Kebahagiaan orangtua yang memiliki anak terlambat bicara.

(1)

KEBAHAGIAAN ORANGTUA YANG MEMILIKI ANAK TERLAMBAT BICARA

SKRIPSI

Penelitian Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)

Psikologi (S.Psi)

INDY KHASBIYAH B07213012

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

orangtua yang memiliki anak terlambat bicara, serta mendalami, menemukan, dan menggambarkan bagaimana karakteristik orang yang bahagia berdasarkan aspek-aspek kebahagiaan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi dan wawancara yang dilakukan kepada subjek dan significant other dan didukung oleh dokumentasi. Subjek penelitian yaitu 2 orang yakni orangtua dari anak yang memiliki hambatan perkembangan yaitu terlambat bicara. Kebahagiaan pada kedua subjek di tunjukkan dengan empat karakteristik orang yang bahagia yaitu menghargai diri sendiri, optimis, terbuka, dan mampu mengendalikan diri. Dan juga berdasarkan aspek – aspek kebahagiaan yakni menjalin hubungan yang positif dengan orang lain, keterlibatan penuh, temukan makna dalam keseharian, optimis namun realistis, dan menjadi pribadi yang resilien yang ada pada orangtua yang memiliki anak yang terlambat bicara.. Dimana beberapa karakteriatik dan aspek- aspek tersebut muncul pada kedua subjekmeskipun mereka memiliki anak yang terlambat bicara.


(7)

xi ABSTRACT

The purpose of this study is to know the image of happiness that has children late to talk, and explore, discover, and describe how happy people are based on aspects of happiness. This research uses qualitative method with case study approach. Data completion technique in this research use observation method and interview conducted for subject and significant other and supported by documentation. Research subjects are 2 people from children speech delay. Happiness on both subjects is demonstrated by the four characteristics of a happy person: self-esteem, optimism, openness, and self-control. And also based on the aspects of happiness to establish a positive relationship with others, full, find the meaning in everyday, optimistic but realistic, and become a resilient person who is in the family who have children who are late to talk . Where some of the characteristics and aspects Which appear on both subjects although they have children speech delay.


(8)

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

INTISARI ... x

ABSTRACT ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Fokus Penelitian ... 10

D. Tujuan Penelitian ... 10

E. Manfaat Penelitian ... 10

F. Keaslian Penelitian ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 16

A. Kebahagiaan ... 16

1. Pengertian kebahagiaan ... 16

2. Aspek – aspek kebahagiaan ... 17

3. Karakteristik orang yang bahagia ... 18

4. Faktor – faktor kebahagiaan ... 20

B. Orang tua ... 24

C. Terlambat Bicara ... 27

1. Jenis terlambat bicara ... 29

2. Faktor penyebab ... 30

3. Perspektif teoritis ... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 39

A. Jenis Penelitian ... 39

B. Lokasi Penelitian ... 40

C. Sumber Data ... 40

D. Teknik Pengumpulan Data ... 40

E. Prosedur Analisis Data ... 41

F. Keabsahan Data ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Deskripsi Subyek ... 44

B. Hasil Penelitian ... 45


(9)

vii

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79 LAMPIRAN


(10)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Orangtua sangat berperan dalam perkembangan anak, baik perkembangan secara fisik maupun secara intelektual mereka. Orangtua adalah ayah dan atau ibu seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial. Pada umumnya, orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak, dan panggilan ibu / ayah dapat diberikan untuk perempuan / pria yang bukan orang tua kandung (biologis) dari seseorang yang mengisi peranan ini. Orang tua memiliki tanggung jawab yang sangat besar kepada anak nya seperti contoh mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat.

Dengan demikian perkembangan anak merupakan hal yang sangat penting dan tidak boleh lepas dari pengamatan orang tua. Perkembangan seorang anak pertama kali dimulai dari lingkungan keluarga dan interaksi antara anak dengan orang tua. Anak adalah seseorang yang belum mencapai tingkat kedewasaan. Bergantung pada sifat referensinya, istilah tersebut bisa berarti seseorang individu di antara kelahiran dan masa pubertas, atau seseorang individu di antara kanak-kanak dan masa pubertas (Kartono 2011). Anak akan mengamati kedaan di lingkungan nya dan


(11)

2

kemudian mereka akan mendapatkan suatu stimulus dari lingkungan tersebut, yang dari stimulus itu anak akan berusaha menirukan atau mencontoh perilaku bahkan ucapan mereka yang berada di lingkungannya, terutama adalah keluarga mereka.

Disisi lain kebahagiaan adalah suasana hati yang diinginkan oleh semua orang. Dengan bahagia, hati menjadi damai tanpa ada beban yang menggelayut. Bahagia itu ibarat candu yang terus kita cari dan ingin kita rasakan terus menerus. Kebahagiaan menjadi target semua orang di dunia ini. Kebahagiaan tingkat tinggi adalah kebahagiaan yang diperoleh setelah kita melewati banyak pahit manisnya hidup. Yaitu, saat kita telah mengalami pahitnya kegagalan, kehilangan, dan kekurangan, sehingga nikmat apa pun yang kita dapatkan setelah itu akan membuat kita bersyukur dan berbahagia.

Kebahagiaan seseorang terdapat pada pikirannya terhadap kehidupan yang mereka hadapi. Menurut Aid Al-Qarni (dalam Miwa Patnani, 2014) kebahagiaan adalah keringanan hati karena kebenaran yang dihayatinya, kebahagiaan adalah kelapangan dada karena prinsip yang menjadi pedoman hidup, dan kebahagiaan adalah ketenangan hati karena kebaikan disekelilingnya. Kebahagiaan adalah sesuatu hal yang menyenangkan, suka cita, membawa kenikmatan serta tercapainya sebuah tujuan. Kebahagiaan pada tiap orang memang berbeda, karena kebahagiaan adalah hal yang subjektif. Kebahagiaan tiap individu berbeda satu sama lain meskipun mengalami kejadian yang sama.


(12)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahagia diartikan sebagai keadaan Senang dan tenteram, bebas dari segala yang menyusahkan. Aristoteles menyatakan bahwa happines atau kebahagiaan berasal dari kata Happy atau bahagia yang berarti feeling god, having fun, having a good time, atau sesuatu yang membuat pengalaman yang menyenagkan. Sedangkan orang yang bahagia menurut Aristoteles adalah orang yang mempunyai good birth health, good look, good lock, good reputation, good friends, good money and goodness.

Bahagia itu berkembang seiring dengan waktu. Yang membuat rasa bahagia berlalu dengan cepat karena adanya unsur kepuasan tentang suka atau tidak suka. Selain kebahagiaan dengan memiliki beberapa anak juga menyangkut bagaimana kondisi anak tersebut. ketika anak memiliki gangguan maka itu dapat menurunkan kebahagiaan orangtua, tetapi bahkan juga bisa meningkatkan kebahagiaan mereka ketika anak memiliki kelebihan-kelebihan tersendiri.

Sedangkan anak merupakan individu yang masih dalam usia tumbuh kembang dengan kebutuhan khusus, baik kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual, serta masa kanak - kanak merupakan proses menuju kematangan. Sejak dini anak harus disiapkan untuk dapat berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, namun tidak setiap anak terlahir dalam kondisi normal. Beberapa anak terlahir dengan kondisi mengalami hambatan dan keterbatasan dalam perkembangannya, di antaranya adalah anak terlambat bicara.


(13)

4

Kemampuan berbicara sangat penting dalam kehidupan anak, yaitu kebutuhan untuk menjadi bagian dari kelompok sosial, karena kebutuhan utama dalam berhubungan sosial adalah melalui berbicara. Awal kehidupan sangat penting bagi perkembangan bicara anak, karena perkembangan bicara terjadi pada masa tersebut. Awal masa kanak-kanak merupakan saat berkembang pesatnya tugas pokok dalam belajar berbicara, yaitu menambah kosakata, menguasai pengucapan kata dan menggabungkan kata-kata menjadi kalimat. Anak akan mengalami perkembangan berbahasa dengan cepat pada usia anak – anak yang melalui orangtua dan lingkungannya.

Bahasa merupakan tanda atau simbol-simbol dari benda-benda serta menunjuk pada maksud tertentu (Kartono 1995). Bahasa bisa diekspresikan melalui bicara yang berupa simbol verbal. Kemampuan berbahasa pada umumnya dapat dibedakan atas kemampuan reseptif (mendengar dan memahami) dan kemampuan ekspresif (berbicara). Individu dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungan menggunakan sistem lambang untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi. Dengan begitu individu satu dengan yang lainnya akan saling memahami dan mengerti dengan adanya suatu kontak sosial yang melewati bahasa, baik secara verbal (ucapan) maupun nonverbal (bukan ucapan).

Untuk komunikasi dengan menggunakan bahasa verbal yakni anak menggunakan suatu ucapan atau berbicara. Menurut Hurlock (1978) bicara adalah bentuk bahasa menggunakan artikulasi atau kata-kata yang


(14)

digunakan untuk menyampaikan maksud. Apabila anak mengalami masalah dalam bicara, anak akan memisahkan diri karena lingkungan yang tidak mendukung untuk berkembang seperti mengucilkan atau membuatnya menjadi bahan tertawaan. Jika tidak ada yang mengerti keinginan anak tersebut, maka dia akan berhenti untuk berusaha membuat orang lain mengerti. Anak yang mengalami keterlambatan bicara cenderung tumbuh dan memiliki ciri pergaulan sosial yang berbeda dengan anak pada umumnya.

Gangguan wicara pada anak adalah salah satu kelainan yang sering dialami oleh anak-anak dan terjadi pada 1 dari 12 anak atau prevalensi antara 5-8 % dari anak-anak prasekolah. Berdasarkan informasi yang di peroleh oleh peneliti dari (suaramerdeka.com) bahwa pada dasarnya hampir semua orangtua mempunyai harapan dan keinginan untuk memiliki anak yang normal tanpa adanya kekurangan. Namun harapan para orangtua itu tidak seluruhnya terkabul, terkadang ada orangtua yang memiliki anak dengan keterbatasan dan kekurangan, sehingga tidak jarang ada yang merasa malu dan tidak tertarik untuk menyekolahkan anaknya yang memiliki kebutuhan khusus salah satunya terlambat bicara itu ke lembaga pendidikan. Kemudian masalah biaya juga cukup tinggi sehingga menguatkan alasan mereka untuk tidak menyekolahkan anak mereka ke lembaga pendidikan resmi.

Berdasarkan pengamatan pada studi awal yang dilakukan oleh peneliti di temukan fakta adanya orangtua yang memiliki anak dengan gangguan


(15)

6

wicara di usianya delapan tahun berjenis kelamin laki-laki yang diasuh sendiri oleh orangtua kandungnya. Anak tinggal dengan kedua orangtuanya dan satu adiknya yang masih bayi berusia 10 bulan. Anak tersebut di asuh oleh kedua orangtuanya dengan penuh kasih sayang dan perhatian, ibu yang setiap pagi menyiapkan makanan dan keperluan sebelum anak berangkat ke sekolah kemudian menunggu sang anak ketika pulang dari sekolah. Ibu nya bekerja dengan berjualan ikan hias di rumahnya dan masih dapat terus mengawasi kegiatan sang anak, ibu juga terlihat berhubungan rekat dengan tetangga yang juga berjualan di sebelah toko nya, ibu terlihat banyak tersenyum apalagi ketika anaknya itu di puji karena kekreatifan nya meskipun mengalami hambatan dalam perkembangan.

