Pemanfaatan Limbah Sayuran Fermentasi Terhadap Persentase Non Karkas Pada Domba Lokal

TINJAUAN PUSTAKA

Limbah Sayuran
Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah pasar yang banyak mengandung
bahan organik adalah sampah-sampah hasil pertanian seperti sayuran, buahbuahan dan daun-daunan serta dari hasil perikanan dan peternakan. Limbah
sayuran adalah bagian dari sayuran atau sayuran yang sudah tidak dapat
digunakan atau dibuang. Limbah buah-buahan terdiri dari limbah buah semangka,
melon, pepaya, jeruk, nenas dan lain-lain sedangkan limbah sayuran terdiri dari
limbah daun bawang, seledri, sawi hijau, sawi putih, kol, limbah kecambah
kacang hijau, klobot jagung, daun kembang kol dan masih banyak lagi limbahlimbah sayuran lainnya. Namun yang lebih berpeluang digunakan sebagai bahan
pengganti hijauan untuk pakan ternak adalah limbah sayuran karena selain
ketersediaannya yang melimpah, limbah sayuran juga memiliki kadar air yang
relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan limbah buah-buahan sehingga jika
limbah sayuran dipergunakan sebagai bahan baku untuk pakan ternak maka bahan
pakan tersebut akan relatif tahan lama atau tidak mudah busuk.
Limbah sayuran berpotensi sebagai bahan pakan ternak, akan tetapi limbah
tersebut

sebagian

besar


mempunyai

kecenderungan

mudah

mengalami

pembusukan dan kerusakan, sehingga perlu dilakukan pengolahan untuk
memperpanjang masa simpan serta untuk menekan efek anti nutrisi yang
umumnya berupa alkaloid. Dengan teknologi pakan, limbah sayuran dapat diolah
menjadi tepung dan silase dapat digunakan sebagai pakan ternak. Manfaat dari
teknologi pakan antara lain dapat meningkatkan kualitas nutrisi limbah sebagai
pakan, serta dapat disimpan dalam kurun waktu yang cukup lama sebagai

Universitas Sumatera Utara

cadangan pakan ternak saat kondisi sulit mendapatkan pakan hijauan
(Syananta, 2009).

Limbah sayuran akan bernilai guna jika dimanfaatkan sebagai pakan
melalui pengolahan. Hal tersebut karena pemanfaatan limbah sayuran sebagai
bahan pakan dalam ransum harus bebas dari efek anti-nutrisi, terlebih toksik yang
dapat menghambat pertumbuhan ternak yang bersangkutan. Limbah sayuran
mengandung anti nutrisi berupa alkaloid dan rentan oleh pembusukan sehingga
perlu dilakukan pengolahan ke dalam bentuk lain agar dapat dimanfaatkan secara
optimal dalam susunan ransum ternak (Rusmana et al., 2007).
Tabel 1. Kandungan nutrisi beberapa limbah sayuran
Kandungan Nutrisi dalam 100% BK
Nama Bahan
Daun Wortel a
Daun Kol a
Buncis b
Kol b
Sawi b
Klobot Jagung c
Sumber :

Air
86,22

93,64
90,96
83,61
93,82
-

Abu
2,66
0,29
0,59
1,76
1,30
2,80

Protein

Lemak

3,61
1,26

2,26
3,03
1,42
5,33

0,23
1,26
0,22
0,48
0,15
0,61

Serat
Karbohidrat
Kasar
1,38
5,90
1,73
1,65
2,34

3,75
1,03
48,19
-

a

Balai Riset dan Standarisasi Industri Manado (2014).
Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak UNILA (2015).
c
Syananta (2009).
b

Pengolahan limbah sayuran untuk pakan alternatif ternak berpotensi
untuk membantu menekan biaya pakan ternak yang umumnya dapat mencapai
70% dari seluruh biaya usaha tani ternak, serta untuk membantu dalam
penyediaan bahan pakan ternak dengan jumlah kebutuhan pakan ternak kambing
atau domba per hari per ekor mencapai 4% dari bobot badan, sehingga untuk satu
ekor kambing dan domba dengan bobot badan 20 – 30 kg membutuhkan
0,8 – 1 kg pakan (Saenab dan Retnani, 2011).


Universitas Sumatera Utara

Fermentasi
Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa organik menjadi
sederhana

yang

melibatkan

mikroorganisme.

Proses

fermentasi

dapat

meningkatkan ketersediaan zat-zat makanan seperti protein dan energi metabolis

serta mampu memecah komponen kompleks menjadi komponen sederhana
(Zakariah, 2012). Fermentasi terbagi atas dua jenis, yakni homofermentatif dan
heterofermentatif. Homofermentatif adalah fermentasi yang produk akhirnya
hanya berupa asam laktat. Contoh homofermentatif adalah proses fermentasi yang
terjadi dalam pembuatan yoghurt. Heterofermentatif adalah fermentasi yang
produk akhirnya berupa asam laktat dan etanol sama banyak. Contoh
heterofermentatif adalah proses fermentasi yang terjadi dalam pembuatan tape
(Belitz et al., 2009).
Eko et al. (2012) menyatakan bahwa tujuan dari fermentasi yaitu untuk
mengubah selulosa menjadi senyawa yang lebih sederhana melalui dipolimerisasi
dan memperbanyak protein mikroorganisme.
Limbah sayuran memiliki beberapa kelemahan sebagai pakan, antara lain
mempunyai kadar air tinggi (91,56%) yang menyebabkan cepat busuk sehingga
kualitasnya sebagai pakan cepat menurun. Oleh karena itu, limbah sayuran tidak
bisa diberikan langsung kepada ternak perlu diolah terlebih dahulu untuk
mempertahankan kualitasnya. Pengolahan dengan cara fermentasi telah mampu
mengawetkan dan mempertahankan kualitas sampah organik sebagai bahan pakan
(Muktiani et al., 2006).
Selama proses fermentasi terjadi, bermacam-macam perubahan komposisi
kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, kelembaban, aroma serta


Universitas Sumatera Utara

perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan
penurunan serat kasar. Semuanya mengalami perubahan akibat aktivitas dan
perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi
pemecahan enzim-enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna,
misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama proses
fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkannya enzim juga
dihasilkan protein ekstraseluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga
terjadi peningkatan kadar protein (Sembiring, 2006).

Pakan
Kandungan zat makanan yang penting untuk diperhatikan dalam ransum
kambing adalah energi dan protein. Protein banyak terdapat pada jaringan otot dan
dapat digunakan sebagai sumber energi. Anggorodi (1990), menambahkan bahwa
protein merupakan zat yang esensial bagi kehidupan karena zat tersebut
merupakan protoplasma aktif dalam semua sel hidup. Protein merupakan bagian
utama dari susunan saraf dan bagian penting dari tulang kerangka yang
memberikan kekuatan dan kekenyalan pada tulang tersebut. Jika diberi pakan

yang kandungan proteinnya melebihi kebutuhan hidup pokok ternak, produksi dan
reproduksi, maka dalam batas-batas tertentu protein akan di deaminasi dalam hati
untuk digunakan sebagai sumber energi.
Hijauan segar adalah semua bahan pakan yang diberikan kepada ternak
dalam bentuk segar, baik yang dipotong terlebih dahulu (oleh manusia) maupun
yang tidak (direnggut langsung oleh ternak). Hijauan segar umumnya terdiri atas
daun-daunan yang berasal dari rumput-rumputan, tanaman biji-bijian atau jenis
kacang-kacangan. Rumput-rumputan merupakan hijauan segar yang sangat

Universitas Sumatera Utara

disukai ternak, mudah diperoleh karena memiliki kemampuan tumbuh tinggi,
terutama didaerah tropis meskipun sering dipotong/direnggut langsung oleh ternak
(Hartadi et al., 1997).
Rumput kolonjono memiliki komposisi kimia sebagai berikut; bahan
kering 91,60 %, bahan organik 88,57%, protein kasar 6,82%, serat kasar 31,24 %,
lemak kasar 1,63%, abu 16,63%, BETN 44,19%, kalsium 0,35% dan
phosphor 0,87% (Harfiah , 2007).
Konsentrat merupakan pakan penguat yang terdiri dari bahan pakan yang
kaya karbohidrat dan protein seperti dedak padi, jagung kuning dan

bungkil-bungkilan. Menurut

Darmono (1993), bahwa pakan penguat atau

konsentrat adalah pakan yang berasal dari biji-bijian dan mengandung protein
yang

cukup

tinggi

dan

mengandung

serat

kasar

kurang


dari

18%.

Hartadi et al. (1997), menambahkan bahwa konsentrat adalah suatu bahan pakan
yang dipergunakan bersama bahan pakan lain untuk meningkatkan keserasian gizi
dari keseluruhan makanan dan dimaksudkan untuk disatukan dan dicampur
sebagai suplemen (pelengkap) atau makanan pelengkap. Pakan penguat atau
konsentrat diberikan dengan tujuan menambah nilai gizi pakan, menambah unsur
pakan yang defisiensi dan meningkatkan konsumsi pakan (Murtidjo, 1993).
Konsentrat dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu konsentrat sumber protein dan
konsentrat sumber energi. Konsentrat dikatakan sebagai sumber energi apabila
mempunyai kandungan protein kasar kurang dari 20% dan serat kasar 18%,
sedangkan konsentrat dikatakan sebagai sumber protein karena mempunyai
kandungan protein lebih besar dari 20% (Tillman et al., 1991).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2. Kebutuhan nilai nutrisi domba untuk pertumbuhan
BK

BB
(Kg)

(Kg)

%BB

5
10
15
20
25
30

0.14
0.25
0.36
0.51
0.62
0.81

2.8
2.5
2.4
2.6
2.5
2.7

Energi
ME
TDN
(Mcal)
(Kg)
0.60
1.01
1.37
1.80
1.91
2.44

0.61
1.28
0.38
0.50
0.53
0.67

Protein
Total
DD
(g)
51
81
115
150
160
204

41
68
92
120
128
163

Ca (g)

P (g)

1.91
2.30
2.80
3.40
4.10
4.80

1.4
1.6
1.9
2.3
2.8
2.3

Sumber: Haryanto dan Andi (1993)

Kebutuhan ternak akan zat-zat gizi bervariasi antar species ternak dan
umur fisologis yang berlainan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
zat gizi antar lain adalah jenis kelamin, tingkat produksi keadaan lingkungan serta
aktifitas fisik ternak. Zat makanan yang diperlukan ternak dapat dipisahkan
menjadi komponen utama antara lain energi, protein, mineral dan vitamin. Zat-zat
makanan tersebut berasal dari pakan yang dikonsumsi (Haryanto, 1992).
Parakkasi (1995), menyatakan bahwa pemberian konsentrat terlampau
banyak akan meningkatkan energi konsentrasi pakan yang dapat menurunkan
tingkat konsumsi sehingga tingkat konsumsi energi sendiri dapat berkurang.
Kebutuhan

ternak

ruminansia

terhadap

pakan

dicerminkan

oleh

kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat
tergantung pada jenis, umur, fase pertumbuhan (dewasa, bunting dan menyusui),
kondisi tubuh (normal atau sakit), dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur,
kelembaban dan nisbi udara) serta bobot badannya. Jadi setiap ekor ternak yang
berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda (Kartadisastra, 1997).

Universitas Sumatera Utara

Domba
Ternak domba termasuk dalam phylum Chordata, kelas Mammalia, ordo
Artiodactyla, subfamili Cuprinae, famili Bovidae, genus Ovis dan spesies Ovis
aries (Damron dan Stephen, 2006). Subfamili Cuprinae berasal dari dataran tinggi
di daerah pegunungan dan berkembang menjadi spesies, subspesies, varietas serta
ras-ras lokal tertentu. Ternak domba dari Asia tersebar kesebelah barat antara lain
Mediterania, termasuk Eropa dan Afrika serta kesebelah timur tersebar ke daerah
subkontinen India dan Asia Tenggara (Devendra dan Mc Leroy. 1982).
Menurut Freer dan Dove (2002) domba merupakan ternak yang pertama
kali didomestikasi, dimulai dari daerah Kaspia, Iran, India, Asia Barat, Asia
Tenggara dan Eropa sampai ke Afrika. Di Indonesia, domba dikelompokkan
menjadi 1. Domba ekor tipis (Javanese thin tailed); 2. Domba ekor gemuk
(Javanese fat tailed); 3. Domba Priangan atau dikenal juga sebagai domba garut.
Pada awalnya proses pembudidayaan domba lebih banyak menggunakan
sistem penggembalaan di padang pastura, namun sistem ini banyak terdapat
kelemahan

seperti

area

pastura

yang

semakin

berkurang,

manajemen

pemeliharaan yang buruk, terlalu banyak parasit dan pendapatan yang diperoleh
sedikit dan seiring dengan berkembangnya industri peternakan domba, metode
pemeliharaan ternak mulai beralih ke sistem kandang (Ensminger et al., 1990).
Pendapat lain menyatakan bahwa bobot badan dewasa dapat mencapai 3040 kg pada jantan dan betina 20-25 kg dengan persentase karkas 44-49%
(Tiesnamurti, 1992).

Universitas Sumatera Utara

Sistem Pencernaan Domba
Sistem pencernaan adalah sebuah sistem yang terdiri dari saluran
pencernaan yang dilengkapi dengan beberapa organ yang bertanggung jawab atas
pengambilan, penerimaan dan pencernaan bahan pakan dalam perjalanannya
menuju tubuh (saluran pencernaan) mulai dari rongga mulut sampai ke anus.
Disamping itu sistem pencernaan bertanggung jawab pula atas pengeluaran
(ekskresi) bahan-bahan pakan yang tidak terserap atau tidak dapat kembali
(Parakkasi, 1995).
Proses utama pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik atau mikroba.
Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut dan gerakangerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi otot sepanjang usus.
Pencernaan enzimatik atau kimawi dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh
sel-sel dalam tubuh berupa getah-getah pencernaan (Tillman et al.,1991).
Saluran pencernaan pada ternak ruminansia lebih panjang dan lebih
kompleks dibandingkan dengan saluran pencernaan ternak lainnya. Pada ternak
ruminansia modifikasi lambung dibedakan menjadi empat bagian yaitu, rumen
(perut besar), retikulum (perut jala), omasum (perut kitab) dan abomasum.
Dengan ukuran yang bervariasi sesuai dengan umur dan makanan alamiahnya.
Kapasitas rumen 80%, retikulum 5%, omasum 7-8% dan abomasum 7-8%
(Prawirokusumo, 1994).

Ruminansia secara spesifik mampu mensintesis asam-asam amino dari
unsur-unsur yang dihasilkan oleh berbagai proses yang terjadi di dalam rumen.
Itulah sebabnya ruminansia mampu mengkonsumsi urea (yang merupakan

non-

protein nitrogen) dalam jumlah terbatas, yang di dalam rumen terurai menjadi

Universitas Sumatera Utara

NH3 dan merupakan bahan utama pembentukan asam-asam amino. Selain dari
bahan pakan yang dikonsumsinya, kebutuhan tubuh ruminansia terhadap protein
juga dipenuhi dari mikroba rumen (Sodiq dan Abidin, 2002).

Komponen Non Karkas
Non

karkas ternak adalah hasil pemotongan ternak yang terdiri dari,

kepala, kulit, organ-organ internal, kaki bagian bawah dari sendi karpal dan kaki,
sendi tarsal dan kaki belakang (Soeparno, 2005). Menurut Sembiring et al. (2006)
persentasi bobot non karkas dapat diperoleh dengan pembagian bobot non karkas
(kulit, kepala, kaki, hati, limpa paru-paru, trakea, jantung, testis, lemak omental,
ekor) dengan bobot tubuh kosong dikali 100%.
Bagian mamalia non karkas adalah bagian tubuh hewan mamalia selain
karkas yang layak dimakan seperti kepala (terdiri dari otak, lidah, hidung, telinga
dan tetelan kepala), kulit, kikil, ekor, tulang, kaki dan jeroan, setelah diberi
perlakuan pembersihan yang cukup sehingga layak digunakan sebagai bahan
pangan ( Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia, 2015).
Non karkas merupakan hasil pemotongan ternak selain karkas dan lazim
disebut offal. Non karkas terdiri dari bagian yang layak (offal edible) dan tidak
layak dimakan (offal non edible). Hasil pemotongan ternak selain karkas adalah
bagian non karkas. Non karkas terdiri dari bagian yang layak dimakan dan yang
tidak layak dimakan (Soeparno, 2005).
Komponen sisa karkas terdiri dari organ internal dan organ eksternal.
Organ internal terdiri atas hati, jantung, paru-paru, sedangkan yang termasuk
eksternal adalah kepala, kulit dan kaki (Whytes dan Ramsay, 1979).

Universitas Sumatera Utara

Bagian non karkas meliputi bobot kulit, jeroan merah (hati, ginjal, limfa
dan paru-paru), jeroan hijau kosong (lemak

internal, lambung yaitu rumen,

retikulum, omasum, abomasum dan usus yang telah dibersihkan dari isi saluran
pencernaan), kaki, kepala dan ekor. Bobot non karkas (kg) diperoleh dari hasil
penimbangan komponen-komponen non karkas. Persentase non karkas (%)
diperoleh dari bobot bagian non karkas dibagi dengan bobot karkas kemudian
dikalikan 100% (Juliyanti, 2013).
Ridwan (1991), dalam Ginting et al. (2011) menyatakan bahwa yang
menyatakan bahwa domba yang mengkonsumsi nutrisi yang tinggi mempunyai
jantung, paru-paru yang lebih berat dari pada domba yang mengkonsumsi nutrisi
yang lebih rendah.
Bobot non karkas diperoleh dengan menimbang bagian non karkas.
Persentase karkas diperoleh dengan membandingkan bobot karkas dan bobot
potong, sedangkan persentase non karkas diperoleh dengan membandingkan
bobot non karkas dengan bobot potong. Penimbangan non karkas dilakukan untuk
masing-masing komponen yaitu kepala, darah, organ-organ dalam kecuali ginjal
keempat kaki bagian bawah, ekor, kulit dan bulu (Pubowati, 2011).
Komponen sisa karkas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain,
bangsa ternak adalah pengaruh bangsa yang berhubungan dengan perbedaan
genetik tiap bangsa dalam mencapai ukuran dewasa, tiap bangsa terdapat
perbedaan kecepatan pertumbuhan dari komponen tubuh. Akibat perbedaan
tersebut akan meningkatkan perbedaan proporsi tubuh pada berat yang sama.
Peningkatan kandungan konsentrat pada ransum akan menurunkan isi perut dan
meningkatkan persentase karkas. Apabila pemberian serat kasar tinggi akan

Universitas Sumatera Utara

meningkatkan

isi

perut

dan

menurunkan

persentase

karkas

(Whytes dan Ramsay, 1979).
Berat karkas juga dipengaruhi oleh umur ternak, jenis kelamin, kecepatan
pertumbuhan, metode pemotongan, lingkungan serta berat bagian/organ non
karkas. Ternak yang diberi pakan berenergi tinggi memberikan berat, ginjal, kulit
dan bulu yang lebih berat dibandingkaan ternak yang diberi pakan berenergi
rendah, sedangkan kepala, kaki dan ekor ternak yang laju pertumbuhannya lambat
memberikan berat yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan cepat
(Murray dan Slezacek, 1978).
Menurut Soeparno (2005), bahwa perlakuan nutrisional mempunyai
pengaruh berbeda terhadap berat non karkas. Berat non karkas dapat
mempengaruhi berat karkas, apabila berat non karkas semakin meningkat maka
perolehan berat karkas yang dihasilkan akan semakin menurun. Hal ini terjadi
karena jumlah non karkas yang dihasilkan lebih banyak daripada jumlah karkas
dari ternak tersebut. Pola pertumbuhan organ seperti hati, ginjal, dan saluran
pencernaan menunjukkan adanya variasi, sedangkan organ yang berhubungan
digesti dan metabolisme menunjukan perubahan berat yang besar sesuai dengan
status nutrisionalnya.
Tobing et al. (2004) dalam Hudallah et al. (2007), menyatakan bahwa
kepala dan kaki merupakan komponen yang mengalami pertumbuhan yang besar
pada awal kehidupan, tetapi mengalami penurunan pertumbuhan pada akhir
kehidupan, sedangkan bobot kulit dan volume darah pada domba sebanding
dengan bobot potongnya. Domba yang digunakan adalah domba lokal (JEK)

Universitas Sumatera Utara

sehingga deposisi lemak tidak berada pada bagian ekor, tapi pada bagian lain
seperti viscera dan bagian bawah kulit.
Menurut Soeparno (2005), konsumsi nutrisi tinggi meningkatkan berat
hati, rumen, omasum, usus besar, usus kecil dan total alat pencernaan, tetapi
sebaliknya bagi berat kepala dan kaki perlakuan dan nutrisi serta spesies pastura
dan pangonan pada domba tidak mempengaruhi berat kepala, kaki dan kulit pada
berat tubuh yang sama.
Pada waktu lahir bagian kepala, leher dan kaki depan ternak relatif telah
berkembang dengan sempurna dan setelah itu proporsi dari ketiganya menurun
relatif dengan meningkatnya proporsi bagian lain yang mempunyai nilai ekonomis
tinggi, pada saat lahir sampai tercapainya bobot dewasa oleh karena jantung dan
paru-paru merupakan bagian tubuh yang sangat vital proporsinya menurun
masing-masing dari 0,8% menjadi 0,6% dan dari 1,8% menjadi 1,6%.
(Suhendar ,1984).
Berg dan Butterfield (1976)

dalam Lusyana et al. (2014), yang

menyampaikan kadar laju pertumbuhan beberapa komponen non karkas hamper
sama dengan kadar laju pertumbuhan tubuh, misalnya abomasum dan usus besar
mencapai kedewasaan hampir bersamaan dengan tubuh. Usus kecil tumbuh lebih
cepat dari pada usus besar dan abomasum. Berat rumen retikulum dan omasum
meningkat dengan cepat pada awal kehidupan post natal. Meskipun demikian
berat total saluran pencernaan menurun pada saat mencapai kedewasaan.

Universitas Sumatera Utara

Menurut

Wilson, (1958) bahwa bobot total saluran pencernaan pada

waktu lahir proporsinya meningkat terhadap bobot tubuh pada saat tercapainya
dewasa tubuh.

Komponen Non Karkas Layak Dimakan (offal edible)
Di Indonesia, bagian non karkas yang layak dimakan seperti darah, kulit,
kepala, ekor dan viscera (hati, jantung, paru-paru dan saluran pencernaan) juga
bernilai ekonomi tinggi, karena merupakan bahan pangan yang disukai
masyarakat. Beberapa komponen non karkas yang tidak layak dimakan tetapi
diolah dengan teknologi tinggi dapat memberikan keuntungan financial yang
besar (Soeparno, 2005).
Menurut Goodwin (1977), proporsi hasil pemotongan sapi dapat
dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu karkas (58%), non karkas yang dapat
dimakan sebesar 13%, non karkas yang tidak dapat dimakan mempunyai proporsi
13%, isi saluran pencernaan dan darah 14%, sedangkan lain-lain 2%. Komponen
nonkarkas yang dapat dimakan meliputi hati, jantung, paru-paru dan saluran
pencernaan.
Menurut Balkely dan Bade (1991), komponen-komponen non karkas yang
tidak layak dimakan dapat diproses dan dimanfaatkan menjadi produk-produk
yang bernilai ekonomis cukup tinggi. Rincian pemamfaatan bagian non karkas
yang layak dimakan dapat dilihat pada Tabel 3.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3. Pemamfaatan bagian offal/non-karkas ternak kambing atau domba
yang layak dimakan
Komponen non Karakas
Otak, jantung, ginjal, hati, paru-paru,
limpa, pankreas dan lidah
Ekor
Pipi dan tetelan kepala
Ekstrak daging
Lambung
Tulang
Lemak
Usus kecil dan besar

Manfaat
Aneka ragam daging
Sup
Bahan sosis
Sup
Renet untuk pembuatan keju
Bahan sosis, aneka ragam daging
Es krim dan agar- agar
Bahan peremah kue, kembang gula,
bahan pakan kalori tinggi.
Selongsong sosis dan aneka ragam
Daging

Sumber : Forrest et al. (1975) dalam Linda (2014).

Tidak Layak Dimakan ( Inedible Offal)
Menurut Goodwin (1977), proporsi hasil pemotongan sapi dapat
dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu karkas (58%), non karkas yang dapat
dimakan sebesar 13%, non karkas yang tidak dapat dimakan mempunyai proporsi
13%, isi saluran pencernaan dan darah 14%, sedangkan lain-lain 2%, komponen
non karkas yang tidak dapat dimakan yaitu tulang kepala, kuku, kulit, tanduk dan
isi saluran pencernaan.
Karkas merupakan hasil utama dari suatu penyembelihan ternak dan
mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi daripada non karkas. Sisa karkas
dibagi menjadi dua bagian, yaitu “Edible offal” dan “Inedible offal”
(Gerrard, 1997). Sedangkan “Inedible offal” adalah bagian sisa karkas yang tidak
layak dimakan, misalnya tanduk, bulu, saluran kantong kemih, kulit, tulang dan
esophagus.

Universitas Sumatera Utara