Tujuan Hidup Dalam Agama Buddha

Tujuan Hidup Dalam Agama Buddha
Oleh: YM. Bhikkhu Uttamo Thera
Setiap orang mempunyai tujuan hidup masing-masing yang berbeda antara manusia yang
satu dengan manusia yang lain. Walaupun mempunyai tujuan yang berbeda-beda, tetapi ada
satu tujuan yang sama yaitu manusia itu sebetulnya ingin bahagia.
Orang-orang yang mungkin kurang mempelajari Dhamma atau orang yang mungkin tidak
bersimpati dengan Dhamma mengatakan Dhamma ini adalah ajaran yang pesimis. Karena
isinya selalu tentang dukkha, bukannya tentang sukkha. Berbicara tentang sukkha adalah hal
yang wajar; ibarat orang berdagang ingin untung. Jadi untung tidak usah dibahas, karena
memang yang dicari. Tetapi kalau rugi, itu yang perlu diperbaiki.
Demikian juga dalam kehidupan; kita semua ingin bahagia, tetapi kalau kita mengalami
kegagalan atau mengalami kesulitan di dalam mencapai tujuan; itulah DUKA. Dan itulah yang
dibahas dalam agama Buddha agar menjadi SUKA kembali. Jadi hidup ini di satu sisi adalah
suka dan sisi lain adalah duka.
Agama Buddha mengajarkan agar hidup yang duka ini diproses sedemikian rupa
sehingga bisa menjadi suka. Karena suka dan duka itu hanyalah permainan pikiran,
misalnya duduk di tempat ber-AC bisa menimbulkan sukkha bagi yang senang, bisa juga
menimbulkan dukkha bagi yang tidak tahan dingin. Inilah yang disebut sukkha dan dukkha
karena pikiran.
Tujuan kita hidup adalah untuk mencapai kebahagiaan, namun konsep kebahagiaan
bisa bermacam-macam dan dapat dilihat dari sudut yang berbeda-beda. Apa yang

bahagia bagi kita, belum tentu bahagia bagi orang lain.
Kebahagiaan awal di dalam kehidupan ini, menurut Dhamma paling tidak kita
mempunyai kecukupan empat kebutuhan pokok, yaitu: pakaian, makanan, tempat
tinggal dan obat-obatan. Empat kebutuhan pokok ini sudah cukup buat para bhikkhu dan
merupakan ukuran paling rendah di dalam kehidupan menurut Dhamma.
Sandang. Kebutuhan pakaian untuk bhikkhu yaitu satu lembar atau satu set jubah. Bagi para
bhikkhu jubah digunakan setiap hari dalam melakukan aktifitas sehari-hari; baik ritual, sosial
maupun pribadi. Jubah tersebut fungsinya serba guna, seperti menjadi seprei, selimut atau
gorden dan baru rusak setelah +/- 2.5 tahun. Memiliki pakaian lebih dari satu set, sebetulnya
anda sudah dapat disebut ‘lebih dari cukup’.

Pangan. Para Bhikkhu makan segala jenis makanan, tetapi dibatasi dengan waktu. Kalau jam
makan tidak dibatasi, bhikkhu akan mempersulit umat. Hal ini karena bhikkhu mendapatkan
makanan dari umat. Seorang bhikkhu makan sehari sekali atau dua kali itu cukup. "Kalau
anda sekarang bisa makan 3 kali sehari, anda tidak perlu mengeluh. Masih untung masih bisa
makan 3 kali. Karena bhikkhu cuma makan sekali atau dua kali". Anda dapat dikatakan ‘lebih
kaya’ daripada bhikkhu.
Tempat tinggal. Seorang bhikkhu bisa saja tinggal di bawah pohon atau atau di dalam goa.
Sekarang ini Vihara dibangun besar-besar, tapi bukan untuk bhikkhu walaupun sertifikat
tertera atas nama bhikkhu. Jadi kalau anda bisa kontrak rumah, sebetulnya anda sudah

termasuk ‘kaya’. Bhikkhu tidak mampu mengontrak rumah, tapi hidupnya bahagia. Inilah
yang disebut cukup dalam kehidupan menurut Dhamma.
Obat-obatan. Seorang bhikkhu minum obat yang sangat tradisional yaitu meminum urine
sendiri di pagi hari. Obat ini selain murah dapat menyehatkan badan. Kalau anda bisa beli
obat seperti yang diiklankan di TV, seperti obat sakit kepala dan lainnya; anda sudah
termasuk ‘lebih dari cukup’.
Oleh karena itu kebahagiaan awal adalah kecukupan sandang, pangan, tempat tinggal
dan obat-obatan. Demikianlah hidup seorang bhikkhu. Kalau anda bisa lebih dari itu berarti
anda sudah mencapai tahap yang pertama. Di dalam tuntutan sila hal ini disebutSilena
Bhogasampada. Kecukupan di dalam kehidupan duniawi.Setelah hidup cukup, maka
tercapailah

kebahagiaan

yang

pertama

yaitu KEBAHAGIAAN


KARENA

MENDAPAT.

Mendapat makan, mendapat pakaian, mendapat tempat tinggal, mendapat kesehatan.
Inilah kebahagiaan tingkat dasar.
Ketika kita sedang makan, ada kucing mengeong. Kerupuk kita bagikan, kucing itu lalu diam.
Ada anjing menyalak, diberi tulang lalu diam. Itulah kebahagiaan mendapat yang merupakan
kebahagiaan tingkat rendah (pertama). Jadi binatang pun dapat merasakan kebahagiaan
KARENA MENDAPAT.
Sebagai manusia kita dapat mencapai tingkat yang kedua, yaituKEBAHAGIAAN KARENA
MEMBERI. Berbahagia karena memberi bertujuan untuk membahagiakan makhluk lain.
Contohnya

cinta,cinta adalah keinginan

untuk

selalu


dekat

dengan

dan

ingin

memberikan kebahagiaan kepada mereka yang dicintai.
Sebetulnya refleksi cinta yang paling bagus adalah ketika orang masih pacaran. Di masa
pacaran, semua fihak ingin selalu membahagiakan pasangannya. Sayangnya setelah
pernikahan, kebahagiaan memberi ini berhenti. Setelah pernikahan muncullah kebahagiaan
meminta.

Padahal

sebetulnya

tingkatan kebahagiaan


memberi

adalah

di

atas

kebahagiaan meminta atau kebahagiaan mendapat. Tetapi di dalam banyak kasus

pernikahan, kasus rumah tangga, apa saja; lebih banyak memberi pada saat pacaran dan
meminta pada saat pernikahan.
Contohnya, pada saat percekcokan biasanya suami istri akan mengatakan: "Aku sudah baik
sama kamu, aku sudah sabar sama kamu, apa balasanmu kepadaku?" Meminta! Padahal
siapa yang memetik kamma buruk kalau kita baik,"tidak ada". Siapa yang memetik kamma
baik kalau kita baik,"kita sendiri". Dengan anak juga begitu. Para ibu bapak yang sudah punya
anak kalau anaknya nakal, mereka suka ngomong begitu. "Anak dari kecil dibesarin. Apa
hasilnya sekarang? Dihitung-hitung seperti investasi. Ongkos susu, ongkos nasi, ongkos lauk
semuanya harus dikembalikan".
Sebenarnya setiap orang bisa mendapatkan kebahagiaan memberi. Misalnya seorang ibu

memasak, tapi masih ada sisa masakan yang kemarin. Masakan yang baru akan selalu
diberikan kepada anak. Berarti ia memberikan yang terbaik, sedangkan masakan yang
kemarin diambil sendiri. Si ibu mempunyai kebahagiaan memberi.
Setelah marah atau memenangkan perdebatan, pertarungan, pertengkaran mungkin anda
sulit tidur. Karena dalam pikiran anda muncul perasaan tidak enak akibat melukai perasaan
orang lain. Sebaliknya jika anda memaafkan dia, maka anda pasti dapat tidur nyenyak.
Bahkan anda pun bisa tersenyum sambil tidur, itulah kebahagiaan karena memberi.
Sesungguhnya kebahagiaan memberi seperti ini, mampu anda kerjakan.
Ketika kita tersenyum dan dapat memberikan senyuman yang gratis tersebut kepada orang
lain, sebetulnya kita telah memberikan yang terbaik. Kalau kita senang melihat orang
tersenyum, kita senang melihat bayi tersenyum; sebetulnya mereka pun senang melihat kita
tersenyum. Cobalah kita berikan senyuman, cobalah kita berikan yang terbaik kepada orang
lain.
Kalau kita bisa selalu MEMBERIKAN YANG TERBAIK, maka tercapailah tujuan kita yang
kedua: Silena Sugatimyanti; tercapailah alam bahagia. Karena kebahagiaan di alam
surga setelah kehidupan ini, bukan dicapai dengan

MENDAPAT. Mendapat itu hanyalah

kebahagiaan duniawi, Silena Boghasampada. Tetapi kebahagiaan di dunia dan setelah

kehidupan ini adalahKEBAHAGIAAN KARENA MEMBERI.
Kalau hanya bahagia karena mendapat itu sangat mudah, binatangpun bisa demikian. Karena
itu berlatihlah untuk MEMBERI.Memberi senyuman, memberi kata-kata yang baik,
memberi cara berpikir yang positif.
Di dalam Dhamma dikatakan seseorang terlahir jelek karena dalam kehidupan yang lampau
mukanya masam terus. Kalau kita ingin lahir tidak dengan muka masam, senyumlah banyakbanyak. Pada kelahiran berikutnya pasti cerah mukanya, wajahnya luar biasa. Karena itu
cobalah berikan yang terbaik. Berikan semua yang terbaik yang kita miliki; wajah kita,

penampilan kita. Jangan penampilan kita ke vihara atau ke pertemuan ini belum mandi;
memberikan yang buruk, yang busuk. Dengan badan kita, dengan ucapan kita, dengan
pikiran kita; buatlah orang di lingkungan kita menjadi bahagia.
Apa yang bisa saya berikan kepada dia? Karena itulah sumber kebahagiaan di
dunia maupun di kehidupan yang akan datang; terlahir di salah satu dari 26 alam
surga.
Di

dalam

pemberian


sila

para

bhikkhu

mengucapkan

silena

sugatim

yanti,

silena

bogasampada. Sugatim yanti,mengenalkan surgadahulu, agar setelah meninggal lahir di
surga.
Tetapi kalau kita tidak ingin surga, boleh saja. Kemudian diberi Silena Bhogasampada,
mencapai kebahagiaan duniawi dan akhirnyaSilena Nibbutim yanti yang menjadi tujuan

ketiga yaitu pencapaian Nibbana; terbebas dari kebahagiaan karena mendapat ataupun
memberi. Kita MENDAPAT karena menyadari bahwa semua itu adalah bagian dari
buah kamma kita. Ketika kita MEMBERI, memberi demi kebajikan itu sendiri.
Sang Buddha membabarkan Dhamma kepada banyak orang, bukan menanam kebajikan.
Beliau memberi sebagaimana adanya. Ibarat bunga yang mekar memberikan keharuman.
Bunga itu tidak peduli diletakkan di atas meja atau tidak, di tempat terhormat atau tidak, ia
tetap akan berbau wangi. Bunga tersebut mekar, demi mekarnya sendiri. Tak butuh pujian
atau penghormatan. Tetapi manusia bekerja giat kalau ada bosnya. Kita belum mencapai
tujuan ketiga; kita baru bahagia karena mendapat. Kita masih kurang bisa memberi. Jadi
pencapaian Nibbana adalah hidup sebagaimana adanya, ibarat bunga tadi.
Ketika kita bekerja, ketika kita berjuang, ketika kita berbicara, ketika kita berpikir;
kita menyadari perjuangan itu sendiri, demi pembicaraan itu sendiri, demi
pemikiran itu sendiri, maka hilanglah ketamakan, kebencian dan kegelapan batin.
Sehingga lahirnya PENCAPAIAN NIBBANA di dalam kehidupan ketika kita bisa hidup
sebagaimana adanya. Melakukan perbuatan demi perbuatan itu sendiri.
Di dalam Dhamma, kegiatan atau perbuatan seseorang yang telah mencapai kesucian tidak
lagi bernama kamma yang didukung oleh ketamakan, kebencian atau kegelapan batin.
Perbuatan itu disebut kiriya; dia hanya bekerja, berjuang demi untuk perjuangan dan
pekerjaan itu sendiri.
Inilah sesungguhnya yang menjadi tiga tujuan hidup kita. Kita boleh mempunyai keinginan

mendapatkan pasangan hidup, kita boleh punya keinginan untuk bekerja, kita boleh punya
keinginan untuk kaya raya. Tetapi ingat, tujuan MENDAPAT hanyalah tujuan yang
pertama, tujuan MEMBERI adalah yang kedua dan tujuan TERBEBAS dari keinginan
mendapat dan memberi karena batin telah menjadi netral, bekerja demi pekerjaan

itu sendiri seperti bunga yang mekar demi mekar itu sendiri; inilah merupakan
tujuan ketiga.
Semoga dengan pemaparan tiga tujuan ini, anda sekarang bisa jelas ke arah mana Dhamma
membimbing dalam kehidupan anda. Semoga anda berbahagia di dalam Dhamma. Semoga
semua makhluk, baik yang tampak maupun tidak tampak memperoleh kebaikan dan
kebahagiaan semua sesuai dengan kondisi kammanya masing-masing. Sabbe satta bhavantu
sukhitatta.

https://0bl1v10n.wordpress.com/2006/10/09/tujuan-hidup-dalam-agama-buddha/