RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR THERAPY (REBT) DALAM MENANGANI KECEMASAN PADA EKSTRAPIRAMIDAL SINDROM MAHASISWI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA.

(1)

RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR THERAPY (REBT) DALAM MENANGANI KECEMASAN PADA EKSTRAPIRAMIDAL SINDROM

MAHASISWI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam memperoleh Gelar Sarjana Sosial

(S.Sos)

Oleh:

NURUL FAIZAH KAMARUDDIN NIM.B53213065

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2017


(2)

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Nama : Nurul Faizah Kamaruddin

NIM : B53213065

Program Studi : Bimbingan dan Konseling Islam

Judul : Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam

Menangani Kecemasan Pada Ekstrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing untuk diujikan.

Surabaya, 23 Januari 2017 Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing,

Lukman Fahmi, S.Ag, M.pd NIP. 197311212005011002


(3)

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi oleh Nurul Faizah Kamaruddin ini telah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi

Surabaya, 8 Februari 2017 Mengesahkan,

Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya

Dekan,

Dr.Hj. Rr. Suhartini, M. Si NIP: 195801131982032001

Penguji I,

Lukman Fahmi, S.Ag, M.Pd NIP: 197311212005011002

Penguji II,

H. Rudy Al Hana, M.Ag NIP: 196803091991031001

Penguji III,

Dr. Agus Santoso, S. Ag, M.Pd NIP: 1970082519998031002

Penguji IV,

Dra. Hj. Faizah Noor Laela, M.Si NIP: 196012111992032001


(4)

PERNYATAAN OTENTISITAS PENULISAN SKRIPSI

Bismillahirrahmanirrahim

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

Nama : NURUL FAIZAH KAMARUDDIN

NIM. : B53213065

Program Studi : Bimbingan dan Konseling Islam

Alamat : Jl. Tinumbu Lr. 166b Stpk. 2 No. 56 Makassar- Sulawesi

Selatan

Judul : “Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam

Menangani Kecemasan Pada Ekstrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Surabaya”

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa :

1. Skripsi ini tidak pernah dikumpulkan kepada lembaga pendidikan tinggi

manapun untuk mendapatkan gelar akademik apapun.

2. Skripsi ini adalah benar-benar hasil karya saya secara mandiri dan bukan

merupakan hasil plagiasi atas karya orang lain.

3. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini sebagai

hasil plagiasi, saya akan bersedia menanggung segala konsekuensi hukum yang berlaku.

Surabaya, 23 Januari 2017 Yang menyatakan,

Nurul Faizah Kamaruddin NIM. B53213065


(5)

(6)

ABSTRAK

Nurul Faizah Kamaruddin (B53213065), Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam Mengurangi Kecemasan pada Penderita Ekstrapiramidal Sindrom (Studi Kasus: Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Penderita Ekstrapiramidal Sindrom)

Fokus penelitian ini adalah, 1) Bagaimana proses Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam menagani kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya? 2) Bagaimana hasil Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam Menangani Kecemasan pada Penderita Ekstrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya?

Metode penelitian ini adalah, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif, jenis penelitian case study (studi kasus) dengan analisis deskriptif komparatif, yaitu peneliti membandingkan proses konseling sebelum dan sesudah proses konseling melalui Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam menangani kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom. Peneliti melakukan wawancara, mengamati dan mempelajari secara terperinci, mendalam dan menyeluruh terhadap kecemasan yang dialami penderita Ekstrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Negeri Islam Sunan Ampel Surabaya. Adapun untuk mengetahui hasil akhir dari proses Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT), mengamati dan membandingkan kondisi konseli sekaligus faktor-faktor kecemasan konseli sebelum dan pasca pelaksanaan konseling.

Hasil penelitian menyatakan bahwa proses Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam menangani kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom dengan menggunakan beberapa langkah dalam REBT kemudian fokus penanganan dengan 3 teknik REBT yaitu, teknik disputing irrational belief bertujuan untuk mengubah pikiran konseli yang irrasional menjadi rasional. teknik rational emotive imagery, bertujuan untuk mengubah emosi negatif dan terakhir teknik modeling bertujuan untuk mengubah atau mengganti perilaku konseli yang asalnya tidak baik menjadi baik. Menunjukkan proses konseling yang dilakukan konselor cukup berhasil. Hal ini dapat dilihat dari wawancara terhadap konseli pasca konseling, observasi mengenai keseharian konseli pasca konseling, serta nilai yang didapat dari hasil perhitungan dengan standar uji coba dengan prosentase 50% sampai dengan 75% yang dikategorikan cukup berhasil, maka hasil dari proses konseling dengan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam menangani kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom dikatakan cukup berhasil.

Kata Kunci : Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT), Kecemasan, Penderita Ekstrapiramidal Sindrom.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... vi

PERNYATAAN OTENTISITAS PENULISAN SKRIPSI ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Definisi Konsep ... 9

1. Rational Emotive Behaviour (REBT) ... 9

2. Kecemasan ... 12

3. Ekstrapiramidal Sindrom ... 14

4. Kecemasan pada Penderita Ekstrapiramidal Sindrom ... 15

F. Metode Penelitian... 16

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 16

2. Subjek Penelitian ... 18

3. Tahap-tahap Penelitian ... 18

4. Tahap Analisa Data ... 20

5. Jenis dan Sumber Data ... 21

6. Teknik Pengumpulan Data ... 22

7. Teknik Analisa Data ... 24

8. Teknik Keabsahan Data ... 25

G. Sistematika Pembahasan ... 28

BAB II: RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR THERAPY (REBT), KECEMASAN DAN EKSTRAPIRAMIDAL SINDROM A. Rational Emotive Behaviour (REBT) ... 31

1. Pengertian Rational Emotive Behaviour (REBT) ... 31

2. Pandangan tentang manusia menurut Rational Emotive Behaviour (REBT) ... 34

3. Ciri-ciri Rational Emotive Behaviour (REBT) ... 37

4. Karakteristik keyakinan yang irrasional dalam Rational Emotive Behaviour (REBT) ... 37


(8)

5. Perilaku bermasalah dalam Rational Emotive Behaviour

(REBT) ... 40

6. Tujuan Rational Emotive Behaviour (REBT) ... 42

7. Teknik- teknik yang digunakan dalam Rational Emotive Behaviour (REBT) ... 44

8. Langkah-langkah Rational Emotive Behaviour (REBT) ... 50

9. Peran konselor dalam Rational Emotive Behaviour (REBT) ....53

B. Kecemasan (Anxiety) ... 54

1. Pengertian Kecemasan ... 54

2. Ciri-ciri gangguan kecemasan ... 57

3. Faktor-faktor Kecemasan ... 58

4. Sebab- sebab kecemasan ... 60

5. Macam-macam kecemasan ... 60

6. Indikator Kecemasan ... 61

7. Bentuk Kecemasan ... 62

C. Ektrapiramidal Sindrom/ Extrapyramidal Syndrom (ESP) ... 62

1. Definisi Ektrapiramidal Sindrom ... 62

2. Penyebab Ekstrapiramidal Sindrom ... 64

3. Gejala Ektrapiramidal Sindrom ... 64

D. Kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom/ Extrapyramidal Syndrom (ESP) ... 66

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 68

BAB III: RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR THERAPY (REBT) DALAM MENANGANI KECEMASAN PADA PENDERITA EKSTRAPIRAMIDAL SINDROM A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 71

1. Selayang pandang UIN Sunan Ampel Surabaya ... 71

2. Deskripsi Konselor ... 76

a. Biodata Konselor ... 76

b. Riwayat Pendidikan Konselor ... 76

c. Pengalaman Koselor dan Kompentensi Konselor ... 76

3. Deskripsi Subyek Penelitian ... 77

a. Identitas Konseli... 77

b. Latar Belakang Keluarga Konseli ... 78

c. Keadaan Ekonomi Keluarga Konseli ... 79

d. Latar Belakang Pendidikan dan Karir Konseli... 79

e. Kondisi Lingkungan Sosial Konseli... 81

f. Kondisi Kepribadian Konseli ... 81

4. Deskripsi Masalah Klien ... 82

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 85

1. Faktor-faktor Penyebab Kecemasan pada Penderita Ektrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya ... 85


(9)

2. Proses Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam menangani Kecemasan pada Penderita Ekstrapiramidal Sindrom ... 87 3. Hasil dari Proses Rational Emotive Behaviour Therapy

(REBT) dalam menangani Kecemasan pada Penderita Ekstrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Negeri Islam Sunan Ampel Surabaya ...103 BAB IV: ANALISA RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR THERAPY (REBT)

DALAM MENANGANI KECEMASAN PADA PENDERITA EKSTRAPIRAMIDAL SINDROM

A. Analisa Faktor-faktor Penyebab Kecemasan pada Penderita Ekstrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya ...106 B. Analisa Proses Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT)

dalam menangani Kecemasan pada Penderita Ektrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya ...108 C. Analisa hasil Akhir Rational Emotive Behaviour Therapy

(REBT) dalam menangani Kecemasan pada Penderita Ektrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya ...112 BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ...116 B. Saran ...117 DAFTAR PUSTAKA ...119 LAMPIRAN


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sudah menjadi suatu keniscayaan, manusia diciptakan dengan segala kekurangan yang menandakan bahwa manusia hanyalah ciptaan, yang tidak sempurna karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Manusia memiliki kelebihan tersendiri diantara makhluk lainnya juga diantara manusia satu dan yang lainnya. Namun bukan hanya kelebihan, kekurangan juga ikut melengkapi dan menjadi suatu pembeda antara satu manusia dan yang lainnya.

