MOBILISASI ZAKAT .doc 26KB Jun 13 2011 06:28:17 AM

Sajian Utama:

MOBILISASI ZAKAT !
Zakat sudah lama diperbincangkan. Pak Amien Rais menggagas zakat profesi,
yang mengundang pro dan kontra. Masdar Farid Mas’udi menawarkan konsep zakat
dipersamakan dengan pajak, juga menimbulkan kontroversi. Lembaga Amil Zakat telah
lama berdiri di lingkungan umat Islam dalam beragam bentuk. Di dalamnya termasuk
menjaring amal jariyah berupa infaq dan shadaqah, bahkan wakaf. Pendek kata, zakat
sebagai konsep dan aktivitas menjaring dana umat telah melekat dalam kehidupan umat
Islam, yang selalu ingin ditingkatkan dan diperbarui.
Kini bahkan telah lahir Undang-Undang Zakat, yang memiliki kekuatan dalam
konstitusi di negeri ini. Departemen Agama pun telah berfungsi memberikan semacam
sertifikasi atas berdirinya lembaga-lembaga amil zakat di lingkungan organisasiorganisasi Islam. Di lingkungan Muhammadiyah, secara resmi kini berdiri lembaga
sentral Lembaga Amil Zakat Muhammadiyah, disebut Lazis Muhammadiyah.
Semangatnya tentu sama, yaitu bagaimana menggerakkan dana umat untuk kesejahteraan
dan kejayaan umat Islam. Bagaimana agar salah satu aspek ajaran Islam yang penting
seperti zakat, infaq, dan shadaqah benar-benar diwujudkan dalam kehidupan sesuai
dengan fungsinya.
Namun, rupanya dana zakat masih tetap belum optimal. Belum menjadi soko guru
penguatan ekonomi umat. Belum menjadi institusi pemaksa bagi mereka yang berpunya
untuk memberikan hak bagi kaum miskin. Belum menjadi kekuatan bagi pemberdayaan

kesejahteraan umat. Sebutlah, institusi zakat belum optimal bahkan masih jauh dari
harapan sebagai pilar penting dalam ekonomi umat Islam.
Kenapa demikian? Mungkin sederhana, sistem pengelolaan zakat masih jauh dari
mapan dan canggih. Lebih sederhana lagi, umat Islam yang mayoritas lemah secara
ekonomi, tentu menjadi ladang tidak subur bagi tumbuhnya para muzaki, kecuali para
penerima hak zakat alias mustahiq. Mungkin pula kesadaran umat muslim yang kaya
masih kurang kesadarannya untuk mengeluarkan zakat. Pendek kata, jangan-jangan
semua kelemahan tersebut saling terkait, sehingga institusi zakat masih tetap ringkih alias
belum tumbuh sebagai pilar yang kuat.
Pesimiskah kita? Tentu tidak. Sebenarnya rintisan-rintisan di tingkat mikro
banyak menunjukkan kisah sukses. Di Kendal, Jawa Tengah, misalnya Muhammadiyah
setempat telah relatif sukses menggerakkan dana zakat secara luas di masyarakat, dan
membawa hasil. Dompet-dompet dhu’afa seperti dilakukan Harian Umum Republika,
juga menunjukkan kisah sukses yang menggembirakan. Demikian halnya dengan
lembaga-lembaga sejenis di berbagai lingkungan umat Islam. Hanya saja, belum menjadi
kekuatan yang meluas dan dahsyat!
Maka kini Muhammadiyah harus tertantang. Dengan berdirinya Lazis
Muhammadiyah, segenap warga Persyarikatan harus dapat membuktikan mampu
mewujudkan zakat sebagai institusi ekonomi umat yang berdaya dan kokoh. Bahwa
Muhammadiyah mampu membesarkan lembaga zakat yang secara optimal memobilisasi

para muzaki untuk mengeluarkan zakatnya secara luas, kemudian menyalurkan dana
penyucian diri itu untuk sebesar-besarnya kepentingan umat yang lemah. Bahwa

Muhammadiyah dengan struktur dan jaringan organisasinya luas mampu menjadikan
LazisMuh itu benar-benar kuat.
Maka, kata kuncinya ialah mobilisasi! Bagaimana Muhammadiyah di seluruh
tingkatan dan jaringan secara besar-besaran melakukan mobilisasi zakat, yang
menghubungkan para muzaki dan mustahiq sebagai pilar kesatuan untuk mewujudkan
kesejahteraan dan kemakmuran umat Islam. Gelorakan suara atau panggilan untuk
berzakat di semua lini: Hayya ‘alal-Zakat! (HNs)

Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 17-02