STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO NOMOR 560/PID.B/2014/PN.Sda TERHADAP KASUS KEMATIAN DALAM PERISTIWA PEMBUNUHAN DALAM KAJIAN FIQIH JINAYAH DAN KUHP.

STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO
N
NOMOR
560/ PID.B/2014/PN.Sda
TERHADAP KASUS KEMATIAN DALAM PERISTIWA
PEMBUNUHAN MENURUT FIQIH JINAYAH DAN KUHP
SKRIPSI
Oleh :
Syamsul Muria
NIM. C33209027

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum PublikIslam
Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah)
SURABAYA
2016

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan hasil studi kasus dengan judul : ‚Studi Putusan

Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor 560/PID.B/2014/PN.Sda Terhadap Kasus
Kematian Dalam Peristiwa Pembunuhan Menurut Fiqih Jinayah dan KUHP‛.
Penelitian ini ditujukan untuk menjawab rumusan masalah, yaitu : Bagaimanakah
pertimbangan hukum hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo dalam kasus kematian
dalam peristiwa pembunuhan dan Bagaimana analisis fiqih jinayah dan KUHP
terhadap putusan Hakim Sidoarjo dalam kasus kematian dalam peristiwa
pembunuhan.
Data penelitian dihimpun melalui beberapa literatur terkait seperti
perundang-undangan KUHP, putusan pengadilan negeri sidoarjo Nomor
560/PID.B/2014/PN.Sda, buku-buku dan jurnal hukum yang dinilai relevan
dengan permasalahn yang dibahas dan selanjutnya dianalisis dengan teknik
diskriptif-analisis, yaitu mendiskripsikan Studi Putusan Pengadilan Negeri
Sidoarjo Nomor 560/PID.B/2014/PN.Sda Terhadap Kasus Kematian Dalam
Peristiwa Pembunuhan. Selanjutnya dianalisis dari sudut pandang hukum pidana
di Indonesia dan Fiqih Jinayah.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa putusan oleh hakim Pengadilan
Negeri Sidoarjo, terdapat beberapa bukti dan fakta keterangan saksi yang
seharusnya dapat dijadikan pertimbangan Hakim kembali dalam menjatuhkan
sebuah putusan tersebut. Meski dalam fakta tersebut, terdapat indikasi yang
menyatakan terdakwa melakukan perlawanan, menangkis atas serangan korban

yang berulang-ulang dan berebut senjata pelaku sehingga terjadi perkelahian dan
mengakibatkan hilangnya nyawa korban. Berdasarkan fakta persidangan Hakim
memutuskan pelaku ditindak pidana pembunuhan yang mengakibatkan hilangnya
nyawa korban meski pelaku melakukan pembelaan diri.
Berdasrkan kesimpulaan diatas, dapat kita pahami bahwa pada dasarnya
tujuan semua hakim pengadilan negeri adalah untuk memberikan kepastian
hukum dan keadilan seperti halnya tujuan pengadilan negeri sidoarjo tingkat
pertama adlah untuk memberikan keadilan mengenai perdata dan pidana. Maka
dari itu, disarankan bagi para legislator dan penegak hukum agar dapat
memasukkan dua unsur penting dalam perundang-undangan atau putusanputusannya, yakni kepastian hukum dan keadilan demi tercapainya cita-cita
hukum.
Adapun semua pihak baik pemerintah, ulama, masyarakat maupun dunia
internasional hendaknya berpartisipasi aktif dalam mencegah segala tindak
kejahatan, khususnya tindak pidana pembunuhan.

vi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL DALAM ...............................................................................................

i

PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................

ii

PENGESAHAN ....................................................................................................

iii

MOTTO ...............................................................................................................

iv

PERSEMBAHAN .................................................................................................

v


ABSTRAK ...........................................................................................................

vi

KATA PENGANTAR .........................................................................................

vii

DAFTAR ISI ........................................................................................................

ix

DAFTAR TRANSLITERASI .............................................................................

xii

BAB I

PENDAHULUAN .................................................................................


1

A. Latar Belakang Masalah ...............................................................

1

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah ..................................

12

C. Rumusan Masalah .........................................................................

12

D. Kajian Pustaka ..............................................................................

13

E. Tujuan Penelitian ..........................................................................


16

F. Kegunaan Hasil Penelitian............................................................

16

G. Definisi Operasional .....................................................................

16

H. Metode Penelitian .........................................................................

17

I. Sistematika Pembahasan ..............................................................

21

ix


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II

KASUS KEMATIAN DALAM PERISTIWA PEMBUNUHAN
MENURUT KAJIAN FIQIH JINAYAH DAN KUHP.................

23

A. Pembelaan terpaksa yang melampaui batas menurut fiqih
jinayah ...........................................................................................

23

1. Pengertian Pembelaan Terpaksa Menurut Fiqih
Jinayah .....................................................................................

23


2. Syarat-syarat pembelaan terpaksa menurut fiqih
jinayah .....................................................................................

28

3. Pembelaan
Diri
Melampaui
Batas
yang
Diperbolehkan....... ..................................................................

31

4. Sumber dan Hukum Tindakan Pembelaan Umum ..................

33

B. Pembelaan Terpaksa yang Melampaui Batas Menurut
KUHP ............................................................................................


35

1.

Pengertian Pembelaan Terpaksa (noodweer) .........................

35

2.

Syarat dan Unsur Pembelaan Terpaksa .................................

38

3.

Pembelaan Terpaksa yang Melampaui Batas
(noodweer exses). ..................................................................


41

BAB III PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SIDOARJO
NOMOR 560/ PID.B/2014/PN.Sda ...................................................

45

A. Deskripsi Pengadilan Negeri Sidoarjo ........................................

45

1.

Status dan Kewenangan Pengadilan Negeri Sidoarjo.. .........

45

2.

Struktur organisasi pengadilan negeri sidoarjo......................


48

B. Deskripsi khasus tindak pidana pembunuhan ..............................

49

C. Tuntutan, Fakta Persidangan, Pertimbangan Hakim dan
Isi Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor
560/PID.B/Pn.Sda.............. ..........................................................

60

1. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum ..............................................

60

x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB IV

2. Fakta Persidangan dan Pertimbangan Hakim ..........................

60

3. Isi Putusan..................................................................................

63

ANALISA FIQIH JINAYAH DAN KUHP TERHADAP KASUS
KEMATIAN DALAM PERISTIWA PEMBUNUHAN............... ...

65

A. Analisis Hukum Pidana di Indonesia Terhadap Putusan
Pengadilan
Negeri
Sidoarjo
Nomor
560/PID.B/2014/PN.Sda. ............................................................