Sebagai manusia yang berkepribadian utuh kondisi dirinya selayaknya manusia pada umumnya, sebaliknya manusia yang berkepribadian tidak utuh atau jiwanya terganggu dan tidak sehat maka akan timbul perasaan putus asa, rendah diri, dan bahkan beranggapan bahwa dengan dirinya yang memiliki kekurangan maka hidupnya tidak ada gunanya. Mengutip salah satu firman Allah SWT dalam Qs. Sad 38: 27.



































Artinya: Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, Maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka5.

Dalam Al-Qur’an jelas tertulis bahwa Allah SWT tak pernah

5

Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al- Maraghi (Semarang: Penerbit CV. Toha Putra, 1992), Hal.


(11)

2

menciptakan makhluknya dengan sia-sia dan tidaklah Allah mengadakan bumi dengan segala isinya yang berupa hal-hal yang memiliki manfaat, baik dipermukaan bumi maupun di dalam perutnya karena Allah benar-benar menciptakan semua hikmat-hikmat yang nyata dan rahasia-rahasia yang amat berguna agar orang beramal dengan melakukan ketaatan kepada Kami dan mematuhi perintah dan larangan-Nya. Karena sesungguhnya Allah tidak membiarkan manusia sia-sia6.

Salah satu ciptaan Allah adalah manusia yang diciptakan sebaik-baik ciptaan lainnya, tetapi terkadang manusia jika memiliki kekurangan baik secara fisik maupun psikis itu merupakan kegelapan bagi masa depannya. Manusia beranggapan bahwa ia lebih baik mati saja dan tidak dapat menerima kekurangan pada dirinya.

Extrapyramidal Syndrom (ESP) merupakan reaksi tubuh terhadap efek samping dari obat-obat tertentu yang ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau jangka panjang dari medikasi antipsikotik. Biasanya disebabkan oleh obat-obat antipsikotik, obat jiwa, atau obat anti muntah7.

Setiap obat kemungkinan mempunyai efek samping, efek samping obat juga merupakan hasil interaksi antara molekul obat dengan sistem biologik tubuh. Efek samping obat tidak dapat dihilangkan sama sekali, tetapi dapat ditekankan dan dikurangi semininal mungkin dengan mengetahui kondisi yang mendorong terjadinya efek samping, sifat obat, serta cara pemakaian obat dan

1

Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al- Maraghi (Semarang: Penerbit CV. Toha Putra, 1992), Hal. 209

7

Diskusi bersama melalui aplikasi medsos (Alodokter), dr. Riyan Sopiyan (035/IDI-Boalemo/II/2015). Selasa, 03 Januari 2017, 11:50 WIB


(12)

3

aturan dosis yang tepat. Diantaranya berupa gejala Ekstrapiramidal ini berupa parkinsonisme (hipokinesia, kekakuan anggota tubuh, dan tremor. Jadi tegantung reaksi dari pasien penderita penyakit tersebut8.

Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan kesehatan jiwa diseluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes tahun 2013, prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala kecemasan dan depresi untuk usia 15 tahun keatas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk. Merujuk pada data tersebut, maka masalah kesehatan jiwa seseorang janganlah dianggap sepeleh9.

Pada penelitian ditemukan pula bahwa pada penggunaan antipsikotik juga dapat menimbulkan efek samping Ekstrapiramidal yaitu sebanyak 46 pasien terjadinya efek samping berupa Ekstrapiramidal ditandai dengan gejala-gejala bervariasi yaitu tremor, demam, kejang, badan kaku, dan bradykinesia (Sulit melakukan gerakan)10. Efek samping Ekstrapiramidal paling dominan terjadi dari pengguna haloperidol pada pasien rawat inap

8Sri Susilowati, “Penyelidikan Efek samping

Haloperidol dan Chlorpromazine: Studi kasus pada pasien Rawat inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gongohutomo Semarang Periode 2005 (Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim Semarang), Hal. 2

9

Ikatan Dokter Indonesia, Indonesian Medical Association,”Hari Kesehatan Jiwa Sedunia:

Penyebab Munculnya Gangguan Kesehatan Jiwa”, (www.idionline.org/berita/hari-kesehatan-jiwa-sedunia-penyebab-munculnya-gangguan-kesehatan-jiwa/), diakses 12 oktober 2016)

10Sri Susilowati, “Penyelidikan Efek samping

Haloperidol dan Chlorpromazine: Studi kasus pada pasien Rawat inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gongohutomo Semarang Periode 2005 (Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim Semarang), Hal. 6


(13)

4

RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang periode 2005 yaitu sebesar 27,17% pasien yang mengalami Ekstrapiramidal.

Di dalam pandangan masyarakat adakala kecatatan dipandang sebuah aib oleh penyandang cacat itu sendiri dan keluarganya. Adakalanya masyakarat memberi penolakan terhadap keberadaan mereka ditengah masyarakat karena berpendapat bahwa mereka berbeda dengan anak lainnya, tetapi adakalanya masyarakat sudah mampu menerima dan memahami anak yang mempunyai keistimewaan dan manusia pada dasarnya memiliki kelebihan dan dibalik kekurangan, ada kelebihan yang dasyat.

Penelitian ini berawal dari fenomena kasus seorang anak mahasiswi yang sedang melanjutkan pendidikannya di Univesitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, saat kelas 4 SD terkena demam tinggi (Step) dan akhirnya konseli, muntah. Pada saat itu orang tua konseli merasa cemas dan panik, lalu orang tua konseli tersebut membawanya ke rumah sakit dan dokter memberi obat antimuntah. Obat tersebut ternyata menimbulkan efek samping yang berat berupa gangguan pada sistem saraf, tepatnya pada sistem Ekstrapiramidal pasien, yang menetap sampai sekarang. Gangguan tersebut biasa disebut Ekstrapiramidal.

Pada kasus ini peneliti menemukan fenomena kecemasan seseorang yang menderita Ekstrapiramidal Sindrom sejak umur 10 tahun, membuat ia merasa tidak berguna dan tidak memiliki kelebihan apapun, tidak bisa menerima dirinya dan takut tidak mampu membanggakan kedua orang tuanya. Berbagai pikiran-pikiran irrasional yang disugestikan dalam pikirannya.


(14)

5

Salah satu diantara banyak gejala kesehatan yang membuat penderita merasa kekurangan adalah Ekstrapiramidal. Ekstrapiramidal Sindrom merupakan suatu gejala atau reaksi yang ditimbulkan oleh penggunaan jangka pendek atau jangka panjang dari pengobatan memakai antipsikotik golongan tipikal yang menyebabkan adanya gangguan keseimbangan antara transmisi asetilkolin dan dipamine pusat.

Sistem Ektrapiramidal merupakan sistem jaringan syaraf yang terdapat pada otak bagian sistem motorik yang mempengaruhi koordinasi dari gerakan. Letak dari sistem Ekstrapiramidal adalah terutama di formation reticularis dari pons dan medula dan ditarget syaraf di medula spinalis yang mengatur refleks, gerakan-gerakan yang kompleks, dan kontrol postur tubuh11. Gangguan gerak yang dialami penderita akan sangat menganggu sehingga menurunkan kualitas penderita dalam beraktivitas.

Hal ini berdampak pada kondisi psikis penderita penyakit tersebut, dengan beranggapan bahwa dengan penyakit tersebut penderita kurang mampu beradaptasi dengan lingkungannya dan merasa cemas, gugup bahkan merasa tertekan ketika berbicara di depan orang banyak sehingga pada penderita penyakit Ekstrapiramidal Sindrom ini cenderung tertutup dan minder.

Kecemasan yang berlebihan tidak dapat dikontrol pada penderita sehingga penyakitnya menjadi semakin terlihat dengan gerakan-gerakan yang tidak dapat dikendalikan pada dirinya, gerakan yang secara refleks terlihat

11


(15)

6

ketika penderita merasa takut, gugup, cemas jika bertemu dengan orang-orang baru yang ia kenal dan bahkan ketika ia bercerita depan umum atau presentasi di depan kelas. Salah satu pendekatan yang dipandang tepat untuk menangani kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom adalah konseling Rational Emotive Behaviour Therapy.

Rational Emotif Behaviour Therapy (REBT), mengajak individu memperbaiki dan mengubah sikap, cara berpikir, keyakinan serta pandangan individu yang irrasional menjadi rasional, sehingga individu tersebut mampu mengembangkan dirinya dan mencapai realiasasi diri yang lebih optimal12. Pada Rational Emotif Behaviour Therapy (REBT) ini bertujuan untuk menghilangkan gangguan emosional yang dapat merusak diri individu seperti: Cemas, benci, takut, rasa bersalah dan marah yang mengakibatkan individu berpikir irrasional dan melatih individu agar mampu menghadapi kenyataan hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan dirinya dan kemampuan diri individu13.

Irrasional suatu yang tidak berdasarkan akal atau keputusan yang diambil cenderung tidak mampu dicerna oleh akal sehat, namun benar-benar terjadi dan dapat dirasakan dengan menggunakan pendekatan batin, dengan kata lain dalam hal ini logika tidak bicara, tapi batin dan perasaan saja14.

