DEFRAGMENTING BERPIKIR PSEUDO SISWA DALA

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/285581206

DEFRAGMENTING BERPIKIR PSEUDO SISWA
DALAM MEMECAHKAN MASALAH LIMIT
FUNGSI
Conference Paper · November 2013

CITATIONS

READS

2

130

3 authors:
Kadek adi Wibawa

Subanji Subanji

5 PUBLICATIONS 2 CITATIONS


40 PUBLICATIONS 7 CITATIONS

State University of Malang

SEE PROFILE

State University of Malang

SEE PROFILE

Tjang Chandra

State University of Malang

4 PUBLICATIONS 23 CITATIONS
SEE PROFILE

All in-text references underlined in blue are linked to publications on ResearchGate,
letting you access and read them immediately.


Available from: Kadek adi Wibawa
Retrieved on: 07 August 2016

Prosiding 2 Seminar Nasional Exchange of Experiences Teacher Quality Improvement Program (TEQIP) 2013
Me iptaka Pe

elajara Ber ak a, Kreatif, da Berkarakter

elalui Lesso “tudy u tuk Guru “a a g-Merauke

Malang 9 November 2013

DEFRAGMENTING BERPIKIR PSEUDO SISWA DALAM
MEMECAHKAN MASALAH LIMIT FUNGSI
Kadek Adi Wibawa, Subanji, Tjang Daniel Chandra
Program Studi Pendidikan Matematika, Pascasarjana, Universitas Negeri Malang
Email: adi_math@yahoo.co.id, subanjinet@yahoo.co.id, tjangdanielchandra@yahoo.co.id
Abstrak
Penelitian tentang upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah limit fungsi telah

dikaji oleh banyak peneliti, seperti Pons, Valls, & Llinares (2011); Hariyono (2010); Juter
(2007); Huillet (2005), namun kajian tersebut belum sampai pada pengkajian proses
berpikir siswa ketika memecahkan masalah limit fungsi. Dalam memecahkan suatu
masalah kemungkinan siswa mengalami berpikir-Pseudo. Berpkir Pseudo terjadi karena
siswa tidak melakukan refleksi terhadap jawaban yang diberikan, sehingga kemungkinan
siswa memberikan jawaban yang salah. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, dikaji
restrukturisasi (defragmenting) proses berpikir melalui pemetaan kognitif untuk
memperbaiki berpikir Pseudo-salah siswa dalam memecahkan masalah limit fungsi.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa terjadinya proses berpikir Pseudo siswa dalam
memecahkan masalah limit fungsi 1) diawali dengan kesalahan siswa dalam membuat
asumsi pada saat melakukan proses memahami masalah 2) diakibatkan karena
ketidaklengkapan substruktur berpikir siswa dalam proses merencanakan cara penyelesaian.
Melalui temuan ini, peneliti melakukan Defragmenting, yaitu meminta siswa untuk
mengingat dan menjelaskan 1) bangun yang terbentuk dari koordinat-koordinat yang
terhubung 2) konsep yang bisa diterapkan untuk mencari panjang sisi segiempat 3) strategi
yang bisa digunakan untuk menyelesaikan soal limit fungsi dan 4) arti dari jawaban yang
ditemukan.

Abstract
Research on efforts to improve any limit function problem solving has been reviewed by

many researchers, such as Pons, Valls & Llinares (2011); Hariyono (2010); Juter (2007);
Huillet (2005), but these studies have not reached students’ thinking process while solving
problems of limit function. In solving a problem, it is possible that students had thinkingpseudo. Pseudo Thinking happened because students did not reflect before answering, so
students give the wrong answer. Hence, in this research, we review restructuring
(defragmenting) of the thinking process through cognitive mapping to fix false-pseudo
thinking students in solving problems of limit function.
From the research, it is found that the process of students’ pseudo thinking in solving
problems of limit function: 1) begins with students’ mistakes of making assumptions at the
time of the process of understanding the problem 2) caused by the incompleteness of the
students’ substructure thinking in the process of planning the solution. Through these
findings, researchers do Defragmenting, namely: asking students to recall and explain 1)
the shapes formed by the coordinates connected 2) the concept of which can be applied to
seek the length of the quadrilateral 3) strategies that can be used to resolve the question of
the limit function, and 4) the meaning of the answers found.

Kata kunci: Berpikir Pseudo-salah, Defragmenting, Limit Fungsi, empat langkah Polya.

ISBN:978-602-17187-2-8

721


Beberapa tahun terakhir telah banyak peneliti yang mengkaji tentang upaya
meningkatkan pemahaman siswa dalam memecahkan masalah limit fungsi (Pons, Valls, &
Llinares, 2011; Hariyono, 2010; Juter, 2007; Huillet, 2005). Berdasarkan hasil kajian
tersebut, diperoleh beberapa temuan, antara lain: siswa kesulitan dalam memahami nilai suatu
limit fungsi jika tidak diberikan tabel yang menghubungkan antara domain (daerah asal) dan
range (daerah hasil). Siswa masih memberikan jawaban yang salah dalam menentukan nilai

suatu limit fungsi aljabar yang mengharuskan adanya manipulasi-manipulasi dalam
menyelesaikannya, menyatakan definisi suatu limit fungsi, dan menjelaskan makna dari nilai
suatu limit fungsi.
Hasil observasi yang dilakukan di kelas XI IPA 4 SMAN 1 Malang juga
menunjukkan bahwa kurangnya pemahaman siswa mengenai prosedur-prosedur yang harus
ia gunakan dalam memecahkan masalah limit fungsi. Hal ini terlihat pada ekspresi siswa
ketika diminta mengerjakan soal dengan tipe yang sedikit berbeda, siswa tampak
kebingungan untuk memilih prosedur yang harus ia gunakan sehingga guru harus
menjelaskan kembali apa yang harus dilakukan siswa agar dapat menyelesaikannya.
Kesulitan yang dialami siswa ini disebabkan karena guru kurang memberikan penekanan
pada tujuan mengapa prosedur–prosedur pada proses memecahkan masalah limit fungsi
dilakukan, seperti: mengapa harus mensubstitusi nilai suatu variabel ke aturan limit fungsi