65

B. Analisis Fiqih Jinayah Tentang Pembelaan Terpaksa Terhadap
Putusan
Pengadilan
Negeri
Sidoarjo
Nomor
560/PID.B/2014/PN.Sda............................................................
71
BAB V

PENUTUP .........................................................................................

81

A. Kesimpulan ....................................................................................

81

B. Saran...........................................................................................

82

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum secara umum dibuat untuk kebaikan manusia itu sendiri,
dan berguna memberikan argumentasi yang kuat bahwa bila hukum
diterapkan dalam suatu masyarakat maka mereka akan dapat merasakan
kebenaran, kebaikan, keadilan, kesamaan dan kemaslahatan dalam hidup di
dunia ini. Seperti hukum positif yang merupakan hasil interpretasi manusia
terhadap peraturan dan perbuatan manusia di dunia, sedangkan hukum Islam
menghubungkan antara dunia dan akhirat, seimbang antara kebutuhan rohani
dan kebutuhan jasmani. Manfaat yang diperoleh bagi yang mematuhi
perintah Allah dan kemudlaratan yang diderita lantaran mengerjakan
maksiat, kembali kepada pelakunya sendiri.1
Hukum pidana Islam merupakan syariat Allah yang mengandung
kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun akhirat. Syariat
Islam yang dimaksud, secara materil mengandung kewajiban asas bagi setiap
manusia untuk melaksanakannya. Konsep kewajiban asasi syariat, yang
berarti menempatkan Allah sebagai pemegang dari segala hak, baik itu yang
ada pada diri sendiri maupun yang ada pada diri orang lain. Setiap orang

1

Nourouzzaman Shiddiqi, Fiqh Indonesia, Penggagas dan Gagasannya, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1997), 89.

1
1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

hanya pelaksana dari kewajiban yang diperintahkan Allah. Perintah Allah
yang dimaksud, harus diamalkan untuk kemaslahatan dirinya dan orang lain.
Kejahatan atau tindak pidana dalam Islam merupakan laranganlarangan syariat yang dikategorikan dalam istilah jarimah atau jinayah.
Pakar fiqih telah mendefinisikan jarimah dengan perbuatan-perbuatan
tertentu yang apabila dilakukan akan mendapatkan ancaman hukuman had
atau ta’zir . Adapun istilah jinayah kebanyakan para fuqaha memaknai kata
tersebut hanya untuk perbuatan yang mengenai jiwa atau anggota badan
seperti membunuh, melukai, memukul, menggugurkan kandungan dan
sebagainya.2
Had merupakan ketetapan hukum Allah yang paling berat diatas
hukuman qishash dan ta’zir. Ta'zir dalam konteks bahasa adalah menolak
dan mencegah kejahatan, Ta’zir juga berarti memberi pelajaran. Para ulama’
mengartikan ta'zir dengan hukuman yang tidak ditentukan oleh nas dan
berkaitan dengan kejahatan. Tujuannya adalah untuk memberi pelajaran agar
tidak mengulangi kejahatan serupa.3
Pada dasarnya dengan adanya sanksi terhadap pelanggaran bukan
berarti pembalasan akan tetapi mempunyai tujuan tersendiri yaitu, untuk
mewujudkan dan memelihara lima sasaran pokok yang disebut al-dharuriyat

al-khamsah yaitu yang terdiri dari hifz al-nafs (menjaga jiwa), hifz al-’aql
(menjaga akal), hifz al-din (menjaga agama), hifz al-mal (menjaga harta) dan

2
3

Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), 2.

Ibid., 260.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

hifz al-nasl (menjaga keturunan). Lima hal pokok ini, wajib diwujudkan dan
dipelihara, jika seseorang menghendaki kehidupan yang bahagia di dunia dan
diakhirat. Segala upaya untuk mewujudkan dan memelihara lima pokok tadi
merupakan amalan saleh yang harus dilakukan oleh umat Islam.4
Hukum Islam dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu Hukum
Privat (Munakahat, Wiratsah dan Muamalat) dan Hukum Publik (Jinayat, Al
ahkamal sulthaniyah, Siyar, Mukhashamat).5 Di dalam ajaran Islam bahasanbahasan tentang kejahatan manusia berikut upaya preventif dan represif
dijelaskan dalam fiqih jinayah.6
Islam seperti halnya sistem lain melindungi hak-hak untuk hidup
merdeka dan merasakan keamanan. Dalam Islam melarang bunuh diri
ataupun pembunuhan. Dalam Islam pembunuhan terhadap seorang manusia
tanpa alasan yang benar diibaratkan seperti membunuh seluruh manusia.
Sebaliknya, barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia,
maka ia di ibaratkan memelihara seluruh manusia. Jika terjadi pembunuhan,
maka pelaku wajib bertanggung jawab. Permasalahanya adalah jika
pembunuhan yang disengaja tersebut dilakukan dalam upaya membela jiwa,
kehormatan, maupun harta benda baik milik sendiri ataupun orang lain.7

4

Muhammad Amin Suma, Pidana Islam di Indonesia, Peluang, Prospek, dan Tantangan,(Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2001), 107.
5

Dahlan Tamrin, Filsafat Hukum Islam(Malang: UIN-Malang Press, 2007),9-10.
H.A. Djazuli, Fiqh Jinayah; Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, ( Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2000), 1.
7
Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam; Penegakan Syari ‟at dalam Wacana
danAgenda, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), 71-72.
6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

Dalam melakukan pembelaan dalam islam dikenal dengan istilah

daf’uas-sail, dalam hukum Islam, pertanggung jawaban pidana dapat dihapus
karena pertama, hal-hal yang bertalian dengan perbuatan yang dilakukan
adalah mubah (tidak dilarang) yang disebut asbab al-ibahah atau sebab
diperbolehkanya perbuatan yang dilarang. Diantaranya yaitu : pembelaan
yang sah, mendidik, pengobatan, permainan kesatriaan, halalnya jiwa,
anggota badan dan harta seseorang, hak dan kewajiban penguasa. Kedua,
hal-hal yang bertalian dengan pelaku atau perbuatan yang dilakukan tetap
dilarang tapi pelakunya tidak dijatuhi hukuman yang disebut asbab raf’i al-

Uqubah

atau sebab dihapusnya hukuman. Diantaranya yaitu paksaan,

mabuk, gila dan anak kecil (bawah umur).8
Sedangkan dalam hukum Islam, tidak diatur secara jelas
pembelaan yang diperbolehkan juga sanksi bagi pelaku pembelaan terpaksa
yang melampaui batas pembelaan. Dalam firman Allah Q.S Al Syura (42) :
39, yang bunyinya :

