Higiene Sanitasi Pengolahan dan Kadar Natrium Metabisulfit pada Gula Merah di Industri Rumah Tangga Desa Baung Rejo Jaya Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman
2.1.1 Pengertian Higiene
Ditinjau dari ilmu kesehatan lingkungan istilah higiene dan sanitasi
mempunyai perbedaan-perbedaan. Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat
yang mempelajari pengaruh kondisi lingkngan terhadap kesehatan manusia,
upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan
tersebut, serta membuat kondisi lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin
pemeliharaan kesehatan (Putri, 2007).
Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk
melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan
piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan
makanan secara keseluruhan (Depkes RI, 2004).
2.1.2 Pengertian sanitasi
Sanitasi adalah usaha kesehatan yang menitik beratkan pada pengawasan
terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan
manusia (Azwar, 1990). Menurut badan pengawasan obat dan makanan (2003),
sanitasi didefenisikan sebagai pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan
atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai

perpindahan penyakit tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memlihara kebersihan
lingkungan dan subjeknya, misalnya menyediakan air yang bersih untuk
keperluan mencuci, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar
sampah tidak dibuang sembarangan (DepKes RI, 2004).
2.1.3 Pengertian Makanan dan Minuman
Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap
saat dan memerlukan pengelolaan yang bagi dan benar agar bermanfaat bagi
tubuh. Makanan adalah semua substansi yang diperlukan tubuh, kecuali air dan
obat-obatan dan semua substansi-substansi yang dipergunakan untuk pengobatan
(Depkes RI, 1989).
Minuman adalah segala sesuatu yang diminum masuk ke dalam tubuh
seseorang yang juga merupakan salah satu intake makanan yang berfungsi untuk
membentuk atau mengganti jaringan tubuh, memberi tenaga, mengatur semua
proses di dalam tubuh (Tarwotjo, 1998). Higiene sanitasi makanan dan minuman
adalah upaya untuk mengendalikan faktor tempat, peralatan, orang dan makanan
yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan keracunan

makanan (Depkes RI, 2004).
2.2

Peranan Makanan Sebagai Media Penularan Penyakit
Menurut Sihite (2000), makanan dalam hubungannya dengan penyakit,

akan dapat berperan sebagai :

Universitas Sumatera Utara

1. Agen
Makanan dapat berperan sebagai agent penyakit, contohnya : jamur seperti
Aspergillus yaitu spesies dari genus Aspergillus diketahui terdapat dimana-mana
dan hampir dapat tumbuh pada semua substrat, fungi ini akan tumbuh pada buah
busuk, sayuran, biji-bijian, roti dan bahan pangan lainnya.

2. Vehicle
Makanan juga dapat sebagai pembawa (vehicle) penyebab penyakit,
seperti : bahan kimia atau parasit yang ikut termakan bersama makanan dan juga
beberapa mikroorganisme yang patogen, serta bahan radioaktif. Makanan tersebut

dicemari oleh zat-zat diatas atau zat-zat yang membahayakan kehidupan.
3. Media
Makanan sebagai media penyebab penyakit, misalnya kontaminasi yang
jumlahnya kecil, jika dibiarkan berada dalam makanan dengan suhu dan waktu
yang cukup, maka bisa menyebabkan wabah yang serius.
2.3

Penyehatan Makanan
Makanan merupakan suatu hal yang yang sangat penting di dalam

kehidupan manusia, makanan yang dimakan bukan saja memenuhi gizi dan
mempunyai bentuk menarik, akan tetapi harus aman dalam arti tidak mengandung
mikroorganisme dan bahan-bahan kimia yang dapat menyebabkan penyakit.
Penyehatan makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor tempat, peralatan,

Universitas Sumatera Utara

orang dan makanan yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan gangguan
kesehatan (Depkes RI, 2000).
Ada dua faktor yang menyebabkan suatu makanan menjadi berbahaya

bagi manusia antara lain (Chandra, 2006) :
1. Kontaminasi
a. Parasit, misalnya : cacing dan amuba.
b. Golongan mikroorganisme, misalnya : salmonela dan shigella.
c. Zat kimia, misalnya : bahan pengawet dan pewarna.
d. Bahan-bahan radioaktif, misalnya : kobalt dan uranium.
e. Racun yang dihasilkan mikroorganisme, misalnya : stafilokokus dan
clostridium botulinum.
2.

Makanan yang pada dasarnya telah mengandung zat berbahaya, tetapi

tetap dikonsumsi manusia karena ketidaktahuan, dapat dibagi menjadi tiga
golongan :
a. Secara alami makanan itu memang telah mengandung zat kimia
beracun, misalnya
dan

kerang


singkong

yang

mengandung

HCN,

ikan

yang mengandung unsur toksik tertentu (Hg dan

Cd) yang dapat melumpuhkan sistem saraf.

Universitas Sumatera Utara

b. Makanan dijadikan sebagai media perkembangbiakan

sehingga


dapat menghasilkan toksin yang berbahaya bagi manusia, misalnya
dalam kasus keracunan makanan akibat bakteri.
c. Makanan

sebagai

perantara.

Jika

suatu

makanan

yang

terkontaminasi dikonsumsi manusia, didalam tubuh manusia agen
penyakit pada makanan itu memerlukan masa inkubasi untuk
berkembangbiak dan setelah beberapa hari dapat mengakibatkan
munculnya gejala penyakit. Misalnya penyakit typhoid abdominalis

dan disentri basiler.
2.4. Prinsip Higiene Sanitasi Makanan dan Minuman
Pengertian dari prinsip higiene sanitasi makanan dan minuman adalah
pengendalian terhadap empat faktor yaitu tempat atau bangunan, peralatan, orang
dan bahan makanan. Terdapat 6 (enam) prinsip higiene sanitasi makanan dan
minuman yaitu (Depkes RI, 2004) :
1. Pemilihan bahan makanan
2. Penyimpanan bahan makanan
3. Pengolahan makanan
4. Penyimpanan makanan jadi
5. Pengangkutan makanan
6. Penyajian makanan

Universitas Sumatera Utara

2.4.1. Prinsip I : Pemilihan Bahan Makanan
Kualitas bahan makanan yang baik dapat dilihat melalaui ciri-ciri fisik dan
mutunya dalam hal bentuk, warna, kesegaran, bau dan lainnya. Bahan makanan
yang baik terbebas dari kerusakan dan pencemaran termasuk pencemaran oleh
bahan kimia seperti pestisida (Kusmayadi, 2008).

