
Jain, Subhash C.,Manajemen Pemasaran Internasional, Jakarta: Erlangga, 1996.
Boediono, Ekonomi Internasional, BPFF, Yogyakarta,2000
Kasus :
http://jackgankz.wordpress.com/2012/01/01/analisis-kasus-bisnis-internasional/