ِ َ‫والَ ِذين إِ َذا أَصاب هم الْب ْغي م ينت‬
.‫ص ُرو َن‬
َ ْ ُ ُ َ ُ َُ َ
َ َ

Artinya : ‚Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka
diperlakukan dengan zalim, mereka membela diri9.‛
Dalam Q.S Al Baqarah (2) : 178 : yang bunyinya :

ِ
َِ
ِ
‫اُِْر َوالْ َعْب ُد بِالْ َعْب ِد َوالُنثَى بِالُنثَى‬
ْ ِ‫اُْر ب‬
ْ ‫اص ِِ الْ َقْت لَى‬
َ ‫ب َعلَْي ُك ُم الْق‬
ُ ‫ص‬
َ ‫يَا أَي َها الذ‬
َ ‫ين َآمنُواْ َُت‬
ِ
ِ ٍ ‫وف وأَداء إِلَي ِه بِِإحس‬
ِ
ِ
ِِ ِ
ِ
‫يف ِمن َربِ ُك ْم‬
ٌ ‫ك ََْف‬
َ ‫ان َذل‬
َ ْ ْ َ َ ‫فَ َم ْن عُف َي لَهُ م ْن أَخيه َش ْيءٌ فَاتِبَاعٌ بالْ َم ْع ُر‬
ِ ‫ور ْْةٌ فَم ِن اعتدى ب عد َذلِك فَلَه ع َذ‬
.‫يم‬
ٌ َ ُ َ َ ْ َ َ َْ َ َ َ َ
ٌ ‫اب أَل‬
8

Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam...., 80
Al-Qur’an dan terjemahnya, (Bandung : Hilal, 2010), 487

9

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu
(melaksanakan) Qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh.Orang merdeka
dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan
dengan perempuan.Tetapi barangsiapa memperoleh maaf dari saudaranya,
hendaklah dia mengikutinya dengan baik, dan membayar diat (tebusan)
kepadanya dengan baik (pula).Yang demikian itu adalah keringanan dan
rahmat dari Tuhan-mu. Barangsiapa melampaui batas setelah itu, maka ia
akan mendapat azab yang sangat pedih10.
Dari ayat tersebut hanya menerangkan tentang pembelaan diri ketika
diserang tetapi tidak menjelaskan syarat dan sanksi bagi penyerang jika
melebihi batas serangan.
Yang pertama, Islam sangat melindungi hak hidup seseorang. Hal
ini terbukti dalam tujuan syara’ atau yang lebih dikenal dengan al-

Maqashidul khamsah

(panca tujuan) salah satunya memelihara jiwa.

Didalam Al-qur’an telah banyak menjelaskan tentang sanksi berkenaan
dengan masalah kejahatan terhadap nyawa. Diantara jenis-jenis hukum

qisash disebutkan dalam Al-Qur’an ialah : qisash pembunuh, qisash anggota
badan dan qisash dari luka. Semua kejahatan yang manimpa seseorang
hukumanya adalah dianalogikan dengan qisash yakni berdasar atas
persamaan antara hukuman dengan kejahatan, karena itu adalah tujuan
pokok dari pelaksanaan hukuman qisash.
Secara umum, pengertian Jinayat sama dengan hukum Pidana pada
hukum positif. Hukum secara umum dibuat untuk kebaikan manusia itu
sendiri, dan berguna memberikan argumentasi yang kuat bahwa bila hukum
diterapkan dalam suatu masyarakat maka mereka akan dapat merasakan
kebenaran, kebaikan, keadilan, kesamaan dan kemaslahatan dalam hidup di
10

Al-Qur’an dan terjemahnya, …………., 27

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

dunia ini. Seperti hukum positif yang merupakan hasil interpretasi manusia
terhadap peraturan dan perbuatan manusia di dunia, sedangkan hukum Islam
menghubungkan antara dunia dan akhirat, seimbang antara kebutuhan rohani
dan kebutuhan jasmani. Manfaat yang diperoleh bagi yang mematuhi
perintah Allah dan kemudlaratan yang diderita lantaran mengerjakan
maksiat, kembali kepada pelakunya sendiri.11
Sebuah peraturan hukum ada, karena adanya sebuah masyarakat
(ubiius ubi-societas). Hukum menghendaki kerukunan dan perdamaian dalam
pergaulan hidup bersama. Hukum itu mengisi kehidupan yang jujur dan
damai dalam seluruh lapisan masyarakat.12
Berbeda dengan hukum positif pada masa sebelum revolusi
Perancis,

setiap

orang

bagaimanapun

keadaanya

bisa

dibebani

pertanggungjawaban pidana tanpa membedakan apakah pelaku mempunyai
kemauan sendiri atau tidak, sudah dewasa atau belum. Bahkan hewan dan
benda mati juga bisa dibebani pertanggug jawaban apabila menimbulkan
kerugian pada pihak lain. Kematian juga tidak bisa menghindarkan seseorang
dar pemeriksaan pengadilan dan hukuman. Demikian juga seseorang harus
mempertanggung jawabkan kesalahan orang lain meskipun tidak tahu
menahu dan tidak ikut serta mengerjakanya. Baru setelah revolusi Perancis
dengan aliran tradisionalisme dan lainnya, pertanggung jawaban itu hanya

11

Nourouzzaman Shiddiqi, Fiqh Indonesia, Penggagas dan Gagasannya, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1997), 89.
12
Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), 48-49.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

dibebankan kepada manusia yang masih hidup yang memiliki pengetahuan
dan pengetahuan.13
Tidak ada pertanggungjawaban pidana selama perbuatanya itu
tidak bermaksud turut serta, memudahkan atau memberi bentuan
terlaksananya jarimah. Sedangkan bagi pelaku perbuatan langsung dan sebab
dikenakan pertanggungjawaban pidana atas perbuatanya, karena keduanya
merupakan illat (sebab) adanya jarimah.14 Dalam hukum pidana Indonesia,

pembelaan terpaksa diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) BAB III pasal 49 ayat 1 yang berbunyi :

‚tidak dipidana barang siapa yang melakukan perbuatan pembelaan terhadap
jiwa, kehormatan dan harta benda baik untuk diri sendiri maupun orang lain
karena pengaruh daya paksa tidak dipidana‛15
Pembelaan terpaksa melampaui batas diatur dalam KUHP pasal 49
ayat 2 yang berbunyi :

‚pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh
goncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu,
tidak dipidana‛.16
Undang-undang tidak memberi keterangan lebih jauh tentang
pembelaan terpaksa yang melampaui batas. Dalam Memorie van Toelichting
(MvT) ada sedikit keterangan mengenai pembelaan terpaksa yang
melampaui batas yang mengatakan jika terdapat ‚kegoncangan jiwa yang
hebat‛. Yang dimaksud kegoncangan jiwa yang hebat tidak dijelaskan dalam
KUHP tetapi oleh ahli hukum memberikan penjelasan kegoncangan jiwa
13

Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum . . . . , 156-158.
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum ... 160.
15
Andi Hamzah, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 26.

14
16

Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

yang hebat sehingga diperbolehkan melakukan pembelaan terpaksa yang
melampaui batas,
Alasan penghapusan

pidana

(strafuitsluitingsground) diartikan

sebagai keadaan khusus (yang harus dikemukakan, tetapi tidak perlu
dibuktikan oleh terdakwa), meskipun terhadap semua unsur tertulis dari
rumusan delik telah dipenuhi tidak dapat dijatuhkan pidana. Alasan
penghapusan tindak pidana dikenal baik dalam KUHP, doktrin maupun

yurisprudensi. Sesuai dengan ajaran daaddader strafrecht alasan penghapusan
pidana dapat dibedakan sebagai berikut :17
1.

Alasan

(rechtfuitsluitingsground)

pembenar

yaitu

alasan

yang

menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, berkaitan dengan
tindak pidana (strafbaarfeit) yang dikenal dengan istilah actus reus
dinegara Anglosaxon.
2.

Alasan

pemaaf

(schuldduitsluitingsground)

yaitu

alasan

yang

menghapuskan kesalahan dengan istilah mens rea di Negara Anglosaxon.
Ada beberapa hal yang menjadikan penulis tertarik untuk
membahas judul tentang Tinjauan Fiqh Jinayah Terhadap KUHP BAB III
Pasal 49 Tentang Pembebasan Hukuman Pidana.Begitupun dalam hukum
positif juga diatur sanksi untuk pembunuh dari yang teringan sampai yang
terberat.
Kedua, dalam KUHP BAB III tentang pembebasan hukuman
pidana pasal 49 ayat 1 tetang pembelaan terpaksa, dan juga dalam hukum
17

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), 137-138.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

pidana Islam diatur pembelaan sah, tidak dijatuhi hukuman sebab
diperbolehkanya perbuatan yang dilarang. Tetapi untuk mengetahui apakah
suatu perbuatan itu sebagai suatu pembelaan atau sebaliknya, maka harus
diketahui unsur atau syarat yang dimaksud dalam pasal tersebut dan dan
tidak dijelaskan bagaimana melakukan pembelaan yang diperbolehkan.
Begitu juga dalam KUHP pasal 49 ayat 2 tentang pembelaan terpaksa yang
melampaui batas tidak dijelaskan pelampauan batas yang diperbolehkan
dalam melakukan suatu pembelaan.
Salah satu kasus tersebut dilakukan oleh terdakwa Buasan yang
telah terbukti secara sah bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan
terhadap korban Bustomi dengan cara membacok sehingga di tuntut dengan
pasal 338 KUHP dan diancam pidana penjara 7 tahun karena telah dengan
sengaja merampas nyawa orang lain.
Peristiwa ini bermula pada 01 Mei 2014 sekitar pukul 02.00 Wib
terdakwa berangkat dari rumah untuk jaga sebagai keamanan di PT. Izza
Sarana Karsa (Pabrik Aspal) di by Pass Kecamatan Krian Kabupaten
Sidoarjo lalu ketika sampai di warung kopi milik Sdr. Murgianto dan pada
saat itu di warung sudah ada Sdr. Siswanto, Sdr. Radi Purnomo, dan Sdr.
Budi Setiawan selanjutnya terdakwa bergabung dengan mereka sambil
duduk-duduk menonton sepak bola di televisi.18
Bahwa kemudian pada sekitar pukul 03.00 WIB

korban Sdr.

Bustomi dalam keadaan mabuk datang ke warung dengan menggunakan
18

Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo No. 560/Pid.b/2014/Pn. Sda, 2014, 3 .

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

sepeda mator, lalu korban Bustomi turun dari sepeda motor dan langsung
menghampiri terdakwa, selanjutnya terdakwa menyapa kepada korban ‚ dari
mana Om?‛ dan di jawab oleh korban ‚ dari kafe‛ dan selanjutnya korban
marah-marah dan menantang terdakwah sambil melemparkan sembilah
senjata clurit yang di bawanya kepada terdakwa, dan kemudian sembilah
senjata clurit yang dilempar tersebut dan di ambil oleh Sdr. Radi Purnomo.
Dan terdakwa mengatakan ‚meminta maaf dan tidak berani sama korban‛
sambil marah-marah terus lalu korban melempar lagi cluritnya kearah
terdakwa sambil berkata ‚ kamu disini ini nomor dua, nomor satu aku San..
kalau aku sampai kalah sama kamu, aku gak hidup di by pass selamanya aku
tak hidup di Wonokromo ‛ dan di jawab oleh terdakwa ‚ kenapa sih om..
rame sekampung sendiri, aku masak pernah

sih rame sama kampung

sendiri,.. semua ini teman‛. Lalu karena pada saat itu di televisi ada
pertandingan sepak bola dan Sdr. Siswanto berteriak ‚GOL...‛ dan kemudian
korban memukul Sdr. Siswanto kearah mulutnya, selanjutnya karena Sdr.
Siswanto di tanya KTP tidak di bawahnya lalu lutut kanan Sdr. Siswanto
juga dipukul menggunakan clurit dengan posisi celurit dibalik, dan kemudian
korban mengatakan ‚ kalau tidak ada KTP sana pergi pulang, kalau gak mau
pulang saya bunuh ‛ dan selanjutnya Sdr. Siswanto berlari meninggalkan
warung.19
Bahwa selanjut korban marah-marah lagi kepada terdakwa sambil
menarik terdakwa yang sedang duduk di dalam warung kearah keluar
19

Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo No. 560/ Pid.b/2014/Pn. Sda, 2014, 4.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

warung, kemudian pada saat diseret keluar lalu terdakwah terbentur tiang
teras warung dan terdakwa berontak sehingga pegangan korban lepas yang
selanjutnya terdakwah berusaha menjauh, tetapi pada saat itu korban
langsung melemparkan sembilah senjata clurit yang dipeganya ke arah
terdakwa, namun dihindari oleh terdakwa lalu antar korban dan terdakwa
saling berebut clurit yang tergeletak di depan warung dan ketika berebut
sembilah senjata clurit tersebut, senjata clurit berhasil dikuasai oleh
terdakwa dan selanjutnya disabetkan/ dibacokkan kearah korban dan pada
saat itu langsung mengenai telapak tangan kanan korban hingga terpotong
dan ketika sembilah senjata clurit yang dikuasai oleh terdakwa lalu korban
berusaha berlari meninggalkan terdakwa namun oleh terdakwa langsung
mengayunkan clurit yang dipegannya ke arah punggung korban sehingga
punggung korban terluka dan kemudian korban berusaha berbalik arah
menghadap terdakwa lalu korban disabet/ dibacok lagi pada bagian dada atas
sebelah kiri korban sehingga korban terluka dan kemudian jatuh ketanah.20
Dari uraian penjelasan diatas, maka dalam skripsi ini penulis akan
menguraikan suatu perbuatan dikatakan sebagai pembelaan baik dalam
hukum positif maupun hukum Islam agar pasal tersebut tetap berfungsi atau
tidak menjadi pasal mati karena sulit dalam pembuktianya. Secara mendalam
masalah ini akan penulis jelaskan dalam skripsi yang berjudul ‚STUDI
PUTUSAN

PENGADILAN

NEGERI

SIDOARJO

NOMOR

560/PID.B/2014/PN.Sda TERHADAP KASUS KEMATIAN DALAM
20

Ibid. 5

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

PERISTIWA PEMBUNUHAN MENURUT FIQIH JINAYAH DAN
KUHP‛.
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah
Dari paparan yang terdapat pada latar belakang diatas maka
diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1.

Hukum pidana di Indonesia memandang terhadap kasus kematian
dalam peristiwa pembunuhan.

2.

Pandangan hukum positif terhadap putusan nomor. 560/ PID.B/2014/
Pn. Sda.

3.

Landasan hukum hakim dalam mengaplikasikan pasal 49 ayat 2
KUHP.

4.

Pandangan hukum Islam tentang kasus kematian dalam peristiwa
pembunuhan yang melampaui batas.

5.

Pandangan Fiqih jinayah terhadap putusan nomor. 560/ PID.B/2014/
Pn. Sda.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada identifikasi masalah serta pembatasan masalah
diatas maka penulis merumuskan beberapa masalah guna mempermudah
pembahasan masalah serta sebagai kerangka kerja yang dirumuskan dalam
bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pertimbangan hukum hakim PN Sidoarjo terhadap kasus
kematian dalam peristiwa pembunuhan?

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

2. Bagaimanakah analisis Fiqih Jinayah dan KUHP terhadap putusan Hakim
Sidoarjo dalam kasus kematian dalam peristiwa pembunuhan ?
D. Kajian Pustaka
Hukum Islam merupakan subtansi ajaran Islam yang diyakini
kebenaran dan kesempurnaanya yang bersumber dari Allah SWT. Melalui
Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya, hukum tersebut hidup dalam
masyarakat Islam, sehingga menjadi pedoman umat dalam berbagai bidang
diantaranya masalah Jinayah. Secara teoritis hukum Islam atau yang dikenal
dengan fiqih bersumber dari al-Qur’an dan sunnah, tetapi para fuqaha (jama’
dari faqih) sering berbeda pendapat memahami konsep dari dua sumber
tersebut. Perbedaan ini dipengaruhi oleh kurun waktu dan lingkungan dimana
para fuqaha berada dan perbedaan metode istinbat yang di gunakan.
Kajian pustaka ini merupakan upaya untuk mengetahui penelitian
mana yang sudah pernah dilakukan dan mana yang belum dan dimana posisi
penelitian yang dilakukan diantara penelitian – penelitian yang sudah ada itu.
Hal ini bertujuan agar tidak ada duplikasi / plagiat dalam penelitian yang
dilakukan
Penelitian mengenai pembelaan terpaksa ini dalam hukum pidana
telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya, namun dengan pendekatan
yang berbeda dalam pengujian datanya. Untuk itu penulis akan menyebutkan
beberapa literatur yang akan penulis gunakan sebagai previous finding
(penelitian maupun penemuan sebelumnya). Disamping itu banyak pula sudut
pandang serta metode yang digunakan masing – masing penulis dalam

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

membahas masalah pembelaan terpaksa, tetapi karya pemikiran yang
menggunakan sudut pandang Islam masih sangat sedikit. Sepanjang
pelacakan dan penelaahan yang penulis lakukan, baik di kalangan Fakultas
Hukum Islam UINSA Surabaya maupun secara umum, belum ada karya
penelitian yang membahas pada permasalahan tinjauan hukum pidana Islam
terhadap KUHP BAB III Pasal 49 tentang pembebasan hukuman pidana atas
pembelaan berlebihan yang menyebabkan pembunuhan.
Skripsi karya oleh Syarifudin tahun 2003 dengan judul: Studi

Hukum Islam Tentang Pembunuhan Sengaja oleh Wanita Karena
Mempertahankan Diri dari Pemerkosaan

(Studi Analisis Pandangan

Madzhab Syafi’i). Penulis skripsi ini menyatakan bahwa seorang wanita
yang membunuh dengan sengaja karena mempertahankan diri menurut
pandangan madzhab Syafi’i pelakunya digugurkan dari perbuatanya dan
tidak ada hukuman baginya, baik qishash, diat, maupun kafarat.21
Skripsi karya Siti Munawarah tahun 2007 dengan judul
"Pembelaan Terpaksa Melampaui Batas dalam Tindak Pidana Pembunuhan
(Putusan Pengadilan Negeri Jember Nomor 961/PID.B/2008/PN.Jr) yang
menjelaskan bahwa seorang terdakwa yang berkeyakinan bahwa perbuatan
yang dilakukan merupakan pembelaan terpaksa tetapi dapat diabaikan
karena sebagian atau beberapa unsur mengenaipembelaan terpaksa melampui
batas tidak terpenuhi dalam pembuktian. Jadi, perbuatan terdakwa secara sah

