Dasar Dasar Teori Sistem pengandali

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam komunikasi, terdapat hal yang dinamakan sistem.
Sistem ini tentu saja mempunyai ujung atau dasar-dasar. Dasardasar teori sistem inilah yang penulis akan angkat sebagai bahan
permasalahan di makalah.
Sistem merupakan sesuatu yang memiliki tiga hal mendasar.
Yaitu struktur, fungsi, dan evolusi. Bagaimana dari ketiga hal
mendasar tersebut bisa memiliki keterkaitan satu sama lain yang
nantinya akan berkembang menjadi sebuah sistem. Maka dari itu,
dengan ini saya akan membuat sebuah makalah dengan judul
Dasar-Dasar Teori Sistem.
B. Rumusan Masalah
a. Mengapa antara struktur, fungsi dan evolusi berhubungan satu
sama lain?
b. Apakah tanpa struktur, fungsi masih dapat berjalan?
c. Apakah dengan evolusi, struktur dan fungsi menjadi mempunyai
arti?

1


BAB II
PEMBAHASAN

Dalam teori sistem umum dijelaskan bahwa dalam sebuah sistem
terdapat struktur, fungsi dan evolusi. Menurut Kamus Ilmiah Populer,
sistem adalah metode atau cara yang teratur (untuk melakukan sesuatu).
Struktur adalah susunan. Fungsi adalah kegunaan atau manfaat. Evolusi
adalah perubahan atau perkembangan secara lambat.1
Hubungan struktural dapat terjadi dari segi ruang (kiri, kanan,
depan dan belakang) dan segi status (atasan, bawahan, teman sekerja).
Untuk mempermudah pemahaman, contoh hubungan struktural dari segi
status adalah stratifikasi yang terjadi pada tingkat pendidikan. Orang
yang memiliki pendidikan mencapai S1 akan memiliki status yang lebih
tinggi dibanding orang yang memiliki pendidikan hingga SMA.
Dalam suatu perusahaan pun, secara kasat mata akan terlihat
otomatis akan adanya perbedaan status tersebut. Semakin tinggi
seseorang mencapai tingkat pendidikan, semakin tinggi pula jabatan yang
akan didapat. Sementara, biasanya orang yang tingkat pendidikannya
tidak terlalu tinggi, akan menempati posisi jabatan yang sesuai dengan

pendidikannya. Namun ini belum tentu berlaku di semua tempat. Hanya
saja sebagian besar perusahaan menerapkan sistem sturktural seperti ini.
Hubungan fungsional berkaitan dengan tindakan atau perilaku
(menghibur, memberi informasi, mengawasi, dsb). Dapat dijelaskan
bagaimana hubungan ini memiliki kegunaan atau manfaat. Seperti pada
sistem pemerintahan di Indonesia. Terdapat lembaga-lembaga yakni
lembaga legislatif, lembaga eksekutif dan lembaga yudikatif.2
Mereka

mempunyai

fungsinya

masing-masing

dalam

hal

menjalankan kewajiban atau tugas. Lembaga legislatif berfungsi sebagai

pembuat undang-undang. Lembaga eksekutif bertugas menerapkan dan

1 Risa Agustin, Kamus Ilmiah Populer, Serba Jaya : Surabaya h. 491, 502, 135, 117
2 A. Ubaedillah & Abdul Rozak, Pancasila, Demokarsi, HAM, dan Masyarakat Madani, Kencana, 2003 :
Jakarta h. 104

2

melaksanakan undang-undang. Sedangkan lembaga yudikatif berfungsi
mempertahankan pelaksanaan undang-undang.
Sedangkan hubungan evolusioner menunjuk kepada riwayat sistem
dalam waktu tertentu tentang hubungan sturktural dan hubungan
fungsional. Bisa dikaitkan pula tentang perubahan dan perkembangannya
secara evolusi atau bertahap.3 Seperti artinya, evolusi adalah perubahan
secara lambat. Bagaimana suatu sistem memiliki proses yang bertahap
dalam menjalankan fungsinya. Meskipun bertahap, hubungan evolusioner
pada akhirnya dapat dirasakan juga meski memerlukan waktu yang tidak
sebentar.
Untuk lebih jelasnya, hubungan antara struktur—fungsi—evolusi
dapat dipahami melalui contoh. Jika Indonesia dipandang sebagai sebuah