yang diketahui, mengapa harus memfaktorkan, mengalikan sekawan, atau membagi setiap
suku dengan variabel tertentu. Keadaan seperti ini di ungkapkan oleh Vinner (1997) sebagai
pemecahan masalah-pseudo, suatu keadaan dimana siswa tidak benar-benar menggunakan
pikirannya untuk menyelesaikan suatu masalah.
Pemecahan masalah merupakan proses penyelesaian suatu situasi yang dihadapi
siswa, yang memerlukan solusi baru dan jalan/cara untuk menuju solusi tersebut tidak segera
diketahui (Posamentier & Krulik, 1998:1). Dalam hal ini masalah yang diberikan kepada
siswa berupa masalah yang bersifat menantang, sehingga siswa merasa tertarik untuk mampu
memecahkannya dan menemukan solusinya. Masalah yang diberikan harus sesuai dengan
kondisi kognitif siswa, artinya masalah yang diberikan dapat dimengerti oleh siswa hanya
saja solusinya belum segera diketahui.
Dalam menyelesaikan masalah, terdapat beberapa kemungkinan jawaban yang terjadi
pada siswa. Untuk siswa yang memberikan jawaban benar dan mampu memberikan
justifikasi, berarti jawabannya “benar sungguhan”, hal ini sudah wajar. Sebaliknya, siswa
yang menunjukkan jawaban benar, tetapi tidak mampu memberikan justifikasi terhadap
jawabannya, maka kebenaran jawabannya hanya “kebenaran semu”. Sedangkan siswa yang
menunjukkan jawaban salah dan setelah refleksi tetap menghasilkan jawaban salah, berarti
722

proses berpikir siswa tersebut memang “salah sungguhan”. Perilaku lain yang mungkin

adalah siswa memberikan jawaban salah, tetapi setelah melakukan refleksi mampu
memperbaikinya sehingga menjadi jawaban benar, menurut Vinner (1997) siswa tersebut
berada pada posisi berpikir pseudo-salah. Selanjutnya dalam penelitian ini hanya dikaji
proses berpikir siswa yang pseudo-salah. Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa pseudo-salah
akan merugikan siswa, karena sebanarnya siswa mampu menyelesaikan, tetapi karena proses
refleksinya tidak maksimal, sehingga jawaban yang dihasilkan masih salah.
Selanjutnya restrukturisasi (defragmenting) proses berpikir dikaji berdasarkan peta
kognitif (cognitive maps) untuk memperbaiki berpikir pseudo siswa dalam memecahkan
masalah. Defragmenting merupakan proses me-restrukturisasi berpikir siswa menjadi struktur
berpikir yang lebih luas/lengkap sehingga mencapai pemahaman yang mendalam dan dapat
memecahkan masalah yang diberikan. Defragmenting dilakukan jika struktur berpikir siswa
(seseorang) sudah tampak atau sudah terbentuk namun masih terjadi kesalahan dalam
memecahkan masalah yang diberikan. Struktur berpikir siswa akan tampak melalui peta
kognitif yang dibuatnya. Melalui peta kognitif inilah peneliti melakukan restrukturisasi
(defragmenting) untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang muncul pada proses berpikir
siswa.
Penelitian tentang upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah limit fungsi
telah dikaji oleh banyak peneliti, seperti Pons, Valls, & Llinares (2011); Hariyono (2010);
Juter (2007); Huillet (2005), namun kajian tersebut belum sampai pada pengkajian proses
berpikir siswa ketika memecahkan masalah limit fungsi. Dalam penelitian ini akan menjawab

bagaimana terjadinya berpikir pseudo-salah siswa dalam memecahkan masalah limit fungsi
berdasarkan empat langkah Polya dan Bagaimana defragmenting proses berpikir melalui
pemetaan kognitif yang dapat memperbaiki berpikir pseudo-salah siswa dalam memecahkan
masalah limit fungsi.

METODE
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data yang bersifat deskriptif
karena menjelaskan tentang proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah limit fungsi
dan defragmenting yang dilakukan peneliti untuk memperbaiki berpikir pseudo siswa.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu dilakukan pada kondisi yang alamiah
(langsung ke sumber data) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci. Penelitian ini
dilaksanakan di SMAN 1 Malang pada semester ganjil tahun 2013/2014 pada siswa yang
“sudah” mempelajari materi limit fungsi. Dipilihnya siswa yang “sudah” mempelajari materi
723

limit fungsi, karena pada materi limit fungsi siswa sudah diajarkan mengenai pengertian limit
fungsi, mencari nilai dari suatu limit fungsi, dan sebagainya sehingga materi tentang limit
fungsi masih tersimpan di dalam memori siswa. Subjek yang dipilih sebanyak 3 orang, yaitu
siswa yang berkemampuan rendah, sedang dan tinggi.
Data yang dikumpulkan dari penelitian ini adalah data: 1) hasil validasi lembar tugas

2) jawaban siswa sebelum dilakukan defragmenting 3) peta kognitif yang dibuat siswa ketika
dilakukan defragmenting 4) jawaban siswa setelah dilakukan defragmenting 5) hasil
wawancara dengan siswa (subjek) yang di rekam menggunakan voice recorder dan
handycam. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan teknik analisis data kualitatif

deskriptif. Dalam hal ini peneliti menggunakan analisis data model Milles dan Huberman
(dalam Sugiyono, 2011:246-253) yaitu mereduksi data, penyajian data, dan menarik
kesimpulan.
Instrumen untuk penelitian ini adalah peneliti dan lembar tugas yang telah divalidasi
oleh 2 orang dosen atau ahli matematika dan 1 orang guru matematika adalah sebagai berikut:
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan lengkap dan benar!

1.

adalah segiempat yang titik sudut-titik sudutnya (

(

(


dan (

.

adalah segiempat yang diperoleh dengan cara menghubungkan titik tengah dari sisisisi segiempat

.

a. Gambarkan kedua segiempat tersebut dalam satu koordinat kartesius!
b. Tentukan

dan berikan deskripsi serta alasan terhadap jawaban

Anda!