21

Syarifudin, ‚Studi Hukum Islam Tentang Pembunuhan Sengaja oleh WanitaKarena
Mempertahankan Diri dari Pemerkosaan (Studi Analisis PandanganMadzhab Syafi’i‛ (skripsiUIN sunan ampel surabaya, 2003).vi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

dan meyakinkan melanggar pasal 338 KUHP mengenai pembunuhan. Tetapi
agar menjadi dasar untuk memperingan hukuman terdakwa yang dalam hal
ini, menyerahkan dirinya dan mengakui kesalahannya, karena terdakwa
berkeyakinan bahwa perbuatannya merupakan pembelaan terpaksa pasal 49
ayat 2.22
Skripsi karya Tathmainul Qulub

tahun 2015 Tinjauan Fiqh

Jinayah Terhadap Pembelaan Terpaksa Yang Melampaui Batas Menurut
Pasal 49 KUHP. Yang menjelaskan syarat-syarat bagaimana seseorang bisa
dikatakan telah melakukan pembelaan terpaksa dan pembelaan terpaksa yang
melampaui batas menurut KUHP dan hukum Islam.23
Sedangkan yang membedakan penelitian sebelumnya dengan skripsi
ini adalah skripsi ini tidak hanya membahas tentang mempertahankan harta,
kehormatan tetapi lebih bersifat umum yaitu upaya perlindungan terhadap
jiwa, kehormatan maupun harta yang berupapembelaan diri ketika akan
diserang atau dirampas haknya. Penulis ingin membahas tentang

‚Studi

Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor 560/PID.B/2014/PN.Sda
Terhadap Kasus Kematian Dalam Peristiwa Pembunuhan Menurut Fiqih
Jinayah Dan KUHP‛

22

Siti Munawarah, ‚Pembelaan Terpaksa Melampaui Batas dalam Tindak Pidana Pembunuhan
(Putusan PengadilanNegeri Jember Nomor 961/Pid.B/2008/PN.Jr‛ (skripsi-UIN sunan ampel
surabaya,2007).vi
23
Thatmainul Qulub, ‚Tinjauan Fiqh Jinayah Terhadap Pembelaan Terpaksa Yang Melampaui
Batas Menurut Pasal 49 KUHP ‚ (Skripsi- UIN sunan ampel surabaya,2015).vi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

E. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini dalam rangka menjawab permasalahan
yang telah dirumuskan di atas. Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui alasan hukum hakim dalam menerapkan kasus
pembunuhan dalam putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor. 560/
PID.B/ 2014/ Pn. Sda.
2. Untuk mengetahui kriteria fiqih jinayah dan KUHP terhadap Kasus
Kematian dalam Peristiwa Pembunuhan.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Kegunaan dari hasil penelitian ini dapat terbagi menjadi dua yakni
1. Teoritis
Secara teoritis kegunaan hasil penelitian ini, dapat membangun teori
hukum, tentang pembelaan diri, tahapan atau proses pembuktian dan
pembelaan diri.
2. Praktis
Hasil penulisan skripsi ini dapat menjadi informasi hukum dan panduan
hukum bagi masyarakat yang berperkara di pengadilan.
G. Definisi Operasional
Dalam rangka mendapatkan gambaran yang lebih jelas serta agar
tidak terjadi kesalahan dalam memahami topik pembahasan dari penelitian
dengan judul : Studi Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor
560/PID.B/2014/PN.Sda Terhadap Kasus Kematian Dalam Peristiwa
Pembunuhan Menurut Fiqih Jinayah Dan KUHP.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

Pembunuhan

: Berdasarkan kamus hukum pembunuhan berarti
merupakan suatu kesengajaan menghilangkan nyawa
orang lain

Fiqih jinayah

: Fiqih berarti ilmu hukum Islam.24 Jinayah berarti
perbuatan yang diharamkan atau dilarang karena
menimbulkan kerugian atau kerusakan agama, jiwa,
akal, dan harta benda atau dalam hukum positif
disebut hukum pidana.25 Fiqih Jinayah adalah cabang
hukum Islam yang mempelajari tentang hukum
pidana yang ada dalam kitab kuning/ fikih menurut
pendapat para mujtahid.

Studi Putusan

: Putusan yang dikeluarkan oleh Pengadialan Negeri
Sidoarjo dalam kasus tindak pidana pembunuhan
pada tanggal 28 oktober 2014 yang menyebabkan
hilangnya nyawa seseorang, dalam konteks ini
pembelaan oleh terdakwa Buasan.

KUHP

: Kitab Undang-undang Hukum yang berlaku sebagai
dasar hukum pidana di Indonesia

H. Metode Penelitian
Seorang peneliti harus dapat memilih dan menentukan metode
yang tepat dan mungkin dilaksanakan (feasible) guna mencapai tujuan
penelitiannya. Karena itu, seorang peneliti perlu mengenal berbagai metode
24

Pius A Partanto, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya, Penerbit Arkola, 1994), 177.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam jilid II,( Jakarta: Ichtiar Van Hoeve, Cet. VI. 1999). 320

25

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

ilmiah dan karakteristiknya.26 Dalam menyusun penelitian ini penulis
menggunakan metode Kualitatif Deskriptif Ananlisis metode dengan
menanalisa putusan hakim kemudian mengaitkan dengan KUHP. dengan
menyiapkan strategi penelitian sebagai berikut :
1.

Data yang dikumpulkan
Sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan, maka data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.

Data tentang putusan hakim perihal tindak pidana pembunuhan
oleh Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor. 560/ PID.B/ 2014/ Pn.
Sda.

b.

Data tentang putusan berdasarkan teori Fiqih jinayah dan subtansi
hukum bagi pembelaan diri menurut fiqih.

2. Sumber Data
Adapun Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini terdiri
atas sumber data primer dan sekunder yaitu:
a.

Sumber data Primer
Dalam Penelitian ini, sumber data primer yang digunakan
adalah sebagai berikut:
1) Informan, pihak-pihak yang tahu dan faham mengenai putusan
Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor. 560/ PIN.B/2014/Pn. Sda.

26

-

Panitera Pengadilan Negeri Sidoarjo

-

Hakim Pengadilan Negeri sidoarjo

Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. III, 2001), 19.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

2) Dokumenter, Dokumen-dokumen resmi yang terkait dengan
putusan:
a) Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
b) Surat Pembelaan Advokat terdakwa
c) BAP (Berita Acara Persidangan)
d) Amar Putusan Hakim
3) KUHP
b.

Sumber Sekunder
Berisi semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan
dokumen-dokumen resmi, melainkan seperti buku, makalah,
jurnal, dan lain-lain. Adapun bahan hukum sekunder antara lain:
1) A. Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan

Terhadap Manusia dalam Islam), 1997
2) Dahlan Tamrin, Filsafat Hukum Islam, Malang, UIN-Malang
Press, 2007
3) Johnny Ibraahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum

Normatif, Malang, Bayumedia, 2005.
4) Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Rineka Cipta,
1993.
5) Muhammad Amin Suma, Pidana Islam di Indonesia, Peluang,
Prospek dan Tantangan, Jakarta, Pustaka Firdaus, 2001.
6) Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Rineka Cipta,
1995.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

7) Topo Santoso, membumikan Hukum Pidana Islam; penegak

syari’at dalam Wacana dan Agenda, Jakarta, Gema Insani Press,
2003.
8) Burhan Asshofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Rineka
Cipta, 2001.
9) Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar
Grafika, 2009.
3.

Tekhnik Pengumpulan Data
a.

Interview, Wawancara (bahasa Inggris: interview) merupakan
percakapan antara dua orang atau lebih dan berlangsung antara
narasumber dan pewawancara.

b.

Studi Dokumenter, proses mendapatkan data dari dokumendokumen penting yang dilakukan oleh pejabat Negara.

4.

Metode Pengolahan Data
a.

Editing, yaitu dengan memeriksa kembali semua data putusan
yang telah terkumpul, baik mengenai kelengkapan, keterbatasan,
kejelasan makna, kesesuaian, keselarasan (relevansi) dan kesatuan
data.

b.

Klasifikasi data, yaitupenyusunan bersistem dalam kelompok atau
golongan menurut kaidah atau standar yang ditetapkan, dengan
menyusun dan mengelompokkan data-data yang telah terkumpul
kedalam sub-sub bagian pokok pembahasan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

c.

Analisis data, yaitu melakukan telaah dan penelitian terhadap
pengklarifikasian data untuk memperoleh suatu simpulan.

5.

Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan metode berpikir deduktif adalah
metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu
untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus,
kemudian dilakukan analisis verifikasi, yakni mengkaji putusan atau
alasan hukum dengan perundangan yang berlaku saat ini.

I.

Sistematika Pembahasan
Dalam rangka mempermudah pembahasan dalam penelitian ini dan
agar dapat dipahami secara sistematis dan terarah, penulis menggunakan
sistematika pembahasan yang menjawab pokok permasalahan yang
dirumuskan. Sistematika pembahasan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
BAB I

: Bab ini merupakan pendahuluan dari pembahasan
skripsi yang meliputi: latar belakang, identifikasi
masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah,
kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil
penelitian, definisi operasional, metode penelitian
dan sistematika pembahasan.

BAB II

: Bab ini merupakan landasan teori tentang Kasus
Kematian Dalam Peristiwa Pembunuhan Menurut
Fiqih Jinayah dan KUHP. Pembahasan ini juga

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

meliputi Pengertian Pembelaan Melampui Batas dan
Batasannya,

Macam-Macam

Pembelaan,

Syarat

Pembelaan, Alasan penghapus hukuman dalam
Pertanggung Jawaban Pidana.
BAB III

: Bab ini memuat tentang deskripsi putusan PN
Sidoarjo Nomor.560/PID.B/2014/Pn. Sda. Meliputi:
fakta persidangan, tuntutan, pembelaan

deskripsi

putusan kasus tindak pidana pembunuhan, isi amar
putusan dalam penetapan putusan PN Sidoarjo
tentang tindak pidana pembunuhan.
BAB IV

: Bab ini memuat analisis putusan dalam kasus tindak
pidana pembunuhan meliputi: Pandangan Hukum
Pidana Indonesia dan fiqih jinayah
pembelaan terpaksa dalam putusan

tentang

PN Sidoarjo

Nomor. 560/PID.B/2014/Pn. Sda.
BAB V

: Bab ini

merupakan

penutup dari

keseluruhan

pembahasan skripsi yang memuat kesimpulan serta
saran dari penulis atas hasil penelitian.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

BAB II
KASUS KEMATIAN DALAM PERISTIWA PEMBUNUHAN MENURUT
KAJIAN FIQIH JINAYAH DAN KUHP
A. Pembelaan Terpaksa yang Melampaui Batas Menurut Fiqh Jinayah
1. Pengertian Pembelaan Terpaksa Menurut Fiqh Jinayah
Menurut istilah yang dinamakan menolak penyerang/pembelaan
diri (daf‟u as-sail) adalah kewajiban manusia untuk menjaga dirinya atau
jiwa orang lain, atau hak manusia untuk mempertahankan hartanya atau
harta orang lain dari kekuatan yang lazim dari setiap pelanggaran dan
penyerangan yang tidak sah. Penyerangan khusus baik yang bersifat wajib
maupun hak bertujuan untuk menolak serangan, bukan sebagai hukuman
atas serangan tersebut sebab pembelaan tersebut tidak membuat
penjatuhan hukuman atas penyerang menjadi tertolak.1 Dasar pembelaan
diri dan menolak penyerangan, berdasarkan firman Allah SWT surat: alBaqarah ayat 194.

ِ ‫اْرم‬
‫اعتَ ُدواْ َعلَْي ِه ِِِثْ ِل َما‬
ْ ‫َه ِر‬
ْ ‫َه ُر‬
ْ َ‫اص فَ َم ِن ْاعتَ َدى َعلَْي ُك ْم ف‬
ُ َُُْ ‫اََْرِام َو‬
ْ ‫اََْر ُام بِالش‬
ْ ‫الش‬
ٌ ‫ص‬
َ ‫ات ق‬
ِ
‫ن‬
َ ‫ْاعتَ َدى َعلَْي ُك ْم َواتَ ُقواْ اللّهَ َو ْاعلَ ُمواْ أَ َن اللّ َه َم َع الْ ُمتَق‬
Artinya : Bulan haram dengan bulan haram,2dan (terhadap)
sesuatu yang dihormati berlaku (hukum) qishas. Oleh sebab itu barang
siapa menyerang kamu, maka seranglah dia setimpal dengan serangannya

1

Abdul Qodir ‘Audah, Al-Tasyri’i Al-Jina’i Al-Islami, Jilid II, (Beirut: Dar Al-KitabAl-‘Arabi,
tt), 138.
2
Bulan haram dengan bulan haram (Kalau umat Islam diserang di bulan haram, yang sebenarnya
di bulan itu tidak boleh berperang, maka diperbolehkan membalas serangan itu di bulan itu juga).

