Model Otopsi Sosial Berbasis Budaya Aceh Dalam Mengatasi Kematian Ibu Di Provinsi Aceh (Studi Di Kabupaten Aceh Utara)
Lampiran 1
PERSETUJUAN ETIK (ETHICAL APPROVAL)
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2
Lampiran 2
Surat Izin Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3:
MODEL OTOPSI SOSIAL BERBASIS BUDAYA ACEH DALAM
MENGATASI KEMATIAN IBU DI PROVINSI ACEH
(STUDI DI KABUPATEN ACEH UTARA)
LEMBAR PENJELASAN
(Kepala informan dan responden)
Bapak dan Ibu yang terhormat, saya bernama Maidar adalah Mahasiswa
Program Doktor (S3) Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dalam rangka memenuhi salah satu
syarat menyelesaikan pendidikan yang sedang saya jalani, saya melakukan
penelitian dengan judul OTOPSI SOSIAL BERBASIS BUDAYA ACEH DALAM
MENGATASI KEMATIAN IBU DI PROVINSI ACEH STUDI DI KABUPATEN
ACEH UTARA”. Tujuan atau manfaat penelitian secara umum yaitu menemukan
model otopsi sosial kematian ibu pada etnik Aceh sehingga dapat menekan
kasus di masa yang akan datang. Sebelum penelitian ini dimulai, kami sudah
mensosialisasikan dan mendapatkan izin dari Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Aceh Utara. Selama penelitian, kami akan meminta kesediaan
Bapak/Ibu untuk menjawab pertanyaan yang diberikan dengan menggunakan
pedoman wawancara dan kuesioner yang waktunya ditentukan berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak. Kerahasiaan identitas dan keterangan
Bapak/Ibu pada saat pelaksanaan penelitian akan tetap terjaga. Seluruh data
akan disimpan dengan aman di dalam komputer.
Partisipasi Bapak/Ibu bersifat sukarela tanpa paksaan dan bila tidak berkenan,
dapat menolak atau sewaktu waktu dapat mengundurkan diri tanpa sanksi
apapun. Penelitian ini tentu saja akan menyita waktu Bapak/Ibu untuk
mengerjakan pekerjaan lainnya. Walaupun demikian, Bapak/Ibu akan
mendapatkan manfaat langsung dari penelitian ini, berupa pengetahuan tentang
faktor yang berperan terhadap kematian ibu serta pada akhir pertemuan akan
ada pemberian bahan kontak..
Semua informasi yang kami terima akan kami simpan, yang akan kami jamin
kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk pengembangan program kesehatan.
Apabila Bapak/Ibu bersedia dan menyetujui untuk menjadi informan/responden
dalam penelitian ini, agar kiranya menandatangani formulir sebagai tanda
persetujuan. Atas kerjasama yang baik dari semua pihak saya ucapkan terima
kasih.
Apabila Bapak/Ibu membutuhkan penjelasan lebih lanjut mengenai penelitian ini,
dapat menghubungi :
Nama
: Maidar, M.Kes (Peneliti)
Alamat : Cibrek Tunong Syamtalira Aron Aceh Utara
No HP : 0812 6439913
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4:
MODEL OTOPSI SOSIAL BERBASIS BUDAYA ACEH DALAM
MENGATASI KEMATIAN IBU DI PROVINSI ACEH
STUDI DI KABUPATEN ACEH UTARA”.
PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)
Saya telah mendapat penjelasan secara rinci dan telah mengetahui maksud dan
tujuan penelitian tentang “MODEL OTOPSI SOSIAL BERBASIS BUDAYA
ACEH DALAM MENGATASI KEMATIAN IBU DI PROVINSI ACEH STUDI DI
KABUPATEN ACEH UTARA”. yang dilaksanakan oleh Maidar, Mahasisws
Program Doktor (S3) Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Jesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Saya memutuskan ikut berpartisipasi
pada penelitian ini secara sukarela tanpa paksaan. Bila saya menginginkan,
maka saya dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu tanpa sanksi apapun.
Lhoksukon,……………….2015
Peneliti
Informan/Responden
Maidar, M.Kes
--------------------------------
Keterangan :
PSP dibuat 2 rangkap, untuk :
− Informan/Responden (1 lembar)
− Peneliti (1 lembar)
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5
Pedoman Wawancara
PANDUAN WAWANCARA MENDALAM
OTOPSI SOSIAL KEMATIAN IBU DI KAPUPATEN ACEH UTARA
TAHUN 2014
I. Identitas
a. Nama pewawancara
:
b. Nama pencatat
:
c. Tanggal wawancara
:
d. Tempat wawancara
:
e. Nama informan (inisial)
f. Kode Informan
:
g. Jabatan/hubungan
:
h. Alamat/hp informan
:
:
II. Tahap pembukaan wawancara
a. Pewawancara menyampaikan ucapan terimakasih kepada informan telah
bersedia dan meluangkan waktunya untuk diwawancara
b. Memperkenalkan diri dan menyampaikan topik dan tujuan wawancara yang
akan dilakukan
c. Menyampaikan kepada informan bahwa informan bebas menyampaikan
pendapat, pengalaman, berkaitan dengan topik
d. Mencatat dan merekam seluruh pembicaraan yang berlangsung
e. Jika informan memiliki waktu terbatas, memintanya untuk kembali
diwawancara pada waktu yang lain atas kesepakatan bersama
f. Semua informasi akan dijaga kerahasiaannya
III. Tahap pelaksanaan wawancara
Wawancara dilakukan oleh peneliti sendiri. Sebelum wawancara dimulai
terlebih dahulu disampaikan tujuan dilakukannya wawancara untuk
mendapatkan pemahaman informan tentang faktor yang berkontribusi terhadap
kematian ibu. Memberikan informasi awal tentang beberapa temuan yang
berkaitan dengan faktor yang berkontribusi terhadap kematian ibu dan hal-hal
yang melatarbelakanginya.
IV. Pedoman wawancara
1) Untuk informan penelitian pasangan/keluarga/anggota masyarakat:
a. Bisakah diceritakan tentang penyebab kematian ibu?
b.Bagaimanakah pendapat saudara tentang peristiwa kematian ibu?
Instruksi untuk pewawancara:
- Biarkan responden menjelaskan dalam kata-katanya sendiri.
- Menjaga mendorong sampai responden mengatakan tidak ada yang lain.
Universitas Sumatera Utara
- Saat merekam garisbawahi setiap istilah yang tidak lazim dan
menuliskannya dalam bahasa lokal
c. Bagaimana upaya/perilaku meningkatkan kesehatan dan mencegah
kesakitan?
Instruksi untuk pewawancara:
- Gali/selidiki: standar kunjungan/standar pelayanan ANC, pemilihan
tempat dan penolong persalinan, persiapan menghadapi kedaruratan,
praktek budaya.
d. Bagaimana gejala/tanda awal muncul saat masih berada di rumah?,
Instruksi untuk pewawancara
- Gali/selidiki: gejala pertama yang diketahui, gejala lainnya,
gejala/kondisi mulai parah, keputusan apa yang diambil, siapa
pengambil keputusan, apa alasan
e. Berapa lama waktu gejala awal sampai terjadi keparahan dan kematian?
Instruksi untuk pewawancara
- Gali/selidiki: berapa lama waktu yang dibutuhkan dari gejala pertama
muncul sampai munculnya kedaruratan/keparahan penyakit
f. Tindakan apa saja yang dilakukan di luar rumah? (perjalanan, masyarakat,
fasilitas kesehatan):
Instruksi untuk pewawancara
- Gali/selidiki: tindakan apa saat muncul awal gejala, kondisi menjadi
parah, apa pengobatan yang diberikan, siapa yang membuat
keputusan, apa alasan untuk tindakan tersebut, alasan mencari
perawatan, dan alasan jika tidak mencari perawatan)
g. Bagaimana pendapat saudara tentang perilaku provider?
Instruksi untuk pewawancara
- Gali/selidiki: saran yang diberikan, pengobatan yang diberikan,
proses persiapan rujukan, hambatan, pengalaman rujukan, waktu
rujukan, alasan untuk tidak pergi atau menunda rujukan)
h. Apakah ada sesuatu yang saudara atau orang lain bisa lakukan untuk
mencegah kematian tersebut/pada kasus ini?
i. Mengapa?
2
Universitas Sumatera Utara
2) Untuk triangulasi petugas kesehatan, tokoh masyarakat dan kader.
a. Bisakah diceritakan tentang penyebab kematian ibu?
b. Bagaimanakah pendapat saudara tentang peristiwa kematian ibu?
Instruksi untuk pewawancara:
- Biarkan responden menjelaskan dalam kata-katanya sendiri.
- Menjaga mendorong sampai responden mengatakan tidak ada yang lain.
- Saat merekam garisbawahi setiap istilah yang tidak lazim dan
menuliskannya dalam bahasa lokal
c. Bagaimana upaya/perilaku meningkatkan kesehatan dan mencegah
kesakitan?
Instruksi untuk pewawancara:
- Gali/selidiki: standar kunjungan/standar pelayanan ANC, pemilihan
tempat dan penolong persalinan, persiapan menghadapi kedaruratan,
praktek budaya.
d. Bagaimana gejala/tanda awal muncul saat masih berada di rumah?,
Instruksi untuk pewawancara
- Gali/selidiki: gejala pertama yang diketahui, gejala lainnya,
gejala/kondisi mulai
parah, keputusan apa yang diambil, siapa
pengambil keputusan, apa alasan
e. Berapa lama waktu gejala awal sampai terjadi keparahan dan kematian?
Instruksi untuk pewawancara
- Gali/selidiki: berapa lama waktu yang dibutuhkan dari gejala pertama
muncul sampai munculnya kedaruratan/keparahan penyakit
f. Tindakan apa saja yang dilakukan di luar rumah? (perjalanan, masyarakat,
fasilitas kesehatan):
Instruksi untuk pewawancara
- Gali/selidiki: tindakan apa saat muncul awal gejala, kondisi menjadi
parah, apa pengobatan yang diberikan, siapa yang membuat keputusan,
apa alasan untuk tindakan tersebut, alasan mencari perawatan, dan
alasan jika tidak mencari perawatan
g. Bagaimana pendapat saudara tentang perilaku ibu/keluarga?
Instruksi untuk pewawancara
- Gali/selidiki: tanggapan ibu/keluarga terhadap saran yang diberikan,
pengobatan yang diberikan, proses persiapan rujukan, hambatan,
pengalaman rujukan, waktu rujukan, alasan untuk tidak pergi atau
menunda rujukan
h. Apakah ada sesuatu yang saudara atau orang lain bisa lakukan untuk
mencegah kematian tersebut/pada kasus ini?
i. Mengapa?
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6
Formulir Penelitian
OTOPSI SOSIAL KEMATIAN IBU
DI PROVINSI ACEH
Fomulir penelitian ini bertujuan mengumpulkan data penelitian tentang:
“Model Otopsi Sosial berbasis budaya Aceh dalam mengatasi kematian ibu
di Provinsi Aceh (Studi di Kabupaten aceh Utara)
Kasus adalah ibu meninggal dalam proses obstetrik tahun 2014.
Kontrol adalah ibu selamat pada proses obstetrik tahun 2014.
Keterangan:
Wawancara harus menggali informasi selengkap mungkin sesuai dengan tujuan
penelitian
Butir-butir pertanyaan yang terkandung dalam pedoman wawancara ini hanya
sebagai pedoman
Kembangkan pertanyaan: Apa, kenapa, dimana, kapan, siapa, bagaimana
A. Identifikasi Pewawancara
1. Nama
2. Tanggal Wawancara 1.
2.
3.
3. Waktu Wawancara
1.
2.
3.
Kode
s/d
s/d
s/d
A1. Identifikasi Kematian
1. Saat kehamilan (umur
kehamilan)
2. Saat persalinan
3. Kematian kurang dari 6 minggu
setelah melahirkan
B. Identifikasi Informan
1. Nama Informan
2. Alamat Informan
3. Tingkat Pendidikan
4. Pekerjaan
Z
:
:
:
:
:
:
:
B1. Hubungan Informan dengan kasus
1. Suami
2. Mertua/ibu kandung
Universitas Sumatera Utara
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Saudara Kandung
Saudara (bukan kandung)
Tetangga
Dokter
Paramedis
Dukun
Lainnya
Variabel sosial ekonomi budaya
C. Identifikasi
Kasus
1. Nama
:
2. Tanggal
:
Lahir/Usia
3. Pendidikan
:
4. Pekerjaan
:
5. Suku/etnik
:
6. Nama Suami
:
7. Usia
:
8. Pendidikan
:
9. Pekerjaan
:
10. Suku/etnik
:
11. Status pernikahan :
12. Alamat
13. Kepemilikan
1. Rumah sendiri
rumah
2. Rumah keluarga
3. Rumah sewa/kontrak
14. Lantai rumah
1. Tanah
2. Bukan tanah
15. Dinding rumah
1. Tembok
2. Bukan tembok
16. Jumlah anggota dalam
:
rumah
17. Memenuhi standar
1. Ya
kesehatan
2. Tidak
18. Jarak ke
:
Puskesmas
19. Waktu tempuh
:
20. Jarak ke RS
:
21. Waktu tempuh
:
X1,2,3
Y2
X1
X1,2
X1
X1
X1,2
X2
X2
X2
X1
X2
Y3
Y3
Y3
Y3
Universitas Sumatera Utara
22. Budaya berkaitan dengan kesehatan reproduksi:
a. Jumlah anak diharapkan, jenis kelamin dan nilai anak bagi
keluarga
b. Jarak kehamilan, siapa dominan menentukan, adakah
musyawarah
c. Riwayat keguguran, lahir mati, anak meninggal
d. Persepsi terhadap keguguran, lahir mati, anak meninggal
e. Persepsi tentang kontrasepsi, pilihan, pengalaman menggunakan
f. Perawatan kehamilan meliputi : pemeriksaan kehamilan,
pemeriksa dan tempat, mulai periksa, persepsi, pantangan
makanan, perawatan tradisional, keputusan mencari perawatan,
tanda risiko kehamilan
g. Perawatan persalinan meliputi: memilih penolong, tempat,
keluarga yang mendampingi, persiapan biaya, dokumen,
perawatan tradisional, keyakinan terhadap seulosoh, rajah,kaoi
tanda risiko melahirkan.
