S PEM 0804592 Chapter5

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Deskripsi Objek Penelitian 4.1.1.1 Sejarah PT. Bank Mega Tbk

PT Bank Mega Tbk (selanjutnya disebut sebagai Bank Mega atau Mega Bank ) didirikan dengan nama PT Bank Karman di Surabaya berawal dari sebuah usaha milik keluarga, Bank Mega resmi berdiri berdasarkan akta pendirian 15 April 1969 No.32 yang kemudian diubah dengan akta tanggal 26 November 1969 No. 47. Seiring dengan perkembangannya, Bank Mega kemudian berubah nama menjadi PT. Mega Bank pada tahun 1992 dan memindahkan kantor pusatnya ke Jakarta. Pada Tahun 1996, Bank Mega diambil alih oleh Para Group (PT. Para Global Investindo dan PT. Para Rekan Investama) yang lalu diikuti perubahan logo untuk meningkatkan citra bank sebagai lembaga keuangan kepercayaan masyarakat pada tahun berikutnya.

Tahun 2000 menjadi salah satu tahun bersejarah bagi Bank Mega. Selain berubah nama menjadi PT Bank Mega seperti saat ini, Bank juga resmi menjadi perusahaan publik dengan melakukan penawaran saham umum perdana (Initial Public Offering atau IPO) pada tanggal 17 Januari 2000. Saat ini Bank Mega telah mendapatkan izin dari Bank Indonesia sebagai Bank Devisa sehingga


(2)

Berangkat dari Visi “Menjadi Kebanggan Bangsa”, Bank Mega merealisasikan berbagai strategi sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan pesat. Dalam upaya mewujudkan tumbuh kembang bisnis yang berkelanjutan, Bank Mega senantiasa pada azas profesionalisme, keterbukaan dan kehati-hatian dengan struktur permodalan yang kuat serta produk dan fasilitas perbankan terkini. Berbekal komitmen tinggi untuk terus menyempurnakan diri dan meningkatkan fasilitas produk dan kualitas layanannya, Bank Mega optimis mampu bersaing dan sejajar dengan bank-bank terkemuka lainnya di Asia Pasifik. Atas penilaian kinerja yang telah dicapai, Bank Mega berhasil meraih beberapa prestasi dan penghargaan baik di tingkat nasional,regional maupun internasional.

4.1.1.2 Visi dan Misi Perusahaan

Manajemen Bank Mega percaya bahwa keberhasilan organisasi sangat bergantung kepada seberapa kuat seluruh jajarannya berpedoman pada visi, misi dan nilai-nilai ideal yang tumbuh dari dalam organisasinya. Nilai-nilai yang telah terbukti berkali-kali menopang kinerja dan mempersembahkan karya yang dapat dinikmati oleh para stakeholdernya.

1. Visi : Menjadi Kebanggan Bangsa

2. Misi: Mewujudkan hubungan baik yang berkesinambungan dengan nasabah melalui pelayanan jasa keuangan yang prima dan kemampuan kinerja organisasi terbaik untuk meningkatkan nilai bagi pemegang saham


(3)

4.1.2 Gambaran Deskripsi Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari variabel likuiditas yang diukur dengan Loan To Deposit Ratio (LDR) dan Efisiensi Operasional yang diukur dengan Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO) dan dijadikan sebagai variable bebas atau Independent serta variabel Profitabilitas yang diukur dengan menggunakan Return On Asset (ROA) sebagai variabel terikat atau dependent.

4.1.2.1 Gambaran Deskripsi Likuiditas (LDR)

Likuiditas bagi bank adalah suatu hal yang sangat vital, karena tingkat likuiditas pada suatu bank menggambarkan kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang segera harus dipenuhi. Likuiditas adalah kemampuan suatu bank untuk memenhi kewajiban keuangan dalam jangka waktu pendek, atau kemampuan bank untuk melunasi kewajiban keuangannya pada saat ditagih.

Likuiditas dalam penelitian ini diukur dengan Loan To Deposit Ratio (LDR). LDR pada PT Bank Mega, Tbk masih berada di bawah standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu antara 85% - 110%. Berikut ini adalah data likuiditas yang diukur dengan Loan To Deposit Ratio (LDR) pada PT Bank Mega,Tbk dari tahun 2004 – tahun 2013.


(4)

Tabel 4.1

Data Likuiditas yang diukur dengan Loan To Deposit Ratio (LDR) pada PT Bank Mega,Tbk dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2013

Tahun Rasio LDR (%) Perubahan LDR (%) Keterangan

2004 48,80 0 -

2005 51,25 2,45 Naik

2006 42,70 (8,55) Turun

2007 46,74 4,04 Naik

2008 64,67 17,93 Naik

2009 56,82 (7.85) Turun

2010 56,03 (0,79) Turun

2011 63,75 7,72 Naik

2012 52,39 (11,36) Turun

2013 57,41 5.02 Naik

Terkecil 42,70 Tahun 2006

Terbesar 64,67 Tahun 2008

Rata-rata 54,05

Sumber: www.bankmega.com (data diolah)

Pada tabel 4.1 di atas dapat dilihat gambaran kecukupan modal yang diukur dengan Loan To Deposit Ratio (LDR) dari tahun 2004-2013. Rata-rata Likuiditas yang diukur dengan Loan To Deposit Ratio (LDR) yaitu 64,79%.


(5)

Likuditas yang diukur dengan Loan To Deposit Ratio (LDR) yang terbesar selama periode tersebut adalah 64,67%, yaitu pada tahun 2008 dan Likuiditas yang diukur dengan Loan To Asset Ratio (LDR) yang terkecil selama periode tersebut adalah 42,70%, yaitu pada tahun 2006.

Pada tahun 2004 rasio LDR menunjukkan nilai sebesar 48,80%, nilai rasio ini menunjukkan bahwa PT Bank Mega, Tbk terlalu berhati-hati dalam penyaluran kredit, dibandingkan dengan jumlah dana yang dihimpun dari masyarakat (DPK). Nilai rasio ini masih berada jauh dibawah standar yang ditetapkan oleh BI yaitu sebesar 85%-110%. Kemudian pada tahun 2005 LDR mengalami peningkatan sebesar 2,45% yaitu menjadi 51,25 %, peningkatan ini terjadi karena kredit yang disalurkan mengalami peningkatan. Selanjutnya pada tahun 2006 mengalami penurunan sebesar 8,55% yaitu menjadi 42,70%, penurunan ini terjadi karena banyak uang yang tidak produktif, ini disebabkan PT Bank Mega masih terlalu berhati-hati dalam penyaluran kredit. Pada tahun 2007 besaran LDR mengalami peningkatan namun tidak signifikan, yaitu menjadi 46,74%, pada tahun ini dampak krisis finansial global masih cukup terasa. Besarnya angka inflasi memaksa perbankan menaikkan suku bunganya.

