Catatan Fisika Matematika I
KATA PENGANTAR
Berbagai fenomena alam menunjukkan pola keteraturan. Fisika diamanahkan sebagai cabang pengetahuan untuk menjabarkan keteraturan tersebut. Menggunakan alat matematis, fenomena- fenomena tersebut diformulasikan sedemikian rupa agar terstruktur untuk dipahami. Hasil kajian para fisikawan inilah kemudian yang menurun kepada bidang-bidang lain untuk ditelaah lebih lanjut kajian teknisnya.
Buku ini merupakan kumpulan catatan kuliah saat mengikuti perkuliahan Fisika Matematika II di program studi Fisika, Universitas Hasanuddin, ditambah dengan hasil telaah otodidak penulis. Terinspirasi dari hadits Rasulullah, βIkatlah ilmu dengan menuliskannyaβ, saya memulai sedikit demi sedikit menuliskan risalah ini. Setelah beberapa bulan, buku ini akhirnya bisa saya rampungkan meskipun masih jauh dari kata sempurna untuk menjelaskan luasnya samudera Fisika Matematika.
Kepada dosen-dosen pengajar; Prof. Wira Bahari Nurdin, Bannu, M.Si., dan Dr. Tasrief Surungan, serta teman-teman sekelas pada mata kuliah Fisika Matematika semester genap 2015, saya mengucapkan banyak terimakasih atas berbagai inspirasi saat perkuliahan.
Bagi teman-teman, para pembaca sekalian, saran dan feedback selalu dinanti di muhammadfauzim@gmail.com.
Makassar, Januari 2016 Muhammad Fauzi Mustamin
1. FUNGSI KHUSUS
1.1 Fungsi Gamma
Fungsi gamma merupakan fungsi spesial yang sering muncul dalam pembahasan suatu fenomena fisis. Fungsi ini muncul disetiap ekspansi Taylor. Pada pelajaran lebih lanjut, fungsi gamma sering ditemukan dengan argument setengah bilangan bulat dan dibutuhkan untuk nilai non-integral secara umum dalam banyak ekspansi, seperti fungsi Bessel untuk urutan bukan bilangan bulat.
Fungsi gamma tidak selalu mendeskripsikan sebuah kuantitas fisis, namun muncul sebagai faktor dalam ekspansi dari kuantitas fisis yang relevan.
Fungsi gamma memiliki beberapa definisi dalam penggunaannya. Definisi pertama muncul setelah didefinisikan oleh Euler :
Ξ(π§) β‘ lim π§ , π§ β 0, β1, β2, β¦ (π. π)
πββ π§(π§ + 1)(π§ + 2) β β β (π§ + π) π Dengan melakukan subtitusi π§ = π§ + 1, didapatkan hubungan :
Dari definisi juga dapat dilihat bahwa :
Sehingga membentuk pola
Definisi kedua yang sering disebut integral Euler didefinisikan sebagai :
βπ‘ Ξ(π§) = β« π π§β1 π‘ ππ‘, Re(π§) > 0 (π. π)
Perlu diperhatikan bahwa nilai real dari π§ haruslah konvergen. Saat fungsi gamma muncul dalam masalah fisis, sering dijumpai dalam beberapa variasi seperti :
βπ‘ 2 Ξ(π§) = 2 β« π 2π§β1 π‘ ππ‘, Re(π§) > 0 (π. π)
yang dapat dibuktikan dengan melakukan subtitusi π‘=π‘ 2 pada persamaan (π. π). Persamaan (π. π) dan (π. π) dapat dibuktikan dengan memperhatikan fungsi dua variabel :
π‘ π πΉ(π§, π) = β« (1 β π§β1 π‘ ππ‘, Re(π§) > 0 (π. π) π)
Dengan π adalah bilangan bulat positif. Fungsi tersebut dipilih karena eksponensialnya memiliki definisi :
Fungsi pada persamaan (π. π) dapat dilihat memenuhi persamaan (π. π) :
βπ‘ lim π§β1 πΉ(π§, π) = πΉ(π§, β) = β« π π‘ ππ‘ = Ξ(π§) (π. π)
Sementara dengan melakukan subtitusi = π‘/π :
Persamaan (π. π) didapatkan dengan integral parsial :
Dengan melakukan sebanyak π kali, integral parsialnya diabaikan, kita dapatkan :
yang merupakan persamaan (π. π) :
lim πΉ(π§, π) = πΉ(π§, β) β‘ Ξ(π§)
1.2 Hubungan Fungsional Salah satu hubungan relasi yang memenuhi persamaan fungsi gamma adalah persamaan pantulan
(reflection formula) :
Ξ(π§)Ξ(1 β z) =
sin π§π (π. π)
Salah satu cara untuk membuktikannya adalah dengan memulai dengan produk dari integral Euler :
Yang didapat dari subtitusi π’ = π + π‘ dan π£ = π /π‘. Kita juga membutuhkan Jacobian dari transformasi ini :
Integrasi terhadap π’ menjadi sama dengan 1! sementara integrasi terhadap π£ didapatkan dengan metode integrasi-kontur :
Dengan mengganti Ξ(π§ + 1) menjadi π§Ξ(π§) dan didapatkan persamaan (π. π). Kasus spesial didapatkan untuk π§ = 1/2, dimana (mengambil akar kuadrat positif)
1.3 Fungsi Beta
Haasil dari fungsi gmma dapat diidentifikasi sebagai penjabaran dari integral yang mengandung unsur fungsi sin dan cos. Integral tersebut dapat lebih lanjut dimanipulasi untuk mengevaluasi sebuah angka yang besar dari integral. Hal tersebut menjadi dasar pendefinisian fungsi beta.
Secara umum fungsi beta dalam bentuk integral memiliki formasi :
yang konvergen untuk π > 0, π > 0, dengan π dan π adalah bilangan real. Hal yang menarik jika melakukan subtitusi π₯ = 1 β π¦. Subtitusi tersebut memberikan sifat simetri antara π΅(π, π) = π΅(π, π).
Hubungan fungsi beta dan fungsi gamma dapat dijabarkan dengan melakukan perkalian dua fungsi gamma dalam bentuk (π. π) :
dengan mengubahnya dalam kordinat polar (π, π), π = π sin π, π‘ = π cos π :
Ξ(π)Ξ(π) = 4 β« β« π 2πβ1 sin π cos ππ π π ππ ππ
= 4 β« sin 2πβ1 π cos 2πβ1 π ππ β«π βπ 2 π 2(π+π)β1 ππ
= 2 β« sin 2πβ1 π cos π ππ Ξ(π + π)
Untuk bentuk integral cos dan sin, dengan subtitusi 2π β 1 = 2(π β 1) + 1 (demikian juga dengan bagian π) dapat dijabarkan :
2 β« sin 2(πβ1)+1 π cos 2(πβ1)+1 π ππ = β« sin 2(πβ1) π cos 2(πβ1) π 2 cos π sin π ππ
Fungsi beta didapatkan dengan kembali melakukan subtitusi
= sin 2 π:
β« sin 2(πβ1)
π cos (πβ1) π 2 cos π sin π ππ =β«x (1 β π₯) ππ₯ = π΅(π, π)
Sehingga hubungan antara fungsi gamma dan fungsi beta :
1.4 Formula Stirling Sebuah persamaan yang mengandung π! Ataupun Ξ(π) tidak dapat secara sederhana
didiferensialkan. Disini kita menggunakan pendekatan untuk fungsi faktorial atau fungsi Ξ yang disebut persamaan Stirling.
Persamaan ini didapatkan dengan fungsi gamma :
Ξ(π§ + 1) = π§! = β« π‘ π§ ln π‘βπ‘ π ππ‘ = β« π ππ‘ (π. ππ)
Dengan melakukan subtitusi π‘ = π§ + π¦βπ§, ππ‘ = βπ§ ππ¦ :
π§! = β« π π§ ln(π§+π¦βπ§)β(π§+π¦βπ§) βπ§ππ¦
Untuk π§ dengan nilai besar, bentuk logaritma dapat diekspansi menurut deret pangkat :
ln(π§ + π¦βπ§) = ln π§ + ln(1 + ) = ln π§ +
Sehingga didapatkan :
Untuk integral pertama didapatkan β2π. Untuk integral kedua bernilai nol untuk π β β, dan kita dapatkan formula Stirling :
Adapun untuk ekspansi asymtot Ξ(π§ + 1) didapatkan :
+ β― ) (π. ππ) Bagian pertama yang merupakan formula Stirling merupakan pendekatan yang baik digunakan
untuk π§ bernilai besar dan bagian keduanya dapat digunakan untuk memperkirakan kesalahan relatif fungsi tersebut.