sistem

kenegaraan,

hubungan-hubungan struktural,

fungsional,

dan

evolusioner dalam sistem tersebut dapat diuraikan. Secara struktural,
menurut undang-undang yang berlaku saat ini, di Indonesia diatur
hubungan antara pemerintah, pers, dan masyarakat (partai politik,
organisasi sosial, dan industri).
Meskipun begitu, hubungan tersebut tidak semata-mata terjadi
begitu saja. Sejak zaman kemerdekaan, Indonesia kerap beberapa kali
berganti sistem pers. Di sini terlihat bagaimana pemerintah mengatur
hubungan tersebut sedemikian rupa. Hal ini terjadi karena mengikuti
perkembangan yang terjadi pada masa itu. Semuanya tergantung dari
kecocokan atau ketidak cocokan yang dirasakan baik oleh pemerintah,

pers, dan masyarakat.
Jika kita telisik lebih dalam, di Indonesia pernah tiga kali berganti
sistem pers. Yang pertama adalah Sistem Pers Merdeka yang berkaitatan
dengan perjuangan (1945-1950) dan Demokrasi Liberal (1950-1959);
Sistem Pers Terpimpin yang terpaut dengan Demokrasi Terpimpin (19591965); dan Sistem Pers Pancasila yang bergan dengan Demokrasi
Pancasila (1966-1999) serta sistem pers dewasa ini, sebagai buah
reformasi yang menjurus kepada liberalisasi dalam bidang politik dan
ekonomi.4
3 Anwar Arifin, Sistem Komunikasi Indonesia, Simbiosa Rekatama Media, 2011: Bandung, h. 28
4 Ibid, h. 127

3

Setelah jatuh bangun dari pergantian sistem tersebut, Indonesia
semakin belajar. Sampai akhirnya Indonesia menetapkan adanya Sistem
Pers Pancasila. Bukan tanpa proses yang kita sebut dengan evolusi. Juga
bukan tanpa adanya sturktur di tiap-tiap pergantian sistem. Pun masingmasing memiliki fungsi yang berjalan sebagaimana mestinya.
Sedangkan hubungan fungsional terjadi dalam proses kebebasan
informasi,


di

mana

pemerintah

memberikan

kebebasan

kepada

masyarakat. Contohnya kebebasan untuk memiliki atau mendirikan surat
kabar. Sekaligus kebebasan memberikan layanan informasi kepada
masyarakat

dan

melakukan


kontol

sosial

(social

control)

kepada

pemerintah terhadap jalannya pemerintahan.
Kemudian, hubungan evolusioner dengan sendirinya mempelajari
sejarah

dan

perkembangan

kebebasan


informasi

serta

hubungan

struktural dan fungsional antara pers dengan pemerintah dan masyarakat
berdasarkan undang-undang di Indonesia selama 66 tahun. Sistem sosial
yang berkaitan dengan negara hubungan struktural dan hubungan
fungsional pada umumnya diatur melalui undang-undang, peraturanperatuan atau norma-norma yang ada dalam masyarakat.
Dalam hubungan-hubungan selama 66 tahun tersebut, dapat
diketahui perilaku sebuah sistem. Perilaku sistem dapat dikaji melalui
hubungan evolusioner, terutama dalam perbedaan dan dinamika pada
masa enam dekade tersebut, sejalan dengan terjadinya beberapa kali
perubahan undang-undang. Dengan demikian dapat diketahui bahwa
hubungan struktural dan hubungan fungsional memiliki tatanan atau
keteraturan atau ketidakteraturan dalam derajat yang tidak sama.
Meskipun demikian tatanan itu harus dimiliki oleh sebuah sistem. Makin
teratur perilaku sebuah sistem makin dapat diramalkan atau dibuat
prediksi perkembangan sistem tersebut.


5

Lagi-lagi masih tentang hubungan struktural, fungsional, dan
evolusi. Dari contoh yang disebukan di atas, kita bisa memahami
hubungan yang kental antara pemerintah dan pers. Bahkan, pers di
Amerika