Pada tahun 2008 LDR mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar 17,93% yaitu menjadi 64,67%, besaran LDR ini merupakan besaran LDR yang tertinggi selama 10 tahun terakhir, walaupun besaran tersebut masih saja berada dibawah standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Kondisi ini seiring dengan perbaikan kondisi ekonomi global dan tingkat kepercayaan


(6)

terhadap industri mulai pulih dan cenderung membaik. Pada tahun 2009 besaran LDR kembali mengalami penurunan sebesar 7,85% menjadi 56,82%, penurunan ini terjadi karena porsi kredit yang disalurkan oleh PT Bank Mega, Tbk juga mengalami penurunan. Pada tahun 2010 LDR kembali mengalami penurunan yang tidak cukup berarti menjadi 56,03%, pada tahun ini porsi kredit yang disalurkan cukup besar dibandingkan tahun 2009, namun DPK yang berhasil dihimpun oleh PT Bank Mega,Tbk juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

Pada tahun 2011 LDR mengalami peningkatan sebesar 7,72% menjadi 63,75%, peningkatan ini terjadi akibat porsi kredit yng disalurkan mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada tahun 2012 LDR mengalami penurunan menjadi 52,39%,penurunan ini diakibatkan kredit yang disalurkan mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2011. Pada tahun 2013 LDR mengalami peningkatan sebesar 5,02% menjadi 57,51%, porsi kredit yang disalurkan mengalami peningkatan namun tidak cukup signifikan. Gambaran Likuiditas yang diukur dengan Loan To Deposit Ratio (LDR) lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut ini:

Gambar 4.1

Grafik Likuiditas yang diukur dengan Loan To Deposit Ratio (LDR) pada PT Bank Mega, Tbk periode tahun 2004- 2013


(7)

Sumber: www.bankmega.com (data diolah)

Dari gambar 4.1 dapat dilihat bahwa kondisi LDR PT Bank Mega, Tbk memiliki tren yang cukup fluktuatif dari tahun 2004 sampai dengan 2013. Tren Peningkatan LDR tertinggi terjadi pada tahun 2007 ke tahun 2008, sedangkan untuk tren penurunan LDR tertinggi terjadi pada tahun 2011 ke tahun 2012.

Dari penjelasan deskripsi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan kondisi LDR PT Bank Mega,Tbk cukup fluktuatif, namun selama periode penelitian atau 10 tahun terakhir kondisi LDR PT Bank Mega, Tbk berada dalam kategori tidak sehat karena selalu berada dibawah kondisi ideal yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu 85-110%.

4.1.2.2 Gambaran Deskripsi Efisiensi Operasional (BOPO)

Suatu perusahaan atau bank pasti akan berhadapan dengan masalah efisiensi, masalah efisiensi berkaitan dengan pengendalian biaya. Efisiensi Operasional berarti biaya yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan keuntungan lebih kecil daripada keuntungan yang diperoleh dari penggunaan aktiva tersebut.


(8)

Efisiensi Operasional dalam penelitian ini diukur dengan BOPO. BOPO pada PT Bank Mega, Tbk cukup fluktuatif namun cenderung tinggi.Berikut ini adalah data BOPO pada PT Bank Mega,Tbk dari tahun 2004 – tahun 2013

Tabel 4.2

Data Efisiensi Operasional yang dikur dengan BOPO pada PT Bank Mega,Tbk dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2013

Tahun BOPO (%) Perubahan BOPO (%) Keterangan

2004 73,74 0 -

2005 88,78 15,04 Naik

2006 92,78 4,00 Naik

2007 79,21 (13,57) Turun

2008 83,15 (3,94) Turun

2009 85,91 2,76 Naik

2010 77,79 (8,12) Turun

2011 81,84 4,05 Naik

2012 76,73 (5,11) Turun

2013 89,76 13,03 Naik

Terkecil 73,74 Tahun 2004

Terbesar 92,78 Tahun 2006


(9)

Sumber: www.bankmega.com (data diolah)

Pada tabel 4.2 di atas dapat dilihat gambaran efisiensi operasional yang diukur dengan BOPO dari tahun 2004-2013. Rata-rata Efisiensi Operasional yang diukur dengan BOPO yaitu 82,97%. Rasio BOPO terbesar selama periode tersebut sebesar 92,78%, yaitu pada tahun 2006 dan Rasio BOPO terkecil selama periode tersebut adalah sebesar 73,74% yaitu pada tahun 2004.

Pada tahun 2004 besaran BOPO adalah 73,74%. Pada tahun 2005 besaran BOPO naik sebesar 15,04% menjadi 88,78%, Peningkatan BOPO ini disebabkan adanya peningkatan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan kegiatan operasionalnya lebih besar daripada pendapatan yang diperoleh PT Bank Mega, Tbk. Pada tahun 2006 BOPO kembali mengalami peningkatan sebesar 4,00% menjadi 92,78%, peningkatan ini sekaligus merupakan rasio BOPO yang terbesar selama periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2013, besaran BOPO ini juga membuat PT Bank Mega, Tbk berada pada kondisi tidak sehat karena berada diatas angka ideal yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk rasio BOPO yaitu sebesar 92%. Pada tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 13,57% menjadi 79,21%. Pada tahun 2008 BOPO kembali mengalami peningkatan sebesar 3,94% menjadi 83,15%, peningkatan ini disebabkan meningkatnya biaya yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan pendapatan yang diterima. Pada tahun 2009 BOPO kembali naik menjadi 85,91%, peningkatan ini terjadi akibat bank belum dapat menekan biaya seefisien mungkin sehingga besaran BOPO kembali meningkat.


(10)

Pada tahun 2010 besaran BOPO turun sebesar 8,12% menjadi 77,79%, penurun ini terjadi akibat bank dapat menekan biaya-biaya operasional yang dikeluarkan. Pada tahun 2011 besaran BOPO naik sebesar 4,05% menjadi 81,84%. Pada tahun 2012 ROA kembali turun sebesar 5,11% menjadi 76,73% dan kembali naik sebesar 13,03% pada tahun 2013 menjadi 89,76%

Gambaran Efisiensi Operasional yang diukur dengan BOPO lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut ini.

Gambar 4.2

Grafik Efisiensi Operasional yang diukur dengan BOPO pada PT Bank Mega, Tbk Periode 2004-2013

Sumber: www.bankmega.com (data diolah)

Berdasarkan gambar 4.2 dapat dijelaskan bahwa Efisiensi Operasional yang diukur dengan BOPO memiliki tren yang cukup fluktuatif dari tahun 2004


(11)

sampai dengan tahun 2013. Tren peningkatan BOPO tertinggi terjadi pada tahun 2004 ke 2005, sedangkan untuk tren penurunan BOPO tertinggi terjadi pada tahun 2006 ke tahun 2007.

Berdasarkan penjelasan dan deskripsi diatas dapat disimpulkan bahwa kondisi BOPO PT Bank Mega Tbk belum optimal dalam menekan biaya operasinal yang dikeluarkan, selama tahun 2004-2013 atau sepuluh tahun terakhir cenderung tinggi, bahkan di tahun 2006 perolehan besaran BOPO berada di atas standar BOPO yang telah ditetapkan Bank Indonesia yaitu 92%

4.1.2.2 Gambaran Deskripsi Profitabilitas (ROA)

Profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan atau bank dalam memperoleh laba dan sejauh mana efektivitas pengelolaan oleh manajemen untuk memperoleh laba, Pengukuran Profitabilitas akan memberikan gambaran mengenai kegiatan operasional perusahaan di masa yang lalu dan memberikan informasi untuk memperkirakan hasil-hasil yang diharapkan di masa yang akan datang.

Profitabilitas dalam peneliatian ini diukur dengan Return On Assets (ROA), rasio ROA memperhitungkan Laba yang diperoleh perusahaan atau bank dibandingkan dengan total aset yang dimiliki. Kondisi ROA pada PT Bank Mega,


(12)

Tbk pada peride 2003-2014 cukup fluktuatif namun memiliki kecenderungan menurun. Berikut adalah data ROA PT Bank Mega, Tbk dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2014.

Tabel 4.3

Data Profitabilitas yang diukur dengan Return On Asset (ROA) PT Bank Mega, Tbk dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2013

Tahun ROA (%) Perubahan ROA (%) Keterangan

2004 2,99 0 -

2005 1,25 (1,74) Turun

2006 0,88 (0,37) Turun

2007 2,33 1,45 Naik

2008 1,98 (0,35) Turun

2009 1,77 (0,21) Turun

2010 2,45 0,68 Naik

2011 2,29 (0,16) Turun

2012 2,74 0,45 Naik

2013 1,14 (1,60) Turun

Terkecil 0,88 Tahun 2006

Terbesar 2,99 Tahun 2004

Rata-rata 1,98

Sumber: www.bankmega.com (data diolah)

Pada tabel 4.3 di atas dapat dilihat gambaran profitabilitas yang diukur dengan Return On Asset (ROA) dari tahun 2004-2013. Rata- rata profitabilitas yang diukur dengan Return On Asset (ROA) yaitu 1,98%. Profitabilitas yang


(13)

diukur dengan Return On Asset (ROA) yang terbesar selama periode tersebut adalah 2,99%, yaitu pada tahun 2004 dan Return On Asset (ROA) yang terkecil selama periode tersebut adalah 0,88, yaitu pada tahun 2006.

Pada tahun 2004 ROA menunjukkan nilai sebesar 2,99%, Perolehan ROA ini cukup besar, dikarenakan pada tahun ini total aset yang diterima cukup tinggi yang diikuti dengan laba sebelum pajak yang juga cukup tinggi. Pada tahun 2005 ROA menunjukkan nilai sebesar 1,25%, turun sebesar 1,74%, penurunan yang cukup signifikan ini terjadi akibat penurunan laba sebelum pajak yang diperoleh. Pada tahun 2006 ROA yang diperoleh kembali turun sebesar 0,37% yaitu menjadi 0,88%, penurunan ini juga membuat ROA PT Bank Mega,Tbk berada dibawah standar ROA Bank Indonesia yaitu sebesar 1,25%, penurunan ini terjadi akibat bank tidak dapat meningkatkan laba yang diperolehnya melalui kegiatan usaha yang dilakukan. Pada tahun 2007 terjadi peningkatan ROA sebesar 1,45% menjadi sebesar 2,33%, peningkatan ini akibat laba sebelum pajak yang diperoleh pada tahun ini meningkat cukup signifikan sehingga ROA yang diperoleh juga meningkat cukup signifikan dan membuat posisi ROA berada diatas standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia setelah sebelumnya berada dibawah standar`ideal Bank Indonesia. Pada tahun 2008 ROA kembali turun sebesar 0,35% yaitu menjadi 1,98%. Pada tahun 2009 ROA juga kembali mengalami penurunan sebesar 0,21% yaitu menjadi 1,77%, penurunan ini akibat bank tidak dapat meningkatkan laba yang diperoleh melalui kegiatan usahanya, namun perolehan ROA ini masih berada diatas standar ideal yang ditetapkan BI.


(14)

Pada tahun 2010 besaran ROA naik sebesar 0,68% menjadi 2,45%, peningkatan ini akibat laba sebelum pajak yang diperoleh cukup tinggi diiringi dengan peningkatan total asset yang cukup signifikan. Pada tahun 2011 ROA turun kembali sebesar 0,16 menjadi sebesar 2,29%, pada tahun ini laba sebelum pajak yang diperoleh mengalami peningkatan, namun peningkatan total aset yang diperoleh besarnya jauh lebih tinggi daripada besarnya peningkatan laba sebelum pajak yang diperoleh, oleh karena itu ROA yang diperoleh lebih kecil atau turun dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2012 besaran ROA naik sebesar 0,45% menjadi 2,74%, peningkatan ini akibat meningkatnya laba yang diperoleh bank. Pada tahun 2013 besaran ROA kembali menngalami penurunan sebesar 1,60%, yaitu menjadi 1,14%, penurunan ini terjadi akibat bank tidak mampu meningkatkan perolehan laba sebelum pajak, total asset yang dimiliki bank juga tidak berkembang secara signifikan,sehingga ROA yang diperoleh cukup rendah, besaran ini juga kembali menempatkan ROA PT Bank Mega, Tbk berada dibawah standar yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Gambaran Profitabilitas yang diukur dengan Return On Asset (ROA) lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut ini :

Gambar 4.3

Grafik Profitabilitas yang diukur dengan Return On Asset (ROA) pada PT Bank Mega,Tbk dari tahun 2004-2013


(15)

Sumber: www.bankmega.com (data diolah)

Berdasarkan gambar 4.3 di atas dapat dijelaskan bahwa profitabilitas yang diukur dengan Return On Asset (ROA) cukup fluaktif dan memiliki kecenderungan menurun, hal ini dapat dilihat selama periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2013 hanya 3 kali mengalami kenaikan ROA,yaitu pada tahun 2007,tahun 2010, dan tahun 2012. Tren peningkatan ROA tertinggi terjadi pada tahun 2006 ke tahun 2007, sedangkan tren penurunan ROA tertinggi terjadi pada tahun 2004 ke tahun 2005.

Dari penjelasan deskripsi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan kondisi LDR PT Bank Mega,Tbk cukup fluktuatif, namun cenderung menurun selama 10 tahun terakhir, tercatat sebanyak dua kali posisi ROA PT Bank Mega, Tbk berada dibawah standar ideal yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, besaran ROA selama periode tahun 2004-2013 juga cenderung selalu berada di bawah rata-rata ROA industri BUSN di Indonesia.


(16)

4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif bertujuan untuk menganalisa gambaran secara umum yang terjadi pada variabel-variabel yang diteliti. Adapun gambaran tersebut akan disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 4.4 Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std.

Deviation

LDR 10 42,70 64,67 54,0560 7,07243

BOPO 10 73,74 92,78 82,9690 6,24633

ROA 10 ,88 2,99 1,9820 ,70944

Valid N

(listwise) 10

Tabel diatas menggambarkan bahwa dalam penelitian ini jumlah pengamatan yang diambil (N) berjumlah 10. Terdiri dari variabel X1 yaitu Likuiditas yang diukur dengan LDR dan variabel X2 yaitu Efisiensi Operasional yang diukur dengan BOPO dan variabel Y yang diukur dengan ROA.

Rata-rata LDR adalah 54,0560% dengan standar deviasi 0,70944%, rata-rata BOPO adalah 82,9690% dengan standar deviasi 6,24633% dan rata-rata-rata-rata ROA adalah 1,9820% dengan standar deviasi 0,70944%. Nilai minimum dari LDR adalah 42,70% dan paling besar 64,67%. Nilai minimum BOPO adalah 73,74% dan paling besar 92,78%. Nilai minimum ROA adalah 0,88% dan paling besar adalah 2,99%.


(17)

4.2.2 Uji Asumsi Klasik 4.2.2.1 Uji Asumsi Normalitas

Uji Normalitas merupakan suatu bagian dari pengujian statistik yang bertujuan untuk mengetahui apakah data-data yang digunakan dalam penelitian memiliki sebaran data (distribusi data) yang normal atau tidak. Uji asumsi normalitas merupakan syarat pertama untuk validitas model regresi dan validitas langkah analisis statistik parametik pada tahap selanjutnya. Uji normalitas dapat dianalisis dengan menggunakan normal probability plot.

Gambar 4.4 Hasil Uji Normalitas

Berdasarkan gambar 4.4 dapat dijelaskan bahwa sebaran data menyebar di sekitar dan mengikuti garis diagonal. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi secara normal.


(18)

Uji asumsi autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan t-1 (sebelumnya) atau bisa dikatakan adanya korelasi pada nilai-nilai variabel itu sendiri. Untuk menguji autokorelasi dapat digunakan dengan metode Durbin Watson. Adapun kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:

a. Jika nilai DW dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif

b. Jika nilai DW diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi c. Jika nilai DW diatas +2 berarti ada autokorelasi negatif

Tabel 4.5 Hasil Uji Autokorelasi Model Summaryb

Mode l

R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 ,993a ,985 ,981 ,09792 2,914

a. Predictors: (Constant), BOPO, LDR b. Dependent Variable: ROA

Berdasarkan tabel 4.5, nilai DW dalam penelitian ini sebesar 2,914. Berdasarkan uji kriteria Durbin Watson, maka model regresi yang dihasilkan dalam penelitian ini teruji terdapat autokorelasi negatif karena nilai DW diatas +2.

4.2.2.3 Uji Asumsi Multikolinearitas

Uji asumsi multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui apakah variabel di dalam penelitian ini atau model regresi yang dihasilkan terdapat hubungan antara satu variabel bebas dengan variabel bebas lainnya atau tidak terdapat


(19)

hubungan sama sekali . Untuk melakukan uji multikolinearitas, dapat dianalisis dengan menggunakan nilai tolleance (TOL) dan value inflation factor (VIF) yang dihasilkan dalam penelitian ini.

Tabel 4.6

Hasil Uji Multikolinearitas Coefficientsa

Model Collinearity Statistics Tolerance VIF

1

(Constant)

LDR ,994 1,006

BOPO ,994 1,006

a. Dependent Variable: ROA

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat nilai tollerance sebesar 0,994 lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF sebesar 1,006 lebih kecil dari 10. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model regresi yang dihasilkan dalam penelitian ini teruji tidak terdapat multikolinearitas.

4.2.2.4 Uji Asumsi Heteroskedastisitas

Uji Asumsi Heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi kesamaan varians dan residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedasitisitas, salah satunya adalah dengan melihat scatter plot. Suatu model regresi yang baik apabila pada diagram pencar residualnya tidak membentuk pola tertentu dan datanya berpencar disekitar nol pada sumbu Y. Pola


(20)

tertentu yang dimaksud disini seperti mengumpul di tengah, menyempit kemudian melebar atau sebaliknya kemudian menyempit. Jika hasil scatter plot seperti ini maka tidak terdapat heteroskedastisitas.

Gambar 4.5

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Berdasarkan gambar 4.6, dapat dilihat bahwa sebaran residual menyebar di sekitar 0 dan tidak membentuk pola-pola tertentu. Dengan demikian, model regresi yang dihasilkan dalam penelian ini teruji tidak terdapat heteroskedastisitas.

4.3 Analisis Regresi Berganda

Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, yaitu pengaruh likuiditas (LDR) dan Efisiensi Operasional (BOPO) terhadap profitabilitas (ROA). Bentuk umum model persamaan regresi berganda adalah sebagai berikut:


(21)

Keterangan:

Y = Profitabilitas (ROA) a = intersep

X1 = Likuiditas (LDR) b = koefisien arah regresi

X2 = Efisiensi Operasional (BOPO)

Adapun estimasi model regresi berganda dapat dilihat pada tabel

Coefficientsa dengan menggunakan software spss 20.0 for windows, yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.7 Nilai Model Regresi

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

B Std. Error Beta

1

(Constant) 10,965 ,518

LDR ,006 ,005 ,058

BOPO -,112 ,005 -,987

a. Dependent Variable: ROA


(22)

Berdasarkan tabel diatas, model regresi yang didapatkan adalah sebagai berikut:

Y = 10,695 + 0,06 LDR – 0,112 BOPO

Model persamaan regresi tersebut dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