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini mendeskripsikan terjadinya berpikir pseudo-salah siswa dan
defragmenting yang dilakukan dalam memecahkan masalah limit fungsi. Untuk itu

dipaparkan 3 subjek penelitian yang memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu subjek 1 (S1)

adalah siswa yang berkemampuan rendah, subjek 2 (S2) siswa yang berkemampuan sedang,
dan subjek 3 (S3) siswa yang berkemampuan tinggi.
1. Terjadinya Berpikir Pseudo-salah Siswa dalam Memecahkan Masalah Limit Fungsi
dan defragmenting yang Dilakukan
a. Subjek 1 (S1): Siswa Berkemampuan Rendah

Dalam menghadapi masalah limit fungsi, sebagian struktur masalah sudah dikenal
oleh S1. Sebelum defragmenting hanya terjadi proses memahami masalah yang tidak
lengkap, merencanakan masalah tanpa disadari, dan melaksanakan rencana yang diawali
724

dengan asumsi yang salah. S1 menggunakan struktur pengetahuan yang sudah dimiliki
untuk menyelesaikan masalah, meskipun struktur berpikir yang dimiliki tidak lengkap.
Adapun jawaban dari S1 dan hasil wawancara antara peneliti dan S1 adalah sebagai
berikut:

Gambar 1 Jawaban S1 sebelum defragmenting
P:

apa yang kamu pahami dari masalah yang diberikan?

S1: maksudnya?
P:

yaa.. apakah kamu paham ini masalah tentang apa? Apa yang diketahui dan
ditanyakan?

S1: Ini masalah tentang limit fungsi, yang diketahui adalah titik sudut-titik sudut
segiempat N, dan segiempat M diperoleh dari titik tengah sisi-sisi segiempat N. Yang
ditanyakan adalah gambar dari dua segiempat yang diketahui pada koordinat
kartesius dan limit di takhingga keliling M dibagi keliling N.
P:

apakah kamu punya strategi untuk menyelesaikan masalah ini?

S1: tidak memiliki strategi untuk memecahkan masalah yang diberikan. Yang saya tahu,
saya harus menggambar segiempat N dan M dalam koordinat kartesius, kemudian
mencari keliling M dan N.
P:

oya, terus bagaimana proses penyelesaian soal yang dilakukan?

S1: pertama gambar dalam koordinat kartesius jadi membentuk segiempat N dan
segiempat M. Terus menentukan limitnya, dari keliling M per keliling N. Keliling M
nya sudut + sudut + sudut + sudut, ehh.. sisi + sisi + sisi + sisi. Sisi yang ini 0,5
(sambil menunjuk setengah panjang sisi segiempat M yang sejajar dengan sumbu y
pada diagram kartesius) karena titik sudutnya kan titik tengah segiempat N. sehingga
ini 0,5 + 0,5 (menunjuk sisi BC) dan ini -0,5-0,5 (menunjuk sisi AD). Sisi yang ini
(sambil menunjuk setengah panjang sisi segiempat M yang sejajar dengan sumbu x
pada diagram kartesius). Sehingga ini
(menunjuk sisi AB) dan ini
(
(menunjuk sisi DC). Jadi, keliling M sama dengan (

. Keliling M sama dengan 0 (nol). Setelah itu mencari keliling N. sisi +

(
(
√(
√(
Ini menggunakan Pythagoras. Jadi, nilai limitnya sama dengan 0, karena 0
√(
dibagi berapapun hasilnya tetap 0.
sisi + sisi + sisi. Di peroleh √(

725

Terjadinya proses berpikir pseudo S1 yang pertama diawali dengan kesalahan dalam
memahami masalah, yaitu: 1) menganggap bahwa setengah dari panjang sisi-sisi
segiempat M adalah setengah dari panjang titik pangkal ke titik sudut segiempat N, 2)
menganggap bahwa panjang sisi segiempat M bertanda negatif. Kedua karena
ketidaklengkapan substruktur berpikir S1 dalam merencanakan cara penyelesaian masalah

a2

a6

a4

a1

a3

Perubahan
struktur
berpikir

d7
d6

z
d5

e2

d8

c1
d6

d4

e3
d4

d8
e4

d9

d

f1

Struktur berpikir S1 setelah defragmenting

Struktur berpikir S1 sebelum defragmenting

limit fungsi. Sehingga apabila dibuat diagram struktur berpikir S1 adalah sebagai berikut:

Diagram 1. Struktur Berpikir S1 sebelum dan setelah Defragmenting

Bulatan berwarna putih menjelaskan bahwa struktur berpikir S1 sudah sesuai
dengan struktur masalah yang dibuat oleh peneliti sedangkan bulatan berwarna hijau
merupakan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh S1. Bertambahnya struktur berpikir S1
terjadi setelah dilakukan defragmenting oleh peneliti. Adapun defragmenting yang dilakukan
adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Pengkodean dan Penjelasan Struktur Berpikir S1 dalam Memecahkan Masalah
Nomor 1 setelah defragmenting
Kode
Penjelasan
Dfrg 1 Defragmenting 1: meminta S1 untuk mengingat dan menjelaskan bangun yang
terbentuk dari koordinat-koordinat yang terhubung.
Dfrg 2 Defragmenting 2: meminta S1 untuk mengingat dan menjelaskan konsep yang bisa
diterapkan untuk mencari panjang sisi segiempat N dan M. Dalam hal ini konsep
yang dimaksud adalah Teorema Pythagoras pada segitiga siku-siku dan
Kesebangunan.
Dfrg 3 Defragmenting 3: meminta S1 untuk mengingat dan menjelaskan strategi yang
bisa digunakan untuk menyelesaikan soal limit fungsi. Dalam hal ini, strategi (i)
membagi setiap suku dengan dan (ii) substitusi
726

Dfrg 4

Defragmenting 4: meminta S1 untuk mengingat dan menjelaskan arti dari jawaban
yang ditemukan. Dalam hal ini S1 diminta untuk menjelaskan arti dari

.
Struktur berpikir S1 sudah sesuai dengan struktur masalah yang diberikan setelah dilakukan
defragmenting, hal ini ditunjukkan oleh diagram sebagai berikut:

Diagram 2. Struktur Berpikir S1 dalam Memecahkan Masalah Nomor 1 setelah
Defragmenting
Defragmenting melalui peta selain dapat memperbaiki proses berpikir pseudo S1

(siswa) juga dapat me-restrukturisasi proses berpikir S1 (siswa) menjadi proses berpikir yang
benar. Dalam membuat peta kognitif, S1 mengawalinya dengan membuat segiempat (sebagai
wadah) yang di dalamnya tertulis Limit Fungsi sebagai masalah utama. Kemudian S1
membuat yang diketahui dari masalah yang diberikan, setelah itu membuat yang ditanyakan.
Karena sebelumnya S1 mengalami berpikir pseudo yaitu tidak mampu menentukan bangun
yang terbentuk dari segiempat N dan M, Peneliti melakukan defragmenting 1. Setelah
defragmenting

1,

S1

melanjutkan

membuat

rumus

keliling

segiempat

N

dan

menyelesaikannya menggunakan konsep Pythagoras. S1 mengalami berpikir pseudo dalam
727

menentukan keliling segiempat M, sehingga peneliti melakukan defragmenting 2. S1 mampu
membuat

strategi

dalam

memecahkan

masalah

limit

fungsi

setelah

dilakukan

defragmenting 3. Kemudian defragmenting 4 dilakukan peneliti karena S1 mengalami

berpikir pseudo dalam memberikan deskripsi atau arti dari limit fungsi yang ditemukan.
b. Subjek 2 (S2): Siswa Berkemampuan Sedang

Dalam menghadapi masalah limit fungsi nomor 1, sebagian struktur masalah sudah
dikenal oleh S2. Sebelum defragmenting hanya terjadi proses memahami masalah dan
merencanakan masalah yang tidak lengkap, melaksanakan masalah dengan asumsi yang
dangkal (tidak memiliki dasar yang kuat), dan melakukan pengecekan kembali yang masih
menghasilkan jawaban yang salah. Adapun jawaban dari S2 dan hasil wawancara antara
peneliti dan S2 adalah sebagai berikut:

Gambar 2. Jawaban S2 sebelum Defragmenting

P:

apa yang kamu pahami dari masalah yang diberikan?

S2: ini masalah tentang limit fungsi.
P:

Apa kamu paham apa yang diketahui dan ditanyakan?
728

S2: yang diketahui dari masalah yang diberikan adalah titik sudut-titik sudut segiempat
N, titik tengahnya dihubungkan diperoleh segiempat M. yang ditanyakan adalah
limit tak hingga keliling M per keliling N.
P:

apakah kamu punya strategi untuk menyelesaikan masalah ini?

S2: mencari keliling M dan keliling N.
P:

oya, terus bagaimana proses penyelesaian soal yang dilakukan?

S2: pertama gambar segiempat N pada koordinat kartesius. Terus titik-titik tengah
segiempat N dihubungkan membentuk segiempat M. Inikan disuruh mencari limit x
mendekati takhingga keliling N per keliling M. Nyari keliling N nya dulu dengan
cara mencari sisinya yaitu a dengan Pythagoras dan ketemu √
P:

(

setelah itu?

. Setelah ketemu dikalikan 4. Sehingga memperoleh 4 (

.

S2: diambil segitiganya ini (menunjuk segitiga siku-siku yang kecil, yang memuat

setengah sisi segiempat N dan setengah sisi segiempat M). Ini kan

(menunjuk sisi

miring segiempat N) berarti ini , sehingga dengan Pythagoras diperoleh
(

P:

terus?

(



(

)

Kemudian pangkatnya dikalikan diperoleh

. Setelah itu 2 nya dipindah sehingga diperoleh

(

S2: setelah itu (ditemukan keliling M dan N) disubstitusi ke limit fungsi sehingga

diperoleh

√ (

. nya dikeluarkan sehingga diperoleh

(

√(

Kemudian dicoret sehingga diperoleh
disubstitusi diperoleh




dan itu sama dengan





√(

(

.

. Setelah itu takhingga

.

Terjadinya proses berpikir pseudo S2 yang pertama diawali dengan kesalahan dalam
memahami masalah, yaitu: 1) menganggap bahwa setengah panjang sisi miring (pada
segiempat N, kuadran I) adalah

maka panjang sisi segitiga siku-siku ini adalah

(diperoleh dari membagi 1 sebagai panjang setengah diagonal segiempat N dengan 2), 2)
menganggap bahwa ketika mensubstitusi variabel

dengan takhingga, S2 menyatakan bahwa

sama dengan 0. Kedua karena ketidaklengkapan substruktur berpikir S2 dalam
merencanakan cara penyelesaian masalah limit fungsi. S2 hanya mampu mengingat strategi
substitusi dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Sehingga apabila dibuat diagram
struktur berpikir S2 adalah sebagai berikut:

729

Struktur berpikir S2 sebelum defragmenting

d5

a4
b1

a1

a3
z

d1

d5
c1

a6

Perubahan
struktur
berpikir

d7
d6

a7

e2

d6

d4

d4

d8

d10
e3

e4

d8
e4

Struktur berpikir S2 setelah defragmenting

a2

f1

d9

Diagram 3. Struktur Berpikir S2 sebelum dan setelah Defragmenting

Struktur berpikir S2 lebih lengkap dari S1, namun pseudo yang terjadi lebih banyak
dialami oleh S2. Hal ini ditunjukkan oleh bulatan berwarna hijau yang lebih banyak dan garis
penghubung putus-putus yang menunjukkan bahwa konsep-konsep yang diperlukan untuk
memecahkan masalah yang diberikan tidak terhubung dengan baik. Setelah dilakukan
defragmenting, struktur berpikir S2 mengalami perubahan dan membentuk struktur yang

sama dengan struktur masalah yang dibuat oleh peneliti. Adapun defragmenting yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
Tabel 2

Pengkodean dan Penjelasan Struktur Berpikir S2 dalam Memecahkan Masalah
Nomor 1 setelah defragmenting

Kode
Dfrg 1

Penjelasan
Defragmenting 1: meminta S2 untuk mengingat dan menjelaskan bangun yang
terbentuk dari koordinat-koordinat yang terhubung.
Defragmenting 2: meminta S2 untuk mengingat dan menjelaskan konsep yang
bisa diterapkan untuk mencari panjang sisi segiempat N dan M. Dalam hal ini
konsep yang dimaksud adalah Teorema Pythagoras dan Kesebangunan.
Defragmenting 3: meminta S2 untuk mengingat dan menjelaskan strategi yang
bisa digunakan untuk menyelesaikan soal limit fungsi. Dalam hal ini, strategi (i)
membagi setiap suku dengan dan (ii) substitusi (iii) memfaktorkan, dan (iv)
mengalikan sekawan
Defragmenting 4: meminta S2 untuk mengingat dan menjelaskan arti dari
jawaban yang ditemukan. Dalam hal ini S2 diminta untuk menjelaskan arti dari
.

Dfrg 2

Dfrg 3

Dfrg 4

730

c. Subjek 3 (S3): Siswa Berkemampuan Tinggi

Dalam menghadapi masalah yang diberikan, sebagian struktur masalah sudah dikenal
oleh S3. Sebelum defragmenting hanya terjadi proses memahami masalah lengkap tetapi
masih dangkal, merencanakan masalah yang tidak lengkap, melaksanakan masalah dengan
asumsi yang dangkal, dan melakukan pengecekan kembali yang masih menghasilkan
jawaban yang salah. Adapun jawaban dari S3 dan hasil wawancara antara peneliti dan S3
adalah sebagai berikut:

Gambar 3. Jawaban S3 sebelum Defragmenting
P:

apa yang kamu pahami dari masalah yang diberikan? maksudnya apa yang diketahui,
apa yang ditanyakan?

S3: yang diketahui segiempat N yang titik sudut-titik sudutnya (x,0), (-x,0), (0,1), dan (0,1), segiempat M diperoleh dengan menghubungkan titik tengah segiempat N. yang
ditanyakan adalah gambar giempat N dan M, limit tak hingga keliling M per keliling
N dan deskripsinya.
P:

Bagaimana rencanamu untuk menyelesaikan masalah ini?

S3: dari yang diketahui dilihat dulu yang ditanya terus itu bisa dicari kelilingnya. Ini kan
yang dicari keliling, berarti sisi tambah sisi tambah sisi tambah sisi, untuk mencari
sisi menggunakan Pythagoras.
P:

oya, terus bagaimana proses penyelesaian soal yang dilakukan?

S3: Saya mencari keliling N dulu. Keliling N kan di luar. Terus sisi-sisinya kan
AB+ BC+ CD+ DA. Ini kan segiempat tapi kayaknya sisinya sama berarti cari salah
satu saja. Ini panjangnya 1 (menunjuk setengah diagonal N), ini 1 (menunjuk
setengah diagonal N). Mencari sisi miring menggunakan Pythagoras dapat √ .
Terus dapat keliling N √



√ .
P:

setelah itu mencari apa?

731

S3: Sekarang mencari keliling M. ditengah-tengahnya 1 kan 0,5. Saya pikir ini
(Segiempat M) persegi berarti bisa menggunakan Pythagoras. Sehingga diperoleh

EF = FG = GH = HE = √
diubah kebentuk pangkat menjadi
kemudian dijumlahkan hasilnya √
dan ini sama





dengan √ . Terus kelilingnya √

P:

terus?

S3: masukkan keliling M = √
dan keliling N = √ ke limit x mendekati takhingga
keliling M per keliling N. Di pembilang kana da 4, dipenyebut juga ada 4, berarti

nisa dicoret. Tinggal




kemudian saya kuadratkan. Karena untuk menghilangkan

akar yang dipembilang harus dikuadratkan maka dipenyebut juga dikuadratkan
sehingga hasilnya
akibatnya
.
P: apa deskripsi atau arti dari jawaban yang kamu temukan?

artinya limit

S3:

dengan batasan

tak hingga

Terjadinya proses berpikir pseudo S3 diawali dengan kesalahan dalam memahami
masalah, yaitu: 1) menganggap bahwa segiempat M merupakan persegi karena telah memilih
pada koordinat segiempat N. 2) mengkuadratkan bentuk pecahan dengan alasan untuk
menghilangkan bentuk akar. Kesalahan yang dilakukan S3 berakibat pada penyelesaian
masalah yang dilakukan. Karena itu, dilakukan defragmenting oleh peneliti. Adapun struktur
berpikir S3 sebelum dan setelah defragmenting tersaji pada diagram berikut:

a4
b1

a1

a3

Perubahan
Struktur
Berpikir

d5
d1
e1

z
d1

d5

a6
d7

a5

d6

c1
a5

e1

a7

e2

e5
d2

d2

d6

d8

d3
d4

d4
d3

e6

d8
e4

d9

e3

e4

d10

Struktur Berpikir S3 setelah Defragmenting

Struktur Berpikir S3 sebelum Defragmenting

b2
a2

f1

f2

Diagram 4. Struktur Berpikir S3 sebelum dan setelah Defragmenting
732

Struktur berpikir S3 lebih lengkap dari S1 dan S2, namun pseudo yang terjadi lebih
banyak dialami oleh S3. Hal ini ditunjukkan oleh bulatan berwarna hijau yang lebih banyak
dan garis penghubung putus-putus yang menunjukkan bahwa konsep-konsep yang diperlukan
untuk memecahkan masalah yang diberikan tidak terhubung dengan baik. Setelah dilakukan
defragmenting, struktur berpikir S3 mengalami perubahan dan membentuk struktur yang

sama dengan struktur masalah yang dibuat oleh peneliti. Adapun defragmenting yang
dilakukan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6 Pengkodean dan Penjelasan Struktur Berpikir S3 dalam Memecahkan Masalah
Nomor 1 setelah defragmenting
Kode
Dfrg 1

Dfrg 2

Dfrg 3

Dfrg 4

Penjelasan
Defragmenting 1: meminta S3 untuk mengingat dan menjelaskan bangun yang
terbentuk dari koordinat-koordinat yang terhubung pada segiempat N dan konsep
yang dapat digunakan untuk menghitung panjang sisi segiempat N.
Defragmenting 2: meminta S3 untuk mengingat dan menjelaskan bangun yang
terbentuk dari koordinat-koordinat yang terhubung pada segiempat M dan konsep
yang dapat digunakan untuk menghitung panjang sisi segiempat M.
Defragmenting 3: meminta S3 untuk mengingat dan menjelaskan strategi yang
bisa digunakan untuk menyelesaikan soal limit fungsi. Dalam hal ini, strategi (i)
membagi setiap suku dengan dan (ii) substitusi (iii) mengali sekawan
Defragmenting 4: meminta S3 untuk mengingat dan menjelaskan arti dari
jawaban yang ditemukan. Dalam hal ini S3 diminta untuk menjelaskan arti dari
.

KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,
dapat disimpulkan bahwa terjadinya proses berpikir pseudo-salah siswa dalam memecahkan
masalah limit fungsi berdasarkan aktivitas problem solving diawali dengan kesalahan siswa
dalam membuat asumsi pada saat melakukan proses memahami masalah (understanding the
problem). Kesalahan asumsi yang dibuat terjadi akibat cara berpikir siswa yang spontan

tanpa melihat kebermaknaan masalah, artinya siswa tidak melakukan kontrol terhadap apa
yang sedang dipikirkan dan apa yang sedang dikerjakan. Kesalahan asumsi pada saat
memahami masalah ini mengakibatkan siswa menemukan jawaban salah pada saat
melakukan proses melaksanakan rencana (carry out the plan). Terjadinya proses berpikir
pseudo-salah siswa yang kedua diakibatkan karena ketidaklengkapan substruktur berpikir

siswa dalam proses merencanakan cara penyelesaian (devise a plan). Siswa sering tampak
kebingungan ketika mengerjakan masalah yang diberikan, karena tidak memiliki arah
kemana dan strategi apa yang harus digunakan untuk memecahkan masalah yang sedang
dihadapi.
733

Terjadinya proses berpikir pseudo-salah siswa ini telah menghasilkan suatu skema
berpikir yang terpecah-pecah atau tidak terhubung dengan baik. Siswa menyadari bahwa
konsep yang sudah pernah dipelajari sebelumnya sangat sulit untuk diingat kembali (lupa)
karena tidak dipahami dengan baik. Dengan defragmenting yang dilakukan oleh peneliti telah
menunjukkan hasil yang positif karena telah mampu memperbaiki dan sekaligus
merestrukturisasi proses berpikir pseudo-salah siswa ketika memecahkan masalah yang
diberikan menjadi proses berpikir yang benar (struktur berpikir siswa sama dengan struktur
masalah). Adapun defragmenting yang dilakukan oleh peneliti adalah 1) meminta siswa
untuk mengingat dan menjelaskan bangun yang terbentuk dari koordinat-koordinat yang
terhubung 2) meminta siswa untuk mengingat dan menjelaskan konsep yang bisa diterapkan
untuk mencari panjang sisi segiempat 3) meminta siswa untuk mengingat dan menjelaskan
strategi yang bisa digunakan untuk menyelesaikan soal limit fungsi dan 4) meminta siswa
untuk mengingat dan menjelaskan arti dari jawaban yang ditemukan.
Saran dari peneliti, yang pertama adalah perlu adanya penelitian defragmenting
berpikir pseudo siswa dalam menyelesaikan soal limit fungsi. Kedua, perlu adanya penelitian
tambahan mengenai peta kognitif yang dibuat siswa sebelum dilakukan defragmenting.
Ketiga, perlu adanya penelitian yang sama dengan materi yang berbeda untuk melihat proses
defragmenting yang dilakukan. Diharapkan melalui penelitian ini, mampu memberikan

gambaran tentang berpikir pseudo siswa dalam memecahkan masalah limit fungsi dan
defragmenting yang dilakukan sehingga berdampak pada penentuan model pembelajaran

yang tepat digunakan dalam kegiatan belajar mengajar.

734

DAFTAR PUSTAKA
Abdollah. 2011. Proses Berpikir Siswa dalam Membuat Koneksi Matematika melalui
Aktivitas Problem Solving . Tesis. Malang: Universitas Negeri Malang.
Aydin, S., & Mutlu., C. 2013. Studens’ Understanding of the Concept of Limit of a Function
in Vocational High School Mathematics. Journal of Science and Technology. Volume
3, Issue 1.
Billstein, R., Libeskind, S., & Lott, J. W. 1990. A Problem Solving Approch to Elementary
School Teachers (4th Eds). California: Company Inc.
Elbaz, Hoz, Tomer, Chayot, Mahler, & Yeheskel. 2002. The Use of Concept Mapping in the
Study of Theacher’ Knowladge Structures. Canada: Swets & Zeitlinger Publishers.
Eppler, M.J. 2006. A Comparison Between Concept Maps, Mind Maps, Coneptual Diagrams,
and Visual Metaphor as Complemnetary Tools for Knowledge Construction and
Sharing. Switzerland.
Fernandez-Plaza, Rico, & Ruiz-Hidalgo. 2012. Meanings of the concept of finite limit of a
Function at one point: background and advances. Spain.
Hariyono, S. 2010. Metode Pembelajaran Penemuan (Learning by Discovery) untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XI IPA 1 MAN Gondanglegi Tahun Pelajaran
2009/2010 pada Materi Limit Fungsi Trigonometri. Malang: Universitas Negeri
Malang.
Huillet, D. 2005. Mozambican teachers’ professional knowledge about limits of functions.
Psychology of Mathematics Education. Vol. 3, pp, 169-176.
Indrawsari, P. 2012. Modifikasi Kognitif Perilaku untuk Meningkatkan Self Esteem Remaja
(dengan Teknik Restrukturisasi Kognitif, Visualisasi, dan Memperbaiki Penampilan
Diri). Tesis. Universitas Indonesia.
Juter, K. 2007. Students’ Conceptions of Limits: High Achievers versus Low Achievers. The
Montana Mathematics Enthusiast, ISSN 1551-3440, Vol. 4, no.1, pp. 53-65.
King, A. 1994. Guiding Knowledge Construction in the Classroom: Effects of Teaching
Children How to Question and How to Explain. American Educational Research
Journal, 34(2), 338-368.
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar SMA/MA. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.
Maag, J.W. 2004. Behavior Management: From Theoritical Implications to Practical
Applications 2nd. California: Thomson Warsworth.
Moleong, L.J. 2004. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
735