12

Latipun, Psikologi Konseling, ( Malang: UMM Press, 2003), Hal. 79

13

Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), Hal. 243

14Pengertian Menurut para ahli, Arti kata & Definisi menurut para ahli “Rasional dan Irrasional” (www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-rasional-irrasional/.com) diakses 15 januari 2017


(16)

7

Pada penilitian ini konseli berpikir dengan kondisi fisiknya ia tidak mampu menggapai apa yang diinginkannya, tidak mampu membahagiakan kedua orang tuanya, dan bahkan berpikiran ingin mati saja.

Konseli tidak percaya akan kemampuan pada dirinya karena dengan kekurangan fisiknya ia sering berpikiran irrasional. Pandangan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki kecenderungan untuk berpikir irrasional yang salah satunya didapat melalui belajar sosial. Disamping itu individu juga memiliki kapasitas untuk belajar kembali berpikir rasional. Pendekatan ini bertujuan untuk mengajak individu mengubah pikiran-pikiran irrasionalnya menjadi pikiran yang rasional15.

Dari sini peneliti merasa perlu melakukan assement yang mendalam untuk meneliti studi kasus kecemasan yang dialami penderita untuk itu peneliti mengambil judul Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam Menangani Kecemasan pada Penderita Ekstrapiramidal Sindrom (Studi Kasus Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Penderita Ekstrapiramidal Sindrom).

3

Gatina Komalasari dkk, Teori dan Tekinik Konseling, (Jakarta: Permata Putri Media, 2011), Hal. 201


(17)

8

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tentang tema di atas, maka peneliti memfokuskan permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana proses Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam

menangani Kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya?

2. Bagaimana hasil akhir Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam menangani kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan merupakan pedoman dari tindakan yang akan dilakukan. Oleh karena itu tujuan penelitian yang akan dicapai tersebut adalah:

1. Mengetahui bagaimana proses Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam menangani Kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. 2. Mengetahui bagaimana hasil akhir Rational Emotive Behaviour Therapy

(REBT) dalam menangani kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini ada dua yaitu manfaat teoritis, dan praktis:


(18)

9

1. Manfaat teoritis

Untuk mengkaji dan mengetahui Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam membantu menangani kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom, yang nantinya pada penderita mampu lebih menerima kondisi fisiknya, lebih tenang dan percaya diri.

2. Manfaat Praktis

Untuk peneliti selanjutnya dalam penelitian ini dapat menambah khazanah ilmu Bimbingan dan Konseling Islam khusunya berkaitan dengan kajian teoritik-konseptual tentang pengembangan intervensi perilaku melalui Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam menangani kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom.

E. Definisi Konsep

Adapun definisi konsep dari penelitian ini antara lain: 1. Rational Emotive Behaviour Therapy

Pendekatan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) adalah pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah laku dan pikiran. Pendekatan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dikembangkan oleh Albert Ellis melalui beberapa tahapan. Pandangan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk berpikir irrasional yang salah satunya didapat melalui belajar sosial.

Dalam proses konselingnya, Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) berfokus pada tingkah laku individu, akan tetapi Rational Emotive


(19)

10

Behaviour Therapy (REBT) menekankan bahwa tingkah laku individu yang bermasalah disebabkan oleh pemikiran yang irrasional sehingga fokus pada penanganan pada pendekatan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) adalah pemikiran individu.

Pendekatan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) memandang manusia sebagai individu yang mendominasi oleh sistem berpikir dan sistem perasaan yang berkaitan dalam sistem psikis individu. Keberfungsian individu secara psikologis ditentukan oleh pikiran, perasaan dan tingkah laku. Tiga aspek tersebut saling berkaitan karena satu aspek mempengaruhi aspek lainnya16.

Adapun teknik- teknik Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) menggunakan berbagai teknik yang bersifat kognitif, efektif dan behavioral yang disesuaikan dengan kondisi konseli. Beberapa teknik yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Teknik Kognitif

1) Disputing Irrational Beliefs

Secara umum metode kognitif dalam Rational Emotive Behaviour Therapy adalah metode konseling secara aktif dalam mengatasi keyakinan tidak rasional yang ada pada konseli sehingga tantangan ketidakrasionalan yang ada pada dirinya mampu dihilangkan serta menanamkan kata “harus bisa” dalam dirinya.

16

Gantina Komalasari & Eka Wahyuni, Teori dan Teknik Konseling (Jakarta: PT Indeks, 2011), Hal. 2002


(20)

11

Pada terapi ini, konselor mengajak konseli untuk menghilangkan pikiran-pikiran negatifnya sampai konseli mampu untuk menanamkan sugesti-sugerti positif dalam dirinya.

b. Teknik Emotif (Afektif) 1) Rational Emotive Imagery

Dalam terapi ini konseli didorong untuk membayangkan salah satu kejadian atau kesulitan terburuk yang pernah terjadi pada dirinya. Misalnya dalam kasus ini, konseli merasa sakit dan cemas jika tidak dapat membahagiakan kedua orang tuanya. Konseli disini membayangkan dengan jelas kesulitan yang pernah dia alami sedang benar-benar terjadi dan membawa sejumlah masalah ke dalam hidupnya.

Setelah itu konseli didorong untuk merasakan konsekuensi emosional negatif yang tidak diinginkan yang diakibatkan oleh masalah tersebut. Misalnya merasa kurang percaya diri, membenci diri sendiri bahkan sampai merasa depresi. Kemudian konselor meminta konseli untuk mengatakan pada dirinya sebagai individu dengan berpikir lebih rasional dan mengulang kembali proses di atas sampai perasaan negatif berangsur hilang dalam dirinya. c. Teknik Behaviour

1) Teknik Modelling

Teknik modeling merupakan proses seorang individu belajar dengan mengamati tingkah laku orang lain (yang disebut model).


(21)

12

Dalam teknik ini konseli mengamati seorang model kemudian diberikan penguatan untuk mencontoh tingkah laku model tersebut.17

Terapi ini juga melibatkan proses kognitif dan kreatif tidak semata-mata hanya meniru atau imitasi saja. Dalam penerapan teknik ini konseli menjadikan orangtua konseli sebagai model dan suri tauladan baginya dan Windy (teman konseli di Possible) yang duduk di kursi roda dengan semangat dan cita-citanya yang sangat tinggi membuat konseli tidak pernah putus asa dan pantang menyerah.

2. Kecemasan

Kelalaian manusia akan eksistensinya sebagai hamba Allah menimbulkan kecemasan, kerisauan (Anxiety). Berikut akan diberikan keterangan tentang kecemasan.

Menurut W. Baily kecemasan adalah perasaan takut yang kuat dan tidak realistik yang dibarengi oleh tanda-tanda penderitaan psikologis yang terlihat pada fisik seseorang (detak jantung, keringat, kegelisahan yang semakin meningkat)18.

Cemas adalah suatu keadaan atau kondisi dimana seseorang merasa lemah sehingga dia kurang mampu bersikap dan berpikir secara rasional sesuai dengan kenyataan. Kecemasan merupakan suatu perasaan yang

17

Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), Hal.221

18


(22)

13

bersifat umum, dimana seseorang merasa takut dan kehilangan rasa percaya diri yang terkadang tidak jelas penyebabnya19.

Kecemasan berbeda dari keadaan-keadaan yang menyakitkan lainnya, seperti ketegangan, rasa nyeri, dan kesayuan karena adanya satu keadaan tertentu di alam sadar. (Hall, Calvin S. 1995: 56-57). Dalam kehidupan sekarang ini sering dikatakan “age of anxiety” abad kecemasan. Tetapi sepanjang sejarah kehidupan manusia, terjadi kecemasan. Kecemasan adalah merupakan bagian dari kehidupan manusia. a. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Secara khusus, kecemasan timbul dikarenakan dua faktor yang paling dominan, yaitu:

1) Pengalaman negatif pada masa lalu. 2) Pikiran yang tidak rasional.

Secara umum, faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kecemasan adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi tingkat religiusitas yang rendah, rasa pesimis, takut gagal, pengalaman negatif masa lalu, dan pikiran-pikiran tidak rasional. Sementara eksternal seperti kurangnya dukungan sosial20.

Perubahan fisiologis dan psikologis tersebut dapat diukur dengan aspek kecemasan berbicara. Rogers (dalam Susanti dan Supriyantini,

19

Sutardjo A. Wiramiharja. Pengantar Psikologi Abnormal (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), Hal. 67

20

M. Nur Ghufron & Rini Risnawati S, Teori- tori Psikologi, (Jogjakarta: AR-Ruzz Media, 2014), Hal. 145-147)


(23)

14

2013) menyebutkan 3 aspek yaitu: (fisiologis), kognitif dan emosi (Psikologis).

1) Komponen fisik, berkaitan dengan rekasi tubuh terhadap situasi yang ketakutan, kekhawatiran, dan kecemasan seperti detak jantung yang semakin cepat, nafas menjadi sesak, suara yang bergetar, kaki gemetar, berkeringat dan tangan menjadi dingin. 2) Komponen kognitif, merupakan reaksi yang berhubungan dengan

kemampuan berpikir jernih dalam situasi presentasi, seperti kesulitan untuk mengingat fakta secara tepat, dan melupakan hal-hal yang sangat penting.