1. Nilai konstanta pada model regresi tersebut adalah 10,965, artinya jika tidak ada pertumbuhan pada variabel LDR dan BOPO, maka rasio ROA akan naik sebesar 10,965%

2. Nilai koefisien regresi LDR adalah 0,006. Artinya, jika pertumbuhan LDR bertambah 1% (dengan asumsi nilai variabel lainnya konstan), maka rasio ROA akan naik sebesar 0,006%

3. Nilai koefisien regresi BOPO adalah -0,112. Artinya jika pertumbuhan BOPO bertambah 1% (dengan asumsi nilai variabel lainnya konstan), maka rasio ROA akan turun sebesar 0,112%

4.4 Analisis Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Likuiditas (LDR) dan Efisiensi Operasional (BOPO) terhadap profitabilitas (ROA). Hasil perhitungan koefisien determinasi dengan menggunakan software spss 20.0 for windows dapat dilihat dalam tabel dibawah ini


(23)

Tabel 4.8 Model Summaryb Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 ,993a ,985 ,981 ,09792 2,914

a. Predictors: (Constant), BOPO, LDR b. Dependent Variable: ROA

Berdasarkan tabel 4.9, nilai R Square adalah sebesar 0,985. Untuk mencari nilai koefisien determinasi , maka nilai R Square dikalikan dengan 100% dan hasilnya adalah sebesar 98,50%. Dengan demikian, dapat diintrepetasikan bahwa 98,50% variabel profitabilitas (ROA) dipengaruhi oleh LDR dan BOPO. Sedangkan sisanya 11,50% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini.

4.5 Uji Hipotesis

4.5.1 Uji Keberartian Regresi

Uji keberartian regresi digunakan untuk mengetahui apakah model regresi multipel pada penelitian ini merupakan regresi berarti atau tidak. Nilai keberartian regresi dapat diketahui melalui uji F dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Merumuskan hipotesis statistik

H0 ; β = 0 : Regresi tidak berarti Ha ; β≠ 0 : Regresi berarti 1. Mencari Fhitung


(24)

Dalam penelitian ini, perhitungan uji F dilakukan dengan bantuan SPSS 20.0 dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.9 Hasil Uji F

ANOVAa

Model Sum of

Squares

Df Mean

Square

F Sig.

1

Regression 4,463 2 2,231 232,688 ,000b

Residual ,067 7 ,010

Total 4,530 9

a. Dependent Variable: ROA

b. Predictors: (Constant), BOPO, LDR

2. Menentukan kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis dengan membandingkan Fhitung dengan Ftabel dengan ketentuan:

Jika Fhitung > Ftabel,maka H0 ditolak dan Ha diterima Jika Fhitung < Ftabel,maka H0 diterima dan Ha ditolak

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa nilai Fhitung adalah sebesar 232,688 Dengan tingkat kesalahan atau (α) = 5% serta dk pembilang (k) = 2 dan dk penyebut (n -k-1) = 10-2-1 =7, maka diperoleh Ftabel sebesar 4,74 yang berarti Fhitung>Ftabel (232,688 >4,74 )maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya model regresi berarti. Dengan demikian, regresi dapat digunakan untuk membuat kesimpulan.

4.5.2 Uji Keberartian Koefisien Regresi

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah koefisien regresi variabel bebas memberikan pengaruh yang berarti terhadap variabel terikat. Hasil yang


(25)

ditunjukkan uji keberartian koefisien regresi bisa digunakan untuk menarik kesimpulan dari hipotesis. Nilai keberartian koefisien regresi dapat diketahui melalui uji t dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Merumuskan hipotesis statistik

Hipotesis 1, Ho ; β1 = 0: Tidak terdapat pengaruh antara likuiditas terhadap profitabilitas

Ha ; β1 ≠ 0: Terdapat pengaruh antara likuiditas terhadap profitabilitas

Hipotesis 2, Ho ; β2 = 0: Tidak terdapat pengaruh antara efisiensi operasional terhadap profitabilitas

Ha ; β2 ≠ 0: Terdapat pengaruh antara efisiensi operasional terhadap profitabilitas

2. Mencari thitung

Dalam penelitian ini, perhitungan uji t dilakukan dengan bantuan SPSS 20.0 dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 4.10 Hasil Uji T

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) 10,965 ,518 21,148 ,000

LDR ,006 ,005 ,058 1,256 ,249

BOPO -,112 ,005 -,987 -21,382 ,000


(26)

3. Menentukan kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis dengan membandingkan thitung dengan ttabel dengan ketentuan:

 Uji Pihak Kanan:

H0 ditolak dan Ha diterima : Jika thitung > ttabel H0 diterima dan Ha ditolak : Jika thitung ≤ ttabel

 Uji Pihak Kiri:

H0 ditolak dan Ha diterima : Jika -thitung >-ttabel H0 diterima dan Ha ditolak : Jika -thitung ≤ -ttabel

Berikut ini penjelasan mengenai pengaruh koefisien regresi variabel bebas terhadap variabel terikat berdasarkan langkah-langkah pengujian hipotesis:

Tabel 4.11 Interpretasi hasil uji T

No. Variabel thitung ttabe l Kriteria Keputusan Signifikansi

1 Likuiditas 1,256 2,306 thitung < ttabel

Ho1:diterima Ha1:ditolak

Tidak Signifikan (0,249>0,05)

2 Efisiensi

Operasional -21,382 -2,306 -thitung > -ttabel

Ho2:ditolak Ha2:diterima

Signifikan (0,00<0,05)

1. Keberartian Koefisien Regresi Likuiditas terhadap Kebijakan Dividen

Hasil uji t menunjukkan bahwa koefisien regresi likuiditas tidak memiliki pengaruh yang berarti dengan arah positif terhadap profitabilitas.. Oleh


(27)

karena itu, hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara likuiditas terhadap profitabilitas tidak dapat diterima.

2. Keberartian Koefisien Regresi Efisiensi Operasional terhadap Profitabilitas Hasil uji t menunjukkan bahwa koefisien regresi efisiensi operasional memiliki pengaruh yang berarti dengan arah negatif terhadap profitabilitas. Oleh karena itu, hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara efisiensi operasional terhadap profitabilitas dapat diterima.

4.6 Pembahasan

PT Bank Mega, Tbk merupakan satu dari 36 Bank Umum Swasta Nasional devisa yang ada di Indonesia. Perkembangan kelompok bank ini sangat pesat dimana 4 tahun terakhir tercatat mulai tahun 2010 perolehan asset kelompok bank BUSN devisa tertinggi dibandingkan kelompok bank yang lainnya. Melihat perkembangan industri BUMN yang cukup pesat ini tentu disertai juga dengan peningkatan kinerja dari bank-bank yang berada dalam kelompok bank BUSN.

Kinerja suatu bank mencerminkan bagaimana kondisi dan tingkat kesehatan bank tersebut. Untuk mengukur kinerja dari suatu bank dapat dilihat melalui laporan keuangan bank tersebut. Salah satu indikator yang dapat dilihat untuk melihat kinerja suatu bank adalah dengan melihat tingkat profitabilitasnya. Profitabilitas merupakan hal yang penting dalam perbankan, karena profitabilitas menunjukkan kemampuan suatu bank untuk menghasilkan laba dalam periode tertentu.


(28)

Dalam menilai tingkat kesehatan suatu bank, Bank Indonesia lebih mementingkan penilaian besarnya Return On Asset (ROA) dan tidak memasukkan unsur Return On Equity (ROE), Hal ini dikarenakan Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan aset yang sebagian dananya sebagian besar berasal dari masyarakat (Lukman Dendawijaya,2009:119).

Perolehan Return On Asset (ROA) PT Bank mega selama periode pengamatan cukup fluktuatif dan menunjukkan tren yang cenderung menurun. Tercatat selama 10 tahun periode pengamatan yaitu dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2010 hanya tiga kali ROA PT Bank Mega, Tbk mengalami peningkatan. Untuk menghitung ROA maka harus dihitung perolehan laba sebelum pajak dan total asset sesuai pada periode/ kurun waktu tertentu. Perolehan ROA tertinggi tercatat pada tahun 2004 yaitu sebesar 2,99%, perolehan ini disebabkan karena laba yang diperoleh PT Bank Mega, tbk cukup tinggi yaitu sebesar 451.542 (dalam juta rupiah),perolehan laba ini karena hasil pendapatan bunga bersih cukup tinggi ditambah dengan perolehan pendapatan operasional lainnya yang juga cukup tinggi.

Perolehan ROA kemudian turun di tahun 2005, penurunan ini diakibatkan oleh penurunan laba sedangkan total asset selalu bertambah pada setiap tahun. laba yang diperoleh pada tahun 2005 turun menjadi 266.343(dalam jutaan rupiah). selanjutnya untuk perolehan ROA terendah tercatat pada tahun 2006 sebesar 0,88%,pada tahun ini PT Bank Mega,Tbk juga belum berhasil meningkatkan laba,


(29)

terbukti dengan turun kembalinya laba pada besaran 235.787(dalam jutaan rupiah), perolehan ini membuat posisi ROA PT Bank Mega, Tbk berada pada kategori tidak sehat karena berada dibawah standar dari BI yaitu 1,25%. Selanjutnya rasio ROA terus berfluktuatif namun tetap pada kecenderungan menurun. Hingga pada akhirnya tahun 2013 terjadi penurunan ROA yang cukup drastis yaitu sebesar 1,14% dimana pada tahun 2012 ROA berada pada besaran 2,74%,ini berarti terdapat penurunan ROA sebesar 1,6%, penurunan ini terjadi akibat perolehan laba yang menurun cukup drastis dimana pada tahun 2012 perolehan laba sebesar 1.566.014 turun menjadi 632.550 pada tahun 2013 sedangkan total asset terus bertambah tiap tahun.perolehan ROA di tahun 2013 ini kembali membuat ROA PT Bank Mega, Tbk berada pada kondisi tidak sehat karena berada dbawah standar yang telah ditetapkan oleh BI.

Kondisi ROA yang cenderung menurun dan berada pada kondisi tidak sehat bisa disebabkan karena kurangnya pengelolaan aset yang produktif seperti penyaluran kredit, hal ini sesuai dengan fungsi utama bank yaitu menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit atau lainnya serta memberikan jasa bank lainnya. Dalam menyalurkan kredit harus menggunakan prinsip kehati-hatian agar terhindar dari resiko likuiditas. Resiko likuiditas adalah resiko yang berkaitan dengan kemampuan bank dalam membayar kewajiban jangka pendek pada saat jatuh tempo atau pada saat ditagih.


(30)

Untuk menghindari resiko likuiditas maka bank harus mampu menjaga tingkat likuiditas dengan baik. Pengelolaan likuiditas merupakan masalah yang kompleks dalam kegiatan operasional bank. Hal ini dikarenakan dana yang dikelola sebagian besar berasal dari simpanan dana masyarakat yang sifatnya jangka pendek dan dapat diambil sewaktu-waktu dan mewajibkan bank membayar sejumlah bunga kepada para nasabah. Pengelolaan likuiditas ini dilakukan bank salah satunya adalah dalam rangka untuk meningkatkan laba dan menghindari terjadinya resiko likuiditas yang mungkin akan terjadi, seperti adanya resiko kredit macet dari total penyaluran kredit, jumlah dana tertentu yang dimiliki bank tidak mencukupi dalam kegiatan operasional bank dan pengembalian simpanan serta pembayaran bunga kepada para nasabah yang akan menurunkan pendapatan bank,

Menurut Veithxal Rivai, Andria Permata Veithzal, dan Ferry N (2002:727-725), Untuk melakukan penilaian rasio likuiditas terhadap perusahaan atau bank dapat dihitung dengan menggunakan alat ukur yang terdiri dari Cash Ratio (CR), Reserve Requirement (RR), Rasio Nett Call Money to Curren Asset (NCM to CA), Loan To Asset Ratio (LAR), Loan To Deposit Ratio (LDR). Alat ukur likuiditas yang digunakan untuk mengukur likuiditas pada PT Bank Mega,Tbk adalah Loan To Deposit Ratio (LDR).

Secara umum kondisi LDR dari PT Bank Mega, Tbk selama periode pengamatan cukup fluktuatif namun berada pada kondisi yang kurang baik. Hal ini dikarenakan posisi LDR PT Bank Mega, tbk selama periode pengamatan


(31)

memiliki rata-rata sebesar 54,06% dan berada dibawah standar LDR dari BI yaitu sebesar 85%-110%. Kondisi ini menunjukkan bahwa PT Bank Mega, Tbk terlalu berhati-hati dalam penyaluran kredit dan sangat konservatif, sehingga meyebabkan tingkat profitabilitas yang diperoleh menjadi kurang optimal. Namun apabila penyaluran kredit terlalu tinggi dikhawatirkan akan menimbulkan adanya kesulitan likuiditas dan resiko kredit macet.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi profitabilitas adalah efisiensi operasional. Permasalahan efisiensi sangat penting karena berkaitan dengan pengendalian biaya. Efisiensi operasional berarti biaya yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan keuntungan harus lebih kecil daripada keuntungan yang diperoleh dari penggunaaan aktiva tersebut.

Alat ukur yang digunakan untuk menganalisis efisiensi operasional adalah BOPO. BOPO memperhitungkan biaya (beban) operasional yang dikeluarkan dibandingkan dengan pendapatan operasional yang diterima. Nilai rata-rata rasio BOPO dari PT Bank Mega, Tbk selama periode pengamatan adalah sebesar 82,97%. Angka ini terbilang cukup tinggi, PT Bank Mega, Tbk masih belum optimal dalam menekan biaya operasional. Jika suatu bank memiliki tingkat rasio BOPO yang sangat tinggi maka kinerja efisiensinya kurang baik, Kondisi BOPO yang terbilang cukup tinggi ini diakibatkan kurang efisien nya manajemen bank dalam pengendalian biaya. Manajemen PT Bank Mega,Tbk harus bisa mengelola biaya seefisien mungkin dan memaksimalkan kegiatan usaha bank untuk meningkatkan pendapatan bank, sehingga keiatan usaha bank menjadi lebih


(32)

efisien dan rasio BOPO dapat lebih rendah. Apabila rasio ini semakin kecil berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan oleh bank tersebut.

Hasil uji keberartian koefisien regresi menunjukkan bahwa Likuiditas tidak berpengaruh terhadap profitabilitas. Koefisien regresi likuiditas terhadap profitabilitas menunjukkan arah yang positif, artinya ketika likuiditas meningkat maka profitabilitas dalam hal ini return on asset akan meningkat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Lukman Dendawijaya bahwa salah satu ketentuan perbankan terhadap keberanian para eksekutif perbankan untuk memperbesar volume kreditnya dalam rangka mengejar profitabilitas yang tinggi adalah Loan To Deposit Ratio (LDR), Maka LDR sebagai tolak ukur bank untuk memperbesar volume kredit untuk mencapai profit yang tinggi.Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Pontie Prasnanugraha pada tahun 2007 yang berjudul “Analisis pengaruh rasio-rasio keuangana terhadap kinerja bank umum di Indonesia”, yang menyebutkan bahwa LDR memiliki pengaruh yang positif tidak signifikan terhadap ROA.

Disisi lain, Hasil uji keberartian koefisien regresi menunjukkan bahwa efisiensi operasional berpengaruh negatif terhadap profitabilitas, artinya ketika efisiensi operasional perusahaan menurun maka biaya yang dikeluarkan lebih rendah daripada pendapatan yang diterima sehingga efisiensi biaya tercapai yang akhirnya meningkatkan profitabilitas bank. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Mudrajad Kuncoro bahwa dengan adanya efisiensi dalam lembaga perbankan terutama efisiensi biaya maka akan diperoleh keuntungan yang optimal..Hasil


(33)

penelitian ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Pontie Prasnanugraha pada tahun 2007 yang berjudul “Analisis pengaruh rasio-rasio keuangana terhadap kinerja bank umum di Indonesia”, yang menyebutkan bahwa BOPO berepengaruh negatif signifikan terhadap ROA.

Berdasarkan hasil analisis koefisien Determinasi menunjukkan bahwa 98,50% profitabilitas (ROA) dipengaruhi oleh LDR dan BOPO, sedangkan sisanya sebesar 11,50% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak diteliti. Berdasarkan hasil uji keberartian regresi dengan menggunakan uji F didapatkan hasil F hitung sebesar 232,688 > F tabel sebesar 4,74 dan nilai signifikansi 0.000 < 0,05, dengan demikian maka likuiditas dan Efisiensi Operasional berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas.


(1)

Dalam menilai tingkat kesehatan suatu bank, Bank Indonesia lebih mementingkan penilaian besarnya Return On Asset (ROA) dan tidak memasukkan unsur Return On Equity (ROE), Hal ini dikarenakan Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan aset yang sebagian dananya sebagian besar berasal dari masyarakat (Lukman Dendawijaya,2009:119).

Perolehan Return On Asset (ROA) PT Bank mega selama periode pengamatan cukup fluktuatif dan menunjukkan tren yang cenderung menurun. Tercatat selama 10 tahun periode pengamatan yaitu dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2010 hanya tiga kali ROA PT Bank Mega, Tbk mengalami peningkatan. Untuk menghitung ROA maka harus dihitung perolehan laba sebelum pajak dan total asset sesuai pada periode/ kurun waktu tertentu. Perolehan ROA tertinggi tercatat pada tahun 2004 yaitu sebesar 2,99%, perolehan ini disebabkan karena laba yang diperoleh PT Bank Mega, tbk cukup tinggi yaitu sebesar 451.542 (dalam juta rupiah),perolehan laba ini karena hasil pendapatan bunga bersih cukup tinggi ditambah dengan perolehan pendapatan operasional lainnya yang juga cukup tinggi.

Perolehan ROA kemudian turun di tahun 2005, penurunan ini diakibatkan oleh penurunan laba sedangkan total asset selalu bertambah pada setiap tahun. laba yang diperoleh pada tahun 2005 turun menjadi 266.343(dalam jutaan rupiah). selanjutnya untuk perolehan ROA terendah tercatat pada tahun 2006 sebesar 0,88%,pada tahun ini PT Bank Mega,Tbk juga belum berhasil meningkatkan laba,


(2)

terbukti dengan turun kembalinya laba pada besaran 235.787(dalam jutaan rupiah), perolehan ini membuat posisi ROA PT Bank Mega, Tbk berada pada kategori tidak sehat karena berada dibawah standar dari BI yaitu 1,25%. Selanjutnya rasio ROA terus berfluktuatif namun tetap pada kecenderungan menurun. Hingga pada akhirnya tahun 2013 terjadi penurunan ROA yang cukup drastis yaitu sebesar 1,14% dimana pada tahun 2012 ROA berada pada besaran 2,74%,ini berarti terdapat penurunan ROA sebesar 1,6%, penurunan ini terjadi akibat perolehan laba yang menurun cukup drastis dimana pada tahun 2012 perolehan laba sebesar 1.566.014 turun menjadi 632.550 pada tahun 2013 sedangkan total asset terus bertambah tiap tahun.perolehan ROA di tahun 2013 ini kembali membuat ROA PT Bank Mega, Tbk berada pada kondisi tidak sehat karena berada dbawah standar yang telah ditetapkan oleh BI.

Kondisi ROA yang cenderung menurun dan berada pada kondisi tidak sehat bisa disebabkan karena kurangnya pengelolaan aset yang produktif seperti penyaluran kredit, hal ini sesuai dengan fungsi utama bank yaitu menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit atau lainnya serta memberikan jasa bank lainnya. Dalam menyalurkan kredit harus menggunakan prinsip kehati-hatian agar terhindar dari resiko likuiditas. Resiko likuiditas adalah resiko yang berkaitan dengan kemampuan bank dalam membayar kewajiban jangka pendek pada saat jatuh tempo atau pada saat ditagih.


(3)

Untuk menghindari resiko likuiditas maka bank harus mampu menjaga tingkat likuiditas dengan baik. Pengelolaan likuiditas merupakan masalah yang kompleks dalam kegiatan operasional bank. Hal ini dikarenakan dana yang dikelola sebagian besar berasal dari simpanan dana masyarakat yang sifatnya jangka pendek dan dapat diambil sewaktu-waktu dan mewajibkan bank membayar sejumlah bunga kepada para nasabah. Pengelolaan likuiditas ini dilakukan bank salah satunya adalah dalam rangka untuk meningkatkan laba dan menghindari terjadinya resiko likuiditas yang mungkin akan terjadi, seperti adanya resiko kredit macet dari total penyaluran kredit, jumlah dana tertentu yang dimiliki bank tidak mencukupi dalam kegiatan operasional bank dan pengembalian simpanan serta pembayaran bunga kepada para nasabah yang akan menurunkan pendapatan bank,

Menurut Veithxal Rivai, Andria Permata Veithzal, dan Ferry N (2002:727-725), Untuk melakukan penilaian rasio likuiditas terhadap perusahaan atau bank dapat dihitung dengan menggunakan alat ukur yang terdiri dari Cash Ratio (CR), Reserve Requirement (RR), Rasio Nett Call Money to Curren Asset (NCM to CA), Loan To Asset Ratio (LAR), Loan To Deposit Ratio (LDR). Alat ukur likuiditas yang digunakan untuk mengukur likuiditas pada PT Bank Mega,Tbk adalah Loan To Deposit Ratio (LDR).

Secara umum kondisi LDR dari PT Bank Mega, Tbk selama periode pengamatan cukup fluktuatif namun berada pada kondisi yang kurang baik. Hal ini dikarenakan posisi LDR PT Bank Mega, tbk selama periode pengamatan


(4)

memiliki rata-rata sebesar 54,06% dan berada dibawah standar LDR dari BI yaitu sebesar 85%-110%. Kondisi ini menunjukkan bahwa PT Bank Mega, Tbk terlalu berhati-hati dalam penyaluran kredit dan sangat konservatif, sehingga meyebabkan tingkat profitabilitas yang diperoleh menjadi kurang optimal. Namun apabila penyaluran kredit terlalu tinggi dikhawatirkan akan menimbulkan adanya kesulitan likuiditas dan resiko kredit macet.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi profitabilitas adalah efisiensi operasional. Permasalahan efisiensi sangat penting karena berkaitan dengan pengendalian biaya. Efisiensi operasional berarti biaya yang harus dikeluarkan untuk menghasilkan keuntungan harus lebih kecil daripada keuntungan yang diperoleh dari penggunaaan aktiva tersebut.

Alat ukur yang digunakan untuk menganalisis efisiensi operasional adalah BOPO. BOPO memperhitungkan biaya (beban) operasional yang dikeluarkan dibandingkan dengan pendapatan operasional yang diterima. Nilai rata-rata rasio BOPO dari PT Bank Mega, Tbk selama periode pengamatan adalah sebesar 82,97%. Angka ini terbilang cukup tinggi, PT Bank Mega, Tbk masih belum optimal dalam menekan biaya operasional. Jika suatu bank memiliki tingkat rasio BOPO yang sangat tinggi maka kinerja efisiensinya kurang baik, Kondisi BOPO yang terbilang cukup tinggi ini diakibatkan kurang efisien nya manajemen bank dalam pengendalian biaya. Manajemen PT Bank Mega,Tbk harus bisa mengelola biaya seefisien mungkin dan memaksimalkan kegiatan usaha bank untuk meningkatkan pendapatan bank, sehingga keiatan usaha bank menjadi lebih


(5)

efisien dan rasio BOPO dapat lebih rendah. Apabila rasio ini semakin kecil berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan oleh bank tersebut.

Hasil uji keberartian koefisien regresi menunjukkan bahwa Likuiditas tidak berpengaruh terhadap profitabilitas. Koefisien regresi likuiditas terhadap profitabilitas menunjukkan arah yang positif, artinya ketika likuiditas meningkat maka profitabilitas dalam hal ini return on asset akan meningkat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Lukman Dendawijaya bahwa salah satu ketentuan perbankan terhadap keberanian para eksekutif perbankan untuk memperbesar volume kreditnya dalam rangka mengejar profitabilitas yang tinggi adalah Loan To Deposit Ratio (LDR), Maka LDR sebagai tolak ukur bank untuk memperbesar volume kredit untuk mencapai profit yang tinggi.Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Pontie Prasnanugraha pada tahun 2007 yang berjudul “Analisis pengaruh rasio-rasio keuangana terhadap kinerja bank umum di Indonesia”, yang menyebutkan bahwa LDR memiliki pengaruh yang positif tidak signifikan terhadap ROA.

Disisi lain, Hasil uji keberartian koefisien regresi menunjukkan bahwa efisiensi operasional berpengaruh negatif terhadap profitabilitas, artinya ketika efisiensi operasional perusahaan menurun maka biaya yang dikeluarkan lebih rendah daripada pendapatan yang diterima sehingga efisiensi biaya tercapai yang akhirnya meningkatkan profitabilitas bank. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Mudrajad Kuncoro bahwa dengan adanya efisiensi dalam lembaga perbankan terutama efisiensi biaya maka akan diperoleh keuntungan yang optimal..Hasil


(6)

penelitian ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Pontie Prasnanugraha pada tahun 2007 yang berjudul “Analisis pengaruh rasio-rasio keuangana terhadap kinerja bank umum di Indonesia”, yang menyebutkan bahwa BOPO berepengaruh negatif signifikan terhadap ROA.

Berdasarkan hasil analisis koefisien Determinasi menunjukkan bahwa 98,50% profitabilitas (ROA) dipengaruhi oleh LDR dan BOPO, sedangkan sisanya sebesar 11,50% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain yang tidak diteliti. Berdasarkan hasil uji keberartian regresi dengan menggunakan uji F didapatkan hasil F hitung sebesar 232,688 > F tabel sebesar 4,74 dan nilai signifikansi 0.000 < 0,05, dengan demikian maka likuiditas dan Efisiensi Operasional berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas.