Kata Pengantar - Kisah-kisah Islami untuk Anak-anak | Abu Dzakwan's Blog

  Judul Terjemahan : Kisah-kisah Islami untuk Anak-anak Mulai : 14/9/04 Date line : 18/9/04 Judul Asli : Hikayat Islamiyyah li-al-Athfal Penulis : Muhammad al-Shayim Penerbit : Maktabah al-Taufiqiyah – Mesir

  

Kata Pengantar

  Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Dzat yang menciptakan dan menyempurnakan, menentukan takdir dan memberi petunjuk, dan mengajarkan manusia terhadap apa yang tidak diketahuinya. Maha suci Tuhan yang telah menciptakan iman di hati sebagai cahaya dan ketakwaan sebagai bekal, menunjukkan kita akan jalan-jalan kita, menampakkan kepada kita jalan-jalan kebahagian dan menjelaskan kepada kita tentang pokok-pokok kesuksesan.

  Marilah kita membaca shalawat dan salam kepada sang penutup nabi dan rasul, nabi yang pengasih dan penyayang, yang diutus sebagai rahmat bagi sekalian alam. Juga, kepada keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikutinya sampai hari kiamat.

  Anak-anakku tercinta! Setelah aku banyak mempersembahkan kisah-kisah Islami untukmu seperti “Peperangan Rasul”, “Sejarah Rasul” dan

  “Anak-anak Nabi”, kini tiba waktunya untuk aku mempersembahkan beberapa kisah Islami yang menjadi bahan hiburan menjelang tidur. Kisah-kisah itu akan menjadi tambahan informasi, hukum dan faidah bagi pemahaman kalian.

  Aku mempersembahkan kisah-kisah Islami ini untukmu dengan bahasa yang mudah sebagai bahan bacaan ringan, di mana engkau menutup aktivitas keseharianmu, engkau merasa bahagia dengan kisah-kisah itu dalam keterjagaanmu. Setiap cerita mempunyai kisah tersendiri dan setiap kisah mempunyai tujuan dan makna tersendiri pula.

  Anak-anakku tercinta! Marilah kita raih ketenteraman hati dan kelapangan jiwa.

  Marilah kita bersama-sama melapangkan hati dan menyenangkan jiwa melalui kisah-kisah berikut. Aku berharap kisah-kisah itu akan menarik kekagumanmu, membahagiakan waktumu dan memberikan banyak informasi untuk dirimu.

  Aku meminta kepada Allah agar memberi kemanfaantan untukmu melalui kisah-kisah dalam buku ini, sebagaimana aku pun berharap engkau mendapat taufik dan kesuksesan.

  Allah maha pemberi taufik.

  Penulis Muhammad al-Shayim

  Kairo – Ma’adi al-Jadidah – Shaqar Quraisy 195 Jum’at pagi,

  3 Juli 1998 M / 9 Rabi’ul Awal 1419 H

  Anak-anaku tercinta! Sekarang engkau bersama kisah pertama yang kupersembahkan untukmu menjelang tidur.

  Ada seorang laki-laki yang memperlihatkan rumahnya kepada orang lain untuk dijual. Beberapa hari kemudian, datanglah seorang lelaki yang akan membeli rumah itu. Laki- laki itu pun kemudian membayar harga rumah yang diminta oleh si penjual. Keduanya lalu bersalaman dan masing-masing pergi.

  Setelah tiga hari, ketika si pembeli masih membereskan rumah yang baru dibelinya, tiba-tiba ia menemukan sebuah kendi yang dipenuhi emas. Ia kemudian mencari laki-laki yang menjual rumah itu. Setelah bersusah payah, akhirnya ia berhasil menemukan laki-laki itu. Ia berkata kepadanya, “Aku menemukan kendi yang dipenuhi emas. Kendi itu pasti milikmu.”

  Laki-laki yang tak lain adalah si penjual itu berkata, “Aku telah menjual rumah itu berikut isinya.”

  “Tidak,” kata si pembeli. “Bahkan, aku hanya membeli rumahnya saja, sedangkan emas itu tetap milikmu.” Si penjual membantah, “Aku menjualnya padamu berikut isinya.” Kedua orang itu kemudian mengadukan persoalannya kepada

  Hakim. Sang hakim kemudian berkata kepada keduanya, “Jangan bertengkar! Apakah kalian berdua mempunyai anak?” “Ya, aku punya anak laki-laki,” kata si penjual. “Ya, aku juga punya budak perempuan,” kata si pembeli. Hakim itu berkata, “Kawinkan saja anak laki-laki itu dengan anak perempuan. Berikanlah emas itu kepada keduanya, berilah makan kepada orang-orang miskin dan bersedekahlah kepada orang-orang yang membutuhkan. Semoga Allah memberkatimu dalam kehidupanmu.”

  Sampai bertemu pada kisah yang lain di malam berikutnya.

  Anak-anakku tercinta! Kemarilah anak-anakku! Akan kuceritakan untukmu sebuah kisah yang mengandung pelajaran, nasihat dan kasih sayang.

  Dulu, ada seorang laki-laki kaya di padang pasir yang mencari kambingnya yang terletak di lembah yang satunya lagi. Di tengah perjalanan, ia merasakan haus yang luar biasa hingga dirinya hampir meninggal. Tiba-tiba ia menemukan sebuah sumur. Tanpa banyak pikir, ia kemudian turun ke dalam sumur dan meminum airnya. Maka, hilanglah rasa hausnya.

  Tatkala sedang beristirahat di sisi sumur, tiba-tiba datanglah seekor anjing yang menjulurkan lidahnya kehausan. Anjing itu hampir saja mati. Melihat itu, laki-laki tersebut melepaskan sepatunya lalu turun ke dalam sumur dan mengisi sepatunya dengan air sumur.

  Setelah selesai, ia kemudian keluar dan memberi minum anjing tersebut sampai hilang rasa hausnya. Maka, Allah memberi balasan kepada laki-laki tersebut dengan mengampuni semua dosa-dosanya. Anak-anakku! Apakah kalian melihat bagaimana menyayangi binatang mendatangkan balasan yang sangat besar?

  Di malam jum’at yang penuh berkah ini, akan kuceritakan untuk kalian sebuah kisah indah tentang khalifah Umar bin Abdul Aziz.

  Umar bin Abdul Aziz, khalifah ke lima dari khulafaur- rasyidin, duduk di halaman rumahnya. Waktu itu udara terasa sangat panas. Umar lalu memanggil budak perempuannya dan berkata kepadanya, “Budak perempuanku, kipasilah aku!” Umarpun kemudian memberikan kipas pelepah kurma kepada budak perempuannya itu.

  Selanjutnya, sang budak perempuan itu duduk mengipasi khalifah sampai ia tertidur. Tidak lama kemudian Umar terbangun dan ia menemukan pembantu wanitanya tertidur di dekatnya. Maka, ia pun lalu mengambil kipas dan mulai mengipasi pembantunya supaya tertidur dengan nyaman.

  Tiba-tiba budak perempuan itu bangun dan berkata, “Apa- apaan ini wahai Amirul Mukminin?” “Tenanglah, jangan terkejut! Engkau manusia sepertiku. Engkau mengipasiku, maka akupun mengipasimu,” kata Umar menjawab.

  Anak-anakku tercinta! Apakah kalian melihat ahlak yang mulia dari pemimpin yang mulia itu.

  Sampai bertemu di cerita lain pada malam berikut, insyaallah.

  Anak-anaku tercinta! Malam ini kita bersama kisah yang diceritakan oleh rasullah saw.

  Abu Hurairah –semoga Allah meridhainya- mendengar rasulullah bersabda, “Sesungguhnya ada tiga (orang) Bani Israil yang menderita penyakit kusta, botak dan buta. Allah menghendaki cobaan untuk mereka. Maka, Allah kemudian mengirim malaikat kepada mereka.

  Malaikat itu datang kepada si penderita kusta dan bertanya, ‘Apakah sesuatu yang paling engkau cintai?’ Si penderita kusta menjawab, ‘Warna dan kulit yang bagus.’ Maka, ia pun diberikan warna yang bagus.’ Malaikat itu bertanya (lagi), ‘Harta apa yang paling engkau cintai?’ Si penderita kusta menjawab, ‘Unta.’ Atau ia mengatakan sapi. Maka, ia pun lalu diberikan sepuluh ekor unta yang sedang hamil. Malaikat berkata, ‘Semoga Allah memberi keberkahan bagimu pada unta-unta itu.’

  Malaikat itu kemudian datang kepada si botak dan bertanya, ‘Apakah sesuatu yang paling engkau cintai?’ Si botak menjawab, ‘Rambut yang bagus dan (Allah) menghilangkan dariku (kebotakan) dimana orang-orang (mengangap)ku jijik.’ Malaikat itu kemudian mengusapnya sehingga hilanglah kebotakan itu darinya dan ia pun diberikan rambut yang bagus. Malaikat itu bertanya (lagi), ‘Harta apa yang paling engkau cintai?’ si botak menjawab, ‘Sapi.’ Maka, ia pun kemudian diberikan sapi yang sedang hamil. Malaikat itu berkata, ‘Semoga Allah memberi keberkahah bagimu pada sapi itu.’

  Malaikat lalu mendatangi si buta dan bertanya, ‘Apakah sesuatu yang paling engkau cintai?’ Si buta menjawab, ‘Allah mengembalikan penglihatanku sehingga aku (bisa) melihat manusia.’ Malaikat itu lalu mengusapnya sehingga Allah pun mengembalikan penglihatanya kepadanya. Malaikat itu bertanya (lagi), ‘Harta apakah yang paling engkau cintai?’ Si buta menjawab, ‘Kambing.’ Maka ia pun diberikan kambing yang akan melahirkan.

  Maka, kedua (orang ini) menghasilkan (menjadi kaya) dan (si buta) ini pun menghasilkan (menjadi kaya). Bagi (Si penderita kusta) ini satu lembah untuk unta(nya), bagi si botak ini satu lembah untuk sapi(nya) dan bagi (si buta) ini satu lembah untuk kambing(nya).

  Malaikat itu kemudian mendatangi si penderita kusta dalam bentuk dan rupa seorang laki-laki miskin. Ia berkata, ‘Taliku telah terputus dariku dalam Tidak ada yang dapat menyampaikanku hari ini kecuali Allah kemudian engkau. Aku minta kepadamu, demi Dzat yang telah memberimu warna dan kulit yang bagus serta harta, seekor unta yang dengannya akan menyampaikanku dari perjalananku.’ Ia menjawab, ‘Hak-hak itu banyak.’ Malaikat itu berkata, ‘Aku seolah mengenalmu. Bukankah engkau si penderita kusta yang 1 dianggap jijik oleh orang-orang; si miskin yang kepadamu Allah memberikan harta?’ Ia menjawab, ‘Aku mewarisi harta ini secara besar dari yang besar.’ Laki-laki miskin itu berkata, ‘Jika engkau berdusta, Allah akan mengembalikanmu kepada kondisi sebelumnya.’

  Malaikat itu kemudian mendatangi si botak dalam bentuk dan rupanya. Maka, ia berkata kepada si botak dan si botak pun menjawabnya seperti jawaban si penderita kusta. Malaikat itu berkata kepadanya, ‘Jika engkau berdusta, Allah akan mengembalikanmu kepada kondisi sebelumnya.’

  Malaikat kemudian mendatangi si buta dalam bentuk dan rupa laki-laki miskin dan Ibnu Sabil, ‘Taliku telah terputus Tidak ada yang dapat menyampaikanku hari ini kecuali Allah kemudian engkau. Aku minta kepadamu, demi Dzat yang telah mengembalikan penglihatanmu kepadamu, seekor kambing yang dengannya akan menyampaikanku dari perjalananku.’ Ia menjawab, ‘Duilu aku buta sampai Allah mengembalikan penglihataku. Ambillah sesukamu dan tinggalkanlah sesukamu. Demi Allah, aku tidak menyusahkanmu hari ini dengan sesuatu yang engkau ambil karena allah. Malaikat itu berkata, ‘Jagalah hartamu! Engkau sedang diuji, Allah telah meridhaimu dan membenci kedua

  Anak-anakku tercinta! Dulu ada seorang raja muslim yang adil dan memiliki negara yang kuat. Namun sang raja memiliki banyak musuh yang iri dan mengharap dirinya lengser dari kekuasaannya.

  1 1 Tidak memiliki kendaraan

  Tatkala usianya semakin lanjut, azalnya semakin dekat dan sakitnya bertambah parah, sang raja mengumpulkan anak- anaknya di sekelilingnya. Mereka berjumlah sebelas orang.

  Sang raja berkata kepada mereka, ‘Aku berwasiat kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, beramal shalih, dan bersatu setelah aku meninggal dan janganlah bercerai-berai.” Sang raja lalu mengambil sebelas ranting pohon yang kecil dan memberikannya kepada mereka. Masing-masing mereka mendapat satu ranting.

  Sang raja berkata kepada mereka, “Masing-masing kalian harus mematahkan ranting yang ada di tangannya.” Mereka kemudian mematahkan ranting-ranting yang ada di tangannya dengan begitu mudah.

  Sang raja lalu memberikan sebelas ranting lainnya yang telah dijadikan satu ikatan –diikat dengan tali. Ia berkata kepada anak-anaknya, “Siapa di antara kalian yang mampu mematahkan ranting-ranting ini secara keseluruhan.”

  Namun, mereka tidak mampu mematahkan ranting-ranting itu. Melihat itu, maka sang raja pun berkata kepada mereka, “Demikianlah wahai anak-anakku. Di dalam persatuan itu ada kekuatan dan di dalam perceraian itu ada kelemahan.”

  Aku berwasiat kepada kalian untuk menyatukan pendapat, merapatkan barisan dan bekerja untuk sesuatu yuang diridhai oleh Tuhanmu.

  Demikianlah raja yang shalih itu berwasiat kepada anak- anaknya sesuai dengan firman Allah dalam surat Ali-‘Imran,

  “Dan, berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama)

Allah dan janganlah kamu bercerai berai. Dan, ingatlah akan

nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (di masa Jahiliah)

bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu

jadilah kamu, karena nikmat Allah, orang-orang yang

bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka,

  

lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah

Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu

mendapat petunjuk.” (Ali ‘Imran: 103)

  Anak-anakku tercinta! Kemarilah, aku kuceritakan malam ini sebuah kisah yang mengandung pelajaran bagi orang yang bergaul dengan saudaranya tapi tidak membantunya.

  Di sebuah hutan ada seekor singa yang menjadi “raja rimba”. Seluruh binatang yang ada di hutan itu selalu berkumpul di pagi hari untuk memberi ucapan selamat dan mendengar perintah-perintahnya. Di hutan itu pun hidup dua banteng bersaudara, yang satu berwarna merah dan kurus, sedang yang satu laginya berwarna putih dan gemuk.

  Hari terus berlalu sementara penghuni hutan itu hidup dalam keadaan yang penuh dengan kebahagian. Namun, tiba-tiba segala sesuatunya berubah. Bencana dan kelaparan melanda hutan itu. Melihat peristiwa itu, raja rimba mulai memeras otak untuk mencari cara mendapat mangsa yang gemuk.

  Suatu hari si raja rimba mengirim surat kepada banteng merah dan memintanya datang. Setelah ia datang, singa itu berkata kepadanya, “Anda sangat berarti di sisiku. Karena itu, aku berdialog dengan Anda. Seperti yang Anda lihat, tubuhku lemah akibat kurang makan. Apa yang Anda anjurkan?”

  Sejenak macan itu terdiam. Sebelum banteng merah sempat angkat bicara, ia terlebih dahulu menyambung perkataannya, “Dengar, kengapa aku melihatmu begitu kurus, sedang saudaramu, si banteng putih, begitu gemuk? Apakah dia makan lebih banyak darimu? Atau, ia mengambil jatah makanmu? Bagaimana pendapatmu seandainya makanan yang dikonsumsi oleh kalian berdua diberikan hanya untuk dirimu?”

  “Bagaimana itu bisa terjadi?,” tanya banteng merah. Sang macan menjawab, “Akan kujadikan kau wakil raja rimba. Dengan demikian, kau akan mendapat banyak makanan.

  Tapi dengan syarat, kau harus memberikan saudaramu, si banteng putih, untuk aku makan. Dia pasti akan membuatku kenyang.”

  Mendengar itu, si banteng putih setuju dengan keinginan si raja rimba. Keesokan harinya datanglah si banteng putih. Maka, si raja rimbapun menyerangnya dan memangsanya. Tidak lama kemudian datanglah si banteng merah untuk menerima jabatan yang dijanjikan oleh si raja rimba. Namun sayang, si raja rimba tidak memberikannya kepadanya.

  Hari terus berlalu sementara si raja rimba tak kunjung menepati janjinya. Akhirnya, suatu hari si raja rimba meminta banteng merah menemuinya guna bermusyawarah untuk ke sekian kalinya.

  Setelah si banteng merah tiba, singa itu berkata, “Apa yang harus aku lakukan wahai banteng? Aku ingin makanan?” “Maaf baginda raja, di hutan ini banyak sekali binatang,” kata banteng merah memotong. “Di sekelilingku tidak ada binatang selain kucing, serigala dan burung. Mereka semua tidak membuatku gemuk atau mengenyangkan perutku,” tukas si raja rimba.

  Singa itu memandang ke arah banteng dan menggerakkan kepalanya. “Apa maksudmu?,” tanya banteng merah. “Aku menginginkanmu,” jawab si raja rimba. “Ya, engkau telah memangsaku ketika engkau memangsa saudaraku,” kata si banteng merah kecewa. Singa itu kemudian menyerang banteng merah dan memangsanya.

  Wahai anak-anakku. Ini adalah keteladan bagi setiap orang yang mengkhianti saudaranya atau tidak menolongnya. Rasulullah saw bersabda,

  “Tolonglah saudaramu ketika mendzalimi atau didzalimi!”

  Para sahabat bertanya, “Ya rasulullah, kami menolongnya ketika didzalimin, bagaimana kami menolongnya ketika ia berbuat dzalim?”

  Nabi Muhammad menjawab, “Engkau mencegahnya dari

  kedzaliman dan mengarahkannya pada kebenaran.”

  • 7. Unta yang Teraniaya

    Anak-anakku tercinta.

  Cerita malam ini begitu indah dan sangat menghibur. Suatu hari Rasulullah melintas di jalanan kota Madinah. Tiba-tiba rasul melihat orang banyak berkerumum di dekat pagar sebuah taman. Rasul lalu bertanya kepada mereka tentang penyebab kerumunan itu. Mereka menjawab bahwa ada seekor masuk ke dalam taman tersebut. Unta itu marah dan memusuhi semua orang sehingga tak ada seorang pun yang dapat mengendalikannya.

  Rasulullah saw kemudian masuk ke dalam taman tersebut dan memberi isyarat kepada unta itu. Segera unta itupun datang dan meletakkan kepalanya di bahu Rasul kemudian menangis. Rasulullah mengelus kepalanya dan bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?”

  “Ya rasulullah, makananku sedikit, bebanku berat dan mereka memukuliku,” jawab unta itu mengadu. Rasulullah bersabda, “Bersabarlah! Apakah engkau ingin kembali menjadi kecil atau akan bersabar dan mendapat sorga?”

  Unta itu berteriak dengan suara yang didengar oleh semua orang, “Sorga ya Rasulullah!”

  Maka, Nabi pun menasihati si pemilik unta itu untuk memperlakukannya dengan baik dan lemah lembut. Sampai bertemu di cerita yang lain di malam berikutnya, insyaallah.

  • ***

    8. Hamba yang Shaleh dan Awan

    Anak-anakku tercinta! Kemarilah bersamaku untuk mendengarkan kisah ini.

  Melalui kisah ini, engkau akan tahu bagaimana balasan Allah kepada orang-orang yang shaleh.

  Dulu ada seorang petani laki-laki sedang berjalan di perkebunannya. Petani itu lalu mendongakkan kepalanya ke arah langit dan melihat awal tebal sedang berarak. Dalam hatinya petani itu berharap awan itu menurunkan hujan ke kebunnya.

  Namun tiba-tiba petani itu mendengar suara di antara awan itu, “Siramilah kebun si Anu!” Awan itu kemudian berarak dan menurunkan hujannya di sebuah kebun yang tidak jauh dari kebun petani itu.

  Petani itu lalu mendatangi kebun yang disirami hujan dan menemukan pemiliknya sedang berdiri di sana. Petani itu bertanya kepada pemilik kebun, “Siapa namamu tuan?” “Kenapa,” kata si pemilik kebun balik bertanya.

  “Aku ingin tahu namamu,” kata petani itu menjawab. “Namaku Anu,” katanya, menjelaskan. “Aku mendengar suara di awan yang mengatakan ‘siramilah kebun si Anu’. Demi Allah, Apa yang Anda lakukan?” tanya petani itu penasaran.

  “Saudaraku, aku selalu ridha kepada kebunku. Jika hasilnya bagus, sepertiganya kusedekahkan, sepertiganya kumakan bersama keluargaku dan sepertiga lainnya kukembalikan ke kebun ini,” jawab pemilik kebun.

  Anak-anakku tercinta! Takwa kepada Allah akan membuat seorang hamba bahagia. Kemarilah, akan kuceritakan untukmu apa yang terjadi terhadap seorang wanita bersama Amirul Mukminin, Umar bin al-Khattab.

  “Semoga Allah memberkatimu dan semoga Allah membalasmu dengan kebaikan,” kata petani itu mendoakan.

  • 9. Isteri yang Bertakwa

  Amirul Mukmin bin al-Khattab selalu berusaha mencari tahu tentang kondisi rakyatnya di malam hari. Suatu ketika ia berdiri di samping sebuah rumah dan mendengar perselisihan.

  “Fatimah,” kata seorang ibu memanggil anak perempuannya. “Ya, ibu,” sahut anak perempuannya. “Sudahkah engkau menyiapkan susu untuk di pasar besok?,” tanya ibu itu. “Sudah,” jawab anaknya singkat. “Tambahkan air ke dalamnya (untuk mengelabui),” pinta ibu itu. “Jangan ibu,” jawabnya melarang. “Jangan takut, Umar tidak akan datang ke pasar besok,” kata sang ibu meyakinkan. “Jika Umar tidak melihat kita, di mana Tuhan Umar?” katanya berkilah. Ketika itulah Umar mengetuk pintu rumah itu. Ia lalu mengucapkan salam kepada ibu dan anak itu. “Siapa Anda?,” tanya si ibu. “Umar,” jawabnya.

  “Apa yang Anda inginkan wahai Amirul Mukminin?” tanyanya kembali. “Aku meminta izinmu untuk mengawinkan puterimu dengan Ashim, anakku,” kata Umar. Sang ibu pun menyetujui itu dan akhirnya menikahlah

  Fatimah si anak penjual susu dengan Ashim putera Amirul mukminin, Umar bin al-Khattab. Dari keturunan memepelai inilah khalifah Umar bin Abdul Aziz terlahir.

  Terkait dengan penipuan ini, Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang menipu umatku, maka ia bukan dari golonganku.”

  • 10. Kejujuran itu Menyelamatkan

    Dulu ada seorang pemuda yang gemar menuntut ilmu.

  Pemuda itu banyak mengunjungi berbagai negara karena cintanya untuk mendapatkan ilmu. Pemuda itu bernama Abdul

  Qadir al-Jailani.

  Suatu hari, Abdul Qadir bersama teman-temannya berniat untuk mengunjungi Baghdad guna menuntut ilmu di sana. Semalam sebelum mereka berangkat, Abdul Qadir berkata kepadanya ibunya, “Ibu, berilah wasiat untukku.”

  Mendengar itu sang ibu memberinya uang empat puluh dinar dan berkata kepadanya, “Jangan berdusta! Itulah wasiatku untukmu.”

  Ketika Abdul Qadir dan teman-temanya berada di tengah padang pasir, tiba-tiba sekelompok perampok datang dan mengambil semua barang bawaan mereka. Namun sebelumnya para perampok itu bertanya kepada masing-masing mereka, “Apa kau bawa?” seorang dari mereka menjawab, “Aku tidak membawa apapun.” Meski begitu, para perampok itu menemukan uang darinya, maka mereka pun merampasnya. Sampai tiba giliran Abdul Qadir, kepala perampok bertanya kepadanya, “Apa yang kau bawa?” “Aku membawa uang empat puluh dinar,” jawab Abdul Qadir. Para perampok itu berkata, “Heran, kenapa kau tidak berdusta kepada kami.” “Aku telah berjanji kepada ibuku untuk bersikap jujur,” jawabnya. “Engkau menjaga janjimu terhadap ibumu, sedang kami mengkhianati janji kepada Allah ajja wa jalla. Kami bertaubat dan kembali kepada Allah,” kata pemimpin perampok itu menyesal.

  Karena kejujuran itulah, akhirnya Abdul Qadir, sang pencari ilmu, selamat dari para perampok itu. Bahkan, para perampok itu akhirnya bertaubat di hadapannya sehingga Allah pun memperbaiki keadaan mereka semua.

  Sampai jumpa di cerita lain di malam berikutnya, insyaallah.

  • 11. Kebesaran Jiwa Rasul

    Anak-anaku tercinta.

  Tahukah kalian apa yang dilakukan oleh rasulullah di hari penaklukan kota Mekah? Sebelum peristiwa itu terjadi, Rasulullah pernah meninggalkan kota Mekah dan berangkat menuju kota Madinah. Selama berada di sana, rasul selalu merindukan Mekkah. Ketika Allah memberi anugerah dan pertolongan kepadanya sehingga beliau dan para sahabat dapat memasuki Mekah, Rasulullah memerintahkan untuk menghancurkan berhala yang ada di sekeliling Ka’bah.

  Rasul bersabda seperti dalam al-Qur’an, “Dan

  

katakanlah, ‘kebenaran telah datang dan kebatilan telah

  

lenyap’. Sesungguhnya kebatilan itu sesuatu yang pasti

lenyap.” (Al-Isra: 81)

  Sementara orang-orang Quraisy berkumpul di dalam Ka’bah, Rasulullah, sang pemimpin yang ditolong, terus mengawasi mereka. Apa yang Rasul lakukan kepada mereka? Padahal sebelumnya mereka adalah orang-orang yang mencaci- maki, menganggap dirinya gila dan mengusirnya dari Mekah.

  Bahkan, mereka pun menyakiti para sahabat Rasul seperti keluarga Yasir, Bilal dan yang lainnya.

  Sejenak rasul terdiam, namun kemudian beliau bersabda kepada orang-orang Quraisya itu, “Apa yang kau kira tentang apa yang akan kulakukan terhadap kalian?”

  Orang-orang Quraisy itu menjawab, “Wahai saudara mulia dan putera saudara yang mulia.” Rasulullah bersabda kepada mereka, “Aku tidak akan berkata kepada kalian kecuali seperti perkataan Yusuf, saudaraku, kepada saudara-saudaranya, “Yusuf berkata, ‘Tak

  

ada cercaan terhadap kamu hari ini, semoga Allah mengampuni

(kamu) dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.’”

  (Yusuf: 92) Rasulullah kemudian melanjutkan, “Pergilan kalian!

  Kalian bebas.” Berita ini mengena di hari orang-orang musyrik bak salju yang memadamkan api. Karena itu, mereka berbondong- bondong memeluk agama Islam di hari penaklukan kota Mekah ini. Dalam kesempatan ini pula turun firman Allah, “Apabila

  

telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan, kamu

melihat manusia masuk ke dalam agama Allah dengan

berbondong-bondong. Maka, bertasbihlah dengan memuji

Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sesungguhnya Dia

adalah Maha Penerima taubat.” (Al-Nasr: 1-3)

Anak-anakku tercinta! Kemarilah, malam ini kita akan menyelami sebuah kisah indah. Kisah yang mengajarkan kita tentang maaf dan berjiwa besar dari rasul dan kekasih kita, Muhammad saw.

  Suatu hari Rasul tidur di bawah sebuah pohon dan beliau meletakkan terompahnya di sampingnya. Tidak ada pedang atau penjaga di sekitarnya yang akan melindungnya.

  Tiba-tiba seorang laki-laki Arab dari kaum kafir Quraisy melintas. Ia menoleh ke arah Rasul dan mendapatinya sedang tertidur di bawah sebuah pohon tanpa penjaga atau pedang di sisinya.

  Laki-laki Arab itu berkata, “Ini kesempatan yang sangat berharga. Tibalah waktunya aku membunuh Muhammad. Orang- orang Arab akan merasa santai karenanya dan kami kami akan menghabisi agama baru itu.”

  Anak-anakku! Laki-laki itu mengeluarkan pedangnya dan mengangkatnya ke atas untuk ditebaskan ke tubuh Rasul. Orang Arab itu itu berkata, “Siapa yang akan mencegahku darimu sekarang, wahai Muhammad?”

  Namun Rasulullah bersabda setelah membukakan kedua matanya, “Allah mencegahku darimu.” Seketika itu pula tangan orang Arab itu terhenti di atas dan terlihat bergetar. Nabi kemudian bangkit dan mengambil pedang itu dari tangannya. Pedang itu kemudian diangkat dan nabi bertanya kepada orang Arab itu, “siapa yang akan mencegahmu dariku sekarang?” Orang Arab itu berkata, “Engkau saudara mulya dan anak saudara mulia.” Rasulullah bersabda, “Aku telah memaafkanmu.”

  Kisah kita hari ini sangat indah dan mengagumkan. Kisah ini berlangsung di sebuah kampung sederhana yang penduduknya biasa melaksanakan shalat di masjid yang bangunannya apa adanya. Setelah menunaikan shalat, mereka biasa berkumpul di sekeliling seorang syeikh untuk mendengarkan pelajaran. Mereka tampak begitu senang dan bahagia.

  Anak-anakku. Suatu hari kampung itu diguyur hujan yang sangat deras seperti air bah. Akibatnya, bangunan mesjid yang menjadi tempat mereka berkumpul ambruk.

  Orang-orang itu melingkar di sekitar syeikh. Lihatlah apa yang mereka lakukan? Mereka ingin membangun mesjid itu kembali, tapi mereka miskin dan tidak mempunyai harta. Di kampung itu juga tak ada orang yang mempunyai harta untuk pembangunannya kecuali kepala kampung yang dikenal kaya.

  Bersama beberapa orang yang shalat di masjid itu akhirnya syeikh mmenghadap kepala kampung dan mereka memintanya agar menginfakkan harta dalam pembangunan mesjid tersebut. Sayang kepala kampung menolak, bahkan ia mencemooh mereka.

  Syeikh berkata kepadanya, “Sesunguhnya orang yang membangun rumah Allah di bumi, maka Allah akan membangunkan sebuah istana di sorga.”

  Mendengar perkataan itu kepala kampung tercengang. Ia bertanya, “Siapa yang menjaminku atas janji itu jika aku membangun masjid untukmu? “Aku yang menjaminnya,” jawab syeikh meyakinkan.

  Syeikh lalu meminta kertas dan menuliskan di atasnya, “Dengan menyebut Nama Allah yang Maha pengasih lagi Maha Penyayang. Ya Allah, ya Tuhan kami, hambamu Fulan bin Fulan telah membangun rumahmu di bumi. Maka, berikanlah kepadanya sebuah istana di surga.” Syeikh itu lalu berkata kepada kepala kampung,

  “Mintalah anak-anakmu untuk meletakkan kertas ini bersamamu di dalam kain kafanmu ketika kau meninggal.

  Singkat cerita pembangunan mesjid itu telah selesai dan beberapa hari berikutnya meniggallah kepala kampung. Sesuai amanatnya, Anak-anaknya lalu meletakkan kertas tersebut di dalam kafan bapaknya.

  Satu hari setelah jenazah kepala kampung di makamkan, ketika syeik sedang mengimami orang-orang melaksanakan shalat shubuh di mesjid, tiba-tiba sebuah kertas jatuh ke depan mereka. Usai melaksanakan shalat, syeikh bersama para jamaah meraih kertas itu. Ternyata, itu adalah kertas yang diletakkan di dalam kubur kepala kampung. Hanya saja, dibagian akhirnya tertulis, “Kami telah menepati janji dan menyerahkan istana itu ke pemiliknya.”

  Anak-anakku tercinta! Apakah kalian melihat balasan dari amal shaleh dan cinta kebaikan itu, khususnya membangun dan meramaikan mesjid.

  Sampai jumpa di cerita lain di malam berikutnya, insyaallah.

  • 14. Pemuda yang Bertakwa

  Anak-anaku tercinta! Kemarilah, malam ini akan kuceritakan kisah pemuda penggembala kambing dan Amirul Mukminin, Umar bin al-Khattab

  • –semoga Allah meridhainya.

  Amirul Mukminin Umar bin al-Khattab berada di sebuah padang pasir bersama dengan sahabat-sahabatnya. Di sana mereka kelaparan. Umar kemudian melihat ke sekelilingnya dan dari kejauhan ia melihat seekor kambing. Ia kemudian menghampiri kambing sampai tiba di sana.

  Umar berkata kepada anak muda penggembala kambing, “Wahai anak muda, berilah kami seekor kambing kecil. Kami kelaparan.” Pemuda yang tak tahu bahwa sosok yang di hadapannya adalah Umar bin al-Khattab menjawab, “Aku tidak berhak memberikannya. Kambing-kambing itu milik pemiliknya, sedang aku hanyalah buruhnya.”

  Umar mencoba keimanan pemuda itu dengan mengatakan, “Berikanlah kambing itu kepada kami! Bila pemiliknya bertanya kepadamu tentangnya, katakan serigala telah memangsanya.”

  Pemuda itu menjawab, “Bila aku mengatakan serigala telah memangsanya kepada pemiliknya, apa yang akan kukatakan kepada Tuhan serigala itu di hari kiamat?”

  Mendengar itu Amirul Mukminin Umar bin al-Khattab merasa bahagia. Ia kemudian memperkenalkan dirinya kepada pemuda itu dan mendo’akan kebaikan untuknya.

  • 15. Ali bin Abu Thalib dan Mimpi yang Nyata

  Anak-anakku tercinta! Di malam Jum’at yang penuh berkah ini akan kuceritakan untukmu kisah teragung dari Amirul Mukminin, Ali bin Abu

  Thalib –semoga Allah memulyakan wajahnya.

  Anak-anakku! Engkau tahu bahwa Ali bin Abu Thalib adalah anak paman

  (sepupu) Nabi Muhammad saw. Semasa kecil Ali mendapat pendidikan bersama Nabi di rumah kenabian. Ia pun merupakan khalifah Rasulullah yang keempat.

  Aku ceritakan untukmu bahwa, di suatu malam Ali bin Abu Kala itu, Rasulullah memegang sebuah piring yang berisi kurma mentah.

  Ali bin Abu Thalib berkata kepadanya, “Ya Rasulullah, berikanlah kurma mentah itu untukku.” Dengan tangannya yang mulia, Rasul meletakkan sebutir kurma mentah di mulutnya. Rasul pun mulai membagikan kurma mentah itu kepada para mushali yang ada disekitarnya.

  Ali berkata lagi kepada Rasulullah, “Berilah tambahan untukku ya Rasulullah. Kurma mentah itu enak.” Namun Rasulullah saw tidak memberikan tambahan kepadanya untuk kali yang kedua.

  Ali terjaga dari tidurnya. Waktu itu, shubuh telah tiba. Maka, ia segera berwudu dan berangkat ke mesjid. Ketika berada di tengah perjalanan di dekat mesjid, Ali berpapasan dengan seorang nenek yang memegang piring berisi kurma mentah. Nenek itu berkata kepada Ali, “Wahai Ali, ambilah piring ini dan berikan kepada Amirul Mukminin, Umar bin al-Khattab, untuk dibagikan kepada para mushali.

  Ali mengambil piring itu dan memberikannya kepada Umar. Setelah selesai menunaikan shalat, Umar memegang kurma mentah itu dan meletakkannya di mulut Ali. Umar pun mulai memberikannya kepada para mushali. Ali berkata kepadanya, “Wahai Amirul mukminin, berilah tambahan untukku!” Umar menjawab, “Seandainya Rasullah memberi tambahan untukmu, tentu akupun memberi tambahan untukmu.” Anak-anakku tercinta.

  Sampai jumpa di cerita lain di malam berikutnya, insyaallah. 1

  • Mimpi ini terjadi pada masa kekhalifahan Umar bin al-
Kemarilah untuk mendengar kisah mengagumkan antara seorang kakek buta dengan iblis terlaknat. Kakek itu biasa keluar dari rumahnya dalam keadaan berwudu, bertumpu kepada sebuah tongkat dan berangkat menuju mesjid untuk menunaikan shalat shubuh.

  Suatu malam, kakek itu kembali ke rumahnya setelah melaksanakan shalat. Di tengah perjalanan kakek itu terjatuh ke dalam sebuah lubang yang ada di jalan. Kakek itu minta ampunan Allah dan berkata, “Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kami kembali kepada-Nya.”

  Seorang laki-laki datang, meraih tangannya dan mengeluarkannya dari lubang itu. Laki-laki itu berkata, “Mari, aku tidak akan meninggalkanmu sampai engkau bersantai di rumah.”

  Setelah kakek itu sampai di rumahnya, laki-laki itu berkata kepadanya, “Aku akan mengunjungimu setiap hari untuk menemanimu pergi ke mesjid, sehingga engkau tidak terjatuh ke dalam lubang itu untuk kedua kalinya.”

  “Terima kasih wahai Tuan yang baik hati. Tapi, siapakah engkau?,” tanya si kakek. “Kakek, kau tidak akan percaya kepadaku. Aku adalah Iblis,” jawab laki-laki itu. “Apa yang mendorongmu melakukan kebaikan, sementara kau adalah ahli kejahatan,” tanya si kakek heran. “Aku akan berterus-terang kepadamu. Ketika kau terjatuh ke dalam lubang, kau bertahmid kepada Allah. Karena itulah

  Allah mengampuni sebagian dosa-dosamu. Tatkala aku mengetahui hal itu, aku ingin engkau tidak terjatuh ke lubang itu untuk kedua kalinya, sehingga Allah tidak mengampuni sisa dosa-dosamu,” kata si iblis menjelaskan.

  Anak-anaku tercinta. Apakah kalian melihat muslihat setan laknat terhadap si kakek mulia itu.

  Sampai jumpa di cerita lain di malam berikutnya, insyaallah.

  • 17. Umar bin Khattab dan Ibu Anak-anak

  Anak-anakku tercinta! Amirul Mukminin Umar bin al-Khattab telah terbiasa memeriksa keadaan rakyatnya pada malam hari. Ketika melintas di samping sebuah rumah, ia mendengar suara wanita menangis dan mengucapkan syair,

  

Ya Allah yang Maha Pengasih dari para pengasih,

Siksalah Umar sang Amirul Mukminin.

  Mendengar itu, Umar mengetuk pintu dan wanita itu membukakan rumahnya. Umar bertanya kepadanya, “Apakah kau mengenal Umar?

  “Aku belum pernah melihatnya sebelumnya,” jawab wanita itu. “Bersumpahlah atas nama Allah, apa yang membuatmu marah kepada Umar?,” tanya Umar menyelidik. Wanita itu menjawab, “Lihatlah bejana besar yang berada di atas api itu. Lihatlah anak-anak kecil yang sedang tertidur itu. Mereka menginginkan makanan, tapi aku tidak menemukannya untuk mereka. Aku lalu meletakkan kerikil bercampur air itu di dalam panci. Aku mengelabui mereka dengan mengatakan sebentar lagi daging itu akan matang. Wahai Tuan, demi Allah, siapa yang bertanggung jawab atas nasib kami kecuali amirul mukminin Umar?”

  Umar segera meninggalkan wanita itu dan berangkat menuju baitul mal kaum muslimin. Ia membawa kantong besar yang berisi terigu, minyak di dalam botol dan daging dendeng. Ia membawa semua itu di atas punggungnya.

  Ketika umar berjalan di malam hari menuju rumah wanita itu, Abdullah bin Mas’ud bertemu dengannya. Abdullah berkata kepadanya, “Aku akan menggantikanmu wahai Amirul Mukminin.” Umar menjawab, “Tidak wahai Ibnu Mas’ud. Mampukah kau menanggung dosaku pada hari kiamat?”

  Umar mendatangi wanita itu dan memberikan seluruh makanan itu kepadanya. Wanita itu sangat berterima kasih dan bertanya, “Siapa engkau wahai laki-laki yang baik?” “Aku Umar,” jawab khalifah.

  Wanita itu tertawa dan berkata, Ya Allah yang Maha Pengasih dari para pengasih,

Lapangkanlah dada Umar sang Amirul Mukminin.

  • 18. Tes Kepemimpinan

  Anak-anakku tercinta! Kemarilah! Mari kita membuka buku tentang khalifah Harun al-Rasyid.

  Harun adalah khalifah yang mengawini budak perempuannya yang melahirkan anaknya, al-Amin. Setelah menikah dengan budak itu, ia menikah lagi dengan seorang wanita merdeka yang melahirkan anaknya, Al-Ma’mun.

  Di hari tua, Harun al-Rasyid ingin mewariskan kekhalifahan kepada Al-Amin, anaknya yang dilahirkan oleh ibunya yang budak.

  Namun Ibu al-Ma’mun (Isteri kedua Harun al-Rasyid) menentang itu dan berkata, “Anakku lebih berhak akan kekhalifahan.” Tapi Harun al-Rasyid berkata kepadanya, “Aku akan mengadakan test bagi keduanya untuk mengetahui siapa di antara mereka yang paling pantas?”

  Saat itu, gubernur Irak mendapat banyak kecaman. Karena itu, Harun al-Rasyid meminta anaknya dan berkata kepadanya, “Anggaplah dirimu khalifah dan bersikaplah terhadap gubernur yang mendapat banyak keluhan itu?”

  Setelah menyelidiki keluhan-keluhan itu, Al-Ma’mun menuliskan keputusan untuk bapaknya dalam empat belas halaman.

  Harun al-Rasyid kemudian memanggil Al-Amin, anaknya dari isterinya yang budak. Ia berkata kepada anaknya, ““Anggaplah dirimu khalifah dan bersikaplah terhadap gubernur itu!”

  Al-Amin lalu menuliskan keputusannya dalam beberapa ungkapan pendek, yang diantaranya, “Wahai Bapak Gubernur. Banyak pengaduan tentangmu, sedikit orang yang mencintaimu. Maka berlaku adillah atau lengserlah ...”

  Karena itulah Harun al-Rasyid memberikan tampuk kepemimpinan kepada Al-Amin anaknya. Sampai jumpa di cerita lain di malam berikutnya, insyaallah.

  • ***

    19. Kisah Azan

  Anak-anakku tercinta! Tahukah kau tentang kisah Azan? Kemarilah, akan kuceritakan untukmu malam ini.

  Sebelum azan diberlakukan, kaum muslimin sudah terbiasa melaksanakan shalat berjamaah di mesjid. Namun sebagian orang sering terlambat dari waktunya.

  Adalah Bilal bin Rabah al-Habasyi, sosok yang selalu berputar di berbagai distrik di dalam kota Madinah untuk mengajak orang-orang melaksanakan shalat berjamaah.

  Rasulullah sangat peduli dengan apa yang dilakukan Bilal. Beliau mulai bermusyawarah bersama para sahabat untuk mencari cara mengumpulkan orang-orang guna melaksanakan shalat berjamaah.

  Salah seorang sahabat berkata, “Kita memukul kentongan.” Pendapat itu tidak disetujui karena meniru perbuatan umat nasrani. Sahabat yang lainnya berkata, “Kita menyalakan api.” Pendapat itu pun tidak disetujui karena merupakan perbuatan umat majusi. Sahabat ketiga berkata, “Kita meniup terompet.” Namun pendapat itupun tidak disetujui karena merupakan perbuatan umat Yahudi.

  Dalam musyawarah itu hadir sahabat Abdullah bin Zaid. Abdulllah pernah bermimpi melihat seorang laki-laki mengajari dirinya bagaimana memanggil orang-orang untuk berkumpul melaksanakan shalat berjamaah. Dalam mimpi itu ia membaca kalimat-kalimat azan yang ada sekarang.

  Ketika terjaga, Abdullah merasa sangat bahagia dan mukanya berseri-seri. Ia segera berangkat ke rumah rasul dan menceritakan apa yang dimimpikannya.

  Rasul sangat bahagia dengan hal itu dan beliau berkata kepada Bilal, “Kau yang paling tinggi suaranya. Kumandangkanlah azan!”

  Ketika Bilal sedang mengumandangkan azan, Umar bin al- Khattab datang dengan tergesa-gesa. Umar berkata, “Aku melihat ini dalam mimpiku.”

  Kalimat-kalimat azan sebagai berikut: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar.

  Aku bersaksi tidak ada Tuhan (yang hak) kecuali Allah. Aku bersaksi tidak ada Tuhan (yang hak) kecuali Allah. Aku bersaksi Muhammad adalah rasul Allah. Aku bersaksi Muhammad adalah rasul Allah.

  Marilah kita shalat. Marilah kita shalat. Marilah kita menuju kebahagiaan. Marilah kita menuju kebahagiaan. Tuhan ada Tuhan (yang hak) kecuali Allah. Nabi Muhammad saw menambahkan ungkapan “Shalat itu lebih baik dari pada tidur setelah ungkapan “Marilah kita menuju kebahagiaan” yang kedua dalam azan shubuh.

  Anak-anakku tercinta! Demikianlah kisah azan itu.

  • 20. Bulan-bulan Qamariyah Anak-anakku tercinta.

  Kemarilah, malam ini aku akan membekali kalian dengan pengetahuan yang harus diketahui oleh semua muslim sepanjang hayatnya.

  Bulan Ramadhan telah Allah spesialkan dengan menurunkan al-Qur’an dan mewajibkan puasa kepada kaum muslimin. Bulan Ramadhan merupakan bulan Qamariyah atau salah satu bulan di tahun Hijriyah.

  Adapun bulan-bulan Qamariyah adalah: Muharram, Shafar, Rabi’ul Awal, Rabi’ul Tsani, Jumadal

  `Ula, Jumada Tsaniyah, Rajab, Sya’ban, Ramadhan, Syawal, Dzul-Qa’dah dan Dzul-Hijjah.

  Anakku! Seperti yang kau lihat, bulan-bulan Qamariyah itu berjumlah dua belas bulan. Dalam al-Qur’an Allah berfirman,

  “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, di dalam ketetapan Allah di hari Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram.” (al- Taubah: 36)

  Tahukah kau apakah bulan-bulan haram itu?

  Bulan haram berjumlah empat. Yaitu Muharram, Rajab, Dzul-Qa’dah dan Dzul-Hijjah. Dalam bulan Qamariyah tidak mesti satu bulan itu berjumlah tiga puluh hari. Sebab, awal dan akhir bulan hijriah itu ditentukan dengan melihat bulan sabit. Bulan sabit itu kadang muncul dalam dua puluh sembilan hari, kadang juga tiga puluh hari.