Pena, Sossa, & Gutierrez. 2007. Cognitive Maps: an Overview and their Application for
Student Modeling. National Polytechnic Institute. ISSN 1405-5546, Vol. 10 No. 3, pp
230-250.
Peter & Yeni. 2002. Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer . Jakarta: Balai Pustaka.
Pons, J., Valls, J., & Llinares, S. 2011. Coordination of Aproximations in Secondary School
Students’ Understanding of Limit Concept. Psychology of Mathematics Education. Vol
3, pp. 393-400.
Portugali, J. 1996. The Construction of Cognitive Maps . Netherland: Kluwer Academic
Publisher.
Posamentier, A. S. & Krulik, S. 1998. Problem Solving Strategies for Efficient and Elegant
Solutions; A Resource for the Mathematics Teacher. USA: Corwin Press, Inc.
Rachmat, A. 2012. Dos dan Windows. Modul Program Keahlian.
Rumate, F. A. 2005. Strategi Kognitif dalam Pembelajaran. Makasar : Pusat Peningkatan dan
Pengembangan Aktivitas Instruksional Universitas Hasanuddin.
Subanji. 2007. Proses Berpikir Penalaran Kovariasional Pseudo dalam Mengkonstruksi
Grafik Fungsi Kejadian Dinamik Berkebalikan . Disertasi tidak diterbitkan. Universitas
Negeri Surabaya.
Subanji. 2011. Teori Berpikir Pseudo Penalaran Kovariasional. Malang: Universitas Negeri
Malang.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D . Bandung: Alfabeta.
Sutrima & Usodo, B. 2009. Wahana Matematika 2 : untuk SMA / MA Kelas XI Program Ilmu
Pengetahuan Alam. Surakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Suyono & Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran; Teori dan Konsep Dasar . Surabaya:
Rosda.
Wibawa, K. A. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Matematika Knisley untuk
Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa pada Materi Trigonometri Kelas XI
IPA 3 SMAN 4 Mataram Tahun Pelajaran 2011/2012 . Skripsi tidak diterbitkan.
Mataram: FKIP Universitas Mataram.
Wahono, R. S. 2009. Defragmentasi Otak: Cara Cerdas menjadi Cerdas. Universitas Bangka
Belitung.
http://www.ubb.ac.id/
menulengkap.php?
judul=Defragmenting%20Otak%20:%20Cara%20Cerdas%20Menjadi%20Cerdas&&no
morurut_artikel=380. (Diakses 12 Juni 2013).
Varberg, Purcell, & Rigdon. 2010. Kalkulus Edisi Kesembilan Jilid I. Southern Illinois:
Erlangga.
Vinner, S.1997. The Pseudo-Conceptual and the Pseudo-Analytical Thought Processes in
Mathematics Learning. Educational Studies in Mathematics 34, pp. 97-129.
736

Lampiran 1

Tabel 1.
Kode
z
a1
a2
a3
a4

Pengkodean dan Penjelasan Struktur Berpikir S1 dalam Memecahkan Masalah
Nomor 1 sebelum Defragmenting
Penjelasan
Dapat memahami masalah utama yaitu limit fungsi
Dapat memahami yang diketahui yaitu segiempat N
Dapat memahami yang diketahui yaitu titik sudut-titik sudut yang membentuk
segiempat N
Dapat memahami yang diketahui yaitu segiempat M
Dapat memahami yang diketahui yaitu segiempat M diperoleh dengan
menghubungkan titik tengah sisi segiempat N

b1

Dapat memahami yang ditanyakan yaitu

c1
d1
d2

Dapat membuat rencana yaitu menggambar segiempat M dan N
Dapat melaksanakan rencana yaitu menggambar segiempat N
Dapat melaksanakan rencana yaitu menentukan panjang sisi segiempat N =

Dapat melaksanakan rencana yaitu menentukan keliling segiempat N =




Tidak dapat menentukan
karena perhitungan keliling M salah

d3
d4

d5
d6

d8

d9

e1
g1

Pseudo 4: tidak melakukan refleksi (kontrol) setelah menemukan keliling
segiempat M dan keliling N
Dapat melaksanakan rencana yaitu menggambar segiempat M
Tidak dapat menentukan panjang sisi-sisi segiempat M dengan benar
Pseudo 1: dianggap bahwa setengah dari panjang sisi-sisi segiempat M adalah
setengah dari panjang titik pangkal ke titik sudut segiempat N.
Pseudo 2: dianggap panjang sisi segiempat M bertanda negatif.
Tidak dapat menentukan keliling segiempat M dengan benar
Pseudo 3: tidak melakukan refleksi (kontrol) setelah menemukan keliling
segiempat M

Tidak dapat menentukan

dengan benar

Pseudo 5: ragu dalam menentukan strategi untuk memecahkan masalah limit
fungsi dan tidak melakukan refleksi setelah menemukan jawaban.
Dapat membuat rencana dan melaksanakan rencana dengan menggunakan
Teorema Pythagoras
Selesai
Konsep-konsep tidak terhubung dengan baik atau ter-defragmentasi
Konsep-konsep terhubung dengan baik atau tidak ter-defragmentasi

737

Lampiran 2
Tabel 2

Kode
z
a1
a2
a3
a4

Pengkodean dan Penjelasan Struktur Berpikir S2 dalam Memecahkan Masalah
Nomor 1 sebelum defragmenting
Penjelasan
Dapat memahami masalah utama yaitu limit fungsi
Dapat memahami yang diketahui yaitu segiempat N
Dapat memahami yang diketahui yaitu titik sudut-titik sudut yang membentuk
segiempat N
Dapat memahami yang diketahui yaitu segiempat M
Dapat memahami yang diketahui yaitu segiempat M diperoleh dengan
menghubungkan titik tengah sisi segiempat N

b1

Dapat memahami yang ditanyakan yaitu

c1
d1
a5

Dapat membuat rencana yaitu menggambar segiempat M dan N
Dapat melaksanakan rencana yaitu menggambar segiempat N
Dapat menentukan bangun yang terbentuk dari koordinat-koordinat segiempat N
yang terhubung, yaitu belah ketupat.
Dapat melaksanakan rencana yaitu menentukan panjang sisi segiempat N =

Dapat melaksanakan rencana yaitu menentukan keliling segiempat N =

Tidak dapat menentukan
karena perhitungan keliling M salah

d2
d3
d4

d5
a7

d6

Pseudo 4: tidak melakukan refleksi (kontrol) setelah menemukan keliling
segiempat M dan keliling N
Dapat melaksanakan rencana yaitu menggambar segiempat M
Tidak dapat menentukan bangun yang terbentuk dari koordinat-koordinat
segiempat M yang terhubung.
Pseudo 1: segiempat M dianggap berbentuk persegi karena S2 berpedoman pada
gambar yang dibuat pada diagram kartesius yang menyerupai persegi padahal
sebenarnya itu adalah bangun persegi panjang.
Tidak dapat menentukan panjang sisi-sisi segiempat M dengan benar
Pseudo 2: dianggap karena setengah panjang sisi miring (pada segiempat N,
kuadran I) adalah
maka panjang sisi segitiga siku-siku yang hirizontal adalah

d8

(diperoleh dari membagi 1 sebagai panjang setengah diagonal segiempat N
dengan 2).
Tidak dapat menentukan keliling segiempat M dengan benar
Pseudo 3: tidak melakukan refleksi (kontrol) setelah menemukan keliling
segiempat M

d9

Tidak dapat menentukan

dengan benar

Pseudo 6: tidak melakukan refleksi (kontrol) setelah menemukan

.
e1
e4

g1

Dapat membuat rencana dan melaksanakan rencana dengan menggunakan
Teorema Pythagoras
Tidak dapat membuat rencana dan melaksanakan rencana dengan strategi dalam
menyelesaikan masalah limit fungsi.
Pseudo 5:setelah mensubstitusi mendekati ke bentuk fungsi yang memuat
, S2 menganggap nilai mendekati 0.
Selesai
Konsep-konsep tidak terhubung dengan baik atau ter-defragmentasi
Konsep-konsep terhubung dengan baik atau tidak ter-defragmentasi
738

Lampiran 3

Tabel 3.

Kode
z
a1
a2
a3
a4

Pengkodean dan Penjelasan Struktur Berpikir S3 dalam Memecahkan Masalah
Nomor 1 sebelum defragmenting
Penjelasan
Dapat memahami masalah utama yaitu limit fungsi
Dapat memahami yang diketahui yaitu segiempat N
Dapat memahami yang diketahui yaitu titik sudut-titik sudut yang membentuk
segiempat N
Dapat memahami yang diketahui yaitu segiempat M
Dapat memahami yang diketahui yaitu segiempat M diperoleh dengan
menghubungkan titik tengah sisi segiempat N

b1

Dapat memahami yang ditanyakan yaitu

c1
d1
a5

Dapat membuat rencana yaitu menggambar segiempat M dan N
Dapat melaksanakan rencana yaitu menggambar segiempat N
Dapat menentukan bangun yang terbentuk dari koordinat-koordinat segiempat N
yang terhubung, yaitu segiempat yang memiliki panjang sisi yang sama.
Tidak dapat melaksanakan rencana yaitu menentukan panjang sisi segiempat N
Pseudo 1: tidak melakukan refleksi (kontrol) setelah menemukan panjang sisi
segiempat N.
Tidak dapat melaksanakan rencana yaitu menentukan keliling segiempat N
Pseudo 2: tidak melakukan refleksi (kontrol) setelah menemukan keliling
segiempat N.
Tidak dapat menentukan
karena perhitungan keliling M salah

d2

d3

d4

d5
a7

d6, e5

d8

d9

Pseudo 6: tidak melakukan refleksi (kontrol) setelah menemukan keliling segiempat
M dan keliling N
Dapat melaksanakan rencana yaitu menggambar segiempat M
Tidak dapat menentukan bangun yang terbentuk dari koordinat-koordinat segiempat
M yang terhubung.
Pseudo 3: segiempat M dianggap berbentuk persegi karena S3 berpedoman pada
gambar yang dibuat pada diagram kartesius dan asumsi bahwa
.
Tidak dapat menentukan panjang sisi-sisi segiempat M dengan benar
Pseudo 4: dianggap segitiga sama kaki merupakan segitiga siku-siku sehingga dapat
diterapkan konsep Pythagoras untuk menghitung panjang sisi segiempat M.
Tidak dapat menentukan keliling segiempat M dengan benar
Pseudo 5: tidak melakukan refleksi (kontrol) setelah menemukan keliling segiempat
M

Tidak dapat menentukan

dengan benar

Pseudo 8: tidak melakukan refleksi (kontrol) setelah menemukan

e1
e4

e6

f2

.

Dapat membuat rencana dan melaksanakan rencana dengan menggunakan Teorema
Pythagoras
Tidak dapat membuat rencana dan melaksanakan rencana dengan strategi dalam
menyelesaikan masalah limit fungsi.
Pseudo 9:setelah mensubstitusi mendekati ke bentuk fungsi yang memuat ,
S3 menganggap nilai mendekati 0.
Tidak dapat merencanakan dan melaksanakan strategi dengan benar.
Pseudo 7: dianggap untuk menghilangkan akar dalam limit fungsi dapat
dikuadratkan (mengkuadratkan pembilang dan penyebut)
Tidak dapat menentukan arti (deskripsi) limit fungsi dengan benar.
739

Pseudo 10: dianggap bahwa arti dari

g1

adalah limit dari 0,25

dengan batasnya takhingga.
Selesai
Konsep-konsep tidak terhubung dengan baik atau ter-defragmentasi
Konsep-konsep terhubung dengan baik atau tidak ter-defragmentasi

740