23

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

terhadap kamu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah
beserta orang-orang yang bertakwa.3
Para fuqaha telah sepakat berpendapat bahwa membela diri
adalah suatu jalan yang sah untuk mempertahankan diri sendiri atau diri
orang lain dari serangan terhadap jiwa, kehormatan dan harta benda.
Tetapi berbeda atas hukumnya, apakah merupakan suatu kewajiban atau
hak. Jadi, konsekuensinya apabila membela diri merupakan suatu hak,
maka seseorang boleh memilih antara meninggalkan dan mengerjakannya,
tetapi tidak berdosa dalam memilih salah satunya. Sebaliknya apabila
dikatakan kewajiban maka seseorang tidak memiliki hak pilih dan berdosa
ketika meninggalknnya.4
Berkenaan dengan pembelaan terpaksa, dalam kaidah-kaidah
fiqIh dijelaskan, yaitu :

ِ ‫ضرورات تُبِيح الْمحظُور‬
‫ات‬
َ ْ ْ َ ُ ْ ُ َ ْ ُ َ ‫ال‬

Artinya: “Kemudaratan-kemudaratan itu dapat memperbolehkan
keharaman”.5
Dasar nash kaidah diatas adalah firman Allah dalam QS Al An’am
ayat 119 :

‫اضطُِرْرُُْ إِلَْي ِه‬
َ َ‫َوقَ ْد ف‬
ْ ‫ص َل لَ ُكم َما َحَرَم َعلَْي ُك ْم إِاَ َما‬

Artinya : Dan sesungguhnya Allah telah menjelaskan padahal
Allah telah Menjelaskan kepadamu apa yang Diharamkan-Nya kepadamu,
kecuali jika kamu dalam keadaan terpaksa kamu memakannya6.

3

Departemen Agama R I, Al-Qur’an danTerjemahnya, (Bandung : Hilal, 2010), 30
Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), 211
5
Drs. H. Muchlis Usman, MA, Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah, pedoman dasar dalam
istinbath hukum Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), 133
6
Departemen Agama R I, Al-Qur’an danTerjemahnya, (Bandung : Hilal, 2010), 147
4

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

QS Al Baqarah ayat 173

‫فمن اضْ طر غيْر باغ ول عاد فا إ ْثم عليْه‬
Artinya : Maka barang siapa dalam keadaan terpaksa
(memakannya) sedang ia tidak menginginkannya serta tidak melampaui
batas maka tidak dosa baginya7.
Menilik ayat di atas, tidak semua keterpaksaan itu membolehkan
yang haram, namun keterpaksaan itu dibatasi dengan keterpaksaan yang
benar-benar tidak ada jalan lain kecuali hanya melakukan itu, dalam
kondisi ini maka semua yang haram dapat diperbolehkan memakainya.
Batas kemadaratan adalah suatu hal yang mengancam eksistensi
manusia, yang terkait dengan panca tujuan, yaitu memelihara agama,
memelihara

jiwa,

memelihara

akal,

memelihara

keturunan

dan

memelihara kehormatan atau hata benda. Dengan demikian darurat itu
terkait dengan dharuriah, bukan hajiah dan tahsiniah. Sedangkan hajat
(kebutuhan) terkait dengan hajiah dan tahsiniah. 8

َ ‫َا َحَر َام َم َع ال‬
َ‫اجة‬
َ َْْ‫ض ُرْوَرِة َو َا َََرا َ ةَ َم َع ا‬

Artinya : Tiada keharaman bagi darurat9 dan tiada kemakmuran
bagi kebutuhan.10

ِ ‫ماأُبِيع للضرور‬
‫ات يُ َق َد ُربَِق َد ِرَ ا‬
َ َُ َ ْ َ

Artinya: Apa yang dibolehkan karena darurat diukur sekadar
kedaruratannya.11
7
8

Ibid, 30

Drs. H. Muchlis Usman, MA, Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah, pedoman dasar dalam
istinbath hukum Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002), 134
9

Darurat, yaitu kepentingan manusia yang diperbolehkan menggunakan sesuatu yang dilarang,
karena kepentingan itu menempati puncak kepentingan kehidupan manusia, bila tidak
dilaksanakan maka mendapatkan kerusakan. Kondisi semacam ini memperbolehkan segala yang
diharamkan atau dilarang.
10
Ibid, 134

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

Serangan seseorang adakalanya ditujukan kepada kehormatan
jiwa atau harta benda. Untuk membela kehormatan, para ulama sepakat
bahwa hukumnya adalah wajib. Apabila seorang laki-laki hendak
memperkosa seorang perempuan sedangkan untuk mempertahankan
kehormatannya tidak ada lagi kecuali membunuhnya maka perempuan
tersebut wajib membunuhnya, demikian pula bagi yang menyaksikan.
Untuk membela jiwa para fuqaha berbeda pendapat mengenai hukumnya.
Menurut mazhab Hanafi dan pendapat yang raj’ih dalam mazhab Maliki
dan mazhab Syafi’i membela jiwa hukumnya wajib. Sedangkan menurut
pendapat yang marjuh (lemah) didalam mazhab Maliki dan mazhab
Syafi’i serta pendapat yang raj’ih (kuat) didalam mazhab Hanbali
membela jiwa hukumnya ja’iz (boleh) bukan wajib.12
Imam Malik, Al-Syafi‟i dan Ahmad bin Hanbal berpendapat
bahwa jika seseorang diserang oleh anak-anak, orang gila dan hewan
maka harus membela diri. Jadi, jika korban tidak memiliki cara lain untuk
membela diri dari serangan mereka kecuali dengan membunuh, dan tidak
bertanggung jawab baik secara pidana maupun perdata sebab korban
hanya menunaikan kewajibannya untuk menolak serangan terhadap
jiwanya.13

11
12

Ibid.,

Abdul Qodir ‘Audah, at-Tasyri’i al-Jina’i . . ., 88.
13
Marsum, Jinayat: Hukum Pidana Islam, (Yogyakarta: Perpustakaan Fak. Hukum UII, 1989),
168.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

Imam Abu Hanifah serta muridnya kecuali Abu Yusuf
berpendapat bahwa orang yang diserang harus bertanggung jawab secara
perdata yaitu dengan membayar diat atas anak-anak, orang gila dan harga
binatang yang telah dibunuhnya. Alasannya adalah karena pembelaan diri
dilakukan untuk menolak tindak pidana, padahal perbuatan anak-anak,
orang gila dan hewan tidak dianggap sebagai tindakpidana karena
binatang tidak berakal. Abu Yusuf berpendapat bahwa orang yang
diserang hanya bertanggung jawab atas harga hewan karena perbuatan
anak kecil dan orang gila tetap dianggap sebagai tindak pidana. Meskipun
penjatuhan hukuman atas keduanya dihapuskan karena keduanya tidak
memiliki pengetahuan (kecakapan bertinda