3) Komponen emosional, merupakan reaksi emosi yang menyertai kecemasan seperti adanya rasa tidak mampu, tidak berdaya dalam menghadapi situasi berbicara, panik dan malu setelah berakhirnya pembicaraan21.

b. Macam-Macam Kecemasan

1) Kecemasan Realitas (Reality Anxiety)

Kecemasan realitas (reality anxiety) merupakan kecemasan individu akibat dari ketakutan mengahadapi realitas sekitarnya. 2) Kecemasan Neurosis (Neurotic Anxiety)

Kecemasan neurosis (neurotic anxiety) merupakan kecemasan karena khawatir tidak mampu mengatasi atau menekan keinginan-keinginan primitifnya.

21Reni Susanti & Sri Supriyantini, “P

engaruh Expressive Writing Therapi terhadap penurunan tingkat kecemasan berbicara di muka umum pada mahasiswi”, Jurnal Psikologi (2 Desember, 2013), Hal.120


(24)

15

3) Kecemasan Moral (Moral Anxiety)

Kecemasan moral (moral anxiety) merupakan kecemasan akibat dari rasa bersalah dan ketakutan dihukum oleh nilai-nilai yang ada pada hati nuraninya.

3. Ektrapiramidal Sindrom

Extrapyramidal Syndrom (EPS), merupakan sekelompok gejala gangguan pergerakan yang diakibatkan oleh kerusakan di ganglia basal (tiga area di bawah korteks serebral yang merupakan bagian terpenting dari otak besar), suatu struktur di otak yang berfungsi dalam banyak proses motorik, termasuk dalam mengekspresikan emosi, integrasi impuls motorik dan sensorik, serta dalam proses kognitif22.

Dalam beberapa kasus, penyebab utama gangguan ini adalah obat. Ekstrapiramidal Sindrom yang disebabkan oleh obat yang biasanya disebut parkinsonisme. Obat-obat yang dapat menyebabkan gangguan ini biasanya adalah obat yang bekerja menghambat reseptor dopamine di otak seperti: fenotiazin, butyrophenone, tioksatin, dan metokloperamid23. 4. Kecemasan pada penderita Ektrapiramidal Sindrom

Kecemasan pada konseli disebabkan karena kondisi fisiknya yang menderita Ektrapiramidal Sindrom sejak ia berumur 10 tahun hingga sekarang. Konseli melanjutkan pendidikan Setrata 1 di UIN Sunan Ampel Surabaya. Selain itu konseli juga sering mengalami kecemasan tentang

22

Schillevoort, Igor. Drug-induced extrapyramidal syndromes, (Netherland: Utrecht University 2002)

23

Baehr, Mathias dkk, Duus; Topical Diagnosis in Neurology, (New York: Thieme Stuttgart, 2005)


(25)

16

tanggung jawab terhadap orang tua dan ketakutan akan prognosa yang buruk terhadap masa depannya karena kondisi fisiknya. Dia merasa tidak berguna dan tidak seperti orang normal lainnya.

Dampak dari kecemasan pada konseli, membuat dirinya cenderung pendiam, menyendiri, dan enggan meminta bantuan orang lain, serta konseli belum bisa menerima kondisi fisiknya.

F. Metode Penelitian

Menurut Sugiyono (2004), metode penelitian adalah cara ilmiah yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan maksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik (utuh), dengan mendeskripsikan data dalam bentuk kata-kata dan bahasa, dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah24. Data dalam penelitian kualitatif yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, cacatan lapangan, dokumen pribadi, cacatan memo, gambar dan dokumen resmi lainnya.

Pendekatan penelitian kualitatif dipilih karena penelitian ini dilakukan dengan kondisi yang natural yaitu menggambarkan keadaan

24

Lexy J Moleong, :Metodelogi Penelitian kualitatif”, (Bandung:PT Remaja Kosdakarya, 2005), Hal.3


(26)

17

fenomena yang ditemui di lapangan. Penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) dalam menangani kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom.

Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena metode tersebut mempermudah dalam penelitian yang berfokus pada satu permasalahan dengan pendekatan studi kasus yang dilakukan secara rinci lebih mendalam dan komprehensif.

Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus (Case Study). Penelitian studi kasus, merupakan pendekatan dalam penelitian terfokus pada satu kasus yang dilakukan secara detail tentang kasus tersebut untuk mengembangkan deskripsi dan analisa mendalam tentang suatu kasus25. Dalam studi kasus peneliti mengumpulkan informasi yang sangat detail bahkan yang bersifat pribadi pada individu dalam jangka waktu yang panjang guna untuk memahami perkembangan proses pada individu dalam penelitian studi kasus26.

Studi kasus ini bertujuan agar peneliti mengembangkan metode kerja yang paling efisiendan mengadakan telaah secara mendalam tentang suatu kasus. Adapun ciri-ciri penelitian kasus antara lain: pertama, penelitian kasus lebih spesifik dan mendalam yang berkaitan dengan proses penelitian. Kedua, penelitian kasus melalui proses siklus yang ada dalam sampel secara keseluruhan. Ketiga, penelitian kasus tidak untuk

25

John W. creswell, Penelitian Kualitatif & Desain Riset, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), Hal. 139

26


(27)

18

generalisasi. Maksudnya hasil penelitian kasus tidak dipakai untuk kepentingan generalisasi pada semua populasi. Untuk itu penarikan kesimpulan atau hasil dari penelitian diambil secara cermat dan lebih hati-hati27.

Jadi dalam penelitian ini, menggunakan metode kualitatif dengan jenis studi kasus dimana peneliti menemukan fenomena di lapangan dengan kasus kecemasan mahasiswi penderita Ekstrapiramidal Sindrom mengumpulkan data dengan cara mempelajari individu secara rinci dan mendalam selama waktu tertentu untuk membantunya memperoleh penyesuaian diri yang lebih baik.

2. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah seorang perempuan yang menderita Ekstrapiramidal Sindrom sejak kelas 4 SD, asal bojogenoro dan saat ini sedang menempuh pendidikan S1-nya di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya program studi BKI semester 3. Adapun obyek penelitian dalam penelitian ini adalah kecemasan penderita Ekstrapiramidal Sindrom.

3. Tahap-Tahap Penelitian

Untuk melakukan sebuah penelitian kualitatif, perlu mengetahui tahap-tahap yang akan dilalui dalam proses penelitian. Menurut Lexy J.

27

M. Djunaidi & Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2012), Hal 62


(28)

19

Moloeng (2010), bahwa dalam penelitian kualitatif ada 3 tahapan, sebagai berikut28:

a. Tahap Pra-Lapangan

1) Menyusun rancangan penelitian

Pada tahap ini, peneliti membuat usulan peneliti atau matriks penelitian yang sebelumnya dengan dosen pembimbing dan beberapa dosen lainnya. Setelah pembuatan matriks dapat persetujuan dari ketua prodi Bimbingan Konseling Islam, selanjutnya peneliti melanjutkan pada pembutan proposal.

2) Memilih lapangan penelitian

Setelah melihat fenomena yang ada di lapangan, peneliti tertarik untuk meneliti kecemasan mahasiswi yang menderita Ekstrapiramidal Sindrom, dengan karakteristik yang peneliti telah tentukan.

3) Mengurus surat perizinan

Pada tahap ini, peneliti mengurus surat perizinan siapa saja yang berwewenang izin bagi pelaksanaan penelitian, kemudian peneliti melakukan langkah-langkah persyaratan untuk mendapatkan perizinan pada instansi-instansi yang terkait.

28

Lexy J Moleongg, Metode Penelitian Kualitatif ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), Hal. 85-103


(29)

20

4) Menjajaki dan menilai keadaan lingkungan

Tahap ini, peneliti melakukan wawancara dengan orang-orang terdekat konseli seperti keluarga dan kerabat yang terkait agar mengetahui langkah selanjutnya yang akan membatu peneliti. 5) Memilih dan memanfaatkan informan

Pada tahap ini, informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi- informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Oleh karena itu, informan harus benar- benar paham tentang hal yang terkait dengan penelitian ini.

6) Menyiapkan perlengkapan penelitian

Tahap ini, peneliti menyiapkan pedoman wawancara, alat tulis, kesiapan fisik serta kebutuhan lainnya yang dibutuhkan saat penelitian di lapangan.

b. Tahap pekerjaan lapangan

Dalam tahapan ini, peneliti mulai melakukan pendekatan dengan konseli, keluarga konseli. Melalui hal tersebut, sehingga mendapatkan informasi selengkapnya dan melanjutkan ke proses konseling.

c. Tahap analisa data

Analisa data merupakan suatu tahap mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar agar dapat memudahkan dalam menentukan tema sesuai dengan data29.

29

Lexy J Moleong, :Metodelogi Penelitian kualitatif”, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya), Hal.103


(30)

21

Dalam analisa data ini, peneliti mulai menganalisa data konseli dan menganalisa proses konseling selama melakukan penelitian. Serta melihat kondisi konseli sebelum dan sesudah dilakukannya proses konseling. Setelah analisa dilakukan, peneliti menganalisa data konseli yang sudah terkumpul pada setiap pengamatan atau wawancara. Kemudian peneliti melaporkan hasil akhir analisa yang berupa data.

4. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang bersifat non statistik, data yang akan diperoleh nantinya dalam bentuk kata verbal bukan dan bentuk angka.

1) Data primer, merupakan data yang langsung diambil dari sumber pertama yang ditemukan pada lapangan yaitu dalam proses pendekatan dan proses konseling melalui Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) yang diperoleh melalui observasi lapangan, tingkah laku dan serta latar belakang dari konseli serta respon konseli yang telah diberikan proses konseling melalui Rasional Emotive Behavioral Therapy (REBT).