2.4.2. Prinsip II : Penyimpanan Bahan Makanan
Bahan makanan yang digunakan dalam proses produksi, baik bahan baku,
bahan tambahan maupun bahan penolong, harus disimpan dengan cara
penyimpanan yang baik karena kesalahan dalam penyimpanan dapat berakibat
penurunan mutu dan keamanan makanan (Depkes RI, 2004).
Syarat- syarat penyimpanan menurut Depkes RI (2004) adalah:
1. Tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam keadaan
bersih
2. Penempatannya terpisah dari makanan jadi
3. Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan
- dalam suhu yang sesuai
- ketebalan bahan makanan padat tidak lebih dari 10 cm
- kelembaban penyimpanan dalam ruangan 80%-90%
4. Bila bahan makanan disimpan digudang, cara penyimpanannya

tidak

menempel pada langit-langit, dengan ketentuan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


- jarak makanan dengan lantai 15 cm
- jarak makanan dengan dinding 5 cm
- jarak makanan dengan langit-langit 60 cm
5. Bahan makanan disimpan dalam aturan sejenis, disusun dalam rak-rak
sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rusaknya bahan makanan.
Bahan makanan yang masuk lebih dahulu merupakan yang pertama keluar,
sedangkan bahan makanan

yang masuknya belakangan terakhir

dikeluarkan atau disebut dengan sistem FIFO (First In First Out).
Contoh : Pada industri rumah tangga pengolahan susu kedelai bahan baku
kedelai disimpan pada tempat yang bersih, kacang kedelai yang pertama
diolah adalah kedelai yang lebih dahulu dibeli sedangkan kedelai yang baru
dibeli akan diolah pada proses pengolahan selanjutnya (Afrianty, 2012).
2.4.3. Prinsip III : Pengolahan Makanan
Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah
menjadi makanan siap santap. Pengolahan makanan yang baik adalah yang
mengikuti kaidah dari prinsip-prinsip higiene dan sanitasi. Semua kegiatan

pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak
langsung dengan tubuh (Arisman, 2009).

Universitas Sumatera Utara

2.4.3.1. Penjamah Makanan
Tenaga penjamah adalah seorang tenaga yang menjamah makanan mulai
dari mempersiapkan, mengolah, menyimpan, mengangkut maupun menyajikan
makanan (Sihite, 2000).
Syarat-syarat penjamah makanan yaitu (Depkes RI, 2004) :
1.

Tidak menderita penyakit mudah menular, misal : batuk, pilek, influenza,
diare, penyakit perut sejenisnya.

2.

Menutup luka (pada luka terbuka atau bisul).

3.


Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian.

4.

Memakai celemek dan tutup kepala.

5.

Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.

6.

Menjamah makanan harus memakai alat/perlengkapan atau dengan alas
tangan.

7.

Tidak merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut
dan bagian lainnya).

8.

Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan dan atau tanpa menutup
hidung atau mulut.

2.4.3.2. Cara Pengolahan Makanan
1. Tidak

terjadi

kerusakan-kerusakan

makanan

sebagai

akibat

cara

pengolahan yang salah.
2.

Tidak terjadi pengotoran atau kontaminasi makanan akibat dari
kotorannya tangan pengelola atau penjamah.

Universitas Sumatera Utara

3.

Proses pengolahan harus diatur sedemikian rupa sehingga mencegah
masuknya bahan-bahan kimia berbahaya dan bahan asing kedalam
makanan (Depkes RI, 2000).

2.4.3.3. Tempat Pengolahan Makanan
Tempat pengolahan makanan, dimana makanan diolah sehingga menjadi
makanan yang terolah ataupun makanan jadi yang biasanya disebut dapur. Dapur
merupakan tempat pengolahan makanan yang harus memenuhi syarat higiene dan
sanitasi, diantaranya konstruksi dan perlengkapan yang ada.
Menurut Depkes RI (2004) syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :
1. Lantai
Lantai harus dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin, tahan
lama dan kedap air. Lantai harus dibuat dengan kemiringan 1-2% ke saluran
pembuangan air limbah.
2. Dinding dan langit-langit
Dinding harus dibuat kedap air sekurang-kurangnya satu meter dari lantai.
Bagian dinding yang kedap air tersebut dibuat halus, rata dan bewarna terang serta
dapat mudah dibersihkan. Demikian juga dengan langit-langit harus terbuat dari
bahan yang bewarna terang.
3. Pintu dan jendela
Pintu dan jendela harus dibuat sedemikian rupa sehingga terhindar dari lalu
lintas lalat dan serangga lainnya.dengan demikian harus diperhatikan pintu masuk
dan keluar harus selalu tertutup atau pintu yang harus bisa ditutup sendiri.

Universitas Sumatera Utara

4. Ventilasi ruang dapur
Secara garis besarnya ventilasi terbagi atas dua macam yaitu ventilasi alam
dan buatan. Ventilasi alam terjadi secara alamiah dan disyaratkan 10% dari luas
lantai dan harus dilengkapi dengan perlindungan terhadap serangga dan tikus.
5.

Pencahayaan

Pencahayaan yang cukup diperlukan pada tempat pengolahan makanan
untuk dapat melihat dengan jelas kotoran lemak yang tertimbun dan lain- lain.
Pencahayaa diruang dapur sekurang-kurangnya 20 fc, sebaikya dapat menerangi
setiap permukaan tempat pengolahan makanan dan pada tempat-tempat lain
seperti tempat mencuci peralatan, tempat cuci tangan, ruang pakaian, toilet,
tempat penampungan sampah disamping itu selama pembersihan harus disediakan
pencahayaan yang cukup memadai.
6. Pembuangan asap
Dapur harus dilengkapi dengan pengumpul asap dan juga harus dilengkapi
dengan penyedot asap untuk mengeluarkan asap dari cerobongnya.
7. Penyediaan air bersih
Harus ada persediaan air bersih yang cukup dan memenuhi syarat kesehatan.
Minimal syarat fisik yaitu tidak bewarna, tidak berasa, tidak berbau.
8. Penampungan dan pembuangan sampah
Sampah harus ditangani sedemikian rupa untuk menghindari pencemaran
makanan dari tempat sampah harus dipisahkan antara sampah basah dan sampah

Universitas Sumatera Utara

kering serta diusahakan pencegahan masuknya serangga ketempat pembuangan
sampah yang memenuhi syarat kesehatan antara lain:
a. Terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah berkarat.
b. Mudah dibersihkan dan bagian dalam dibuat licin, serta bentuknya dibuat
halus.
c. Mudah diangkat dan ditutup.
d. Kedap air, terutama menampung sampah basah.
e. Tahan terhadap benda tajam dan runcing.
Disamping itu sampah harus dikeluarkan dari tempat pengolahan makanan
sekurang-kurangnya setiap hari. Segera setelah sampah dibuang, tempat sampah
dan peralatan lain yang kontak dengan sampah harus dibersihkan.
9. Pembuangan air limbah
Harus ada sistem pembuangan limbah yang memenuhi syarat kesehatan.
Bila tersedia saluran pembuangan air limbah di kota, maka sistem drainase dapat
disambungkan dengan alur pembuangan tersebut harus didesain sedemikian rupa
sehingga air limbah segera terbawa keluar gedung dan mengurangi kontak air
limbah dengan lingkungan diluar sistem saluran.
10. Perlindungan dari serangga dan tikus
Serangga dan tikus sangat suka bersarang atau pun berkembang biak pada
tempat pengolahan makanan, oleh karena itu pengendaliannya harus secara rutin
karena binatang tersebut bisa sebagai pembawa penyakit dan sekaligus
menimbulkan kerugian ekonomi. Beberapa penyakit penting yang dapat

