Evaluasi Penggunaan Antibakteri pada Pasien Anak Penderita Diare di Ruang Perawatan Anak RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan di negara berkembang
seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang sangat tinggi.
Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare Departemen Kesehatan dari
tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000
Incidence Rate (IR) penyakit diare 301/ 1.000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi
374/ 1.000 penduduk, 2006 naik menjadi 423/ 1.000 penduduk dan tahun 2010
naik menjasi 411/ 1.000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih
sering terjadi, dengan CFR (Case Fatallity Rate) yang masih tinggi. Pada tahun
2008 terjadi KLB di 69 kecamatan dengan jumlah kasus 8.133 orang, kematian
239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 kecamatan dengan jumlah
kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan ditahun
2010 terjadi KLB di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4.204 orang, dengan
b

kematian 73 orang (CFR 1,74%) (Kemenkes RI, 2011 ).
Berdasarkan data yang diperoleh di Dinas kesehatan Provinsi Sumatera
Utara kasus kejadian diare di Kota Medan sepanjang tahun 2011 sebanyak 29.375

kasus. Jumlah kematian akibat diare di tahun 2011 sebanyak 26 kasus (CFR
0,88%) sedangkan pada tahun 2012 meningkat menjadi 29.769 kasus. Jumlah
kematian akibat diare di tahun 2012 sebanyak 35 kasus (Sumutpos, 2013).
Upaya pengobatan penderita diare sebagian besar adalah dengan terapi
rehidrasi atau dengan pemberian oralit untuk mengganti cairan tubuh yang hilang

1
Universitas Sumatera Utara

akibat adanya dehidrasi. Tetapi 10-20% penyakit diare disebabkan oleh infeksi
sehingga memerlukan antibakteri (Wijaya, 2010).
Sebagian besar kasus diare yang dijumpai adalah diare akut non spesifik
dan umumnya disebabkan rotavirus. Diare ini dapat sembuh dengan sendirinya,
sedangkan diare penyebab spesifik misalnya Shigella dan Amoeba, angka
kejadian sangat kecil dengan tanda-tanda klinik seperti feses disertai lendir, darah
atau panas. Untuk diare jenis ini dibutuhkan pengobatan spesifik (antibakteri)
selain pemberian cairan dan makanan (Depkes RI, 1998). Pemberian antibakteri
hanya diberikan pada bloddy diarrhoe (shigellosis), infeksi kolera dengan
dehidrasi berat, disentri (ada lendir atau darah pada feses), dan infeksi giardiasis
atau amoebiasis. Pemberian antibakteri secara emperis dapat dilakukan, tetapi

terapi antibakteri spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman
(WHO, 2005).
Penggunaan antibakteri perlu didasarkan pada berbagai pertimbangan
khusus menuju penggunaan antibakteri secara rasional. Prinsip penggunaan
antibakteri secara rasional adalah tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat
pasien dan waspada efek samping obat. Pemilihan dan penggunaan terapi
antibakteri yang tepat dan rasional akan menentukan keberhasilan pengobatan
untuk menghidari terjadinya resistensi bakteri (Lisni, dkk, 2008). Keberhasilan
pengobatan antibakteri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jenis antibakteri
dan spektrum antibakteri. Penggunaan antibakteri yang berspektrum luas seperti
antibakteri golongan penisilin, sulfonamida, dan sefalosporin sering digunakan
pada terapi diare yang memerlukan antibakteri.
Penggunaan antibakteri yang tidak rasional dapat menyebabkan resistensi

2
Universitas Sumatera Utara

yaitu bakteri akan memberikan perlawanan terhadap antibakteri. Dalam memilih
antibakteri untuk pasien anak, diperlukan pemahaman farmakologi klinis obat
yang akan dipergunakan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam penggunaan

antibakteri adalah dosis, cara pemberian, dan indikasi pengobatan: apakah sebagai
pengobatan awal (pengobatan empiris), pengobatan definitif (berdasar hasil
biakan), atau untuk pencegahan (profilaksis). Intensitas penggunaan antibakteri
yang relatif tinggi menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman
global bagi kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap antibakteri. Hasil
penelitian Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRIN-Study) terbukti dari
2.494 individu di masyarakat, 43% Escherichia coli resisten terhadap berbagai
jenis antibakteri antara lain: ampisilin (34%), kotrimoksazol (29%) dan
kloramfenikol (25%). Hasil penelitian 781 pasien yang dirawat di rumah sakit
didapatkan 81% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis antibakteri,
yaitu ampisilin (73%), kotrimoksazol (56%), kloramfenikol (43%), siprofloksasin
(22%), dan gentamisin (18%). Di Tanzania sebanyak 91% kasus antibakteri
diresepkan dengan dosis yang salah, sedangkan di India terdapat 90% kasus resep
a

yang tidak memiliki spesifikasi dosis yang jelas (Kemenkes, 2011 ).
Di Indonesia ditemukan rata-rata 50 resep di rumah sakit dan puskesmas
mengandung antibakteri. Berbagai studi menemukan 40-62% antibakteri
digunakan secara tidak tepat, antara lain untuk penyakit-penyakit yang sebenarnya
tidak memerlukan antibakteri. Khusus untuk kawasan Asia Tenggara, penggunaan

antibiotik sangat tinggi, bahkan lebih dari 80% di banyak provinsi di Indonesia.
Beberapa fakta di negara berkembang menunjukkan 40% anak-anak yang terkena
diare akut, selain mendapatkan oralit juga mendapatkan antibiotik yang tidak

3
Universitas Sumatera Utara

a

semestinya diberikan (Kemenkes RI, 2011 ).
Salah satu langkah dalam pencapaian target Millenium Development
Goals/ MDG’s (Goal ke-4) adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian
b

dari tahun 1990 sampai pada 2015 (Kemenkes, 2011 ). Dalam hal ini Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Kota Medan memiliki peranan penting
dalam mensukseskan program tersebut khususnya di Kota Medan. Dimana RSUD
Dr. Pirngadi Kota Medan merupakan rumah sakit rujukan atas mata rantai sistem
kesehatan di Pemerintahan Kota Medan khususnya dan Provinsi Sumatera Utara
pada umumnya (Anonim, 2016).

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan
penelitian terhadap penggunaan antibakteri pada pasien anak penderita diare di
Ruang Perawatan Anak RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan untuk mengevaluasi
kerasionalan terapi antibakteri berdasarkan pedoman tata laksana penggunaan
antibakteri pada penanganan diare dari WHO.

1.2 Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini mengkaji tentang kerasionalan berdasarkan ketepatan
penggunaan antibakteri pada pasien anak penderita diare di Ruang Perawatan
Anak RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan tahun 2015 menurut WHO. Dalam
penelitian ini obat-obat antibakteri yang tercatat dalam rekam medik pasien anak
penderita diare merupakan parameter dan rasionalitas berdasarkan ketepatan
indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis, dan ketepatan pasien sebagai variabel
pengamatan.

4
Universitas Sumatera Utara

Hubungan antara parameter dan variabel tersebut digambarkan dalam
kerangka pikir penelitian seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1.

Profil penggunaan
antibakteri yang tercatat
dalam rekam medik
pasien anak
penderita diare

Rasionalitas
penggunaan antibakteri

Parameter Rasionalitas:
a. Tepat indikasi
b. Tepat obat
c. Tepat dosis
d. Tepat pasien
Gambar 1.1 Skema Kerangka Pikir Penelitian

1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan diatas, maka rumusan
masalah penelitian ini:
a.


Apakah jenis antibakteri yang paling sering diresepkan pada pasien anak
penderita diare di Ruang Perawatan Anak RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan
Tahun 2015 adalah antibakteri yang berspektrum luas?

b.

Apakah penggunaan antibakteri pada pasien anak penderita diare di Ruang
Perawatan Anak RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2015 sudah rasional
berdasarkan ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis dan ketepatan
pasien?

5
Universitas Sumatera Utara

1.4 Hipotesa
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka hipotesa penelitian ini adalah:
a.

Jenis antibakteri yang paling sering diresepkan pada pasien anak penderita

diare di Ruang Perawatan Anak RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2015
adalah anti bakteri berspektrum luas.

b.

Penggunaan antibakteri pada pasien anak penderita diare di Ruang Perawatan
Anak RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2015 sudah rasional
berdasarkan ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis dan ketepatan
pasien.

1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan hipotesis diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk:
a.

Mengetahui gambaran jenis antibakteri yang paling sering diresepkan pada
pasien anak penderita diare di Ruang Perawatan Anak RSUD Dr. Pirngadi
Kota Medan Tahun 2015.

b.


Mengevaluasi rasionalitas penggunaan antibakteri pada pasien anak penderita
diare di Ruang Perawatan Anak RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2015
berdasarkan ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis dan ketepatan
pasien.

1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
a.

Untuk peneliti, dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang
penggunaan antibakteri secara rasional, khususnya penggunaan antibakteri

6
Universitas Sumatera Utara

pada pasien anak penderita diare.
b.

Untuk rumah sakit, diharapkan dari hasil penelitian dapat digunakan sebagai
bahan evaluasi mengenai tata laksana penggunaan antibakteri pada

pengobatan pasien anak penderita diare

dalam praktik di rumah sakit

tersebut.
c.

Untuk peneliti lain, sebagai bahan referensi dan perbandingan bagi penelitian
yang berhubungan dengan evaluasi penggunaan antibakteri pada pasien anak
penderita diare.

7
Universitas Sumatera Utara