Higiene Sanitasi Pengolahan dan Pemeriksaan Formalin Pada Tahu Hasil Industri Rumah Tangga di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kota Medan Tahun 2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia.
Tanpa adanya makanan maka manusia tidak dapat tumbuh dan berkembang serta
tidak dapat melangsungkan hidupnya (Irianto dan Waluyo, 2007).
Makanan diperlukan tubuh untuk mengatur fungsi tubuh, menggantikan selsel rusak, membangun jaringan-jaringan tubuh yang baru, menghasilkan energi,
dan melindungi tubuh dari serangan penyakit. Selain sebagai zat pembangun,
makanan ternyata dapat pula mengakibatkan manusia menjadi sakit. Hal ini
terjadi bila penanganan makanan yang dikonsumsi mulai cara pemilihan,
pengelolaan, sampai penyajiannya kurang atau tidak memenuhi syarat sanitasi.
Bila salah satu faktor tersebut terganggu makanan yang dihasilkan akan
menimbulkan gangguan kesehatan dan penyakit bahkan keracunan makanan
(Batunahai dan Dina, 2003).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyimpulkan bahwa sekitar 30%
dilaporkan keracunan makanan untuk kawasan Eropa terjadi pada rumah-rumah
pribadi akibat tidak memperhatikan higiene dan sanitasi makanan. Menurut
WHO, di Amerika Serikat saja setiap tahunnya ada 76 juta kasus penyakit bawaan
makanan yang menyebabkan 325.000 jiwa dirawat inap dan 5.000 jiwa
mengalami kematian.
Untuk mendapatkan makanan dan minuman yang memenuhi syarat
kesehatan, maka perlu diadakan pengawasan terhadap higiene dan sanitasi
1
Universitas Sumatera Utara
2
makanan dan minuman, utamanya adalah usaha yang diperuntukkan untuk umum
seperti rumah sakit, restoran, rumah makan, atau pedagang kaki lima mengingat
bahwa makanan dan minuman merupakan media yang potensial dalam
penyebaran penyakit (Depkes RI, 2004).
Higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang,
tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan
penyakit atau gangguan kesehatan. Persyaratan higiene sanitasi adalah ketentuanketentuan teknis yang ditetapkan terhadap produk rumah makan dan restoran,
personel dan perlengkapannya yang meliputi persyaratan bakteriologis, kimia dan
fisika. Dalam kegiatan proses produksi makanan, pentingnya tindakan higiene
sanitasi merupakan salah satu upaya untuk menghindari terjadinya pencemaran
terhadap hasil produksi (Depkes RI, 2003).
Semakin berkembangnya ilmu dan teknologi semakin banyak intervensi
manusia dalam pembentukan atau pengolahan bahan makanan. Selain
memperhatikan higiene sanitasi makanan kita juga harus memperhatikan bahan
tambahan yang ditambahkan kedalam makanan. Untuk mendapatkan makanan
yang beraroma menarik, rasa enak, warna, dan keawetan suatu makanan sering
pada
proses
pengolahan
ditambahkan
bahan
tambahan
makanan
(Widyaningsih, 2006).
Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan
sebagai makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan
sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk
organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan,
Universitas Sumatera Utara
3
pengemasan, penyimpanan, atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau
diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau
mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Sartono, 2002). Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 33 tahun 2012 ada bahan
makanan yang diijinkan untuk ditambahkan didalam makanan dan ada yang tidak
diijinkan, diantaranya adalah formalin yang merupakan bahan tambahan yang
tidak diijinkan ditambahkan kedalam makanan.
Formalin adalah cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak
berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lender hidung
dengan tenggorokan, dan rasa membakar. Dapat bercampur dalam air dan alkohol,
tetapi tidak bercampur dalam klorofom dan eter (Cahyadi, 2006).
Menurut Widyaningsih dan Erni (2006) ada beberapa hal yang
menyebabkan pemakaian formalin untuk bahan tambahan pangan (pengawet)
meningkat, antara lain karena harganya yang jauh lebih murah dibanding
pengawet lainnya seperti natrium benzoat atau natrium sorbet. Selain itu jumlah
yang digunakan tidak perlu sebesar pengawet lainnya, mudah digunakan untuk
proses pengawetan karena bentuknya larutan, mudah didapatkan di toko bahan
kimia dalam jumlah besar, dan rendahnya pengetahuan masyarakat produsen
tentang bahaya formalin.