Universitas Sumatera Utara

ditularkan atau disebarkan antara lain demam berdarah, malaria, disentri, pest.
Infestasi serangga tikus, tikus dapat pula menimbulkan kerugian ekonomi karena
mereka merusak bahan pangan dan peralatan pengolahan makanan.
2.4.4. Prinsip IV : Penyimpanan Makanan Jadi
Mengimpan gula merah ditempat-tempat yang tidak terjangkau tikus,
serangga, kecoa dan binatang pengganggu lainnya, hal-hal yang harus
diperhatikan dalam menyimpan makanan adalah sebagai berikut :
a. Makanan yang disimpan harus diberi tutup.
b. Tersedia tempat khusus untuk menyimpan makanan.
c. Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air.
d. Apabila disimpan diruang terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam dan
ditutup agar terhindar dari serangga dan binatang lain.
e. Lemari penyimpan sebaiknya tertutup dan tidak berada tanpa kaki
penyangga atau dipojok agar tudak mudah dijangkau oleh tikus, kecoa dan
hewan lainnya (Depkes RI, 2004).
2.4.5. Prinsip V : Pengangkutan Makanan
Pencemaran makanan selama dalam pengangkutan dapat berupa
pencemaran fisuk, mikroba maupun kimia. Untuk mencegahnya adalah dengan
membuang atau mengurangi sumber yang akan menyebabkan pencemaran.
Dengan cara sebagai berikut (Depkes RI, 2004) :
a. Bahan makanan tidak bercampur dengan bahan yang berbahaya dan
beracun (B3), seperti pupuk, obat hama atau bahan kimia lain.

Universitas Sumatera Utara

b. Kendaraan pengankut makanan tidak digunakan untuk mangangkut
bahan lain seperti : untuk mengangkut orang, hewan atau barangbarang lain.
c. Kendaraan harus diperhatikan kebersihannya agar setiap digunakan
untuk makanan selalu dalam keadaan bersih.
d. Hindari pemakaian kendaraan yang telah mengangkut bahan kimia
atau pestisida, walaupun telah dicuci masih akan terjadi pencemaran.
e. Hindari perlakuan manusia yang menangani makanan selama
pengangkutan, seperti : ditumpuk, diinjak, dibanting.
f. Kalau mungkin gunakanlah kendaraan pengangkut bahan makanan
yang menggunakan alat pendingin sehingga mampu membawa
makanan dengan jangkauan yang lebih jauh lagi.
2.4.6. Prinsip VI : Penyajian Makanan
Penyajian makanan yang menarik akan memberikan nilai tambah
dalam menarik pelanggan. Teknis penyajian makanan untuk konsumen memiliki
berbagai cara asalkan memperhatikan kaidah sanitasi yang baik. Penggunaan
pembungkus seperti plastik, kertas atau boks plastik harus dalam keadaan bersih
dan tidak berasal dari bahan-bahan yang menimbulkan racun (Depkes RI, 2004).
2.5. Bahan Tambahan Pangan (BTP)
2.5.1. Pengertian Bahan Tambahan Pangan (BTP)
Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau sering pula disebut Bahan
Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan

Universitas Sumatera Utara

untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Bahan Tambahan Makanan
itu bisa memiliki nilai gizi, tetapi bisa juga tidak. Menurut ketentuan yang
ditetapkan, ada beberapa kategori Bahan Tambahan Makanan. Pertama Bahan
Tambahan Makanan yang bersifat aman, dengan dosis yang tidak dibatasi. Kedua,
Bahan Tambahan Makanan yang digunakan dengan dosis tertentu dan dengan
demikian dosis penggunaannya juga telah ditetapkan. Ketiga, bahan tambahan
yang aman dan dalam dosis yang tepat, serta telah mendapatkan izin beredar dari
instansi yang berwenang, misalnya zat pengawet yang sudah dilengkapi sertifikat
aman (Yuliarty, 2007).
Pengertian bahan tambahan pangan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.722/Menkes/Per/IX/1988 secara umum adalah bahan yang biasanya tidak
digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas
makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja
ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatan,
pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan dan peyimpanan
(Cahyadi, 2009).
2.5.2. Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Tujuan penggunaan bahan tambahan pangan adalah dapat meningkatkan
atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan
lebih mudah dihidangkan, serta memepermudah preparasi bahan pangan
(Cahyadi, 2009).
Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila

Universitas Sumatera Utara

(Cahyadi, 2009) :
1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dan
pengolahan.
2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah
atau tidak memenuhi persyaratan.
3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan
dengan cara produksi yang baik untuk pangan.
4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.
2.5.3. Bahan Tambahan Pangan yang Diizinkan
Menurut Peraturan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

722/Menkes/Per/IX/1988, golongan BTP yang diizinkan diantaranya sebagai
berikut (Depkes RI, 1988) :
a. Antioksidan adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau
menghambat oksidasi. Contohnya : asam askorbat dan asam eritrobat
serta garamnya untuk produk daging, ikan, dan buah-buahan kaleng. Butil
hidroksi anisol (BHA) atau butil hidroksi toluen (BHT) untuk lemak,
minyak, dan margarin.
b. Anti

kempal

adalah

tambahan

makanan

yang dapat

mencegah

mengempalnya makanan yang berupa serbuk, tepung, atau bubuk.
Contohnya

: aluminium silikat serta magnesium karbonat untuk susu

bubuk dan krim bubuk.

Universitas Sumatera Utara

c. Pengatur keasaman adalah bahan tambahan makanan yang dapat
mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman
makanan. Contohnya : asam klorida untuk bir, dan asam fumarat untuk
jeli.
d. Pemanis buatan

adalah bahan

tambahan

makanan

yang dapat

menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak
mempunyai nilai gizi. Contohnya : sakarin dan siklamat.
e. Pemutih dan pematang tepung adalah bahan tambahan makanan yang
dapat mempercepat proses pemutihan dan atau pematang tepung sehingga
dapat memperbaiki mutu pemanggangan. Contohnya : asam askorbat dan
aseton peroksida.
f. Pengemulasi, pemantap dan mengental adalah bahan tambahan makanan
yang dapat
dispersi
untuk

membantu

yang homogen
pemantap

terbentuknya
pada

atau

makanan.

memantapkan

Contohnya

:

sistem

karagenan

dan pengental produk susu, gelatin dan amonium

alginat untuk pemantap es krim.
g. Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang mencegah atau
menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap
makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Contohnya : natrium
metabisulfit untuk pengawet saus, tepung gula, gula merah, konsentrat sari
buah dan saus.
h. Pengeras adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau
mencegah melunaknya makanan. Contohnya : aluminium amonium sulfat

