Desa Mandiri dalam Kerangka Visi UU Desa
Konsultan Nasional Pengembangan Program - Transisi (KNPPT)
Kemendesa
MENCAPAI DESA MANDIRI DALAM KERANGKA UU DESA
Lendy W. Wibowo
I.
Pendahuluan
Desa sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum
Desa Mandiri berarti Desa mempunyai kekuatan secara ekonomi, budaya dan sosial
melalui pembangunan dan pemberdayaan masyarakat secara berkesinambungan.
Meski tidak mudah, hal ini merupakan amanat UU Desa dalam rangka memperkuat
Desa. Oleh karena itu isu memperkuat Desa diharapkan juga mendapat dukungan
luas masyarakat Desa sendiri. Hal ini penting, bahwa persoalan Desatidak boleh
menjadi konsumsi kalangan elit (politisi, akademisi, pelaku elit program) saja. Isu dan
agenda Desa mandiri mesti mencerminkan kepentingan paling aktual dari
masyarakat Desa sendiri. Isudan agenda didaratkan pada ingatan dan problematika
keseharian rakyat Desa.Persoalan kebutuhan dasar masyarakat Desa menyangkut
soal pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan serta terbangunnya iklim
usaha ekonomi masyarakat yang sehat dan berkembang.
Negara (Pemerintah) telah menetapkan kewenangan dan urusan yang ditangani oleh
Desa demikian juga dengan dukungan anggaran Dana Desa yang bersumber dari
APBN. Di samping itu UU NO 6 tahun 2014 tentang Desa menekankan pentingnya
kemandirian Desa, penataan perencanaan pembangunan Desa, peningkatan
kapasitas Kepala Desa dan perangkat Desa, serta peningkatan sumber-sumber
keuangan Desa.
Pengaturan Desa dihadapkan pada realitas Desa baik yang bersifat potensi maupun
permasalahan Desa yang bersifat strategis. Realitas Desa yang bersifat strategis
diantaranya adalah alternatif lapangan kerja di Desa, akses terhadap sumber-sumber
permodalan-produksi-pasar termasuk bagaimana mendayagunakan aset Desa
menjadi modal ekonomi produktif yang bisa dikerjakan dan dinikmati oleh rakyat
banyak di Desa, serta ketersediaan serta akses terhadap sarana dan prasarana
sosial dasar. Model pendekatan konsolidasi perencanaan dan penganggaran Desa
menentukan pemecahan kongkrit dari aspek strategis Desa ini. Persoalan Desa tidak
boleh hanya disikapi pada kebutuhan layanan administratif, karena ide dan gagasan
yang dibangun tentang Desa jauh lebih besar.
Pandangan di atas tentu terkait dengan perspektif kedudukan Desa. Dualitas Desa
(Definisi Desa menurut UU Desa) sebagai unit pemerintahan dan sebagai kesatuan
masyarakat menampilkan tanda format otonomi Desa akan seperti apa. Peraturan
perundangan menempatkan Desa menjalankan fungsi administrasi pemerintahan
sekaligus kesatuan masyarakat. Dualitas Desa dalam kesatuan ini menempatkan
kedudukan Desa bersifat unik.
Kedudukan Desa terkait dengan peran, kapasitas dan dukungan kebijakan. Posisi
dan kedudukan Desa terhadap masyarakat bersifat pemenuhan kewajiban dan
tangung jawab, sedangkan terhadap negara bersifat hak-hak yang seharusnya
diterima. Tafsir atas otonomi Desa menjadi penentu perlakuan negara terhadap
Desa. Otonomi Desa yang bersifat otonomi (asli) seharusnya ditafsir bukan sebagai
hilangnya kewajiban dan tanggung jawab negara kepada Desa. Hal ini menjadi
karakter (penjiwaan) UU No 6 Tahun 2014.
Lendy W. Wibowo
1
Konsultan Nasional Pengembangan Program - Transisi (KNPPT)
Kemendesa
Desa sebagai kesatuan masyarakat diakui dan dihormati dalam bentuk, hak serta
kewenangan asal usul, seperti Nagari di Sumatera Barat, Lembang di Tana Toraja,
Kuwu di Cirobon, Desa Pakereman di Bali dan Kampung di Papua serta lain-lain
tempat. Pengakuan Negara tersebut diwujudkan dalam bentuk hak asal usul Desa
dan dalam bentuk kewenangan Desa sebagai kewenangan berdasarkan asal usul.
Selain itu Desa diberikan kewenangan oleh negara dalam bentuk Kewenangan Desa
berskala lokal. Dua kewenangan ini menegaskan pengakuan negara terhadap Desa
sebagai bentuk, pranata yang masih berjalan (rekognisi) dan pengakuan negara
terhadap kapasitas Desa dalam mengelola urusan-urusan pemerintahan, pembinaan
kemasyarakatan, pembangunan dan pemberdayaan Desa (subsidiari). Sumber
kewenangan Desa menjadi kunci, dalam kadar dan derajad otonomi serta Desa
dalam layanan administratif seharusnya menjadi pemicu tafsir dan tindakan dinamis
Desa.
Kecenderungan komunitas Desa yg makin terbuka membawa Desa pada pilihan
konsensus baru pada tingkat lokal sebagai pilihan dan keputusan partisipatif yang
layak dihargai. Setiap pilihan membawa konsekuensi pada kewenangan dan
anggaran Desa tetapi yang lebih penting, negara telah membangun relasi yang
dewasa dengan Desa, otonomi yang direncanakan dengan matang termasuk dalam
hal memperlakukan Desa.
II.
Konsep Desa Mandiri dalam Kerangka Visi UU Desa
Pembangunan dan Pemberdayaan sebagai JalanUtamaMenuju Desa Mandiri
Dalam konteks Desa, diskursus menarik tentang kemandirian Desa adalah tentang
relasi pembangunan dengan pemberdayaan Desa. Kenapa hal ini menarik,
dikarenakan bahwa pembangunan sebagai alat atau sarana mensejahterakan rakyat
di Desa tidak lagi dianggap sebagai pendekatan tunggal, yang berdiri sendiri.
Pembangunan dalam konteks Desa membutuhkan pendekatan pemberdayaan,
sebagai jalan utama menuju kemandirian. UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa
semakin mendorong berkembangnya pandangan baru yang meyakini bahwa
pembangunan dan pemberdayaan Desa adalah dualitas dalam ketunggalan dalam
pembangunan Desa.
Pembangunan dan pemberdayaan Desa tidak hanya sekedar mengkaitkan
hubungan pokok antara negara dengan kapital dalam konstruksi teknokrasi, akan
tetapi juga menempatkan rakyat dalam keterlibatan aktif selama proses
pembangunan Desa.Masyarakat sebagai subyek pembangunan, dan tidak menjadi
obyek pembangunan semata-mata. Negara mereposisi kedudukan sebagai regulator
dan fasilitator pembangunan dan kapitalisasi pembangunan berfungsi sebagai alat
dan sarana bagi peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat (konsep
redistribusi).
III.
Issu Strategis Menuju Desa Mandiri
Lumbung Ekonomi Desa, Lingkar Budaya Desa, Jaring Wira Desa
Mewujudkan Desa yang mempunyai kekuatan secara ekonomi, budaya dan sosial
melalui pendekatan pembangunan dan pemberdayaan Desa merupakan gambaran
mengenai Desa Mandiri. Muatan strategis UU Desa menuju Desa mandiri bertumpu
pada tigadaya yakni berkembangnya kegiatan ekonomi Desa dan antar Desa, makin
kuatnya sistempartisipatif Desa, serta terbangunnya masyarakat di Desa yang kuat
Lendy W. Wibowo
2
Konsultan Nasional Pengembangan Program - Transisi (KNPPT)
Kemendesa
secara ekonomi dan sosial-budaya serta punya kepedulian tinggi terhadap
pembangunan serta pemberdayaan Desa.
Tigadaya tersebut selaras dengan Konsep yang disampaikan Prof. Ahmad Erani
Yustika selaku Dirjen PPMD Kemendes PDTT pada beberapa kesempatan, bahwa
membangun Desa dalam konteks UU No 6 Tahun 2014 setidaknya mencakup
upaya-upaya untuk mengembangkan keberdayaan dan pembangunan masyarakat
Desa di bidang ekonomi, sosial dan kebudayaan. Konsep tersebut dikenal dengan
istilah “Lumbung Ekonomi Desa, Lingkar Budaya Desa, dan Jaring Wira Desa”.
Lumbung Ekonomi Desa tidak cukup hanya menyediakan basis dukungan finansial
terhadap rakyat miskin, tetapi juga mendorong usaha ekonomi Desa dalam arti luas.
Penciptaan kegiatan-kegiatan yang membuka akses produksi, distribusi, dan pasar
(access to finance, access to production, access to distribution and access to
market) bagi rakyat Desa dalam pengelolaan kolektif dan individu mesti berkembang
dan berlanjut.
Pembangunan dan pemberdayaan Desa diharapkan mampu melahirkan
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi
yang berkualitas adalah konsep mengenai perkuatan dan kontribusi yang
disumbangkan oleh sektor ekonomi riil, tidak hanya dari pasar uang dan pasar
saham. Sektor ekonomi riil yang tumbuh dan berkembang dari bawah karena
dukungan ekonomi rakyat di Desa.
Pertumbuhan ekonomi dari bawah bertumpu pada 2 hal pokok yakni memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada pelaku ekonomi lokal untuk memanfaatkan
sumberdaya milik lokal dalam rangka kesejahteraan bersama dan memperbanyak
pelaku ekonomi untuk mengurangi faktor produksi yang tidak terpakai.
Dua hal di atas dapat dicapai jika ada intervensi Pemerintah pada pasar lokal,
karena pasar tidak bisa membentuk bahkan menstimulasi kesempatan dan pelaku
dalam keadaan ketidakseimbangan modal, informasi, dan akses lain yang dimiliki
para pelaku. Kurang adanya intervensi yang pantas dari pemerintah dalam daya
ekonomi bawah ini telah menyebabkan permasalahan antara lain kegagalan pasar,
terjadinya monopoli, misalokasi sumberdaya, dan adanya sumberdaya yang tidak
terpakai.
Pemberian kesempatan yang seluas-luasnya tidak cukup hanya melalui treatment
membuka akses permodalan, akan tetapi juga akses produksi, akses distribusi dan
akses pasar. Akses permodalan dibuka dan dikembangkan melalui pemberian kredit
yang terjangkau dan fleksible, akses produksi dikembangkan melalui dorongan dan
dukungan sektor industri lokal yang berbasis sumberdaya lokal, dan akses pasar
dikembangkan melalui regulasi dan kebijakan yang memastikan terbentuk dan
berkembangnya kondisi yang optimum dari perekonomian di perdesaan.
Pertumbuhan ekonomi dari bawah menitikberatkan pada tumbuh dan
berkembangnya sektor usaha dan industri lokal, yang mempunyai basis produksi
bertumpu pada sumberdaya lokal. Bentuk-bentuk usaha yang telah berkembang
seperti kerajian, pertanian, perikanan, perkebunan, peternakan, industri kecil,
makanan olahan sehat, adalah sektor ekonomi strategis yang harusnya digarap
Desa dan Kerjasama Desa.
Lumbung Ekonomi Desa juga harus mengembangkan sektor usaha dan produksi
rakyat yang mendeskripsikan kepemilikan kolektif lebih konkrit. Bentuk-bentuk yang
telah dinaungi peraturan perundangan semacam BKAD, BUMDes, Koperasi,
Lendy W. Wibowo
3
Konsultan Nasional Pengembangan Program - Transisi (KNPPT)
Kemendesa
maupun badan usaha milik masyarakat lain perlu diprioritaskan. Pilihan-pilihan usaha
berbasis kegiatan yang telah dibentuk dan dikembangkan masyarakat Desa
misalnya listrik desa, desa mandiri energi, pasar desa, air bersih, usaha bersama
melalui UEP, lembaga simpan pinjam juga merupakan prioritas kegiatan dalam
rangka pengembangan Lumbung Ekonomi Desa.
Jaring Wira Desaadalah upaya menumbuhkan kapasitas manusia Desa yang
mencerminkan sosok manusia Desa yang cerdas, berkarakter dan mandiri.Jaring
wira Desa menempatkan manusia sebagai aktor utama sekaligus mampu
menggerakkan dinamika sosial ekonomi serta kebudayaan di Desa dengan
kesadaran, pengetahuan serta ketrampilan sehingga Desa juga melestarikan
keteladanan sebagai soko guru kearifan lokal.
Lingkar Budaya Desa mengangkat kembali nilai-nilai kolektif desa dan budaya
bangsa mengenai musyawarah mufakat dan gotong royong serta nilai-nilai manusia
(desa) Indonesia yang tekun, bekerja keras, sederhana, serta punya daya tahan.
Selain itu lingkar budaya Desa bertumpu pada bentuk dan pola komunalisme,
kearifan lokal, keswadayaan sosial, kelestarian lingkungan, serta ketahanan dan
kedaulatan lokal, hal ini mencerminkan kolektivitas masyarakat di Desa.
IV.
Pengembangan Aset Desa sebagai Prioritas Issu Desa Mandiri
Kepentingan kolektif Desa dan antar Desa yang paling utama adalah bagaimana
memperkuat aset Desa. Persoalan aset Desa menjadi penentu mencapai
kesejahteraan dan kemakmuran. Aset selain berhubungan dengan kepemilikan
sehingga menentukan posisi tawar Desa ketika berhubungan dengan pasar, juga
berkaitan dengan konsolidasi serta distribusi kekayaan Desa. Dua faktor inilah yang
paling menentukan untuk mengukur tingkat otonomi dan kemandirian Desa.
Dalam konteks aset publik maka isu strategis bagi Desa adalah mengenai
manajemen aset-aset Desa. Aset Desa membicarakan kepentingan mengenai
upaya-upaya inventarisasi, pengembangan serta pendistribusiannya kembali.
Benturan kepentingan menjadi fakta yang tidak bisa dihindari ketika Desa
memperkuat diri, apalagi pada saat masuk wilayah yang paling sensitif mengenai
inventarisasi dan manajemen aset. Benturan yang mungkin terjadi ketika Desa
dengan perspektif kemandirian bertemu dengan kebijakan daerah yang mencurigai
semangat penguatan Desa. Potensi konflik ini diharapkan dapat dijembatani secara
bertahap melalui peran mediasi kepentingan antar Desa.
Tentu banyak pihak mengetahui perubahan status kepemilikan aset Desa. Banyak
aset Desa yang telah berpindah tangan baik untuk kepentingan publik maupun untuk
kepentingan privat. Banyak perubahan status itu dilakukan tidak sesuai dengan
aturan yang ada. Pelanggaran aturan itu terjadi dilakukan melalui tekanan politik,
keuntungan ekonomi, maupun bentuk lain. Perubahan status tanah Desa menjadi
milik daerah, swasta perorangan dan swasta korporasi makin sering dijumpai saat
kita menggali hal itu ke Desa-Desa. Desa berada pada posisi lemah dalam relasi
transaksi tentang aset yang mereka miliki. Inventarisasi aset Desa merupakan
langkah pertama menyelamatkan aset Desa.
Selanjutnya terkait bagaimana aset Desa dikembangkan. Aset Desa adalah barang
milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban
APBDes atau perolehan hak lain yang sah. Dalam upaya mengembangkan aset
Desa, sebenarnya Desa dapat melakukan penyertaan modal berupa pengalihan
kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk
Lendy W. Wibowo
4
Konsultan Nasional Pengembangan Program - Transisi (KNPPT)
Kemendesa
diperhitungkan sebagai modal atau saham Desa pada Badan Usaha Milik Desa
(BUMDES), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau Badan Hukum lain yang
dimiliki bersama oleh Desa atau Daerah. Terbuka peluang mengkaji bentuk-bentuk
penyertaan modal Desa yang paling tepat sesuai dengan kondisi Desa-Desa yang
ada.
Selain penyertaan modal, bentuk lain yang dapat dilakukan adalah pendayagunaan
kekayaan Desa yang tidak dimanfaatkan melalui bentuk sewa, pinjam pakai,
kerjasama pemanfaatan, bangun serah guna, bangun guna serah dengan tidak
mengubah status kekayaan Desa.Sewa adalah pemanfaatan kekayaan Desa oleh
pihak lain dalam jangka waktu tertentu untuk menerima imbalan uang tunai. Pinjam
pakai adalah penyerahan penggunaan kekayaan Desa antar Pemerintah Desa
dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu
tersebut berakhir harus diserahkan kembali kepada Pemerintah Desa yang
bersangkutan. Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan kekayaan Desa oleh
pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan Desa
bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya. Bangun guna serah adalah
pemanfaatan kekayaan Desa berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan
bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak
lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati untuk selanjutnya
diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya
setelah berakhirnya jangka waktu. Bangun serah guna adalah pemanfaatan
kekayaan Desa berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan
dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya
diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu
tertentu yang disepakati.
Terkait distribusi hasil pengembangan aset Desa, dalam perspektif politik menjadi
penanda nilai strategis aset Desa. Aset Desa sebagai aset milik masyarakat, tidak
hanya sekedar pengakuan dengan pendasaran legal, atau besaran hasil
pengembangan dalam ukuran nominal ekonomi, akan tetapi sejauh mana
manfaatnya bisa dinikmati oleh masyarakat.
Distribusi menyangkut pemanfaatan hasil-hasil pengelolaan aset. Aset Desa tidak
lagi bermakna aset diam dan pasif. Dalam terminologi ekonomi politik, bagaimana
mengubah aset menjadi modal diletakkan dalam kerangka kepemilikan dan
pemanfaatan oleh rakyat Desa.
V.
Desa Mandiri dalam Relasi Kerjasama Desa
UU Desa memberikan kelegaan banyak pihak. Sebelum itu, terjadi kebuntuan dalam
proses pembahasan yang diakibatkan belum jelas pengaturan relasi Desa-Pusat dan
Desa-Daerah. Lebih-lebih relasi itu terkait dengan kewenangan, anggaran dan aset.
Bagi daerah, penguatan Desa tidak boleh menampilkan Desa yang memalingkan
muka dari wajah daerah. Bagi pusat, penguatan Desa tidak bisa dilakukan jika justru
hal itu berarti seperti membesarkan anak macan. Di tengah kerumitan itu terdapat
jalan tengah yang bisa ditawarkan, yakni memperkuat perspektif kewilayahan. Desa
dipandang sebagai suatu kawasan/perdesaan. Cara pandang kawasan bisa
mempengaruhi psikologi otonom yang mementingkan diri sendiri menjadi otonom
yang membangun semangat kerjasama.
Peran strategis Desa dapat dilakukan ketika Desa telah memiliki kapasitas yang
cukup ketika berhubungan dengan kepentingan luar.Desa yang telah berada pada
Lendy W. Wibowo
5
Konsultan Nasional Pengembangan Program - Transisi (KNPPT)
Kemendesa
level bekerjasama dengan Desa lain atau pihak ketiga lain berarti telah mampu
mengelola potensi dan kekuatan yang dimiliki untuk berkembang. Desa-Desa inilah
yang mendekati gambaran tentang Desa mandiri atau Desa yang berdaulat. Jika
kesadaran tidak tumbuh dalam relasi kerjasama yang dilakukan seperti digambarkan
di atas, sulit dihindari anggapan bahwa kerjasama itu bersifat semu.
Isu strategis penguatan Desa yang dimediasikan dalam skala dan cakupan antar
Desa diantaranya menyangkut isu pengembangan Aset bersama Desa-Desa dan
komitmen pengalokasian anggaran untuk Desa, serta kebijakan tentang
pengembangan pasar yang mendorong tumbuhnya sektor dan kawasan ekonomi
perdesaan. Ketika UU Desa disahkan, maka kerjasama Desa menjadi agenda
strategis sekaligus menempatkan badan yang mengelola kerjasama tersebut (BKAD)
menjadi aktor penting dalam urusan/kepentingan penguatan Desa sebagai kawasan.
BKAD adalah organisasi kerja yang diharapkan mampu mendorong kerjasama Desa
berkembang. Ada beberapa alasan tentang hal ini, yakni bahwa BKAD mempunyai
lingkup wilayah antar Desa, berperan sebagai lembaga dalam mengelola
perencanaan pembangunan partisipatif, menumbuhkan usaha-usaha pengelolaan
aset bersama Desa-Desa secara produktif, serta pengelolaan program-program
pengembangan masyarakat Desa yang bersifat kawasan.
Pemikiran untuk menjaga keberlanjutan status dan fungsi Kerjasama Desa
didasarkan pada dua peluang. Peluang pertama dari aspek keberlanjutan
kelembagaan dan peluang kedua berasal dari potensi kegiatan yang
dikerjasamakan. Keberlanjutan kelembagaan dipengaruhi di antaranya oleh
ketersediaan perangkat peraturan yang relevan.
VI.
Kesimpulan
Desa yang mempunyai kekuatan secara ekonomi, budaya dan sosial yang
diwujudkan melalui pembangunan dan pemberdayaan masyarakat adalah Desa
Mandiri. Dirjen PPMD Kemendes memperkenalkannya sebagai konsep Lumbung
Ekonomi Desa, Lingkar Budaya Desa, Jaring Wira Desa. Kemandirian Desa yang
bertumpu pada pengelolaan Aset Desa dan pengembangan kawasan perdesaan.
Dasar kebijakan atau dasar hukum pengembangan Desa mandiri adalah UU No 6
tahun 2014 tentang Desa, yang menyebutkan bahwa Desa telah berkembang dalam
berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat,
maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat
dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang
adil, makmur, dan sejahtera. Selain itu azas (rekognisi dan subsidiari) dan
kewenangan desa (asal usul dan kewenangan desa berskala lokal) merupakan
dasar kebijakan Desa Mandiri.
Syarat dan prinsip utama membangun Desa mandiri adalah pendayagunaan
sumberdaya Desa, penataan dan pengembangan asset Desa, pemberdayaan
masyarakat berkesinambungan, partisipasi aktif masyarakat dan kelembagaan
masyarakat, tersedianya anggaran/dana Desa untuk mengelola kegiatan
pembangunan dan pemberdayaan, serta pendampingan Desa dan kerjasama antar
Desa maupun pihak lain.
Modal atau aset utama yang dibutuhkan untuk membangun Desa mandiri yaitu;
sumberdaya dan dana, pasar (daya beli dan daya jual), tenaga kerja ( ketersediaan
dalam jumlah dan tingkat ketrampilan), penanaman modal skala Desa dan kawasan,
Lendy W. Wibowo
6
Konsultan Nasional Pengembangan Program - Transisi (KNPPT)
Kemendesa
kemampuan Pemerintahan Lokal (kualitas SDM, akses , ketersediaan regulasi),
sarana dan prasarana (terutama transportasi dan komunikasi), teknologi.
VII.
Kerangka Strategi Pelaksanaan Mewujudkan Desa Mandiri
Masyarakat bersama Pemerintah Desa bersama-sama mengidentifikasi kebutuhan
pembangunan, membuat perencanaan, melaksanakan serta mengawasi dan
mengevaluasi pembangunan dalam rangka terwujudnya Desa mandiri.
Perubahan Desa sebagai akibat dinamika pembangunan dan pemberdayaan Desa
memunculkan kebutuhan pada tiga daya yakni kegiatan investasi ekonomi Desa dan
antar Desa, kekokohan sistem partisipatif Desa, serta terbangunnya masyarakat di
Desa yang kuat secara ekonomi dan sosial-budaya serta punya kepedulian tinggi
terhadap pembangunan serta pemberdayaan Desa. Format pendampingan Desa
perlu disesuaikan dan direkonstruksi agar sesuai dengan Perubahan Desa tersebut.
Pendampingan Desa perlu memperhatikan perubahan lingkungan strategis Desa
serta perubahan sikap para aktor dalam relasi sosial-ekonomi-budaya Desa.
Perubahan ekonomi politik Desa mencerminkan kondisi dinamis yang perlu
diperhatikan seiring perubahan cara pandang mengenai norma dan praktek sosial
budaya Desa selama ini.
Langkah strategis membangun Desa Mandiri diantaranya; Mendorong masyarakat
desa terlibat aktif dalam perumusan kebijakan pembangunan desa; Membangun
sistem perencanaan dan penganggaran desa yang responsif, partisipatif, akuntabel,
dan transparan; Membangun kelembagaan ekonomi Desa yang mandiri dan
produktif
berbasis
sumberdaya/potensi
Desa;
Mengembangkan
sistem
pengembangan aset Desa yang makin produktif serta bermanfaat bagi masyarakat;
Menumbuhkembangkan budaya dan nilai-nilai sosial Desa seperti kegotong
royongan,
kerelawanan,
kesetiakawanan,
keswadayaan
masyarakat;
Mengembangkan
kerjasama
Desa
dalam
rangka
mendayagunakan
sumberdaya/potensi yang ada; Membangun sistem informasi Desa sebagai wujud
keterbukaan informasi pembangunan termasuk informasi tentang komoditas dan
pasar, peluang usaha dsb.
Lendy W. Wibowo
7
Kemendesa
MENCAPAI DESA MANDIRI DALAM KERANGKA UU DESA
Lendy W. Wibowo
I.
Pendahuluan
Desa sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum
Desa Mandiri berarti Desa mempunyai kekuatan secara ekonomi, budaya dan sosial
melalui pembangunan dan pemberdayaan masyarakat secara berkesinambungan.
Meski tidak mudah, hal ini merupakan amanat UU Desa dalam rangka memperkuat
Desa. Oleh karena itu isu memperkuat Desa diharapkan juga mendapat dukungan
luas masyarakat Desa sendiri. Hal ini penting, bahwa persoalan Desatidak boleh
menjadi konsumsi kalangan elit (politisi, akademisi, pelaku elit program) saja. Isu dan
agenda Desa mandiri mesti mencerminkan kepentingan paling aktual dari
masyarakat Desa sendiri. Isudan agenda didaratkan pada ingatan dan problematika
keseharian rakyat Desa.Persoalan kebutuhan dasar masyarakat Desa menyangkut
soal pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan serta terbangunnya iklim
usaha ekonomi masyarakat yang sehat dan berkembang.
Negara (Pemerintah) telah menetapkan kewenangan dan urusan yang ditangani oleh
Desa demikian juga dengan dukungan anggaran Dana Desa yang bersumber dari
APBN. Di samping itu UU NO 6 tahun 2014 tentang Desa menekankan pentingnya
kemandirian Desa, penataan perencanaan pembangunan Desa, peningkatan
kapasitas Kepala Desa dan perangkat Desa, serta peningkatan sumber-sumber
keuangan Desa.
Pengaturan Desa dihadapkan pada realitas Desa baik yang bersifat potensi maupun
permasalahan Desa yang bersifat strategis. Realitas Desa yang bersifat strategis
diantaranya adalah alternatif lapangan kerja di Desa, akses terhadap sumber-sumber
permodalan-produksi-pasar termasuk bagaimana mendayagunakan aset Desa
menjadi modal ekonomi produktif yang bisa dikerjakan dan dinikmati oleh rakyat
banyak di Desa, serta ketersediaan serta akses terhadap sarana dan prasarana
sosial dasar. Model pendekatan konsolidasi perencanaan dan penganggaran Desa
menentukan pemecahan kongkrit dari aspek strategis Desa ini. Persoalan Desa tidak
boleh hanya disikapi pada kebutuhan layanan administratif, karena ide dan gagasan
yang dibangun tentang Desa jauh lebih besar.
Pandangan di atas tentu terkait dengan perspektif kedudukan Desa. Dualitas Desa
(Definisi Desa menurut UU Desa) sebagai unit pemerintahan dan sebagai kesatuan
masyarakat menampilkan tanda format otonomi Desa akan seperti apa. Peraturan
perundangan menempatkan Desa menjalankan fungsi administrasi pemerintahan
sekaligus kesatuan masyarakat. Dualitas Desa dalam kesatuan ini menempatkan
kedudukan Desa bersifat unik.
Kedudukan Desa terkait dengan peran, kapasitas dan dukungan kebijakan. Posisi
dan kedudukan Desa terhadap masyarakat bersifat pemenuhan kewajiban dan
tangung jawab, sedangkan terhadap negara bersifat hak-hak yang seharusnya
diterima. Tafsir atas otonomi Desa menjadi penentu perlakuan negara terhadap
Desa. Otonomi Desa yang bersifat otonomi (asli) seharusnya ditafsir bukan sebagai
hilangnya kewajiban dan tanggung jawab negara kepada Desa. Hal ini menjadi
karakter (penjiwaan) UU No 6 Tahun 2014.
Lendy W. Wibowo
1
Konsultan Nasional Pengembangan Program - Transisi (KNPPT)
Kemendesa
Desa sebagai kesatuan masyarakat diakui dan dihormati dalam bentuk, hak serta
kewenangan asal usul, seperti Nagari di Sumatera Barat, Lembang di Tana Toraja,
Kuwu di Cirobon, Desa Pakereman di Bali dan Kampung di Papua serta lain-lain
tempat. Pengakuan Negara tersebut diwujudkan dalam bentuk hak asal usul Desa
dan dalam bentuk kewenangan Desa sebagai kewenangan berdasarkan asal usul.
Selain itu Desa diberikan kewenangan oleh negara dalam bentuk Kewenangan Desa
berskala lokal. Dua kewenangan ini menegaskan pengakuan negara terhadap Desa
sebagai bentuk, pranata yang masih berjalan (rekognisi) dan pengakuan negara
terhadap kapasitas Desa dalam mengelola urusan-urusan pemerintahan, pembinaan
kemasyarakatan, pembangunan dan pemberdayaan Desa (subsidiari). Sumber
kewenangan Desa menjadi kunci, dalam kadar dan derajad otonomi serta Desa
dalam layanan administratif seharusnya menjadi pemicu tafsir dan tindakan dinamis
Desa.
Kecenderungan komunitas Desa yg makin terbuka membawa Desa pada pilihan
konsensus baru pada tingkat lokal sebagai pilihan dan keputusan partisipatif yang
layak dihargai. Setiap pilihan membawa konsekuensi pada kewenangan dan
anggaran Desa tetapi yang lebih penting, negara telah membangun relasi yang
dewasa dengan Desa, otonomi yang direncanakan dengan matang termasuk dalam
hal memperlakukan Desa.
II.
Konsep Desa Mandiri dalam Kerangka Visi UU Desa
Pembangunan dan Pemberdayaan sebagai JalanUtamaMenuju Desa Mandiri
Dalam konteks Desa, diskursus menarik tentang kemandirian Desa adalah tentang
relasi pembangunan dengan pemberdayaan Desa. Kenapa hal ini menarik,
dikarenakan bahwa pembangunan sebagai alat atau sarana mensejahterakan rakyat
di Desa tidak lagi dianggap sebagai pendekatan tunggal, yang berdiri sendiri.
Pembangunan dalam konteks Desa membutuhkan pendekatan pemberdayaan,
sebagai jalan utama menuju kemandirian. UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa
semakin mendorong berkembangnya pandangan baru yang meyakini bahwa
pembangunan dan pemberdayaan Desa adalah dualitas dalam ketunggalan dalam
pembangunan Desa.
Pembangunan dan pemberdayaan Desa tidak hanya sekedar mengkaitkan
hubungan pokok antara negara dengan kapital dalam konstruksi teknokrasi, akan
tetapi juga menempatkan rakyat dalam keterlibatan aktif selama proses
pembangunan Desa.Masyarakat sebagai subyek pembangunan, dan tidak menjadi
obyek pembangunan semata-mata. Negara mereposisi kedudukan sebagai regulator
dan fasilitator pembangunan dan kapitalisasi pembangunan berfungsi sebagai alat
dan sarana bagi peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat (konsep
redistribusi).
III.
Issu Strategis Menuju Desa Mandiri
Lumbung Ekonomi Desa, Lingkar Budaya Desa, Jaring Wira Desa
Mewujudkan Desa yang mempunyai kekuatan secara ekonomi, budaya dan sosial
melalui pendekatan pembangunan dan pemberdayaan Desa merupakan gambaran
mengenai Desa Mandiri. Muatan strategis UU Desa menuju Desa mandiri bertumpu
pada tigadaya yakni berkembangnya kegiatan ekonomi Desa dan antar Desa, makin
kuatnya sistempartisipatif Desa, serta terbangunnya masyarakat di Desa yang kuat
Lendy W. Wibowo
2
Konsultan Nasional Pengembangan Program - Transisi (KNPPT)
Kemendesa
secara ekonomi dan sosial-budaya serta punya kepedulian tinggi terhadap
pembangunan serta pemberdayaan Desa.
Tigadaya tersebut selaras dengan Konsep yang disampaikan Prof. Ahmad Erani
Yustika selaku Dirjen PPMD Kemendes PDTT pada beberapa kesempatan, bahwa
membangun Desa dalam konteks UU No 6 Tahun 2014 setidaknya mencakup
upaya-upaya untuk mengembangkan keberdayaan dan pembangunan masyarakat
Desa di bidang ekonomi, sosial dan kebudayaan. Konsep tersebut dikenal dengan
istilah “Lumbung Ekonomi Desa, Lingkar Budaya Desa, dan Jaring Wira Desa”.
Lumbung Ekonomi Desa tidak cukup hanya menyediakan basis dukungan finansial
terhadap rakyat miskin, tetapi juga mendorong usaha ekonomi Desa dalam arti luas.
Penciptaan kegiatan-kegiatan yang membuka akses produksi, distribusi, dan pasar
(access to finance, access to production, access to distribution and access to
market) bagi rakyat Desa dalam pengelolaan kolektif dan individu mesti berkembang
dan berlanjut.
Pembangunan dan pemberdayaan Desa diharapkan mampu melahirkan
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi
yang berkualitas adalah konsep mengenai perkuatan dan kontribusi yang
disumbangkan oleh sektor ekonomi riil, tidak hanya dari pasar uang dan pasar
saham. Sektor ekonomi riil yang tumbuh dan berkembang dari bawah karena
dukungan ekonomi rakyat di Desa.
Pertumbuhan ekonomi dari bawah bertumpu pada 2 hal pokok yakni memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada pelaku ekonomi lokal untuk memanfaatkan
sumberdaya milik lokal dalam rangka kesejahteraan bersama dan memperbanyak
pelaku ekonomi untuk mengurangi faktor produksi yang tidak terpakai.
Dua hal di atas dapat dicapai jika ada intervensi Pemerintah pada pasar lokal,
karena pasar tidak bisa membentuk bahkan menstimulasi kesempatan dan pelaku
dalam keadaan ketidakseimbangan modal, informasi, dan akses lain yang dimiliki
para pelaku. Kurang adanya intervensi yang pantas dari pemerintah dalam daya
ekonomi bawah ini telah menyebabkan permasalahan antara lain kegagalan pasar,
terjadinya monopoli, misalokasi sumberdaya, dan adanya sumberdaya yang tidak
terpakai.
Pemberian kesempatan yang seluas-luasnya tidak cukup hanya melalui treatment
membuka akses permodalan, akan tetapi juga akses produksi, akses distribusi dan
akses pasar. Akses permodalan dibuka dan dikembangkan melalui pemberian kredit
yang terjangkau dan fleksible, akses produksi dikembangkan melalui dorongan dan
dukungan sektor industri lokal yang berbasis sumberdaya lokal, dan akses pasar
dikembangkan melalui regulasi dan kebijakan yang memastikan terbentuk dan
berkembangnya kondisi yang optimum dari perekonomian di perdesaan.
Pertumbuhan ekonomi dari bawah menitikberatkan pada tumbuh dan
berkembangnya sektor usaha dan industri lokal, yang mempunyai basis produksi
bertumpu pada sumberdaya lokal. Bentuk-bentuk usaha yang telah berkembang
seperti kerajian, pertanian, perikanan, perkebunan, peternakan, industri kecil,
makanan olahan sehat, adalah sektor ekonomi strategis yang harusnya digarap
Desa dan Kerjasama Desa.
Lumbung Ekonomi Desa juga harus mengembangkan sektor usaha dan produksi
rakyat yang mendeskripsikan kepemilikan kolektif lebih konkrit. Bentuk-bentuk yang
telah dinaungi peraturan perundangan semacam BKAD, BUMDes, Koperasi,
Lendy W. Wibowo
3
Konsultan Nasional Pengembangan Program - Transisi (KNPPT)
Kemendesa
maupun badan usaha milik masyarakat lain perlu diprioritaskan. Pilihan-pilihan usaha
berbasis kegiatan yang telah dibentuk dan dikembangkan masyarakat Desa
misalnya listrik desa, desa mandiri energi, pasar desa, air bersih, usaha bersama
melalui UEP, lembaga simpan pinjam juga merupakan prioritas kegiatan dalam
rangka pengembangan Lumbung Ekonomi Desa.
Jaring Wira Desaadalah upaya menumbuhkan kapasitas manusia Desa yang
mencerminkan sosok manusia Desa yang cerdas, berkarakter dan mandiri.Jaring
wira Desa menempatkan manusia sebagai aktor utama sekaligus mampu
menggerakkan dinamika sosial ekonomi serta kebudayaan di Desa dengan
kesadaran, pengetahuan serta ketrampilan sehingga Desa juga melestarikan
keteladanan sebagai soko guru kearifan lokal.
Lingkar Budaya Desa mengangkat kembali nilai-nilai kolektif desa dan budaya
bangsa mengenai musyawarah mufakat dan gotong royong serta nilai-nilai manusia
(desa) Indonesia yang tekun, bekerja keras, sederhana, serta punya daya tahan.
Selain itu lingkar budaya Desa bertumpu pada bentuk dan pola komunalisme,
kearifan lokal, keswadayaan sosial, kelestarian lingkungan, serta ketahanan dan
kedaulatan lokal, hal ini mencerminkan kolektivitas masyarakat di Desa.
IV.
Pengembangan Aset Desa sebagai Prioritas Issu Desa Mandiri
Kepentingan kolektif Desa dan antar Desa yang paling utama adalah bagaimana
memperkuat aset Desa. Persoalan aset Desa menjadi penentu mencapai
kesejahteraan dan kemakmuran. Aset selain berhubungan dengan kepemilikan
sehingga menentukan posisi tawar Desa ketika berhubungan dengan pasar, juga
berkaitan dengan konsolidasi serta distribusi kekayaan Desa. Dua faktor inilah yang
paling menentukan untuk mengukur tingkat otonomi dan kemandirian Desa.
Dalam konteks aset publik maka isu strategis bagi Desa adalah mengenai
manajemen aset-aset Desa. Aset Desa membicarakan kepentingan mengenai
upaya-upaya inventarisasi, pengembangan serta pendistribusiannya kembali.
Benturan kepentingan menjadi fakta yang tidak bisa dihindari ketika Desa
memperkuat diri, apalagi pada saat masuk wilayah yang paling sensitif mengenai
inventarisasi dan manajemen aset. Benturan yang mungkin terjadi ketika Desa
dengan perspektif kemandirian bertemu dengan kebijakan daerah yang mencurigai
semangat penguatan Desa. Potensi konflik ini diharapkan dapat dijembatani secara
bertahap melalui peran mediasi kepentingan antar Desa.
Tentu banyak pihak mengetahui perubahan status kepemilikan aset Desa. Banyak
aset Desa yang telah berpindah tangan baik untuk kepentingan publik maupun untuk
kepentingan privat. Banyak perubahan status itu dilakukan tidak sesuai dengan
aturan yang ada. Pelanggaran aturan itu terjadi dilakukan melalui tekanan politik,
keuntungan ekonomi, maupun bentuk lain. Perubahan status tanah Desa menjadi
milik daerah, swasta perorangan dan swasta korporasi makin sering dijumpai saat
kita menggali hal itu ke Desa-Desa. Desa berada pada posisi lemah dalam relasi
transaksi tentang aset yang mereka miliki. Inventarisasi aset Desa merupakan
langkah pertama menyelamatkan aset Desa.
Selanjutnya terkait bagaimana aset Desa dikembangkan. Aset Desa adalah barang
milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban
APBDes atau perolehan hak lain yang sah. Dalam upaya mengembangkan aset
Desa, sebenarnya Desa dapat melakukan penyertaan modal berupa pengalihan
kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk
Lendy W. Wibowo
4
Konsultan Nasional Pengembangan Program - Transisi (KNPPT)
Kemendesa
diperhitungkan sebagai modal atau saham Desa pada Badan Usaha Milik Desa
(BUMDES), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau Badan Hukum lain yang
dimiliki bersama oleh Desa atau Daerah. Terbuka peluang mengkaji bentuk-bentuk
penyertaan modal Desa yang paling tepat sesuai dengan kondisi Desa-Desa yang
ada.
Selain penyertaan modal, bentuk lain yang dapat dilakukan adalah pendayagunaan
kekayaan Desa yang tidak dimanfaatkan melalui bentuk sewa, pinjam pakai,
kerjasama pemanfaatan, bangun serah guna, bangun guna serah dengan tidak
mengubah status kekayaan Desa.Sewa adalah pemanfaatan kekayaan Desa oleh
pihak lain dalam jangka waktu tertentu untuk menerima imbalan uang tunai. Pinjam
pakai adalah penyerahan penggunaan kekayaan Desa antar Pemerintah Desa
dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu
tersebut berakhir harus diserahkan kembali kepada Pemerintah Desa yang
bersangkutan. Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan kekayaan Desa oleh
pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan Desa
bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya. Bangun guna serah adalah
pemanfaatan kekayaan Desa berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan
bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak
lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati untuk selanjutnya
diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya
setelah berakhirnya jangka waktu. Bangun serah guna adalah pemanfaatan
kekayaan Desa berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan
dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya
diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu
tertentu yang disepakati.
Terkait distribusi hasil pengembangan aset Desa, dalam perspektif politik menjadi
penanda nilai strategis aset Desa. Aset Desa sebagai aset milik masyarakat, tidak
hanya sekedar pengakuan dengan pendasaran legal, atau besaran hasil
pengembangan dalam ukuran nominal ekonomi, akan tetapi sejauh mana
manfaatnya bisa dinikmati oleh masyarakat.
Distribusi menyangkut pemanfaatan hasil-hasil pengelolaan aset. Aset Desa tidak
lagi bermakna aset diam dan pasif. Dalam terminologi ekonomi politik, bagaimana
mengubah aset menjadi modal diletakkan dalam kerangka kepemilikan dan
pemanfaatan oleh rakyat Desa.
V.
Desa Mandiri dalam Relasi Kerjasama Desa
UU Desa memberikan kelegaan banyak pihak. Sebelum itu, terjadi kebuntuan dalam
proses pembahasan yang diakibatkan belum jelas pengaturan relasi Desa-Pusat dan
Desa-Daerah. Lebih-lebih relasi itu terkait dengan kewenangan, anggaran dan aset.
Bagi daerah, penguatan Desa tidak boleh menampilkan Desa yang memalingkan
muka dari wajah daerah. Bagi pusat, penguatan Desa tidak bisa dilakukan jika justru
hal itu berarti seperti membesarkan anak macan. Di tengah kerumitan itu terdapat
jalan tengah yang bisa ditawarkan, yakni memperkuat perspektif kewilayahan. Desa
dipandang sebagai suatu kawasan/perdesaan. Cara pandang kawasan bisa
mempengaruhi psikologi otonom yang mementingkan diri sendiri menjadi otonom
yang membangun semangat kerjasama.
Peran strategis Desa dapat dilakukan ketika Desa telah memiliki kapasitas yang
cukup ketika berhubungan dengan kepentingan luar.Desa yang telah berada pada
Lendy W. Wibowo
5
Konsultan Nasional Pengembangan Program - Transisi (KNPPT)
Kemendesa
level bekerjasama dengan Desa lain atau pihak ketiga lain berarti telah mampu
mengelola potensi dan kekuatan yang dimiliki untuk berkembang. Desa-Desa inilah
yang mendekati gambaran tentang Desa mandiri atau Desa yang berdaulat. Jika
kesadaran tidak tumbuh dalam relasi kerjasama yang dilakukan seperti digambarkan
di atas, sulit dihindari anggapan bahwa kerjasama itu bersifat semu.
Isu strategis penguatan Desa yang dimediasikan dalam skala dan cakupan antar
Desa diantaranya menyangkut isu pengembangan Aset bersama Desa-Desa dan
komitmen pengalokasian anggaran untuk Desa, serta kebijakan tentang
pengembangan pasar yang mendorong tumbuhnya sektor dan kawasan ekonomi
perdesaan. Ketika UU Desa disahkan, maka kerjasama Desa menjadi agenda
strategis sekaligus menempatkan badan yang mengelola kerjasama tersebut (BKAD)
menjadi aktor penting dalam urusan/kepentingan penguatan Desa sebagai kawasan.
BKAD adalah organisasi kerja yang diharapkan mampu mendorong kerjasama Desa
berkembang. Ada beberapa alasan tentang hal ini, yakni bahwa BKAD mempunyai
lingkup wilayah antar Desa, berperan sebagai lembaga dalam mengelola
perencanaan pembangunan partisipatif, menumbuhkan usaha-usaha pengelolaan
aset bersama Desa-Desa secara produktif, serta pengelolaan program-program
pengembangan masyarakat Desa yang bersifat kawasan.
Pemikiran untuk menjaga keberlanjutan status dan fungsi Kerjasama Desa
didasarkan pada dua peluang. Peluang pertama dari aspek keberlanjutan
kelembagaan dan peluang kedua berasal dari potensi kegiatan yang
dikerjasamakan. Keberlanjutan kelembagaan dipengaruhi di antaranya oleh
ketersediaan perangkat peraturan yang relevan.
VI.
Kesimpulan
Desa yang mempunyai kekuatan secara ekonomi, budaya dan sosial yang
diwujudkan melalui pembangunan dan pemberdayaan masyarakat adalah Desa
Mandiri. Dirjen PPMD Kemendes memperkenalkannya sebagai konsep Lumbung
Ekonomi Desa, Lingkar Budaya Desa, Jaring Wira Desa. Kemandirian Desa yang
bertumpu pada pengelolaan Aset Desa dan pengembangan kawasan perdesaan.
Dasar kebijakan atau dasar hukum pengembangan Desa mandiri adalah UU No 6
tahun 2014 tentang Desa, yang menyebutkan bahwa Desa telah berkembang dalam
berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat,
maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat
dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang
adil, makmur, dan sejahtera. Selain itu azas (rekognisi dan subsidiari) dan
kewenangan desa (asal usul dan kewenangan desa berskala lokal) merupakan
dasar kebijakan Desa Mandiri.
Syarat dan prinsip utama membangun Desa mandiri adalah pendayagunaan
sumberdaya Desa, penataan dan pengembangan asset Desa, pemberdayaan
masyarakat berkesinambungan, partisipasi aktif masyarakat dan kelembagaan
masyarakat, tersedianya anggaran/dana Desa untuk mengelola kegiatan
pembangunan dan pemberdayaan, serta pendampingan Desa dan kerjasama antar
Desa maupun pihak lain.
Modal atau aset utama yang dibutuhkan untuk membangun Desa mandiri yaitu;
sumberdaya dan dana, pasar (daya beli dan daya jual), tenaga kerja ( ketersediaan
dalam jumlah dan tingkat ketrampilan), penanaman modal skala Desa dan kawasan,
Lendy W. Wibowo
6
Konsultan Nasional Pengembangan Program - Transisi (KNPPT)
Kemendesa
kemampuan Pemerintahan Lokal (kualitas SDM, akses , ketersediaan regulasi),
sarana dan prasarana (terutama transportasi dan komunikasi), teknologi.
VII.
Kerangka Strategi Pelaksanaan Mewujudkan Desa Mandiri
Masyarakat bersama Pemerintah Desa bersama-sama mengidentifikasi kebutuhan
pembangunan, membuat perencanaan, melaksanakan serta mengawasi dan
mengevaluasi pembangunan dalam rangka terwujudnya Desa mandiri.
Perubahan Desa sebagai akibat dinamika pembangunan dan pemberdayaan Desa
memunculkan kebutuhan pada tiga daya yakni kegiatan investasi ekonomi Desa dan
antar Desa, kekokohan sistem partisipatif Desa, serta terbangunnya masyarakat di
Desa yang kuat secara ekonomi dan sosial-budaya serta punya kepedulian tinggi
terhadap pembangunan serta pemberdayaan Desa. Format pendampingan Desa
perlu disesuaikan dan direkonstruksi agar sesuai dengan Perubahan Desa tersebut.
Pendampingan Desa perlu memperhatikan perubahan lingkungan strategis Desa
serta perubahan sikap para aktor dalam relasi sosial-ekonomi-budaya Desa.
Perubahan ekonomi politik Desa mencerminkan kondisi dinamis yang perlu
diperhatikan seiring perubahan cara pandang mengenai norma dan praktek sosial
budaya Desa selama ini.
Langkah strategis membangun Desa Mandiri diantaranya; Mendorong masyarakat
desa terlibat aktif dalam perumusan kebijakan pembangunan desa; Membangun
sistem perencanaan dan penganggaran desa yang responsif, partisipatif, akuntabel,
dan transparan; Membangun kelembagaan ekonomi Desa yang mandiri dan
produktif
berbasis
sumberdaya/potensi
Desa;
Mengembangkan
sistem
pengembangan aset Desa yang makin produktif serta bermanfaat bagi masyarakat;
Menumbuhkembangkan budaya dan nilai-nilai sosial Desa seperti kegotong
royongan,
kerelawanan,
kesetiakawanan,
keswadayaan
masyarakat;
Mengembangkan
kerjasama
Desa
dalam
rangka
mendayagunakan
sumberdaya/potensi yang ada; Membangun sistem informasi Desa sebagai wujud
keterbukaan informasi pembangunan termasuk informasi tentang komoditas dan
pasar, peluang usaha dsb.
Lendy W. Wibowo
7