Bentuk yang sering dijumpai dalam formula Stirling adalah nilai ln π§! dengan nilai π§ besar. Pada kasus ini, formula Stirling memberikan hubungan :
ln π§! = ln(π§ π§ π βπ§
β2ππ§) = ln π§ π§ + ln π βπ§ + ln β2ππ§
= π§ ln π§ β π§ + ln β2ππ§
Karena nilai π§ besar, bagian ln β2ππ§ dapat diabaikan sehingga didapatkan persamaan umum :
ln π§! = π§ ln π§ β π§ (π. ππ)
2. PERSAMAAN DIFERENSIAL LANJUT
2.1 Persamaan Diferensial Legendre
Persamaan diferensial Legendre memiliki bentuk umum :
π adalah konstanta. Titik singularnya π₯ = β1,1, β. Pada penggunaan normalnya, variabel π₯ biasanya berbentuk kosinus dari sudut kordinat bola yang implikasinya β1 β€ π₯ β€ 1. Solusi dari
persamaan diferensial ini disebut fungsi Legendre. Solusi umumnya didapatkan dengan menggunakan konsep ekspansi deret
π¦ = βπ π π π₯ . Substitusikan untuk nilai β²β² β² π¦ ,π¦ , dan π¦ pada persamaan (π. π) didapatkan :
Melakukan simplifikasi :
Sehingga didapat hubungan rekursif :
(π + 1)(π + 2) Nilai π = 0,1,2, β¦. Jika π 0 = 1 dan π 1 = 0 solusi pertama didapat :
Serta jika π 0 = 0 fsn π 1 = 1 solusi kedua didapat :
Persamaan tersebut konvergen unutuk |π₯| < 1 sehingga radius konvergensinya bersatu. Karena kedua persamaan tersebut bebas secara linear satu sama lain, solusi umum dari persamaan (π. π) diperoleh :
Dalam banyak aplikasi fisis, parameter π pada persamaan Legendre adalah bilangan bulat π = 0,1,2, β¦. Berdampak pada hubungan rekursif :
Membuat deretnya terhenti dan didapatkan solusi polynomial dengan orde π. Secara terpisah, saat π genap, π¦ 1 (π₯) tereduksi menjadi sebuah polynomial sementara saat π ganjil, π¦ 2 (π₯) yang menjadi
polynomial. Solusi ini disebut polynomial Legendre berorde π. Beberapa polynomial Legendre awal :
Gambar 2.1 Empat polynomial Legendre awal
2.1.1 Sifat-sifat Polynomial Legendre
Formula Rodrigues merupakan suatu bentuk umum untuk mendefinisikan suatu polynomial. Untuk polynomial Legendre, formula Rodrigues nya adalah :
Hal ini dapat dibuktikan dengan memisalkan
π’ = (π₯ πβ1 β 1) , sehingga β² 2 π’ = 2ππ₯(π₯ β 1) dan
Dengan diferensiasi π + 1 kali menggunakan teorema Leibnitz, dapat dilihat hubungan :
π+1 + (π + 1)π’ [(π₯ π ] β 2π[π₯π’ ]=0 Atau tereduksi menjadi :
Mengganti tanda dari persamaan tersebut, didapatkan bentuk yang identic dengan persamaan Legendre (π. π) dengan π’ π sebagai variabel terikat. Agar dapat sesuai dengan formula Rodrigues,
kita dapat mengambil bentuk :
Dimana konstanta π π bergatung pada π. Nilai π didapatkan dengan memperhatikan bahwa bagian dimana turunan ke
π dari (π₯ 2 β 1) tidak memiliki sebuah faktor π₯ β 1, sehingga tidak hilang pada
π (1) = 1 sehingga π π =2 π! yang melengkapi formula Rodrigues.
π₯ = 1, adalah (2π₯) π π! (π₯ β 1) π₯ = 1, π
2 0 . Mengambil
Persamaan Legendre merupakan bentuk Sturm-Lioville dengan π=1βπ₯ 2 , π = 0, π = π(π + 1), dan π = 1, dan interval alaminya adalah [β1,1]. Karena polynomial Legendre π π (π₯) teratur
pada titik akhir π₯ = Β±1, persamaan tersebut orthogonal satu sama lain pada interval tersebut, sehingga :
Hal ini dapat dibuktikan dengan menuliskan persamaan diferensial Legendre dengan solusi π π (π₯) dalam bentuk modifikasi :
Kalikan dengan π π (π₯) lalu integralkan dari = β1 sampai π₯ = 1 :
Integralkan secara parsial bagian pertama :
Membalik aturan untuk π dan π dan mengurangkan, dapat kita simpulkan :
Karena π β π, maka terbukti bahwa syarat orthogonalitas pertama terpenuhi. Untuk syarat kedua orthogonalitas, dapat dibuktikan dengan menggunakan formula Rodrigues
untuk persamaan Legendre saat =π:
Integrasikan secara parsial dengan smua syarat batas habis mereduksi menjadi persamaan :
Integrasikan bagian integral secara parsial :
Dimana
2 πΎ π π = β« (π₯ β1 β 1) ππ₯, sehingga didapat relasi (2π + 1)πΎ π = 2π πΎ πβ1 yang menghasilkan nilai :
Sehingga, persamaan orthogonalitas saat π = π didapatkan :
2 (π!) (2π + 1)! = 2 (π!) (2π + 1)2π(2π β 1)! = (2π + 1) Sifat lain dari polynomial Legendre adalah fungsi pembangkit. Fungsi pembangkit merupakan alat
yang sangat berguna dalam memanipulasi urutan dari fungsi atau kuantitas dari suatu variabel bilangan bulat. Kegunaan mendasarnya diimplementasikan pada teori probabilitas.
Secara umum, fungsi pembangkit dari suatu fungsi π π (π₯) untuk π = 0,1,2, β¦ adalah sebuah fungsi πΊ(π₯, β) dimana π₯ suatu variabel bebas dengan β variabel dummy sehingga :
Untuk penerapan di polynomial Legendre, fungsi pembangkitnya :
Dengan melakukan diferensial terhadap π₯, didapatkan :
serta melakukan diferensial terhadap β: (π₯ β β)(1 β 2π₯β + β 2 ) β3/2
(π. π) Persamaan (π. π) dapat ditulis :
Sementara mengkombinasikan persamaan (π. π) dan (π. π) :
menyamakan koefisien dari π β didapatkan hubungan rekursif kedua :
Adapun dengan mengkombinasikan (π. ππ) dengan (π. ππ) lalu mengganti π dengan π β 1 dan menambahkan dengan , kita dapatkan hubungan rekursif ketiga :
2.1.2 Fungsi Legendre Asosiasi
Persamaan umumn dari fungsi Legendre asosiasi adalah :
] π¦ = 0 (π. ππ) Dengan tiga titik singular pada π₯ = β1,1, β dan tereduksi menjadi persamaan Legendre normal
saat π = 0. Setiap solusi dari persamaan tersebut dikenal dengan fungsi Legendre asosiasi. Solusi dari ekspansi deret
π π₯ , dapat diturunkan sesuai dengan persamaan Legendre normal. Hasil dari langkah tersebut menghasilkan solusi umum yakni fungsi Legendre Asosiasi :
atau lebih sering dituliskan sebagai :
Sama halnya dengan persamaan Legendre, persamaan Legendre asosiasi juga memiliki sifat orthogonalitas, bentuknya :
Hasil ini didapat dengan menggunakan formula Rodrigues pada persamaan (π. π) dan persamaan fungsi Legendre asosiasi (π. ππ).
Sifat lain dari persamaan Legende asosiasi adalah fungsi pembangkit yang memenuhi :
yang diperoleh dari penurunan sebanyak π kali dari dari fungsi pembangkit persamaan polynomial Legendre (π. π).
Hal terakhir dari sifat persamaan Legendre asosiasi yang perlu diketahui adalah hubungan rekursif. Beberapa diantaranya :
(π. ππ) yang berlaku untuk π positif maupun negatif.
2.2 Persamaan Diferensial Bessel
Persamaan Bessel memiliki bentuk umum :
Memiliki singularitas dititik π₯ = 0, β. Parameter π£ sebuah konstanta yang β₯ 0. Digunakan pada persamaan fisis mirip dengan persamaan Legendre, namun untuk kordinat silinder. Persamaan tersebut dapat disederhanakan :
π=0 π π π₯ yang disubstitusi pada persamaan (π. ππ) dan dikalikan dengan 2βπ π₯ didapatkan :
yang disederhanakan :
Perhatikan koefisien dari 0 π₯ , didapatkan hubungan :
sehingga π = Β±π£. Untuk koefisien dari pangkat lebih tinggi :
dengan substitusi π = Β±π£, didapatkan hubungan rekursif :
Persamaan (π. ππ) memberikan dampak π 1 = 0.
Sekarang solusi umum dari persamaan Bessel terdapat dua syarat : saat π£ sebuah bilangan bulat dan saat bukan bilangan bulat.
2.2.1 Fungsi Bessel untuk π Bukan Bilangan Bulat Saat π£ bukan bilangan bulat, π 1 = π£ dan π 2 = βπ£ tidak akan berubah oleh sebuah bilangan bulat
sehingga didapatkan dua solusi independen dalam bentuk deret Frobenius. Kondisi khusus saat π£ = π/2 untutk π = 1,3,5, β¦, dan π 1 βπ 2 = 2π£ = π adalah bilangan bulat ganjil positif.
Hubungan rekursif (π. ππ) dan (π. ππ) menjadi :
π(π Β± 2π£) untuk π = 2,4,6, β¦ , = 0 untuk π = 1,3,5, β¦,
Mengambil nilai π 0 = 1 pada setiap kasus, didapatkan dua solusi :
dengan bantuang fungsi gamma, dapat dituliskan :
Ξ(1 Β± v)
yang merupakan generalisasi dari fungsi faktorial. Pemaparan tersebut mengantarkan pada dua solusi persamaan Bessel yang biasa dilambangkan
serta solusi keduanya
Fungsi π½ π£ (π₯) dan π½ βπ£ (π₯) disebut juga solusi fungsi Bessel jenis pertama. Sehingga untuk π£ bukan bilangan bulat, persamaan diferensial Bessel mempunyai solusi umum :
2.2.2 Fungsi Bessel untuk π Bilangan Bulat Saat π£ berupa bilangan bulat, solusi Bessel tipe pertama tidak memenuhi syarat tersebut. Saat
mengganti π£ dengan βπ£, didapat hubungan :
Sehingga keduanya bergantung secara linear. Hal ini membuat kedua fungsi π½ π£ (π₯) dan π½ βπ£ (π₯) solusi umum pada jenis pertama tidak sesuai, sehingga didefinisikan fungsi :
yang disebut fungsi Bessel jenis kedua dengan orde π£ atau biasa dikenal dengan fungsi Neumann. Kombinasi linear dari fungsi Bessel dari jenis pertama dan jenis kedua berkesesuaian dengan :
keduanya disebut sebagai fungsi Hankel tiper pertama dan tipe kedua.
2.2.3 Sifat-sifat Fungsi Bessel π± π (π) Karena tidak memiliki batas tertentu, fungsi Bessel dapat dimislkan berada pada batas [π, π] untuk
menyelidiki sifat ortogonalitasnya. Bentuk umum dari sifat ortogonalitas fungsi Bessel :
π ;πΌ=π½ Untuk menentukan kondisi batas dari hasil pertama, saat πΌ β π½, didefinisikan fungsi π(π₯) =
π½ π£ (πΌπ₯) dan π(π₯) = π½ π£ (π½π₯) yang harus memenuhi kondisi :
Selain itu, juga terdapat hubungan rekursif :
Ekspansi turunan pada ruas kiri persamaan
(π. ππ) dan bagi dengan π₯ π£β1 :
Serta dengan ekspansi turunan pada ruas kiri persamaan (π. ππ) dan kalikan dengan π₯ π£+1 :
Tambahkan (π. ππ) dengan (π. ππ) didapatkan :
Serta dengan mengurangkan (π. ππ) dengan (π. ππ) didapatkan :
Sifat lain dari funsi Bessel jenis pertama adalah fungsi pembagkit yang memenuhi persamaan :
Dengan menggunakan fungsi pembangkit tersebut, fungsi Bessel dapat dijabarkan dalam bentuk integral :
1 π π½ π (π₯) = β« cos(ππ β π₯ sin π) ππ (π. ππ)
2.3 Persamaan Diferensial Hermite
Persamaan Hermite memiliki bentuk umum :
dengan singularitas di titik π₯ = β. Parameter π£ adalah bilangan real, meski lebih sering berupa bilangan bulat pada pengaplikasian. Persamaan Hermite muncul dalam mendeskripsikan fungsi gelombang dari osilasi harmonik. Setiap solusi dari persamaan ini disebut fungsi Hermite.
Karena π₯ = 0 adalah titik biasa dari persamaan, kita bias mencari dua solusi independen dalam bentuk deret pangkat :
yang menghasilkan hubungan rekursif :
Jika dipilih π£ = π dimana π adalaha bilanga bulat positif, dapat dilihat π π+2 =π π+4 = β― = 0, sehingga satu solusi dari persamaan Hermite adalah polynomial dengan orde π. Untuk π genap,
2 (π β 1)] !. Pilihan ini memungkinkan solusi umum ditulis sebagai :
dipilih π 0 = (β1) 2 π!/ (π/2)!, sementara untuk π ganjil digunakan π 1 = (β1) 2 2π!/ [
Atau disederhanakan :
dimana π» π (π₯) disebut polynomial Hermite dan notasi π/2 menotasikan bagian bilangan bulat dari
π/2 . Dapat pula dilihat hubungan π» π π (βπ₯) = (β1) π» π (π₯). Beberapa nilai pertama dari polynomial Hermite :
Gambar 2.2 Skema beberapa nilai pertama polynomial Hermite
2.3.1 Sifat-sifat Polynomial Hermite
Sifat pertama adalah formula Rodrigues dari polynomial Hermite :
Didapatkan dengan menggunakan teorema Leibniz. Karena polynomial Hermite π» π (π₯) merupakan solusi dari persamaan Hermite dan memiliki
βπ₯ interval alami 2 [ββ, β], keduanya harus orthogonal berdasarkan pada fungsi pemberat π = π :
yang dapat dibuktikan dengan menggunakan formula Rodrigues. Hal lain dari polynomial Hermite yang penting diketahui adalah fungsi pembangkit yang sesuai
dengan persamaan :
dimana dapat diturunkan dua hubungan rekursif yang paling sering digunakan :
2.4 Persmaan Diferensial Laguerre
2.4.1 Persamaan Umum dan Solusi Umu
Persamaan Laguerre memiliki bentuk umum :
yang memiliki sigularitas regular pada π₯ = 0 dan titik singularitas esensinya pada π₯ = β. Parameter π£ merupakan bilangan real, meski pada penggunaannya dalam aplikasi fisika hampir selalu menggunakan bilangan genap. Persamaan Laguerre ini muncul dalam mendeskripsikan fungsi gelombang atom hidrogen. Setiap solusi dari persamaan Laguerre disebut fungsi Laguerre.
Karena π₯ = 0 merupakan titik singular regular persamaan tersebut, kita dapat mencari solusi dalam bentuk deret Frobenius :
Substitusi ke persamaan
(π. ππ) dan membagi dengan π₯ πβ1 , kita dapatkan :
π = 0 dan membuat koefisien π₯ π+1 lenyap, didapatkan hubungan rekursif :
Ingat bahwa π£ merupakan bilangan bulat dalam aplikasi fisis. Sehingga, jika π£ = π, dimana π adalah bilangan bulat positif, didapatkan π π+1 =π π+2 = β― = 0, dan solusi dari persamaan
Laguerre adalah sebuah polynomial orde π. Secara koncensional, dengan memilih π 0 =1 didapatkan solusi : Laguerre adalah sebuah polynomial orde π. Secara koncensional, dengan memilih π 0 =1 didapatkan solusi :
Gambar 2.3 Skema beberapa nilai awal polynomial Laguerre
2.4.2 Sifat-sifat Polynomial Laguerre
Sifat pertama adalah formula Rodrigues polynomial Laguerre :
yang dapat diturunkan dari persamaan Leibniz. Sifat selanjutnya adalah ortogonalitas dari polynomial Laguerre. Karena polynomial Laguerre
adalah solusi dari suatu persamaan dengan regular pada titik akhirnya, polynomial tersebut haruslah ortogonal sepanjang interval tersebut dengan memperhitungkan fungsi pemberat
memenuhi persamaan :
Dari fungsi pembangkit tersebut, dengan menurunkan terhadap π₯ dan β, kita dapat memperoleh hubunganrekursif berkaitan dengan polynomial Laguerre. Bebeapa bentuk rekursif dari polynomial Laguerre adalah sebagai berikut :
π (π₯) = ππΏ π₯πΏ π (π₯) β ππΏ πβ1 (π₯) (π. ππ) Hubungan pertama dan kedua didapatkan dari fungsi pembangkit sementara hubungan ketiga
merupakan kombinasi dari hubungan pertama dan kedua.
2.4.3 Fungsi Laguerre Asosiasi
Persamaan Laguerre asosiasi memiliki bentuk umum :
Titik singularitas regulat di π₯ = 0 dan titik singularitas esensi π₯ = β. Nilai π dan π dalam aplikasi fisis adalah bilangan bulat positif. Digunakan pada aplikasi mekanika kuantum. Setiap solusi dari persamaan ini disebut fungsi Laguerre asosiasi.
Solusi untuk π dan π positif diberikan oleh polynomial Laguerre asosiasi :
Pembuktian ini dapat dilakukan dengan melakukan substitusi πΏ π (π₯) pada persamaan Laguerre non asosiasi :
Turunkan π kali dengan teorema Leibniz lalu mengurutkannya kita dapatkan :
Kalikan dengan
π dan dengan π
yang memperlihatkan bahwa π πΏ π adalah solusi dari persamaan (π. ππ). Beberapa nilai awal dari polynomial Laguerre asosiasi adalah :
2 (π₯) = π₯ β 2(π + 2)π₯ + (π + 1)(π + 2) Secara umum, polynomial Laguerre asosiasi biasa memiliki bentuk :
2.4.4 Sifat-sifat Polynomial Laguerre Asosiasi
Formula Rodrigues dari polynomial Laguerre asosiasi diberikan oleh :
yang didapatkan dari turunan ke π dengan teorema Leibniz. Dengan fungsi pemberat
π π=π₯ βπ₯ π , sifat ortogonalitas polynomial Laguerre asosiasi dapat dituliskan :
yang dapat dibuktikan dengan menggunakan formula Rodrigues.
Adapun fungsi pembangkit dari polynomial Laguerre asosiasi diberikan oleh persamaan :
yang didapatkan dengan menurunkan fungsi pembangkit polynomial Laguerre biasa sebanyak π kali terhadap π₯ dan menggunakan persamaan (π. ππ).
Dari persamaan fungsi pembangkit polynomial Laguerre asosisasi tersebut dapat diturunkan hubungan rekursif :
2.5 Persamaan Diferensial Chebyshev
2.5.1 Persamaan Umum dan Solusi Umum
Persamaan Chebysehev memiliki bentuk umum :
dengan titik singularitas di π₯ = β1, 1, β. Solusi dari persamaan diferensial ini disebut sebagai fungsi Chebyshev.
Solusi umumnya didapatkan melalui solusi deret
π=0 π π π₯ dimana dengan substitusi π₯= cos π persamaan Chebyshev (dengan π£ = π) menjadi :
Membentuk persamaan osilasi harmonik dengan solusi cos ππ dan sin ππ. Hal ini membuat solusi linear dari persamaan Chebyshev menjadi :
π (π₯) = cos(π cos π₯) dan π π (π₯) = sin(π cos π₯) (π. ππ)
Dengan π π (π₯) adalah polynomial sementara π π (π₯) bukan polynomial. Hal ini dapat ditunjukkan dengan mencari bentuk ekspansi dari perpaduan kedua fungsi tersebut.
Bentuk superposisi dalam bentuk kompleksnya memberikan :
π π (π₯) + ππ π (π₯) = cos ππ + π sin ππ = (cos π + π sin π) π
Dimana |π₯| β€ 1. Dengan konsep ekspansi binomial :
Bentuk superposisi kompleksnya didapatkan :
Atau dalam bentuk ekspansinya :
π π (π₯) bentuk pertama polynomial Chebyshev, dan π π (π₯) bentuk kedua polynomial Chebyshev.
adalah koefisien binomial,
Beberapa nilai awal untuk polynomial Chebyshev bentuk pertama :
Gambar 2.4 Beberapa nilai awal polynomial Chebyshev bentuk pertama
Sedang beberapa nilai awal untuk polynomial Chebyshev bentuk kedua :
Gambar 2.4 Beberapa nilai awal polynomial Chebyshev bentuk kedua
Bentuk lain didapatkan saat mensubstitusikan π₯ = cos π, maka π π (π₯) = cos ππ. Dari persamaan euler :
2 {(cos π + π sin π) + (cos π β π sin π) } 2 {(cos π + π sin π) + (cos π β π sin π) }
Dengan teorema binomial :
Hanya berlaku untuk π genap, sehingga :
Dengan memisalkan π = 2π
Sehingga solusi pertama dalam bentuk polynomial:
Dengan melakukan langkah serupa, solusi kedua dalam bentuk polynomial adalah :
2.5.2 Sifat-sifat Polynomial Chebyshev
Polynomial Cheyshev dapat dituliskan dalam bentuk formula Rodrigues :
Sementara sifat orthogonalitasnya memenuhi persamaan :
Hasil ini didapatkan dengan subtitusi π π (π₯) = cos ππ dan π π (π₯) = cos ππ pada persamaan orthogonalitas. Dengan memisalkan π₯ = cos π, ππ₯ = β sin π ππ kita dapatkan :
β« cos ππ cos ππ ππ
Dengan identitas trigonometry :
1 cos ππ cos ππ = (cos(π + π)π + cos(π β π)π)
Sehingga
1 π β« (cos(π + π)π + cos(π β π)π) ππ
Dimna saat π = π β 0 didapatkan :
2 0 2 ([ 2n sin 2ππ] 0 + π) = 2 Dan saat =π=0:
Sementara saat β π:
2 ([ π + π sin (π + π)π] π0 + [ π β π sin (π β π)π] π0) = 0 Sifat lain yang penting diketahui adalah fungsi pembangkit polynomial Chebyshev. Bentuk
umunya adalah :
yang dapat diturunkan untuk mendapatkan bentuk lain persamaan polynomial :
Sementara hubungan rekursif dapat diporeleh dari :
π π (π₯) = π π (cos π) = cos ππ sin(π + 1) π
π π (π₯) = π π (cos π) =
sin π
3. PERSAMAAN DIFERENSIAL PARSIAL
Persamaan diferensial parsial merupakan persamaan yang menghubungkan fungsi tidak diketahui (variabel bergantung) dari dua atau lebih variabel terhadap turunan parsial dengan mengacu pada variabel tersebut. Variabel tidak bergantung yang paling sering dijumpai adalah posisi dan waktu.
3.1 Persamaan Diferensial Parsial Secara Umum Kebanyakan PDP pada gejala fisis merupakan orde kedua dan linear. Untuk mendapat kesan
terhadap bentuk umumnya, berikut diperkenalkan beberapa bentuk PDP dalam sistem fisis. Persamaan gelombang,
Mendeskripsikan fungsi posisi dan waktu perpindahan dari titik kesetimbangan π’(π«, π‘), dari tali atau membran bergetar, gas atau cairan. Persamaannya juga muncul pada elektromagnetik, dimana
π’ dapat merupaan medan listrik atau medan magnet dalam gelombang elektromagnetik atau arus maupun tegangan sepanjang garis transmisi. Nilai π merupakan kecepatan rambat gelombang.
Persamaan difusi,
Mendeskripsikan temperature π’ pada suatu wilayah tanpa mengandung sumber panas. Persamaan ini juga berlaku untuk difsui kimia dengan konsentrasi π’(π«, π‘). Konstanta π disebut difusifitas. Persamaannya jeas terlihat terdiri dari tiga variabel spasial berorde dua dan satu variabel waktu berorde satu.
Persamaan Laplace,
Didapatkan dengan pada kondisi ππ’/ππ‘ = 0 pada persamaan difusi, dan mendeskripsikan, misalnya, distribusi temperature steady-state pada sebuah padatan dimana tidak ada sumber panas. Persamaan Laplace juga dapat digunakan dalam mendeskripsikan potensial gravitasi pada wilayah tidak ada benda atau potensial listrik pada wilayah tidak adanya muatan. Lebih jauh, aplikasinya dapat diterapkan pada fluida tidak tertekan dengan tidak ada sumber.
Persamaan Poisson,
0 , dengan π 0 permitivitas ruang hampa.
π adalah rapat muatan listrik, maka β 2 π’ = βπ(π«)/π
Persamaan Schrodinger,
Mendeskripsikan fungsi mekanika kuantum π’(π«, π‘) dari partikel non-relaivistik bermassa π, β adalah konstanta Planck dibagi 2π. Seperti persamaan difusi, bentuknya juga berorde dua dalam tiga variabel spasial dan berorde satu dalam waktu.
3.2 Separasi Variabel
Misalkan kita mencari solusi π’(π₯, π¦, π§, π‘) untuk persamaan diferensial parsial dalam kordinat Kartesian. Bentuk awalnya dapat dimisalkan dalam bentuk
Solusi dengan bentuk seperti ini dikatakan terpisah dengan variabel π₯, π¦, π§ dan π‘, dan mencari solusinya disebot motode separasi variabel.
Untuk persamaan diferensial parsial secara umum, kelihatannya sulit mendapatkan solusi terpisah. Namun untuk beberapa persamaan umum dan persamaan fisis, memiliki solusi dengan bentuk ini. Untuk menjabarkan lebih jauh, dapat ditinjau persamaan gelombang dalam tiga dimensi
yang dalam kordinat Kartesian
dengan substitusi persamaan (3.6) didapatkan
dan lebih mudah dilihat dengan notasi
Melakukan pembahian persamaan tersebut dengan π’ = ππππ, maka didapatkan bentuk
Bentuk ini merupakan dasar dari metoda separasi variabel. Bagian pertama hanya bergantung pada π₯, bagian kedua pada π¦, bagian ketiga pada π§, serta bagian sisi kanan persamaan hanya bergantung pada π‘. Persamaan (3.7) dapat dipenuhi untuk semua π₯, π¦, π§ dan π‘ jika setiap bagian tidak bergantung terhadap variabel bebas namun haruslah sebuah konstanta.
Untuk mengilustrasikan pemisalan, dipilih
2 2 βπ 2 , βπ , βπ untuk tiga konstanta pertama. Konstanta yang berhubungan dengan sisi sebelah kanan persamaan haruslah memenuhi
2 2 β(π 2 +π +π ). Penjabaran ini kemudian membuat persamaan (3.7) dapat dituliskan dalam empat persamaan diferensial biasa
Penyederhanaan ini merupakan alat untuk mengasumsikan sebuah solusi terpisah, PDP memiliki turunan terhadap empat variabel bebas dalam satu persamaan, telah direduksi menjadi empat PDB terpisah. Persamaannya dihubungkan dengan empat parameter konstan yang memenuhi ungkapan aljabar. Konstanta ini disebut juga konstanta separasi.
Solusi umum dari persamaan (3.8) kemudian dapat langsung dideduksi
dengan π΄, π΅, β¦ , π» adalah konstanta, diperoleh dengan menggunakan syarat batas dari suatu solusi. Bentuk alternatif solusinya dapat pula dituliskan
π(π₯) = π΄ β² cos ππ₯ + π΅ sin ππ₯
π(π¦) = πΆ β² cos ππ¦ + π· sin ππ¦ (π. ππ) π(π§) = πΈ β² cos ππ§ + πΉ β² sin ππ§
π(π‘) = πΊ β² cos(πππ‘) + π» sin(πππ‘)
dimana β² β² π΄ ,π΅ , β¦ , π»β² merupakan konstanta lain. Pemilihan bentuk dalam merepresentasikan solusi bergantung pada permasalahannya.
Sebagai gambaran, dengan memasukkan syarat batas misalnya, didapatkan solusi
hal ini memberikan solusi umum persamaan diferensial parsial (3.6) sebagai
Dalam notasi konvensional teori gelombang, π, π, π adalah komponen dari vektor gelombang π€, dimana besarnya π = 2π/π, dengan π panjang gelombang. Adapun ππ adalah frekuensi sudut π dari gelombang. Sehingga, persamaannya dapat dituliskan
Metode separasi variabel ini dapat diaplikasikan untuk banyak PDP yang muncul pada fenomena fisis.
3.2 Superposisi Solusi Terpisah Saat persamaan diferesial parsial berbentuk linear (seperti persamaan Laplace, Schrodinger, difusi
dan gelombang), solusi matematis dapat dibentuk dari prinsip superposisi untuk nilai berbeda setiap konstanta separasi. Mengambil dua variabel misalnya
merupakan solusi PDP dengan memberikan konstanta separasi variabel π 1 , maka hasil superposisi
juga merupakan solusi untuk setiap konstanta π π , dengan π π adalah nilai yang memenuhi konstanta separasi π, diberikan oleh syarat batas. Nilai dari superposisi merupakan hasil dari syarat batas, katakanlah π’(π₯, π¦) memiliki bentuk tertentu π(π₯) pada π¦ = 0, dapat ditemukan dengan memilih konstanta π π sedemikian rupa
Secara umum, hal ini akan memungkinkan fungsi π π π (π₯) membentuk kumpulan fungsi, seperti halnya fungsi sinusoidal pada deret Fourier.
Untuk menggambarkan penggunaan prinsip superposisi pada penyelesaian PDP, misalkan sebuah logam segi empat semi-takberhingga berada apada daerah 0 β€ π₯ β€ β dan 0 β€ π¦ β€ π pada bidang- π₯π¦. Temperatur pada ujung jauh dari logam dan kedua sisi lainnya adalah 0Β°C.
Gambar 3.1 Semi-takberhingga plat logam dengan setiap sisi bertemperatur tetap
Saat temperatur dari logam di π₯ = 0 juga tetap dan diberikan oleh π(π¦), distribusi temperatur keadaan tunak π’(π₯, π¦) dari logam dapat dicari dengan menggunakan persamaan difusi
Namun karena kondisinya tunak, ππ’/ππ‘ = 0, membuat persamaannya direduksi menjadi persamaan Laplace
Menggunakan asumsi π’(π₯, π¦) = π(π₯)π(π¦), solusinya dapat dipenuhi oleh persamaan
π(π₯) = π΄ β² cos ππ₯ + π΅ sin ππ₯ , π(π¦) = πΆ cos ππ¦ + π· sin ππ¦
Pada kasus ini, persamaan haruslah memenuhi syarat batas π’(π₯, 0) = 0 = π’(π₯, π) dan terlihat solusi sinusoidal pada bagian π¦ cukup sesuai. Lebih jauh, karena syarat lain π’(β, π¦) = 0 maka solusi dari bagian π₯ dapat dipilih dalam bentuk eksponensial. Solusi terpisah dari kasus ini kemudian dapat dituliskan
π’(π₯, π¦) = (π΄π βππ₯ +π΅ )(πΆ cos ππ¦ + π· sin ππ¦)
Dengan menyesuaikan dengan syarat batas π’(β, π¦) = 0 mengharuskan π΄ = 0 jika diambil π > 0. Selanjutnya, karena π’(π₯, 0) = 0 mengharuskan πΆ = 0. Dengan menyerap konstanta π· ke π΅, menyisakan
π’(π₯, π¦) = π΅π βππ₯ sin ππ¦
Namun dengan kondisi lain, π’(π₯, π) = 0, mengharuskan π = ππ/π, dengan π bilangan bulat positif. Hal ini membuat terdapat π buah solusi dari persamaan.
Menggunakan prinsip superposisi, solusi umum untuk memenuhi syarat batas dapat dituliskan
untuk suatu konstanta π΅ π . Bilangan bulat π negatif tidak disertakan karena akan membuat solusinya divergen saat π₯ β β. Syarat batas tersisa adalah π’(0, π¦) = π(π¦), dan mengharuskan konstanta π΅ π memenuhi
Bentuk ini tidak lain adalah ekspansi deret Fourier untuk bagian sinus, sehingga konstanta π΅ π dapat ditelusuri dengan
dengan π(π¦) = π’ 0 , maka
Dengan substitusi pada (3.12), didapatkan solusi akhirakhir
3.3 Separasi Variabel pada Kordinat Polar Dalam banyak sistem fisis pada dua dan tiga dimensi secara alami diekspresikan dalam bentuk
koordinat polar, dimana banyak keuntungan dapat diambil dari bentuk simetrinya. Hal tersebut menjadi alasan untuk menelaah separasi variabel pada koordinat bidang polar, silinder, dan bola.
Banyak PDP mengandung operator 2 β , seperti di persamaan gelombang, persamaan difusi, persamaan Schrodinger dan persamaan Poisson. Pada pembahasan kalkulus vektor, bentuk
operator 2 β untuk koordinat bidang polar, silinder dan bola secara berurut diberikan oleh
β = 2 2 2 2 (π. ππ) π ππ (π ππ) + π sin π ππ (sin π ππ) + π sin π ππ 2
Persamaan paling sederhana dengan 2 β adalah persamaan Laplace, β 2 π’(π) = 0 (π. ππ)
Dari penjabaran persamaan ini dapat diperoleh penjabaran untuk bentuk persamaan lain yang lebih kompleks.
3.3.1 Persamaan Laplace di Bidang Polar
Misalkan untuk mecari solusi (π. ππ) pada lingakaran π = π. Pencarian solusi akan mengarah pada variabel π dan π dengan mengakomodasi syarat batas di π = π.
Menuliskan π’(π, π) = π(π)Ξ¦(π) dan menggunakan (π. ππ) diperoleh
mengalikan dengan 1/πΞ¦ dan π 2 ,
membuat persamaannya dapat dipisah menjadi dua bentuk PDB
dengan 2 π adalah konstanta pemisah. Secara umum nilai π ini adalah suatu bilangan (bisa dalam bentuk kompleks).
Pertama, untuk π β 0, persamaan (π. ππ) memiliki bentuk umum
Sementara persamaan (π. ππ) berbentuk persamaan homogeny
yang dapat diselesaikan dengan menggunakan deret pangkat π, atau dapat juga dengan substitusi π=π π‘ untuk mendapatkan
Substitusi ulang (π. ππ) dari persamaan azimuthal (π. ππ), dapat dilihat bahwa jika π½, dan kemudian π’, memilliki nilai tunggal dan tidaklah berubah ketika π meningkat 2π maka π haruslah bilangan bulat. Secara matematis, nilai lain dari π memungkinkan, namun ini tidaklah mendeskripsikan situasi fisis yang ril. Dari hasil ini, diperoleh solusidari persamaan Laplace dua dimensi
π’(π, π) = (π΄ cos ππ + π΅ sin ππ)(πΆπ βπ + π·π )
dengan π΄, π΅, πΆ, π· adalah suatu konstanta dan π adalah bilangan bulat. Ketika π = 0 solusi (π. ππ) dan (π. ππ) adalah
Ξ¦(π) = π΄π + π΅ π(π) = πΆ ln π + π·
Namun, agar π’ = πΞ¦ bernilai tunggal, kita perlukan π΄ = 0, sehingga solusi untuk π = 0 adalah
π’(π, π) = πΆ ln π + π· .
Melakukan superposisi terhadap solusi untuk nilai π berbeda-beda, solusi umum persamaan Laplace pada bidang polar adalah
0 ln π + π· 0 ) + β(π΄ π cos ππ + π΅ π sin ππ)(πΆ π π +π· π π ) (π. ππ)
untuk π bentuknya bilangan bulat. Nilai π negatif telah lingkupi oleh nilai π positif. Karena ln π singular di π = 0, saat menyelesaikan persamaan Laplace pada daerah dengan titik awal, πΆ 0 haruslah nol.
3.3.2 Persamaan Laplace pada Silinder
Dalam koordinat silinder, persamaan Laplace secara umum berbentuk
Seperti sebelumnya, solusinya dapat dimisalkan
dimana saat disubstitusi ke (π. ππ) dan melakukan pembagian terhadap π’ = πΞ¦π memberikan
Bagian terakhir hanya bergantung terhadap π§, sementara bagian pertama dan kedua secara berurut
bergantung pada π dan π. Mengambil konstanta separasi π 2 , diperoleh
Persamaan pertama memiliki solusi
π(π§) = πΈπ βππ§ + πΉπ ππ§ . Mengalikan persamaan kedua dengan 2 π , diperoleh π 2 π ππ 1 π Ξ¦
dengan bagian keduanya hanya bergantung pada Ξ¦ sementara bagian lain bergantung pada π.
Mengambil konsanta separasi 2 π , didapatkan
Persamaan pada sudut azimuth π memiliki solusi yang tidak asing lagi
Ξ¦(π) = πΆ cos ππ + π· sin ππ
Sama halnya pada dua dimensi, sifat nilai tunggal dari π’ membuat π haruslah suatu bilangan bulat. Namun saat π = 0, solusinya memberikan
Bentuk ini sesuai untuk sebuah solusi dengan simetri aksial (πΆ = 0) atau sebuah nilai banyak, seperti potensial skalar magnet diasosiasikan dengan arus πΌ.
Terakhir, persamaan dengan π, (π. ππ), bisa ditransformasikan ke dalam persamaan Bessel berorde π dengan menuliskan π = ππ. Hal ini memberikan solusi
Dari pembahasan persamaan Bessel, π π (ππ) singular pada π = 0, sehingga saat mencari solusi persamaan Laplace pada koordinat silinder dalam suatu daerah dengan π = 0, nila π΅ = 0.
Solusi separasi variabel keseluruhan untuk persamaan Laplace 2 β π’ = 0 pada silinder dapat dituliskan
π’(π, π, π§) = [π΄π½ ππ§ π (ππ) + π΅π½ π (ππ)][πΆ cos ππ + π· sin ππ][πΈπ + πΉπ ]. (π. ππ) Prinsip superposisi dapat diterapkan untuk membangun solusi lebih umum dengan
menambahkannya bersama dengan solusi (π. ππ) untuk nilai memungkinkan dari konstanta separasi π dan π.
3.3.3 Persamaan Laplace pada Bola
Dalam koordinat bola, persamaan Laplace, 2 β = 0, memiliki bentuk
2 2 2 2 2 = 0 (π. ππ) π ππ (π ππ) + π sin π ππ (sin π ππ) + π sin π ππ
yang merupakan persamaan dengan aplikasi luas dalam fisika. Sulusinya dimisalkan
Substitusi ke persamaan (π. ππ) dan dibagi dengan π’ = π ΞΞ¦, kemudian mengalikannya dengan π 2 , diperoleh
2 ππ (sin π = 0 . (π. ππ) ππ) + Ξ¦ sin 2 π ππ Bagian pertama bergantung hanya pada π, sementara bagian kedua dan ketiga, secara berurutan,
π ππ (π ππ) + Ξ sin π
bergantung pada π dan π. Sehingga persamaan (π. ππ) akan ekuivalen dengan dua persamaan
1 2 π πΞ 1 π Ξ¦ Ξ sin π ππ (sin π ππ) + Ξ¦ sin 2 π ππ 2
= βπ . (π. ππ) Persamaan (π. ππ) merupakan persamaan homogen,
yang dapat direduksi dengan substitusi π=π π‘ (menuliskan π (π‘) = π(π‘)) menghasilkan π 2 π ππ
Persamaan ini memberikan persamaan
serta solusi untuk persamaan radial
dengan π 1 +π 2 = β1 dan π 1 π 2 = βπ. Dapat pula diambil π 1 dan π 2 sebagai π dan β(π + 1), memberikan π bentuk π(π + 1).
Sampai disini, telah diperoleh informasi dari solusi faktor pertama dari keseluruhan solusi, dimana bentuknya
dengan Ξ dan Ξ¦ harus sesuai dengan (π. ππ) dengan π = π(π + 1), sehingga
2 2 = βπ(π + 1) . Ξ sin π ππ (sin π ππ) + Ξ¦ sin π ππ
Kalikan dengan sin 2 π serta melakukan pengurutan ulang diperoleh sin π 2 π πΞ
Mengambil konstanta pemisah 2 π , persamaan dalam sudut azimut π memiliki solusi yang sama untuk solusi dalam bentuk silinder, yaitu
Ξ¦(π) = πΆ cos ππ + π· sin ππ .
Ketunggalan nilai dari π’ membuat nilai π haruslah bilangan bulat. Untuk π = 0, didapatkan Ξ¦(π) = πΆπ + π·.
Sekarang tersisa persamaan dengan variabel Ξ(π), dimana
Perubahan variabel bebas dari π menjadi π = cos π, sin π = (1 β π 2 ) 1/2 membuat persamaan ini tereduksi ke bentuk khusus. Memberikan
2 π π = cos π ,
ππ = β sin π , ππ = β ππ , persamaan untuk π(π) β‘ Ξ(π) dapat dituliskan
Persamaan khusus ini disebut persamaan Legendre asosiasi. Saat π = 0, persamaan ini tereduksi menjadi persamaan Legendre dan memiliki solusi
Solusinya diberikan oleh fungsi Legendre asosiasi π
π (π) dan π π (π), dimana
demikian juga untuk π π π . Dari hasil ini kemudian diperoleh
dengan π haruslah bilangan bulat, 0 β€ |π| β€ π. Perlu dicatat, jika solusi untuk persamaan Laplace terbatas saat π = cos π = Β±1 (misalnya pada sumbu polar dimana π = 0, π), mengharuskan konstanta
πΉ = 0 pada (π. ππ) dan (π. ππ) karena π π
π divergen pada Β±1.
Dari penjabaran tersebut, solusi dari setiap tiga PDB yang terdiri dari π , Ξ dan Ξ¦ telah didapatkan. Solusi total dari persamaan Laplace dengan separasi variabel pada koordinat bola kemudian memiliki bentuk
π’(π, π, π) = (π΄π π + π΅π )(πΆ cos ππ + π·π)[πΈπ π (cos π) + πΉπ π (cos π)], (π. ππ) ketiga faktor di dalam kurung dihubungkan hanya dengan parameter π dan π, 0 β€ |π| β€ π. Sama
seperti sebelumnya, solusi lebih umum dapat dilakukan dengan melakukan superposisi solusi ini untuk nilai yang memenuhi konstanta separas π dan π.
4. FUNGSI KOMPLEKS
4.1 Fungsi Variabel Kompleks
Suatu fungsi π(π§) dikatakan fungsi variabel kompleks π§ jika setiap nilai π§ pada suatu daerah tertentu di π (pada diagram Argand) memiliki satu atau lebih nilai π(π§). Fungsi π(π§) dapat berupa fungsi yang terdiri dari bagian ril dan bagian imajiner, dimana secara umum merupakan fungsi π₯ dan π¦.
Fungsi π(π§) dengan nilai tunggal pada domain π dapat didiferensialkan pada titik π§ saat turunannya
ada dan unik. Hal ini berarti nilainya tidak bergantung pada arah di diagram Argand dimana Ξπ§ menuju nol.
Perhatikan fungsi π(π§) = π₯ 2 βπ¦ 2 + π2π₯π¦ = (π₯ + ππ¦) 2 =π§ 2 . Dengan mencoba persamaan (π. π),
terlihat bahwa π(π§) = π§ 2 terdiferensiasi untuk semua π§ berhingga. Sebuah fungsi dengan nilai tunggal dan dapat didiferensialkan pada semua titik di domain π
dikatakan analitik di π . Suatu fungsi juga dapat memiliki satu atau lebih titik yang tidak analitik meski titik lain pada domain π analitik. Titik yang tidak analitik ini disebut juga singularitas dari π(π§).
4.2 Hubungan Cauchy-Rieman Jika suatu limit
terdefinisi dan unik, dapat didiferensialkan, maka setiap dua cara spesifik untuk Ξπ§ β 0 haruslah menghasilkan limit yang sama. Secara khusus, bergerak paralel terhadap sumbu ril dan bergerak paralel terhadap sumbu imajiner haruslah menghasilkan hal tersebut.
Saat memisalkan π(π§) = π’(π₯, π¦) + ππ£(π₯, π¦) dan Ξπ§ = Ξπ₯ + πΞπ¦, maka
dan dengan menerapkan limit pada persamaan (π. π), π’(π₯ + Ξπ₯, π¦ + Ξπ¦) + ππ£(π₯ + Ξπ₯, π¦ + Ξπ¦) β π’(π₯, π¦) β ππ£(π₯, π¦)
Jika Ξπ§ hanya terdiri dari bagian ril, maka Ξπ¦ = 0, didapatkan
dan jika Ξπ§ hanya terdiri dari bagian imajiner, maka Ξπ₯ = 0, didapatkan
Agar π dapat didiferensialkan pada titik π§, persamaan (π. π) dan (π. π) harus identik, maka
Kedua kesamaan ini dikenal dengan hubungan Cauchy-Riemann. Hubungan ini dapat digunakan dala menentukan keanalitikan suatu fungsi. Dari persamaan di atas
Terlihat bahwa jika suatu fungsi π(π§) analitik, maka fungsi tersebut haruslah memenuhi hubungan Cauchy-Riemann.
Hasil penting lain dari hubungan Cauchy-Riemann adalah saat mendiferensialkan hubungan ini dengan suatu variabel bebas.
dimana π’ dan π£ secara terpusah adalah solusi dai persamaan Laplace pada dua dimensi
2 + 2 = 0 dan
Sebelum lebih jauh, untuk suatu titik dimana π(π§) tidak analitik pada diagram Argand, titik tersebut disebut sebagai titik singular fungsi kompleks π(π§). Saat π(π§) analitik disemua rentang
domain namun terdapat titik singular hanya di π§=π§ 0 , maka π§ 0 disebut titik singular terisolasi.
4.3 Integral Kompleks
Proses integrasi untuk bilangan ril sudah biasa dilakukan. Berkenaan dengan diperkenalkannya bilangan kompleks, tentu tinjauan integral bilangan kompleks menjadi perlu untuk
diperbincangkan. Karena bidang- π§ terdiri dari dua dimensi, terdapat kebebasan lebih tinggi serta ambiguitas dengan integral bilangan kompleks. Jika fungsi π(π§) bernilai tunggal dan kontinu pada suatu daerah π di bidang kompleks, maka dapat didefinisikan integral kompleks dari π(π§) antara dua titik π΄ dan π΅ sepanjang suatu kurva di π ; nilainya akan bergantung pada lintasan yang diambil antara π΄ dan π΅. Namun untuk suatu lintasan, terdapat perbedaan tetapi memikul hubungan nilai integral satu dengan yang lain tidak bergantung pada lintasan mana yang dipilih.
Misalkan lintasan πΆ dideskripsikan oleh parameter ril kontinu π‘ (πΌ β€ π‘ < π½) yang memberi posisi πΆ sebelumnya dengan persamaan
dengan π‘ = πΌ dan π‘ = π½ bergantung pada titik π΄ dan π΅. Maka integral sepanjang lintasan πΆ dari fungsi kontinu π(π§) dituliskan
dan secara eksplisit sebagai penjumlahan dari integral ril
Gambar 4.1 Integral dari π΄ dan π΅ pada diagram bilangan kompleks
Sebagai penerapan, integral dari π(π§) = π§ β1 sepanjang lingkaran |π§| = π , berawal dan berakhir di π , dengan lintasan πΆ 1 memiliki parameter
π§(π‘) = π cos π‘ + ππ sin π‘ , 0 β€ π‘ β€ 2π
sehingga π(π§) memiliki persamaan
yang dapat diperoleh bagian ril dan imajinernya sebagai
π cos π‘
π sin π‘
π₯ 2 +π¦ 2 π 2 Menggunakan persamaan (π. π) maka
= 0 β 0 + ππ + ππ = 2ππ Hal yang penting dari hasil ini adalah nilainya tidak bergantung terhadap π .
4.4 Teorema Cauchy
Untuk π(π§) sebuah fungsi analitik dan π β² (π§) kontinu pada setiap titik dalam suatu kontur tertutup πΆ, maka teorema Cauchy menyatakan
Hal ini dapat dibuktikan dengan menggunakan teorema Green yang tidak lain adalah bentuk dua dimensi dari teorema divergen. Teoremanya mengatakan, jika π dan π adalah dua fungsi dengan diferensial pertama kontinu dalam suatu kontur tertutup πΆ pada bidang-π₯π¦, maka
Sehingga, untuk π(π§) = π’ + ππ£ dan ππ§ = ππ₯ + πππ¦,
memberikan
Karena π(π§) analitik, maka hubungan Cauchy-Riemann terpenuhi, berlaku persamaan (π. π) sehingga πΌ = 0. Teorema Cauchy terbukti.
Aplikasi penting teorema Cauchy adalah membuktikan bahwa pada kasus tertentu, kontur tertutup πΆ dapat dideformasi menjadi kontur tertutup lain πΎ sedemikian rupa, sehingga integral dari fungsi
π(π§) di sekitar setiap kontur memiliki nilai yang sama.
Perhatikan dua kontur tertutup πΆ dan πΎ pada gambar 3.9 dengan kontur πΎ berada seluruhnya pada kontur πΆ. Dua garis paralel πΆ 1 dan πΆ 2 menghubungkan πΎ dan πΆ. Terbentuk kontur baru, katakanlah
Ξ, terdiri dari πΆ, πΆ 1 , πΎ dan πΆ 2 .
Gambar 4.2 Dua kontur, πΆ dan πΎ berada pada bidang Argand
Dalam luasan yang dilingkupi Ξ, fungsi π(π§) analitik, sehingga berlaku teorema Cauchy, β« π(π§)
ππ§ = 0 . Sekarang, bagian πΆ 1 dan πΆ 2 melingkar pada arah berlawanan, dan batas dimana keduanya saling berdekatan, kontribusi dari luasan Ξ akan habis, sehingga menyisakan
Didapatkan esensi integral sekitar πΎ berlawanan dengan integral sekitar πΆ, sehingga dengan memutar balik arah melingkar πΎ, diperoleh persamaan (π. ππ).
4.5 Integral Cauchy Ketika fungsi π(π§) analitik dalam sebuah kontur tertutup πΆ dan π§ 0 suatu titik di dalam kontur
tertutup tersebut, maka
Persamaan (π. ππ) menyatakan bahwa nilai dari fungsi analitik dimanapun di dalam kontur tertutup secara unik ditentukan oleh nilainya pada kontur dan penyajian spesifik persamaan ini dapat diberikan untuk titik interior.
Pembuktian persamaan ini dilakukan dengan menggunakan persamaan (π. ππ) dan mengambil πΎ sebagai lingkaran dengan titik pusat di π§=π§ 0 , dengan jari-jari cukup kecil π sehingga semuanya berada dalam πΆ. Karena π(π§) analitik di dalam πΆ, nilai integrasi π(π§)/(π§ β π§ 0 ) analitik pada ruang antara πΆ dan πΎ. Maka dari persamaan (π. ππ), integral sekitar πΎ memiliki nilai sama dengan integral sekitar πΆ.
Kemudian digunakan fakta bahwa titik π§ pada πΎ diberikan oleh π§ = π§ 0 + π exp(ππ) sementara ππ§ = ππ exp ππ ππ. Maka nilai integral sekitar πΎ
Jika jari-jari dari lingkaran πΎ menyusut menuju nol, π β 0, maka πΌ = 2πππ(π§ 0 ), yang membuktikan persamaan (π. ππ).
Hal menarik didapatkan ketika menelusuri perolehan β² π (π§ 0 ), dengan menggunakan persamaan dasar turunan
dengan β β 0, maka diperoleh
atau secara umum,
4.6 Deret Taylor dan Laurent Jika π(π§) analitik di dalam lingkaran πΆ dengan jari-jari π dengan titik pusat π§ = π§ 0 , dan π§ berada
di dalam πΆ, maka di dalam πΆ, maka
Pembuktian persamaan tersebut dapat dimulai dengan persamaan Cauchy
dengan π berada di πΆ. Faktor (π β π§) β1 dapat diekspansi sebagai deret geometri dengan (π§ β π§ 0 )/(π β π§ 0 ),
menyederhanakan persamaan dengan menghilangkan faktor 2ππ diperolehlah (π. ππ) dengan π π
π =π (π§ 0 )/π!. Jika π(π§) memiliki singularitas di dalam πΆ pada titik π§ = π§ 0 , maka fungsi tersebut tidak dapat
diekspansi dengaan teorema Taylor. Namun dengan memisalkan π(π§) memiliki kutub dengan orde namun analitik di titik lain dan di dalam
) π pada π§ = π§ π 0 πΆ. Maka fungsi π(π§) = (π§ β π§ 0 π(π§) analitik pada π§=π§ 0 dan dapat di ekspansi sebagai deret Taylor disekitar π§=π§ 0
sehingga untuk semua π§ di dalam πΆ, π(π§) akan memiliki deret pangkat dengan bentuk π βπ
dengan π βπ β 0. Deret tersebut adalah perluasan dari deret Taylor yang lebih dikenal dengan deret Laurent. Dengan membandingkan koefisien persamaan (π. ππ) dan (π. ππ), dapat dilihat bahwa
π π =π π+π . Koefisien π π pada ekspansi Taylor π(π§), dengan memanfaatkan persamaan (π. ππ), diberikan oleh
dan koefisien π π
dimana berlaku baik untuk π positif atau negatif. Bagian pada deret Laurent untuk π β₯ 0 disebut bagian analitik, sementara bagian lain, terdiri dari
pangkat invers dari π§βπ§ 0 , disebut bagian prinsipil. Tergantung sifat alami dari titik π§=π§ 0 , bagian prinsipil dapat mengandung takberhingga bagian, sehingga
Pada kasus ini, bagian prinsipil konvergen hanya saat |(π§ β π§ 0 ) β1 | kurang dari suatu konstan, misalnya diluar suatu lingkaran dengan pusat π§ 0 . Namun, bagian analitik akan konvergen di dalam suatu lingkaran juga berpusat π§ 0 . Jika lingkaran pada bagian analitik ini jari-jarinya lebih besar maka deret Laurent akan konvergen di daerah π antara dua lingkaran, selain itu deretnya tidak konvergen.
Jika π(π§) tidak analitik di π§ = π§ 0 , maka dua kasus muncul
(i) Dapat dicari bilangan bulat π dimana π βπ β 0 tapi π βπβπ = 0 untuk semua π > 0. (ii) Tidak mungkin menemukan nilai lebih rendah dari βπ.
Gambar 4.3 Bagian konvergen π untuk deret Laurent dari π(π§) pada sekitar π§ = π§ 0 dengan π(π§)
memiliki singularitas
Pada kasus (i), π(π§) diperoleh dari (π. ππ) dan medeskripsikan terdapat kutub berderajat π pada
π§=π§ 0 ; nilai π β1 disebut sebagai residu dari π(π§) pada kutub π§ = π§ 0 . Sementara kasus (ii), saat pangkat menurun negatif dari (π§ β π§ 0 ) tidak habis, π(π§) dikatakan
memiliki singularitas esensial. Misalnya, mencari deret Laurent pada pada titik singlaritas π§ = 0 dan π§ = 2 pada fungsi berikut
Untuk deret Laurent di π§ = 0, faktor dalam kurung pada pembagi diubah kebentuk (1 β πΌπ§), dengan πΌ konstan, sehingga
=β 8π§ β 16 β 16 β 32 β β― . Karena pangkat paling kecil dari π§ adalah β1, titik π§ = 0 merupakan kutub dengan orde 1. Residu
dari π(π§) pada π§ = 0 adalah koefisien dari π§ β1 pada ekspansi Laurent di titik tersebut dan memiliki nilai, seperti dapat dilihat, β1/8.
Untuk π§ = 2, dengan memisalkan π§ = 2 + π, maka
Terlihat bahwa di titik π§ = 2 kutubnya berorde 3 dan residu dari π(π§), koefisien dari (π§ β 2) β1 , adalah 1/8.
Untuk π(π§) dengan kutub berorde π pada π§ = π§ 0 , dengan deret Laurent
mengalikan kedua ruas dengan
Melakukan diferensial π β 1 kali,
untuk suatu koefisien π π . Pada limit π§βπ§ 0 , bagian dalam sigma akan habis, dan setelah melakukan beberapa penyusunan ulang didapatkan bentuk