Universitas Sumatera Utara

dan aluminium kalium sulfat untuk acar ketimun dalam botol, kalsium
sitrat untuk apel kalengan dan sayur kalengan.
i. Pewarna adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki
atau memberi warna pada makanan. Contohnya : karamel untuk
warna coklat, xanthon untuk warna kuning dan klorofil untuk warna hijau.
j. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa adalah bahan tambahan makanan
yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma.
Contohnya : monosodium glutamat untuk menyedapkan rasa daging.
k. Sekuestran adalah bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion
logam yang ada dalam makanan. Contohnya : asam fosfat dan asam sitrat.
2.6 . Zat Pengawet
2.6.1 Pengertian Zat Pengawet
Zat pengawet merupakan salah satu bentuk Bahan Tambahan Makanan
(BTM). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
722/Menkes/Per/IX/1988, zat pengawet merupakan bahan tambahan pangan yang
dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian lain
terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Zat pengawet terdiri dari
senyawa organik atau anorganik dalam bentuk asam dan garamnya. Aktivitasaktivitas bahan pengawet tidaklah sama, misalnya ada yang efektif terhadap
bakteri, kapang, khamir ataupun kapang.

Universitas Sumatera Utara

2.6.2 Jenis Zat Pengawet
Menurut Cahyadi (2009), ada dua jenis zat pengawet yaitu sebagai berikut :
1. Zat Pengawet Organik
Zat pengawet organik lebih banyak dipakai dari pada yang anorganik karena
bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan organik baik digunakan dalam bentuk asam
maupun dalam bentuk garamnya. Berikut adalah bahan pengawet organik yang
diizinkan pemakaiannya oleh Dirjen POM (Lampiran Peraturan Menteri
kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988) : asam benzoat, asam propionat,
asam sorbat, kalium benzoat, kalium propionat, kalium sorbat, kalium benzoat,
natrium benzoat, natrium propionat, nisin dan Propil-p-hidroksi benzoat.
2. Zat Pengawet Anorganik
Berikut adalah pengawet anorganik yang diizinkan penggunaannya oleh
Dirjen POM (Lampiran Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/1988) :
Belerang dioksida, kalium bisulfit, kalium metabisulfit, kalium nitrat, kalium
nitrit, kalium sulfit, natrium bisulfit, natrium metabisulfit, natrium nitrit dan
natrium sulfit.
2.6.3. Dampak Zat Pengawet
Semua bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pengawet adalah racun,
tetapi toksisitasnya sangat ditentukan oleh jumlah yang diperlukan untuk
menghasilkan pengaruh atau gangguan kesehatan atau sakit, untuk itu digunakan
konsep ADI (Acceptable Daily Intake). ADI dinyatakan dalam mg/kg berat badan
yang didefenisikan sebagai jumlah bahan yang masuk ketubuh setiap harinya,

Universitas Sumatera Utara

bahkan selama hidupnya tanpa resiko yang berarti bagi kesehatannya. Sebagai
contoh, Belerang dioksida merupakan bahan pengawet yang sangat luas
pemakaiannya, namun pada dosis tertentu dapat menimbulkan gangguan pada
kesehatan, tetapi belum ada pengganti belerang dioksida yang sama efektifnya
atau cukup memuaskan. Keracunan karena adanya belerang dioksida akan
menyebabkan luka usus (Cahyadi, 2009).
2.7.

Natrium Metabisulfit

2.7.1. Pengertian Natrium Metabisulfit
Zat pengawet berupa serbuk dan kristal putih apabila direaksikan dengan
air, natrium metabisulfit akan melepaskan sulfur dioksida. Gas tersebut
mempunyai bau yang sangat merangsang, selain itu natrium metabisulfit akan
melepaskan sulfur dioksida ketika kontak dengan asam kuat. Natrium metabisulfit
disimpan ditempat yang sejuk dalam wadah tertutup dan diarea yang mempunyai
ventilasi baik karena natrium metabisulfit termasuk senyawa yang sensitif
terhadap kelembaban tinggi (Winarno, 1979).
Natrium metabisulfit atau natrium pyrosulfit (sodium metabisulfit)
merupakan senyawa anorganik yang mempunyai rumus kimia Na2S2O5 yang
memiliki berat mulekul 190,12 gr/mol. Natrium metabisulfit sangat larut dalam
air, kelarutan natrium metabisulfit adalah 54 g/100 ml (20ºC) dan 81,7 g/100 ml
(100º C). Natrium metabisulfit bersifat mengikat air dengan kepadatan 1,48 g/cm3.
Titik lebur natrium metabisulfit yaitu >170˚C dimulai dari 150˚C.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1 Rumus bangun natrium metabisulfit
Natrium Metabisulfit didapatkan dengan menguapkan larutan natrium
metabisulfit jenuh dengan belerang dioksida

2

: 2HSO

3

-

⇌H

2

O+S

2

O

5

2 –

Struktur kimia dari natrium metabisulfit terdiri dari Anion, anion merupakan
hibrida dari ditionat (S2O42 -) dan (S2O62 ). Anion tersebut terdiri dari kelompok
sulfur dioksida (SO2) yang dihubungkan ke grup SO3. Panjang ikatan SS yaitu
2,22 Å dan “thionate”, “thionite” SO jarak yaitu 1,46 dan 1,5 Å (Septiani, 2012).
Berdasarkan Peraturan Kesehatan RI No.1168/MenKes/Per/X/1999,
bahwa natrium metabisulfit tercatat sebagai Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang
diizinkan dalam golongan pengawet (Preservative) yang berfungsi untuk
mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian dan perusakan
lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme.
2.7.2. Penggunaan Natrium Metabisulfit
Natrium metabisulfit dipergunakan sebagai bahan pengawet dan anti
oksidan dalam makanan, natrium metabisulfit dikenal dengan istilah E223, dalam
proses pengolahan bahan pangan natrium metabisulfit ditambahkan pada bahan
pangan untuk mencegah proses pencoklatan yang enzimitis pada buah sebelum

Universitas Sumatera Utara

diolah, menghilangkan bau, rasa getir pada ubi kayu, menurunkan kandungan air
dan memperpanjang masa simpan pada gula merah (Septiyani, 2012).
Natrium metabisulfit biasa digunakan pada bahan pangan untuk mencegah
pencoklatan enzimatis maupun non enzimatis, sebagai pemutih, penghambat
bakteri, kapang dan khamir. Mekanisme menghambat pertumbuhan mikroba oleh
senyawa sulfur adalah dengan merusak sel mikroba, mereduksi ikatan sulfit,
bereaksi dengan gugus karbonil. Molekul asam sulfit yang tidak terdisosiasi akan
masuk kedalam sel mikroba karena sel mikroba pH nya netral, asam sulfit akan
terdisosiasi sehingga dalam sel mikroba banyak terdapat ion H+ yang
menyebapkan pH sel menjadi rendah, keadaan ini menyebabkan organ-organ sel
mikroba rusak (Wirananda, 2011). Selain itu, pada Peraturan Kepala BPOM RI
No.36 Tahun 2013 bahwa kadar maksimum natrium metabisulfit yang di
perkenankan pada pengolahan gula merah adalah 40 mg/kg.
Acceptable daily intake merupakan suatu batasan banyaknya konsumsi
bahan tambahan makanan yang dapat diterima dan dicerna setipa hari seumur
hidup tanpa mengalami resiko kesehatan. ADI dihitung berdasarkan berat badan
konsumen dan dinyatakan dalam satuan mg bahan tambahan makanan per kg
berat badan. ADI untuk natrium metabisulfit adalah maksimal sebesar 0,07 mg/kg
(Winarno dan Rahayu, 1994).

Universitas Sumatera Utara

Berbagai produk olahan yang menggunakan natrium metabisulfit
diantaranya adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Kategori Pangan dan Batas Maksimum Penggunaan BTP
Pengawet Natrium Metabusulfit Menurut Peraturan Kepala
BPOM RI No. 36 Tahun 2013.
No.

Kategori Pangan

Batas maksimal

Kategori

(mg/kg) dihitung

Pangan

sebagai residu

04.1.1.2

12.6
12.2

Buah utuh segar dengan permukaan di beri
perlakuan
Saus dan produk sejenis
Herba, rempah, bumbu dan kondimen
(misalnya bumbu mi instan)

30

300
200

Buah kering
100

04.1.2.2
004.2.2.3

Sayur, minyak, kecap kedelai

100

04.1.2.5

Jem, jelidan marmalad

50

04.2..2.1

Sayur, kacang dan biji-bijian beku

50

06.4.3

Pasta dan mi pra masak serta produk
sejenisnya

20

11.1.2

Tepung gula, tepung dekstrosa

15

11.1.3

Gula putih lunak, gula merah lunak, sirup
glukosa, gula pasir mentah

20

11.1.5

Gula kristal putih

15

11.2

Gula merah

40

12.3

Cuka makan

100

Universitas Sumatera Utara

14.1.2.3

Konsentrat sari buah

50

11.4

Semua jenis sirup meja, sirup untuk hiasan
bakeri dan es dan gula untuk hiasan kue

40

04.1.2.7

Buah bergula

15.1

Makanan ringan berbahan dasar kentang,
umbi, serealia, tepung atau pati (dari umbi
dan kacang)

100
50

Sumber: Peraturan Kepala BPOM RI NO. 36 Tahun 2013

2.7.3. Dampak Natrium Metabisulfit Terhadap Kesehatan
Bahan pengawet pada dasarnya adalah senyawa kimia yang merupakan
bahan asing yang masuk bersama bahan pangan yang dikonsumsi. Apabila
pemakaian bahan pangan dan dosisnya tidak diatur dan diawasi, kemungkinan
besar akan menimbulkan kerugian bagi pemakainya baik secara langsung,
misalnya keracunan; maupun secara tidak langsung atau akumulatif, misalnya
apabila bahan pengawet yang digunakan bersifat karsinogenik (Cahyadi, 2009).
Identifikasi bahaya terhadap natrium metabisulfit adalah sebagai berikut :
1. Efek kesehatan
Organ target natrium metabisulfit pada manusia adalah mata, kulit, saluran
pernafasan dan saluran pencernaan. Natrium metabisulfit apabila tertelan dapat
menyebabkan iritasi pencernaan dan nyeri abdomen, muntah dan diare. Pada
individu yang rentan, terutama pada penderita asma. Sulfit dapat meneyebabkan
bersin, nafas pendek, ketidak sadaran . Tanda dan gejala termasuk flusing (ruam
pada kulit yang disertai rasa panas) dan gatal yang menyeluruh, serta henti nafas.

Universitas Sumatera Utara

Dosis letal pada manusia diperkirakan adalah 10 mg/kg. Efek klinis yang mungkin
terjadi berdasarkan konsentrasi natrium metabisulfit antara lain : 2 ppm
mengakibatkan penyakit saluran pernafasan dan dapat mengakibatkan penururnan
fungsi paru. Tikus yang terpapar natrium metabisulfit pada konsentrasi 0,1-15
mg/m3 selama 3 hari menyebabkan edema paru. Pemajanan biasanya terjadi
ditempat kerja yang dapat menyebabkan gangguan pernafasan seperti asma dan
penyakit paru kronis (SIKerNas, 2012).
2. Toksisitas
Sentra Informasi Keracunan Nasional menetapkan angka toksisitas
natrium metabisulfit adalah oral pada manusia 7mg/kg yang didasarkan tidak
menemukan efek samping, oral pada tikus 820mg/kg, oral pada kelinci 2825
mg/kg,intravena pada tikus 175 mg/kg, subkutan pada anjing 1300mg/kg,
subkutan pada kucing 1300mg/kg.

3. Genotoksitas
Natrium metabisulfit adalah mutagenik sel somatik mamalia dan
mutagenik bakteri atau ragi. Mutasi pada mikroorganisme-mikroorganisne lain
600ppm, pada sel limfosit manusi 100 umol/L, analisis sitogenik pada sel tikus
25mg/L, analisis sitogenik pada sel kuda 250mg/L. Efek mutagenik dapat
menyebabkan kerusakan pada sistem syaraf pusat dan perifer (SIKerNas, 2012).
Pada sebuah penelitian tahun 1995 dalam “Jurnal of American college of
Nutrition” menyatakan bahwa reaksi sulfit pada umumnya terjadi pada orang yang
menderita asma. Para pekerja juga beresiko terkena iritasi melalui kontak

Universitas Sumatera Utara

langsung dengan natrium metabisulfit, selain itu beberapa gejala dari reaksi alergi
terhadap natrium metabisulfit diantaranya muncul ruam kulit disekitar mulut,
ruam kulit disekitar tenggorokan, pembengkakan wajah, kesemutan di leher dan
anggota badan, gatal-gatal dan kesemutan pada anggota tubuh.
Terdapat beberapa potensi efek kesehatan akibat natrium metabisulfit
diantaranya adalah :
1. Potensi efek kesehatan pada proses konsumsi
Ketika mengkonsumsi produk pangan mengandung natrium metabisulfit
dapat menyebabkan sensitisasi, pada individu yang sensitif terhadap
natrium metabisulfit akan mengakibatkan iritasi pada jaringan mulut,
kerongkongan dan jaringan lainnya pada sistem pencernaan.
2. Potensi efek kesehatan pada kulit
Kontak langsung dapat menyebabkan iritasi dan dermatitis kontak,
menyebkan rasa terbakar, pada individu yang sebelumnya pernah terpapar
terutama eksporus berkepanjangan, kontak kulit yang terjadi secara terus
menerus dapat menyebabkan reaksi alergi dan dermatitis.
3. Potensi efek kesehatan pada mata
Apabila terkena paparan partikel natrium metabisulfit dapat menyebabkan
rasa perih pada mata dan kemerahan, jika terjadi terus menerus dapat
menyebabkan konjungtivitis ulkus dan kelainan kornea.
4. Potensi efek kesehatan pada proses penghirupan

Universitas Sumatera Utara

Natrium metabisulfit yang terhirup dapat mengakibatkan iritasi pada
sistem hidung, tenggorokan atau saluran pernafasan, sesak nafas, batuk,
hidung tersumbat dan pembengkakan pada polip hidung (SIKerNas, 2012).
2.7.4. Dampak Natrrium Metabisulfit Terhadap Lingkungan
Pada saat natrium metabisulfit direaksikan dengan air dan kontak dengan
asam kuat , natrium metabisulfit akan melepaskan sulfur dioksida (SO2), selain itu
ketika natrium metabisulfit dipanaskan juga akan melepaskan sulfur dioksida dan
meninggalkan oksida natrium (Septiani, 2012). Pengaruh pencemaran SO2
terhadap lingkungan telah banyak diketahui. Pada tumbuhan, daun adalah bagian
yang paling peka terhadap pencemaran SO2, dimana akan terdapat bercak atau
noda putih atau coklat merah pada permukaan daun, dalam beberapa hal
kerusakan pada tumbuhan dan bangunan disebabkan karena SO2 dan SO3 di udara,
yang masing-masing membentuk asam sulfit dan asam sulfat. Suspensi asam di
udara ini dapat terbawa turun ke tanah bersama air hujan dan mengakibatkan air
hujan bersifat asam.
Sifat asam dari air hujan ini dapat menyebabkan korosif pada logam-logam
dan rangka-rangka bangunan, merusak bahan pakian dan tumbuhan. Adanya hujan
asam akan dapat menyebabkan danau atau kolam menjadi terlalu asam, akibat
yang ditimbulkan adalah ikan-ikan yang terdapat di dalam kolam tersebut akan
mengelami kematian dan tanaman di sekitarnya menjadi banyak yang mati. Pada
benda-benda, SO2 bersifat korosif. Cat dan bangunan gedung warnanya menjadi
kusam kehitaman karena PbO pada cat bereaksi dengan SOx menghasilkan PbS.

Universitas Sumatera Utara

Jembatan menjadi rapuh karena mempercepat pengkaratan (Nurhasmawaty,
2011).
2.7.5. Tindakan Bila Terpapar Natrium Metabisulfit
Tindakan yang dilakukan bila terpapar natrium metabisulfit adalah sebagai
berikut (Yuliarti, 2007) :
1. Bila natrium metabisulfit tertelan, segera munum susu atau norit untuk
mengurangi penyerapan zat pengawet tersebut.
2. Bila terkena kulit, Cuci kulit selama dengan sabun atau deterjen lunak
dengan menggunakan air mengalir pastikan tidak ada lagi bahan yang
tersisa dikulit.
3. Bila natrium mtabisulfit mengenai mata, segera bilas mata dengan air yag
mengalir yang cukup banyak sambil mengedip-ngedipkan mata. Pastikan
tidak ada lagi sisa natrium metabisulfit dimata. Aliri mata dengan larutan
garam dapur 0,9% (seujung sendok teh garam dapur dilarutkan dalam
segelas air) terus-menerus sampai penderita siap dibawa ke dokter
4. Bila terkena hirupan atau terkena kontak langsung natrium metabisulfit,
tindakan awal yang harus dilakukan adalah menghindarkan penderita dari
daerah paparan ke tempat yang aman. Bila penderita terkena sesak berat,
gunakan masker berkatup atau peralatan sejenis seandainya dirasa perlu
melakukan pernafasan buatan.

Universitas Sumatera Utara

2.8

Pengetahuan Pengrajin Gula Merah

2.8.1

Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensoris

khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan
domainyang sangat penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (over behavior)
(Sunaryo, 2004). Pengetahuan (Knowledge) merupak hasil dari tahu dan ini terjadi
setelah

orang

melakukan

penginderaan

terhadap

suatu

objek

tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting dalam membentuk tidakan seseorang (over behavior)
(Soekidjo, 2003).
2.8.2

Tingkatan Pengetahuan
Tingkatan pengetahuan di dalam domain kognitif, mencakup 6 tingkatan,

yaitu:
a. Tahu merupakan tingkatan pengetahuan paling rendah. Tahu artinya dapat
mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Ukuran
bahwa seseorang itu tahu, adalah dia dapat menyebutkan, menguraikan,
mendefenisikan, dan menyatakan.
b. Memahani,

artinya

kemampuan

untuk

menjelaskan

dan

menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui.

Universitas Sumatera Utara

Seseorang yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan,
memberikan contoh, dan menyimpulkan.
c. Penerapan, yaitu kemampuan untuk menggunkan materi yang telah
dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum –
hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.
d. Analisis, artinya adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam
bagian-bagian lebih kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek
tersebut dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah ia
dapat menggambarkan, membuat bagan, membedakan, memisahkan,
membuat bagan proses adopsi perilaku, dan dapat membedakan pengertian
psikologi dengan fisiologi.
e. Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian
didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran
kemampuan adalah ia dapat menyusun, meringkaskan, merencanakan, dan
menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi, yaitu kemmapuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu
objek. Evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau di susun
sendiri (Sunaryo, 2004).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menyatakan tentang isi materi yang akan diukur dari subjek
penelitian responden. Kedalaman pengetahuan yang igin kita ketahui atau

Universitas Sumatera Utara

kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkat diatas (Soekidjo,
2003).
2.9

Sikap Pengrajin Gula Merah
Menurut Notoadmojo (2012), sikap merupakan reaksi atau respons yang

masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek. Sikap secara
nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulasi tertentu
yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional
terhadap stimulus sosial. Sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang
terhadap stimulasi atau objek (dalam hal ini adalah masalah kesehatan, termasuk
penyakit). Setelah sesorang mengetahui stimulasi atau objek, proses selanjutnya
akan menilai atau bersikap terhadap stimulasi atau objek kesehatan tersebut. Oleh
sebab itu indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan pengetahuan
kesehatan, yakni :
a. Sikap terhadap sakit dan penyakit
Adalah bagaimana penilaian atau pendaat sesorang tehadap: gejala atau
tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit, cara
pencegahan penyakit.
b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat
Adalah penilain atau pendapat seseorang terhadap cara-cara memelihara
dan cara-cara (berprilaku) hidup sehat. Dengan perkataan lain pendapat
atau penilaian terhadap makanan, minuman, olah raga, istirahat cukup dan
lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

c. Sikap terhadap kesehatan lingkungan
Adalah pendapat atau penilain sesorang terhadap lingkungan dan
pengaruhnya terhadap kesehatan. Misalnya pendapat dan penilaian
terhadap air bersih, pembuangan limbah dan lain-lain (Soekidjo, 2003).
2.9.1