Sedangkan ayah nya bekerja di pabrik yang sangat dekat dengan rumahnya, karena di jam istirahat ayah nya juga menyempatkan untuk pulang ke rumah untuk makan siang dan sekedar bertemu dengan istri dan anak, kemudian ayah nya kembali bekerja dan pulang pada sore harinya. Ayah nya juga sangat ramah ketika bermain dengan sang anak, terlihat mendidik dan berusaha mengajari anak sulungnya yang mengalami hambatan dalam perkembangan untuk dapat berbicara dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitar.

Menurut sorang peneliti Mikko Myrskyla, dikutip dari beritasatu.com bahwa temuan beliau mengungkap ada perubahan sementara pada tingkat kebahagiaan orangtua saat kehadiran anak pertama dan kedua. Perubahan


(16)

yang positif. Faktanya, kebahagiaan orangtua meningkat sebelum kehadiran anak pertama dan kedua ini menunjukkan adanya isu yang lebih luas pada kehadiran anak, seperti kian eratnya hubungan orangtua serta merancang masa depan bersama. Menurut penelitian ini, kebahagiaan orangtua sangat tergantung pada keseimbangan faktor-faktor sosioekonomi yang bentuknya cukup beragam. Temuan ini juga mengatakan, salah satu hal yang memengaruhi kebahagiaan orangtua adalah jumlah anak yang mereka miliki. Dikatakan, tingkat kebahagiaan orangtua berada di titik tertinggi setahun sebelum dan setahun sesudah kehadiran anak pertamanya. Setelah itu, level kebahagiaan nya akan kembali ke titik yang sama saat belum punya anak. Tingkat kebahagiaan ini kemudian naik lagi saat tahu akan hadir anak kedua, kemudian turun lagi setahun setelah kehadiran anak kedua. Namun, hal yang sama tak terjadi menjelang kehadiran anak ketiga.

Faktanya menurut beritasatu.com (2014), di kalangan orangtua yang berusia matang dan berpendidikan cukup baik, kehadiran anak akan meningkatkan kebahagiaan. Namun, bagi kalangan muda, dengan tingkat pendidikan di bawah rata-rata, kehadiran anak bisa membuat level kebahagiaan menurun drastis. Hal ini bisa jadi penyebab banyak orang yang memilih menunda memiliki anak," ungkap salah satu peneliti, Rachel Margolis, yang juga menjabat sebagai asisten profesor di Fakultas Ilmu Sosial di Universitas Western.


(17)

8

Selain masalah usia saat menjadi orangtua, gender juga punya pengaruh terhadap kebahagiaan orangtua. Peningkatan level kebahagiaan seorang perempuan akan meningkat drastis ketika mengetahui dirinya sedang mengandung dan setelah anaknya lahir, dibandingkan dengan tingkat kebahagiaan pasangannya. Bisa jadi ini ada hubungannya dengan hormon yang mengatur keterikatan ibu-anak, seperti hormon oksitosin, endorfin, dan adrenalin, yang berpengaruh dalam meregulasi proses persalinan. Oksitosin kerap disebut juga dengan hormon cinta, sebab membawa rasa untuk mengasihi, dan terproduksi saat sedang bercinta, melahirkan, dan ketika seorang ibu melihat bayinya untuk pertama kali. Namun, setelah setahun kelahiran anaknya, seorang ibu akan mengalami penurunan level kebahagiaan yang lebih tajam ketimbang pasangannya, lalu seiring waktu, level kebahagiaan keduanya berangsur setara.

Penelitian ini di lakukan untuk menggambarkan bagaimana kebahagiaan orang tua yeng memiliki anak terlambat bicara. Meskipun memiliki anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan nya, orangtua tetap memberikan perlakuan yang positif terhadap anak, dan selalu mendukung apapun prestasi yang di alami oleh anak tersebut. Bagi orangtua memiliki anak adalah suatu hal sangat membahagiakan, namun jika anak tersebut memiliki keterbatasan dan hambatan, maka itu adalah suatu kejadian yang tidak semua orangtua dapat menerimanya. Namun pada fakta ini orangtua menunjukkan perilaku yang positif dan masih memberikan perilaku yang positif baik kepada anak nya atau pun


(18)

tetangganya, dengan memberikan apresiasi ketika anak nya dapat melakukan suatu hal yang berbeda dengan anak pada usia nya. Seperti contoh anak memiliki kreativitas sehingga membuatnya memiliki kelebihan yang berbeda dengan anak yang lain.

Anak tersebut berjenis kelamin laki-laki usia delapan tahun kelas 2 SD namun belum bisa bicara dengan lancar seperti teman sebaya nya. Tetapi anak tersebut memiliki kreativitas atau kemampuan yang lebih unggul daripada teman seusianya, seperti contoh pada usia 5 tahun dia mampu menguliti kabel yang tidak berfungsi sehingga bisa berfungsi lagi, kemudian dia juga pernah merangkai mobil-mobilan dari kardus bekas dan memberikan tape di bagian belakang mobil agar ada hiburan nya katanya, selain itu dia juga bisa memasang tabung gas elpiji 3kg dengan kompor gas.

Yang menarik dari penelitian ini yakni untuk memberikan informasi kepada orangtua bahwa mereka ketika memiliki anak yang mengalami hambatan perkembangan dan berbeda dengan teman-temannya pada umumnya mereka akan mengalami cemas, stress, bahkan depresi namun disini peneliti akan menggambarkan bagaimana sisi positif dari orangtua tersebut baik dari segi ibu maupun ayah yakni kondisi kebahagiaan mereka.

B. Rumusan masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah, bagaimana kondisi


(19)

10

C. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka penelitian ini di susun untuk menjawab pertanyaan : Bagaimanakah kondisi kebahagiaan orangtua yang memiliki anak terlambat bicara?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian di atas tujuan penelitian adalah : untuk mengetahui kondisi kebahagiaan orangtua yang memiliki anak terlambat bicara (speech delay).

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis memberikan sumbangan pada ilmu psikologi terutama

psikologi klinis dalam ranah kebahagiaan orangtua.

2. Secara praktis penelitian ini di tujukan kepada pihak yang terkait. Yakni kepada orangtua yang memiliki anak terlambat bicara agar lebih termotivasi dalam mengasuh anaknya yang berbeda dengan anak lain pada umumnya. Dan memberikan beberapa motivasi positif dan tetap bersabar ketika menghadapi anak mereka.

F. Keaslian Penelitian

Kebahagiaan adalah salah satu bagian penting dalam kehidupan individu dan merupakan suatu kondisi yang sangat ingin di capai oleh semua orang dari berbagai umur dan lapisan masyarakat (Argyle, 2001). Kebahagiaan bukan hanya berkisar pada fenomena perasan senang, baik atau luar biasa yang dialami, tetapi juga merasa baik secara keseluruhan


(20)

yakni sosial, fisik, emosianal, dan psikologis (Froh, Bono, & Emmons, 2010). Berikut ini beberapa penelitian mengenai kebahagiaan yang di lakukan oleh peneliti terdahulu.

Penelitian oleh Miwa Patnani M.Si., Psi. dengan tema penelitian kebahagiaan pada seorang perempuan dimana subjek berjumal 22 orang perempuan 18-62 tahun dan di analisis secara kualitatif. Dengan hasil penelitian yakni Sumber kebahagiaan yang paling utama bagi perempuan baik dilihat dari segi usia, pekerjaan dan pernikahan adalah keluarga. Rasa bahagia pada subyek penelitian ini baik dilihat dari segi usia, pekerjaan dan pernikahan adalah tergolong cukup bahagia. Komponen kebahagiaan yang secara konsisten mendukung kebahagiaan pada perempuan adalah kognisi yang positif dan pengendalian. Sementara komponen kebahagiaan yang tidak mendukung kebahagiaan adalah kewaspadaan atau konsentrasi.

Kemudian penelitian oleh Alissa dan Avin dengan tema penelitian syukur dan harga diri serta kebahagiaan seorang remaja dengan metode kuantitatif. Memiliki hasil bahwa syukur dan harga diri bersama-sama memunculkan emosi positif, mood positif, dan juga kognitif positif. Hal ini akan membantu remaja untuk menghadapi berbagai situasi dan kondisi dalam hidupnya yang mungkin di hadapi, karena remaja adalah individu yang rentan untuk mengalami masalah dan ketidakbahagiaan. Selain itu, syukur dan harga diri akan menyebabkan remaja memberikan evaluasi positif dalam hidupnya, dan memiliki kebahagiaan yang tinggi.


(21)

12

Penelitian oleh Irianto dan Subandi dengan tema penelitian Kebahagiaan seorang Guru di Papua dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Dengan hasil yang menunjukkan bahwa Kebahagiaan berdasarkan perasaan positif para guru yaitu; ketika siswa-siswa di pedalaman dapat mengikuti pelajaran yang diberikan dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, dapat menunjukkan identitas guru secara langsung di pedalaman, adanya kesatuan kerja diantara para guru, dan mendapatkan dukungan dari masyarakat setempat maupun keluarga mereka. Perasaan positif yang dimiliki oleh guru memberikan kebahagiaan ketika mampu menyesuaikan dirinya dengan keterbatasan yang ada di pedalaman untuk mewujudkan peran dan fungsinya dalam membawa perubahan dan kemajuan melalui bidang pendidikan bagi masyarakat pedalaman.

Berbeda dengan penelitian yang dilaukan oleh Sifra Damongilala dengan tema penelitian Status Sosial Ekonomi dengan Kebahagiaan Kelurga Dalam Masyarakat memiliki hasil yakni bahwa tidat terdapat hubungan antara status sosial ekonomi dengan kebahagiaan keluarga. Karena sesuai dengan teori Aristoteles bahwa kebahagiaan itu sendiri di maknai dengan cara pandang masing-masing individu dalam memaknai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebahagiaan mereka.

Selaras dengan penelitian oleh Desfia Mardayeti dengan tema penelitian Kebahagiaan pada Anak Jalanan. Memiliki hasil penelitian sebagai berikut: anak jalanan membentuk faktor kebahagiaan nya sendiri


(22)

yang di sesuaikan dengan situasi dan kondisi dalam kehidupannya. Mereka merasa bahagia ketika mereka berada di jalanan karena mereka dapat berkumpul dengan teman-temannya. Mereka juga bahagia karena merasa bebas, faktor dominan dalam kehidupan anak jalanan sebagai pendukung buat mereka untuk melanjutkan pendidikan. Anak jalanan juga memiliki tingkat religiusitas yang rendah.

Penelitian oleh Edith, Frederick, dan Daniel pada tahun 2010 dengan tema penelitian psikologi kebahagiaan dengan hasil penelitian yakni pandangan holistik hidup adalah penting untuk tingkat berkelanjutan kebahagiaan dan makna. Salah satu cara untuk berpikir tentang kehidupan secara holistik adalah untuk berpikir dalam hal domain yang tumpang tindih pekerjaan / karir / sekolah, rumah / keluarga, komunitas / masyarakat, diri (pikiran / bodyy / roh). Maksudnya yakni kebahagiaan yang mencapai pada level yang tinggi, ketika terpenuhi dengan baik yaitu pekerjaan, keluarga, hubungan sosial, dan menanggapi diri sendiri secara positif.

Kemudian penelitian oleh Lou Lu dan Jian Bin Shih dengan judul sumber kebahagiaan dengan pendekatan kualitatif yang hasil nya Kesimpulannya, konsep Barat kebahagiaan tampaknya untuk menempatkan penekanan lebih besar pada evaluasi dan kepuasan intrapersonal atau internal sedangkan konsepsi Cina menekankan evaluasi antarpribadi atau eksternal dan faksi satis-. perpecahan ini konsisten dengan Triandis (1994) perbedaan antara individualisme dan kolektivisme.


(23)

14

Namun, Cina dan konsepsi Barat kebahagiaan memiliki beberapa kesamaan, seperti kesenangan dan positif mempengaruhi.

