Kehidupan Bangsawan Melayu Kesultanan Langkat Sebelum dan Sesudah Revolusi Sosial

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah
Secara umum masyarakat terbagi atas dua golongan yaitu golongan elite dan non

elite. Golongan elite merupakan suatu kelompok minoritas yang biasanya memiliki
kekayaan, kekuasaan, dan kehormatan. 1 Dalam hubungannya dengan penelitian ini, maka
golongan elite yang dimaksud adalah bangsawan Melayu (Langkat), baik bangsawan
penguasa/raja maupun bukan penguasa/raja. Status seseorang yang termasuk dalam golongan
bangsawan Melayu dapat dikenali dari gelar bangsawan yang dipergunakan, antara lain
tengku, raja, datuk, orangkaya (oka), dan wan.
Dalam sistem pemerintahan Kesultanan Langkat, golongan ini memegang peranan
penting. Mereka menduduki posisi tertentu dalam pemerintahan Kesultanan Langkat seperti
penasihat sultan, sekretaris, serta bendahara. Untuk menguasai daerah vasal di Kesultanan
Langkat, sultan memberikan wewenang kepada kerabat dekat atau golongan bangsawan yang
mempunyai hubungan kekerabatan dengan sultan. 2
Keistimewaan itu tidak hanya ada di pemerintahan Kesultanan Langkat, tapi juga
dalam kehidupan ekonomi dan sosial. Dalam hal ekonomi, khususnya golongan bangsawan


1

T.B. Bottomore, Elite dan Masyarakat. Jakarta : Institut Akbar Tanjung. 2006, hlm. 1-2.

2

Ratna, “Birokrasi Kerajaan Melayu Sumatera Timur di Abad XII”, dalam Tesis S2 belum diterbitkan,
Yogyakarta : Pasca Sarjana UGM, 1990, hlm. 76-77.

1
Universitas Sumatera Utara

raja memiliki hak istimewa menyangkut upeti atau pengutipan pajak-pajak tertentu, misalnya
pajak tapak lawang. Pajak tapak lawang adalah pajak yang dikenakan pada seseorang yang
membuka ladang. Setelah memperoleh hasil, maka ia wajib membayar pajak tapak lawang
kepada sultan sebanyak 10 gantang. 3
Di kehidupan sosial, maka keistimewaan yang dimiliki oleh golongan adalah dalam
penggunaan kata-kata tertentu ketika berbicara dengan mereka sebagai tanda penghormatan
kepada mereka. Kata patik dan duli adalah dua kata yang sering diucapkan oleh seseorang

ketika ia berhadapan atau berbicara dengan orang yang dianggap statusnya lebih tinggi dari
dirinya. 4
Pada masa kolonial, keistimewaan ini masih tetap dipertahankan termasuk
mempertahankan sistem pemerintahan kerajaan tradisional ini. Ketika sistem pendidikan
barat diperkenalkan melalui politik etis, ternyata tetap mengutamakan kelompok bangsawan
sehingga lahirlah kelompok-kelompok elite modern yang berasal dari keluarga bangsawan
Melayu. Bangsawan Melayu Langkat yang pernah mengenyam pendidikan modern antara
lain Dr. Abdullah Hod dan Tengku Amir Hamzah yang mendapat gelar meester in de rechten
atau sarjana hukum. Meskipun dalam kapasitas kecil, kaum elite modern dari bangsawan
Melayu Langkat ini juga terjun dalam arus pergerakan Indonesia, seperti misalnya Tengku
Amir Hamzah ketika masih mendapatkan pendidikan di Solo.

3

4

1 gantang = 4,549 liter.
Patik berarti saya dan duli berarti debu, debu pasir di bawah telapak kaki sultan.