Komponen Pokok Sikap
Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu

mempunyai tiga komponen pokok.
1. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk betindak (tendto behave)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan,
pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting (Soekidjo,
2012).
2.9.2

Tingkatan Sikap
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai

tingkatan,
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat

Universitas Sumatera Utara

dilihat dari kesediaan dan perhatian orang terhadap ceramah –ceramah
tentang gizi.
b. Merespons (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu
usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,
terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang
menerima ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya seseorang ibu
mengajak ibu

yang lain (tetangganya, saudaranya) untuk pergi

menimbangkan anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi,
adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif
terhadap gizi anak.
d. Bertanggungjawab (responsible)
Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau
menjadi akseptor KB, meskipun medapatkan tentangan dari mertua atau
orang tuanya sendiri.
2.10. Tindakan Pengrajin Gula Merah
Tindakan (practice) tindakan adalah suatu sikap yang belum tentu
terwujud dalamsuatu tindakan (over behavior).untuk mewujudkan agar sikap

Universitas Sumatera Utara

menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan factor pendukung atau suatu kondisi
yang memungkinkan, antara lain adalah adanya fasilitas (Maulana, 2009).
Tindakan dibedakan atas beberapa tingkatan :
a. Persepsi, merupakan mekanisme mengenal dan memilih berbagai objek
sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.
b. Respon terpimpin, yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan
yang benar dan sesuai dengan contoh.
c. Mekanisme, yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai secara otomotis tanpa
menunggu perintah atau ajakan orang lain.
d. Adopsi, merupakan suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik,
artinya tindakan itu telah dimodifikasikan tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2007).
2.11

Gula Merah

2.11.1. Pengertian Gula Merah
Gula merah adalah gula yang berwarna kekuningan atau kecoklatan. Gula
ini terbuat dari cairan nira yang dikumpulkan dari pohon kelapa, aren, tebu dan
lontar. Nira merupakan cairan manis yang terdapat di dalam bunga tanaman aren,
kelapa, tebu dan lontar yang pucuknya belum membuka dan diperoleh dengan
cara penyadapan. Cairan nira yang dikumpulkan kemudian direbus secara
perlahan sehingga mengental lalu dicetak dan didinginkan. Setelah dingin maka
gula merah siap dikonsumsi atau dijual kepada orang lain (Rahmadianti, 2012).
Gula ini memiliki banyak sekali varian bergantung pada jenis bahan dasar
yang digunakan. Meskipun sama -sama nira, namun bisa berasal dari pohon yang

Universitas Sumatera Utara

berbeda-beda. Kualitas gula yang dihasilkan serta rasanya berbeda antara satu
pohon dengan pohon lainnya.
2.11.2. Jenis Gula Merah
Istilah gula merah biasanya diasosiasikan dengan segala jenis gula yang
dibuat dari nira yaitu cairan yang dikeluarkan dari bunga pohon dari keluarga
palma, seperti kelapa, aren, tebu dan lontar. Berikut ini adalah jenis-jenis gula
merah yaitu (Rahmadianti, 2012) :
1. Gula Kelapa (Gula Jawa)
Gula merah yang paling banyak ditemui adalah gula Jawa atau gula
kelapa. Nira pohon kelapa disadap, diolah, dan dicetak dalam bambu (gula Jawa
bentuk silinder) atau tempurung kelapa (gula Jawa bentuk batok). Gula kelapa
banyak digunakan masyarakat Jawa untuk bahan baku kecap manis, pemanis
minuman, dodol, kinca, atau kue. Warna cokelatnya lebih tua dibanding gula
aren dan biasanya agak kotor, sehingga harus disaring terlebih dahulu.
Klasifikasi kelapa menurut taksonomi adalah sebagai berikut ; Kingdom: Plantae
(Tumbuhan), Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh), Super
Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji), Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan
berbunga), Kelas: Liliopsida (berkeping satu / monokotil), Sub Kelas: Arecidae,
Ordo: Arecales, Famili: Arecaceae (suku pinang-pinangan), Genus: Cocos,
Spesies: Cocos nucifera L.

Universitas Sumatera Utara

2. Gula Aren
Gula aren hampir sama dengan gula Jawa. Bedanya, gula aren diambil dari
nira pohon aren (enau atau kolang-kaling) dan berwarna cokelat cerah. Bentuknya
ada yang silindris dan ada yang berbentuk batok runcing, namun biasanya
dibungkus dengan daun kelapa kering. Sebagian orang lebih menyukai gula aren
untuk membuat kue karena dianggap lebih harum, enak, dan bersih. Klasifikasi
aren menurut taksonomi adalah sebagai
(Tumbuhan),

Subkingdom:

berikut

;

Kingdom:

Plantae

Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh), Super

Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji), Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan
berbunga), Kelas: Liliopsida (berkeping satu atau monokotil), Sub Kelas:
Arecidae, Ordo: Arecales, Famili: Arecaceae (suku pinang-pinangan), Genus:
Arenga, Spesies: Arenga pinnata Merr.
3. Gula Tebu
Gula tebu diambil dari nira tanaman tebu. Kualitas gula merah tebu sangat
ditentukan oleh kegiatan penanganan pasca pemotongan batang tebu. Makin lama
batang tebu disimpan, maka produk gula merahnya cenderung berwarna kecoklatcoklatan hingga hitam. Klasifikasi tebu menurut taksonomi adalah sebagai
berikut ; Kingdom: Plantae (Tumbuhan), Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan
berpembuluh), Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji), Divisi:
Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga), Kelas: Liliopsida (berkeping satu atau
monokotil), Sub Kelas: Commelinidae, Ordo: Poales, Famili:

Poaceae (suku

rumput-rumputan), Genus: Saccharum, Spesies: Saccharum officinarum L.

Universitas Sumatera Utara

4. Gula Semut
Gula semut atau palm sugar atau gula palem adalah gula kelapa atau gula
aren dalam bentuk kristal atau bubuk, sehingga kadang juga disebut gula kristal.
Penggunaannya lebih praktis karena mudah larut, plus tahan lama karena kering.
Gula ini bisa ditambahkan ke jamu atau minuman hangat, adonan roti, kue, atau
makanan lainnya. Bisa juga dijadikan taburan atau pengganti gula pasir.
2.11.3. Manfaat Gula Merah Terhadap Kesehatan
Tambahan gula merah pada makanan dan minuman tidak hanya
membuatnya menjadi lezat, namun juga sehat. Setiap seratus gram gula merah
mengandung 4 mg zat besi, 90 mg kalsium dan karoten serta laktoflavin.
Kandungan gula pada gula merah lebih rendah jika dibandingkan dengan gula
pasir sehingga sangat baik untuk penderita diabetes atau bagi mereka yang
ingin menurunkan kadar lemak tak jenuh di dalam tubuhnya. Selain itu tidak
ditemukan kolesterol di dalam gula merah. Nutrisi mikro yang lain

adalah

thiamine, nicotinic acid, riboflavin, niacin, ascorbatic acid, vitamin C,
vitamin B12, vitamin A, vitamin E, asam folat, protein kasar dan juga garam
mineral.
Gula merah memiliki sifat hangat dan memiliki rasa manis alami. Di
dalamnya terkandung unsur yang bersifat menguatkan limpa, menambah darah,
meredakan nyeri, memperlancar peredaran darah dan menghangatkan lambung.
Juga bermanfaat untuk mengatasi anemia, batuk, typhus, dan lepra.