Serikat

pun

memiliki

kecurigaan

5 Ibid, h. 28

4


yang

besar

terhadap

pemerintah.6 Tidak heran jika di Indonesia kita juga memiliki paham yang
sama.
Jelas sekali, tak ada satupun bagian Bill of Rights yang menyebutkan
bahwa pers dan pemerintah tidak bisa bekerja sama sekali. Tetapi
tujuan para pendiri itu adalah bahwa pers dan pemerintah tidak
boleh menjalin kemitraan yang melembaga. Mereka adalah lawan
alamiah dengan fungsi berbeda, dan mereka harus menghormati
peranan masing-masing. Kadang-kadang pers yang bebas bisa
menjadi gangguan nyata dan menimbulkan rasa malu pada
pemerintah tertentu, tetapi itulah salah satu harga kebebasan. Pers
yang bebas bertanggung jawab kepada pembacanya dan hanya
kepada mereka saja.
Kebebasan merupakan jantung setiap pernyataan kode etik yang
menghormati tindak-tanduk pers. Pemilik sebuah surat kabar

mungkin memilih bersekutu dengan partai politik atau kepentingan
tertentu, tetapi kini makin banyak media di Amerika Serikat yang
bebas dari politik dan pemerintah. Ini idak berarti mereka tidak mau
mendukung suatu partai atau calon untuk suatu jabatan publik,
tetapi mereka tidak mendahulukan kesetiaan itu dan menjadikan
dukungan iu sebagai bukti kebebasan mereka.7
Dalam hal ini, memang bisa diakui bahwa antara pers dan
pemerintah

belum

tentu

bisa

berkoalisi

dengan

baik.

Sering

kali

kebebasan pers yang dilaksanakan justru membuat pemerintah jatuh di
mata masyarakat. Fungsi pers memang sebagai penyambung lidah antara
berita dan pembaca, yang dalam hal ini adalah masyarakat. Tapi
kebebasan ini tidak harus menjadi sesuatu yang terlampau melewati
batas. Maka, pembaca atau masyarakat bisa berfungsi sebagai kontrol
sosial.
Kemudian, dalam sebuah sistem juga dikenal adanya prinsip
keterbukaan. Dalam teori sistem pun dibuat klasifikasi atas besar kecilnya
keterbukaan itu. Yaitu sistem yang relatif terbuka dan sistem yang relatif
tertutup.
Pada prinsipnya, sistem yang relatif terbuka berinteraksi dengan
lingkungannya dalam kompleksitas atau diferensiasi fungsi yang semakin
meningkat. Sebagaimana yang terjadi dalam masyarakat. Bisa dikatakan
pula bahwa umumnya sistem yang relatif terbuka adalah sistem sosial,
6 Hedley Burrell, Pers Tak Terbelenggu, Departemen Luar Negeri A.S., 2004: Jakarta, h. 34
7 Ibid, h. 34

5

dengan tingkat keterbukaan yang berbeda-beda antara satu sistem sosial
dengan sistem sosial yang lain. Hal ini mengakibatkan adanya perilaku
sistem yang kurang terbuka (birokrasi sipil dan militer) dan ada perilaku
sistem yang sangat terbuka (keluarga).
Sejalan dengan sifat yang relatif terbuka dalam sistem sosial,
terdapat banyak sekali variabel yang sukar dikenal dan dikendalikan,
sehingga sukar pula dilakukan rekayasa dengan baik dan memuaskan.

8

Untuk lebih mudahnya, kita bisa menggunakan contoh sederhana. Yaitu
hubungan antar individu.
Dalam menjalin suatu hubungan, orang sering kali berpikir seberapa
banyak ia dapat terbuka dengan orang lain. Terkadang orang sangat
menjaga kehidupan pribadinya, namun di lain waktu orang suka berbagi
cerita mengenai kehidupan pribadinya dengan orang lain. Hal yang lebih
menarik dalam hubungan adalah orang yang sering kali bernegosiasi
dengan dirinya mengenai topik apa saja yang dapat dibicarakannya
dengan

orang

lain

dan

seberapa

banyak

informasi

yang

dapat

disampaikannya. Topik yang membahas hal-hal apa saja yang bersifat
pribadi (privacy) dan hal-hal yang bersifat terbuka (disclosure) dalam
suatu hubungan merupakan topik yang menarik bagi para ahli teori
(teoritisi) ilmu komunikasi.9
Menurut Peter L. Berger (1991), hubungan antara manusia dengan
masyarakat

berlangsung

secara

dialektis

dalam

tiga

momen;

eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Eksternalisasi adalah suatu
pencurahan kedirian dunia, baik alam aktivitas maupun mntalitas. Melalui
eksternalisasi manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun
dunianya. Masyarakat, melalui eksternalisasi, menjadi kenyataan buatan
manusia.
Objektivasi adalah disandangnya produk-produk aktivitas (baik fisik
maupun

mental)

suatu

realitas

yang

berhadapan

dengan

para

produsennya (dalam hal ini manusia itu sendiri) dalam suatu kefaktaan
(faktisasi) yang eksternal terhadap yang lain, daripada produsennya
8 Anwar Arifin, Opcit, h. 31
9 Morissan, Teori Komunikasi, Ghalia Indonesia, 2013: Bogor, h. 179

6

sendiri. Masyarakat berhadapan dengan manusia adalah kenyataan yang
berhadapan.
Internalisasi adalah peresapan kembali realitas oleh manusia dan
mentransformasikannya sekali lagi struktur-struktur dunia objektif ke
dalam struktur-struktur kesadaran subjektif. Dengan kata lain, melalui
eksternalisasi, masyarakat adalah produk manusia (menjadi kenyataan
yang diciptakan oleh manusia); melalui objektivasi masyarakat menjadi
kenyataan sendiri yang berhadapan dengan manusia; melalui internalisasi
manusia merupakan produk masyarakat (menjadi kenyataan yag dibentuk
masyarakat).10
Perilaku inilah yang terjadi dalam individu atau masyarakat.
Bagaimana seseorang dapat terbuka ketika berinteraksi dengan orang
lain. Hubungan yang telah disebutkan di atas juga semakin dapat
membedakan bagaimana peran individu atau manusia dalam masyarakat
dan juga sebaliknya.
Orang sering kali merasakan adanya kekuatan-kekuatan yang saling
bertentangan dalam dirinya ketika menjalin hubungan dengan orang lain,
dan mengelola kekuatan yang bertentangan ini bukanlah tugas yang
mudah.11 Dari perbedaan itulah setiap individu dapat belajar dan
memahami tentang fungsinya masing-masing. Maksud dari fungsi di sini
adalah peran individu tersebut dalam mengelola hubungannya dengan
orang lain.
Sebaliknya sistem yang relatif tertutup, hampir tidak berinteraksi
dengan lingkungannya dan tidak memiliki kompleksitas yang meningkat.
Seperti dapat ditemukan dalam teknologi (jam tangan, komputer, mesin,
dan sebagainya). Kemudian, dalam sistem yang relatif tertutup terutama
dalam teknologi, variabel-variabel yang ada dengan mudah dikenal dan
dikontrol sehingga dapat dilakukan rekayasa dengan baik dan sukses.12
Sistem yang relatif tertutup ini merupakan suatu sistem yang hanya
berlangsung satu arah. Tidak ada interaksi dengan lingkungannya. Sistem
ini hanya berjalan berdasarkan struktur yang sudah dirancang sejak awal.
10 Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, Rajawali Pers, 2005: Jakarta, h. 45-46
11 Morissan, Opcit, h. 179
12 Anwar Arifin, Opcit, h. 31

7

Tanpa progress, tanpa tuntutan, tanpa sesuatu yang membuat mereka
peka terhadap lingkungan. Bisa dibilang, sistem yang realtif tertutup ini
merupakan benda mati. Manusia menciptakannya semata-mata hanya
sebagai alat untuk membantu hidup menjadi lebih mudah. Sistem ini pun
tergantung

dari

bagaimana

manusia

bisa

memanfaatkan

alat-alat

tersebut untuk keperluannya secara efektif dan efisien.
Namun demikian, sifat terbuka atau tertutup pada dasarnya adalah
manifestasi dari sesuatu yang lebih bear, yaitu adanya perbedaan.
Tantangan yang selalu muncul dalam setiap hubungan adalah bagaimana
mengelola

perbedaan

di

antara

individu.

Perbedaan

inilah

yang

menyebabkan sifat terbuka dan tertutup dalam berkomunikasi, dan kita
harus mengelola perbedaan yang muncul dalam suatu hubungan.
Meskipun memiliki cakupan yang berbeda-beda, namun antara
sistem yang relatif terbuka maupun sistem yang relatif tertutup tetap
dalam ruang lingkup sistem. Selain sistem tersebut, ada juga yang
dinamakan dengan suprasistem (Laszlo, 1972) sehingga secara sistemik
terdapat tiga level, yaitu suprasistem, sistem, dan subsistem (sistem
sosial, sistem komunikasi, dan sistem media massa) yang ketiganya
memiliki hubunga hierarkis. Suprasistem memberi arti atau makna
kepada

sistem,

sehingga

jika

hendak

melakukan

analisis

tentang

komunikasi sebagai sebuah sistem, harus ditinjau juga suprasistem dan
subsistemnya.
Dalam teori sistem, disebutkan bahwa pada dasarnya suprasistem
dan subsistem itu juga merupakan sebuah sistem. Sebuah sistem menjadi
suprasistem atau subsistem karena hubungannya dengan sistem yang
lain. Suprasistem merupakan sistem yang mencakupi sejumlah sistem di
dalamnya yang masing-masing juga memiliki subsistem. Selanjutnya
subsistem dapat juga menjadi sistem yang m emiliki suprasistem dan
subsistem.
Dengan

memahami suprasistem, sistem dan subsistem tersebut,

dalam melakukan konseptualisasi komunikasi manusia sebagai sebuah
sistem, sangat penting menempatkan terlebih dahulu suprasistem, sistem
dan subsistemnya. Dengan demikian komunikasi manusia sebagai sebuah
8

sistem dapat dikaji dengan menetapkan juga unit analisisnya (individu,
lembaga,

massa,

perilaku,

interaksi,

informasi,

dan

kebebasan

informasi).13
Secara umum dapat dirumuskan bahwa sistem sosial adalah pola
hubungan manusia yang mencakup perilaku individu dalam kelompok,
organisasi, dan masyarakat. Sistem sosial itu meliputi pula beberapa
aspek seperti ekonomi, budaya, politik, pemerintahan, dan komunikasi.
Jadi, komunikasi merupakan salah satu subsistem dari sistem sosial yang
juga memiliki sistemnya sendiri. Dengan demikian sistem komunikasi
adalahs alah satu elemen atau unsur dalam kesuluruhan sistem sosial.14
Sebagai subsistem dari sistem sosial, karakteristik sistem sosial itu
pada umumnya juga dimiliki oleh sistem komunikasi dengan seluruh
subsistemnya. Komunikasi sebagai sistem tersendiri menjadikan sistem
sosial sebagai suprasistemnya. Perubahan dan perkembangan yang
terjadi dalam sistem sosial sebagai suprasistem dari sistem komunikasi
dapat

menimbulkan

perubahan

dan

perkembangan

dalam

sistemkomunikasi sebagai sistem yang terbuka. Perubahan itu dapat juga
terjadi pada subsistem komunikasi, terutama yang berkaitan dengan
media publik.15
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulannya dasar-dasar teori sistem memiliki tiga hal
mendasar. Yaitu fungsi, struktur, dan evolusi. Ketiganya saling
terkait dan melengkapi satu sama lain. Ketiga hal tersebut pun
dapat dikembangkan lagi sebagai pelengkap dalam teori sistem.
Tanpa struktur, fungsi belum tentu dapat berjalan dengan
sempurna. Begitu juga dengan fungsi yang belum tentu dapat
berjalan dengan sempurna tanpa struktur. Sedangkan evolusi
otomatis akan nampak ketika adanya dinamika seiring dengan
13 Anwar Arifin, Opcit, h. 29
14 Ibid, h. 30
15 Ibid, h. 32-33

9

perjalanan sistem tersebut. Susunan sistem bisa dibilang terbentuk
dari ketiga hal tersebut.
Kemudian, dalam sistem juga terdapat sistem yang relatif
terbuka

dan

merupakan

sistem

prinsip

yang
dalam

relatif
teori

tertutup.
sistem

Kedua

yang

sistem

terjadi

bisa

ini
di

masyarakat ataupun di alat-alat. Tergantung kepada bagaimana
sistem itu ditempatkan dan bekerja.
Selain itu terdapat pula yang dinamakan dengan suprasistem.
Sehingga secara sistemik, sistem komunikasi terbagi menjadi tiga
level, yaitu suprasistem, sistem, dan subsistem. Suprasistem
merupakan sistem yang mencakupi sejumlah sistem di dalamnya
yang

masing-masing

juga

memiliki

subsistem.

Selanjutnya

subsistem dapat juga menjadi sistem yang memiliki suprasistem
dan subsistem.
Dari hal-hal yang telah disebutkan di atas bisa disimpulkan
bahwa itulah yang membentuk dasar-dasar teori sistem. Satu sama
lain memiliki arti dan makna masing-masing. Namun semuanya
saling

terkait

sehingga

terbentuklah

sekarang.

10

sistem

yang

kita

kenal

DAFTAR PUSTAKA
Agustin,Risa. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Serba Jaya.
Arifin, Anwar. Sistem Komunikasi Indonesia. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011.
Morissan. Teori Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia, 2013.
Nurudin. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2005.
Ubaedillah, A. & Rozak, Andul. Pancasila, Demokarsi, HAM, dan Masyarakat Madani.
Jakarta: Kencana, 2003.

11