Chapter II Pengaruh Kualitas Pelayanan (Service Quality) terhadap Kepuasan dan Dampaknya pada Loyalitas Merk (Brand Loyality) pada Produk Oriflame di Kota Medan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Kepuasan Pelanggan
2.1.1.1 Pengertian Kepuasan Pelanggan
Kepuasan merupakan tingkat perasaan dimana seseorang menyatakan hasil
perbandingan atas kinerja produk (jasa) yang diterima dan yang diharapkan.
Dengan semakin tingginya tingkat kepuasan yang dirasakan konsumen maka akan
semakin meningkatkan tingkat loyalitas konsumen pada produk yang dijual oleh
perusahaan (Rambat Lupiyoadi, 2006)
Banyak pakar yang memberikan definisi mengenai kepuasan konsumen
bahwa kepuasan atau ketidakpuasan konsumen adalah respon konsumen terhadap
evaluasi
ketidaksesuaian/diskonfiemasi
yang
dirasakan
antara
harapan
sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakainnya.
Engel, et al dalam Fandy Tjiptono (2003) menyatakan bahwa kepuasan
pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurangkurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan
timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan konsumen
adalah perasaan yang dirasakan setelah membandingkan antara harapan dengan
kinerja (hasil), dimana harapan konsumen merupakan perkiraan atau keyakinan
tentang apa yang diterimanya, bila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk
14
(barang atau jasa). Sedangkan kinerja yang dirasakan adalah persepsi konsumen
tentang apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli.
Seorang pembeli akan merasa puas setelah apa yang diharapkan sesuai
dengan hasil yang didapatkan. Secara umum kepuasan adalah perasaan senang
atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap
kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan–harapannya.
Bagaimanakah
pembeli membentuk harapan–harapan mereka? Harapan mereka dipengaruhi oleh
pengalaman yang pernah mereka alami sebelumnya, nasehat teman atau kolega,
serta janji dan informasi pemasaran serta pesaingnya. Jika para pemilik jasa
(produk) memberikan harapan yang terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan
kenyataannya maka dapat dipastikan para pembeli kemungkinan besar akan
kecewa, begitu juga sebaliknya apabila perusahaan jasa atau produk menetapkan
harapan terlalu rendah, maka para pemakai jasa atau pembeli tidak akan tertarik
walaupun akan memuaskan mereka yang membeli.
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kepuasan
konsumen mencakup besarnya perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil
yang dirasakan, lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar konsep kepuasan
konsumen berikut ini :
15
Gambar 2.1 Konsep Kepuasan Konsumen
Sumber : Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran, (2003)
2.1.1.2 Strategi Kepuasan Konsumen
Kepuasan total yang dirasakan oleh konsumen tidak akan mungkin
tercapai walaupun untuk sementara waktu. Namun untuk menutupi ketidakpuasan
tersebut, terdapat hal–hal yang dapat membantu konsumen untuk mengurangi
ketidakpuasan tersebut, dengan perbaikan atau penyempurnaan kepuasan dengan
berbagai strategi yang dilakukan perusahaan.
Ada beberapa strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan
meningkatkan kepuasan pelanggan (Fandy Tjiptono, 2003) antara lain:
a)
Strategi Relationship Marketing
Strategi dimana transaksi pertukaran antara pembeli dan penjual
berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Dengan kata lain, dijalin
16
suatu kemitraan dengan pelanggan secara terus-menerus, yang pada akhirnya akan
menimbulkan kesetiaan pelanggan sehingga terjadi bisnis ulangan (repeat
business).
b)
Strategi Superior Customer Service
Pada strategi ini menawarkan pelayanan yang lebih baik daripada pesaing.
Hal ini membutuhkan dana yang besar, kemampuan sumber daya manusia, dan
usaha gigih agar dapat tercipta suatu pelayanan yang superior.
c)
Strategi Unconditional Guarantees
Strategi ini berintikan komitmen untuk memberikan kepuasan kepada
pelanggan yang pada gilirannya akan menjadi sumber dinamisme penyempurnaan
mutu produk atau jasa dan kinerja perusahaan. Selain itu juga meningkatkan
motivasi para karyawan untuk mencapai tingkat kinerja yang lebih baik daripada
sebelumnya.
d)
Strategi Pelayanan Keluhan Yang Efisien
Penanganan keluhan memberikan peluang untuk mengubah seorang
pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan produk perusahaan yang puas (atau
bahkan menjadi ’pelanggan abadi’).
e)
Strategi Peningkatan Kinerja Perusahaan
Meliputi berbagai upaya seperti melakukan pemantauan dan pengukuran
kepuasan pelanggan secara berkesinambungan, memberikan pendidikan dan
pelatihan menyangkut komunikasi, salesmanship, dan public relation kepada
pihak manajemen dan karyawan, memasukkan unsur kemampuan untuk
memuaskan pelanggan (yang penilaiannya bias didasarkan pada survei pelanggan)
17
ke dalam sistem penilaian prestasi karyawan, dan memberikan empowerment yang
lebih besar kepada para karyawan dalam melaksanakan tugasnya.
f)
Menerapkan Quality Function Deploymen (QFD)
Praktik untuk merancang suatu proses sebagai tanggapan terhadap
kebutuhan pelanggan. QFD berusaha menerjemahkan apa yang dibutuhkan
pelanggan menjadi apa yang dihasilkan organisasi. Hal ini dilaksanakan dengan
melibatkan pelanggan dalam proses pengembangan produk sedini mungkin.
Dengan demikian, QFD memungkinkan suatu perusahaan untuk memprioritaskan
kebutuhan pelanggan, menemukan tanggapan inovatif terhadap kebutuhan
tersebut, dan memperbaiki proses hingga tercapai efektivitas maksimum.
2.1.1.3 Pengukuran Kepuasan Konsumen
Pengukuran kepuasan konsumen dapat merupakan proses yang sederhana maupun
kompleks serta rumit. Dalam service encounter peran setiap individu sangat
penting dan berpengaruh terhadap kepuasan yang dibentuk. Untuk dapat
mengetahui tingkat kepuasan konsumen maka perlunya dipahami sebab-sebab
timbulnya kepuasan itu sendiri. Philip Kotler,et al (2004) mengidentifikasi 4
metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu :
1.
Sistem Keluhan dan Saran
Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer-oriented)
perlu menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi para
pelanggannya guna menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka.
Media yang digunakan bias berupa kotak saran yang ditempatkan di lokasi-lokasi
strategis (yang mudah dijangkau atau sering dilewati pelanggan), kartu komentar
18
(yang bisa diisi langsung maupun yang dikirim via pos kepada perusahaan),
saluran telepon khusus bebas pulsa, websites, dan lain-lain. Informasi-informasi
yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan
yang berharga kepada perusahaan, sehingga memungkinkannya untuk bereaksi
secara tanggap dan cepat untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul.
2.
Ghost Shopping (Mystery Shopping)
Salah satu cara memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelangan
adalah dengan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk berperan
atau berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing.
Mereka diminta berinteraksi dengan staf penyedia jasa dan menggunakan
produk/jasa perusahaan. Berdasarkan pengalaman tersebut, mereka kemudian
diminta melaporkan temuan-temuannya berkenaan dengan kekuatan dan
kelemahan produk perusahaan dan pesaing.
3.
Lost Customer Analysis
Sedapat mungkin perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan
yang telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat
memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan
perbaikan/penyempurnaan selanjutnya.
4.
Survei Kepuasan Pelanggan
Sebagian besar riset kepuasan pelanggan dilakukan dengan menggunakan
metode survei (Peterson & Wilson, 2002), baik survey melalui pos, telepon, email, websites, maupun wawancara langsung. Melalui survei, perusahaan akan
memperoleh tanggapan dan balikan secara langsung dari pelanggan dan juga
19
memberikan kesan positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para
pelanggannya. Pengukuran kepuasan pelanggan melalui metode ini dapat
dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya :
a.
Directly reported satisfaction
Pengukuran dilakukan menggunakan item-item spesifik yang menanyakan
langsung tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan.
b.
Derived satisfaction
Setidaknya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal
utama, yaitu (1) tingkat harapan atau ekspektasi pelanggan terhadap kinerja
produk atau perusahaan pada atribut-atribut relevan, dan (2) persepsi pelanggan
terhadap kinerja actual produk atau perusahaan bersangkutan (perceived
perfomance). Alternatif lain, tingkat kepentingan masing-masing atribut dan atau
tingkat kinerja ideal juga dipertanyakan.
c.
Problem analiysis
Dalam teknik ini, responden diminta mengungkapkan masalah-masalah
yang mereka hadapi berkaitan dengan produk atau jasa perusahaan dan saransaran perbaikan. Kemudian perusahaan akan melakukan analisis konten (content
analysis)
terhadap
semua
permasalahan
dan
saran
perbaikan
untuk
mengidentifikasi bidang-bidang utama yang membutuhkan perhatian dan tindak
lanjut segera.
d.
Importance-performance analysis
Dalam teknik ini, responden diminta untuk menilai tingkat kepentingan
berbagai atribut relevan dan tingkat kinerja perusahaan (perceived perfomance)
20
pada masing-masing atribut tersebut. Kemudian, nilai rata-rata tingkat
kepentingan atribut dan kinerja perusahaan akan dianalisis di importanceperformance matrix. Matriks ini sangat bermanfaat sebagai pedoman dalam
mengalokasikan sumber daya organisasi yang terbatas pada bidang-bidang yang
spesifik, dimana perbaikan kinerja bisa berdampak besar pada kepuasan
pelanggan total. Selain itu, matriks ini juga menunjukkan bidang atau atribut
tertentu yang perlu dipertahankan dan aspek-aspek yang perlu dikurangi
prioritasnya. Kendati demikian, batas antara “tingkat kepentingan tinggi” dan
“tingkat kepentingan rendah” serta “tingkat kinerja tinggi” dan “tingkat kinerja
rendah” relatif arbitrary, tergantung konteks riset bersangkutan.
2.1.2 Loyalitas Merek
2.1.2.1 Pengertian Loyalitas Merek
Loyalitas adalah tentang persentase dari orang yang pernah membeli
dalam kerangka waktu tertentu dan melakukan pembelian ulang sejak pembelian
yang pertama. Loyalitas Merek atau loyalitas konsumen sebenarnya merupakan
dua istilah yang memiliki makna yang hampir sama (Khusniah dan Swastha,
2002), sehingga sering disebut loyalitas merek saja atau loyalitas konsumen saja.
(Kotler, 2002) mengemukakan loyalitas konsumen merupakan suatu kondisi yang
dapat dicapai dalam jangka panjang sebagai tujuan perusahaan dalam perencanaan
strategik. Dengan kata lain, konsumen memiliki komitmen yang pasti pada
penggunaan produk yang dipilih. Loyalitas merek disebabkan oleh adanya
pengaruh kepuasan terhadap merek tersebut yang terakumulasi secara terus
menerus disamping adanya persepsi tentang kualitas produk.
21
Menurut Griffin (2005), seorang pelanggan dapat dikatakan setia apabila
pelanggan tersebut menunjukkan perilaku pembelian secara teratur atau terdapat
suatu kondisi dimana mewujudkan pelanggan membeli paling sedikit dua kali
dalam selang waktu tertentu, upaya memberikan kepuasan pelanggan dilakukan
untuk mempengaruhi sikap pelanggan, sedangkan konsep loyalitas pelanggan
lebih berkaitan dengan perilaku pelanggan daripada sikap dari pelanggan.
Terdapat konsep loyalitas yang ditawarkan Oliver (dalam Tjiptono ,1999)
mengenai tingkat loyalitas konsumen terdiri dari 4 tahap, yakni:
1.
Loyalitas Kognitif
Tahap dimana pengetahuan langsung maupun tidak langsung konsumen
akan merek, dan manfaatnya, dan dilanjutkan ke pembelian berdasarkan pada
keyakinan akan superioritas yang ditawarkan. Pada tahap ini, dasar kesetiaan
adalah informasi tentang produk atau jasa yang tersedia bagi konsumen.
2.
Loyalitas Afektif
Pada tahap ini dasar kesetiaannya adalah pada sikap dan komitmen
konsumen terhadap produk dan jasa sehingga pada tahap ini telah terbentuk suatu
hubungan yang lebih mendalam antara konsumen dengan penyedia produk atau
jasa dibandingkan pada tahap sebelumnya.
3.
Loyalitas Konatif
Intensi membeli ulang sangat kuat dan memiliki keterlibatan tinggi yang
merupakan dorongan motivasi.
4.
Loyalitas Tindakan
22
Menghubungkan penambahan yang baik untuk tindakan serta keinginan
untuk mengatasi kesulitan seperti pada tindakan kesetiaan.
Tjiptono (2001) mengemukakan 6 indikator yang bisa digunakan untuk mengukur
loyalitas konsumen yaitu:
1. Pembelian Ulang
2. Kebiasaan Mengonsumsi Merek tersebut
3. Selalu menyukai merek tersebut
4. Tetap memilih merek tersebut
5. Yakin bahwa merek tersebut yang terbaik
6. Merekomendasikan merek tersebut pada orang lain.
Dengan kata lain konsumen memiliki komitmen yang pasti pada
penggunaan produk yang dipilih. Loyalitas merek disebabkan oleh adanya
pengaruh kepuasan terhadap merek tersebut yang terakumulasi secara terus
menerus disamping adanya persepsi tentang kualitas produk.
2.1.2.2 Pelanggan yang Loyal
Pelanggan yang loyal tercipta dari suatu komitmen yang tinggi untuk
melakukan pembelian kembali secara teratur suatu produk/jasa yang disukai di
masa yang akan datang.
Menurut Griffin (2005), pelanggan yang loyal adalah orang-orang yang
melakukan hal berikut:
23
•
Melakukan pembelian berulang secara teratur, konsumen yang loyal
adalah konsumen yang melakukan pembelian ulang secara teratur terhadap
produk atau jasa suatu perusahaan dalam periode tertentu.
•
Membeli antar lini produk dan jasa, konsumen yang setia tidak hanya
membeli satu macam produk dan jasa dalam suatu perusahaan melainkan
produk dan jasa lainnya juga.
•
Mereferensikan kepada orang lain, ketika konsumen memasuki tahap
loyalitas atas suatu produk atau jasa maka dengan sendirinya konsumen
tersebut akan merekomendasikan atau mereferensikan kepada konsumen
lainnya.
•
Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing, konsumen disebut
loyal bila tidak mudah terpengaruh pada tarikan perusahaan lain dan tidak
memiliki keinginan untuk berpindah ke penyedia jasa atau produk lain.
Menurut Giddens (2002), konsumen yang loyal terhadap suatu merek memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Memiliki komitmen pada merek tersebut.
2. Berani membayar lebih pada merek tersebut bila dibandingkan dengan
merek yang lain.
3. Akan merekomendasikan merek tersebut pada orang lain.
4. Dalam melakukan pembelian kembali produk tersebut tidak melakukan
pertimbangan.
5. Selalu mengikuti informasi yang berkaitan merek tersebut.
24
6. Mereka dapat menjadi semacam juru bicara dari merek tersebut dan
mereka selalu mengembangkan hubungan dengan merek tersebut.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri konsumen
yang loyal terhadap suatu merek adalah memiliki komitmen terhadap suatu merek,
berani membayar lebih terhadap merek tersebut, merekomendasikan merek
tersebut pada orang lain, akan melakukan pembelian ulang, selalu mengikuti
informasi yang berkaitan dengan merek dan menjadi semacam juru bicara dari
merek tersebut.
2.1.2.3 Jenis-jenis Loyalitas
Menurut Griffin (2005) terdapat 4 jenis loyalitas yang berbeda dan muncul
apabila keterikatan rendah dan tinggi diklasifikasi silang dengan pola pembelian
ulang yang rendah dan tinggi.
Keterikatan
Relative
Tinggi
Rendah
Tabel 2.1.
Empat Jenis Loyalitas
Pembelian Ulang
Tinggi
Rendah
Loyalitas Premium
Loyalitas Tersembunyi
Loyalitas yang lemah Tanpa Loyalitas
Sumber : Griffin (2005)
•
Tanpa Loyalitas
Untuk berbagai alasan, beberapa pelanggan tidak mengembangkan
loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu. Secara umum, perusahaan
harus menghindarkan membidik para pembeli jenis ini karena mereka
tidak akan pernah menjadi pelanggan yang loyal, mereka hanya
berkontribusi sedikit pada keuangan perusahaan. Tantangannya adalah
25
menghindari membidik sebanyak mungkin orang-orang seperti ini dan
lebih memilih pelanggan yang loyalitasnya dapat dikembangkan.
•
Loyalitas yang lemah
Keterikatan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi
menghasilkan loyalitas yang lemah . Pelanggan ini membeli karena
kebiasaan.
Ini
adalah
jenis
pembelian
“karena
kami
selalu
menggunakannya” atau “karena sudah terbiasa”. Pembeli ini merasakan
tingkat kepuasan tertentu dengan perusahaan/ minimal tiada kepuasan
yang nyata. Loyalitas jenis ini paling umum terjadi pada produk yang
sering dibeli.
•
Loyalitas tersembunyi
Tingkat referensi yang relative tinggi digabung dengan tingkat pembelian
yang berulang yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi. Bila
pelanggan memiliki loyalitas yang tersembunyi, pengaruh situasi dan
bukan pengaruh sikap yang menentukan pembelian yang berulang. Dengan
memahami faktor situasi yang berkontribusi pada loyalitas yang
tersembunyi, perusahaan dapat menggunakan strategi untuk mengatasinya.
•
Loyalitas premium
Loyalitas premium, jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan, terjadi
bila ada tingkat keterikatan yang tinggi dan tingkat pembelian berulang
yang juga tinggi
26
Dalam kaitannya dengan loyalitas merek suatu produk, didapati adanya
beberapa tingkatan loyalitas merek. Aaker (dikutip oleh Dinarty SH Manurung,
2009) membagi tingkatan loyalitas merek kedalam lima tingkatan, yaitu:
a. Switcher
Merupakan tingkatan loyalitas yang paling dasar dimana pembeli tidak
peduli pada merek, sama sekali tidak tertarik pada merek – merek apapun
dianggap memadai, dan suka berpindah merek. Dengan demikian merek
memainkan peranan yang kecil dalam keputusan pembelian. Apapun yang diobral
atau menawarkan kenyamanan akan lebih disukai. Motivasi mereka berpindah
merek adalah harga yang rendah karena golongan ini memang sensitif terhadap
harga (price sensitive switcher).
b. Habitual buyer
Pada tingkatan ini pembeli setia terhadap suatu merek dimana dasar
kesetiaannya bukan kepuasan atau keakraban dan kebanggaan. Merupakan
pembeli yang puas terhadap suatu produk, setidaknya tidak merasa dikecewakan
oleh merek tersebut. Dan dalam membeli produk didasarkan pada factor
kebiasaan, bila menemukan merek yang lebih bagus, maka mereka akan
berpindah. para pembeli pada tingkatan ini sulit dirangkul karena tidak ada alasan
bagi mereka untuk memperhitungkan berbagai alternatif.
c. Satisfied buyer
Pada tingkatan ini pembeli puas dengan suatu merek. Mereka setia, tetapi
dasar kesetiaannya bukan pada kebanggaan atau keakraban pada suatu merek
tetapi lebih didasarkan pada perhitungan untung rugi atau biaya peralihan
27
(switching cost), baik biaya dalam waktu, uang atau resiko kinerja, bila
melakukan pergantian ke merek lain. Untuk menarik minat pembeli yang berada
pada tingkatan ini, para kompetitor perlu mengatasi biaya peralihan dengan
menawarkan bujukan untuk beralih atau dengan tawaran suatu manfaat yang
cukup besar sebagai kompensasi.
d. Liking the brand
Pada tingkatan keempat ini, pembeli sungguh-sungguh menyukai merek
tersebut. Prefensi mereka mungkin dilandaskan pada suatu asosiasi; seperti suatu
simbol, rangkaian pengalaman dalam menggunakan, atau kesan kualitas
(perceived quality) yang tinggi. Pada tingkatan ini, kecintaan pada produk baru
terbatas pada komitmen terhadap diri sendiri, dan mereka merasa akrab dengan
merek. Berbagai segmen pada tingkat keempat ini disebut sebagai teman-teman
dari merek (friends of the brand) karena terdapat perasaan emosional yang terkait.
e. Commited buyer
Merupakan tingkatan teratas dimana para pembeli setia dan merasa bangga
pada terhadap suatu produk. Mereka mempunyai suatu kebanggaan dalam
menemukan atau menjadi pengguna dari suatu merek. Merek tersebut sangat
penting bagi mereka baik dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi
mengenai siapa mereka sebenarnya. Rasa percaya diri mereka termanifestasi pada
tindakan semacam merekomendasikan merek tersebut pada orang lain. Nilai dari
pembeli yang berkomitmen tersebut tidaklah begitu besar pada perusahaan, tetapi
lebih kepada dampak terhadap orang lain dan terhadap pasar itu sendiri. Kelima
tingkatan ini dibuat dengan melakukan penyederhanaan.
28
2.1.2.4 Strategi Mempertahankan Loyalitas Konsumen
Strategi dalam mempertahankan loyalitas konsumen menyebabkan para
produsen harus berusaha keras dan memerlukan biaya yang tinggi dalam usahanya
merebut pelanggan suatu perusahaan. Ada beberapa strategi yang dapat dipadukan
untuk meraih dan meningkatkan loyalitas konsumen (James, 2000):
1.
Strategi pemasaran berupa relationship marketing, yaitu strategi dimana
transaksi pertukaran antara penjual dan pembeli berkelanjutan.tidak berakhir
setelah penjualan selesai. Dengan kata lain, dijalin suatu kemitraan dengan
pelanggan secara terus-menerus, yang pada akhirnya akan menimbulkan
kesetiaan konsumen.
2.
Strategi superior customer service yaitu menawarkan pelayanan yang lebih
baik daripada pesaing. Contohnya seperti distributor komputer yang
memberikan pelayanan konsultasi gratis seputar permasalahan komputer.
Toko khusus pakaian yang memberikan keleluasaan untuk menukar atau
mengembalikan jas, jaket atau pakaian selama tenggang waktu tertentu.
3.
Strategi penanganan keluhan yang efisien. Penanganan keluhan memberikan
peluang untuk mengubah seorang pelanggan yang tidak puas bahkan
menjadi pelanggan abadi. Dalam hal ini, kecepatan dan ketepatan
penanganan merupakan hal yang krusial. Ketidak puasan bisa semakin besar
apabila pelanggan yang mengeluh merasa keluhannya tidak diselesaikan
dengan baik.
4.
Strategi peningkatan kinerja perusahaan, meliputi berbagai upaya seperti
melakukan pemantauan dan pengukuran kepuasan pelanggan secara
29
berkesinambungan, memberikan pendidikan dan pelatihan menyangkut
komunikasi, salesmaship dan public relation kepada pihak manajemen dan
karyawan, dan memberikan empowerment yang lebih besar kepada
karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Strategi peningkatan kinerja ini
secara umum bertujuan untuk memuaskan konsumen selaku obyek yang
akan dituju (pangsa pasar dituju).
2.1.3
2.1.3.1
Kualitas Layanan
Pengertian Kualitas Layanan
Sangatlah tidak mudah untuk dapat mendefinisikan kualitas secara tepat.
Tetapi, kualitas umumnya dapat dirinci. Konsep kualitas itu sendiri dianggap
sebagai ukuran yang relatif dari suatu produk atau jasa. Dalam perspektif TQM
(Total Quality Management), kualitas lebih dipandang luas dimana tidak hanya
memandang kepada hasil tetapi juga meliputi proses , lingkungan serta manusia.
Menurut American Society for Quality Control (dalam Lupiyoadi, 2001),
kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik dari suatu
produk/jasa dalam hal kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
yang telah ditentukan atau bersifat laten.
Menurut Gaspers (dalam Rajagukguk,2011) yang mengatakan bahwa
kualitas secara konvensional menggambarkan karakteristik langsung dari suatu
produk seperti kinerja (performance), kehandalan (reliability), mudah dalam
penggunaan (easy to use), dan estetika (esthetics). Sedangkan definisi kualitas
secara strategik adalah sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan
pelanggan.
30
Menurut Goetsch dan Davis (Tjiptono, 2001) merumuskan bahwa kualitas
merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa
manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Konsep
kualitas ini sendiri sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk
dan jasa yang terdiri dari kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain
merupakan fungsi spesifikasi produk , sedagkan kualitas kesesuaian adalah suatu
ukuran seberapa jauh suatu produk mampu memenuhi persyaratan atau spesifikasi
kualitas yang telah ditetapkan.
Menurut
Garvin
(dalam
Tjiptono,
2001;
Lovelock,
1994)
mengindentifikasi adanya 5 alternatif perspektif kualitas yang biasa digunakan,
yaitu:
1. Transcendental Approach
Dalam pendekatan ini, kualitas dipandang sebagai innate excellence,
dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui tetapi sulit didefinisikan
dan dioperasionalisasikan.
2. Product-based approach
Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau
atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur.
3. User-based approach
Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas tergantung pada orang yang
memandangnya, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan
kepuasan maksimum yang dirasakannya.
31
4. Manufacturing-based approach
Pandangan ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktikpraktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas
sebagai sama dengan persyaratannya.
5. Value-based approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga dengan
mempertimbangkan
trade-off
antara
kinerja
dan
harga,
yang
mendefinisikan kualitas sebagai “affordable excellence” atau dengan
pengartian keunggulan yang dapat dijangkau .
Menurut Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra (2005) mendefinisikan
kualitas layanan sebagai kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,
sumber daya manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan konsumen. kualitas jasa merupakan kualitas yang berpusat pada
konsumen. Semakin tinggi kualitas, maka makin tinggi pula kepuasan konsumen.
Sebaliknya bila semakin rendah tingkat kualitas maka makin rendah kepuasan
konsumen.
Menurut Fandy Tjiptono (2006), kualitas layanan jasa adalah tingkat
keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut
untuk memenuhi keinginan konsumen. Dengan kata lain ada dua faktor utama
yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu expected service dan perceive service.
Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai yang
diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Sebaliknya
jika jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa yang
32
diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas jasa tergantung
pada kemampuan penyediaan jasa dalam memenuhi harapan konsumen secara
konsisten.
2.1.3.2 Dimensi Kualitas Layanan
Menurut Sviokla (dalam Lupiyoadi, 2001) dapat diringkas bahwa kualitas
juga memiliki delapan dimensi pengukuran, yaitu:
1. Kinerja (Performance), merujuk pada karakter produk inti yang meliputi
merek, atribut-atribut yang dapat diukur, dan aspek kinerja individu.
2. Keragaman Produk (Features), ini dapat berbentuk produk tambahan dari
suatu produk inti yang dapat menambah nilai suatu produk.
3. Keandalan (Reliability), yang berhubungan dengan kualitas suatu barang
adalah kesesuaian produk dengan standar dalam industrinya.
4. Daya Tahan/Ketahanan (Durability), merupakan ukuran ketahanan suatu
produk meliputi segi ekonomis maupun teknis.
5. Kemampuan Pelayanan (Serviceability), Dimensi ini menunjukkan bahwa
konsumen tidak hanya memperhatikan adanya penurunan kualitas produk
tetapi juga waktu sebelum produk disimpan, penjadwalan pelayanan, proses
komunikasi dengan staf, frekuensi pelayanan perbaikan akan kerusakan
produk dan pelayanan lainnya.
6. Estetika (Aesthetics), merupakan penilaian dan refleksi yang dirasakan oleh
konsumen.
7. Kesesuaian (Conformance), dimensi ini berhubungan dengan kualitas suatu
barang adalah kesesuaian produk dengan standar dalam industri.
33
8. Kualitas yang dipersepsikan (Perceived quality), dimana konsumen biasanya
memiliki informasi tentang produk secara tidak langsung, misalnya melalui
merek, nama dan Negara produsen.
Dalam perkembangannya dimensi kualitas jasa dapat diringkas menjadi
lima dimensi (Lupiyoadi, 2001), yang mana telah melakukan berbagai penelitian
terhadap beberapa jenis-jenis jasa dan berhasil mengidentifikasi lima dimensi
karakteristik yang digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas
pelayanan.
Kelima dimensi karakteristik pelayanan tersebut adalah :
a.
Berwujud (Tangible)
Berwujud yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan
eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan
prasarana fisik perusahaan yang dapat diandalkan keadaan lingkungan
sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh
pemberi jasa.
b.
Keandalan (Reliability)
Keandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai
dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai
dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang
sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik dan
dengan akurasi yang tinggi.
c.
Ketanggapan (Responsiveness)
34
Ketanggapan yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan
pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelangggan, dengan
penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu
persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.
d.
Jaminan dan Kepastian (Assurance)
Jaminan yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai
perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada
perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain komunikasi
(communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi
(competence) dan sopan santun (courtesy).
e.
Empati (Emphaty)
Empati yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi
yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan
konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan
pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik
serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.
2.2
Kerangka Konseptual Penelitian
Kualitas Pelayanan merupakan salah satu faktor penting dalam usaha
mencapai keunggulan bersaing. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang
diinginkan perusahaan melakukan pemenuhan kebethan pelanggan. Oleh karena
itu pemasar harus dapat mengukur kualitas pelayanan yang akan diberikan kepada
konsumen untuk membantunya memahami pengaruh kualitas tersebut terhadap
loyalitas pelanggan / loyalitas merek.
35
Kualitas Layanan (quality service) adalah kemampuan produk Oriflame
yang melibatkan produk atau jasa dan segala sumber daya yang dimiliki untuk
memenuhi harapan konsumen. Menurut Fandy Tjiptono (2005) kualitas pelayanan
adalah kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, sumber daya
manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan
konsumen. Ada lima dimensi kualitas pelayanan yang ditemukan oleh
Parasuraman (Parasuraman, et.all, 1998) dalam Lupiyoadi (2001), yaitu tangibles
(bukti fisik), reliability (keandalan), responsiveness (ketanggapan), assurance
(kepastian), emphaty (perhatian).
Kepuasan merupakan tingkat perasaan konsumen yang menyatakan hasil
perbandingan atas kinerja produk Oriflame yang diterima dan yang diharapkan.
Dengan semakin tingginya tingkat kepuasan yang dirasakan konsumen maka akan
semakin meningkatkan tingkat loyalitas konsumen pada produk yang dijual oleh
perusahaan.
Loyalitas adalah tentang persentase dari orang yang pernah membeli
produk-produk Oriflame dalam kerangka waktu tertentu dan melakukan
pembelian ulang sejak pembelian yang pertama. Loyalitas Merek atau loyalitas
konsumen sebenarnya merupakan dua istilah yang memiliki makna yang hampir
sama. Adapun menurut Kotler (2002) loyalitas merek disebabkan oleh adanya
pengaruh kepuasan terhadap merek tersebut yang terakumulasi secara terus
menerus disamping adanya persepsi tentang kualitas produk. Ada 6 indikator
menurut Tjiptono (2001) yang bisa digunakan untuk mengukur loyalitas
konsumen yaitu: pembelian ulang, kebiasaan mengonsumsi produk tersebut,
36
selalu menyukai merek tersebut, tetap memilih merek tersebut, yakin bahwa
merek tersebut yang terbaik, merekomendasikan merek tersebut pada orang lain.
Dengan adanya kualitas pelayanan yang maksimal, maka akan terwujud
kepuasan konsumen dan berdampak kepada pelanggan yang loyal. Berdasarkan
pada tinjauan pustaka yang telah diuraikan di atas mengenai variabel kualitas
pelayanan serta dimensi dari kualitas pelayanan (quality service) tersebut serta
pengaruhnya terhadap kepuasan dan dampaknya pada loyalitas merek (brand
loyality), maka berikut ini adalah kerangka pemikiran teoritis yang akan
diterapkan dalam penelitian ini:
Kualitas Layanan (X)
Kepuasan (Y1)
Bukti Fisik
(X1)
Keandalan
(X2)
Ketanggapan
(X3)
Jaminan dan Kepastian
(X4)
Loyalitas
Merek (Y2)
Empati
(X5)
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
Sumber : Lupiyoadi (2001), dimodifikasi
2.3 Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis pada penelitian ini sebagai berikut:
37
1) Kualitas pelayanan yang terdiri dari bukti fisik (tangibles), keandalan
(reliability),
ketanggapan
(responsiveness),
jaminan
dan
kepastian
(assurance), dan empati (emphaty) berpengaruh terhadap kepuasan pada
produk Oriflame di kota Medan.
2) Kepuasan berpengaruh terhadap Loyalitas Merek pada produk Oriflame di
kota Medan.
38
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Kepuasan Pelanggan
2.1.1.1 Pengertian Kepuasan Pelanggan
Kepuasan merupakan tingkat perasaan dimana seseorang menyatakan hasil
perbandingan atas kinerja produk (jasa) yang diterima dan yang diharapkan.
Dengan semakin tingginya tingkat kepuasan yang dirasakan konsumen maka akan
semakin meningkatkan tingkat loyalitas konsumen pada produk yang dijual oleh
perusahaan (Rambat Lupiyoadi, 2006)
Banyak pakar yang memberikan definisi mengenai kepuasan konsumen
bahwa kepuasan atau ketidakpuasan konsumen adalah respon konsumen terhadap
evaluasi
ketidaksesuaian/diskonfiemasi
yang
dirasakan
antara
harapan
sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakainnya.
Engel, et al dalam Fandy Tjiptono (2003) menyatakan bahwa kepuasan
pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurangkurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan
timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan konsumen
adalah perasaan yang dirasakan setelah membandingkan antara harapan dengan
kinerja (hasil), dimana harapan konsumen merupakan perkiraan atau keyakinan
tentang apa yang diterimanya, bila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk
14
(barang atau jasa). Sedangkan kinerja yang dirasakan adalah persepsi konsumen
tentang apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli.
Seorang pembeli akan merasa puas setelah apa yang diharapkan sesuai
dengan hasil yang didapatkan. Secara umum kepuasan adalah perasaan senang
atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap
kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan–harapannya.
Bagaimanakah
pembeli membentuk harapan–harapan mereka? Harapan mereka dipengaruhi oleh
pengalaman yang pernah mereka alami sebelumnya, nasehat teman atau kolega,
serta janji dan informasi pemasaran serta pesaingnya. Jika para pemilik jasa
(produk) memberikan harapan yang terlalu tinggi dan tidak sesuai dengan
kenyataannya maka dapat dipastikan para pembeli kemungkinan besar akan
kecewa, begitu juga sebaliknya apabila perusahaan jasa atau produk menetapkan
harapan terlalu rendah, maka para pemakai jasa atau pembeli tidak akan tertarik
walaupun akan memuaskan mereka yang membeli.
Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kepuasan
konsumen mencakup besarnya perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil
yang dirasakan, lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar konsep kepuasan
konsumen berikut ini :
15
Gambar 2.1 Konsep Kepuasan Konsumen
Sumber : Fandy Tjiptono, Strategi Pemasaran, (2003)
2.1.1.2 Strategi Kepuasan Konsumen
Kepuasan total yang dirasakan oleh konsumen tidak akan mungkin
tercapai walaupun untuk sementara waktu. Namun untuk menutupi ketidakpuasan
tersebut, terdapat hal–hal yang dapat membantu konsumen untuk mengurangi
ketidakpuasan tersebut, dengan perbaikan atau penyempurnaan kepuasan dengan
berbagai strategi yang dilakukan perusahaan.
Ada beberapa strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan
meningkatkan kepuasan pelanggan (Fandy Tjiptono, 2003) antara lain:
a)
Strategi Relationship Marketing
Strategi dimana transaksi pertukaran antara pembeli dan penjual
berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Dengan kata lain, dijalin
16
suatu kemitraan dengan pelanggan secara terus-menerus, yang pada akhirnya akan
menimbulkan kesetiaan pelanggan sehingga terjadi bisnis ulangan (repeat
business).
b)
Strategi Superior Customer Service
Pada strategi ini menawarkan pelayanan yang lebih baik daripada pesaing.
Hal ini membutuhkan dana yang besar, kemampuan sumber daya manusia, dan
usaha gigih agar dapat tercipta suatu pelayanan yang superior.
c)
Strategi Unconditional Guarantees
Strategi ini berintikan komitmen untuk memberikan kepuasan kepada
pelanggan yang pada gilirannya akan menjadi sumber dinamisme penyempurnaan
mutu produk atau jasa dan kinerja perusahaan. Selain itu juga meningkatkan
motivasi para karyawan untuk mencapai tingkat kinerja yang lebih baik daripada
sebelumnya.
d)
Strategi Pelayanan Keluhan Yang Efisien
Penanganan keluhan memberikan peluang untuk mengubah seorang
pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan produk perusahaan yang puas (atau
bahkan menjadi ’pelanggan abadi’).
e)
Strategi Peningkatan Kinerja Perusahaan
Meliputi berbagai upaya seperti melakukan pemantauan dan pengukuran
kepuasan pelanggan secara berkesinambungan, memberikan pendidikan dan
pelatihan menyangkut komunikasi, salesmanship, dan public relation kepada
pihak manajemen dan karyawan, memasukkan unsur kemampuan untuk
memuaskan pelanggan (yang penilaiannya bias didasarkan pada survei pelanggan)
17
ke dalam sistem penilaian prestasi karyawan, dan memberikan empowerment yang
lebih besar kepada para karyawan dalam melaksanakan tugasnya.
f)
Menerapkan Quality Function Deploymen (QFD)
Praktik untuk merancang suatu proses sebagai tanggapan terhadap
kebutuhan pelanggan. QFD berusaha menerjemahkan apa yang dibutuhkan
pelanggan menjadi apa yang dihasilkan organisasi. Hal ini dilaksanakan dengan
melibatkan pelanggan dalam proses pengembangan produk sedini mungkin.
Dengan demikian, QFD memungkinkan suatu perusahaan untuk memprioritaskan
kebutuhan pelanggan, menemukan tanggapan inovatif terhadap kebutuhan
tersebut, dan memperbaiki proses hingga tercapai efektivitas maksimum.
2.1.1.3 Pengukuran Kepuasan Konsumen
Pengukuran kepuasan konsumen dapat merupakan proses yang sederhana maupun
kompleks serta rumit. Dalam service encounter peran setiap individu sangat
penting dan berpengaruh terhadap kepuasan yang dibentuk. Untuk dapat
mengetahui tingkat kepuasan konsumen maka perlunya dipahami sebab-sebab
timbulnya kepuasan itu sendiri. Philip Kotler,et al (2004) mengidentifikasi 4
metode untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu :
1.
Sistem Keluhan dan Saran
Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer-oriented)
perlu menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi para
pelanggannya guna menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka.
Media yang digunakan bias berupa kotak saran yang ditempatkan di lokasi-lokasi
strategis (yang mudah dijangkau atau sering dilewati pelanggan), kartu komentar
18
(yang bisa diisi langsung maupun yang dikirim via pos kepada perusahaan),
saluran telepon khusus bebas pulsa, websites, dan lain-lain. Informasi-informasi
yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan
yang berharga kepada perusahaan, sehingga memungkinkannya untuk bereaksi
secara tanggap dan cepat untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul.
2.
Ghost Shopping (Mystery Shopping)
Salah satu cara memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelangan
adalah dengan mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk berperan
atau berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing.
Mereka diminta berinteraksi dengan staf penyedia jasa dan menggunakan
produk/jasa perusahaan. Berdasarkan pengalaman tersebut, mereka kemudian
diminta melaporkan temuan-temuannya berkenaan dengan kekuatan dan
kelemahan produk perusahaan dan pesaing.
3.
Lost Customer Analysis
Sedapat mungkin perusahaan seyogyanya menghubungi para pelanggan
yang telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat
memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan
perbaikan/penyempurnaan selanjutnya.
4.
Survei Kepuasan Pelanggan
Sebagian besar riset kepuasan pelanggan dilakukan dengan menggunakan
metode survei (Peterson & Wilson, 2002), baik survey melalui pos, telepon, email, websites, maupun wawancara langsung. Melalui survei, perusahaan akan
memperoleh tanggapan dan balikan secara langsung dari pelanggan dan juga
19
memberikan kesan positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para
pelanggannya. Pengukuran kepuasan pelanggan melalui metode ini dapat
dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya :
a.
Directly reported satisfaction
Pengukuran dilakukan menggunakan item-item spesifik yang menanyakan
langsung tingkat kepuasan yang dirasakan pelanggan.
b.
Derived satisfaction
Setidaknya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal
utama, yaitu (1) tingkat harapan atau ekspektasi pelanggan terhadap kinerja
produk atau perusahaan pada atribut-atribut relevan, dan (2) persepsi pelanggan
terhadap kinerja actual produk atau perusahaan bersangkutan (perceived
perfomance). Alternatif lain, tingkat kepentingan masing-masing atribut dan atau
tingkat kinerja ideal juga dipertanyakan.
c.
Problem analiysis
Dalam teknik ini, responden diminta mengungkapkan masalah-masalah
yang mereka hadapi berkaitan dengan produk atau jasa perusahaan dan saransaran perbaikan. Kemudian perusahaan akan melakukan analisis konten (content
analysis)
terhadap
semua
permasalahan
dan
saran
perbaikan
untuk
mengidentifikasi bidang-bidang utama yang membutuhkan perhatian dan tindak
lanjut segera.
d.
Importance-performance analysis
Dalam teknik ini, responden diminta untuk menilai tingkat kepentingan
berbagai atribut relevan dan tingkat kinerja perusahaan (perceived perfomance)
20
pada masing-masing atribut tersebut. Kemudian, nilai rata-rata tingkat
kepentingan atribut dan kinerja perusahaan akan dianalisis di importanceperformance matrix. Matriks ini sangat bermanfaat sebagai pedoman dalam
mengalokasikan sumber daya organisasi yang terbatas pada bidang-bidang yang
spesifik, dimana perbaikan kinerja bisa berdampak besar pada kepuasan
pelanggan total. Selain itu, matriks ini juga menunjukkan bidang atau atribut
tertentu yang perlu dipertahankan dan aspek-aspek yang perlu dikurangi
prioritasnya. Kendati demikian, batas antara “tingkat kepentingan tinggi” dan
“tingkat kepentingan rendah” serta “tingkat kinerja tinggi” dan “tingkat kinerja
rendah” relatif arbitrary, tergantung konteks riset bersangkutan.
2.1.2 Loyalitas Merek
2.1.2.1 Pengertian Loyalitas Merek
Loyalitas adalah tentang persentase dari orang yang pernah membeli
dalam kerangka waktu tertentu dan melakukan pembelian ulang sejak pembelian
yang pertama. Loyalitas Merek atau loyalitas konsumen sebenarnya merupakan
dua istilah yang memiliki makna yang hampir sama (Khusniah dan Swastha,
2002), sehingga sering disebut loyalitas merek saja atau loyalitas konsumen saja.
(Kotler, 2002) mengemukakan loyalitas konsumen merupakan suatu kondisi yang
dapat dicapai dalam jangka panjang sebagai tujuan perusahaan dalam perencanaan
strategik. Dengan kata lain, konsumen memiliki komitmen yang pasti pada
penggunaan produk yang dipilih. Loyalitas merek disebabkan oleh adanya
pengaruh kepuasan terhadap merek tersebut yang terakumulasi secara terus
menerus disamping adanya persepsi tentang kualitas produk.
21
Menurut Griffin (2005), seorang pelanggan dapat dikatakan setia apabila
pelanggan tersebut menunjukkan perilaku pembelian secara teratur atau terdapat
suatu kondisi dimana mewujudkan pelanggan membeli paling sedikit dua kali
dalam selang waktu tertentu, upaya memberikan kepuasan pelanggan dilakukan
untuk mempengaruhi sikap pelanggan, sedangkan konsep loyalitas pelanggan
lebih berkaitan dengan perilaku pelanggan daripada sikap dari pelanggan.
Terdapat konsep loyalitas yang ditawarkan Oliver (dalam Tjiptono ,1999)
mengenai tingkat loyalitas konsumen terdiri dari 4 tahap, yakni:
1.
Loyalitas Kognitif
Tahap dimana pengetahuan langsung maupun tidak langsung konsumen
akan merek, dan manfaatnya, dan dilanjutkan ke pembelian berdasarkan pada
keyakinan akan superioritas yang ditawarkan. Pada tahap ini, dasar kesetiaan
adalah informasi tentang produk atau jasa yang tersedia bagi konsumen.
2.
Loyalitas Afektif
Pada tahap ini dasar kesetiaannya adalah pada sikap dan komitmen
konsumen terhadap produk dan jasa sehingga pada tahap ini telah terbentuk suatu
hubungan yang lebih mendalam antara konsumen dengan penyedia produk atau
jasa dibandingkan pada tahap sebelumnya.
3.
Loyalitas Konatif
Intensi membeli ulang sangat kuat dan memiliki keterlibatan tinggi yang
merupakan dorongan motivasi.
4.
Loyalitas Tindakan
22
Menghubungkan penambahan yang baik untuk tindakan serta keinginan
untuk mengatasi kesulitan seperti pada tindakan kesetiaan.
Tjiptono (2001) mengemukakan 6 indikator yang bisa digunakan untuk mengukur
loyalitas konsumen yaitu:
1. Pembelian Ulang
2. Kebiasaan Mengonsumsi Merek tersebut
3. Selalu menyukai merek tersebut
4. Tetap memilih merek tersebut
5. Yakin bahwa merek tersebut yang terbaik
6. Merekomendasikan merek tersebut pada orang lain.
Dengan kata lain konsumen memiliki komitmen yang pasti pada
penggunaan produk yang dipilih. Loyalitas merek disebabkan oleh adanya
pengaruh kepuasan terhadap merek tersebut yang terakumulasi secara terus
menerus disamping adanya persepsi tentang kualitas produk.
2.1.2.2 Pelanggan yang Loyal
Pelanggan yang loyal tercipta dari suatu komitmen yang tinggi untuk
melakukan pembelian kembali secara teratur suatu produk/jasa yang disukai di
masa yang akan datang.
Menurut Griffin (2005), pelanggan yang loyal adalah orang-orang yang
melakukan hal berikut:
23
•
Melakukan pembelian berulang secara teratur, konsumen yang loyal
adalah konsumen yang melakukan pembelian ulang secara teratur terhadap
produk atau jasa suatu perusahaan dalam periode tertentu.
•
Membeli antar lini produk dan jasa, konsumen yang setia tidak hanya
membeli satu macam produk dan jasa dalam suatu perusahaan melainkan
produk dan jasa lainnya juga.
•
Mereferensikan kepada orang lain, ketika konsumen memasuki tahap
loyalitas atas suatu produk atau jasa maka dengan sendirinya konsumen
tersebut akan merekomendasikan atau mereferensikan kepada konsumen
lainnya.
•
Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing, konsumen disebut
loyal bila tidak mudah terpengaruh pada tarikan perusahaan lain dan tidak
memiliki keinginan untuk berpindah ke penyedia jasa atau produk lain.
Menurut Giddens (2002), konsumen yang loyal terhadap suatu merek memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Memiliki komitmen pada merek tersebut.
2. Berani membayar lebih pada merek tersebut bila dibandingkan dengan
merek yang lain.
3. Akan merekomendasikan merek tersebut pada orang lain.
4. Dalam melakukan pembelian kembali produk tersebut tidak melakukan
pertimbangan.
5. Selalu mengikuti informasi yang berkaitan merek tersebut.
24
6. Mereka dapat menjadi semacam juru bicara dari merek tersebut dan
mereka selalu mengembangkan hubungan dengan merek tersebut.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri konsumen
yang loyal terhadap suatu merek adalah memiliki komitmen terhadap suatu merek,
berani membayar lebih terhadap merek tersebut, merekomendasikan merek
tersebut pada orang lain, akan melakukan pembelian ulang, selalu mengikuti
informasi yang berkaitan dengan merek dan menjadi semacam juru bicara dari
merek tersebut.
2.1.2.3 Jenis-jenis Loyalitas
Menurut Griffin (2005) terdapat 4 jenis loyalitas yang berbeda dan muncul
apabila keterikatan rendah dan tinggi diklasifikasi silang dengan pola pembelian
ulang yang rendah dan tinggi.
Keterikatan
Relative
Tinggi
Rendah
Tabel 2.1.
Empat Jenis Loyalitas
Pembelian Ulang
Tinggi
Rendah
Loyalitas Premium
Loyalitas Tersembunyi
Loyalitas yang lemah Tanpa Loyalitas
Sumber : Griffin (2005)
•
Tanpa Loyalitas
Untuk berbagai alasan, beberapa pelanggan tidak mengembangkan
loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu. Secara umum, perusahaan
harus menghindarkan membidik para pembeli jenis ini karena mereka
tidak akan pernah menjadi pelanggan yang loyal, mereka hanya
berkontribusi sedikit pada keuangan perusahaan. Tantangannya adalah
25
menghindari membidik sebanyak mungkin orang-orang seperti ini dan
lebih memilih pelanggan yang loyalitasnya dapat dikembangkan.
•
Loyalitas yang lemah
Keterikatan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi
menghasilkan loyalitas yang lemah . Pelanggan ini membeli karena
kebiasaan.
Ini
adalah
jenis
pembelian
“karena
kami
selalu
menggunakannya” atau “karena sudah terbiasa”. Pembeli ini merasakan
tingkat kepuasan tertentu dengan perusahaan/ minimal tiada kepuasan
yang nyata. Loyalitas jenis ini paling umum terjadi pada produk yang
sering dibeli.
•
Loyalitas tersembunyi
Tingkat referensi yang relative tinggi digabung dengan tingkat pembelian
yang berulang yang rendah menunjukkan loyalitas tersembunyi. Bila
pelanggan memiliki loyalitas yang tersembunyi, pengaruh situasi dan
bukan pengaruh sikap yang menentukan pembelian yang berulang. Dengan
memahami faktor situasi yang berkontribusi pada loyalitas yang
tersembunyi, perusahaan dapat menggunakan strategi untuk mengatasinya.
•
Loyalitas premium
Loyalitas premium, jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan, terjadi
bila ada tingkat keterikatan yang tinggi dan tingkat pembelian berulang
yang juga tinggi
26
Dalam kaitannya dengan loyalitas merek suatu produk, didapati adanya
beberapa tingkatan loyalitas merek. Aaker (dikutip oleh Dinarty SH Manurung,
2009) membagi tingkatan loyalitas merek kedalam lima tingkatan, yaitu:
a. Switcher
Merupakan tingkatan loyalitas yang paling dasar dimana pembeli tidak
peduli pada merek, sama sekali tidak tertarik pada merek – merek apapun
dianggap memadai, dan suka berpindah merek. Dengan demikian merek
memainkan peranan yang kecil dalam keputusan pembelian. Apapun yang diobral
atau menawarkan kenyamanan akan lebih disukai. Motivasi mereka berpindah
merek adalah harga yang rendah karena golongan ini memang sensitif terhadap
harga (price sensitive switcher).
b. Habitual buyer
Pada tingkatan ini pembeli setia terhadap suatu merek dimana dasar
kesetiaannya bukan kepuasan atau keakraban dan kebanggaan. Merupakan
pembeli yang puas terhadap suatu produk, setidaknya tidak merasa dikecewakan
oleh merek tersebut. Dan dalam membeli produk didasarkan pada factor
kebiasaan, bila menemukan merek yang lebih bagus, maka mereka akan
berpindah. para pembeli pada tingkatan ini sulit dirangkul karena tidak ada alasan
bagi mereka untuk memperhitungkan berbagai alternatif.
c. Satisfied buyer
Pada tingkatan ini pembeli puas dengan suatu merek. Mereka setia, tetapi
dasar kesetiaannya bukan pada kebanggaan atau keakraban pada suatu merek
tetapi lebih didasarkan pada perhitungan untung rugi atau biaya peralihan
27
(switching cost), baik biaya dalam waktu, uang atau resiko kinerja, bila
melakukan pergantian ke merek lain. Untuk menarik minat pembeli yang berada
pada tingkatan ini, para kompetitor perlu mengatasi biaya peralihan dengan
menawarkan bujukan untuk beralih atau dengan tawaran suatu manfaat yang
cukup besar sebagai kompensasi.
d. Liking the brand
Pada tingkatan keempat ini, pembeli sungguh-sungguh menyukai merek
tersebut. Prefensi mereka mungkin dilandaskan pada suatu asosiasi; seperti suatu
simbol, rangkaian pengalaman dalam menggunakan, atau kesan kualitas
(perceived quality) yang tinggi. Pada tingkatan ini, kecintaan pada produk baru
terbatas pada komitmen terhadap diri sendiri, dan mereka merasa akrab dengan
merek. Berbagai segmen pada tingkat keempat ini disebut sebagai teman-teman
dari merek (friends of the brand) karena terdapat perasaan emosional yang terkait.
e. Commited buyer
Merupakan tingkatan teratas dimana para pembeli setia dan merasa bangga
pada terhadap suatu produk. Mereka mempunyai suatu kebanggaan dalam
menemukan atau menjadi pengguna dari suatu merek. Merek tersebut sangat
penting bagi mereka baik dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi
mengenai siapa mereka sebenarnya. Rasa percaya diri mereka termanifestasi pada
tindakan semacam merekomendasikan merek tersebut pada orang lain. Nilai dari
pembeli yang berkomitmen tersebut tidaklah begitu besar pada perusahaan, tetapi
lebih kepada dampak terhadap orang lain dan terhadap pasar itu sendiri. Kelima
tingkatan ini dibuat dengan melakukan penyederhanaan.
28
2.1.2.4 Strategi Mempertahankan Loyalitas Konsumen
Strategi dalam mempertahankan loyalitas konsumen menyebabkan para
produsen harus berusaha keras dan memerlukan biaya yang tinggi dalam usahanya
merebut pelanggan suatu perusahaan. Ada beberapa strategi yang dapat dipadukan
untuk meraih dan meningkatkan loyalitas konsumen (James, 2000):
1.
Strategi pemasaran berupa relationship marketing, yaitu strategi dimana
transaksi pertukaran antara penjual dan pembeli berkelanjutan.tidak berakhir
setelah penjualan selesai. Dengan kata lain, dijalin suatu kemitraan dengan
pelanggan secara terus-menerus, yang pada akhirnya akan menimbulkan
kesetiaan konsumen.
2.
Strategi superior customer service yaitu menawarkan pelayanan yang lebih
baik daripada pesaing. Contohnya seperti distributor komputer yang
memberikan pelayanan konsultasi gratis seputar permasalahan komputer.
Toko khusus pakaian yang memberikan keleluasaan untuk menukar atau
mengembalikan jas, jaket atau pakaian selama tenggang waktu tertentu.
3.
Strategi penanganan keluhan yang efisien. Penanganan keluhan memberikan
peluang untuk mengubah seorang pelanggan yang tidak puas bahkan
menjadi pelanggan abadi. Dalam hal ini, kecepatan dan ketepatan
penanganan merupakan hal yang krusial. Ketidak puasan bisa semakin besar
apabila pelanggan yang mengeluh merasa keluhannya tidak diselesaikan
dengan baik.
4.
Strategi peningkatan kinerja perusahaan, meliputi berbagai upaya seperti
melakukan pemantauan dan pengukuran kepuasan pelanggan secara
29
berkesinambungan, memberikan pendidikan dan pelatihan menyangkut
komunikasi, salesmaship dan public relation kepada pihak manajemen dan
karyawan, dan memberikan empowerment yang lebih besar kepada
karyawan dalam melaksanakan tugasnya. Strategi peningkatan kinerja ini
secara umum bertujuan untuk memuaskan konsumen selaku obyek yang
akan dituju (pangsa pasar dituju).
2.1.3
2.1.3.1
Kualitas Layanan
Pengertian Kualitas Layanan
Sangatlah tidak mudah untuk dapat mendefinisikan kualitas secara tepat.
Tetapi, kualitas umumnya dapat dirinci. Konsep kualitas itu sendiri dianggap
sebagai ukuran yang relatif dari suatu produk atau jasa. Dalam perspektif TQM
(Total Quality Management), kualitas lebih dipandang luas dimana tidak hanya
memandang kepada hasil tetapi juga meliputi proses , lingkungan serta manusia.
Menurut American Society for Quality Control (dalam Lupiyoadi, 2001),
kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik dari suatu
produk/jasa dalam hal kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
yang telah ditentukan atau bersifat laten.
Menurut Gaspers (dalam Rajagukguk,2011) yang mengatakan bahwa
kualitas secara konvensional menggambarkan karakteristik langsung dari suatu
produk seperti kinerja (performance), kehandalan (reliability), mudah dalam
penggunaan (easy to use), dan estetika (esthetics). Sedangkan definisi kualitas
secara strategik adalah sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan
pelanggan.
30
Menurut Goetsch dan Davis (Tjiptono, 2001) merumuskan bahwa kualitas
merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa
manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Konsep
kualitas ini sendiri sering dianggap sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk
dan jasa yang terdiri dari kualitas desain dan kualitas kesesuaian. Kualitas desain
merupakan fungsi spesifikasi produk , sedagkan kualitas kesesuaian adalah suatu
ukuran seberapa jauh suatu produk mampu memenuhi persyaratan atau spesifikasi
kualitas yang telah ditetapkan.
Menurut
Garvin
(dalam
Tjiptono,
2001;
Lovelock,
1994)
mengindentifikasi adanya 5 alternatif perspektif kualitas yang biasa digunakan,
yaitu:
1. Transcendental Approach
Dalam pendekatan ini, kualitas dipandang sebagai innate excellence,
dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui tetapi sulit didefinisikan
dan dioperasionalisasikan.
2. Product-based approach
Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau
atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur.
3. User-based approach
Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas tergantung pada orang yang
memandangnya, sehingga kualitas bagi seseorang adalah sama dengan
kepuasan maksimum yang dirasakannya.
31
4. Manufacturing-based approach
Pandangan ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan praktikpraktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas
sebagai sama dengan persyaratannya.
5. Value-based approach
Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga dengan
mempertimbangkan
trade-off
antara
kinerja
dan
harga,
yang
mendefinisikan kualitas sebagai “affordable excellence” atau dengan
pengartian keunggulan yang dapat dijangkau .
Menurut Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra (2005) mendefinisikan
kualitas layanan sebagai kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,
sumber daya manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan konsumen. kualitas jasa merupakan kualitas yang berpusat pada
konsumen. Semakin tinggi kualitas, maka makin tinggi pula kepuasan konsumen.
Sebaliknya bila semakin rendah tingkat kualitas maka makin rendah kepuasan
konsumen.
Menurut Fandy Tjiptono (2006), kualitas layanan jasa adalah tingkat
keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut
untuk memenuhi keinginan konsumen. Dengan kata lain ada dua faktor utama
yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu expected service dan perceive service.
Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai yang
diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Sebaliknya
jika jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa yang
32
diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, maka kualitas jasa tergantung
pada kemampuan penyediaan jasa dalam memenuhi harapan konsumen secara
konsisten.
2.1.3.2 Dimensi Kualitas Layanan
Menurut Sviokla (dalam Lupiyoadi, 2001) dapat diringkas bahwa kualitas
juga memiliki delapan dimensi pengukuran, yaitu:
1. Kinerja (Performance), merujuk pada karakter produk inti yang meliputi
merek, atribut-atribut yang dapat diukur, dan aspek kinerja individu.
2. Keragaman Produk (Features), ini dapat berbentuk produk tambahan dari
suatu produk inti yang dapat menambah nilai suatu produk.
3. Keandalan (Reliability), yang berhubungan dengan kualitas suatu barang
adalah kesesuaian produk dengan standar dalam industrinya.
4. Daya Tahan/Ketahanan (Durability), merupakan ukuran ketahanan suatu
produk meliputi segi ekonomis maupun teknis.
5. Kemampuan Pelayanan (Serviceability), Dimensi ini menunjukkan bahwa
konsumen tidak hanya memperhatikan adanya penurunan kualitas produk
tetapi juga waktu sebelum produk disimpan, penjadwalan pelayanan, proses
komunikasi dengan staf, frekuensi pelayanan perbaikan akan kerusakan
produk dan pelayanan lainnya.
6. Estetika (Aesthetics), merupakan penilaian dan refleksi yang dirasakan oleh
konsumen.
7. Kesesuaian (Conformance), dimensi ini berhubungan dengan kualitas suatu
barang adalah kesesuaian produk dengan standar dalam industri.
33
8. Kualitas yang dipersepsikan (Perceived quality), dimana konsumen biasanya
memiliki informasi tentang produk secara tidak langsung, misalnya melalui
merek, nama dan Negara produsen.
Dalam perkembangannya dimensi kualitas jasa dapat diringkas menjadi
lima dimensi (Lupiyoadi, 2001), yang mana telah melakukan berbagai penelitian
terhadap beberapa jenis-jenis jasa dan berhasil mengidentifikasi lima dimensi
karakteristik yang digunakan oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas
pelayanan.
Kelima dimensi karakteristik pelayanan tersebut adalah :
a.
Berwujud (Tangible)
Berwujud yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan
eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan
prasarana fisik perusahaan yang dapat diandalkan keadaan lingkungan
sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh
pemberi jasa.
b.
Keandalan (Reliability)
Keandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai
dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai
dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang
sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik dan
dengan akurasi yang tinggi.
c.
Ketanggapan (Responsiveness)
34
Ketanggapan yaitu suatu kebijakan untuk membantu dan memberikan
pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelangggan, dengan
penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu
persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.
d.
Jaminan dan Kepastian (Assurance)
Jaminan yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai
perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada
perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen antara lain komunikasi
(communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi
(competence) dan sopan santun (courtesy).
e.
Empati (Emphaty)
Empati yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi
yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan
konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan
pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik
serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.
2.2
Kerangka Konseptual Penelitian
Kualitas Pelayanan merupakan salah satu faktor penting dalam usaha
mencapai keunggulan bersaing. Untuk mencapai kualitas pelayanan yang
diinginkan perusahaan melakukan pemenuhan kebethan pelanggan. Oleh karena
itu pemasar harus dapat mengukur kualitas pelayanan yang akan diberikan kepada
konsumen untuk membantunya memahami pengaruh kualitas tersebut terhadap
loyalitas pelanggan / loyalitas merek.
35
Kualitas Layanan (quality service) adalah kemampuan produk Oriflame
yang melibatkan produk atau jasa dan segala sumber daya yang dimiliki untuk
memenuhi harapan konsumen. Menurut Fandy Tjiptono (2005) kualitas pelayanan
adalah kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, sumber daya
manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan
konsumen. Ada lima dimensi kualitas pelayanan yang ditemukan oleh
Parasuraman (Parasuraman, et.all, 1998) dalam Lupiyoadi (2001), yaitu tangibles
(bukti fisik), reliability (keandalan), responsiveness (ketanggapan), assurance
(kepastian), emphaty (perhatian).
Kepuasan merupakan tingkat perasaan konsumen yang menyatakan hasil
perbandingan atas kinerja produk Oriflame yang diterima dan yang diharapkan.
Dengan semakin tingginya tingkat kepuasan yang dirasakan konsumen maka akan
semakin meningkatkan tingkat loyalitas konsumen pada produk yang dijual oleh
perusahaan.
Loyalitas adalah tentang persentase dari orang yang pernah membeli
produk-produk Oriflame dalam kerangka waktu tertentu dan melakukan
pembelian ulang sejak pembelian yang pertama. Loyalitas Merek atau loyalitas
konsumen sebenarnya merupakan dua istilah yang memiliki makna yang hampir
sama. Adapun menurut Kotler (2002) loyalitas merek disebabkan oleh adanya
pengaruh kepuasan terhadap merek tersebut yang terakumulasi secara terus
menerus disamping adanya persepsi tentang kualitas produk. Ada 6 indikator
menurut Tjiptono (2001) yang bisa digunakan untuk mengukur loyalitas
konsumen yaitu: pembelian ulang, kebiasaan mengonsumsi produk tersebut,
36
selalu menyukai merek tersebut, tetap memilih merek tersebut, yakin bahwa
merek tersebut yang terbaik, merekomendasikan merek tersebut pada orang lain.
Dengan adanya kualitas pelayanan yang maksimal, maka akan terwujud
kepuasan konsumen dan berdampak kepada pelanggan yang loyal. Berdasarkan
pada tinjauan pustaka yang telah diuraikan di atas mengenai variabel kualitas
pelayanan serta dimensi dari kualitas pelayanan (quality service) tersebut serta
pengaruhnya terhadap kepuasan dan dampaknya pada loyalitas merek (brand
loyality), maka berikut ini adalah kerangka pemikiran teoritis yang akan
diterapkan dalam penelitian ini:
Kualitas Layanan (X)
Kepuasan (Y1)
Bukti Fisik
(X1)
Keandalan
(X2)
Ketanggapan
(X3)
Jaminan dan Kepastian
(X4)
Loyalitas
Merek (Y2)
Empati
(X5)
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual
Sumber : Lupiyoadi (2001), dimodifikasi
2.3 Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis pada penelitian ini sebagai berikut:
37
1) Kualitas pelayanan yang terdiri dari bukti fisik (tangibles), keandalan
(reliability),
ketanggapan
(responsiveness),
jaminan
dan
kepastian
(assurance), dan empati (emphaty) berpengaruh terhadap kepuasan pada
produk Oriflame di kota Medan.
2) Kepuasan berpengaruh terhadap Loyalitas Merek pada produk Oriflame di
kota Medan.
38