Universitas Sumatera Utara

Keunggulan gula merah yang lain adalah proses larutnya ke dalam cairan tubuh
berlangsung dalam tempo yang lama (perlahan-lahan).
Gula merah mampu memberikan energi dalam rentang waktu yang lebih
panjang. Selain itu, riboflavin yang terkandung di dalam gula merah dapat
membantu melancarkan metabolisme dan memperbaiki sel sehingga membuat
stamina tetap prima. Gula merah juga sangat baik bagi kaum lanjut usia yang
mengalami serapan mikronutrien dan multivitamin yang rendah. Gula merah juga
dapat memberikan manfaat positif kepada wanita yang baru melahirkan atau
memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur.
2.11.4. Cara Pembuatan Gula Merah Kelapa
Proses pembuatan gula merah pada prinsipnya adalah proses penguapan
atau pemekatan nira. Tahap-tahap prose pembuatan gula merah meliputi :
1. Pemilihan bahan baku
Nira diperoleh dari penyadapan mayang bunga kelapa yang sudah cukup
umur. Nira yang digunkan harus mempunyai pH 5,5-7,0 dan kadar gula reduksi
(glukosa dan frukrosa) relatif rendah, nira segar biasanya mempunyaiPh 6,0-7,0.
2. Bahan Tambahan
a. Bahan pengawet seperti air kapur, tatal nangka atau kulit

manggis,

yang diisikan ke dalam pongkor penampung nira sebelum pongkor
tersebut dipasang dipohon (tiap pongkor biasanya diisi bahan
pengawet sebanyak kira-kira 5 ml).

Universitas Sumatera Utara

b. Pengawet lain yang dapat digunakan adalah natrium metabisulfit
dengan dosis 0,025-0,10%
c. kemiri atau minyak goreng, digunakan untuk menekan buih yang
terbentuk atau meluap sewaktu pendidihan.
3. Cara Pembuatan
a. Pengumpulan nira kelapa
Nira ditampung dengan menggunakan pongkor yang terlebih dahulu di
beri bahan tambahan natrium metabisulfit. Nira hasil sadapan dikumpulkan dalam
ember atau baskom yang agak besar lalu sebaiknya sesegera mungkin dimasak
untuk mencegah terbentuknya asam. Sisa pengawet yang menggumpal diujung
pongkor sebaiknya jangan diikutkan karna akan menghasilkan warna gula yang
kurang menarik.
b. Penyaringan
Sebelum dimasak, nira disaring terlebih dahulu untuk membuang kotorankotoran yang berupa bunga kelapa, semut dan lebah. Penyaringan ini hendaknya
menggunakan kain saring yang bersih dan hasil saringan langsung ditampung
dalam wajan.
c. Pemasakan
Wajan yang berisi nira bersih dipanaskan di atas tungku. Pada awal
pemasakan api harus besar untuk mempercepat proses penguapan. Nira akan
mendidih pada suhu sekitar 110˚C. Pada saat mulai mendidih, kotoran halus akan
ikut terapung bersama-sama busa nira. Kotoran-kotoran ini di buang dengan
menggunakan serok. Pendidihan selanjutnya akan menghasilkan busa nira yang

Universitas Sumatera Utara

meluap-luap berwarna coklat kekuning-kuningan. Sewaktu-waktu nira yang
mendidih hendaknya di aduk-aduk untuk menjaga agar busa nira tidak meluap ke
luar wajan dan dapat di tambahkan kemiri atau minyak goreng untuk menekan
buih yang terbentuk pada saat gula mendidih.
Bila nira sudah mengental, api dikecilkan dan pekatan nira tetap di adukaduk. Untuk mengetahui nira tersebut sudah masak atau belum, dilakukan
pengujian kekentalan, yaitu dengan cara meneskan pekatan nira ke dalam air
dingin. Bila tetesan tadi menjadi keras berarti pemasakan sudah cukup dan wajan
segera diangkat dari tungku. Waktu yang diperlukan untuk memasak 25-30 liter
nira kira-kira 4-5 jam.
d. Pendinginan
Untuk mempercepat proses pendinginan, pekatan nira segera diaduk.
Pengadukan dilakukan sampai suhunya turun menjadi 70˚C, pengadukan ini juga
akan menyebabkan tekstur dan warna gula yang dihasilkan lebih baik dan cepat
kering.
e. Pencetakan
Segera setelah suhu pekatan nira turun menjadi 70˚C, maka segera
dilakukan pencetakan. Pekatan nira dituangkan kedalam cetakan bambu yang
sebelumnya sudah direndam dan dibasahi dengan air untuk mempermudah
pelepasan setelah gulanya kering. Pelepasan gula dilakukan setelah mencapai
suhu kamar.

Universitas Sumatera Utara

f. Pengemasan
Gula yang telah di keluark

Dokumen yang terkait

Higiene Sanitasi Pengolahan dan Kadar Natrium Metabisulfit pada Gula Merah di Industri Rumah Tangga Desa Baung Rejo Jaya Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2015

2 44 274

Higiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Formalin Pada Tahu Hasil Industri Rumah Tangga di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kota Medan Tahun 2016

9 41 129

Higiene Sanitasi Pengolahan dan Kadar Natrium Metabisulfit pada Gula Merah di Industri Rumah Tangga Desa Baung Rejo Jaya Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2015

0 0 18

Higiene Sanitasi Pengolahan dan Kadar Natrium Metabisulfit pada Gula Merah di Industri Rumah Tangga Desa Baung Rejo Jaya Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2015

0 0 2

Higiene Sanitasi Pengolahan dan Kadar Natrium Metabisulfit pada Gula Merah di Industri Rumah Tangga Desa Baung Rejo Jaya Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2015

0 0 7

Higiene Sanitasi Pengolahan dan Kadar Natrium Metabisulfit pada Gula Merah di Industri Rumah Tangga Desa Baung Rejo Jaya Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2015

0 0 3

Higiene Sanitasi Pengolahan dan Kadar Natrium Metabisulfit pada Gula Merah di Industri Rumah Tangga Desa Baung Rejo Jaya Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir Tahun 2015

0 0 141

Higiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Formalin Pada Tahu Hasil Industri Rumah Tangga di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kota Medan Tahun 2016

0 0 17

Higiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Formalin Pada Tahu Hasil Industri Rumah Tangga di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kota Medan Tahun 2016

0 0 2

Higiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Formalin Pada Tahu Hasil Industri Rumah Tangga di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kota Medan Tahun 2016

0 0 8