Penggunaan formalin yang sebenarnya adalah sebagai bahan anti septik,
desinfektan, dan bahan pengawet dalam biologi. Kenyataannya kita masih bisa
menemukan pemakaian zat ini di beberapa bahan makanan. Formalin paling
banyak ditemukan pada jenis makanan seperti pada mie ayam, ikan asin, ayam
Universitas Sumatera Utara
4
potong, ikan segar atau basah, mie goreng, segala jenis mie basah maupun bakso
namun yang paling sering ditemukan pada tahu. (Syah, 2005).
Formalin dapat memberi efek negatif yang cukup fatal bagi kesehatan
tubuh, karena sifat formalin sendiri sangat mudah diserap melalui saluran
pernapasan dan pencernaan ketika konsumen menggunakan zat ini. Formalin yang
dicampurkan ke dalam makanan akan bereaksi cepat dengan lapisan lendir di
saluran pernapasan dan saluran pencernaan. Pada dosis rendah formalin dapat
menyebabkan sakit perut akut disertai muntah-muntah, menimbulkan depresi
susunan saraf serta kegagalan peredaran darah. Selain itu menyebabkan iritasi
lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat
mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan). Pada dosis tinggi formalin
dapat menyebabkan kejang-kejang, kencing darah, tidak bisa kencing, dan muntah
darah hingga menyebabkan kematian (Syah dkk, 2005).
Tahu merupakan makanan sumber protein nabati yang sangat populer
setelah tempe. Tahu sudah menjadi menu makanan sehari-hari masyarakat
Indonesia. Tahu selain rasanya enak, harganya juga relatif murah. Tahu
merupakan makanan yang sudah lama dikenal masyarakat dan tidak ada masalah
dengan tahu selama ini. Namun dengan beredarnya kasus formalin pada makanan,
ternyata tahu ini juga terbukti mengandung formalin (widyaningsih dan erni,
2006)
Berdasarkan hasil pemantauan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) di Surabaya, dari 91 contoh pangan olahan yang dijual di pasaran,
sebanyak 24 diantaranya positif mengandung formalin. Selain mie basah,
Universitas Sumatera Utara
5
makanan lain yang banyak mengandung formalin adalah tahu, ikan asin, dan ikan
segar.
Berdasarkan hasil investigasi dan pengujian laboratorium yang dilakukan
Balai Besar POM Jakarta April 2006 ditemukan sejumlah produk pangan seperti
mie basah, dan tahu positif mengandung formalin. Produk berfomalin ini
ditemukan di sejumlah supermarket dan pasar sekitar DKI Jakarta, Banten, Bogor
dan Bekasi.
Berdasarkan hasil penelitian Institute for Science and Tecnology Studies
(ISTECS) mengungkapkan bahwa 90% tahu yang beredar di wilayah Jakarta
Selatan dan Bogor ternyata menggunakan formalin. Penggunaan formalin tersebut
dilakukan para pedagang tahu tradisional sebagai bahan pengawet (Cahyadi,
2006).
Penyidakan yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) beserta dengan Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan
(KPKP) Pemerintah Kota Jakarta Barat di 5 pasar tradisional Jakarta, dari 320
sampel bahan makanan mereka menemukan 50 potong tahu putih besar dan 10
bungkus asinan caisim (sawi) positif mengandung formalin.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh BPOM Medan pada
Agustus 2015, dari uji formalin yang dilakukan pada tahu dan ikan asin, 40% dari
28 sampel yang diuji dinyatakan positif mengandung formalin.
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan pada salah satu industri
rumah tangga pengolahan tahu yang berada di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan
Medan Polonia terlihat penjamah makanan tidak menggunakan sarung tangan dan
Universitas Sumatera Utara
6
penutup kepala, berbincang-bincang dan membuka baju mereka bahkan ada yang
merokok saat bekerja menjamah tahu. Kebersihan di tempat pengolahan seperti
lantai dan dindingnya terlihat kotor serta alat yang digunakan terlihat kotor dan
tidak terawat. Bak penampungan air bersih untuk proses pengolahan terlihat
ditumbuhi lumut.
Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan pada salah satu
industri rumah tangga pengolahan tahu yang berada di Kelurahan Sari Rejo
Kecamatan Medan Polonia terlihat bahwa tahu memiliki ciri-ciri kenyal, tekstur
yang sangat bagus, kenyal dan tidak mudah hancur.
Berdasarkan hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan
penelitian tentang higiene sanitasi pengolahan dan pemeriksaan formalin pada
tahu hasil industri rumah tangga yang berada di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan
Medan Polonia Kota Medan Tahun 2016.