Penelitian oleh Barry, John, Sonja, dan Katherine yang bertema masalah kebahagiaan dengan hasil penelitian Proses tersebut juga bisa menghasilkan hubungan siklis, dimana individu tidak bahagia berusaha untuk memaksimalkan (dalam upaya sesat untuk menaikkan mereka mempengaruhi), yang mengarah ke lebih ketidakbahagiaan. Pada titik ini, namun, kami hanya mengakui bahwa sebagaimana kebahagiaan mungkin soal pilihan (yaitu, bagaimana-dan bahkan apakah-kita membuat pilihan pengaruh apakah kita bahagia atau tidak), pilihan mungkin juga menjadi masalah kebahagiaan.

Kemudian juga penelitian oleh Stewart, Maren, dan Meghana dengan tema kebahagiaan untuk psikologi positif memiliki hasil penelitian yaitu Popularitas gerakan psikologi positif telah mengumpulkan baik pujian energik dan kecaman keras. Banyak kritik telah bertaruh pada dasar ilmiah dari banyak klaim yang dibuat. Sementara kekhawatiran mungkin didirikan baik ketika dibatasi untuk mengomentari populer literatur non-peer-review yang luas, banyak kemajuan telah dibuat oleh para ilmuwan psikologis mengindahkan panggilan untuk ilmu psikologi positif.

Dan yang terakhir penelitian oleh June, Alexander, Jordi, dan Iris yang berjudul Kebahagiaan Apakah Best Kept Stabil: Positif Emosi Variabilitas Apakah Berhubungan Dengan Termiskin Psikologis Kesehatan dengan memiliki hasil penelitian bahwa Singkatnya, variabilitas


(24)

emosi positif tampaknya memainkan peran tambahan dan penting dalam kesehatan psikologis atas dan di luar tingkat keseluruhan emosi positif. Secara khusus, hasil ini memberikan bukti untuk mendukung gagasan bahwa bagaimana emosi terungkap dari waktu ke waktu (selain tingkat rata-rata mereka) terlibat dalam kesehatan. Secara khusus, terlalu banyak variabilitas dan tidak cukup stabilitas di perasaan positif seseorang muncul untuk bekerja terjadi dengan hasil psikologis yang tidak sehat


(25)

16

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kebahagiaan

1. Pengertian kebahagiaan

Seligman (2005) menjelaskan kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktifitas positif yang tidak mempunyai komponen perasaan sama sekali. Seligman memberikan gambaran individu yang mendapatkan kebahagiaan yang autentik (sejati) yaitu individu yang telah dapat mengidentifikasi dan mengolah atau melatih kekuatan dasar (terdiri dari kekuatan dan keutamaan) yang dimilikinya dan menggunakannya pada kehidupan sehari-hari, baik dalam pekerjaan, cinta, permainan, dan pengasuhan. Kebahagiaan adalah salah satu bagian penting dalam kehidupan individu dan merupakan suatu kondisi yang sangat ingin di capai oleh semua orang dari berbagai umur dan lapisan masyarakat (Argyle, 2001). Kebahagiaan bukan hanya berkisar pada fenomena perasan senang, baik atau luar biasa yang dialami, tetapi juga merasa baik secara keseluruhan yakni sosial, fisik, emosianal, dan psikologis (Froh, Bono, & Emmons, 2010)

Kebahagiaan adalah konsep yang subjektif karena setiap individu memiliki tolak ukur yang berbeda-beda. Setiap individu juga memiliki faktor yang berbeda sehingga bisa mendatangkan kebahagiaan untuknya.


(26)

Faktor-faktor itu antara lain uang, status pernikahan, kehidupan sosial, usia, kesehatan, emosi negatif, pendidikan, iklim, ras, dan jenis kelamin, serta agama atau tingkat religiusitas seseorang (Seligman, 2005). Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan adalah suatu keadaan individu yang berada dalam aspek positif (perasaan yang positif) dan untuk mencapai kebahagiaan yang autentik, individu harus dapat mengidentifikasikan, mengolah, dan melatih serta menggunakan kekuatan (strength) serta keutamaan (virtue) yang dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari.

2.

Aspek – aspek kebahagiaan

Menurut Seligman dkk, ada lima aspek utama yang dapat menjadi sumber kebahagiaan sejati, yaitu :

a. Menjalin hubungan positif dengan orang lain

Hubungan yang positif bukan sekedar memiliki teman, pasangan, ataupun anak. Status perkawinan dan kepemilikan anak tidak dapat menjamin kebahagiaan seseorang.

b. Keterlibatan penuh

Bagaimana seseorang melibatkan diri sepenuhnya dalam pekerjaan yang ditekuni. Keterlibatan penuh bukan hanya pada karir, tetapi juga dalam aktivitas lain seperti hobi dan aktivitas bersama keluarga. Keterlibatan penuh membutuhkan partisipasi aktif dari orang yang


(27)

18

bersangkutan. Dengan melibatkan diri secara penuh, bukan hanya fisik yang beraktivitas, tetapi hati dan pikiran juga turut serta.

c. Temukan makna dalam keseharian

Dalam keterlibatan penuh dan hubungan positif dengan orang lain tersirat satu cara lain untuk dapat bahagia, yakni temukan makna dalam apapun yang dilakukan.

d. Optimis, namun tetap realistis

Orang yang optimis ditemukan lebih berbahagia. Mereka tidak mudah cemas karena menjalani hidup dengan penuh harapan.

e. Menjadi pribadi yang resilien

Orang yang berbahagia bukan berarti tidak pernah mengalami penderitaan. Karena kebahagiaan tidak bergantung pada seberapa banyak peristiwa menyenangkan yang dialami. Melainkan sejauh mana seseorang memiliki resiliensi, yakni kemampuan untuk bangkit dari peristiwa yang terpahit sekalipun.

2.

Karakteristik Orang Yang Bahagia

Setiap orang bisa sampai kepada kebahagiaan akan tetapi tidak semua orang bisa memiliki kebahagiaan. Menurut David G. Myers, seorang ahli kejiwaan yang berhasil mengadakan penelitian tentang solusi mencari kebahagiaan bagi manusia modern. Ada empat karakteristik menurut Myers (2012) yang selalu ada pada orang yang memiliki kebahagiaan dalam hidupnya, yaitu :


(28)

a. Menghargai diri sendiri

Orang yang bahagia cenderung menyukai dirinya sendiri. Mereka cenderung setuju dengan pernyataan seperti “Saya adalah orang yang menyenangkan”. Jadi, pada umumnya orang yang bahagia adalah orang yang memiliki kepercayaan diri yang cukup tinggi untuk menyetujui pernyataan seperti diatas.

b. Optimis

Ada dua dimensi untuk menilai apakah seseorang termasuk optimis atau pesimis, yaitu permanen (menentukan berapa lama seseorang menyerah) dan pervasif (menentukan apakah ketidakberdayaan melebar ke banyak situasi). Orang yang optimis percaya bahwa peristiwa baik memiliki penyebab permanen dan peristiwa buruk bersifat sementara sehingga mereka berusaha untuk lebih keras pada setiap kesempatan agar ia dapat mengalami peristiwa baik lagi (Seligman, 2005). Sedangkan orang yang pesimis menyerah di segala aspek ketika mengalami peristiwa buruk di area tertentu.

c. Terbuka

Orang yang bahagia biasanya lebih terbuka terhadap orang lain. Penelitian menunjukkan bahwa orang – orang yang tergolong sebagai orang extrovert dan mudah bersosialisasi dengan orang lain ternyata memiliki kebahagiaan yang lebih besar.


(29)

20

Orang yang bahagia pada umumnya merasa memiliki kontrol pada hidupnya. Mereka merasa memiliki kekuatan atau kelebihan sehingga biasanya mereka berhasil lebih baik di sekolah atau pekerjaan.

3.

Faktor –faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan

Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebahagiaan seseorang:

1) Budaya

Triandis (2000) (dalam Carr, 2004) mengatakan faktor budaya dan sosial politik yang spesifik berperan dalam tingkat kebahagiaan seseorang. Hasil penelitian lintas budaya menjelaskan bahwa hidup dalam suasana demokrasi yang sehat dan stabil lebih daripada suasana pemerintahan yang penuh dengan konflik militer (Carr, 2004). Carr (2004), mengatakan bahwa budaya dengan kesamaan sosial memiliki tingakat kebahagiaan yang lebih tinggi. Kebahagiaan juga lebih tinggi pada kebudayaan individualitas dibandingkan dengan kebudayaan kolektivistis (Carr, 2004). Carr (2004) juga menambahkan kebahagiaan lebih tinggi dirasakan di negara yang sejahtera di mana institusi umum berjalan dengan efisien dan terdapat hubungan yang memuaskan antara warga dengan anggota birokrasi pemerintahan.

2) Kehidupan Sosial

Penelitian yang dilakukan oleh Seligman dan Diener (Seligman 2005) menjelaskan hampir semua orang dari 10% orang yang paling bahagia


(30)

sedang terlibat dalam hubungan romantis. Menurut Seligman (2005), orang yang sangat bahagia menjalani kehidupan sosial yang kaya dan memuaskan, paling sedikit menghabiskan waktu sendirian dan mayoritas dari mereka bersosialisasi.

3) Agama atau Religiusitas

Orang yang religius lebih bahagia dan lebih puas terhadap kehidupan daripada orang yang tidak religius (Seligman, 2005). Selain itu keterlibatan seseorang dalam kegiatan keagamaan atau komunitas agama dapat memberikan dukungan sosial bagi orang tersebut (Carr, 2004). Carr (2004) juga menambahkan keterlibatan dalam suatu agama juga diasosiasikan dengan kesehatan fisik dan psikologis yang lebih baik yang dapat dilihat dari kesetiaan dalam perkawinan, perilaku sosial, tidak berlebihan dalam makanan dan minuman, dan bekerja keras.

4) Pernikahan

Seligman (2005) mengataka bahwa pernikahan sangat erat hubungannya dengan kebahagiaan. Menurut Carr (2004), ada dua penjelasan mengenai hubungan kebahagiaan dengan pernikahan, yaitu orang yang lebih bahagia lebih atraktif sebagai pasangan daripada orang yang tidak bahagia. Penjelasan kedua yaitu pernikahan memberikan banyak keuntungan yang dapat membahagiakan seseorang, diantaranya keintiman psikologis dan fisik, memiliki anak, membangun keluarga, menjalankan peran sebagai orang tua, menguatkan identitas dan menciptakan keturunan (Carr, 2004). Kebahagiaan orang yang menikah


(31)

22

memengaruhi panjang usia dan besar penghasilan dan ini berlaku bagi pria dan wanita (Seligman, 2005). Carr (2004), menambahkan orang yang bercerai atau menjanda lebih bahagia pada budaya kolektifis dibandingkan dengan budaya individualis karena budaya kolektifis menyediakan dukungan social yang lebih besar daripada budaya individualis.

5) Usia

Penelitian dahulu yang dilakukan oleh Wilson mengungkapkan kemudaan dianggap mencerminkan keadaan yang lebih bahagia (Seligman, 2005). Namun setelah diteliti lebih dalam ternyata usia tidak berhubungan dengan kebahagiaan (Seligman, 2005). Sebuah penelitian otoratif atas 60.000 orang dewasa dari 40 bangsa membagi kebahgiaan dalam tiga komponen, yaitu kepuasan hidup, afek positif dan afek negatif (Seligman, 2005). Kepuasan hidup sedikitmeningkat sejalan dengan betambahnya usia, afek positif sedikit melemah dan afek negatif tidak berubah (Seligman, 2005). Seligman (2005) menjelaskan hal yang berubah ketika seseorang menua adalah intensitas emosi dimana perasaan “mencapai puncak dunia” dan “terpuruk dalam keputusasaan” berkurang seiring dengan bertambhanya umur dan pengalaman.