2

Universitas Sumatera Utara

Perkenalan bangsawan Melayu pada industri perkebunan yang dipelopori oleh
Nienhuys ikut membawa perubahan dalam kehidupan bangsawan. Kepentingan akan lahan
yang dianggap sebagai milik bangsawan raja (sultan) telah menyebabkan terjalinnya
hubungan kerja sama yang saling menguntungkan antara para pengusaha perkebunan dengan
Sultan Langkat. Atas konsesi tanah perkebunan tersebut, Sultan Langkat mendapat ganti rugi
berupa “honorarium” yang menjadi pendapatan pribadi sultan. 5 Ketika ditemukan sumber
minyak di Pangkalan Brandan membuat kekayaan Sultan Langkat semakin meningkat.
Menurut Anthony Reid, honorarium Sultan Langkat sebesar 472,094 gulden pada tahun
1931. 6
Dari honorarium yang diperoleh, sultan mampu membangun tiga istana megah 7 yang
berada di Tanjung Pura dan Binjai. Selain itu, Sultan Langkat dan kerabat bangsawan
Melayu lainnya mampu membeli barang-barang mewah dan berpesiar. Akan tetapi dari
kekayaan tersebut, sultan juga berusaha untuk memakmurkan rakyatnya. Dari catatan
sejarah, dengan uang pribadinya Sultan Langkat membangun sarana umum seperti mesjid,
makhtab atau sekolah rakyat, dan membagi-bagikan 1 kaleng minyak untuk kebutuhan
sehari-hari. 8 Ketika harga barang naik, sultan mengumumkan bahwa bagi siapa saja yang

5


Anthony Reid, Perjuangan Rakyat : Revolusi dan Hancurnya Kerajaan di Sumatera Timur, Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan, hlm. 88.
6

Ibid., hlm. 89.

7

Ketiga istana itu adalah Istana Darul Aman dan Istana Darussalam di Tanjung Pura dan satu Istana
lagi di Binjai.
8

Tuanku Luckman Sinar. Bangun dan Runtuhnya Kerajaan Melayu di Sumatera Timur. Tanpa Kota
Terbit : Tanpa Penerbit, Tanpa Tahun Terbit, hlm. 244.

3
Universitas Sumatera Utara

tidak mampu membeli beras, sultan akan memberikannya secara cuma-cuma kepada rakyat

dengan syarat dipersilahkan untuk mengaji Al-Qur’an, membaca surat Al-Ikhlas atau
membaca shalawat di Mesjid Azizi Tanjung Pura. 9
Pada masa penjajahan Jepang, kehidupan para sultan berubah. Mereka yang pada
masa Belanda ditimang-timang dengan kekayaan, pada masa Jepang mereka harus bekerja
dan turun ke jalan untuk mengerahkan rakyat sebagai tenaga romusha. Kedudukan mereka
pun di mata Jepang tidak ada bedanya dengan rakyat pribumi. Kaum bangsawan berusaha
mengadakan diplomasi dengan Jepang sehingga perlahan-lahan mereka mendapat sedikit
kepercayaan Jepang untuk menggunakan kekuasaannya demi kepentingan Jepang. Akan
tetapi sikap dan kekuasaan yang dimiliki kelompok bangsawan ketika berkuasa mungkin
telah membuat kelompok yang tergabung dalam partai-partai politik 10 tidak senang. Puncak
ketidaksenangan itu muncul setelah Indonesia merdeka.
Setelah Indonesia merdeka, situasi politik di Sumatera Timur pada waktu itu ikut
bergejolak. Tidak hanya mendapat tantangan adanya isu akan kembalinya Belanda untuk
menjajah Indonesia, tetapi juga dari para pemimpin tradisional yang masih pro kontra
terhadap kemerdekaan Indonesia.Perlu diketahui bahwa salah satu tujuan kemerdekaan
Indonesia tidak hanya bebas dari penderitaan dan dari belenggu penjajah, tetapi terbebas dari

9

Datuk Oka Abdul Hamid A, Sejarah Langkat Mendai Tuah Berseri, Medan : Badan Perpustakaan,

Arsip, dan Dokumentasi Propinsi Sumatera Utara, 2011, hlm. 107.
10

Setelah kemerdekaan Indonesiapartai-partai politik tersebut membentuk Persatuan Perjuangan atau
VolksfrontsdiantaranyaPSI, PNI, dan PKI, disertai laskar pendukungnya. Kelompok revolusioner inilah yang
menjadi dalang peristiwa revolusi sosial di Sumatera Timur.