1.2
Perumusan Masalah
Tahu merupakan bahan olahan dari kedelai yang sangat banyak dikonsumsi
oleh berbagai kalangan masyarakat. Tahu memiliki sifat yang mudah mengalami
pembusukan, tidak tahan lama dan sangat mudah hancur. Oleh karena itu tidak
sedikit dari produsen tahu menambahkan bahan tambahan pangan ke dalam
makanan untuk menjaga tekstur, warna dan agar tahan lama. Oleh sebab itu perlu
diperhatikan higiene sanitasi pengolahannya dan pemeriksaan formalin pada tahu
yang di produksi di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia.
Universitas Sumatera Utara
7
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pelaksanaan higiene sanitasi pengolahan dan melakukan
pemeriksaan formalin pada hasil industri rumah tangga pembuatan tahu di
Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kota Medan tahun 2016.
1.3.2
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik produsen tahu di Kelurahan Sari Rejo
Kecamatan Medan Polonia Kota Medan tahun 2016.
2. Untuk megetahui 6 prinsip pelaksanaan higiene sanitasi pengolahan makanan
yang meliputi pemilihan bahan baku, penyimpanan bahan baku, pengolahan,
penyimpanan, pengangkutan, dan penyajian pada hasil industri rumah tangga
pengolahan tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kota
Medan Tahun 2016.
3. Untuk mengetahui ada tidaknya kandungan formalin pada tahu hasil industri
rumah tangga pengolahan tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan
Polonia Kota Medan Tahun 2016.
1.4. Manfaat Penelitian
Universitas Sumatera Utara
8
1. Memberi masukan kepada Dinas Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Kota Medan dalam hal pengawasan higiene sanitasi pengolahan
makanan dan penggunaan bahan tambahan pangan yang dilarang.
2. Memberi masukan kepada produsen pembuat tahu tentang dampak kesehatan
yang diakibatkan karena menggunakan bahan tambahan pangan yang tidak
diperbolehkan.
3. Sebagai informasi bagi masyarakat tentang keamanan dalam mengkonsumsi
makanan dan minuman.
4. Menjadi dasar yang dapat digunakan sebagai informasi untuk penelitianpenelitian
selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia.
Tanpa adanya makanan maka manusia tidak dapat tumbuh dan berkembang serta
tidak dapat melangsungkan hidupnya (Irianto dan Waluyo, 2007).
Makanan diperlukan tubuh untuk mengatur fungsi tubuh, menggantikan selsel rusak, membangun jaringan-jaringan tubuh yang baru, menghasilkan energi,
dan melindungi tubuh dari serangan penyakit. Selain sebagai zat pembangun,
makanan ternyata dapat pula mengakibatkan manusia menjadi sakit. Hal ini
terjadi bila penanganan makanan yang dikonsumsi mulai cara pemilihan,
pengelolaan, sampai penyajiannya kurang atau tidak memenuhi syarat sanitasi.
Bila salah satu faktor tersebut terganggu makanan yang dihasilkan akan
menimbulkan gangguan kesehatan dan penyakit bahkan keracunan makanan
(Batunahai dan Dina, 2003).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyimpulkan bahwa sekitar 30%
dilaporkan keracunan makanan untuk kawasan Eropa terjadi pada rumah-rumah
pribadi akibat tidak memperhatikan higiene dan sanitasi makanan. Menurut
WHO, di Amerika Serikat saja setiap tahunnya ada 76 juta kasus penyakit bawaan
makanan yang menyebabkan 325.000 jiwa dirawat inap dan 5.000 jiwa
mengalami kematian.
Untuk mendapatkan makanan dan minuman yang memenuhi syarat
kesehatan, maka perlu diadakan pengawasan terhadap higiene dan sanitasi
1
Universitas Sumatera Utara
2
makanan dan minuman, utamanya adalah usaha yang diperuntukkan untuk umum
seperti rumah sakit, restoran, rumah makan, atau pedagang kaki lima mengingat
bahwa makanan dan minuman merupakan media yang potensial dalam
penyebaran penyakit (Depkes RI, 2004).
Higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang,
tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan
penyakit atau gangguan kesehatan. Persyaratan higiene sanitasi adalah ketentuanketentuan teknis yang ditetapkan terhadap produk rumah makan dan restoran,
personel dan perlengkapannya yang meliputi persyaratan bakteriologis, kimia dan
fisika. Dalam kegiatan proses produksi makanan, pentingnya tindakan higiene
sanitasi merupakan salah satu upaya untuk menghindari terjadinya pencemaran
terhadap hasil produksi (Depkes RI, 2003).