6) Uang

Banyak penelitian yang dilakukan untuk melihat hubungan antara kebahagiaan dan uang (Seligman, 2005). Umumnya penelitian yang dilakukan dengan cara membandingkan kebahagiaan antara orang yang tinggal di negara kaya dengan orang yang tinggal di negara miskin.


(32)

Perbandingan lintas-negara sulit untuk dijelaskan karena negara yang lebih kaya juga memiliki angka buta huruf yang lebih rendah, tingkat kesehatan yang lebih baik, pendidikan yang lebih tinggi, kebebasan yang lebih luas dan barang materil yang lebih banyak (Seligman, 2005). Seligman (2005) menjelaskan bahwa di negara yang sangat miskin, kaya berarti bias lebih bahagia. Namun di negara yang lebih makmur dimana hampir semua orang memperoleh kebutuhan dasar, peningkatan kekayaan tidak begitu berdampak pada kebahgiaan (Seligman, 2005). Seligman (2005), menyimpulkan penilaian seseorang terhadap uang akan mempengaruhi kebahagiaannya lebih daripada uang itu sendiri.

7) Kesehatan

Kesehatan objektif yang baik tidak begitu berkaitan dengan kebahagiaan (Seligman, 2005). Menurut Seligman (2005), yang penting adalah persepsi subjektif kita terhadap seberapa sehat diri kita. Berkat kemampuan beradapatasi terhadap penedritaan, seseorang bisa menilai kesehatannya secara positif bahkan ketika sedang sakit. Ketika penyakit yang menyebabkan kelumpuhan sangat parah dan kronis, kebahagiaan dan kepuasan hidup memang menurun (Seligman, 2005). Seligman (2005) juga menjelaskan orang yang memiliki lima atau lebih masalah kesehatan, kebahagiaan mereka berkurang sejalan dengan waktu.

8) Jenis Kelamin

Jenis kelamin memiliki hubungan yang tidak konsisten dengan kebahagiaan. Wanita memiliki kehidupan emosional yang lebih ekstrim


(33)

24

daripada pria. Wanita lebih banyak mengalami emosi positif dengan intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Tingkat emosi rata-rat pria dan wanita tidak berbeda namun wanita lebih bahagia dan lebih sedih daripada pria (Seligman, 2005).

B. Orang tua

Menurut wikipedia Orang tua adalah ayah dan/atau ibu seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial. Umumnya, orang tua memiliki peranan yang sangat penting dalam membesarkan anak, dan panggilan ibu/ayah dapat diberikan untuk perempuan/pria yang bukan orang tua kandung (biologis) dari seseorang yang mengisi peranan ini. Contohnya adalah pada orang tua angkat (karena adopsi) atau ibu tiri (istri

ayah biologis anak) dan ayah tiri (suami ibu biologis anak). Menurut Thamrin Nasution, orang tua merupakan setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu.

Orangtua dalam keluarga sebagai pimpinan keluarga sangat berperan dalam meletakkan dasar-dasar kepribadian anak, karena orangtua merupakan pendidik, pembimbing, dan pelindung bagi anak-anaknya. Jika menurut Hurlock, orang tua merupakan orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas orang tua melengkapi dan mempersiapkan anak menuju ke kedewasaan dengan memberikan bimbingan dan pengarahan yang dapat membantu anak dalam menjalani kehidupan. Dalam memberikan bimbingan dan pengarahan pada


(34)

anak akan berbeda pada masing-masing orang tua kerena setiap keluarga memiliki kondisi-kondisi tertentu yang berbeda corak dan sifatnya antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain.

Sebagai orangtua yang bertanggung jawab terhadap anaknya maka peran orangtua (keluarga) memegang fungsi dan peranan penting dalam meningkatkan pendidikan anaknya. Menurut Hasbullah (1999) tanggung jawab/peran orangtua (keluarga) adalah :

a. Pengalaman pertama masa anak-anak

Lembaga pendidikan keluarga memberikan pengalaman pertama dan utama merupakan faktor penting dalam perkembangan pribadi anak. Pendidikan maksudnya bahwa kehadiran anak didunia disebabkan hubungan kedua orangtuanya dan bertanggung jawab pada pendidikan anaknya.

b. Menjamin kehidupan emosional anak

Kehidupan emosional atau kebutuhan akan rasa kasih sayang dapat dipenuhi atau dapat berlembaga dengan baik, hal inidikarenakan adanya hubungan darah.

c. Menanamkan dasar pendidikan moral

Penanaman moral merupakan penanaman dasar bagi anak, yang biasanya tercermin dalam sikap dan perilaku orangtua sebagai tauladan.


(35)

26

Perkembangan benih kesadaran sosial pada anak dapat dipupuk sedini mungkin, terutama lewat kehidupan keluargayang penuh rasa tolong menolong, gotong-royong secara kekeluargaan. e. Peletakan dasar keagamaan

Nilai keagamaan berperan besar dalam proses internalisasi dan transformasi dalam pribadi anak.

Menurut Hurlock (1987) orangtua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas orangtua melengkapi dan mempersiapkan anak menuju ke kedewasaan dengan memberikan bimbingan dan pengarahan yang dapat membantu anak dalam menjalani kehidupan. Dalam memberikan bimbingan dan pengarahan pada anak akan berbeda pada masing-masing orangtua kerena setiap keluarga memiliki kondisi-kondisi tertentu yang berbeda corak dan sifatnya antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lain.

Meskipun demikian, pada hakekatnya, setiap orangtua mempunyai tanggung jawab yang sama terhadap pendidikan anak yang telah dipercayakan Tuhan pada mereka. tanggung jawab tersebut ditujukan dalam penataan perilaku anak yang disebut dengan pola asuh (Havighurst, dalam Hurlock, 1987). Keluarga sebagai tempat pertama yang dikenal seorang anak dalam hidupnya, mempunyai andil yang besar dalam perkembangan kepribadian anak.


(36)

C. Terlambat Bicara (speech delay)

Keterlambatan bicara tidak hanya mempengaruhi penyesuaian sosial dan pribadi anak, tetapi juga mempengaruhi penyesuaian akademis mereka. Kemampuan membaca yang merupakan mata pelajaran pokok pada awal sekolah anak. Keadaan ini dapat mempengaruhi kamampuan anak dalam mengeja. Apabila hal ini terjadi, maka akan menimbulkan rasa benci untuk bersekolah dan akan menghambat prestasi akademis anak. Menurut Papalia (2008) menjelaskan bahwa anak terlambat bicara adalah anak pada usia 2 tahun memiliki kecenderungan salah dalam menyebutkan kata, memiliki perbendaharaan kosakata yang buruk pada usia 3 tahun atau memiliki kesulitan menamai objek pada usia 5 tahun.

Keadaan anak yang mengalami kesuitan dalam menyusun perbendaharaan kata tersebut nantinya mempunyai kecenderungan tidak mampu dalam hal membaca. Hurlock (1978), mengatakan tingkat perkembangan bicara berada di bawah tingkat kualitas perkembangan bicara anak yang secara umurnya sama yang dapat diketahui dari ketetapan penggunaan kata.

Apabila pada saat teman sebaya mereka berbicara dengan menggunakan kata-kata, sedangkan si anak terus menggunakan bahasa isyarat dan gaya bicara bayi, maka anak tersebut dianggap orang lain terlalu muda untuk diajak bermain. Berdasarkan pendapat Papalia (2008) dan Hurlock (1978) yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan definisi anak yang mengalami terlambat bicara adalah hubungan sosial


(37)

28

anak akan terhambat apabila tingkat kualitas perkembangan bicara anak berada di bawah tingkat kualitas perkembangan bicara anak seusianya. Pada perkembangan bahasa sendiri merupakan salah satu parameter dalam perkembangan anak.

Kemampuan bicara dan bahasa melibatkan perkembangan kognitif, sensorimotor, psikologis, emosi dan lingkungan sekitar anak. Kemampuan bahasa pada umumnya dapat dibedakan atas kemampuan reseptif (mendengar dan memahami) dan kemampuan ekspresif (berbicara). Kemampuan bicara lebih dapat dinilai dari kemampuan lainnya sehingga pembahasan mengenai kemampuan bahasa lebih sering dikaitkan dengan kemampuan berbicara.

Kemahiran dalam bahasa dan berbicara dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu kondisi pembawaan sejak lahir termasuk fisiologi dari organ yang terlibat dalam kemampuan bahasa dan berbicara. Sementara itu faktor ekstrinsik berupa stimulus yang ada di sekeliling anak terutama perkataan yang didengar atau ditujukan kepada anak tersebut. Dengan demikian penanganan keterlambatan bicara dilakukan pendekatan medis sesuai dengan penyebab kelainan tersebut. Biasanya hal ini memerlukan penanganan multi disiplin ilmu di bidang kesehatan, dianataranya dokter anak dengan minat tumbuh kembang anak, rehabilitasi medik, neurologi anak, alergi anak, dan klinisi atau praktisi lainnya yang berkaitan.


(38)

Menurut Van Tiel (2011) ada beberapa jenis speech delay, antara lain:

a) Speech and Language Expressive Disorder yaitu anak mengalami gangguan pada ekspresi bahasa.

b) Specific Language Impairment yaitu gangguan bahasa merupakan gangguan primer yang disebabkan karena gangguan perkembangannya sendiri, tidak disebabkan karena gangguan sensoris, gangguan neurologis dan gangguan kognitif (inteligensi).

c) Centrum Auditory Processing Disorder yaitu gangguan bicara tidak disebabkan karena masalah pada organ pendengarannya. Pendengarannya sendiri berada dalam kondisi baik, namun mengalami kesulitan dalam pemrosesan informasi yang tempatnya di dalam otak.

d) Pure DysphaticDevelopment yaitu gangguan perkembangan bicara dan bahasa ekspresif yang mempunyai kelemahan pada sistem fonetik.

e) Gifted Visual Spatial Learner yaitu karakteristik gifted visual spatial learner ini baik pada tumbuh kembangnya, kepribadiannya, maupun karakteristik giftedness-nya sendiri.

f) Disynchronous Developmental yaitu perkembangan seorang anak

gifted pada dasarnya terdapat penyimpangan perkembangan dari pola normal. Ada ketidaksinkronan perkembangan internal dan ketidaksinkronan perkembangan eksternal.


(39)

30

Penyebab gangguan bicara dan bahasa sangat banyak dan luas, semua gangguan mulai dari proses pendengaran, penerus impuls ke otak, otak, otot atau organ pembuat suara. Hal lain dapat juga di sebabkan karena diluar organ tubuh seperti lingkungan yang kurang mendapatkan stimulasi yang cukup atau pemakaian dua bahasa.

Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah sebagai berikut:

a) Gangguan Pada Pendengaran

Anak yang mengalami gangguan pendengaran kurang mendengar pembicaraan disekitarnya. Gangguan pendengaran selalu harus difikirkan bila ada keterlambatan bicara. Terdapat beberapa penyebab gangguan pendengaran, bisa karena infeksi, trauma atau kelainan bawaan. Infeksi bisa terjadi bila mengalami infeksi yang berulang pada organ dalam sistem pendengaran.

b) Kelainan Organ Bicara

Kelainan ini meliputi lidah pendek, kelainan bentuk gigi dan mandibula (rahang bawah), kelainan bibir sumbing (palatoschizis/cleft palate), deviasi septum nasi, adenoid atau kelainan laring. Pada lidah pendek terjadi kesulitan menjulurkan lidah sehingga kesulitan mengucapkan huruf ”t”, ”n” dan ”l”. Kelainan bentuk gigi dan mandibula mengakibatkan suara desah seperti ”f”, ”v”, ”s”, ”z” dan ”th”.Kelainan bibir sumbing bisa mengakibatkan penyimpangan resonansi berupa


(40)

rinolaliaaperta, yaitu terjadi suara hidung pada huruf bertekanan tinggi seperti ”s”, ”k”, dan ”g”.

c) Retardasi Mental

Redartasi mental adalah kurangnya kepandaian seorang anak dibandingkan anak lain seusianya. Redartasi mental merupakan penyebab terbanyak dari gangguan bahasa. Pada kasus redartasi mental, keterlambatan berbahasa selalu disertai keterlambatan dalam bidang pemecahan masalah visuo-motor.

d) Genetik Heriditer dan Kelainan Kromosom

Gangguan karena kelainan genetik yang menurun dari orang tua. Biasanya juga terjadi pada salah satu atau ke dua orang tua saat kecil. Biasanya keterlambatan. Menurut Mery GL anak yang lahir dengan kromosom 47 XXX terdapat keterlambatan bicara sebelum usia 2 tahun dan membutuhkan terapi bicara sebelum usia prasekolah. Sedangkan Bruce Bender berpendapat bahwa kromosom 47 XXY mengalami kelainan bicara ekpresif dan reseptif lebih berat dibandingkan kelainan kromosom 47 XXX.

e) Kelainan Sentral (Otak)

Gangguan berbahasa sentral adalah ketidak sanggupan untuk menggabungkan kemampuan pemecahan masalah dengan kemampuan berbahasa yang selalu lebih rendah. Ia sering menggunakan mimic untuk menyatakan kehendaknya seperti pada pantomim. Pada usia sekolah, terlihat dalam bentuk kesulitan belajar.


(41)

32

f) Autisme

Gangguan bicara dan bahasa yang berat dapat disebabkan karena autism. Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.

g) Mutism Selektif

Mutisme selektif biasanya terlihat pada anak berumur 3-5 tahun, yang tidak mau bicara pada keadaan tertentu, misalnya di sekolah atau bila ada orang tertentu. Atau kadang-kadang ia hanya mau bicara pada orang tertentu, biasanya anak yang lebih tua. Keadaan ini lebih banyak dihubungkan dengan kelainan yang disebut sebagai neurosis atau gangguan motivasi. Keadaan ini juga ditemukan pada anak dengan gangguan komunikasi sentral dengan intelegensi yang normal atau sedikit rendah.

h) Gangguan Emosi dan Perilaku Lainnya

Gangguan bicara biasanya menyerta pada gangguan disfungsi otak minimal, gejala yang terjadi sangat minimal sehingga tidak mudah untuk dikenali. Biasanya diserta kesulitan belajar, hiperaktif, tidak terampil dan gejala tersamar lainnya.

i) Alergi Makanan

Alergi makanan ternyata juga bisa mengganggu fungsi otak, sehingga mengakibatkan gangguan perkembangan salah satunya adalah keterlambatan bicara pada anak. Gangguan ini biasanya terjadi pada


(42)

manifestasi alergi pada gangguan pencernaan dan kulit. Bila alergi makanan sebagai penyebab biasanya keterlambatan bicara terjadi usia di bawah 2 tahun, di atas usia 2 tahun anak tampak sangat pesat perkembangan bicaranya.

j) Deprivasi Lingkungan

Dalam keadaan ini anak tidak mendapat rangsang yang cukup dari lingkungannya. Penelitian menunjukkan sedikit keterlambatan bicara, tetapi tidak berat. Bilamana anak yang kurang mendapat stimulasi tersebut juga mengalami kurang makan atau child abuse, maka kelainan berbahasa dapat lebih berat karena penyebabnya bukan deprivasi semata-mata tetapi juga kelainan saraf karena kurang gizi atau penelantaran anak.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan yang menyebabkan anak mengalami keterlambatan bicara antara lain :

a. Faktor Internal

Berbagai faktor internal atau faktor biologis tubuh seperti factor persepsi, kognisi dan prematuritas dianggap sebagai faktor penyebab keterlambatan bicara pada anak.

1) Persepsi

Kemampuan membedakan informasi yang masuk disebut persepsi. Persepsi berkembang dalam 4 aspek : pertumbuhan, termasuk perkembangan sel saraf dan keseluruhan sistem; stimulasi, berupa masukan dari lingkungan meliputi seluruh aspek sensori, kebiasaan, yang merupakan hasil dari skema yang sering terbentuk. Kebiasaan, habituasi,


(43)

34

menjadikan bayi mendapat stimulasi baru yang kemudian akan tersimpan dan selanjutnya dikeluarkan dalam proses belajar bahasa anak. Secara bertahap anak akan mempelajari stimulasi36 stimulasi baru mulai dari raba, rasa, penciuman kemudian penglihatan dan pendengaran . Pada usia balita, kemampuan persepsi auditori mulai terbentuk pada usia 6 atau 12 bulan, dapat memprediksi ukuran kosa kata dan kerumitan pembentukan pada usia 23 bulan. Telinga sebagai organ sensori auditori berperan penting dalam perkembangan bahasa. Beberapa studi menemukan gangguan pendengaran karena otitis media pada anak akan mengganggu perkembangan bahasa ( Hawari).

2) Kognisi

Anak di usia ini sangat aktif mengatur pengalamannya ke dalam kelompok umum maupun konsep yang lebih besar. Beberapa teori yang menjelaskan hubungan antara kognisi dan bahasa ( Djamarah, 2002) :

a) Bahasa berdasarkan dan ditentukan oleh pikiran (cognitive

determinism)

b) Kualitas pikiran ditentukan oleh bahasa (linguistic determinism)

c) Pada awalnya pikiran memproses bahasa tapi selanjutnya pikiran dipengaruhi oleh bahasa.

d) Bahasa dan pikiran adalah faktor bebas tapi kemampuan yang

berkaitan.


(44)

Weindrich (1987) menemukan adanya faktor-faktor yang berhubungan dengan prematuritas yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak, seperti berat badan lahir, lama perawatan di rumah sakit, bayi yang iritatif, dan kondisi saat keluar rumah sakit.

b. Faktor Eksternal ( Faktor Lingkungan ) 1) Riwayat keluarga

Demikian pula dengan anak dalam keluarga yang mempunyai riwayat keterlambatan atau gangguan bahasa beresiko mengalami keterlambatan bahasa pula. Riwayat keluarga yang dimaksud antara lain anggota keluarga yang mengalami keterlambatan berbicara, memiliki gangguan bahasa, gangguan bicara atau masalah belajar.

2)Pola asuh

Law dkk juga menemukan bahwa anak yang menerima contoh berbahasa yang tidak adekuat dari keluarga, yang tidak memiliki pasangan komunikasi yang cukup dan juga yang kurang memiliki kesempatan untuk berinteraksi akan memiliki kemampuan bahasa yang rendah.

3) Lingkungan verbal

Lingkungan verbal mempengaruhi proses belajar bahasa anak. Anak di lingkungan keluarga profesional akan belajar kata-kata tiga kali lebih banyak dalam seminggu dibandingkan anak yang dibesarkan dalam keluarga dengan kemampuan verbal lebih rendah.


(45)

36

Studi lainnya melaporkan ibu dengan tingkat pendidikan rendah merupakan faktor resiko keterlambatan bahasa pada anaknya.

5) Jumlah anak

Chouhury dan beberapa peneliti lainnya mengungkapkan bahwa jumlah anak dalam keluarga mempengaruhi perkembangan bahasa seorang anak, berhubugan dengan intensitas komunikasi antara orang tua dan anak.

6) Faktor Televisi

Anak batita yang banyak nonton TV cenderung akan menjadi pendengar pasif, hanya menerima tanpa harus mencerna dan memproses informasi yang masuk. Akibatnya, dalam jangka waktu tertentu yang mana seharusnya otak mendapat banyak stimulasi dari lingkungan/orang tua untuk kemudian memberikan feedback kembali, namun karena yang lebih banyak memberikan stimulasi adalah televisi (yang tidak membutuhkan respon apa-apa dari penontonnya), maka sel-sel otak yang mengurusi masalah bahasa dan bicara akan terhambat perkembangannya.

D. Perspektif teoritis

Karakteristik orang yang bahagia menurut Myers ada empat yaitu menghargai diri sendiri, optimis, terbuka, dan mampu mengendalikan diri. Ketika orangtua dapat menghargai diri sendiri, orang tua dapat terbuka kepada orang lain dan bisa mengutarakan keadaan hatinya, orangtua memiliki optimis akan perkembangan anaknya, dan mampu mengendalikan emosi yang sedang di alaminya, maka orangtua tersebut dapat di katakan memiliki karakteristik sebagai orang yang bahagia.


(46)

Berdasarkan lima aspek kebahagiaan sejati oleh Seligman dkk yakni ketika seseorang dapat menjalin hubungan positif dengan orang lain,memiliki keterlibatan penuh, menemukan makna dalam keseharian, memiliki optimis yang realistis, dan menjadi pribadi yang resiliens. Peneliti akan berusaha mengetahui bagaimana kebahagiaan orang tua yang memiliki anak terlambat bicara, menurut penelitian terdahulu banyak orangtua yang cemas dan stress ketika mereka memiliki anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan yang salah satu nya yakni keterlambatan bicara. Tetapi peneliti menemukan sebuah kasus dimana orangtua memiliki anak yang terlambat bicara yang berbeda dengan anak yang lain, anak tersebut lebih kreatif dan mampu membanggakan orangtuanya. Maka apabila orangtua memiliki ciri-ciri tersebut di atas maka orangtua dapat dikategorikan sebagai orangtua yang bahagia.

Terkadang orangtua dengan segala kesibukan nya baik dengan pekerjaan ataupun kehidupan rumah tangga, terutama adalah kehadiran seorang anak yang memiliki hambatan dalam perkembangan pasti cukup melelahkan dan terkadang menimbulkan stress. Tetapi peneliti disini berusaha untuk mengetahui kondisi kebahagiaan orangtua yang memilki anak yang terlambat bicara, dan peneliti berusaha mengungkapkan bahwa tidak semua orangtua yang memilki anak terambat bicara itu mempunyai banyak sisi negatif tetapi mereka juga memiliki sisi positif yang dapat menjadi acuan perilaku oleh orangtua yang lainnya.


(47)

38

Berdasarkan agama atau religiusitas juga dapat menentukan kebahagiaan seseorang. Orang yang religius lebih bahagia dan lebih puas terhadap kehidupan daripada orang yang tidak religius (Seligman, 2005). Ketika subjek memiliki religiusitas yang tinggi, maka subjek juga semakin bahagia. Carr (2004) juga menambahkan keterlibatan dalam suatu agama juga diasosiasikan dengan kesehatan fisik dan psikologis yang lebih baik yang dapat dilihat dari kesetiaan dalam perkawinan, perilaku sosial, tidak berlebihan dalam makanan dan minuman, dan bekerja keras. Pada subjek dalam penelitian ini, ketika mereka menunjukkan kesetiaan dalam pernikahan, memiliki hubungan sosial yang baik, tidak berlebihan dalam hal makanan dan minuman, dan mereka mampu bekerja keras maka mereka dapat mengasosiasikan diri dengan kesehatan fisik dan psikologis yang lebih baik.


(48)

A. Jenis Penelitian

Desain penelitian yang akan digunakan adalah jenis penelitian kualitatif dengan teknik observasi, wawancara kepada orang tua subjek yang memiliki anak terlambat bicara di usia 7 tahun. Menurut Keirl dan Miller dalam Moleong (1999) yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah “tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia pada kawasannya sendiri, dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya”. Penelitian ini menggunakan strategi case study.

Strategi penelitian dimana didalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses atau sekelompok individu (Creswell, 2010).

Bagian utama dari analisis kualitatif, bahan tersebut dibentuk oleh Proses coding, yaitu menafsirkan teks dianalisis dan menghubungkan makna (dari kata-kata kunci, gagasan, kode) ke bagian individu masing-masing. Analisis kualitatif dari bahan dimulai dengan mendefinisikan unit koding, diikuti oleh catatan fenomena yang tepat sesuai dengan penilaian dan menganalisis karakteristik fenomena tersebut dan berakhir dengan pengembangan dasar teori.


(49)

40

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini di lakukan di rumah subjek, di desa wringinanom kecamatan wringinanom kabupaten Gresik. Karena kedua subjek yang kesehariannya selalu di rumah dan sekitarnya, peneliti hanya berfokus pada rumah dan lingkungan sekitarnya.

C. Sumber Data

Sumber data akan di ambil dari subjek yakni orangtua yang memiliki anak terlambat bicara (speech delay) dan satu informan yaitu tetangga dekat subjek. Untuk mendapatkan informasi mengenai perilaku subjek sehari-hari dan bagaimana aktifitasnya saat ini baik di rumah maupun di lingkungannya. Alasan memilih subjek tersebut karena subjek adalah orangtua yang memiliki anak terlambat bicara tetapi anak tersebut juga memiliki kelebihan yang berbeda dengan anak seusianya. Seperti contoh anak dapat menciptakan permainan nya sendiri meskipun tidak dengan orang lain yaitu mampu membuat mobil-mobilan dari barang bekas, kemudian mampu menguliti kabel yang tidak berfungsi sehingga bisa berfungsi kembali, anak tersebut semangat sekali ketika belajar dan cepat merespons stimulus oranglain di lingkungnnya.

Orangtua mengetahui anak mereka terlambat bicara ketika anak berusia dua tahun, orang tua pernah membawa anak mereka yang terlambat bicara ke salah satu rumah sakit untuk memperiksakan apakah anak mereka mengalami penyakit serius karena masih belum mampu berbicara, padahal anak seusianya sudah dapat berbicara. Setelah orangtua


(50)

mengetahui bahwa anak mereka tidak mengalami gangguan pendengaran atau penyakit serius lain nya, orangua merasa lega. Kemudian orangtua terus mengajari anak untuk dapat berbicara dengan cara terus mengajaknya berkomunikasi atau berbicara. Orangtua juga bersyukur karena kemampuan bicara anak mereka semakin meningkat dan menjadi lebih baik sampai saat ini. Orangtua juga terbuka dengan tetangga mengenai kondisi anak merek yang mengalami terlambat bicara. Menurut Seligman (2005) kebahagiaan merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang di rasakan individu serta aktifitas positif. Sejauh ini menurut peneliti kedua subjek menunjukkan emosi positif dan aktifitas yang positif ketika mereka memiliki anak yang terlambat bicara.

D. Cara Pengumpulan Data

Cara mengumpulkan data berdasarkan dengan metode yang peneliti pakai adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi langsung adalah cara pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk keperluan tersebut. Metode ini di gunakan untuk mencatat hal-hal yang terkait dengan perilaku orangtua, komunikasi orangtua dengan anak, komunikasi orangtua dengan tetangga, dan sebagainya tentang orangtua yang memiliki anak terlambat bicara.


(51)

42

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya dengan si penjawab dengan menggunakan alat yang dinamakan

interview guide (panduan wawancara). Peneliti juga menggunakan wawancara tak terstruktur karena peneliti akan berhubungan lansung dengan subjek dan berusaha mengungkapkan suatu keadaan tertentu dari subjek. Metode ini di gunakan untuk memperoleh data secara jelas dan kongkret tentang gambaran kebahagiaan orangtua yang memiliki anak terlambat bicara.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah bahan tertulis baik berupa pernyataan, atau foto dari subjek yang di teliti, perilaku yang dapat di dokumentasikan. Metode dokumentasi adalah pengumpulan data dengan meneliti catatan-catatan penting yang sangat erat hubungannya dengan obyek penelitian.

E. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data

Setelah memperoleh data yang di butuhkan, peneliti akan menganalisis dengan analisis data, merupakan proses akhir dalam penelitian kualitatif (Creswell, 2010). Teknik atau metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah induktif dengan menggunakan prosedur studi kasus (Moelong, 2007). Teknik dipilih karena penelitian ini akan berawal dari hasil temuan khas yang ada dilapangan yang kemudian diinterpretasikan secara khusus.


(52)

Menurut Creswell (2010) terdapat beberapa langkah dalam menganalisis data sebagaimana berikut ini;

1. Mengolah dan menginterpretasi data untuk dianalisis. Langkah ini melibatkan transkipsi wawancara, menscaning materi, mengetik data lapangan, atau memilah-milah dan menyusun data tersebut ke dalam jenis-jenis yang berbeda tergantung sumber informasi.

2. Membaca keseluruhan data. Dalam tahap ini, menulis

catatan-catatan khusus atau gagasan-gagasan umum tentang data yang diperoleh.

3. Menganalisis lebih detail dengan menkoding data. Coding

merupakan proses mengolah materi atau informasi menjadi segmen-segmen tulisan sebelum memaknainya.

4. Menerapkan proses koding untuk mendiskripsikan setting, orang-orang, kategori, dan tema-tema yang akan dianalisis.

5. Menunjukkan bagaimana diskripsi dan tema-tema ini akan

disajikan kembali dalam narasi atau laporan kualitatif. 6. Menginterpretasi atau memaknai data

Beberapa langkah dalam analisis data kualitatif di atas, akan diterapkan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini data yang didapat ditulis dalam transkip wawancara, lalu di koding, dipilah tema-tema sebagai hasil temuan, dan selanjutnya dilakukan interpretasi data.


(53)

44

Creswell (2010) menjelaskan bahwa validitas kualitatif merupakan pemeriksaan terhadap akurasi hasil penelitian dengan menerapkan prosedur-prosedur tertentu, sementara reliabilitas kualitatif mengindikasikan bahwa pendekatan yang digunakan peneliti konsisten jika diterapkan oleh peneliti-peneliti lain. Gibss sebagaimana yang dikutip oleh Creswell (2010) memerinci sejumlah prosedur reliabilitas sebagai berikut:

1. Mengecek hasil transkrip untuk memastikan tidak adanya

kesalahan yang dibuat selama proses transkipi.

2. Memastikan tidak ada definisi dan makna yang mengambang

mengenai kode-kode selama proses koding. Hal ini dapat dilakukan dengan terus membandingkan data dengan kode-kode atau dengan menulis catatan tentang kode-kode dan definisi-definisinya.

3. Untuk penelitian yang berbentuk tim, mendiskusikan kode-kode

bersama patner satu tim dalam pertmuan rutin atau sharing analisis.

4. Melakukan cross-check dan membandingkan kode-kode yang

dibuat oleh peneliti lain dengan kode-kode yang telah dibuat sendiri.

Langkah-langkah pengumpulan data meliputi usaha membatasi

penelitian, mengumpulkan informasi melalui observasi dan wawancara, baik yang terstruktur maupun tidak, dokumentasi, materi-materi visual serta usaha merancang protokol untuk merekam/mencatat informasi


(54)

sumber-sumber data yang berbeda dengan memeriksa bukti-bukti yang berasal dari sumber-sumber tersebut dan menggunakannya untuk membangun justifikasi tema-tema secara koheren. Tema-tema yang dibangun berdasarkan sejumlah sumber data atau perspektif dari partisipan akan menambah validitas penelitian.

Data akan di peroleh dengan menggunakan wawancara lansung orang tua subjek, dan supaya mendapatkan data yang valid peneliti akan menyiapkan alat tulis untuk menulis hasil dari wawancara kepada subjek dan informan. Dan menggunakan alat untuk merekam pada saat wawancara, seperti contoh HP atau alat rekam lainnya. Peneliti juga akan mengobservasi subjek beserta lingkungannya, dengan mencatat dan memotret nya. Dan menjadikan hal tersebut sebagai dokumentasi.


(55)

46

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Subjek

A.1 Subjek pertama

Subjek pertama adalah RO berjenis kelamin perempuan, lahir di Gresik 11 oktober 1989 saat ini berusia 28 tahun. Anak pertama dari dua bersaudara, beragama islam dan pendidikn terakhir adalah SMPN 01 Wringinanom. RO saat ini tinggal di desa wringinanom rt 04 rw 01 kecamatan wringinanom kabupaten Greik. RO tinggal bersama suami dan kedua anaknya. Anak yang pertama berusia 8 tahun dan mengalami keterlambatan dalam berbicara, anak kedua berusia 10 bulan, kedua anak nya berjenis kelamin laki-laki. RO sehari-hari sebagai ibu rumah tangga, dan menjaga toko ikan di depan rumahnya.

A.2 Subjek kedua

Subjek kedua adalah AM berjenis kelamin laki-laki, lahir di Jombang 24 september 1984 saat ini berusia 32 tahun. Anak pertama dari tiga bersaudara, beragama islam dan pendidikan terakhir adalah SMA Negeri Jombang. AM tinggal bersama istri dan kedua anak nya, AM adalah suami dari RO. AM bekerja di pabrik arwana di dekat rumahnya. AM tinggal jauh dengan orangtua nya karena merantau tinggal bersama istrinya.


(56)

B. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Temuan Penelitian

Dalam penyajian data ini, peneliti akan menggambarkan atau mendeskripsikan data yang diperoleh dari hasil observasi di lapangan,

interview/wawancara, dan dokumentasi yang ada, untuk membantu keabsahan data atau kevaliditasan data yang disajikan. Data dalam penelitian ini adalah berdasarkan karakteristik dan aspek – aspek kebahagiaan pada orangtua yang memiliki anak terlambat bicara.

Karakteristik orang yang bahagia ada empat, yang selalu ada pada diri orang yang memiliki kebahagiaan dalam hidupnya.

a. Subjek 1

Berdasarkan karakteristik orang yang bahagia terbagi menjadi empat macam, yakni menghargai diri sendiri, optimis, terbuka, dan mampu mengendalikan diri. Pada seubjek 1 akan di uraikan sebagai berikut :

1. Menghargai diri sendiri

RO yakin masih sanggup melakukan aktifitasnya sehari-hari dengan baik, meskipun memiliki anak yang terlambat bicara.

Seberapa besar ibu menghargai diri ibu sendiri ketika memiliki anak seperti adik rito?

Ya gimana ya mbak, saya ya masih melakukan aktivitas sehari-hari, ngurusin rumah tangga, bantu suami sambil jualan ikan hias. Kan ndk boleh putus asa juga jadi ya di terima bagaimanapun keadaan rito sambil saya tetap melakukan kegiatan sehari-hari mbak. (WCR1A195)


(57)

48

Apakah rito pernah mengikuti kegiatan di sekolah ataupun di lingkungan rumah nya?

Kegiatan apa ya mbak? (WCR1A129)

Misal nya lomba-lomba atau pawai?

Iya kalau lomba pernah mbak, ikut lomba 17 an saja di depan rumah sini.

(WCR1A131)

Apakah ibu mendaftarkan sendiri lomba-lomba rito itu?

Iya mbak daftar nya ya sama saya, saya anter ke seberang situ.

(WCR1A134)

RO merasa bangga dengan keadaan rito saat ini, karena Rito dapat membantu pekerjaan rumah tangga.

Merasa bangga kah dengan keadaan rito saat ini?

Iya bangga mbak, merasa lega sudah bisa ada kemajuan. (WCR1A165)

Kenapa bu?

Ya selain banyak kemajuan, karena anaknya itu juga bisa bantu-bantu saya mbak. bantu nyuci botol-botol ikan itu dia bisa mbak padahal banyak, ya dia itu duduk di samping saya begitu mbak terus minta ikut bersihin botol-botol ikan sampai buersih kemudian membersihkan aquarium ikan itu juga dia mau. (WCR1A170)

Menurut ibu N bahwasanya RO bahagia memiliki anak seperti rito, dan masih dengan baik melakukan kegiatan atau aktifitas nya sehari-hari.

Apakah ibu dan bapak rihto menghargai diri mereka sendiri ketika memiliki anak spt rihto?

Ya kalau ibunya itu kelihatan nya ya bahagia kalau punya anak spt rito itu mbak, karena ya Rito itu anak e pinter, beda sama anak lain, rito punya keterampilan ya kreatif itu bisa bikin mobil-mobilan sendiri. Kalau bapak nya itu kelihatan nya cuek mbak tapi ya mesti sering main-main sama rito kelihatan nya,tamnggungjawab juga kok orang nya mbak. (WCR2AB115)

2. Optimis

RO memiliki harapan rito di masa depan akan sekolah yang tinggi dan RO yakin Rito dapat mencapai cita-citanya.


(58)

Bagaimana harapan ibu untuk masa depan rito?

Ya agar rito itu bisa sekolah sampai tinggi mbak, sampai kuliah sampai kerja. Sampai lulus mba cita-cita rito. (WCR1A163)

RO memiliki keyakinan bahwa Rito di masa depan akan menjadi anak yang lebih baik.

Yakin kah ibu bahwa rito nanti kedepan nya bisa lebih baik?

Iya yakin mbak, dia kan anaknya juga penurut terus bisa bantu-bantu orang di sekitarnya. Dia juga mau bersihin piring yang kotor, tanpa diminta itu mbak dia tiba-tiba ke belakang dan liat piring kotor karena saya memang belum sempat cuci mbak, rito bilang ke saya mau membersihkan nya ya saya bolehin mbak. (WCR1A175)

Menurut ibu N bahwa RO memiliki harapan yang kuat pada rito.

Kira-kira mnrt ibu bagaimana harapan orangtua rihto untuk masa depan rihto?

Supaya bisa sekolah yang tinggi mbak kata mereka, bisa mencapai cita-citanya. (WCR2AB135)

3. Terbuka

RO mengatakan sudah terbuka dengan lingkungan di sekitarnya mengenai kondisi rito.

Apakah ibu selama ini sudah terbuka dengan lingkungan mengenai kondisi adik rito?

Iya terbuka mbak, sudah tenang juga dengan kodisi rito. (WCR1A145) RO menceritakan kepada tetangga sebelah mengenai kondisi dan perkembangan rito.

Kepada siapa saja ibu terbuka atau menceritakan hal tersebut?

Ya ke tetangga sebelah itu mbak, mbak kiki sama bu nanik. (WCR1A149)

Kira-kira apa yang biasa nya anda ceritakan kepada mereka?

Ya tentang rito itu kalau sudah bisa begini begitu, sudah bisa baca sedikit-sedikit waktu di sekolah nya. Ya alhamdulillah juga gurunya bilang ke saya kalau rito ini punya keterampilan, biasanya saya cerita begitu mbak.(WCR1A151)


(59)

50

Gambar 1. Subjek pertama sedang berada di warung ibu N bersama dengan anaknya.

RO merasa bersyukur dan masih menganggap bahwa anaknya beruntung di bandingkan anak yang lain.

Ya alhamdulillah senang mbak merasa lega, dan ternyata memang ada yang lebih parah dari rito mbak, di bawah-bawah nya itu juga banyak yang gak bisa apa-apa. rito juga kalau pelajaran itu mesti mendengarkan kalau temen nya yang lain kan ada yang rame terus jalan-jalan, kalau rito enggak mbak, dia setiap pelajaran mendengarkan, kalau di tanya ya sudah bisa menjawab, di suruh nulis ya mau nulis. (WCR1A155)

Menurut ibu N bahwa RO adalah orang yang terbuka kepada tetangga terutama kepada dirinya.

Apakah ibu dan bpk rihto terbuka dengan lingk sekitar mengenai kondisi rihto?


(60)

Ibunya rito itu terbuka mbak sukanya cerita sama saya, saya itu lebih bisa

ngemong daripada orang lain. Saya sama kiki ini mbak yang sering di curhatin sama dia. Kalau bapaknya biasanya suka diam sih mbak, kalau gak disuruh cerita ya diam, tapi kalau di tanyain sama orang ttg ritoya dia jawab semuanya. Bapak nya rito itu lebih banyak diam mbak tapi kalau di ajak bicara ya bisa rame. (WCR2AB125)

4. Mampu mengendalikan diri

RO dapat mengendalikan dirinya ketika ada orang lain yang mengganggu rito.

Apakah ibu menanggapi orang yang mengganggu adik rito?

Menanggapi nya ya saya bilang baik-baik ke yang mengganggu mbak, saya jelasin kalau rito ini memang terlambat bicara nya jadi ya tolong di maklumi saja. (WCR1A185)

Bagaimana ibu waktu menghadap nya?

Rito nya itu yang bilang ke saya, saya di geret ke orang yang menggangunya, terus saya jelasin ke orang tadi biar agk ganggu rito lagi mbak. (WCR1A187)

RO juga dapat menanggapi dengan baik dan sabar ketika rito marah dengan membujuknya.

Bagaimana ibu menyikapi ketika rito marah?

Saya bujuk mbak kalau rito lagi marah, saya ajak beli sesuatu supaya nanti tidak marah lagi. (WCR1A190)

Menurut ibu N bahwa ketik Rito marah maka ibu nya itu akan membujuk nya agar tidak marah lagi.

Bagaimana sikap mereka ketika menghadapi rihto marah?

Ya di bujuk mbak, kalau rito marah biasanya di ajak beli sesuatu sama orangtuanya, kalau ndak gitu ya di ajak jalan-jalan. Habis itu udah gak marah lagi rito nya. (WCR2AB145)

b. Subjek 2

Berdasarkan karakteristik orang yang bahagia terbagi menjadi empat macam, yakni menghargai diri sendiri, optimis, terbuka, dan mampu mengendalikan diri. Pada seubjek 2 akan di uraikan sebagai berikut :


(61)

52

1. Menghargai diri sendiri

AM mengaku telah berusaha mengoptimalkan tugas nya sebagai kepala rumah tangga.

Seberapa besar bapak menghargai diri bapak/ibu sendiri ketika memiliki anak seperti adik rito?

Menghargai gimana maksudnya mbak (WCR1B235)

Mungkin kalau orang lain kan ada yang tidak bisa menerima anak nya yang terlambat bicara begitu pak, sampai dia stress dan bahkan depresi. Oh kalau saya begitu ya tidak mbak, saya bisa menerima keadaan nya rito dan yakin dia bakalan bisa menjadi seperti anak-anak yang lain. Saya juga masih bisa melakukan kegiatan sehari-hari saya mbak, misal bekerja untuk memenuhi nafkah keluarga kemudian menjadi kepala rumah tangga yang baik untuk keluarga sya. Saya berusaha sepenuh tenaga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, ini saya tadi juga habis beli antena mbak, kan tivi di rumah buram jadi ya saya belikan biar bisa bening lagi.

(WCR1B240)

Menurut ibu N subjek kedua yakni AM telah memenuhi tugasnya sebagai seorang suami dan sebagai ayah yang baik.

Apakah termasuk orangtua yang bertanggungjawab?

Iya bertanggung jawab, ayah nya juga bertanggung jawab. Suaminya itu bertanggung jawab, dia itu penyabar sekali mbak, kalau ngadepin istrinya itu juga sabar banget orang nya. (WCR2AB54)

2. Optimis

AM merasa yakin bahwa anak nya Rito akan dapat berbicara seperti anak lain pada umumnya.

Apakah bapak yakin nanti rito bisa berbicara seperti anak yang lain? Iya saya yakin mbak, kan paman saya itu juga sekarang bisa bicara. Jadi rito pasti juga akan bisa bicara seperti temen-temen nya yang lain.

(WCR1B172)

AM juga memiliki harapan agar Rito dapat sekolah yang tinggi.


(62)

Untuk masa depan nya semoga dia bisa sekolah yang tinggi mbak. (WCR1B170)

Menurut ibu N bahwasanya AM adalah orang yang optimis agar Rito bisa berbicara kembali.

Apakah kedua orangtua memiliki usaha agar anaknya bisa cepat dapat berbicara?

Iya pernah dulu mbak usia 2 tahun itu di ajak ke dokter di surabaya, aku lupa rumah sakit e mbak. Itu kata nya gk papa kalau pendengarannya, tapi emang belum bisa bicara. Lambat katanya. Terus ayah nya sering ngajak bicara supaya bisa cepet bicara Ritonya. (WCR2AB50)

3. Terbuka

Menurut AM dia tidak bercerita kepada orang lain mengenai kondisi Rito.

Apakah bapak selama ini terbuka dengan lingkungan mengenai kondisi adik rito?

Maksudnya bagaimana mbak?

Ya apakah bapak pernah menceritakan kondisi rito kepada orang lain? Oh tidak pernah mbak. (WCR1B150)

Tetapi jika ada orang lain yang menanyakan tentang kondisi Rito, AM akan menjawab dengan apa adanya.

Mungkin cerita kepada teman atau tetangga?

Iya tidak pernah mbak, karena mereka sudah tahu sendiri. Kalau ada yang tanya ya tinggal di jawab saja. (WCR1B152)

Maksudnya tanya bagaimana pak?

Ya kalau ada yang tanya tentang kondisi rito “kenapa itu anak nya begitu perilakunya”, saya jawab “iya memang anak nya terlambat bicara”, terus kadang ada yang tanya lagi “kenapa kok terlambat bicara?” Saya jawab “ya memang keadaan nya begitu, dan di kasihnya begitu” begitu mbak.

(WCR1B155)

AM mengaku sebagai orang yang terbuka kepada orang lain.

Menurut bapak, bapak adalah tipikal orang yang terbuka atau tertutup? Ya terbuka mbak.(WCR1B229)


(63)

54

Menurut ibu N bahwasanya AM adalah orang yang terlihat cuek namun sebenarnya sangat bertanggungjawab terhadap anak dan keluarganya.

Apakah ibu dan bapak rihto menghargai diri mereka sendiri ketika memiliki anak spt rihto?

Ya kalau ibunya itu kelihatan nya ya bahagia kalau punya anak spt rito itu mbak, karena ya Rito itu anak e pinter, beda sama anak lain, rito punya keterampilan ya kreatif itu bisa bikin mobil-mobilan sendiri. Kalau bapak nya itu kelihatan nya cuek mbak tapi ya mesti sering main-main sama rito kelihatan nya, tanggungjawab juga kok orang nya mbak. (WCR2AB115)

4. Mampu mengendalikan diri

AM menanggapi orang yang mengganggu Rito dengan hal positif.

Apakah bapak menanggapi orang yang mengganggu adik rito? Ganggu gimana maksudnya mbak?

Ya mungkin pas main atau pas lagi sama temannya terus rito di ganggu pak.

Kalau kayak gitu saya bilangi saja orang nya mbak. (WCR1B205)

AM bilang agar jangan mengganggu dan bisa memaklumi kepada orang yang mengganggu Rito bahwa Rito memang anak nya terlambat bicara.

Bilang bagaimana pak?

Ya bilang baik-baik gak usah ganggu rito, karena rito memang anaknya terlambat bicara. Tapi kalau rito nya yang salah ya dia yang saya marahi.

(WCR1B210)

AM membelikan Rito mainan, meskipun harga nya lumayan mahal.

Apakah bapak pernah mengajarkan nya?

Lupa mbak saya, ya mungkin pernah sekali-sekali. Tapi dia itu pernah minta mainan sekali mbak tapi ya gitu yang harga nya mahal dan dia lansung minta dua, waktu itu beli pesawat yang pakai remot kontrol begitu.. (WCR1B195)


(64)

Yaiya mbak saya belikan, kan jarang-jarang juga dia minta belikan

mainan seperti itu, hampir tidak pernah juga. (WCR1B200)

Menurut ibu N bahwa subjek kedua atau AM adalah orang yang penyabar orang nya.

Bagaimana pendapat ibu tentang bu ririn dan suaminya? (sikap dan perilaku scr umum)

Gimana yo mbak, kalau si ririn itu ya baik, dia membaur sama tetangga. Dia emang memiliki penyakit, ya itu epilepsi sering ngambek an, tapi kalau sama tetangga dia baik juga orang nya. Kalau si munib itu penyabar orang nya, kalau ada masalah sama istri nya atau sama tetangga dia lansung di selesaikan gitu mbak, lansung di omongkan baik-baik. kalau di lihat hubungan mereka berdua ya baik-baik saja.

(WCR2AB15)

Aspek-aspek kebahagiaan yang di miliki oleh seseorang yang bahagia terdapat lima macam yang ada pada diri subjek, yakni:

a. Subjek 1

1. Menjalin hubungan positif dengan oranglain

RO adalah seorang ibu rumah tangga yang dapat menjalin hubungan baik dengan para tetangga.

bagaimana hubungan ibu dengan tetangga?

Ya baik-baik saja mbak, disini juga tetangganya sedikit cuma orang di sebelah kiri itu saja, sebelah kanannya kan warung.

menurut ibu sikapnya RO kepada para tetangga bagaimana?

Baik mbak, kalau ketemu ya nyapa dan mengobrol meskipun sebentar.


(65)

56

Gambar 2. Subjek pertama sedang mengobrol dengan tetangganya.

RO juga mengikuti kegiatan di lingkungan rumahnya bersama tetangga yang lain.

apakah ibu mengikuti kegiatan di lingkungan sini?

iya ikut mbak, kalau pas ada itu senam sehat sama ibu-ibu mbak, dua kali dalam satu minggu, biar lebih sehat mbak. Ada juga kegiatan arisan kalau ada saya ikut. (WCR1A85)

Berikut juga penjelasan ibu N perihal RO yang mengikuti kegiatan di lingkungan nya.

Bagaimana pendapat ibu tentang bu ririn dan suaminya? (sikap dan perilaku scr umum)

Gimana yo mbak, kalau si ririn itu ya baik, dia membaur sama tetangga. Dia emang memiliki penyakit, ya itu epilepsi sering ngambek an, tapi kalau sama tetangga dia baik juga orang nya. Kalau si munib itu penyabar orang nya, kalau ada masalah sama istri nya atau sama tetangga dia lansung di selesaikan gitu mbak, lansung di omongkan baik-baik. kalau di lihat hubungan mereka berdua ya baik-baik saja.


(66)

Ibu N sudah sangat lama mengenal RO dan AM, bahkan sebelum mereka berdua menikah.

Lansung saja ya bu, sudah lama kah mengenal ibu ririn dan suaminya? Sudah 17 tahun mbak, semenjak kelas 6 sd. Kalau dengan suaminya ya semenjak mereka menikah sekitar 10 tahun yang lalu. (WCR2AB5)

Penduduk asli atau pindahan?

Kalau ririn ya asli mbak, kalau suaminya pindahan.(WCR2AB7) 2. Keterlibatan penuh

RO melibatkan diri penuh dalam pekerjaan nya, yakni menjual ikan hias di depan rumah nya.

bagaimana dengan kegiatan ibu sendiri sehari-hari?

saya ya jadi ibu rumah tangga mbak, sehari-hari mengurusi suami dan anak-anak. Kalau pagi menyiapkan makanan untuk sarapan keluarga nanti siangnya saya ya di rumah saja sambil jagain toko ikan ini mbak. Kalau sholat nya itu juga biasanya ke masjid situ mbak. (sambil menunjuk masjid terdekat). (WCR1A77)

3. Temukan makna dalam keseharian

Kegiatan sehari - hari RO adalah sebagai ibu rumah tangga dan menjaga toko ikan hias milik pribadi.

bagaimana dengan kegiatan ibu sendiri sehari-hari?

saya ya jadi ibu rumah tangga mbak, sehari-hari mengurusi suami dan anak-anak. Kalau pagi menyiapkan makanan untuk sarapan keluarga nanti siangnya saya ya di rumah saja sambil jagain toko ikan ini mbak. Kalau sholat nya itu juga biasanya ke masjid situ mbak. (sambil menunjuk masjid terdekat). (WCR1A77)


(1)

untuk mewujudkan peran dan fungsinya dalam membawa perubahan dan kemajuan melalui bidang pendidikan bagi masyarakat pedalaman.

Sesuai dengan penelitian Edith, Frederick, dan Daniel pada tahun

2010 dengan tema penelitian psikologi kebahagiaan dengan hasil

penelitian yakni pandangan holistik hidup adalah penting untuk tingkat

berkelanjutan kebahagiaan dan makna. Salah satu cara untuk berpikir

tentang kehidupan secara holistik adalah untuk berpikir dalam hal domain

yang tumpang tindih pekerjaan / karir / sekolah, rumah / keluarga,

komunitas / masyarakat, diri (pikiran / bodyy / roh). Maksudnya yakni

kebahagiaan yang mencapai pada level yang tinggi, ketika terpenuhi

dengan baik yaitu pekerjaan, keluarga, hubungan sosial, dan menanggapi

diri sendiri secara positif. Ditunjukkan juga oleh kedua subjek bahwa

mereka dapt memenuhi hubungan pekerjaan, keluarga, hubungan sosial

dan menanggapi diri mereka secara positif.

Pada penelitian ini menunjukkan hasil bahwa kedua subjek merasa

bersyukur dan menghargai diri mereka sendiri ketika memiliki anak yang

terlambat bicara. Sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Alissa dan

Avin dengan tema penelitian syukur dan harga diri serta kebahagiaan

seorang remaja dengan metode kuantitatif. Memiliki hasil bahwa syukur

dan harga diri bersama-sama memunculkan emosi positif, mood positif,

dan juga kognitif positif. Hal ini akan membantu remaja untuk


(2)

77

masalah dan ketidakbahagiaan. Selain itu, syukur dan harga diri akan

menyebabkan remaja memberikan evaluasi positif dalam hidupnya, dan


(3)

A. Kesimpulan

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa subjek pertama

bersyukur dan bahagia ketika memiliki anak yang mengalami terlambat

bicara, menghargai dirinya sendiri dan memiliki optimisme yakni merasa

yakin anaknya akan menjadi lebih baik di masa depan. Subjek pertama

juga terbuka dengan orang dan mampu mengendalikan dirinya. Pada

subjek kedua menunjukkan bahwa dirinya bahagia memiliki Rito sebagai

anak pertamanya dan menerima bagaimanapun kodisi nya. Subjek pertama

menghargai dirinya sendiri, optimis, terbuka, dan mampu mengendalikan

diri sebagaimana subjek kedua.

Dan kedua subjek juga menunjukkan dalam diri mereka adanya

aspek-aspek kebahagiaan, yaitu menjalin hubungan positif dengan orang lain,

keterlibatan penuh, temukan makna dalam keseharian, optimis namun

realistis, dan menjadi pribadi yang relisien. Kedua subjek mampu

melakukan aktifitas sehari – hari dengan baik, dapat menjalin hubungan

positif dengan orang lain, dapat melibatkan diri penuh dalam pekerjaan,

optimis, dan mampu menerima keadaan mereka ketika memiliki anak yang


(4)

79

B. Saran-saran

Setelah melihat dan membaca analisis hasil penelitian dan

kesimpulan yang telah diuraikan, maka peneliti memberikan saran:

1. Untuk peneliti selanjutnya peneliti menyarankan agar peneliti :

a. Pemilihan subyek untuk penelitian selanjutnya bisa menggunakan

kriteria subyek orangtua dari anak yang terlambat bicara yang terlihat lebih

bahagia.

b. Gambaran kebahagiaan orangtua dari faktor – faktor kebahagiaan

agar dapat dimunculkan dalam penelitian selanjutnya.

c. Dalam observasi lapangan, hendaknya peneliti menggunakan alat

bantu agar bisa mendapatkan data yang lebih akurat terkait kebahagiaan

orangtua yang memiliki anak terlambat bicara.

2. Bagi subyek penelitian agar lebih berusaha lagi untuk

mengembangkan bakat dan keterampilan anak mereka. Terutama pada

ayah atau subjek kedua agar lebih menyisakan waktu untuk mengajari

pelajaran sekolah terhadap anaknya.

3. Bagi pembaca agar mau mencontoh perilaku subjek dalam


(5)

2011.

Argyle M. The Psychology of Happiness . New York:Taylor & Francis Group. 2001.

Balgies Shofy, 2012. Wawancara teori & apllikasi dalam psikodiagnostik. Surabaya ; IAIN Sunan Ampel Press.

Barry and John. Jurnal. Maximizing Versus Satisficing: Happiness Is a Matter of Choice. Vol 83 no 5. 2002

Carr, A. (2004). Positive psychology: The science of happiness and human strength. New York: Brunner-Routledge.

Creswell, J W. 2010. Reseach Design pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan mixed. Yogyakarta: Pustaka belajar.

David, G.Myers. (2012). Social Psychology. Jakarta: Salemba Humanika. Diener, E., & Biswas-Diener, R. (2008). Happiness: Unlocking the

mysteries of psychological wealth. USA: Blackwell Publishing. Edith, Frederick, and Daniel. Jurnal. THE PSYCHOLOGY OF HAPPINESS.

November 2010.

Froh, J.J, Emmons, R.A., Card, N.A., Bono, G., & Wilson J.A. (2011). Gratitude and the reduced costs of materialism in adolescents. Journal of adolescence, 32, 633-650.

Hauner Katherina K. Y, Shriberg Lawrence D. Dkk, 2005. Journal A subtype of speech delay associated with developmental pshychososial involvement.. vol 48 635-650.

Hasbullah, (1999), Pengantar Psikologi Pendidikan, h.39-40, Jakarta: Balai Pustaka,

Hurlock, Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta: Erlangga. http://childrenclinic.wordpress.com/

http://dokteranakku.com/?p=213

Irianto, Subandhi. Jurnal. Studi Fenomenologis Kebahagiaan Guru di Papua. vol 1, no 3. September 2015.


(6)

81

Kartono, Kartini. 1995. Psikologi Anak Psikologi Perkembangan. Bandung: Mandar Maju.

Miwa Patnani. Jurnal. Kebahagiaan pada Perempuan. Vol 1, no 1. Desember 2012.

Moleong, J. L. 2007. Metode penelitian kualitatif. Bandung; Remaja Rosda karya

Papalia, Diane E. 2008. Human Development Psikologi Perkembangan. Jakarta: Prenada Media Group.

Seligman, M. (2005). Authentic Happiness: Using The New Positive Psychology to Realize Your Potential for Lasting Fulfi llment (Eva Yulia Nukman, Penerjemah). Bandung: PT. Mizan Pustaka.

Stewart, Maren & Meghana. Jurnal . The Journal of Positive Psychology: Dedicated to furthering research and promoting good practic. Agustus 2014.

Suparmiati,Aries, Djauhar Ismail, Mei Neni Sitaresmi. 2013. Jurnal. Hubungan Ibu Bekerja dengan Keterlambatan Bicara pada Anak, Yogyakarta

Van Tiel Julia, M. 2011. Pendidikan Anak Terlambat Bicara. Jakarta: Prenada Media Group.

Wenty anggraini, 2011. Skripsi. Keterlambatan bicara (speech delay) pada anak (studi kasus anak usia 5 tahun). Fakultas ilmu pendidikan universitas negri semarang.