4
Universitas Sumatera Utara

belenggu pemerintahan yang bersifat otokrasi di bawah kaum bangsawan. Landasan inilah
yang mengakibatkan kelompok revolusioner bersikap radikal. Sikap ragu-ragu yang
ditunjukkan sultan dan kelompok bangsawan Melayu untuk melebur ke dalam Republik
Indonesia dan isu terbentuknya Comite van Ontvangst membuat kelompok revolusioner
percaya diri untuk melancarkan gerakan yang disebut peristiwa Maret 1946 (revolusi
sosial). 11 Banyak keluarga bangsawan yang dibunuh dan ditawan.
Pasca revolusi sosial, gambaran kehidupan bangsawan Melayu Langkat berubah
drastis. Menurut Fachruddin RY 12 , sebagian dari golongan bangsawan yang masih hidup
dibebaskan dari tawanan. Banyak dari mereka yang trauma dan sudah tidak memiliki harta
benda lagi memilih merantau meninggalkan rumahnya. Mereka merantau ke tempat yang

aman, seperti Aceh dan kota Medan. Akan tetapi masih ada yang tetap tinggal di rumahnya
karena tidak tahu mau pergi kemana. Tanah yang mereka miliki dulu dijual untuk memenuhi
kebutuhan hidup, sehingga mereka tidak memiliki harta benda lagi. Berbekal kualitas
seadanya dan peninggalan harta benda yang masih bisa diselamatkan, mereka mencoba untuk
bangkit dari bayang hitam revolusi sosial, dengan menjalankan usaha yang tidak bergantung
dengan orang lain, seperti berdagang, membuka kantor pelayanan jasa, atau bekerja di
kantor-kantor swasta seperti bank.Ada juga yang berusaha mengucilkan diri dari masyarakat
dan sempat menghapus identitas kebangsawanannya.
11

Faktanya adalah tidak semua kesultanan di Sumatera Timur menolak untuk melebur ke dalam
pemerintahan RI, salah satunya adalah Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah dari Kesultanan Serdang. Beliau
memberikan sebagian harta benda yang dimilikinya untuk kepentingan perang kemerdekaan. Mansyur, The
Golden Bridge : Jembatan Emas 1945, Medan : Lembaga Sosial Juang 45 Medan Area, Tanpa Tahun, hlm.
265-266.
12

Wawancara, dengan Fachruddin RY, Stabat, 12 Februari 2014.

5

Universitas Sumatera Utara

Dari uraian di atas maka penelitian yang berjudul “Kehidupan Bangsawan Melayu
Kesultanan Langkat Sebelum dan Sesudah Revolusi Sosial” tentu sangat menarik dikaji.
Alasan peneliti mengapa penelitian ini sangat menarik karena belum pernah dikaji selama
ini. Selain itu, pengalaman revolusi sosial telah mempengaruhi kehidupan golongan
bangsawan Melayu Langkat yang mengalami keterpurukan. Hal ini yang membuat peneliti
merasa tertarik ingin melihat bagaimana kehidupan bangsawan dan apa usaha mereka untuk
bangkit menjalani kehidupannya kembali.
Penelitian ini mengambil skop temporal pada tahun 1946 merupakan periode awal
penelitian ini dikarenakan tahun 1946 merupakan awal tahun terjadinya peristiwa revolusi
sosial. Walaupun batasan awal penelitian dimulai pada tahun 1946, namun untuk melihat
proses perubahan kehidupan bangsawan perlu adanya perbandingan pada masa-masa
sebelumnya yang perlu dikaji. Berakhirnya masa Orde Baru, dan munculnya era
pemerintahan Reformasi hingga awal tahun 2002 merupakan batasan akhir penelitian ini.
Dalam rentang waktu ini, sudah mulai terlihat upaya yang dilakukan kaum bangsawan untuk
bangkit dari masa-masa krusial setelah revolusi sosial, yaitu ditandai dengan upaya mereka
menegakkan kembali pemerintahan adat Kesultanan Langkat yang dipimpin oleh bangsawan
Melayu. Dengan demikian diharapkan akan terlihat dinamika dari berbagai perubahan yang
terjadi, baik dari segi sosial, ekonomi, dan politik terhadap kehidupan golongan bangsawan

Melayu selama kurun waktu tersebut. Untuk skop spasial peneliti membatasi di Langkat
karena salah satu peristiwa revolusi sosial yang tragis terjadi di Langkat. 13
13

Peristiwa revolusi sosial di Sumatera Timur dikenal dengan istilah malam berdarah. Lihat, Reid,
op.cit., hlm. 372.

6
Universitas Sumatera Utara

Dalam penelitian ini, objek penelitiannya adalah golongan bangsawan Melayu
Langkat. Akan tetapi peneliti tidak membatasi bahwa golongan bangsawan yang dimaksud
adalah keluarga dan kerabat kerajaan yang dulunya memiliki kedudukan atau yang menjadi
korban dalam peristiwa revolusi sosial saja, melainkan juga mereka yang termasuk golongan
bangsawan biasa dan mengalami dampak akibat peristiwa revolusi sosial.

1.2

Rumusan Masalah
Di dalam suatu penelitian, rumusan masalah menjadi landasan yang sangat penting


dari sebuah penelitian karena akan memudahkan peneliti di dalam proses pengumpulan data
dan analisis data. Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka permasalahan yang
dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai kehidupan bangsawan Melayu Kesultanan
Langkat sebelum dan sesudah revolusi sosial.
Adapun pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.

Bagaimana gambaran kehidupan kaum bangsawan sebelum terjadi revolusi
sosial?

1.3

2.

Bagaimana proses terjadinya revolusi sosial di Kesultanan Langkat?

3.


Bagaimana gambaran kehidupan kaum bangsawan sesudah revolusi sosial?

Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian merupakan suatu cara untuk menjawab masalah yang kita rumuskan.

Selain itu, penelitian harus memiliki tujuan dan manfaat yang penting karena suatu pekerjaan

7
Universitas Sumatera Utara

sia-sia apabila suatu penelitian tidak memiliki tujuan dan manfaat, bukan hanya bagi peneliti
tetapi juga bagi masyarakat. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menjelaskan bagaimana gambaran kehidupan kaum bangsawan sebelum revolusi
sosial.
2. Menjelaskan bagaimana proses terjadinya revolusi sosial di Kesultanan Langkat.
3. Menjelaskan bagaimana gambaran kehidupan kaum bangsawan sesudah revolusi
sosial.
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Sebagai tambahan perbendaharaan khasanah ilmiah demi perkembangan dunia ilmu
pengetahuan, khususnya bagi ilmu sejarah dalam penelitian sejarah lokal.
2. Sebagai sumber informasi dan motivasi kepada masyarakat.
3. Sebagai sarana informasi dan pengambilan keputusan bagi pihak berkepentingan
dalam penelitian lebih lanjut mengenai pembangunan di Langkat, baik pembangunan
ekonomi maupun pembangunan mental masyarakat sebagai modal sosial.

1.4

Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, selain telah melakukan penelitian ke lapangan dan wawancara,

peneliti juga menggunakan beberapa sumber tertulis dan literatur kepustakaan berupa bukubuku dan laporan sebagai bentuk studi kepustakaan yang dilakukan selama penelitian.
Adapun buku-buku yang peneliti gunakan sebagai acuan tinjauan pustaka ini antara
lain T.B. Bottomore dalam buku Elite dan Masyarakat(2006). Buku ini dapat dijadikan

8
Universitas Sumatera Utara

pencerahan awal mengenai gambaran bagaimana konsep elite sehingga peneliti dapat
memahami keduduka n golongan bangsawan yang menjadi objek penelitian.
Darsiti Soeratman dalam karyanya berjudul Kehidupan Dunia Kraton Surakarta
1830-1939 (1989) menggambarkan bagaimana kehidupan Kraton Surakarta yang dianggap
suci dan gaya hidup para raja dan golongan bangsawan hingga masuknya pengaruh Belanda
di Kraton Surakarta. Meskipun bertema Jawa, buku ini dapat memberikan pemahaman
mengenai kehidupan bangsawan Melayu yang berlatar belakang budaya yang berbeda.
Tesis Ratna yang berjudul Birokrasi Kerajaan Melayu Sumatera Timur di Abad XIX
(1990) juga menjadi referensi bagi peneliti. Dalam tesis tersebut diuraikan tentang status
sosial yang berlaku di Kesultanan Melayu di Sumatera Timur, termasuk Langkat seperti
keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki oleh golongan bangsawan pada waktu itu.
Anthony Reid dalam bukunya berjudul Perjuangan Rakyat : Revolusi dan Hancurnya
Kerajaan di Sumatera Timur(1987). Di dalam buku ini dijelaskan bagaimana sengitnya
perselisihan antara partai-partai politik dan laskar rakyat seperti PSI, PNI, dan PKI dengan
kaum bangsawan. Sikap simpati para sultan terhadap Belanda dan ancaman yang
ditampilkannya terhadap kemerdekaan mengakibatkan timbulnya perpecahan. Hal ini
diperparah dengan adanya isu bahwa kaum bangsawan di Sumatera Timur telah membentuk
Comite van Ontvangst untuk menyambut Belanda sebagai “tuan besar penyelamat” mereka.
Pada akhirnya tanggal 3 Maret 1946 dimulailah peristiwa revolusi sosial di Sumatera Timur.
Untuk wilayah Langkat sendiri peristiwa malam berdarah dimulai pada tanggal 8 Maret

9
Universitas Sumatera Utara

1946. 14Buku ini dapat dijadikan informasi bagi peneliti tentang kondisi di Sumatera Timur
pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda, Pendudukan Jepang, hingga peristiwa revolusi
sosial terjadi, khususnya di Langkat.
Agus Syafwira Lubis dalam skripsinya berjudul Amir Hamzah (Biografi) (1990).
Dalam skripsi ini menggambarkan bagaimana sejarah hidup Amir Hamzah sejak kecil hingga
meletusnya revolusi sosial di Langkat yang mengakhiri riwayat hidupnya karena dituduh pro
Belanda. Skripsi ini dapat dijadikan informasi bagi peneliti karena skripsi ini secara tidak
langsung memberikan gambaran kepada peneliti bagaimana dampak revolusi sosial terhadap
kaum bangsawan yang menjadi sasaran utama.
Susilo dalam skripsinya berjudul Pengaruh Revolusi Sosial di Langkat Terhadap
Kondisi Sosial Ekonomi Bangsawan Melayu di Kabupaten Langkat (2008). Meskipun
terdapat kesamaaan dalam topik penulisannya, namun terdapat perbedaan dari pendekatan
(perspektif) sejarah yang digunakan oleh penulis dalam skripsi ini. Selain itu terdapat
perbedaan dalam pengumpulan sumber karena penulis sebelumnya (Susilo) hanya
menggunakan sumber sekunder sedangkan penulis menggunakan sumber primer yaitu arsip.
Penulis juga menggunakan sumber lisan berupa rekaman wawancara dengan para informan
yang telah didokumentasikan menjadi arsip. Dari isi tulisan pun terdapat kelemahan karena
penulis sebelumnya kurang detail menggambarkan seperti apa kehidupan bangsawan Melayu
Langkat ketika berada di tahanan atau pengungsian dan bagaimana kehidupan mereka setelah

14

Reid, op.cit.,hlm. 377.

10
Universitas Sumatera Utara

bebas kembali. Untuk itu, penulis berusaha menutupi kelemahan-kelemahan itu dengan
menemukan sumber-sumber yang lebih lengkap dan objektif sehingga akan diperoleh sebuah
kebenaran fakta baru tentang penafsiran kehidupan bangsawan Melayu Kesultanan Langkat
pasca revolusi sosial. Akan tetapi skripsi ini dapat dijadikan pedoman karena di dalamnya
menggambarkan bagaimana perubahan kehidupan bangsawan Melayu pasca revolusi sosial
dari segi sosial dan ekonomi.
1.5

Metode Penelitian
Metode Penelitian adalah suatu cara atau aturan yang sistematis yang digunakan

sebagai proses untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip untuk mencari kebenaran
dari sebuah permasalahan. Dalam menulis peristiwa sejarah pada masa lampau yang
direalisasikan dalam bentuk penulisan sejarah (historiografi), tentu harus menggunakan
metode sejarah. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis
rekaman dan peninggalan masa lampau.

15

Dalam penerapannya, metode sejarah

menggunakan empat tahapan pokok, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.
Pada tahap pertama (heuristik) merupakan proses mengumpulkan dan menemukan
sumber baik sumber tertulis maupun lisan yang sesuai untuk mendukung objek yang diteliti.
Dalam melaksanakan tahap ini penelititelah melakukan studi kepustakaan dan studi arsip.
Studi kepustakaan dilakukan dengan mengunjungi perpustakaan seperti ke Perpustakaan
Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera

15

Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terjemahan dari Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press,
1985, hlm. 32.

11
Universitas Sumatera Utara

Utara,Perpustakaan Unimed, Perpustakaan Pusat Studi Sejarah dan Ilmu Sosial (Pussis),
Perpustakaan Daerah Sumatera Utara, dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
(PNRI). Dari studi kepustakaan ini, penulis berhasil mengumpulkan sumber-sumber tertulis
(sumber sekunder) berupa buku-buku dan koran terbitan tahun 1945-1946 sepertiSoeloeh
Merdeka, Harian Merdeka, Semangat Merdeka, serta beberapa artikel yang berhubungan
dengan topik skripsi. Studi arsip dilakukan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI),
Selama melakukan studi arsip di ANRI, penulis telah mengumpulkan sumber-sumber tertulis
berupa, arsip terbitan Pemerintah Kolonial Belanda seperti NEFIS, Algemeene Secretarie,
dan arsip terbitan Republik Indonesia seperti surat-surat dalam bentuk telegram. Selain itu,
penulis juga telah mengumpulkan rekaman wawancara (sumber lisan) terhadap para korban
yang mengalami revolusi sosial di Langkat, yang direkam dalam bentuk kaset.
Selain itu juga telah dilakukan studi lapangan (field-research) untuk mengumpulkan
sumber lisan melalui teknik wawancara terhadap para informan, khususnya golongan
bangsawan, baik yang secara langsung mengalami peristiwa revolusisosial ataupun yang
mengalami dampak dari revolusi sosial. Dalam hal ini peneliti menggunakan interview guide
sebagai pedoman wawancara, dan wawancara dilakukan secara mendalam. Selama
melakukan wawancara dengan para informan, penulis mengalami sedikit hambatan,
dikarenakan faktor usia dan banyak yang sudah meninggal, jarak waktu dengan peristiwa,
psikologis, dan keterbatasan daya ingat para informan sehingga hanya ada beberapa orang
yang dapat memenuhi kriteria sebagai informan. Mengenai nama-nama informan yang
berhasil penulis wawancarai dapat dilihat pada daftar informan.

12
Universitas Sumatera Utara

Setelah mengumpulkan sumber, tahap kedua yang telah dilakukan adalah kritik
sumber. Ada dua macam kritik sumber yaitu kritik eksternal dan kritik internal. Kritik
eksternal dilakukan untuk menguji sumber guna mengetahui otentisitas sumber. Dalam hal
ini kritik menyangkut arsip atau dokumen, seperti apakah dokumen itu berhubungan dengan
objek yang ingin diteliti, apakah palsu atau sejati, apakah utuh atau sudah diubah sebagian
bagiannya. Kritik internal dilakukan untuk menentukan apakah sumber tersebut memang
telah kita kehendaki, apakah isi sumber dapat dipercaya atau tidak, apakah isi sumber
memuat fakta sejarah yang benar, dengan membandingkan isi sumber dengan sumber lain,
baik melalui gaya bahasa, penulisan, maupun kertas yang digunakan.
Setelah pengumpulan dan analisis data dilakukan, maka tahap ketiga yang telah
dilakukan adalah interpretasi. Interpretasi merupakan tahap untuk menafsirkan fakta, yaitu
data yang telah dikumpulkan kemudian dibandingkan sehingga akan diperoleh data yang
objektif untuk diceritakan kembali ke dalam sebuah tulisan.
Pada tahap terakhir yaitu historiografi merupakan proses mensintesakan fakta ke
dalam penulisan sejarahyang bersifat kronologis, analitis, dan bersifat ilmiah sehingga tahap
akhir dalam penulisan ini telahdituangkan dalam bentuk skripsi.

13
Universitas Sumatera Utara