Semakin berkembangnya ilmu dan teknologi semakin banyak intervensi
manusia dalam pembentukan atau pengolahan bahan makanan. Selain
memperhatikan higiene sanitasi makanan kita juga harus memperhatikan bahan
tambahan yang ditambahkan kedalam makanan. Untuk mendapatkan makanan
yang beraroma menarik, rasa enak, warna, dan keawetan suatu makanan sering
pada
proses
pengolahan
ditambahkan
bahan
tambahan
makanan
(Widyaningsih, 2006).
Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan
sebagai makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan
sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk
organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan,
Universitas Sumatera Utara
3
pengemasan, penyimpanan, atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau
diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau
mempengaruhi sifat khas makanan tersebut (Sartono, 2002). Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 33 tahun 2012 ada bahan
makanan yang diijinkan untuk ditambahkan didalam makanan dan ada yang tidak
diijinkan, diantaranya adalah formalin yang merupakan bahan tambahan yang
tidak diijinkan ditambahkan kedalam makanan.
Formalin adalah cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak
berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lender hidung
dengan tenggorokan, dan rasa membakar. Dapat bercampur dalam air dan alkohol,
tetapi tidak bercampur dalam klorofom dan eter (Cahyadi, 2006).
Menurut Widyaningsih dan Erni (2006) ada beberapa hal yang
menyebabkan pemakaian formalin untuk bahan tambahan pangan (pengawet)
meningkat, antara lain karena harganya yang jauh lebih murah dibanding
pengawet lainnya seperti natrium benzoat atau natrium sorbet. Selain itu jumlah
yang digunakan tidak perlu sebesar pengawet lainnya, mudah digunakan untuk
proses pengawetan karena bentuknya larutan, mudah didapatkan di toko bahan
kimia dalam jumlah besar, dan rendahnya pengetahuan masyarakat produsen
tentang bahaya formalin.
Penggunaan formalin yang sebenarnya adalah sebagai bahan anti septik,
desinfektan, dan bahan pengawet dalam biologi. Kenyataannya kita masih bisa
menemukan pemakaian zat ini di beberapa bahan makanan. Formalin paling
banyak ditemukan pada jenis makanan seperti pada mie ayam, ikan asin, ayam
Universitas Sumatera Utara
4
potong, ikan segar atau basah, mie goreng, segala jenis mie basah maupun bakso
namun yang paling sering ditemukan pada tahu. (Syah, 2005).
Formalin dapat memberi efek negatif yang cukup fatal bagi kesehatan
tubuh, karena sifat formalin sendiri sangat mudah diserap melalui saluran
pernapasan dan pencernaan ketika konsumen menggunakan zat ini. Formalin yang
dicampurkan ke dalam makanan akan bereaksi cepat dengan lapisan lendir di
saluran pernapasan dan saluran pencernaan. Pada dosis rendah formalin dapat
menyebabkan sakit perut akut disertai muntah-muntah, menimbulkan depresi
susunan saraf serta kegagalan peredaran darah. Selain itu menyebabkan iritasi
lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat
mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan). Pada dosis tinggi formalin
dapat menyebabkan kejang-kejang, kencing darah, tidak bisa kencing, dan muntah
darah hingga menyebabkan kematian (Syah dkk, 2005).
Tahu merupakan makanan sumber protein nabati yang sangat populer
setelah tempe. Tahu sudah menjadi menu makanan sehari-hari masyarakat
Indonesia. Tahu selain rasanya enak, harganya juga relatif murah. Tahu
merupakan makanan yang sudah lama dikenal masyarakat dan tidak ada masalah
dengan tahu selama ini. Namun dengan beredarnya kasus formalin pada makanan,
ternyata tahu ini juga terbukti mengandung formalin (widyaningsih dan erni,
2006)
Berdasarkan hasil pemantauan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) di Surabaya, dari 91 contoh pangan olahan yang dijual di pasaran,
sebanyak 24 diantaranya positif mengandung formalin. Selain mie basah,
Universitas Sumatera Utara
5
makanan lain yang banyak mengandung formalin adalah tahu, ikan asin, dan ikan
segar.