h. Perawatan nifas meliputi: persepsi, larangan mobilisasi, keluarga
yang terlibat, perawatan tradisional (tot batee, salee, simalo),
kontrasepsi paska melahirkan, tanda risiko nifas
Variabel antara : status reproduksi, status kesehatan, akses
pelayanan, perilaku sehat, hal tidak terduga dan fase keterlambatan
D. Riwayat kehamilan/status reproduksi
1. Jumlah kehamilan
2. Jumlah kelahiran hidup
3. Jarak kelahiran
4. Penolong persalinan, tempat persalinan, cara persalinan
5. Jumlah anak hidup
6. Usia saat menikah pertama kali
7. Usia saat hamil pertama kali
8. Usia saat hamil yang terakhir kali
9. Pelayanan ANC, tempat, jumlah, waktu, pelayanan yang diterima,
yang mengantar/menemani
E. Status kesehatan
1. Riwayat perdarahan jalan lahir
2. Hb < 8 gram%
3. Letak lintang pada kehamilan >32 minggu
4. Letak sungsang pada primigravida
5. Kehamilan ganda
6. Perkiraan janin besar
7. Edema muka / kaki
8. Tekanan Darah sistolik >140 mmhg, Diastolik >90 mmhg
9. Sakit kepala yang tidak hilang
10. Penyakit kronis
11. Lain-lain
X3
Y2,3,4
Y1
Universitas Sumatera Utara
F. Riwayat kematian
1a. Kehamilan
1. Riwayat kehamilan, persalinan, abortus yang pernah dialami
2. Kapan kasus meninggal (usia kehamilan)
3. Dimana meninggal
4. Riwayat sebelum meninggal
5. Kondisi sebelum meninggal
6. Kapan mencari pertolongan
7. Kemana mencari pertolongan dan alasan
8. Apa yang dilakukan penolong
9. Berapa lama penolong melakukan tindakan
10. Apakah penolong berhasil
11. Bila tidak, mengapa
12. Apakah penolong menganjurkan untuk merujuk
13. Kemana kasus dirujuk
14. Apakah dilaksanakan rujukan
1b. Riwayat Rujukan
1. Berapa lama/jarak
2. Apa jenis transportasi
3. Berapa biaya transportasi
4. Berapa biaya pelayanan pertolongan yang diberikan
5. Bagaimana keadaan ibu dalam perjalanan
6. Berapa biaya untuk mendapatkan pertolongan/pengobatan
7. Apakah ibu langsung mendapatkan pertolongan
8. Berapa lama menunggu
9. Apa yang dilakukan penolong
10. Apakah berhasil
11. Bila belum berhasil, apa yang dilakukan
12. Hambatan rujukan
2a. Persalinan
1. Tanggal persalinan, waktu persalinan
2. Berapa jam ibu merasa mules sampai melahirkan
3. Apa yang lahir dahulu
4. Cara melahirkan
5. Tempat persalinan
6. Penolong
7. Berapa lama antara mules dengan kematian
8. Apakah anak lahir, lahir hidup, lahir mati, jenis kelamin, BBL,
status kesehatan bayi
9. Apakah ada perdarahan, tidak lahir ari-ari, panas tinggi, keluar
cairan berbau, nyeri ulu hati, pandangan kabur, sakit kepala hebat,
tekanan darah tinggi, kejang-kejang, kesadaran menurun,keluar
cairan sebelum melahirkan
Z
Y5
Y3,4,6
Y5
Universitas Sumatera Utara
2b. Riwayat rujukan
1. Apakah mencari/mendapat pertolongan saat
persalinan/kedaruratan
2. Ya, mengapa
3. Tidak, mengapa
4. Siapa pengambil keputusan
5. Siapa yang tidak menyetujui
6. Tempat/orang yang dihubungi
7. Kapan mencari pertolongan
8. Dimana pertolongan diberikan
9. Jarak ke tempat rujukan
10. Kapan penolong sampai/ kasus sampai ke tempat penolong
11. Berapa lama mendapatkan pertolongan
12. Bila terlambat, mengapa
13. Pertolongan apa yang diberikan
14. Kesimpulan hasil pertolongan
15. Kemana saja dirujuk
16. Proses rujukan dan hambatan rujukan
Y3,6
3a. Setelah melahirkan/nifas
1. Tanggal melahirkan, tempat, penolong, cara melahirkan
2. Kondisi setelah melahirkan dan sebelum kematian
2. Riwayat perdarahan, tidak lahir ari-ari, panas tinggi, keluar cairan
berbau, nyeri ulu hati, pandangan kabur, sakit kepala hebat,
tekanan darah tinggi, kejang-kejang, kesadaran menurun, keluar
cairan sebelum melahirkan, bengkak merah dan nyeri payudara,
kembung
Y5
3b. Riwayat rujukan
1. Apakah mencari/mendapat pertolongan saat keluhan/kedaruratan
2. Ya, mengapa
3. Tidak, mengapa
4. Siapa pengambil keputusan
5. Siapa yang tidak menyetujui
6. Tempat/orang yang dihubungi
7. Kapan mencari pertolongan
8. Dimana pertolongan diberikan
9. Jarak ke tempat rujukan
10. Kapan penolong sampai/ kasus sampai ke tempat penolong
11. Berapa lama mendapatkan pertolongan
12. Bila terlambat, mengapa
13. Pertolongan apa yang diberikan
14. Kesimpulan hasil pertolongan
15. Kemana saja dirujuk
16. Proses rujukan dan hambatan rujukan
Y3,6
Universitas Sumatera Utara
G. Kontribusi Keterlambatan
Tahap I (mengambil keputusan)
1. Riwayat mencari pelayanan kesehatan sejak awal komplikasi
obstetri, termasuk cara tradisional
2. Faktor keterlambatan
3. Karakteristik penyakit, persepsi terhadap penyakit
4. Jarak ke sarana yang memadai
5. Masalah ongkos, alat transportasi, kesempatan
6. Persepsi/pengalaman terhadap pelayanan kesehatan
7. Sikap terhadap sarana dan fasilitas kesehatan
8. Status wanita dalam mengambil keputusan
9. Status ekonomi
Tahap II (mencapai fasilitas)
1. Riwayat keterlambatan mencapai fasilitas kesehatan yang
memadai
2. Diagram rujukan
3. Kondisi yang mempengaruhi keterlambatan mencapai fasilitas
Tahap III (mendapatkan penanganan)
1. Riwayat keterlambatan mendapatkan penanganan
2. Ketersediaan sarana yang dibutuhkan dan standar
3. Ketersediaan sumber daya manusia yang dibutuhkan, kompetensi
Data Observasi:
1. Titik koordinat lokasi kasus, lingkungan rumah dan keadaan
rumah
2. Ekspresi informan saat menceritakan riwayat kematian (emosi,
getaran suara, intonasi)
Data Sekunder
1. Titik koordinat lokasi Puskesmas, Puskesmas PONED, RS
PONEK, Bidan Praktek Swasta, Dinas Kesehatan
2. Standar pelayanan di Puskesmas, Puskesmas PONED, RS
PONEK, Bidan Praktek Swasta
3. Standar ketenagaan, fasilitas
4. Pemukiman (kepadatan, lokasi, jarak tempuh, jaringan jalan,
transportasi yang tersedia)
5. Organisasi sosial
6. Tradisi (upacara adat dalam perkawinan, kehamilan, kelahiran)
7. Kepercayaan/keyakinan/persepsi terhadap perkawinan,
kehamilan, kelahiran, kematian, sakit.
8. Upaya-upaya pengobatan (agama, tradisional, kesehatan dasar,
kesehatan komprehensif)
Y6
Peta
Peta
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6
RINGKASAN KASUS
No Kasus
Nama Kasus
Alamat
Waktu Wawancara
Informan
: 1 (2015)
: Erlinawati (28 tahun), PT, tidak bekerja
: Desa Aluee Tho, Kecamatan Matang Kuli
: Kamis, 14 Mei 2015
: Bidan Salbiah (48 tahun), ibu (65 tahun),
kakak (51 tahun), suami (30 tahun)
Pari itu langit cukup cerah, sesuai janji yang sudah saya sepekati dengan
Bidan Salbiah yang saya hubungi sehari sebelumnya, beliau menyepakati jam
9.00 akan mengantarkan saya ke rumah kasus kematian ibu di awal tahun 2015 di
Desa Aluee Tho Kecamatan Matang Kuli Kabupaten Aceh Utara. Bersama suami
menggunakan sepeda motor saya membawa semua perlengkapan yang dibutuhkan
antara lain catatan rekam jejak kematian ibu, kamera, GPS, tape recorder dan
baterai cadangan. Tepat jam 09.00 saya tiba di rumah Bidan Salbiah, beliau sudah
menunggu saya. Saya mendapatkan penjelasan tentang kasus yang akan kami
kunjungi.
Erlinawati hamil kedua, jarak dengan kehamilan pertama 8 tahun, saat ini
anak pertama seorang perempuan sudah sekolah SD kelas 2. Bidan Salbiah
menerangkan bahwa “Erlinawati pernah 2 kali ANC, pertama waktu hamil 8
bulan dan kedua saat mau melahirkan”. Waktu itu ia udem dan tensinya tinggi,
saya jelaskan harus periksa ke dokter spesialis dan melahirkan dirumah sakit,
pasien mengatakan “tidak mau kak, saya di tempat kakak saja dulu” dan sering
menyangkal bahwa dia tidak hamil.
Bidan Salbiah menjelaskan peristiwa sebelum kematian Erlinawati “pada
hari H, kebetulan saya sedang tidak berada di rumah, mengikuti pelatihan, dia
menelpon, katanya” kak saya sudah sakit-sakit”, saya arahkan untuk konsultasi ke
bidan terdekat, Bidan Asmawati, hasil pemeriksaan pembukaan 2 cm dan tensi
diatas normal. Karena Bidan Asmawati sedang ada acara keluarga, maka ia
menganjurkan ke tempat saya. Jam setengah empat saya periksa ketuban sudah
pecah sejak di rumah, sudah pakai plastik, pembukaan masih 2 cm, udem tambah
parah, tensi 160 lebih. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bidan Salbiah menjelaskan
“dek ini harus segera ke rumah sakit!, pasien tidak mau, lalu saya jelaskan tentang
beberapa kejadian, baru dia mau.
Lalu suaminya pulang mengambil surat-surat perlengkapan administrasi,
dengan menggunakan mobil keluarga tanpa diantar oleh bidan, Erlinawati dibawa
ke Rumah Sakit Bunda “saya tidak ikut mengantar, saya fikirpun tidak mungkin
lahir di jalan karena pembukaan masih 2 cm”. Dipilihnya Rumah Sakit Bunda,
karena dekat dengan rumah mertua, setelah 4 hari operasi dia meninggal.
Beberapa kasus yang tidak mau dirujuk dengan alasan takut dioperasi, karena
mereka berfikir kalau sudah di rumah sakit pasti akan dioperasi. Makanya saya
tetap menganjurkan dalam periode kehamilan tetap harus periksa ke spesialis,
Universitas Sumatera Utara
mungkin kalau kita yang menyampaikan mereka kurang percaya, demikian
penjelasan dari Bidan Salbiah.
Setelah menempuh perjalanan dengan sepeda motor lebih kurang 15 menit, kami
sampai di rumah orang tua Almarhumah
Erlinawati. Sebuah rumah panggung yang
dibawahnya masih becek, sepertinya baru
saja terjadi banjir. Keluarga menjelaskan
bahwa lokasi rumah mereka rawan banjir,
dua hari saja hujan berturut-turut mereka
akan
kebanjiran.
“saya
baru
saja
membersihkan sisa-sisa banjir” begitu
ungkapan Ibu Nurlela (kakak almarhumah
Erlinawati) yang rumahnya persis di
samping rumah ibu Almarhumah Erlinawati. Pernah sampai satu minggu
mengungsi di “Meunasah” (musholla di desa), karena banjir tidak surut dan
perabotan semuanya rusak.
Setelah memperkenalkan diri
dan menyampaikan tujuan, saya
mendapatkan penjelasan dari ibu
dan kakak almarhumah, sedangkan
Bidan Salbiah mengunjungi pasien
di desa lain. Erlinawati,S.Sos,
seorang sarjana, aktif mengikuti
pelatihan, dibuktikan oleh beberapa
sertifikat pelatihan yang pernah
diikutinya.
Setelah lulus kuliah pernah bekerja sebagai tenaga honor, namun nasibnya
tidak seberuntung kakak dan abangnya sebagai PNS. Erlinawati memiliki postur
tubuh gemuk, bahkan kegemukannya berdampak terhadap gangguan siklus
haidnya, sehingga pada saat tidak haid, ia merasa tidak hamil, karena sering
mengalami gejala tersebut. Ibu almarhumah menjelaskan “kebetulan pada saat
melihat keponaan melahirkan di Bidan Salbiah, ia meminta untuk diperiksa
apakah benar ia hamil?”, ”masih tidak percaya saat dijelaskan sudah hamil 8
bulan, ragu karena kulit perut tebal, setelah itu sering periksa ke Bidan Sal, dia
pergi sendiri, bahkan hari menjelang melahirkan dia sendiri naik sepeda motor ke
Universitas Sumatera Utara
rumah Bidan Salbiah”. Selanjutnya “Bidan Salbiah sedang tidak berada di rumah
ikut pelatihan di Krung Geukueh, lalu ke Bidan As, disana setelah melakukan
pemeriksaan, Bidan As mintak maaf karena mau pulang kampung ada
“seunujuh” (acara tujuh hari meninggal). Setelah menghubungi Bidan Salbiah,
rencana ke Bidan Nana, rupanya Bidan Salbiah sudah berada di rumah, setelah di
periksa Bidan Salbiah menganjurkan untuk segera ke RS, karena tekanan darah
170. Kami berangkat sore hari, karena waktu itu magrib kami masih di perjalanan.
Diperjalanan keadaan Erlinawati masih sehat-sehat saja dan sanggup duduk.
Tindakan Operasi dilakukan sebelum Isya.
Nurlela, kakak dari Erlinawati menambahkan “Saya menyusul ke rumah
sakit, jam 8.30 bayi sudah dikeluarkan dari ruang operasi dan dibawa ke ruang
bayi, selanjutnya diiqamatkan oleh suaminya”. Erlinawati masih berada di ruang
pemantauan paska operasi, “saya lihat di baskom ada muntah, Erlinawati
mengungkapkan “lama sekali saya di ruang operasi”. Karena petugas melarang
saya lama-lama di ruang tersebut, lalu saya keluar melihat bayi. “Malam pertama
Erlinawati mengeluh ada perasaan panas, saya oleskan air di bibirnya, malam
kedua perut kembung. Malam ketiga saya sempat bertengkar dengan perawat,
infus tidak terpasang lagi, perut kembung, bicara sudah ngawur, kenapa tidak ada
tindakan apa-apa, lalu saya ke ruang perawatan. Jawaban petugas “kami tidak bisa
pasang infus lagi, karena semua bahan jatah pasien sudah habis”. Saya melihat
sepertinya tidak ada tanggapan dari petugas. Setelah keluarga suami menghubungi
seseorang, terlihat adanya sedikit perubahan, datang dokter muda, petugas UGD
memasang infus kembali. Salah seorang petugas mengungkapkan “ kalau terjadi
sesuatu terhadap pasien, keluarga yang bertanggung jawab!”. Saya melihat
sepertinya guritanya basah, dan pembalut yang sudah basah harus keluarga sendiri
yang menggantikanya karena petugas menjelaskan besok pagi saja diganti.
Nurlela menjelaskan “Pagi hari ketiga Erlinawati sudah sanggup ke kamar
mandi, membersihkan bekas muntah semalam dan minta dibuatkan agar-agar.
Kami berikan agar-agar dan nasi yang disediakan di rumah sakit”. “Sore hari
keadaan memburuk, meronta-ronta, muntah dan jahitan operasi terbuka, petugas
membungkus dengan gurita dan mendapatkan penjelasan besok pagi baru bisa
ditanggani”. Sempat dipanggilkan tukang rajah, tepat jam 21.40 Erlinawati
menghembuskan nafas terakhir. Dalam ruangan berukuran 6 x 8 meter terdapat 10
tempat tidur, kebetulan saat itu ada 9 orang yang dirawat di ruang tersebut.
“Saat saya mandikan jenazahnya jahitan terbuka dan isi perut ada yang
keluar dan keluar buih dari mulut. Kami sudah pernah didampingi oleh LBH
untuk mengusut kasus ini, pernah suaminya datang sekali kesana, saya pun
banyak kegiatan di sekolah. Terakhir petugas LBH masih mendorong untuk
mengusut kasus tersebut, agar tidak terjadi kasus yang sama. Harapannya standar
pelayanan di rumah sakit harus lebih ditingkatkan” demikian penjelasan ibu
Nurlela.
Suami menambahkan “Hari ini tepat 105 hari meninggal, Pemerintah Aceh
dibutakan oleh uang, sehingga standar pelayanan tidak diperhatikan, kasus isteri
saya dengan keadaan demikian tidak dimasukkan ke ruang ICU. Pelayanan tidak
seperti yang diharapkan. Berbicara masalah ajal memang kami bisa pasrah, yang
tidak bisa kami terima karena tidak dilakukan prosedur yang seharusnya”.
Universitas Sumatera Utara
Saat digali tentang peran keluarga dalam perawatan, khususnya pantangan
makan, ibu almarhum menyampaikan “saya lupa apakah ada saya berikan telor di
rumah sakit, kalau di rumah tidak boleh makan telor, nanti keluar rahim, makan
dengan ikan teri saja, setelah 60 hari baru boleh makan makanan yang lain.
Perawatan yang harus dilakukan berupa minum kunyit selama 50 hari, campur
dengan “on jaloh”, agar tubuh sehat dan cepat pulih. “untuk mengurangi pahit
rasa ramuan tersebut saya minum kopi”, bu Nurlela menambahkan “pengalaman
saya jarak kelahiran anak saya rata-rata 3 tahun tanpa menggunakan kontrasepsi” .
Perawatan lain berupa “disale” yaitu
duduk di kursi yang dibawahnya dibakar
arang dengan tujuan mempercepat proses
penyembuhan masa nifas, disamping itu saat
posisi tidur batu panas ditempatkan di perut
bagian bawah dengan tujuan mempercepat
fase kembalinya rahim ke ukuran semula.
Perawatan tersebut masih dijalankan oleh
keluarga termasuk untuk anak-anaknya
sampai saat ini. Sampai akhir perbincangan,
anak kedua dari Erlinawati, seorang bayi
berumur 108 hari masih tidur pulas dalam
ayunan diasuh oleh nenek dan mendapatkan perhatian dari anggota keluarga yang
lain.
Determinan Jauh
Determinan Antara
Determinan Dekat
Suami pengangguran dan tinggal di rumah keluarga
(orang tua)
Budaya berupa pantangan makan dalam perawatan
nifas dan keyakinan pengobatan rajah
Mengingkari kehamilan karena siklus haid tidak teratur
Kehamilan tidak direncanakan
Kurang memperhatikan perubahan tubuh
Hambatan akses pelayanan kesehatan
Keterlambatan dalam mengenal masalah, pengambilan
keputusan dan mendapatkan penanganan yang tepat
Kehamilan dengan komplikasi pre-eklamsi
Perawatan paska operasi
Universitas Sumatera Utara
No Kasus
Nama Kasus
Alamat
Waktu Wawancara
Informan
: 1 (2014)
: Nurul Nisak (17 tahun), SMA, tidak bekerja
: Desa Tengoh Beureughang, Kec. Tanah Luas
: 26 Mei 2015
: Bidan Cut Salma (28 tahun), Nenek (70 tahun),
Mabid (29 tahun)
Investigasi kasus kematian ibu saya
awali
dengan
mengunjungi
Puskesmas Tanah Luas untuk
mendapatkan gambaran kasus dan
memudahkan pendekatan dengan
keluarga melalui bidan desa. Pagi itu,
Hari Selasa Tanggal 26 Mei 2015,
tepatnya pukul 08.37 WIB, di
Puskesmas Tanah Luas sudah
beberapa petugas sudah mulai
memberikan
pelayanan
kepada
masyarakat.
Saya dibantu oleh Bidan Nuraini
bertemu Bidan Salma sebagai Bidan
Desa di Desa Tengoh Beureughang.
Bidan Salma menceritakan tentang
kasus dan bersedia mengantarkan saya
ke lokasi. Perjalanan ke lokasi kami
tempuh dengan sepeda motor melalui
jalan desa yang sempit, lebih kurang 25
menit dari puskesmas tibalah kami di
lokasi, tetapi ibu dari almarhumah
sedang tidak berada di rumah, tampak
rumahnya tertutup.
Universitas Sumatera Utara
Bidan Salma berkomunikasi dengan
seorang nenek dan seorang ibu muda
yang sedang duduk di tangga
rumahnya, ternyata mereka bersedia
menjadi informan. Setelah saya
memperkenalkan diri, Bidan Salma
segera kembali ke Puskesmas, karena
ada kasus rujukan persalinan yang
harus
ditanganinya.
Mengawali
pembicaraan
nenek
menjelaskan
bahwa ia baru saja membersihkan
kuburan Nurul Nisak yang persis di sebelah jalan rumah mereka, rumah nenek
disisi kiri bangunan rumah orang tua Nurul Nisak, sedangkan disisi kiri rumah
nenek tampak sebuah umah sangat sederhana lantai tanah dihuni oleh keluarga
makcik (adik ayah). Di rumah nenek juga tinggal keluarga adik ayah Nurul Nisak
yang sudah berkeluarga, saat ini merekalah yang merawat anaknya, Nurul Nisak
memanggilnya dengan sebutan Bunda.
Setelah lulus SMA, Nurul Nisak
berkenalan dengan seorang laki-laki
bernama Adi, yang menikahinya tanpa
tercatat di Kantor Urusan Agama
(KUA), sehingga tidak ada dokumen
yang
membuktikan
status
pernikahannya. Masa-masa manisnya
perkawinan hanya ia rasakan sampai
kehamilan berusia 20 minggu, setelah
itu semua berubah. Nurul Nisak mulai
merasakan pahit getirnya seorang
wanita hamil yang harus memikul beban berat sendiri, karena setelah kehamilan
menginjak 5 bulan, suami tidak pernah datang menafkahinya lagi. Penderitaan
Nurul Nisak semakin bertubi-tubi, setelah tahu bahwa Nurul Nisak bukanlah satusatunya isteri yang dimiliki suaminya. Pandangan orang-orang disekitarnya
semakin membuat hati Nurul Nisak hancur berkeping-keping.
Kepahitan demi kepahitan hanya bisa Nurul Nisak ungkapkan kepada
Bunda/Mabid, yaitu isteri dari adik ayahnya. “Saya malu bunda, menyesal,
sepertinya orang-orang menganggap saya perempuan merebut suami orang”,
itulah ungkapan Nurul Nisak sambil menangis di pangkuan Bunda. Walaupun ada
rasa malu dengan status pernikahannya, Nurul Nisak tetap memeriksakan
kehamilannya di Posyandu dan Puskesmas terdekat. Nurul Nisak mendapatkan
penjelasan bahwa persalinannya harus dilakukan di rumah sakit, karena tekanan
darahnya dan bengkak pada kaki dan wajahnya. Informasi ini kurang
mendapatkan tanggapan serius dari keluarga. Nenek Nurul Nisak menanggapi
“bengkak adalah tanda mau melahirkan, setelah tiga kali bengkak akan
melahirkan”.
Universitas Sumatera Utara
Malam itu, tepatnya jam 20.00 WIB, Nurul Nisak kembali ke rumah bidan
setelah pagi harinya memeriksakan diri tentang tanda-tanda melahirkan. Bidan
menegaskan bahwa harus segera ke rumah sakit. Tiba di rumah sakit pukul 01.00
WIB, tindakan SC tidak bisa segera dilakukan, terhambat proses administrasi
berupa surat nikah, dokumen kartu keluarga, sehingga proses SC baru dilakukan
keesokan harinya. Keluarga berinisiatif menggunakan kartu identitas anggota
keluarga yang lain yang mempunyai surat nikah. Pukul 08.30 WIB, bayi laki-laki
lahir melalui tindakan SC dalam keadaan sehat, tetapi Nurul Nisak mengalami
penurunan tingkat kesadaran, kejang
hingga hari ketiga setelah melahirkan
meninggal.
Dalam kondisi yang labil ia
menuturkan “seandainya ayah masih
ada, tentu dia akan menyayangi saya,
saya ingin menjumpai ayah”. Nurul
Nisak merasakan ayahnya yang sudah
setahun
meninggal
datang
mengunjunginya dan mengajak Nurul
Nisak untuk ikut. Melihat keadaan
Nurul Nisak, pakcik (adik ayah)
meminta tolong pada
“Ureng
meurajah”
(tukang
rajah/doa
pengobatan) untuk menstabilkan keadaan jiwanya. Dalam keadaan tidak stabil,
Nurul Nisak meronta-ronta sehingga infus terlepas. Keesokan harinya Nurul
Nisak meninggal setelah dirawat di Intensive Care Unit (ICU) mengalami kejangkejang. Nurul Nisak memberikan pesan kepada Pakcik dan Bunda untuk merawat
anaknya.
Determinan Jauh
Determinan Antara
Determinan Dekat
Status pernikahan tidak tercatat di KUA
Stigma di masyarakat menjadi isteri kedua
Tidak mendapatkan dukungan dari suami selama
kehamilan
Budaya berupa persepsi terhadap udem sebagai tanda
fisiologis akan melahirkan
Keyakinan pengobatan rajah
Dokumen jaminan kesehatan tidak dipersiapkan
Kehamilan pada usia kurang dari 20 tahun
Akses pelayanan
Keterlambatan dalam mengenal masalah, pengambilan
keputusan dan mendapatkan penanganan yang tepat
Kehamilan dengan komplikasi pre-eklamsi
Perawatan paska operasi
Universitas Sumatera Utara
No Kasus
Nama Kasus
Alamat
Waktu Wawancara
Informan
:2
: Agustinar (42 tahun). PT, PNS
: Desa Cot Murong, Kec.Baktiya Barat
: 2 Juni 2015
: Bidan Martini, Suami, keluarga
Tanggal 2 Juni 2015, tepatnya hari Selasa, sekitar jam 8.30 saya dan suami
menggunakan sepeda motor sampai di Desa Cot Murong Kecamatan Baktiya
Barat setelah melewati Kecamatan Tanah Pasir dan Kecamatan Lapang, Dalam
perjalanan menuju ke lokasi disepanjang jalan saya melihat beberapa petani
tambak sudah mulai beraktifitas, tampak beberapa tambak garam berjejer rapi.
Setelah bertanya tentang alamat rumah kasus yang akan kami kunjungi, sampailah
kami di sebuah rumah, persisnya rumah guru
yang berada di samping sekolah dasar.
Tampak lingkungan rumah kotor, daun-daun
dan kotoran sapi berserakan mengeluarkan
bau tak sedap.
Seorang ibu yang kebetulan
mau
ke
kebun
membantu
memanggilkan penghuni rumah,
tidak lama kemudian muncul
seorang lelaki dengan menggunakan kain sarung tanpa memakai baju, sepertinya
baru saja bangun tidur. Kemudian ia masuk, membasuh muka dan menggunakan
pakaiannya. Ternyata beliau adalah suami
dari kasus ke-2 yang akan saya gali
permasalahannya.
Agustinar, seorang Guru SD status
PNS, kehamilan keempat, anak terkecil
sudah berumur 7 tahun. Selama awal
kehamilan sampai menjelang hamil tua,
keadaan kehamilannya sehat-sehat saja,
hingga ia merasakan janinnya tidak
bergerak seperti biasanya. Suami mengajak
memeriksakan kandungan ke “Mak Blien” (dukun beranak) dan mendapatkan
penjelasan bahwa janin yang dikandungnya adalah kembar. Agustinar mengajak
suami untuk memeriksakan keadaan tersebut ke Bidan Martini. Bidan memaksa
untuk segera ke rumah sakit karena mengalami keracunan kehamilan, tekanan
darah 180/100 mmhg, protein urin positif 3, wajah terlihat bengkak.
Universitas Sumatera Utara
Mendapatkan penjelasan tentang keadaan kehamilannya, tidak membuat ia
dan suami terus bergegas langsung ke rumah sakit. Sebelum pulang, mereka
membeli lontong sate beberapa bungkus, membawa pulang dan menikmati
bersama-sama keluarga. Setelah menyiapkan beberapa keperluan untuk
melahirkan, mengambil uang yang disimpan di dalam lemari, Agustinar
membisikkan kepada anak perempuannya yang sulung:
“Nak, apapun yang terjadi pada ibu, tolong kamu sampaikan ke keluarga
ibu,agar jenazah ibu dikuburkan disini, jangan di kampung ibu”
Si sulung hanya mendengarkan tanpa mengerti apapun maksud ibunya,
hingga akhirnya ia tahu bahwa itulah pesan terakhir ibunya. Entah mengapa ia
sudah mempunyai firasat, terbukti menikmati lontong sate bersama keluarga
adalah saat-saat terakhir makan bersama, sehingga sampai ke kota sudah
menjelang larut malam, semua pelayanan dokter spesialis sudah tidak menerima
pasien konsultasi.
Keponaan Agustinar yang bekerja di
puskesmas berusaha menghubungi salah
seorang dokter spesialis melalui ponsel,
berdasarkan penjelasan tentang gambaran
kondisi Agustinar dokter menyarankan
untuk segera opname agar mendapatkan
penanganan dari spesialis kandungan dan
penyakit
dalam.
Keesokan
harinya
dilakukan SC, lahir bayi laki-laki 3500
gram dalam keadaan sehat. Setelah 6 jam
melahirkan Agustinar mengalami perdarahan, koma dan didiagnosa gagal ginjal,
keesokan harinya meninggal dunia.
Setahun meninggal, keluarga masih mempertanyakan keberadaan anak yang
diduga kembar, walaupun informasi bayi kembar diperoleh dari “mak blien”. Di
sela-sela percakapan ia ungkapkan dengan ekpresi penuh kemarahan “kalau
anaknya sudah besar, bom rumah sakit yang telah menyebabkan ibu kalian
meninggal dan menculik adik kalian”. Suaminya menjelaskan anak bungsunya
sekarang dirawat oleh oleh kakaknya yang tinggal di desa lain, sedangkan ketiga
anaknya yang sudah berumur antara 7 sampai 12 tahun dirawat sendiri olehnya.
Sehari-hari suami bekerja sebagai petani tambak, terlihat dari ekpresinya ia belum
mengiklaskan kepergian isterinya dan ketidakpuasan akan pelayanan yang
diterima.
Determinan Jauh
Determinan Antara
Determinan Dekat
Keyakinan terhadap “mak blien” (dukun kampung)
Multigravida, mengabaikan komplikasi
Akses pelayanan
Keterlambatan dalam mengenal masalah, pengambilan
keputusan dan mendapatkan penanganan yang tepat
Kehamilan dengan komplikasi pre-eklamsi
Perdarahan dan gagal ginjal paska operasi
Universitas Sumatera Utara
No Kasus
Nama Kasus
Alamat
Waktu Wawancara
Informan
:3
: Muliati (30 tahun)
: Desa Kuta Krung, Kec. Samudera
: 31 Mei 2015
: Mertua, suami, tetangga
Cuaca mendung, dan gerimis mulai turun, tetapi sepeda motor yang kami
gunakan tetap melaju menuju ke Desa Kuta Krung Kecamatan Samudera. Setelah
melewati jembatan Keude Geudong kami melewati Pasar Geudong yang selalu
ramai sebagai pusat perekonomian masyarakat sekitar Kecamatan Syamtalira
Aron, Samudra dan Meurah Mulia. Kendaraan kami berbelok ke arah kanan
memasuki jalan Makam Malikussaleh. Sekitar 2.5 km tampaklah makam
Malikussaleh. Beberapa kendaraan peziarah terparkir di pinggir jalan, kebetulan
Hari Minggu tanggal 31 Mei 2015 dimanfaatkan oleh beberapa rombongan untuk
melakukan wisata spiritual, salah satu adalah Makam Malikussaleh, tokoh Aceh.
Untuk menuju ke lokasi, terlebih dahulu saya menjumpai bidan yang
memberikan pelayanan di wilayah Desa Kuta Krueng. Kebetulan ada akseptor KB
yang sedang diberikan pelayanan oleh bidan, lokasi rumahnya berdekatan dengan
kasus yang akan saya gali informasinya, dia bersedia mengantarkan ke lokasi.
Melewati jalan kecil, kendaraan kami terus mengikuti sepeda motor yang
menunjukkan arah lokasi, akhirnya kami tiba di rumah orang tua Hadi, yaitu
suami dari Muliati, kasus ke-3 pada tahun 2014.
Seorang nenek bersama dengan 2 orang cucu berada di halaman, lalu
mengajak kami masuk ke rumah. Sebuah rumah kecil yang dibangun setelah
dampak Tsunami menghancurkan rumah-rumah penduduk. Tampak beberapa
tumpukan kain dan mainan berserakan. Beberapa kali nenek menggedor pintu dan
Universitas Sumatera Utara
memanggil untuk membangunkan, “Hadi…ka bedoh hai, na jame perele
meurumpok ngon kah” (Hadi..bangun, ada tamu yang perlu menjumpai kamu).
Keluar seorang laki-laki dari kamar depan sambil mengusap mata, lalu
menuju ke belakang, tidak lama kemudian muncul lagi dan bersalaman dengan
kami. Saya memulai penggalian informasi dan mengklarifikasi beberapa data
awal yang sudah saya peroleh sebelumnya. Muliati, 30 tahun, riwayat hamil 7
kali, melahirkan 5 kali dan keguguran 1 kali. Setelah mempunyai dua orang putra
dan putri dari suami pertamanya yang meninggal karena tertembak akibat konflik,
Muliati menikah lagi dengan teman suaminya, bernama Hadi (28 tahun). Bersama
H, Muliati mempunyai anak perempuan 2 orang lahir hidup dan satu orang lahir
mati. Anak perrtama dengan H berumur 7 tahun dan yang kedua 5 tahun,
kehamilan ketiga bersama H terjadi keguguran, kehamilan keempat bayi lahir
prematur dan mati. Karena belum mempunyai anak laki-laki bersama H, Muliati
sangat mengharapkan kehamilan ketujuh dapat melahirkan anak laki-laki.
Selama
hamil
pemeriksaan
kehamilan dilakukan di posyandu dan dan
Bidan Praktek Swasta, mendapatkan
immunisasi TT dan tablet besi. Tanggal 10
Februari 2014, Muliati datang ke BPS karena
sudah ada tanda melahirkan. Bidan
melakukan pemeriksaan, pembukaan 5 cm,
letak kaki, tali pusat keluar. Bidan belum
mengambil keputusan untuk merujuk.
Jam 08.00 Muliati melahirkan spontan, bayi
BBLR dan aspiksia, ibu dan bayi dirujuk ke
RS Cut Meutia. Tiba di UGD RS mengalami
perdarahan, Hb 6,1 gram%. Dipasang infus,
pitocin, kateter dan perintah transfusi. Jam
11.00 cek Hb, hasil 2,5 gram%. Jam 12.00
baru mendapatkan transfusi PRC (sel darah
merah pekat) 1 bag. Jam 16.30 terjadi
perdarahan hebat, keadaan umum menurun,
jam 15.00 Muliati meninggal. Keterangan yang diperoleh dari tetangga, bahwa
saat terjadi kedaruratan H sedang tidak berada di rumah (buron).
Determinan Jauh
Determinan Antara
Determinan Dekat
Suami tidak berada di rumah saat terjadi kedaruratan
Budaya menginginkan anak laki-laki
Multigravida riwayat abortus dan kelahiran prematur
Akses pelayanan
Keterlambatan dalam mengenal masalah, pengambilan
keputusan dan mendapatkan penanganan yang tepat
Komplikasi persalinan letak kaki, tali pusat
menumbung, perdarahan post partum terlambat
mendapatkan transfusi
Universitas Sumatera Utara
No Kasus
Nama Kasus
Alamat
Waktu Wawancara
Informan
:4
: Nuraini (35 tahun)
: Desa Lueng, Kec.Paya Bakong
: 2 Juni 2015
: Bidan Puskesmas, tetangga
Perjalanan menuju Kecamatan Paya Bakong menempuh beberapa lajur jalan yang
sedang dalam proses pengerasan. Bila berpapasan dengan kendaraan, maka debu
berterbangan, terdapat pula beberapa jalan berlubang. Sebelum ke Desa Lueng,
terlebih dahulu saya mampir ke
Puskesmas Paya Bakong, tepat jam
13.00 WIB saya memasuki pekarangan
puskesmas, beberapa petugas sudah
mulai berkemas-kemas pulang. Bidan
Mala memberikan penjelasan tentang
kasus ke-4 pada tahun 2014, Nuraini,
hamil ketiga, anak hidup 2 orang,
pemeriksaan kehamilan di rumah oleh
bidan desa. Ibu menolak imunisasi TT
dan pemeriksaan Hb.
Tanggal 6 Februari 2014 Nuraini
mengalami demam, tidak dilakukan
pemeriksaan suhu, dianjurkan ke RS,
ibu menolak. Akhirnya dipasang infus
RL sebanyak 5 buah selama 7 hari.
Tanggal 12 Februari 2014 ibu dirujuk
ke RS Bunda oleh bidan Puskesmas
Paya Bakong. Tekanan darah 100/70
mmhg, ibu demam. Di RS Bunda ibu
dirawat
oleh
dokter
spesialis
kandungan dan penyakit dalam.
Tanggal 17 Februari 2014 jam 09.00
WIB ibu meninggal. Tidak banyak
keterangan lain yang diperoleh, karena
penghuni rumah sedang ada acara
keluarga di desa lain. Keterangan
tetangga bahwa jenazah Nuraini lebam
setelah meninggal
Determinan Jauh
Menolak dirawat di rumah sakit
Determinan Antara
Kehamilan disertai febris yang tidak diketahui
penyebabnya
Akses pelayanan
Keterlambatan dalam mengenal masalah, pengambilan
keputusan dan mendapatkan penanganan yang tepat
Determinan Dekat
Kehamilan disertai penyakit lain
Universitas Sumatera Utara
No Kasus
Nama Kasus
Alamat
Waktu Wawancara
Informan
:5
: Nurasni (27 tahun)
: Tanoh Ano, Kec.Muara Batu
: 24 Juni 2015
: M.Ali (Suami), keluarga
Perjalanan menuju Gampong Tanoh Ano tidak terlalu jauh dari
Puskesmas Muara Batu, kira-kira 20 menit yang saya tempuh dengan kendaraan
roda empat. Puskesmas Muara Batu merupakan salah satu puskesmas pelayanan
PONED di wilayah barat Kabupaten Aceh Utara. Saya ditemani oleh Bidan Erika
dan kami harus berjalan kaki karena kendaraan kami tidak bisa melewati jalan
menuju lokasi rumah kasus. Tiba di halaman rumah ternyata Pak M. Ali sedang
tidak berada di rumah, kami mencoba bertanya kepada tetangga yang kebetulan
adalah
keluarganya.
Setelah
mendapatkan keterangan, kami
mohon pamit. Dalam perjalanan
menuju kendaraan kami berpapasan
dengan Pak M. Ali, lalu proses
investigasi saya lanjutkan di sebuah
kios.
Nurasni G2, P1, A0, anak
pertama lahir spontan selamat
berjenis kelamin perempuan, sudah
berumur 7 tahun, sekarang sudah
sekolah SD dan tinggal bersama Pak
M.Ali. Selama hamil, pemeriksaan kehamilan dilakukan di Posyandu, BPS dan
Dokter spesialis. Ibu dengan kehamilan kembar, posisi bayi satu letak kepala dan
satu letak bokong, tekanan darah 120/80 mmhg dan Hb 9,2 gram%. Selama hamil
ibu banyak keluhan terutama kesulitan tidur, sejak hamil enam bulan ibu tidur
dalam posisi duduk dan tidak bisa melakukan aktifitas apapun. Konsultasi dengan
bidan dan dokter spesialis ibu dianjurkan SC.
Tanggal 1 Maret 2014 jam 18.00 ibu ke RS Kasih Ibu setelah ada tanda
mau melahirkan. Pemeriksaan Hb 9,2 gram%, protein urin positif 2, tekanan
darah 120/80 mmhg. Jam 22.00 dilakukan SC, transfusi 1 bag. Bayi lahir jenis
kelamin perempuan, bayi pertama berat badan lahir 1.400 gram, bayi kedua 1000
gram, dirawat dalam inkubator. Selama perawatan paska operasi keadaan ibu
memburuk karena mengalami gagal ginjal dan dilakukan perawatan di ICU.
Tanggal 3 Maret 2014 jam 04.00 ibu meninggal. Kedua bayi akhirnya meninggal,
yang pertama meninggal hari ke 10 dan yang kedua setelah berumur 40 hari.
Determinan Jauh
Determinan Antara
Determinan Dekat
Budaya menginginkan anak laki-laki
Status kesehatan ibu mengalami kehamilan kembar
Keterlambatan dalam mengenal masalah, pengambilan
keputusan dan mendapatkan penanganan yang tepat
Kehamilan kembar dan gagal ginjal paska operasi
Universitas Sumatera Utara
No Kasus
Nama Kasus
Alamat
Waktu Wawancara
Informan
:6
: Rohani (32 tahun)
: Arongan Lise, Kec.Baktiya
: 2 Juni 2015
: Ibu, kakak
Penelusuran
kasus ke-6, yaitu kasus
dengan persalinan macet. Seorang
nenek berumur sekitar 65 tahun
meneteskan air mata saat menceritakan
kejadian setahun yang lalu. “ hari itu dia
masih ke sawah, sehat-sehat saja” nenek
mengawali
ceritanya.
Setelah
merasakan adanya tanda-tanda mau
melahirkan, sore hari jam 17.30 WIB,
Rohani diantar dengan sepeda motor
oleh tetangganya ke bidan. Bidan melakukan observasi dan tindakan induksi.
Setelah 7 jam, ternyata persalinan tidak mengalami kemajuan tepat jam 24.00
WIB his negatif, bidan menyarankan untuk dibawa ke rumah sakit.
“Saya tidak berani mengambil keputusan untuk membawa ke RS, tidak ada
suaminya, saya pun tidak punya uang” begitu yang disampaikan oleh kakaknya.
“Tidak ada keluarga yang bisa diajak munyawarah, abangnya satu sebagai
nelayan di Banda Aceh, satu di Panton dan satunya di Alue Bilie, tidak bisa
dihubungi tidak ada HP” ditambahkan oleh nenek. “suaminya lagi melaut, dengan
sedikit uang yang diberi oleh suami saya, barulah kami membawanya dengan
ambulance ke RS” penjelasan kakak saat-saat pengambilan keputusan. “suami
saya tidak bisa ikut, karena anak-anak di rumah tidak ada yang jaga”. Sampai di
RS jam 24.30 WIB perut kembung, muntah, nyeri perut dan sesak, pernafasan 30
kali per menit dipasang oksigen. Tepat jam 02.15 Rohani meninggal.
Penggalian informasi tentang riwayat persalinan sebelumnya diperoleh
keterangan bahwa persalinan pertama lahir mati melahirkan di rumah jenis
kelamin perempuan, 4 tahun kemudian hamil dan melahirkan di pintu gerbang
rumah sakit saat proses rujukan. Bayi lahir selamat jenis kelamin laki-laki,
sekarang sudah sekolah SD dan tinggal bersama ayahnya.
Determinan Jauh
Suami sebagai nelayan tidak mengetahui perkiraan
persalinan, tidak berada di rumah saat persalinan
Perempuan tidak mampu mengambil keputusan
berkaitan dengan biaya dan subordinat
Determinan Antara
Multigravida riwayat obsteri jelek
Kompetensi petugas dalam manajemen kasus
Akses pelayanan kesehatan
Keterlambatan dalam mengenal masalah, pengambilan
keputusan dan mendapatkan penanganan yang tepat
Determinan Dekat
Persalinan macet
Universitas Sumatera Utara
No Kasus
Nama Kasus
Alamat
Waktu Wawancara
Inorman
:7
: Merawati (19 tahun)
: Matang Raya Timu, Kec. Baktiya
: 2 Juni 2015
: Ibu, keluarga
Merawati meninggal setelah dirawat di
RS Cut Meutia, tepatnya di Ruang Paru.
Setelah
lulus
SMP,
Merawati
melanjutkan pendidikan di Dayah
selama 2 tahun. Menikah usia 17 tahun,
setelah setahun menikah dengan
Muzakir (23 tahun), ia hamil. Pada awal
kehamilan Merawati tidak merasakan
perubahan kesehatan, ia rajin melakukan
ANC di Posyandu dan BPS.
Menjelang kehamilan akhir trimester
dua muncul keluhan sesak dan
muntah darah. Pada awal keluhan
lemah, batuk dan sesak langsung ke
BPS,
keluarga
mendapatkan
penjelasan bahwa peralatan di bidan
tidak memadai untuk memeriksa
kondisi merawati dan dianjurkan ke
puskesmas. Setelah opname selama 1 hari di puskesmas selanjutnya dirujuk ke RS
Cut Meutia melalui UGD dirawat di Ruang Paru. Ibu Merawati menceritakan
“kami berangkat jam 2 siang, sampai di RS jam 3, di ruang paru diberi obat, ke
kamar mandi masih sanggup jalan sendiri, sehabis makan sore jam 5 sore
mendapatkan obat suntik setelah sebelumnya dilakukan tes obat”. Setelah
disuntik, terjadi sesak dan penurunan kesadaran sambil melepaskan selang
oksigen dan meninggal tepat jam 18.00 WIB. “Sampai akhir hayat anak saya,
kami tidak tahu apa penyebab kematiannya, karena belum sempat dilakukan
pemeriksaan, kata petugas kemungkinan penyakit paru”, lebih lanjut ibu Merawati
menyampaikan “saya sempat histeris, menuduh gara-gara disuntik anak saya
meninggal, tapi petugas menjelaskan semua tindakan yang dilakukan berdasarkan
resep obat dan perintah dokter”. Penggalian informasi tentang riwayat penyakit
didapatkan keterangan, selama di Dayah ada keluhan batuk tetapi tidak parah,
sehingga tidak diobati secara serius. Pengamatan terhadap lingkungan rumah
sebahagian lantai tanah dan minim ventilasi.
Determinan Jauh
Determinan Antara
Determinan Dekat
Menikah usia 17 tahun
Hamil umur kurang dari 20 tahun
Akses pelayanan
Keterlambatan dalam mengenal masalah, pengambilan
keputusan dan mendapatkan penanganan yang tepat
Kehamilan dengan penyakit infeksi (suspek TB)
Universitas Sumatera Utara
No Kasus
Nama Kasus
Alamat
Waktu Wawancara
Informan
:8
: Fitriani (33 tahun)
: Rawa Itek, Tanah Jambo Aye
: 2 Juni 2015
: Agus (suami)
Tepat jam 12.00 siang, saya sampai
di kediaman almarhumah Fitriani, seorang
bidan yang meninggal dalam kehamilan ke-4.
Saya disambut oleh seorang wanita cantik, dan
2 anak kecil, yang satu berumur 14 bulan dan
satunya lagi sekitar 8 tahun. Ternyata wanita
tersebut adalah isteri pak Agus yang baru saja
dinikahi sekitar 3 bulan yang lalu. Pak Agus
sedang berada di luar, lalu dihubungi dengan
ponsel, tak lama kemudian sampai di rumah.
Sambil menunjukkan foto mendiang isterinya,
terlihat ia sangat geram dan kecewa terhadap
pelayanan yang didapatkan isterinya.
Fitriani pernah mengalami abotus 2 kali, pada kehamilan kedua dan ketiga,
sempat dilakukan tindakan kuratege. Kehamilan keempat ini memeriksakan
kehamilannya ke bidan dan dokter spesialis. H
PERSETUJUAN ETIK (ETHICAL APPROVAL)
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2
Lampiran 2
Surat Izin Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3:
MODEL OTOPSI SOSIAL BERBASIS BUDAYA ACEH DALAM
MENGATASI KEMATIAN IBU DI PROVINSI ACEH
(STUDI DI KABUPATEN ACEH UTARA)
LEMBAR PENJELASAN
(Kepala informan dan responden)
Bapak dan Ibu yang terhormat, saya bernama Maidar adalah Mahasiswa
Program Doktor (S3) Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dalam rangka memenuhi salah satu
syarat menyelesaikan pendidikan yang sedang saya jalani, saya melakukan
penelitian dengan judul OTOPSI SOSIAL BERBASIS BUDAYA ACEH DALAM
MENGATASI KEMATIAN IBU DI PROVINSI ACEH STUDI DI KABUPATEN
ACEH UTARA”. Tujuan atau manfaat penelitian secara umum yaitu menemukan
model otopsi sosial kematian ibu pada etnik Aceh sehingga dapat menekan
kasus di masa yang akan datang. Sebelum penelitian ini dimulai, kami sudah
mensosialisasikan dan mendapatkan izin dari Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Aceh Utara. Selama penelitian, kami akan meminta kesediaan
Bapak/Ibu untuk menjawab pertanyaan yang diberikan dengan menggunakan
pedoman wawancara dan kuesioner yang waktunya ditentukan berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak. Kerahasiaan identitas dan keterangan
Bapak/Ibu pada saat pelaksanaan penelitian akan tetap terjaga. Seluruh data
akan disimpan dengan aman di dalam komputer.
Partisipasi Bapak/Ibu bersifat sukarela tanpa paksaan dan bila tidak berkenan,
dapat menolak atau sewaktu waktu dapat mengundurkan diri tanpa sanksi
apapun. Penelitian ini tentu saja akan menyita waktu Bapak/Ibu untuk
mengerjakan pekerjaan lainnya. Walaupun demikian, Bapak/Ibu akan
mendapatkan manfaat langsung dari penelitian ini, berupa pengetahuan tentang
faktor yang berperan terhadap kematian ibu serta pada akhir pertemuan akan
ada pemberian bahan kontak..
Semua informasi yang kami terima akan kami simpan, yang akan kami jamin
kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk pengembangan program kesehatan.
Apabila Bapak/Ibu bersedia dan menyetujui untuk menjadi informan/responden
dalam penelitian ini, agar kiranya menandatangani formulir sebagai tanda
persetujuan. Atas kerjasama yang baik dari semua pihak saya ucapkan terima
kasih.
Apabila Bapak/Ibu membutuhkan penjelasan lebih lanjut mengenai penelitian ini,
dapat menghubungi :
Nama
: Maidar, M.Kes (Peneliti)
Alamat : Cibrek Tunong Syamtalira Aron Aceh Utara
No HP : 0812 6439913
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4:
MODEL OTOPSI SOSIAL BERBASIS BUDAYA ACEH DALAM
MENGATASI KEMATIAN IBU DI PROVINSI ACEH
STUDI DI KABUPATEN ACEH UTARA”.
PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)
Saya telah mendapat penjelasan secara rinci dan telah mengetahui maksud dan
tujuan penelitian tentang “MODEL OTOPSI SOSIAL BERBASIS BUDAYA
ACEH DALAM MENGATASI KEMATIAN IBU DI PROVINSI ACEH STUDI DI
KABUPATEN ACEH UTARA”. yang dilaksanakan oleh Maidar, Mahasisws
Program Doktor (S3) Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Jesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Saya memutuskan ikut berpartisipasi
pada penelitian ini secara sukarela tanpa paksaan. Bila saya menginginkan,
maka saya dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu tanpa sanksi apapun.
Lhoksukon,……………….2015
Peneliti
Informan/Responden
Maidar, M.Kes
--------------------------------
Keterangan :
PSP dibuat 2 rangkap, untuk :
− Informan/Responden (1 lembar)
− Peneliti (1 lembar)
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5
Pedoman Wawancara
PANDUAN WAWANCARA MENDALAM
OTOPSI SOSIAL KEMATIAN IBU DI KAPUPATEN ACEH UTARA
TAHUN 2014
I. Identitas
a. Nama pewawancara
:
b. Nama pencatat
:
c. Tanggal wawancara
:
d. Tempat wawancara
:
e. Nama informan (inisial)
f. Kode Informan
:
g. Jabatan/hubungan
:
h. Alamat/hp informan
:
:
II. Tahap pembukaan wawancara
a. Pewawancara menyampaikan ucapan terimakasih kepada informan telah
bersedia dan meluangkan waktunya untuk diwawancara
b. Memperkenalkan diri dan menyampaikan topik dan tujuan wawancara yang
akan dilakukan
c. Menyampaikan kepada informan bahwa informan bebas menyampaikan
pendapat, pengalaman, berkaitan dengan topik
d. Mencatat dan merekam seluruh pembicaraan yang berlangsung
e. Jika informan memiliki waktu terbatas, memintanya untuk kembali
diwawancara pada waktu yang lain atas kesepakatan bersama
f. Semua informasi akan dijaga kerahasiaannya
III. Tahap pelaksanaan wawancara
Wawancara dilakukan oleh peneliti sendiri. Sebelum wawancara dimulai
terlebih dahulu disampaikan tujuan dilakukannya wawancara untuk
mendapatkan pemahaman informan tentang faktor yang berkontribusi terhadap
kematian ibu. Memberikan informasi awal tentang beberapa temuan yang
berkaitan dengan faktor yang berkontribusi terhadap kematian ibu dan hal-hal
yang melatarbelakanginya.
IV. Pedoman wawancara
1) Untuk informan penelitian pasangan/keluarga/anggota masyarakat:
a. Bisakah diceritakan tentang penyebab kematian ibu?
b.Bagaimanakah pendapat saudara tentang peristiwa kematian ibu?
Instruksi untuk pewawancara:
- Biarkan responden menjelaskan dalam kata-katanya sendiri.
- Menjaga mendorong sampai responden mengatakan tidak ada yang lain.
Universitas Sumatera Utara
- Saat merekam garisbawahi setiap istilah yang tidak lazim dan
menuliskannya dalam bahasa lokal
c. Bagaimana upaya/perilaku meningkatkan kesehatan dan mencegah
kesakitan?
Instruksi untuk pewawancara:
- Gali/selidiki: standar kunjungan/standar pelayanan ANC, pemilihan
tempat dan penolong persalinan, persiapan menghadapi kedaruratan,
praktek budaya.
d. Bagaimana gejala/tanda awal muncul saat masih berada di rumah?,
Instruksi untuk pewawancara
- Gali/selidiki: gejala pertama yang diketahui, gejala lainnya,
gejala/kondisi mulai parah, keputusan apa yang diambil, siapa
pengambil keputusan, apa alasan
e. Berapa lama waktu gejala awal sampai terjadi keparahan dan kematian?
Instruksi untuk pewawancara
- Gali/selidiki: berapa lama waktu yang dibutuhkan dari gejala pertama
muncul sampai munculnya kedaruratan/keparahan penyakit
f. Tindakan apa saja yang dilakukan di luar rumah? (perjalanan, masyarakat,
fasilitas kesehatan):
Instruksi untuk pewawancara
- Gali/selidiki: tindakan apa saat muncul awal gejala, kondisi menjadi
parah, apa pengobatan yang diberikan, siapa yang membuat
keputusan, apa alasan untuk tindakan tersebut, alasan mencari
perawatan, dan alasan jika tidak mencari perawatan)
g. Bagaimana pendapat saudara tentang perilaku provider?
Instruksi untuk pewawancara
- Gali/selidiki: saran yang diberikan, pengobatan yang diberikan,
proses persiapan rujukan, hambatan, pengalaman rujukan, waktu
rujukan, alasan untuk tidak pergi atau menunda rujukan)
h. Apakah ada sesuatu yang saudara atau orang lain bisa lakukan untuk
mencegah kematian tersebut/pada kasus ini?
i. Mengapa?
2
Universitas Sumatera Utara
2) Untuk triangulasi petugas kesehatan, tokoh masyarakat dan kader.
a. Bisakah diceritakan tentang penyebab kematian ibu?
b. Bagaimanakah pendapat saudara tentang peristiwa kematian ibu?
Instruksi untuk pewawancara:
- Biarkan responden menjelaskan dalam kata-katanya sendiri.
- Menjaga mendorong sampai responden mengatakan tidak ada yang lain.
- Saat merekam garisbawahi setiap istilah yang tidak lazim dan
menuliskannya dalam bahasa lokal
c. Bagaimana upaya/perilaku meningkatkan kesehatan dan mencegah
kesakitan?
Instruksi untuk pewawancara:
- Gali/selidiki: standar kunjungan/standar pelayanan ANC, pemilihan
tempat dan penolong persalinan, persiapan menghadapi kedaruratan,
praktek budaya.
d. Bagaimana gejala/tanda awal muncul saat masih berada di rumah?,
Instruksi untuk pewawancara
- Gali/selidiki: gejala pertama yang diketahui, gejala lainnya,
gejala/kondisi mulai
parah, keputusan apa yang diambil, siapa
pengambil keputusan, apa alasan
e. Berapa lama waktu gejala awal sampai terjadi keparahan dan kematian?
Instruksi untuk pewawancara
- Gali/selidiki: berapa lama waktu yang dibutuhkan dari gejala pertama
muncul sampai munculnya kedaruratan/keparahan penyakit
f. Tindakan apa saja yang dilakukan di luar rumah? (perjalanan, masyarakat,
fasilitas kesehatan):
Instruksi untuk pewawancara
- Gali/selidiki: tindakan apa saat muncul awal gejala, kondisi menjadi
parah, apa pengobatan yang diberikan, siapa yang membuat keputusan,
apa alasan untuk tindakan tersebut, alasan mencari perawatan, dan
alasan jika tidak mencari perawatan
g. Bagaimana pendapat saudara tentang perilaku ibu/keluarga?
Instruksi untuk pewawancara
- Gali/selidiki: tanggapan ibu/keluarga terhadap saran yang diberikan,
pengobatan yang diberikan, proses persiapan rujukan, hambatan,
pengalaman rujukan, waktu rujukan, alasan untuk tidak pergi atau
menunda rujukan
h. Apakah ada sesuatu yang saudara atau orang lain bisa lakukan untuk
mencegah kematian tersebut/pada kasus ini?
i. Mengapa?
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6
Formulir Penelitian
OTOPSI SOSIAL KEMATIAN IBU
DI PROVINSI ACEH
Fomulir penelitian ini bertujuan mengumpulkan data penelitian tentang:
“Model Otopsi Sosial berbasis budaya Aceh dalam mengatasi kematian ibu
di Provinsi Aceh (Studi di Kabupaten aceh Utara)
Kasus adalah ibu meninggal dalam proses obstetrik tahun 2014.
Kontrol adalah ibu selamat pada proses obstetrik tahun 2014.
Keterangan:
Wawancara harus menggali informasi selengkap mungkin sesuai dengan tujuan
penelitian
Butir-butir pertanyaan yang terkandung dalam pedoman wawancara ini hanya
sebagai pedoman
Kembangkan pertanyaan: Apa, kenapa, dimana, kapan, siapa, bagaimana
A. Identifikasi Pewawancara
1. Nama
2. Tanggal Wawancara 1.
2.
3.
3. Waktu Wawancara
1.
2.
3.
Kode
s/d
s/d
s/d
A1. Identifikasi Kematian
1. Saat kehamilan (umur
kehamilan)
2. Saat persalinan
3. Kematian kurang dari 6 minggu
setelah melahirkan
B. Identifikasi Informan
1. Nama Informan
2. Alamat Informan
3. Tingkat Pendidikan
4. Pekerjaan
Z
:
:
:
:
:
:
:
B1. Hubungan Informan dengan kasus
1. Suami
2. Mertua/ibu kandung
Universitas Sumatera Utara
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Saudara Kandung
Saudara (bukan kandung)
Tetangga
Dokter
Paramedis
Dukun
Lainnya
Variabel sosial ekonomi budaya
C. Identifikasi
Kasus
1. Nama
:
2. Tanggal
:
Lahir/Usia
3. Pendidikan
:
4. Pekerjaan
:
5. Suku/etnik
:
6. Nama Suami
:
7. Usia
:
8. Pendidikan
:
9. Pekerjaan
:
10. Suku/etnik
:
11. Status pernikahan :
12. Alamat
13. Kepemilikan
1. Rumah sendiri
rumah
2. Rumah keluarga
3. Rumah sewa/kontrak
14. Lantai rumah
1. Tanah
2. Bukan tanah
15. Dinding rumah
1. Tembok
2. Bukan tembok
16. Jumlah anggota dalam
:
rumah
17. Memenuhi standar
1. Ya
kesehatan
2. Tidak
18. Jarak ke
:
Puskesmas
19. Waktu tempuh
:
20. Jarak ke RS
:
21. Waktu tempuh
:
X1,2,3
Y2
X1
X1,2
X1
X1
X1,2
X2
X2
X2
X1
X2
Y3
Y3
Y3
Y3
Universitas Sumatera Utara
22. Budaya berkaitan dengan kesehatan reproduksi:
a. Jumlah anak diharapkan, jenis kelamin dan nilai anak bagi
keluarga
b. Jarak kehamilan, siapa dominan menentukan, adakah
musyawarah
c. Riwayat keguguran, lahir mati, anak meninggal
d. Persepsi terhadap keguguran, lahir mati, anak meninggal
e. Persepsi tentang kontrasepsi, pilihan, pengalaman menggunakan
f. Perawatan kehamilan meliputi : pemeriksaan kehamilan,
pemeriksa dan tempat, mulai periksa, persepsi, pantangan
makanan, perawatan tradisional, keputusan mencari perawatan,
tanda risiko kehamilan
g. Perawatan persalinan meliputi: memilih penolong, tempat,
keluarga yang mendampingi, persiapan biaya, dokumen,
perawatan tradisional, keyakinan terhadap seulosoh, rajah,kaoi
tanda risiko melahirkan.
h. Perawatan nifas meliputi: persepsi, larangan mobilisasi, keluarga
yang terlibat, perawatan tradisional (tot batee, salee, simalo),
kontrasepsi paska melahirkan, tanda risiko nifas
Variabel antara : status reproduksi, status kesehatan, akses
pelayanan, perilaku sehat, hal tidak terduga dan fase keterlambatan
D. Riwayat kehamilan/status reproduksi
1. Jumlah kehamilan
2. Jumlah kelahiran hidup
3. Jarak kelahiran
4. Penolong persalinan, tempat persalinan, cara persalinan
5. Jumlah anak hidup
6. Usia saat menikah pertama kali
7. Usia saat hamil pertama kali
8. Usia saat hamil yang terakhir kali
9. Pelayanan ANC, tempat, jumlah, waktu, pelayanan yang diterima,
yang mengantar/menemani
E. Status kesehatan
1. Riwayat perdarahan jalan lahir
2. Hb < 8 gram%
3. Letak lintang pada kehamilan >32 minggu
4. Letak sungsang pada primigravida
5. Kehamilan ganda
6. Perkiraan janin besar
7. Edema muka / kaki
8. Tekanan Darah sistolik >140 mmhg, Diastolik >90 mmhg
9. Sakit kepala yang tidak hilang
10. Penyakit kronis
11. Lain-lain
X3
Y2,3,4
Y1
Universitas Sumatera Utara
F. Riwayat kematian
1a. Kehamilan
1. Riwayat kehamilan, persalinan, abortus yang pernah dialami
2. Kapan kasus meninggal (usia kehamilan)
3. Dimana meninggal
4. Riwayat sebelum meninggal
5. Kondisi sebelum meninggal
6. Kapan mencari pertolongan
7. Kemana mencari pertolongan dan alasan
8. Apa yang dilakukan penolong
9. Berapa lama penolong melakukan tindakan
10. Apakah penolong berhasil
11. Bila tidak, mengapa
12. Apakah penolong menganjurkan untuk merujuk
13. Kemana kasus dirujuk
14. Apakah dilaksanakan rujukan
1b. Riwayat Rujukan
1. Berapa lama/jarak
2. Apa jenis transportasi
3. Berapa biaya transportasi
4. Berapa biaya pelayanan pertolongan yang diberikan
5. Bagaimana keadaan ibu dalam perjalanan
6. Berapa biaya untuk mendapatkan pertolongan/pengobatan
7. Apakah ibu langsung mendapatkan pertolongan
8. Berapa lama menunggu
9. Apa yang dilakukan penolong
10. Apakah berhasil
11. Bila belum berhasil, apa yang dilakukan
12. Hambatan rujukan
2a. Persalinan
1. Tanggal persalinan, waktu persalinan
2. Berapa jam ibu merasa mules sampai melahirkan
3. Apa yang lahir dahulu
4. Cara melahirkan
5. Tempat persalinan
6. Penolong
7. Berapa lama antara mules dengan kematian
8. Apakah anak lahir, lahir hidup, lahir mati, jenis kelamin, BBL,
status kesehatan bayi
9. Apakah ada perdarahan, tidak lahir ari-ari, panas tinggi, keluar
cairan berbau, nyeri ulu hati, pandangan kabur, sakit kepala hebat,
tekanan darah tinggi, kejang-kejang, kesadaran menurun,keluar
cairan sebelum melahirkan
Z
Y5
Y3,4,6
Y5
Universitas Sumatera Utara
2b. Riwayat rujukan
1. Apakah mencari/mendapat pertolongan saat
persalinan/kedaruratan
2. Ya, mengapa
3. Tidak, mengapa
4. Siapa pengambil keputusan
5. Siapa yang tidak menyetujui
6. Tempat/orang yang dihubungi
7. Kapan mencari pertolongan
8. Dimana pertolongan diberikan
9. Jarak ke tempat rujukan
10. Kapan penolong sampai/ kasus sampai ke tempat penolong
11. Berapa lama mendapatkan pertolongan
12. Bila terlambat, mengapa
13. Pertolongan apa yang diberikan
14. Kesimpulan hasil pertolongan
15. Kemana saja dirujuk
16. Proses rujukan dan hambatan rujukan
Y3,6
3a. Setelah melahirkan/nifas
1. Tanggal melahirkan, tempat, penolong, cara melahirkan
2. Kondisi setelah melahirkan dan sebelum kematian
2. Riwayat perdarahan, tidak lahir ari-ari, panas tinggi, keluar cairan
berbau, nyeri ulu hati, pandangan kabur, sakit kepala hebat,
tekanan darah tinggi, kejang-kejang, kesadaran menurun, keluar
cairan sebelum melahirkan, bengkak merah dan nyeri payudara,
kembung
Y5
3b. Riwayat rujukan
1. Apakah mencari/mendapat pertolongan saat keluhan/kedaruratan
2. Ya, mengapa
3. Tidak, mengapa
4. Siapa pengambil keputusan
5. Siapa yang tidak menyetujui
6. Tempat/orang yang dihubungi
7. Kapan mencari pertolongan
8. Dimana pertolongan diberikan
9. Jarak ke tempat rujukan
10. Kapan penolong sampai/ kasus sampai ke tempat penolong
11. Berapa lama mendapatkan pertolongan
12. Bila terlambat, mengapa
13. Pertolongan apa yang diberikan
14. Kesimpulan hasil pertolongan
15. Kemana saja dirujuk
16. Proses rujukan dan hambatan rujukan
Y3,6
Universitas Sumatera Utara
G. Kontribusi Keterlambatan
Tahap I (mengambil keputusan)
1. Riwayat mencari pelayanan kesehatan sejak awal komplikasi
obstetri, termasuk cara tradisional
2. Faktor keterlambatan
3. Karakteristik penyakit, persepsi terhadap penyakit
4. Jarak ke sarana yang memadai
5. Masalah ongkos, alat transportasi, kesempatan
6. Persepsi/pengalaman terhadap pelayanan kesehatan
7. Sikap terhadap sarana dan fasilitas kesehatan
8. Status wanita dalam mengambil keputusan
9. Status ekonomi
Tahap II (mencapai fasilitas)
1. Riwayat keterlambatan mencapai fasilitas kesehatan yang
memadai
2. Diagram rujukan
3. Kondisi yang mempengaruhi keterlambatan mencapai fasilitas
Tahap III (mendapatkan penanganan)
1. Riwayat keterlambatan mendapatkan penanganan
2. Ketersediaan sarana yang dibutuhkan dan standar
3. Ketersediaan sumber daya manusia yang dibutuhkan, kompetensi
Data Observasi:
1. Titik koordinat lokasi kasus, lingkungan rumah dan keadaan
rumah
2. Ekspresi informan saat menceritakan riwayat kematian (emosi,
getaran suara, intonasi)
Data Sekunder
1. Titik koordinat lokasi Puskesmas, Puskesmas PONED, RS
PONEK, Bidan Praktek Swasta, Dinas Kesehatan
2. Standar pelayanan di Puskesmas, Puskesmas PONED, RS
PONEK, Bidan Praktek Swasta
3. Standar ketenagaan, fasilitas
4. Pemukiman (kepadatan, lokasi, jarak tempuh, jaringan jalan,
transportasi yang tersedia)
5. Organisasi sosial
6. Tradisi (upacara adat dalam perkawinan, kehamilan, kelahiran)
7. Kepercayaan/keyakinan/persepsi terhadap perkawinan,
kehamilan, kelahiran, kematian, sakit.
8. Upaya-upaya pengobatan (agama, tradisional, kesehatan dasar,
kesehatan komprehensif)
Y6
Peta
Peta
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6
RINGKASAN KASUS
No Kasus
Nama Kasus
Alamat
Waktu Wawancara
Informan
: 1 (2015)
: Erlinawati (28 tahun), PT, tidak bekerja
: Desa Aluee Tho, Kecamatan Matang Kuli
: Kamis, 14 Mei 2015
: Bidan Salbiah (48 tahun), ibu (65 tahun),
kakak (51 tahun), suami (30 tahun)
Pari itu langit cukup cerah, sesuai janji yang sudah saya sepekati dengan
Bidan Salbiah yang saya hubungi sehari sebelumnya, beliau menyepakati jam
9.00 akan mengantarkan saya ke rumah kasus kematian ibu di awal tahun 2015 di
Desa Aluee Tho Kecamatan Matang Kuli Kabupaten Aceh Utara. Bersama suami
menggunakan sepeda motor saya membawa semua perlengkapan yang dibutuhkan
antara lain catatan rekam jejak kematian ibu, kamera, GPS, tape recorder dan
baterai cadangan. Tepat jam 09.00 saya tiba di rumah Bidan Salbiah, beliau sudah
menunggu saya. Saya mendapatkan penjelasan tentang kasus yang akan kami
kunjungi.
Erlinawati hamil kedua, jarak dengan kehamilan pertama 8 tahun, saat ini
anak pertama seorang perempuan sudah sekolah SD kelas 2. Bidan Salbiah
menerangkan bahwa “Erlinawati pernah 2 kali ANC, pertama waktu hamil 8
bulan dan kedua saat mau melahirkan”. Waktu itu ia udem dan tensinya tinggi,
saya jelaskan harus periksa ke dokter spesialis dan melahirkan dirumah sakit,
pasien mengatakan “tidak mau kak, saya di tempat kakak saja dulu” dan sering
menyangkal bahwa dia tidak hamil.
Bidan Salbiah menjelaskan peristiwa sebelum kematian Erlinawati “pada
hari H, kebetulan saya sedang tidak berada di rumah, mengikuti pelatihan, dia
menelpon, katanya” kak saya sudah sakit-sakit”, saya arahkan untuk konsultasi ke
bidan terdekat, Bidan Asmawati, hasil pemeriksaan pembukaan 2 cm dan tensi
diatas normal. Karena Bidan Asmawati sedang ada acara keluarga, maka ia
menganjurkan ke tempat saya. Jam setengah empat saya periksa ketuban sudah
pecah sejak di rumah, sudah pakai plastik, pembukaan masih 2 cm, udem tambah
parah, tensi 160 lebih. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bidan Salbiah menjelaskan
“dek ini harus segera ke rumah sakit!, pasien tidak mau, lalu saya jelaskan tentang
beberapa kejadian, baru dia mau.
Lalu suaminya pulang mengambil surat-surat perlengkapan administrasi,
dengan menggunakan mobil keluarga tanpa diantar oleh bidan, Erlinawati dibawa
ke Rumah Sakit Bunda “saya tidak ikut mengantar, saya fikirpun tidak mungkin
lahir di jalan karena pembukaan masih 2 cm”. Dipilihnya Rumah Sakit Bunda,
karena dekat dengan rumah mertua, setelah 4 hari operasi dia meninggal.
Beberapa kasus yang tidak mau dirujuk dengan alasan takut dioperasi, karena
mereka berfikir kalau sudah di rumah sakit pasti akan dioperasi. Makanya saya
tetap menganjurkan dalam periode kehamilan tetap harus periksa ke spesialis,
Universitas Sumatera Utara
mungkin kalau kita yang menyampaikan mereka kurang percaya, demikian
penjelasan dari Bidan Salbiah.
Setelah menempuh perjalanan dengan sepeda motor lebih kurang 15 menit, kami
sampai di rumah orang tua Almarhumah
Erlinawati. Sebuah rumah panggung yang
dibawahnya masih becek, sepertinya baru
saja terjadi banjir. Keluarga menjelaskan
bahwa lokasi rumah mereka rawan banjir,
dua hari saja hujan berturut-turut mereka
akan
kebanjiran.
“saya
baru
saja
membersihkan sisa-sisa banjir” begitu
ungkapan Ibu Nurlela (kakak almarhumah
Erlinawati) yang rumahnya persis di
samping rumah ibu Almarhumah Erlinawati. Pernah sampai satu minggu
mengungsi di “Meunasah” (musholla di desa), karena banjir tidak surut dan
perabotan semuanya rusak.
Setelah memperkenalkan diri
dan menyampaikan tujuan, saya
mendapatkan penjelasan dari ibu
dan kakak almarhumah, sedangkan
Bidan Salbiah mengunjungi pasien
di desa lain. Erlinawati,S.Sos,
seorang sarjana, aktif mengikuti
pelatihan, dibuktikan oleh beberapa
sertifikat pelatihan yang pernah
diikutinya.
Setelah lulus kuliah pernah bekerja sebagai tenaga honor, namun nasibnya
tidak seberuntung kakak dan abangnya sebagai PNS. Erlinawati memiliki postur
tubuh gemuk, bahkan kegemukannya berdampak terhadap gangguan siklus
haidnya, sehingga pada saat tidak haid, ia merasa tidak hamil, karena sering
mengalami gejala tersebut. Ibu almarhumah menjelaskan “kebetulan pada saat
melihat keponaan melahirkan di Bidan Salbiah, ia meminta untuk diperiksa
apakah benar ia hamil?”, ”masih tidak percaya saat dijelaskan sudah hamil 8
bulan, ragu karena kulit perut tebal, setelah itu sering periksa ke Bidan Sal, dia
pergi sendiri, bahkan hari menjelang melahirkan dia sendiri naik sepeda motor ke
Universitas Sumatera Utara
rumah Bidan Salbiah”. Selanjutnya “Bidan Salbiah sedang tidak berada di rumah
ikut pelatihan di Krung Geukueh, lalu ke Bidan As, disana setelah melakukan
pemeriksaan, Bidan As mintak maaf karena mau pulang kampung ada
“seunujuh” (acara tujuh hari meninggal). Setelah menghubungi Bidan Salbiah,
rencana ke Bidan Nana, rupanya Bidan Salbiah sudah berada di rumah, setelah di
periksa Bidan Salbiah menganjurkan untuk segera ke RS, karena tekanan darah
170. Kami berangkat sore hari, karena waktu itu magrib kami masih di perjalanan.
Diperjalanan keadaan Erlinawati masih sehat-sehat saja dan sanggup duduk.
Tindakan Operasi dilakukan sebelum Isya.
Nurlela, kakak dari Erlinawati menambahkan “Saya menyusul ke rumah
sakit, jam 8.30 bayi sudah dikeluarkan dari ruang operasi dan dibawa ke ruang
bayi, selanjutnya diiqamatkan oleh suaminya”. Erlinawati masih berada di ruang
pemantauan paska operasi, “saya lihat di baskom ada muntah, Erlinawati
mengungkapkan “lama sekali saya di ruang operasi”. Karena petugas melarang
saya lama-lama di ruang tersebut, lalu saya keluar melihat bayi. “Malam pertama
Erlinawati mengeluh ada perasaan panas, saya oleskan air di bibirnya, malam
kedua perut kembung. Malam ketiga saya sempat bertengkar dengan perawat,
infus tidak terpasang lagi, perut kembung, bicara sudah ngawur, kenapa tidak ada
tindakan apa-apa, lalu saya ke ruang perawatan. Jawaban petugas “kami tidak bisa
pasang infus lagi, karena semua bahan jatah pasien sudah habis”. Saya melihat
sepertinya tidak ada tanggapan dari petugas. Setelah keluarga suami menghubungi
seseorang, terlihat adanya sedikit perubahan, datang dokter muda, petugas UGD
memasang infus kembali. Salah seorang petugas mengungkapkan “ kalau terjadi
sesuatu terhadap pasien, keluarga yang bertanggung jawab!”. Saya melihat
sepertinya guritanya basah, dan pembalut yang sudah basah harus keluarga sendiri
yang menggantikanya karena petugas menjelaskan besok pagi saja diganti.
Nurlela menjelaskan “Pagi hari ketiga Erlinawati sudah sanggup ke kamar
mandi, membersihkan bekas muntah semalam dan minta dibuatkan agar-agar.
Kami berikan agar-agar dan nasi yang disediakan di rumah sakit”. “Sore hari
keadaan memburuk, meronta-ronta, muntah dan jahitan operasi terbuka, petugas
membungkus dengan gurita dan mendapatkan penjelasan besok pagi baru bisa
ditanggani”. Sempat dipanggilkan tukang rajah, tepat jam 21.40 Erlinawati
menghembuskan nafas terakhir. Dalam ruangan berukuran 6 x 8 meter terdapat 10
tempat tidur, kebetulan saat itu ada 9 orang yang dirawat di ruang tersebut.
“Saat saya mandikan jenazahnya jahitan terbuka dan isi perut ada yang
keluar dan keluar buih dari mulut. Kami sudah pernah didampingi oleh LBH
untuk mengusut kasus ini, pernah suaminya datang sekali kesana, saya pun
banyak kegiatan di sekolah. Terakhir petugas LBH masih mendorong untuk
mengusut kasus tersebut, agar tidak terjadi kasus yang sama. Harapannya standar
pelayanan di rumah sakit harus lebih ditingkatkan” demikian penjelasan ibu
Nurlela.
Suami menambahkan “Hari ini tepat 105 hari meninggal, Pemerintah Aceh
dibutakan oleh uang, sehingga standar pelayanan tidak diperhatikan, kasus isteri
saya dengan keadaan demikian tidak dimasukkan ke ruang ICU. Pelayanan tidak
seperti yang diharapkan. Berbicara masalah ajal memang kami bisa pasrah, yang
tidak bisa kami terima karena tidak dilakukan prosedur yang seharusnya”.
Universitas Sumatera Utara
Saat digali tentang peran keluarga dalam perawatan, khususnya pantangan
makan, ibu almarhum menyampaikan “saya lupa apakah ada saya berikan telor di
rumah sakit, kalau di rumah tidak boleh makan telor, nanti keluar rahim, makan
dengan ikan teri saja, setelah 60 hari baru boleh makan makanan yang lain.
Perawatan yang harus dilakukan berupa minum kunyit selama 50 hari, campur
dengan “on jaloh”, agar tubuh sehat dan cepat pulih. “untuk mengurangi pahit
rasa ramuan tersebut saya minum kopi”, bu Nurlela menambahkan “pengalaman
saya jarak kelahiran anak saya rata-rata 3 tahun tanpa menggunakan kontrasepsi” .
Perawatan lain berupa “disale” yaitu
duduk di kursi yang dibawahnya dibakar
arang dengan tujuan mempercepat proses
penyembuhan masa nifas, disamping itu saat
posisi tidur batu panas ditempatkan di perut
bagian bawah dengan tujuan mempercepat
fase kembalinya rahim ke ukuran semula.
Perawatan tersebut masih dijalankan oleh
keluarga termasuk untuk anak-anaknya
sampai saat ini. Sampai akhir perbincangan,
anak kedua dari Erlinawati, seorang bayi
berumur 108 hari masih tidur pulas dalam
ayunan diasuh oleh nenek dan mendapatkan perhatian dari anggota keluarga yang
lain.
Determinan Jauh
Determinan Antara
Determinan Dekat
Suami pengangguran dan tinggal di rumah keluarga
(orang tua)
Budaya berupa pantangan makan dalam perawatan
nifas dan keyakinan pengobatan rajah
Mengingkari kehamilan karena siklus haid tidak teratur
Kehamilan tidak direncanakan
Kurang memperhatikan perubahan tubuh
Hambatan akses pelayanan kesehatan
Keterlambatan dalam mengenal masalah, pengambilan
keputusan dan mendapatkan penanganan yang tepat
Kehamilan dengan komplikasi pre-eklamsi
Perawatan paska operasi
Universitas Sumatera Utara
No Kasus
Nama Kasus
Alamat
Waktu Wawancara
Informan
: 1 (2014)
: Nurul Nisak (17 tahun), SMA, tidak bekerja
: Desa Tengoh Beureughang, Kec. Tanah Luas
: 26 Mei 2015
: Bidan Cut Salma (28 tahun), Nenek (70 tahun),
Mabid (29 tahun)
Investigasi kasus kematian ibu saya
awali
dengan
mengunjungi
Puskesmas Tanah Luas untuk
mendapatkan gambaran kasus dan
memudahkan pendekatan dengan
keluarga melalui bidan desa. Pagi itu,
Hari Selasa Tanggal 26 Mei 2015,
tepatnya pukul 08.37 WIB, di
Puskesmas Tanah Luas sudah
beberapa petugas sudah mulai
memberikan
pelayanan
kepada
masyarakat.
Saya dibantu oleh Bidan Nuraini
bertemu Bidan Salma sebagai Bidan
Desa di Desa Tengoh Beureughang.
Bidan Salma menceritakan tentang
kasus dan bersedia mengantarkan saya
ke lokasi. Perjalanan ke lokasi kami
tempuh dengan sepeda motor melalui
jalan desa yang sempit, lebih kurang 25
menit dari puskesmas tibalah kami di
lokasi, tetapi ibu dari almarhumah
sedang tidak berada di rumah, tampak
rumahnya tertutup.
Universitas Sumatera Utara
Bidan Salma berkomunikasi dengan
seorang nenek dan seorang ibu muda
yang sedang duduk di tangga
rumahnya, ternyata mereka bersedia
menjadi informan. Setelah saya
memperkenalkan diri, Bidan Salma
segera kembali ke Puskesmas, karena
ada kasus rujukan persalinan yang
harus
ditanganinya.
Mengawali
pembicaraan
nenek
menjelaskan
bahwa ia baru saja membersihkan
kuburan Nurul Nisak yang persis di sebelah jalan rumah mereka, rumah nenek
disisi kiri bangunan rumah orang tua Nurul Nisak, sedangkan disisi kiri rumah
nenek tampak sebuah umah sangat sederhana lantai tanah dihuni oleh keluarga
makcik (adik ayah). Di rumah nenek juga tinggal keluarga adik ayah Nurul Nisak
yang sudah berkeluarga, saat ini merekalah yang merawat anaknya, Nurul Nisak
memanggilnya dengan sebutan Bunda.
Setelah lulus SMA, Nurul Nisak
berkenalan dengan seorang laki-laki
bernama Adi, yang menikahinya tanpa
tercatat di Kantor Urusan Agama
(KUA), sehingga tidak ada dokumen
yang
membuktikan
status
pernikahannya. Masa-masa manisnya
perkawinan hanya ia rasakan sampai
kehamilan berusia 20 minggu, setelah
itu semua berubah. Nurul Nisak mulai
merasakan pahit getirnya seorang
wanita hamil yang harus memikul beban berat sendiri, karena setelah kehamilan
menginjak 5 bulan, suami tidak pernah datang menafkahinya lagi. Penderitaan
Nurul Nisak semakin bertubi-tubi, setelah tahu bahwa Nurul Nisak bukanlah satusatunya isteri yang dimiliki suaminya. Pandangan orang-orang disekitarnya
semakin membuat hati Nurul Nisak hancur berkeping-keping.
Kepahitan demi kepahitan hanya bisa Nurul Nisak ungkapkan kepada
Bunda/Mabid, yaitu isteri dari adik ayahnya. “Saya malu bunda, menyesal,
sepertinya orang-orang menganggap saya perempuan merebut suami orang”,
itulah ungkapan Nurul Nisak sambil menangis di pangkuan Bunda. Walaupun ada
rasa malu dengan status pernikahannya, Nurul Nisak tetap memeriksakan
kehamilannya di Posyandu dan Puskesmas terdekat. Nurul Nisak mendapatkan
penjelasan bahwa persalinannya harus dilakukan di rumah sakit, karena tekanan
darahnya dan bengkak pada kaki dan wajahnya. Informasi ini kurang
mendapatkan tanggapan serius dari keluarga. Nenek Nurul Nisak menanggapi
“bengkak adalah tanda mau melahirkan, setelah tiga kali bengkak akan
melahirkan”.
Universitas Sumatera Utara
Malam itu, tepatnya jam 20.00 WIB, Nurul Nisak kembali ke rumah bidan
setelah pagi harinya memeriksakan diri tentang tanda-tanda melahirkan. Bidan
menegaskan bahwa harus segera ke rumah sakit. Tiba di rumah sakit pukul 01.00
WIB, tindakan SC tidak bisa segera dilakukan, terhambat proses administrasi
berupa surat nikah, dokumen kartu keluarga, sehingga proses SC baru dilakukan
keesokan harinya. Keluarga berinisiatif menggunakan kartu identitas anggota
keluarga yang lain yang mempunyai surat nikah. Pukul 08.30 WIB, bayi laki-laki
lahir melalui tindakan SC dalam keadaan sehat, tetapi Nurul Nisak mengalami
penurunan tingkat kesadaran, kejang
hingga hari ketiga setelah melahirkan
meninggal.
Dalam kondisi yang labil ia
menuturkan “seandainya ayah masih
ada, tentu dia akan menyayangi saya,
saya ingin menjumpai ayah”. Nurul
Nisak merasakan ayahnya yang sudah
setahun
meninggal
datang
mengunjunginya dan mengajak Nurul
Nisak untuk ikut. Melihat keadaan
Nurul Nisak, pakcik (adik ayah)
meminta tolong pada
“Ureng
meurajah”
(tukang
rajah/doa
pengobatan) untuk menstabilkan keadaan jiwanya. Dalam keadaan tidak stabil,
Nurul Nisak meronta-ronta sehingga infus terlepas. Keesokan harinya Nurul
Nisak meninggal setelah dirawat di Intensive Care Unit (ICU) mengalami kejangkejang. Nurul Nisak memberikan pesan kepada Pakcik dan Bunda untuk merawat
anaknya.
Determinan Jauh
Determinan Antara
Determinan Dekat
Status pernikahan tidak tercatat di KUA
Stigma di masyarakat menjadi isteri kedua
Tidak mendapatkan dukungan dari suami selama
kehamilan
Budaya berupa persepsi terhadap udem sebagai tanda
fisiologis akan melahirkan
Keyakinan pengobatan rajah
Dokumen jaminan kesehatan tidak dipersiapkan
Kehamilan pada usia kurang dari 20 tahun
Akses pelayanan
Keterlambatan dalam mengenal masalah, pengambilan
keputusan dan mendapatkan penanganan yang tepat
Kehamilan dengan komplikasi pre-eklamsi
Perawatan paska operasi
Universitas Sumatera Utara
No Kasus
Nama Kasus
Alamat
Waktu Wawancara
Informan
:2
: Agustinar (42 tahun). PT, PNS
: Desa Cot Murong, Kec.Baktiya Barat
: 2 Juni 2015
: Bidan Martini, Suami, keluarga
Tanggal 2 Juni 2015, tepatnya hari Selasa, sekitar jam 8.30 saya dan suami
menggunakan sepeda motor sampai di Desa Cot Murong Kecamatan Baktiya
Barat setelah melewati Kecamatan Tanah Pasir dan Kecamatan Lapang, Dalam
perjalanan menuju ke lokasi disepanjang jalan saya melihat beberapa petani
tambak sudah mulai beraktifitas, tampak beberapa tambak garam berjejer rapi.
Setelah bertanya tentang alamat rumah kasus yang akan kami kunjungi, sampailah
kami di sebuah rumah, persisnya rumah guru
yang berada di samping sekolah dasar.
Tampak lingkungan rumah kotor, daun-daun
dan kotoran sapi berserakan mengeluarkan
bau tak sedap.
Seorang ibu yang kebetulan
mau
ke
kebun
membantu
memanggilkan penghuni rumah,
tidak lama kemudian muncul
seorang lelaki dengan menggunakan kain sarung tanpa memakai baju, sepertinya
baru saja bangun tidur. Kemudian ia masuk, membasuh muka dan menggunakan
pakaiannya. Ternyata beliau adalah suami
dari kasus ke-2 yang akan saya gali
permasalahannya.
Agustinar, seorang Guru SD status
PNS, kehamilan keempat, anak terkecil
sudah berumur 7 tahun. Selama awal
kehamilan sampai menjelang hamil tua,
keadaan kehamilannya sehat-sehat saja,
hingga ia merasakan janinnya tidak
bergerak seperti biasanya. Suami mengajak
memeriksakan kandungan ke “Mak Blien” (dukun beranak) dan mendapatkan
penjelasan bahwa janin yang dikandungnya adalah kembar. Agustinar mengajak
suami untuk memeriksakan keadaan tersebut ke Bidan Martini. Bidan memaksa
untuk segera ke rumah sakit karena mengalami keracunan kehamilan, tekanan
darah 180/100 mmhg, protein urin positif 3, wajah terlihat bengkak.
Universitas Sumatera Utara
Mendapatkan penjelasan tentang keadaan kehamilannya, tidak membuat ia
dan suami terus bergegas langsung ke rumah sakit. Sebelum pulang, mereka
membeli lontong sate beberapa bungkus, membawa pulang dan menikmati
bersama-sama keluarga. Setelah menyiapkan beberapa keperluan untuk
melahirkan, mengambil uang yang disimpan di dalam lemari, Agustinar
membisikkan kepada anak perempuannya yang sulung:
“Nak, apapun yang terjadi pada ibu, tolong kamu sampaikan ke keluarga
ibu,agar jenazah ibu dikuburkan disini, jangan di kampung ibu”
Si sulung hanya mendengarkan tanpa mengerti apapun maksud ibunya,
hingga akhirnya ia tahu bahwa itulah pesan terakhir ibunya. Entah mengapa ia
sudah mempunyai firasat, terbukti menikmati lontong sate bersama keluarga
adalah saat-saat terakhir makan bersama, sehingga sampai ke kota sudah
menjelang larut malam, semua pelayanan dokter spesialis sudah tidak menerima
pasien konsultasi.
Keponaan Agustinar yang bekerja di
puskesmas berusaha menghubungi salah
seorang dokter spesialis melalui ponsel,
berdasarkan penjelasan tentang gambaran
kondisi Agustinar dokter menyarankan
untuk segera opname agar mendapatkan
penanganan dari spesialis kandungan dan
penyakit
dalam.
Keesokan
harinya
dilakukan SC, lahir bayi laki-laki 3500
gram dalam keadaan sehat. Setelah 6 jam
melahirkan Agustinar mengalami perdarahan, koma dan didiagnosa gagal ginjal,
keesokan harinya meninggal dunia.
Setahun meninggal, keluarga masih mempertanyakan keberadaan anak yang
diduga kembar, walaupun informasi bayi kembar diperoleh dari “mak blien”. Di
sela-sela percakapan ia ungkapkan dengan ekpresi penuh kemarahan “kalau
anaknya sudah besar, bom rumah sakit yang telah menyebabkan ibu kalian
meninggal dan menculik adik kalian”. Suaminya menjelaskan anak bungsunya
sekarang dirawat oleh oleh kakaknya yang tinggal di desa lain, sedangkan ketiga
anaknya yang sudah berumur antara 7 sampai 12 tahun dirawat sendiri olehnya.
Sehari-hari suami bekerja sebagai petani tambak, terlihat dari ekpresinya ia belum
mengiklaskan kepergian isterinya dan ketidakpuasan akan pelayanan yang
diterima.
Determinan Jauh
Determinan Antara
Determinan Dekat
Keyakinan terhadap “mak blien” (dukun kampung)
Multigravida, mengabaikan komplikasi
Akses pelayanan
Keterlambatan dalam mengenal masalah, pengambilan
keputusan dan mendapatkan penanganan yang tepat
Kehamilan dengan komplikasi pre-eklamsi
Perdarahan dan gagal ginjal paska operasi
Universitas Sumatera Utara
No Kasus
Nama Kasus
Alamat
Waktu Wawancara
Informan
:3
: Muliati (30 tahun)
: Desa Kuta Krung, Kec. Samudera
: 31 Mei 2015
: Mertua, suami, tetangga
Cuaca mendung, dan gerimis mulai turun, tetapi sepeda motor yang kami
gunakan tetap melaju menuju ke Desa Kuta Krung Kecamatan Samudera. Setelah
melewati jembatan Keude Geudong kami melewati Pasar Geudong yang selalu
ramai sebagai pusat perekonomian masyarakat sekitar Kecamatan Syamtalira
Aron, Samudra dan Meurah Mulia. Kendaraan kami berbelok ke arah kanan
memasuki jalan Makam Malikussaleh. Sekitar 2.5 km tampaklah makam
Malikussaleh. Beberapa kendaraan peziarah terparkir di pinggir jalan, kebetulan
Hari Minggu tanggal 31 Mei 2015 dimanfaatkan oleh beberapa rombongan untuk
melakukan wisata spiritual, salah satu adalah Makam Malikussaleh, tokoh Aceh.
Untuk menuju ke lokasi, terlebih dahulu saya menjumpai bidan yang
memberikan pelayanan di wilayah Desa Kuta Krueng. Kebetulan ada akseptor KB
yang sedang diberikan pelayanan oleh bidan, lokasi rumahnya berdekatan dengan
kasus yang akan saya gali informasinya, dia bersedia mengantarkan ke lokasi.
Melewati jalan kecil, kendaraan kami terus mengikuti sepeda motor yang
menunjukkan arah lokasi, akhirnya kami tiba di rumah orang tua Hadi, yaitu
suami dari Muliati, kasus ke-3 pada tahun 2014.
Seorang nenek bersama dengan 2 orang cucu berada di halaman, lalu
mengajak kami masuk ke rumah. Sebuah rumah kecil yang dibangun setelah
dampak Tsunami menghancurkan rumah-rumah penduduk. Tampak beberapa
tumpukan kain dan mainan berserakan. Beberapa kali nenek menggedor pintu dan
Universitas Sumatera Utara
memanggil untuk membangunkan, “Hadi…ka bedoh hai, na jame perele
meurumpok ngon kah” (Hadi..bangun, ada tamu yang perlu menjumpai kamu).
Keluar seorang laki-laki dari kamar depan sambil mengusap mata, lalu
menuju ke belakang, tidak lama kemudian muncul lagi dan bersalaman dengan
kami. Saya memulai penggalian informasi dan mengklarifikasi beberapa data
awal yang sudah saya peroleh sebelumnya. Muliati, 30 tahun, riwayat hamil 7
kali, melahirkan 5 kali dan keguguran 1 kali. Setelah mempunyai dua orang putra
dan putri dari suami pertamanya yang meninggal karena tertembak akibat konflik,
Muliati menikah lagi dengan teman suaminya, bernama Hadi (28 tahun). Bersama
H, Muliati mempunyai anak perempuan 2 orang lahir hidup dan satu orang lahir
mati. Anak perrtama dengan H berumur 7 tahun dan yang kedua 5 tahun,
kehamilan ketiga bersama H terjadi keguguran, kehamilan keempat bayi lahir
prematur dan mati. Karena belum mempunyai anak laki-laki bersama H, Muliati
sangat mengharapkan kehamilan ketujuh dapat melahirkan anak laki-laki.
Selama
hamil
pemeriksaan
kehamilan dilakukan di posyandu dan dan
Bidan Praktek Swasta, mendapatkan
immunisasi TT dan tablet besi. Tanggal 10
Februari 2014, Muliati datang ke BPS karena
sudah ada tanda melahirkan. Bidan
melakukan pemeriksaan, pembukaan 5 cm,
letak kaki, tali pusat keluar. Bidan belum
mengambil keputusan untuk merujuk.
Jam 08.00 Muliati melahirkan spontan, bayi
BBLR dan aspiksia, ibu dan bayi dirujuk ke
RS Cut Meutia. Tiba di UGD RS mengalami
perdarahan, Hb 6,1 gram%. Dipasang infus,
pitocin, kateter dan perintah transfusi. Jam
11.00 cek Hb, hasil 2,5 gram%. Jam 12.00
baru mendapatkan transfusi PRC (sel darah
merah pekat) 1 bag. Jam 16.30 terjadi
perdarahan hebat, keadaan umum menurun,
jam 15.00 Muliati meninggal. Keterangan yang diperoleh dari tetangga, bahwa
saat terjadi kedaruratan H sedang tidak berada di rumah (buron).
Determinan Jauh
Determinan Antara
Determinan Dekat
Suami tidak berada di rumah saat terjadi kedaruratan
Budaya menginginkan anak laki-laki
Multigravida riwayat abortus dan kelahiran prematur
Akses pelayanan
Keterlambatan dalam mengenal masalah, pengambilan
keputusan dan mendapatkan penanganan yang tepat
Komplikasi persalinan letak kaki, tali pusat
menumbung, perdarahan post partum terlambat
mendapatkan transfusi
Universitas Sumatera Utara
No Kasus
Nama Kasus
Alamat
Waktu Wawancara
Informan
:4
: Nuraini (35 tahun)
: Desa Lueng, Kec.Paya Bakong
: 2 Juni 2015
: Bidan Puskesmas, tetangga
Perjalanan menuju Kecamatan Paya Bakong menempuh beberapa lajur jalan yang
sedang dalam proses pengerasan. Bila berpapasan dengan kendaraan, maka debu
berterbangan, terdapat pula beberapa jalan berlubang. Sebelum ke Desa Lueng,
terlebih dahulu saya mampir ke
Puskesmas Paya Bakong, tepat jam
13.00 WIB saya memasuki pekarangan
puskesmas, beberapa petugas sudah
mulai berkemas-kemas pulang. Bidan
Mala memberikan penjelasan tentang
kasus ke-4 pada tahun 2014, Nuraini,
hamil ketiga, anak hidup 2 orang,
pemeriksaan kehamilan di rumah oleh
bidan desa. Ibu menolak imunisasi TT
dan pemeriksaan Hb.
Tanggal 6 Februari 2014 Nuraini
mengalami demam, tidak dilakukan
pemeriksaan suhu, dianjurkan ke RS,
ibu menolak. Akhirnya dipasang infus
RL sebanyak 5 buah selama 7 hari.
Tanggal 12 Februari 2014 ibu dirujuk
ke RS Bunda oleh bidan Puskesmas
Paya Bakong. Tekanan darah 100/70
mmhg, ibu demam. Di RS Bunda ibu
dirawat
oleh
dokter
spesialis
kandungan dan penyakit dalam.
Tanggal 17 Februari 2014 jam 09.00
WIB ibu meninggal. Tidak banyak
keterangan lain yang diperoleh, karena
penghuni rumah sedang ada acara
keluarga di desa lain. Keterangan
tetangga bahwa jenazah Nuraini lebam
setelah meninggal
Determinan Jauh
Menolak dirawat di rumah sakit
Determinan Antara
Kehamilan disertai febris yang tidak diketahui
penyebabnya
Akses pelayanan
Keterlambatan dalam mengenal masalah, pengambilan
keputusan dan mendapatkan penanganan yang tepat
Determinan Dekat
Kehamilan disertai penyakit lain
Universitas Sumatera Utara
No Kasus
Nama Kasus
Alamat
Waktu Wawancara
Informan
:5
: Nurasni (27 tahun)
: Tanoh Ano, Kec.Muara Batu
: 24 Juni 2015
: M.Ali (Suami), keluarga
Perjalanan menuju Gampong Tanoh Ano tidak terlalu jauh dari
Puskesmas Muara Batu, kira-kira 20 menit yang saya tempuh dengan kendaraan
roda empat. Puskesmas Muara Batu merupakan salah satu puskesmas pelayanan
PONED di wilayah barat Kabupaten Aceh Utara. Saya ditemani oleh Bidan Erika
dan kami harus berjalan kaki karena kendaraan kami tidak bisa melewati jalan
menuju lokasi rumah kasus. Tiba di halaman rumah ternyata Pak M. Ali sedang
tidak berada di rumah, kami mencoba bertanya kepada tetangga yang kebetulan
adalah
keluarganya.
Setelah
mendapatkan keterangan, kami
mohon pamit. Dalam perjalanan
menuju kendaraan kami berpapasan
dengan Pak M. Ali, lalu proses
investigasi saya lanjutkan di sebuah
kios.
Nurasni G2, P1, A0, anak
pertama lahir spontan selamat
berjenis kelamin perempuan, sudah
berumur 7 tahun, sekarang sudah
sekolah SD dan tinggal bersama Pak
M.Ali. Selama hamil, pemeriksaan kehamilan dilakukan di Posyandu, BPS dan
Dokter spesialis. Ibu dengan kehamilan kembar, posisi bayi satu letak kepala dan
satu letak bokong, tekanan darah 120/80 mmhg dan Hb 9,2 gram%. Selama hamil
ibu banyak keluhan terutama kesulitan tidur, sejak hamil enam bulan ibu tidur
dalam posisi duduk dan tidak bisa melakukan aktifitas apapun. Konsultasi dengan
bidan dan dokter spesialis ibu dianjurkan SC.
Tanggal 1 Maret 2014 jam 18.00 ibu ke RS Kasih Ibu setelah ada tanda
mau melahirkan. Pemeriksaan Hb 9,2 gram%, protein urin positif 2, tekanan
darah 120/80 mmhg. Jam 22.00 dilakukan SC, transfusi 1 bag. Bayi lahir jenis
kelamin perempuan, bayi pertama berat badan lahir 1.400 gram, bayi kedua 1000
gram, dirawat dalam inkubator. Selama perawatan paska operasi keadaan ibu
memburuk karena mengalami gagal ginjal dan dilakukan perawatan di ICU.
Tanggal 3 Maret 2014 jam 04.00 ibu meninggal. Kedua bayi akhirnya meninggal,
yang pertama meninggal hari ke 10 dan yang kedua setelah berumur 40 hari.
Determinan Jauh
Determinan Antara
Determinan Dekat
Budaya menginginkan anak laki-laki
Status kesehatan ibu mengalami kehamilan kembar
Keterlambatan dalam mengenal masalah, pengambilan
keputusan dan mendapatkan penanganan yang tepat
Kehamilan kembar dan gagal ginjal paska operasi
Universitas Sumatera Utara
No Kasus
Nama Kasus
Alamat
Waktu Wawancara
Informan
:6
: Rohani (32 tahun)
: Arongan Lise, Kec.Baktiya
: 2 Juni 2015
: Ibu, kakak
Penelusuran
kasus ke-6, yaitu kasus
dengan persalinan macet. Seorang
nenek berumur sekitar 65 tahun
meneteskan air mata saat menceritakan
kejadian setahun yang lalu. “ hari itu dia
masih ke sawah, sehat-sehat saja” nenek
mengawali
ceritanya.
Setelah
merasakan adanya tanda-tanda mau
melahirkan, sore hari jam 17.30 WIB,
Rohani diantar dengan sepeda motor
oleh tetangganya ke bidan. Bidan melakukan observasi dan tindakan induksi.
Setelah 7 jam, ternyata persalinan tidak mengalami kemajuan tepat jam 24.00
WIB his negatif, bidan menyarankan untuk dibawa ke rumah sakit.
“Saya tidak berani mengambil keputusan untuk membawa ke RS, tidak ada
suaminya, saya pun tidak punya uang” begitu yang disampaikan oleh kakaknya.
“Tidak ada keluarga yang bisa diajak munyawarah, abangnya satu sebagai
nelayan di Banda Aceh, satu di Panton dan satunya di Alue Bilie, tidak bisa
dihubungi tidak ada HP” ditambahkan oleh nenek. “suaminya lagi melaut, dengan
sedikit uang yang diberi oleh suami saya, barulah kami membawanya dengan
ambulance ke RS” penjelasan kakak saat-saat pengambilan keputusan. “suami
saya tidak bisa ikut, karena anak-anak di rumah tidak ada yang jaga”. Sampai di
RS jam 24.30 WIB perut kembung, muntah, nyeri perut dan sesak, pernafasan 30
kali per menit dipasang oksigen. Tepat jam 02.15 Rohani meninggal.
Penggalian informasi tentang riwayat persalinan sebelumnya diperoleh
keterangan bahwa persalinan pertama lahir mati melahirkan di rumah jenis
kelamin perempuan, 4 tahun kemudian hamil dan melahirkan di pintu gerbang
rumah sakit saat proses rujukan. Bayi lahir selamat jenis kelamin laki-laki,
sekarang sudah sekolah SD dan tinggal bersama ayahnya.
Determinan Jauh
Suami sebagai nelayan tidak mengetahui perkiraan
persalinan, tidak berada di rumah saat persalinan
Perempuan tidak mampu mengambil keputusan
berkaitan dengan biaya dan subordinat
Determinan Antara
Multigravida riwayat obsteri jelek
Kompetensi petugas dalam manajemen kasus
Akses pelayanan kesehatan
Keterlambatan dalam mengenal masalah, pengambilan
keputusan dan mendapatkan penanganan yang tepat
Determinan Dekat
Persalinan macet
Universitas Sumatera Utara
No Kasus
Nama Kasus
Alamat
Waktu Wawancara
Inorman
:7
: Merawati (19 tahun)
: Matang Raya Timu, Kec. Baktiya
: 2 Juni 2015
: Ibu, keluarga
Merawati meninggal setelah dirawat di
RS Cut Meutia, tepatnya di Ruang Paru.
Setelah
lulus
SMP,
Merawati
melanjutkan pendidikan di Dayah
selama 2 tahun. Menikah usia 17 tahun,
setelah setahun menikah dengan
Muzakir (23 tahun), ia hamil. Pada awal
kehamilan Merawati tidak merasakan
perubahan kesehatan, ia rajin melakukan
ANC di Posyandu dan BPS.
Menjelang kehamilan akhir trimester
dua muncul keluhan sesak dan
muntah darah. Pada awal keluhan
lemah, batuk dan sesak langsung ke
BPS,
keluarga
mendapatkan
penjelasan bahwa peralatan di bidan
tidak memadai untuk memeriksa
kondisi merawati dan dianjurkan ke
puskesmas. Setelah opname selama 1 hari di puskesmas selanjutnya dirujuk ke RS
Cut Meutia melalui UGD dirawat di Ruang Paru. Ibu Merawati menceritakan
“kami berangkat jam 2 siang, sampai di RS jam 3, di ruang paru diberi obat, ke
kamar mandi masih sanggup jalan sendiri, sehabis makan sore jam 5 sore
mendapatkan obat suntik setelah sebelumnya dilakukan tes obat”. Setelah
disuntik, terjadi sesak dan penurunan kesadaran sambil melepaskan selang
oksigen dan meninggal tepat jam 18.00 WIB. “Sampai akhir hayat anak saya,
kami tidak tahu apa penyebab kematiannya, karena belum sempat dilakukan
pemeriksaan, kata petugas kemungkinan penyakit paru”, lebih lanjut ibu Merawati
menyampaikan “saya sempat histeris, menuduh gara-gara disuntik anak saya
meninggal, tapi petugas menjelaskan semua tindakan yang dilakukan berdasarkan
resep obat dan perintah dokter”. Penggalian informasi tentang riwayat penyakit
didapatkan keterangan, selama di Dayah ada keluhan batuk tetapi tidak parah,
sehingga tidak diobati secara serius. Pengamatan terhadap lingkungan rumah
sebahagian lantai tanah dan minim ventilasi.
Determinan Jauh
Determinan Antara
Determinan Dekat
Menikah usia 17 tahun
Hamil umur kurang dari 20 tahun
Akses pelayanan
Keterlambatan dalam mengenal masalah, pengambilan
keputusan dan mendapatkan penanganan yang tepat
Kehamilan dengan penyakit infeksi (suspek TB)
Universitas Sumatera Utara
No Kasus
Nama Kasus
Alamat
Waktu Wawancara
Informan
:8
: Fitriani (33 tahun)
: Rawa Itek, Tanah Jambo Aye
: 2 Juni 2015
: Agus (suami)
Tepat jam 12.00 siang, saya sampai
di kediaman almarhumah Fitriani, seorang
bidan yang meninggal dalam kehamilan ke-4.
Saya disambut oleh seorang wanita cantik, dan
2 anak kecil, yang satu berumur 14 bulan dan
satunya lagi sekitar 8 tahun. Ternyata wanita
tersebut adalah isteri pak Agus yang baru saja
dinikahi sekitar 3 bulan yang lalu. Pak Agus
sedang berada di luar, lalu dihubungi dengan
ponsel, tak lama kemudian sampai di rumah.
Sambil menunjukkan foto mendiang isterinya,
terlihat ia sangat geram dan kecewa terhadap
pelayanan yang didapatkan isterinya.
Fitriani pernah mengalami abotus 2 kali, pada kehamilan kedua dan ketiga,
sempat dilakukan tindakan kuratege. Kehamilan keempat ini memeriksakan
kehamilannya ke bidan dan dokter spesialis. H