2) Data Sekunder, yaitu data yang diambil dari sumber kedua atau berbagai sumber untuk melengkapi data primer30. Dengan hasil observasi maka diperoleh deskriptif keadaan konseli, keadaan orang tua konseli, dan bagaimana perilaku keseharian konseli.

30

Burhan Bugin, metode penelitian social : Format- format kuantitatif dan Kualitatif, (Surabaya: UNAIR, 2001), Hal. 128


(31)

22

b. Sumber data

Sumber data merupakan subyek dari mana data itu diperoleh untuk mendapatkan keterangan dan informasi lebih jelas, peneliti mendapatkan informasi melalui sumber data tersebut31.

1) Sumber data primer, adalah sumber data langsung yang diperoleh peneliti di lapangan yakni informasi dari konseli mahasiswi penderita Ekstrapiramidal Sindrom.

2) Sumber data sekunder, adalah data pendukung yang digunakan untuk melengkapi data primer, berupa informasi dari keluarga, teman dekat, teman sekelas, ustadzah asrama dan dosen di kampus konseli serta observasi yang berkaitan dengan penelitian.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara yang dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Wawancara

Merupakan pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan secara lisan kepada informan, dan pertanyaan itu telah dipersiapkan dengan secara detail berserta instrumennya, atau percakapan dengan maksud tertentu32.

31

Suharsimi Arinkunto, prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), Hal. 129

32

M Ali, Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi, (Bandung: Angkasa, 1987), Hal. 83


(32)

23

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara semiterstruktur di mana pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka. Proses wawancara peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang didapatkan oleh informan33.

b. Observasi partisipan

Observasi merupakan pengamatan secara akurat terhadap fenomena-fenomena pada penelitian, dalam observasi partispan ini peneliti terlibat dengan keseharian orang yang sedang diamati. Dengan observasi ini, maka data yang diperoleh akan lebih lengkap sehingga mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak34. c. Dokumentasi

Dokumen merupakan metode pengumpulan data dengan cara mengumpulkan dokumen atau catatan peristiwa yang sudah berlalu, berupa tulisan atau karya monumental dari seseorang35. Dengan teknik pengumpulan data tersebut mempermudah dalam menganalisa permasalahan yang ada dilapangan.

Pada penelitian ini metode pengumpulan data melalui dokumen berupa catatan harian konseli itu sendiri sebagai penguatan dalam penyusunan penelitan tersebut.

33

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV. ALFABETA, 2014), Hal. 74

34

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan ( pendekatan Kuantitatif, kualitatif dan R&D), (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2015), Hal. 204

35

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan ( pendekatan Kuantitatif, kualitatif dan R&D), Hal. 329


(33)

24

Table 1.1

Jenis Data, dan Teknik Pengumpulan

No Jenis Data Sumber Data TPD

1. Data Primer

a. Identitas Konseli b. Problem dan faktor

kecemasan yang dialami

c. Proses konseling (respon dan ekspresi konseli)

d. Hasil dari proses koseling

Konselor + Konseli

Konselor + Konseli

Konselor + Konseli

Konselor + Konseli

W + D W

O + W

O + W + D

O + W

2. Data Sekunder a. Identitas Konselor b. Deskripsi masalah

konseli

c. Kondisi lingkungan keluarga konseli d. Proses REBT dalam

menangani kecemasan

e. Perubahan yang

terjadi dalam diri konseli pasca

Konselor Konselor + Informan

Konselor + Informan Konselor + Informan

Konselor + Informan

Konselor + Informan

W O + W + D

O + W + D

O + W + D

O + W

Keterangan :

TPD : Teknik Pengumpulan Data O : Observasi

W : Wawancara D : Dokumentasi

6. Teknik Analisa Data

Analisa data dalam penelitian kualitatif adalah manajemen data mentah atau yang belum terstruktur yang berasal dari data kuesioner kualitatif, wawancara kualitatif, observasi kualitatif data sekunder, refleksi tertulis, dan catatan lapangan yang terstruktur menjadi suatu kesatuan hasil penelitian. Analisa data dalam penelitian kualitatif berarti melakukan organisasi secara jelas dan rinci, komprehensif data-data menjadi


(34)

25

kesimpulan ringkas untuk menghasilkan teori induktif yang berdasarkan pada data36.

Tujuan dari analisa data adalah untuk mencari kebenaran dari data-data yang telah diperoleh peneliti di lapangan. Kemudian setelah data-data diperoleh maka bias ditarik kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

Dalam penelitian ini, setelah data terkumpul maka data dianalisa dengan data non-statistik. Hasil dari data yang diperoleh disajikan dalam bentuk “Deskriptif Komparatif” adalah membandingkan hasil data dalam proses konseling yang dilakukan di lapangan dengan teori yang ada pada umumnya dan untuk membandingkan kondisi konseli antara sebelum dan sesudah pelaksanaan proses konseling, serta mengetahui berhasil tidaknya Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam menangani kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom.

7. Teknik Keabsahan Data

Selanjutnya adalah teknik dalam melakukan pengecekan data, pemeriksaan keabsahan data yang diperoleh, terutama pengecekan data yang terkumpul. Data yang terkumpul dicek ulang oleh peneliti pada subyek data yang terkumpul dan jika peneliti mengadakan perbaikan untuk membangun kepercayaan pada informasi yang telah diperoleh37.

36

Fattah Hanurawan, Metode Penelitian Kualitatif untuk ilmu psikologi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2016), Hal. 124

37

Lexy. J Moelong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), Hal. 175


(35)

26

Teknik keabsahan data merupakan faktor yang menentukan dalam penelitian kualitatif untuk memperoleh validitas data. Oleh sebab itu dalam penelitian ini ada beberapa cara yang dilakukan untuk mencari validitas suatu data yang terkumpul dengan cara-cara antara lain:

a. Perpanjangan Keikutsertaan

Keikutsertaan peneliti sangat menentukan pengumpulan data, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan pada latar penelitian38. Dengan cara menuntut peneliti agar terjun dalam lokasi dan dalam waktu yang cukup panjang dengan tujuan untuk mendapatkan data yang lebih aktual dan valid dan memungkinkan bias memperkuat data yang dikumpulkan.

b. Ketekunan Pengamatan

Ketekunan pengamatan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Ketekunan pengamatan ini bermaksud untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari, kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Dengan ketekunan pengamatan peneliti mampu mengetahui secara mendalam hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Kemudian menelaah faktor-faktor yang ditemukan secara rinci agar dapat dimengerti dan difahami.

c. Triangulasi

38

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005), Hal. 327


(36)

27

Triangulasi adalah teknik pengumpulan data bersifat menggabungkan data yang diperoleh dari beberapa teknik penggalian data yang digunakan, seperti observasi, wawancara, catatan lapangan (field note) dan dokumentasi39.

Dalam penelitian ini yang digunakan penulis adalah triangulasi sumber data, peneliti menggunakan beberapa sumber untuk mengumpulkan data dengan permasalahan yang sama. Artinya bahwa data yang ada di lapangan diambil dari beberapa sumber penelitian yang berbeda-beda dan dapat dilakukan dengan:

1) Membandingkan data hasil pengamatan dan data wawanacara. 2) Membandingkan apa yang dikatakan orang depan umum dengan

apa yang dikatakannya secara pribadi.

3) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.

4) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

5) Membandingkan keadaan dan prespektif dengan berbagai pendapat orang biasa40.

Adapun dalam penelitian ini triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan

39

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2009), Hal. 83

40

M. Djunaidi & Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2012), Hal. 323


(37)

28

wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi, atau kuesioner. Bila dengan tiga teknik pengujian kreadibilitas data tersebut, menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau yang lain, untuk memastikan data mana yang dianggap benar atau mungkin semuanya benar, karena sudut pandang berbeda-beda41.

Jadi dengan triangulasi, peneliti kualitatif dapat melakukan chek and recheck hasil temuannya dengan jalan membanding- bandingkan berbagai sumber, metode dan teori. Untuk itu peneliti dapat melakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan.

2) Melakukan pengecekan dengan berbagai macam sumber data. 3) Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan

dapat dilakukan42.

G. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan adalah suatu cara yang ditempuh untuk menyusun suatu karya tulisan yang bertujuan untuk mempermudah memahami penelitian sehingga didalamnya menjadi jelas, teratur, urut dan mudah dipahami. Adapun dalam sistematika di dalamnya sebagai berikut:

BAB I: yaitu, Pendahuluan menjelaskan tentang latar belakang masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Konsep, Metode penelitian. Di dalam metode penelitian ada beberapa isi yang dijelaskan antara lain:

41

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV. ALFABETA, 2014), Hal. 27

42

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), Hal. 332


(38)

29

pendekatan dan jenis penelitian, sasaran dan lokasi penelitian, jenis dan sumber data, tahap-tahap penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa data, teknik keabsahan data dan selanjutnya termasuk dalam pendahuluan yakni sistematika pembahasan

BAB II: yaitu tentang kajian teori yang mencakup teori-teori yang dijadikan dasar dalam menentukan langkah-langkah pengambilan data, memaparkan tinjuan pustaka yang digunakan sebagai pijakan penelitian dalam menganalisa fenomena yang terjadi dilapangan.

a. Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) :Definisi Rational Emotive Behaviour Therapy meliputi : Pengertian Rational Emotive Behaviour Therapy, pandangan manusia menurut Rational Emotive Behaviour Therapy, ciri-ciri Rational Emotive Behaviour Therapy, karakteristik keyakinan yang irrasional dalam Rational Emotive Behaviour Therapy, tujuan Rasional Emotif Behavior Terapi Rational Emotive Behaviour Therapy, Peran konselor dalam Rational Emotive Behaviour Therapy, langkah-langkah dalam Rational Emotive Behaviour Therapy, perilaku bermasalah dalam Rational Emotive Behaviour Therapy, dan teknik- teknik yang digunakan dalam Rational Emotive Behaviour Therapy terkait permasalahan yang akan diteliti.

b. Kecemasan, Meliputi: Pengertian Kecemasan, ciri-ciri kecemasan, faktor kecemasan, sebab-sebab kecemasan, macam-macam kecemasan, indikator kecemasan, dan bentuk kecemasan.


(39)

30

c. Ekstrapiramidal Sindrom, Meliputi definisi Ekstapiramidal Sindrom (EPS), penyebab gangguan Ekstrapiramidal Sindrom (EPS) dan gejala Ekstrapiramidal Sindrom (EPS).

d. Kecemasan pada Ekstapiramidal Sindrom (EPS), Meliputi deskriptif mengenai kecemasan pada penderita Ekstapiramidal Sindrom (EPS).

BAB III: Penyajian data, dalam bab ini menyajikan tentang deskripsi umum objek peneliti penelitian yang dipaparkan secukupnya agar pembaca mengetahui gambaran tentang objek yang akan dikaji, serta ada pula deskripsi hasil penelitian, yang meliputi, faktor penyebab, proses konseling secara hasil dari proses konseling.

BAB IV: Analisa Data: Pada bab ini memaparkan tentang analisa faktor-faktor penyebab kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, Analisa proses Rational Emotive Behaviour Therapy dalam menangani kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, sehingga diperoleh hasil apakah Rational Emotive Behaviour Therapy dapat menangani kecemasan pada penderita Ekstrapiramdial Sindrom Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

BAB V: Penutup: dalam penyusunan Skripsi ini merupakan bab terakhir, yang didalamnya meliputi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan dan beberapa saran dari penelitian terkait dengan penelitian skripsi ini.


(40)

BAB II

RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOUR THERAPY (REBT) DALAM MENANGANI KECEMASAN PADA PENDERITA EKSTRAPIRAMIDAL

SINDROM

A. Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT)

1. Pengertian Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT)

Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) adalah pendekatan behavior kognitif yang menekankan pada keterkaitan dengan perasaan, tingkah laku dan pikiran. Pandangan dasar pendekatan ini tentang manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi untuk berpikir irrasional yang salah satunya didapat melalui belajar sosial43. Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) menekankan bahwa tingkah laku yang bermasalah disebabkan oleh pemikiran yang irrasional sehingga fokus penanganan pada pendekatan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) adalah pemikiran individu.

Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) merupakan sistem psikoterapi yang mengajari individu bagaimana sistem keyakinannya menentukan yang dirasakan dan dilakukannya pada berbagai peristiwa dalam kehidupan44. Pendekatan yang bersifat direktif, artinya pendekatan yang membelajarkan kembali konseli untuk memahami input kognitif yang menyebabkan gangguan emosional. Mencoba mengubah pikiran

43

Gantina Komalasari dan eka wahyuni, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT. Indeks, 2011), Hal. 201

44

Stephen Palmer, Konseling dan Psikoterapi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), Hal. 499


(41)

32

konseli agar membiarkan pikiran irasionalnya atau belajar mengantisipasi manfaat dan konsekuensi dari tingkah laku serta lebih banyak berhubungan dengan dimensi pikiran dari pada perasaan45. Pendekatan ini menolak keras pandangan psikoanalisis yang mengatakan bahwa pengalaman masa lalu adalah penyebab gangguan emosional individu. Menurut Ellis penyebab gangguan emosional adalah karena pikiran irasional individu dalam menyikapi peristiwa atau pengalaman yang dilaluinya46.

Menurut Singgih D. Gunarsa mengatakan bahwa Rational Emotive Behaviour (REBT) adalah memperbaiki melalui pola pikirannya dan menghilangkan pola pikir rasional. Terapi ini sebagai usaha untuk mendidik kembali (reeducation), jadi konselor bertindak sebagai pendidik, dengan memberi tugas yang harus dilakukan konseli serta menganjurkan strategi tertentu untuk memperkuat proses berpikirnya dan berubah perilakunya47.

Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irrasional. Ketika berfikir dan bertingkah laku rasional dan irrasional. Ketika berfikir dan bertingkah laku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berfikir dan bertingkah laku irrasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh

45

Gantina Komalasari dan eka wahyuni, Teori dan Teknik Konseling, Hal, 202

46

Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling, ( Jakarta: Kencana, 2013), Hal. 176

47

Singgih D. Gunarsah, Konseling dan Psikoterapi,( Jakarta: BPK, Gunung Mulia, 1992), Hal. 236


(42)

33

evaluasi, interprestasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berfikir yang tidak logis dan irrasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam berfikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irrasional48.

Pandangan dalam Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT), perlu memahami konsep-konsep dasar yang dikemukakan oleh Ellis. Menurut Ellis ada tiga hal yang terkait dengan perilaku, yaitu antecedent event (A), belief (B) dan emotional consequence (C), yang kemudian dikenal dengan konsep A-B-C.

Antecedent event (A) merupakan peristiwa pendahulu yang berupa fakta, peristiwa, perilaku, atau sikap orang lain. Belief (B) adalah keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (Rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir yang tepat, masuk akal, dan bijaksana. Sedangkan keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan atau sistem berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional dan tidak produktif.

Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam mengeksplorkan perasaan

48


(43)

34

senang atau hambatan emosi49. Kenyataan dan kejadian yang ada sikap dan perilaku seseorang. B merupakan keyakinan terhadap A yang biasanya memunculkan C (reaksi emosional positif atau negatif), C merupakan konsekuensi dari emosi atau perilaku (reaksi) yang dapat benar atau salah. A (peristiwa) tidak menjadikan terjadinya emosional50.

Bagan 2.1 Hubungan Antara Peristiwa, Sistem Keyakinan dan Reaksi

2. Pandangan Tentang Manusia Menurut Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT)

Pendekatan ini memandang bahwa kebayakan individu dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan yang berkaitan dengan sistem psikis individu. Keberfungsian manusia secara psikologisnya ditentukan oleh pikiran, perasaan dan tingkah laku. Aspek tersebut saling memiliki keterkaitan karena satu aspek mempengaruhi aspek lainnya51.

Pendekatan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) berpendapat bahwa individu memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Pikiran irrasional indvidu merupakan proses belajar yang irrasional yang dipelajari oleh orangtua, budaya dan lingkungan sekitarnya.

49

Latipun, Psikologi Konseling, Hal. 73

50

Hartono, Psikologi Konseling, (Jakarta: kencana Prenada Media Group, 2012), Hal. 133

51

Gantina Komalasari dan eka wahyuni, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT. Indeks, 2011), Hal.202

A Antecendent

Event

B

Belief

C Emotional Consequence

e

D Disputing


(44)

35

b. Gangguan emosi yang dialami individu disebabkan oleh verbalisasi ide dan pemikiran irrasional individu.

c. Gangguan emosional yang diakibatkan oleh verbalisasi diri (self Verbalising) dan persepsi serta sikap terhadap kejadian ialah akar permasalahan, bukan karena kejadian itu sendiri.

d. Individu memiliki kemampuan untuk mengubah kehidupannya dan sosialnya.

e. Pikiran dan perasaan yang irrasional merusak diri individu dapat dirasionalkan kembali persepsi dan pemikiran, sehingga menjadi logis dan rasional52.

Landasan filosofi Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) tentang manusia tergambar dalam quotation dari Epictetus yang dikutip oleh Ellis:

“Manusia terganggu bukan karena sesuatu, tetapi karena pandangan terhadap sesuatu”

Adapun landasan filosofi Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) tentang manusia yaitu: Theory of Knowlegde, mengajak individu mencari cara yang reliable dan valid untuk mendapatkan pengetahuan dan menetukan bagaimana kita mengetahui sesuatu yang benar. Kemudian secara dialectic atau sistem berfikir berasumsi bahwa logis itu tidak mudah. Kebanyakan individu cenderung ahli dalam berfikir tidak logis53.

52

Gantina Komalasari dan eka wahyuni, Teori dan Teknik Konseling, Hal. 203

53


(45)

36

Contoh berpikir tidak logis yang biasanya mendominasi pada diri individu ialah:

1) Tidak dapat dibuktikan.

2) Menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, dan prasangka) yang sebenarnya tidak perlu.

3) Menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif54.

Secara sistem nilai terdapat dua nilai eksplisit yang biasanya dimiliki individu namun tidak sering diverbalkan. Yaitu: nilai untuk bertahan hidup (survival) dan nilai kesenangan (enjoyment). Selanjutnya, manusia dipandang memilki tiga tujuan fundamental, yaitu: untuk bertahan hidup (to survive), untuk bebas dari kesakitan (to be relatively free from pain), dan untuk mencapai kepuasan (to be reasonably satisfied or content)55.

Setiap manusia memiliki tendensi berpikiran irrasional. Pikiran tersebut bisa jadi menghambat seseorang untuk berkembang. Misalnya selalu merasa dirinya tidak sempurna, tidak mampu, dan tidak percaya pada kemampuannya. Namun, setiap individu juga selalu disertai dengan pikiran rasional sehingga dia akan mengubah suatu hal yang irrasional menjadi rasional dan akan mampu mengendalikan diri dari pikiran, perilaku dari sesuatu yang menyimpang.

54

Farid Mashudi, Psikologi Konseling, (Jogjakarta: IRCISOD, 2012), Hal. 129-130

55


(46)

37

3. Ciri-ciri Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT)

Pendekatan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT), konselor berusaha membantu individu secara langsung untuk diri konseli. Terapi ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut56:

a. Dalam mengidentifikasi masalah konseli, konselor lebih aktif dari pada konseli.

b. Proses konseling, konselor membangun hubungan (raport) yang baik agar terciptanya kepercayaan (trust) antara konseli dan konselor. c. Hubungan yang baik antar konseli dan konselor mempermudah proses

konseling dalam membantu konseli mengubah cara berpikir yang irrasional.

d. Dalam proses konseling pada Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) ini, konselor tidak perlu menggali informasi secara detail tentang sama lalu konseli.

e. Diagnosis yang dilakukan dalam Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) bertujuan untuk mengubah pikiran irrasional konseli.

4. Karakteristik Keyakinan yang Irrasional dalam Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT)

Nelson Jones (1982), menambahkan karakteristik cara berpikir irrasional yang dapat kita pahami secara umum sebagai berikut57:

56

Dewa Ketut Sukardi , Pengantar teori konseling, (Jakarta: GHalia Indonesia, 1985), Hal. 85

57


(47)

38

a. Terlalu Menuntut

Tuntutan dan permintaan berlebihan oleh REBT dibedakan dengan hasrat, pikiran dan keinginan. Hambatan emosional terjadi

ketika individu menuntut “harus” dan bukan karena ingin terpuaskan.

Tuntutan ini tertuju pada dirinya sendiri.

Menurut Ellis, kata “harus” merupakan cara berpikir absolut tanpa ada tolerasi. Tuntutan itu membuat individu mengalami hambatan emosional.

b. Generalisasi secara Berlebihan

Individu menganggap sebuah kejadian atau keadaan yang diluar batas-batas yang wajar. Over generalization dapat diketahui secara semantik “sayalah orang paling bodoh di dunia”. Ini adalah Over generalization karena kenyataannya dia bukan sebagai orang yang

terbodoh. “saya tidak memiliki kemampuan apapun dalam untuk

dikembangkan”. c. Penilaian Diri

Pada dasarnya seseorang dapat memiliki sifat-sifat yang menguntungkan dan tidak menguntungkan yang terpenting adalah seseorang dapat menerima dirinya tanpa syarat (unconditioning sel- regard). Sesuatu yang irrasional jika seseoarng menilai dirinya (self- rating). Hal ini akan berakibat negatif karena cenderung tidak konsisten dan selalu menuntut kesempurnaan yang terbaik adalah


(48)

39

menerima dirinya (self-acceptence) dan tidak melakukan penilaian terhadap dirinya (self- evaluating).

d. Penekanan

Penekanan (awfullizing) yaitu mempunyai arti hampir sama dengan demandingness. Jika demandingness menuntut dengan “harus”, dalam awfullizing tuntutan atau harapan itu mengarah pada upaya peningkatan secara emosional dicampur dengan kemampuan untuk problem solving yang rasional. Penekanan ini akan mempengaruhi seseorang dalam memandang keberadaan suatu fakta, suatu peristiwa, tingkah laku atau sikap seseorang (antecedent event)

secara tepat dan karena itu digolongkan sebagai cara berpikir yang irrasional.

e. Kesalahan Atribusi

Kesalahan melakukan atribusi adalah kesalahan dalam menetapkan sebab dan motivasi perilaku, baik dilakukan sendiri, orang lain, atau sebuah peristiwa. Kesalahan atribusi adalah sama dengan alasan palsu diri seseorang atau orang lain dan umumnya menimbulkan hambatan emosional.

f. Anti pada Kenyataan

Anti pada kenyataan terjadi karena tidak dapat menunjukkan fakta empiris secara tepat. Orang yang berkeyakinan irrasional akan cenderung kuat untuk memaksa keyakinan yang irrasional dan


(49)

40

menggugurkan sendiri gagasannya, yang sebenarnya rasional. Orang yang rasional akan dapat menunjukkan fakta secara empirik.

g. Repetisi

Keyakinan yang irrasional cenderung terjadi berulang-ulang. Sebagaimana yang ditekankan oleh Ellis, seseorang cenderung mengajarkan diri sendiri dengan pandangan-pandangan yang menghambat dirinya. Misalnya seorang konseli yang memiliki masalah dengan wawancara kerja akan melakukan dialog internal ketika wawancara berlangsung. Konseli mempunyai pikiran bahwa ”Saya akan gagal”.

Keyakinan atau pernyataan diri seperti itu sangat cenderung melemahkan penampilan maupun proses wawancara, yaitu mereka menetapkan dan menguatkan perasaan cemas dalam dirinya yang mengakibatkan terpecahnya konsentrasi dengan lebih mendengarkan pernyataan dari pada pertanyaan yang dilontarkan oleh pewawancara dan secara otomatis proses wawancara dapat terganggu58.

5. Perilaku Bermasalah dalam Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT), menghasilkan. Low Frustation Tolerance (LFT). Individu yang memiliki LFT akan terlihat dari penyataan-pernyataan verbalnya seperti: ini terlalu berat, saya pasti tidak mampu, ini menakutkan saya, saya kita bisa menjalani ini. Pada terapi ini perilaku bermasalah adalah perilaku yang didasarkan pada acara

58


(50)

41

berpikir yang irrasional. Ellis mengemukakan sebelas keyakinan irasional individu yang dapat mengakibatkan masalah, yaitu59:

a. Saya yakin harus dicintai atau disetujui oleh hampir setiap orang yang saya temui.

b. Saya yakin semestinya harus benar-benar kompeten dengan setiap usaha untuk menjadi orang yang berharga.

c. Beberapa orang yang berwatak buruk, jahat atau kejam, karena itu mereka layak disalahkan.

d. Hal yang sangat menyebalkan, bila suatu hal terjadi yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.

e. Ketidakbahagiaan disebabkan oleh suatu tertentu yang berada diluar kemampuan saya mengendalikannya.

f. Sesuatu yang membahayakan adalah sumber terbesar kekhawatiran, dan saya harus mewaspadai.

g. Saya mestinya bergantung pada orang lain, dan memilki orang-orang yang bisa diandalkan untuk memperhatikan saya.

h. Pengalaman dan kejadian masa lalu menentukan perilaku saya saat ini, kejadian masa lalu tidak mudah untuk dilupakan.

i. Saya mestinya cukup kesal terhadap problem dan gangguan yang ditimbulkan orang lain.

59

Robert L. Gibson & Marianne H. Mitchell, Bimbingan dan Konseling, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), Hal, 221


(51)

42

j. Selalu terdapat solusi benar atau sempurna untuk setiap problem, dan tentunya menemukan jalan dari setiap problem atau problemnya tidak akan pernah terselesaikan.

Keyakinan-keyakinan yang irrasional tersebut menghasilkan reaksi emosi pada individu. Dalam pandangan Ellis, keyakinan yang rasional berakibat pada perilaku dan reaksi individu yang tepat, sedangkan keyakinan yang irrasional berakibat pada reaksi emosional dan perilaku yang salah60.

6. Tujuan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT)

Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT), membantu individu-individu menyelesaikan problem-problem perilaku dan emosi mereka untuk membawa mereka ke kehidupan yang lebih bahagia, lebih sehat, dan lebih terpenuhi. Hal tersebut dicapai dengan cara individu lebih berpikir rasional, berperasaan tidak terganggu, dan bertidak dengan cara-cara yang dapat mencapai tujuan akhir61. Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) merupakan model terapi yang menerapkan perilaku seseorang khususnya konsekuensi emosi, senang, sedih, frustasi, bukan disebabkan secara langsung oleh peristiwa yang dialami individu perasaan-perasaan itu mengakibatkan oleh cara berfikir atau sistem kepercayaan seseorang. Apabila individu terdapat perilaku yang salah maka hal itu didasarkan atas

60

Latipun, Psikologi Konseling, (Malang: UMM Press, 2013), Hal. 76

61

Stephen Palmer, Konseling dan Psikoterapi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), Hal. 508


(52)

43

berfikirnya yang irrasional maka dari itu perlu diluruskan cara pemikirannya agar dalam bertindak tertata dengan baik62.

Adapun fungsi konselingnya terdapat langkah pencegahan (preventif) dalam kaitannya dengan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) adalah adanya gangguan irrasional yang dihadapi konseli. Ini perlu adanya langkah pencegahan untuk menunjukkan kepada konseli bahwa pemikirannya tidak logis.

Tujuan REBT adalah mengurangi atau menghilangkan perilaku irrasional. Untuk mengubah perilaku yang tidak diinginkan tersebut, konseli harus belajar bahwa cara mereka berpikir, merasa dan bersikap merupakan satu kesatuan yang terpadu. Pikiran dan emosi yang negatif dan merusak diri harus dikenali agar konseli sanggup mengarahkan pikiran dan emosinya menjadi logis, rasional dan konstruktif63.

Untuk mencapai tujuan-tujuan konseling, maka perlu pemahaman konseli tentang sistem keyakinan atau cara berpikirnya sendiri. Ada tiga tingkatan insight yang perlu dicapai dalam REBT sebagai berikut64: a. Pemahaman (insight) akan tercapai ketika konseli memahami tentang

penolakan diri yang dihubungkan pada penyebab sebelumnya yang sebagian besar sesuai dengan keyakinannya tentang peristiwa-peristiwa yang diterima (antecedent event) yang lalu dan saat ini.

62

Latipun, Psikologi Konseling, (Malang : UMM Press, 2001), Hal. 92-104

63

Robert L. Gibson & Marianne H. Mitchell, Bimbingan dan Konseling, Hal. 222

64


(1)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan data yang diperoleh beserta hasil penelitian yang dilakukan terkait Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam menangani Kecemsan pada Penderita Ekstrapiramidal Sindrom Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Proses Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam menangani kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom, dilakukan secara bertahap sebagaimana tahapan konseling pada umumnya, yaitu identifikasi masalah, diagnosis, prognosis, treatment / terapi dan diakhiri dengan

follow up / evaluasi. Proses konseling dilakukan menggunakan langkah serta teknik-teknik dalam pendekatan Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT). Adapun langkah-langkah Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) adalah (1) engane with client yaitu bekerja sama dengan konseli, (2) assess the problem, person, and situation yaitu melakukan assessmen terhadap masalah, diri konseli dan situasi, (3) prepare the client for therapy yaitu mempersiapkan konseli untuk terapi, (4) implement the treatment program yaitu mengimplementasikan program treatmen (dengan menggunakan teknik teknik disputing irrational beliefs, teknik rational emotive imagery, dan terakhir modelling), (5) evaluate progress yaitu


(2)

117

mengevaluasi kemajuan, (6) prepare the client for termination yaitu mempersiapkan konseli untuk mengakhiri konseling.

2. Hasil dari proses Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam

menangani kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom

menunjukan proses konseling yang dilakukan konselor cukup berhasil dalam menangani kecemasan yang dirasakan oleh konseli. Hal ini dapat dilihat dari wawancara terhadap konseli pasca konseling, observasi mengenai keseharian konseli pasca konseling, serta nilai yang didapat dari hasil penghitungan dengan standar uji coba dengan prosentase 50%, karena termasuk ke dalam standar uji 50% sampai dengan 75% yang dikategorikan cukup berhasil, maka hasil dari proses konseling dengan

Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) dalam menangani kecemasan pada penderita Ekstrapiramidal Sindrom dikatakan cukup berhasil.

B. Saran

Berdasarkan eksplorasi pustaka dan penelitian penulis tentang Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) yang diiplementasikan dalam menangani kecemasan pada penderita EkstrapiramidalSindrom, maka penulis berharap: 1. Bagi Konselor

Penelitian mengenai Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) yang

diaplikasikan dalam menangani kecemasan pada penderita

Ekstrapiramidal Sindrom ini hendaknya dipertahankan serta dapat dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengembangan Rational Emotive


(3)

118

Behaviour Therapy (REBT) dalam menangani gangguan emosional lainnya terutama bagi para konselor muda khususnya mahasiswa BKI Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

2. Bagi Konseli

Setelah melakukan proses konseling dengan pendekatan, langkah-langkah, serta teknik-teknik Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT), penulis berharap untuk kedepannya konseli dapat mempertahankan hasil yang telah dicapai pasca koseling. Apabila sewaktu-waktu konseli mengalami masalah yang sama seprti yang telah dialami, maka konseli dapat menerapkan teknik-teknik yang telah dilakukan saat proses konseling secara mandiri.

3. Bagi Mahasiswa BKI UIN Sunan Ampel Surabaya atau Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini berfokus pada proses Rational Emotive Behaviour Therapy

(REBT) yang diaplikasikan dalam menangani kecemasan pada penderita

Ekstrapiramidal Sindrom dengan melihat proses dan hasilnya, maka penulis menyarankan adanya penelitian lanjutan tentang pendekatan

Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT), penderita Ekstrapiramidal Sindrom, serta tentang gangguan kecemasan maupun gangguan emosi lainnya. Hal ini sangat perlu guna mengembangkan khazanah ilmu pengetahuan mahasiswa BKI serta peneliti selanjutnya, mengembangkan serta menyempurnakan penelitian ini yang jauh dari sempurna karena masih banyak kekurangan, dan dapat mempersembahan karya terbaik.


(4)

119

DAFTAR PUSTAKA

Ahli, Pengertian Menurut Para, Arti kata & Definisi menurut para ahli “Rasional dan Irrasional” ( www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-rasional-irrasional/.com)

Ali, M., Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi, Bandung: Angkasa, 1987

Al-Maragi, Ahmad Mustafa, Tafsir Al- Maraghi, Semarang: Penerbit CV. Toha Putra, 1992

Alwisol, Psikologi Kepribadian Edisi Revisi, Malang: UMM Press, 2009

Amrullah, Abdul Malik Abdul Karim, Tafsir Al-Azhar Juz 1, Jakarta: Penerbit Pustaka Panjimas, 2001

Arinkunto, Suharsimi, prosedur Penelitian Suatu Pendekatan dan Praktek,

Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006

Baehr, Mathias Duus’, dkk, Topical Diagnosis in Neurology. New York: Thieme Stuttgart, 2005

Baihaqi, MIF, Psikiatri, Bandung : PT Refika Aditama, 2005

Baily, Lanny W, Mengatasi Persoalan Hidup, Yogyakarta : Yayasan Andi, 1988

Buku Kurikulum Pendidikan Tinggi, Direktorat Pembelajaran dan

Kemahasiswaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Tahun 2014

Bungin, Burhan, Metode Penelitian Sosial : Format- format kuantitatif dan Kualitatif, Surabaya: UNAIR, 2001

Corey, Gerald, Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi, Bandung: PT Refika Aditama, 2005

Creswell, John W., Penelitian Kualitatif & Desain Riset, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015

Davidoff, Linda L., Psikologi Suatu Pengantar, Jakarta: Erlangga, 1988 Derajat, Zakiyah, Kesehatan Mental, Jakarta: Gunung Agung , 1996

Djunaidi, M. & Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012

Durand, V. Mark & David H. Barlow, Psikologi Abnormal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006


(5)

120

Fahmi, Mustofa, Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat,

Jakarta: Bulan Bintang, 1997

Fattah Hanurawan, Metode Penelitian Kualitatif untuk ilmu psikologi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2016), Hal. 124

Ghufron, M. Nur & Rini Risnawati S, Teori- Tori Psikologi, Jogjakarta: AR-Ruzz Media, 2014

Gibson, Robert L. & Marianne H. Mitchell, Bimbingan dan Konseling, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011

Gunarsah, Singgih D., Konseling dan Psikoterapi, Jakarta: BPK, Gunung Mulia, 1992

Hartono, Psikologi Konseling, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012 Indonesia, Ikatan Dokter, Indonesian Medical Association,”Hari Kesehatan Jiwa

Sedunia: Penyebab Munculnya Gangguan Kesehatan Jiwa”,

(www.idionline.org/berita/hari-kesehatan-jiwa-sedunia-penyebab-munculnya-gangguan-kesehatan-jiwa/)

Komalasari, Gatina dkk, Teori dan Tekinik Konseling, Jakarta: Permata Putri Media, 2011

Latipun, Psikologi Konseling, Malang: UMM Press, 2003

Lubis, Namora Lumongga, Depresi Tinjauan Psikologis, Jakarta: Kencana, 2009

Lubis, Namora Lumongga, Memahami Dasar-Dasar Konseling, Jakarta:

Kencana, 2013

Mashudi, Farid, Psikologi Konseling, Jogjakarta: IRCISOD, 2012

Moelong, Lexy. J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007

Moleong, Lexy J., Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005

Nevid, Jeffrey S., Spencer A. Rathus dan Beverly Greene, Psikologi Abnormal,

Jakarta: Erlangga, 2013

Ningsih, Yusria, Kesehatan Mental, Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011 Palmer, Stephen, Konseling dan Psikoterapi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011 Priest, Robert, Bagaimana Cara Mencegah dan Mengatasi Stress dan Depresi,

Semarang: Dahara Prize, 1994


(6)

121

Satyanegara dkk, Ilmu Bedah Saraf, Jakarta: PT Gramedia Utama, 2014

Schillevoort, Igor. Drug-induced Extrapyramidal Syndromes, Netherland: Utrecht University 2002

Schultz, Duane P., & Sydney Ellen Schultz, Teori Kepribadian, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2013

Semiun, Yustinus, Teori Kepribadian & Terapi Psikoanalitik Freud, Yogyakarta: KANISIUS, 2006

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan ( Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D), Bandung: Penerbit Alfabeta, 2015

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2009

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: CV. ALFABETA, 2014 Sukardi, Dewa Ketut, Pengantar Teori Konseling, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985

Susanti, Reni & Sri Supriyantini, “Pengaruh Expressive Writing Therapi terhadap penurunan tingkat kecemasan berbicara di muka umum pada mahasiswi”,

Jurnal Psikologi, 2 Desember, 2013

Susilowati, Sri, “Penyelidikan Efek samping Haloperidol dan Chlorpromazine: Studi kasus pada pasien Rawat inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gongohutomo Semarang, Periode 2005, Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim Semarang

UINSA, tentang UINSA, Selayang Pandang, Sejarah

(http://www.uinsby.ac.id/id/184/sejarah.html)

Wiramiharja, Sutardjo A., Pengantar Psikologi Abnormal, Bandung: PT Refika Aditama, 2005