Berdasarkan hasil investigasi dan pengujian laboratorium yang dilakukan
Balai Besar POM Jakarta April 2006 ditemukan sejumlah produk pangan seperti
mie basah, dan tahu positif mengandung formalin. Produk berfomalin ini
ditemukan di sejumlah supermarket dan pasar sekitar DKI Jakarta, Banten, Bogor
dan Bekasi.
Berdasarkan hasil penelitian Institute for Science and Tecnology Studies
(ISTECS) mengungkapkan bahwa 90% tahu yang beredar di wilayah Jakarta
Selatan dan Bogor ternyata menggunakan formalin. Penggunaan formalin tersebut
dilakukan para pedagang tahu tradisional sebagai bahan pengawet (Cahyadi,
2006).
Penyidakan yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM) beserta dengan Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan
(KPKP) Pemerintah Kota Jakarta Barat di 5 pasar tradisional Jakarta, dari 320
sampel bahan makanan mereka menemukan 50 potong tahu putih besar dan 10
bungkus asinan caisim (sawi) positif mengandung formalin.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh BPOM Medan pada
Agustus 2015, dari uji formalin yang dilakukan pada tahu dan ikan asin, 40% dari
28 sampel yang diuji dinyatakan positif mengandung formalin.
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan pada salah satu industri
rumah tangga pengolahan tahu yang berada di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan
Medan Polonia terlihat penjamah makanan tidak menggunakan sarung tangan dan
Universitas Sumatera Utara
6
penutup kepala, berbincang-bincang dan membuka baju mereka bahkan ada yang
merokok saat bekerja menjamah tahu. Kebersihan di tempat pengolahan seperti
lantai dan dindingnya terlihat kotor serta alat yang digunakan terlihat kotor dan
tidak terawat. Bak penampungan air bersih untuk proses pengolahan terlihat
ditumbuhi lumut.
Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan pada salah satu
industri rumah tangga pengolahan tahu yang berada di Kelurahan Sari Rejo
Kecamatan Medan Polonia terlihat bahwa tahu memiliki ciri-ciri kenyal, tekstur
yang sangat bagus, kenyal dan tidak mudah hancur.
Berdasarkan hal inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan
penelitian tentang higiene sanitasi pengolahan dan pemeriksaan formalin pada
tahu hasil industri rumah tangga yang berada di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan
Medan Polonia Kota Medan Tahun 2016.
1.2
Perumusan Masalah
Tahu merupakan bahan olahan dari kedelai yang sangat banyak dikonsumsi
oleh berbagai kalangan masyarakat. Tahu memiliki sifat yang mudah mengalami
pembusukan, tidak tahan lama dan sangat mudah hancur. Oleh karena itu tidak
sedikit dari produsen tahu menambahkan bahan tambahan pangan ke dalam
makanan untuk menjaga tekstur, warna dan agar tahan lama. Oleh sebab itu perlu
diperhatikan higiene sanitasi pengolahannya dan pemeriksaan formalin pada tahu
yang di produksi di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia.
Universitas Sumatera Utara
7
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pelaksanaan higiene sanitasi pengolahan dan melakukan
pemeriksaan formalin pada hasil industri rumah tangga pembuatan tahu di
Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kota Medan tahun 2016.
1.3.2
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik produsen tahu di Kelurahan Sari Rejo
Kecamatan Medan Polonia Kota Medan tahun 2016.
2. Untuk megetahui 6 prinsip pelaksanaan higiene sanitasi pengolahan makanan
yang meliputi pemilihan bahan baku, penyimpanan bahan baku, pengolahan,
penyimpanan, pengangkutan, dan penyajian pada hasil industri rumah tangga
pengolahan tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Kota
Medan Tahun 2016.
3. Untuk mengetahui ada tidaknya kandungan formalin pada tahu hasil industri
rumah tangga pengolahan tahu di Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan
Polonia Kota Medan Tahun 2016.
1.4. Manfaat Penelitian
Universitas Sumatera Utara
8
1. Memberi masukan kepada Dinas Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Kota Medan dalam hal pengawasan higiene sanitasi pengolahan
makanan dan penggunaan bahan tambahan pangan yang dilarang.
2. Memberi masukan kepada produsen pembuat tahu tentang dampak kesehatan
yang diakibatkan karena menggunakan bahan tambahan pangan yang tidak
diperbolehkan.
3. Sebagai informasi bagi masyarakat tentang keamanan dalam mengkonsumsi
makanan dan minuman.
4. Menjadi dasar yang dapat digunakan sebagai informasi untuk penelitianpenelitian
selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara