TEKNIK PUTARAN MIRING DAN PERKEMBANGAN KERAMIK BAYAT KLATEN

TEKNIK PUTARAN MIRING DAN PERKEMBANGAN KERAMIK BAYAT KLATEN SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Mencapai Gelar Sarjana Seni Jurusan Seni Rupa Murni Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Disusun Oleh:

DINI CARAKA PAKARTI

C0608016

JURUSAN SENI RUPA MURNI FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

PERSETUJUAN

Skripsi dengan Judul:

TEKNIK PUTARAN MIRING DAN PERKEMBANGAN KERAMIK BAYAT KLATEN

Disusun oleh: DINI CARAKA PAKARTI

C0608016

Disetujui oleh Pembimbing Untuk Diajukan dalam Sidang Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa (Tanggal 9 Agustus 2012)

Pembimbing I Pembimbing II

NIP. 195107121982031001 NIP.196706041994031006

NIP. 195103221985031001

PENGESAHAN TEKNIK PUTARAN MIRING DAN PERKEMBANGAN KERAMIK BAYAT KLATEN

Disusun oleh:

DINI CARAKA PAKARTI C0608016

Telah Disetujui dan Disahkan oleh Dewan Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret

Pada Tanggal Ujian: 6 November 2012

Jabatan

Nama

Tanda Tangan

Ketua

Drs. Agustinus Sumargo, M.Sn. NIP. 195103221985031001

Sekretaris

Sigit Purnomo Adi, S.Sn., M.Sn. NIP. 198203162005011003

Penguji I

Drs. Edy Wahyono H., M.Sn. NIP. 195107121982031001

Penguji II

Drs. Setyo Budi, M.Sn. NIP. 196706041994031006

Mengetahui:

PERNYATAAN

Nama

: Dini Caraka Pakarti

NIM

: C0608016

Jurusan

: Seni Rupa Murni FSSR UNS

Minat Utama

: Seni Keramik

Menyatakan dengan sesungguhnya:

Bahwa Skripsi dengan Judul “Teknik Putaran Miring dan Perkembangan Keramik Bayat Klaten” adalah bentul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam Daftar Pustaka dan Daftar Sumber Gambar.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi ini.

Surakarta, 21 Juli 2012

MOTTO

.............. dengan sering merendahkan orang lain, maka akan sulit menghargai orang lain

dengan sering direndahkan orang lain, maka justru akan tahu bagaimana menghargai orang lain ...............

(caraka, 2008-2012)

PERSEMBAHAN

... tidak aku “persembahkan” pada siapa-siapa, kecuali kepada yang pantas aku “sembah”...

tetapi

aku dedikasikan untuk:

Papa Suramto Sensei Chitaru Kawasaki Bapak Edy Wahyono Hardjanto Perajin Keramik Bayat

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas selesainya tulisan ini. Berangkat dari rasa penasaran dalam diri penulis akan sebuah perangkat sederhana yang mampu menjadi sumber penghidupan pada sebuah daerah. Sebuah peralatan yang dinamakan Teknik Putaran Miring keramik Pegerjurang Bayat inilah yang pada akhirnya dikaji, dibahas, dianalisis, dan dipaparkan dalam bentuk Skripsi Strata 1 Jurusan Seni Rupa Murni (Minat Utama Seni Keramik) FSSR UNS.

Dengan selesainya tulisan ini maka tidak lupa penulis haturkan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Drs. Riyadi Santosa, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Drs. Agustinus Sumargo, M.Sn., selaku Ketua Jurusan Jurusan Seni Rupa Murni Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Drs. Edy Wahyono Hardjanto, M.Sn., selaku Ketua Studio Keramik Seni Rupa Murni sekaligus sebagai Pembimbing Utama yang selalu memberi banyak masukan, arahan, dorongan untuk survive, dan semangat untuk maju.

4. Sensei Profesor Chitaru Kawasaki dari Universitas Kyoto Seika Jepang yang 4. Sensei Profesor Chitaru Kawasaki dari Universitas Kyoto Seika Jepang yang

5. Bapak Drs. Setyo Budi, M.Sn. selaku Pembimbing Pendamping yang banyak memberi arahan dalam teknik penelitian dan penulisan.

6. Mbak Sajiyem, Ibu Harini, Ibu Juliana, Ibu Yuliani, Ibu Padmi, Bapak Triyono, Bapak Barwi, Bapak Sukanta, Bapak Sihana, serta Perajin Keramik Pagerjurang dan Bayat pada umumnya selaku informan sekaligus sebagai Kakak, Ibu, serta Bapak ketika penulis jungkir-balik di lapangan penelitian.

7. Mbak Wiwien dan Mas Topan selaku penterjemah Bahasa Jepang, serta seluruh pihak yang turut menentukan keberhasilan penelitian dan penulisan skripsi ini.

BAB IV

TEKNIK PUTARAN MIRING

DAN PERKEMBANGAN KERAMIK BAYAT ..............

A. Latar Belakang & Konteks Keberadaan Teknik Putaran Miring 26

1. Latar Belakang Kemunculan Teknik Putaran Miring ..............

2. Konteks Keberadaan Teknik Putaran Miring .........................

B. Spesifikasi Bentuk dan Teknik Putaran Miring .......................

1. Bentuk Dasar Perangkat Putaran Miring .................................

2. Prinsip Kerja Teknik Putaran Miring ....................................

3. Keunggulan Teknik Putaran Miring .....................................

C. Perajin Gerabah Bayat .............................................................

1. Tipologi Perajin Gerabah/Keramik Bayat ..............................

2. Peran Profesor Kawasaki dalam Perkembangan Keramik Bayat 47

3. Perkembangan dan Kemajuan yang Dicapai Keramik Bayat ... 54

4. Perkembangan Sistem Kerja Perajin Keramik Bayat ............... 58

D. Proses Pembuatan Gerabah/Keramik Bayat .........................

1. Pengolahan Tanah sebagai Bahan Dasar ...............................

2. Teknik lain yang Digunakan oleh Perajin Bayat ...................

a. Teknik pijit (pinch) atau Tebineri-suke .............................

b. Teknik plintir (Tamaneri-suke) .........................................

c. Teknik Tatap-tandas ........................................................

d. Teknik Cetak Tekan .........................................................

3. Tahap Finishing ....................................................................

a. Upam dan Oker .................................................................

b. Daun Mindi (Munggur) ....................................................

4. Teknik Glasir .........................................................................

5. Tahap Pembakaran (fairing) ..................................................

E. Bentuk-bentuk Gerabah Bayat ................................................

91

F. Karya-karya Kreasi Perajin Bayat ..........................................

99

1. Celengan Bentuk Ikan ............................................................

99

2. Anglo Mini (untuk proses membatik) .................................... 100

3. Wadah Permen ....................................................................... 101

4. Kendi Gepeng ........................................................................ 102

5. Kendi Gelang ......................................................................... 104

6. Piring Saji .............................................................................. 106

7. Tempat (wadah) Payung ........................................................ 107

BAB V

PENUTUP ........................................................................... 109

A. Simpulan ................................................................................ 109

B. Saran ........................................................................................... 110

Kepustakaan ............................................................................................... 111

Sumber Gambar ......................................................................................... 113 Lampiran .................................................................................................... 115

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar Foto di Lapangan Penelitian

2. Daftar Kisi-kisi Pertanyaan Peneliti untuk Penggalian Data

3. Daftar Perajin Ahli

4. Daftar Bahan Baku yang Digunakan di Bayat

5. Daftar Ragam Benda dan Teknik yang Digunakan

6. Daftar Proses Pembuatan Keramik Bayat

7. Daftar Kategori Keramik Bayat

8. Daftar Benda Hasil Kreativitas Perajin dengan Putaran Miring

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1: Seperangkat alat Putaran miring ................................................ 32 Gambar 2: Alat Putaran miring Perajin Mayong Jepara ............................ 33 Gambar 3: Kepekaan antar ujung jari menentukan ketipisan keramik ...... 35 Gambar 4: Teknik putaran miring (Mbak Yuliana – Pagerjurang) ........... 41 Gambar 5: Peta Kecamatan Bayat ............................................................. 42 Gambar 6: Salah satu Perajin Senior (Mbah Darso-Pagerjurang) ............ 46 Gambar 7: Miniatur Kendi untuk Sesaji (karya Mbah Darso) .................. 46 Gambar 8: Gerabah hasil pembinaan Prof. Chitaru Kawasaki .................. 49 Gambar 9: Label “PaJu” tanda keramik Pagerjurang ............................... 51

Gambar 10: Kendi Gepeng karya Ibu Harini .............................................. 52

Gambar 11: Cangkir (mug) karya Mbak Sajiyem ....................................... 53 Gambar 12: Gambar dari Internet yang diunduh oleh perajin ..................... 55 Gambar 13: Contoh Karya Keramik (Mbak Sajiyem)

yang bersumber ide dari gambar unduhan Internet .................. 55

Gambar 14: Kreasi karya Perajin (Mbak Sajiyem) yang bersumber ide

dari gambar unduhan internet .................................................. 57

Gambar 15: Perajin Utama – Bu Padmi (yang menguasai berbagai teknik) 59 Gambar 16: Perajin Pembantu teknik ............................................................ 59 Gambar 17: Lahan perladangan tempat mengambil tanah liat .................... 64 Gambar 18: Mesin Penggiling Tanah untuk bahan dasar Keramik ............. 66 Gambar 19: Tanah Plastis (cara perajin mempertahankan kelembaban) ..... 69 Gambar 20: Teknik Pijit atau Pinch (Tebineri-suke) ................................... 72 Gambar 21: Teknik Plintir (Tamaneri-suke) ............................................... 74 Gambar 22: Guci (genthong) dengan ukuran 1,75m x 60cm ........................ 75 Gambar 23: Teknik Tatap-tandas ............................................................... 76 Gambar 24: Berbagai bentuk cetakan (master) ........................................... 78

ABSTRAK

Dini Caraka Pakarti, C0608016, 2012, Teknik Putaran Miring dan Perkembangan Keramik Bayat. Skripsi. Jurusan Seni Rupa Murni (Studio Keramik) Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pemasalahan yang dikaji dan dibahas dalam penelitian ini adalah (1). Bagaimana latar belakang dan konteks kemunculan teknik putaran miring di Bayat Klaten. (2). Bagaimana spesifikasi proses dan karakteristik hasil keramik dari teknik putaran miring di Bayat Klaten. (3). Bagaimana perkembangan kerajinan keramik Bayat Klaten yang terkait dengan teknik putaran miring.

Tujuan dalam Penelitian ini meliputi (1). Mengungkap latar belakang kemunculan teknik putaran miring keramik Bayat Klaten. (2). Mengungkap konteks (konsepsi) teknik putaran miring keramik Bayat Klaten sehingga masih berkembang hingga sekarang. (3). Memaparkan spesifikasi proses dan karakteristik hasil dari teknik putaran miring Bayat. (4). Memaparkan perkembangan gerabah dan keramik Bayat sekarang ini.

Berdasar permasalahan yang dikaji adalah teknologi tradisional dan benda seni produk seni-budaya suatu masyarakat, maka menggunakan jenis penelitian kualitatif. Karena tujuan dari penelitian ini terfokus pada upaya pemaparan (deskripsi), maka menggunakan metodologi penelitian kualitatif deskriptif. Tujuan utama adalah menangkap proses untuk menemukan makna pada perilaku berkesenian suatu masyarakat, maka batasan ruang bergeraknya bernuansa sosio-

kultural.

Teknik Putaran Miring adalah teknik khusus yang banyak dipakai oleh para perajin keramik dan gerabah Bayat. Teknik ini telah diwariskan secara-turun temurun selama tradisi gerabah ada di Bayat. Kekhususan teknik ini lebih sesuai digunakan oleh kaum perempuan, hal ini dapat dirunut dari tradisi berpakain kaum perempuan lama juga cara dan posisi duduk pada saat menggunakan teknik ini. Gerabah dan keramik yang dihasilkan dengan teknik Putaran Miring memiliki tingkat ketipisan yang luar biasa, akurasi silindris yang tinggi, serta mampu menghasilkan jumlah keramik yang banyak dalam waktu singkat.

Dengan adanya beberapa pembinaan teknik, pengarahan manajemen, pengenalan ke pusat-pusat pemasaran, hingga sentuhan perkembangan Teknologi Informasi; menjadikan kerajinan Gerabah dan Keramik Bayat mengalami kemajuan yang luar biasa. Gerabah Bayat yang semula hanya sekedar laku di pasar-pasar tradisional, sekarang sudah mampu menembus pasar kota-kota besar Indonesia, bahkan manca-negara. Karya-karya gerabah dan keramik yang dihasilkan perajin Bayat ada banyak dan beragam. Selain teknik Putaran Miring, teknik lain yang sering mereka gunakan antara lain adalah teknik pijit (tebineri- suke), teknik plintir (tamaneri-suke), teknik tatap-tandas, dan teknik cetak tekan.

Sebagian besar perajin sudah mampu membuat desain bentuk-bentuk yang lebih kreatif dan inovatif. Tradisi gerabah Bayat yang semula hanya sekedar kegiatan pengisi waktu luang di sela musim bersawah, sekarang telah menjadi urat nadi penghidupan masyarakat tersebut selain pertanian.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki banyak kebudayaan lokal, salah satu hasil kebudayaannya adalah “gerabah”. Gerabah di kawasan Indonesia (Nusantara) sudah ada sejak jaman prasejarah, jaman dimana manusia belum mengenal tulisan. Gerabah adalah benda yang dibuat dari tanah liat yang melalui proses pembakaran (earthenware) (Santoso, 1995: xii). Mulai dari zaman prasejarah hingga kini perkembangan gerabah di Indonesia tersebar di banyak wilayah. Setiap wilayah tersebut memiliki bentuk yang spesifik serta teknik khusus untuk membuatnya. Semuanya adalah sebagai penanda keberadaan “muatan lokal” (local containt) yang selanjutnya sampai sekarang masih dijaga kelestariannya menjadi “kearifan lokal” (local wisdom).

Banyak sekali artefak gerabah yang ditemukan dari penggalian situs-situs bersejarah dari peninggalan masyarakat lampau. Hal ini menunjukkan bahwa gerabah merupakan barang yang sudah diciptakan bahkan memiliki fungsi penting dalam kehidupan masyarakat lama. Gerabah dalam kehidupan masyarakat lampau lebih dikenal dengan sebutan “bejana”. Pengertian umum tentang bejana adalah wadah (tempat menampung) air yang berukuran besar, terbuat dari tanah liat yang dibuat dengan teknik khusus dan dikuatkan dengan teknik pembakaran.

Salah satu masyarakat pemilik budaya pembuatan gerabah yang masih bertahan hingga sekarang adalah penduduk Kampung Pagerjurang Desa Melikan Kecamatan Bayat Klaten Jawa Tengah. Sebuah wilayah sentra industri gerabah (keramik tradisional) yang masih aktif berproduksi hingga sekarang. Keunikan dan karakteristik dari wilayah ini adalah sebagian besar perajinnya menggunakan “teknik putaran miring” untuk proses pembuatan dari sebongkah tanah liat basah menjadi bentuk gerabah (mentah).

Tidak menutup kemungkinan bahwa teknik putaran miring ini merupakan teknik telah digunakan untuk membuat gerabah tradisonal sejak lama di beberapa kawasan Nusantara; bahkan mungkin merupakan salah satu “teknik khas” yang dimiliki masyarakat di Indonesia lama. Berdasar spesifikasi proses dan karakteristik hasil teknik putaran miring serta keunikan karya gerabah/ keramik yang dihasilkan oleh perajin keramik Pagerjurang khususnya dan perajin Bayat pada umumnya inilah yang menjadi motivasi utama untuk diangkat dan diungkap dalam penelitian ini.

B. Batasan Masalah

Penelitian ini tidak melakukan kajian pada semua teknik dan produk gerabah dan keramik Bayat dalam kacamata estetika dan artistika seni Modern, tetapi terbatas pada spesifikasi proses pembuatan keramik dengan teknik putaran miring dan karakteristik produk yang dihasilkan oleh para perajin keramik dari

Bayat Klaten serta perkembangannya. Dengan demikian diharapkan akan dapat menjadikan penelitian ini makin terpusat pada pokok persoalan.

C. Rumusan Masalah

Berdasar pada Latar Belakang dan Batasan Masalah di atas, maka Rumusan Masalah utama dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana latar belakang dan konteks kemunculan teknik putaran miring di Bayat Klaten?

2. Bagaimana spesifikasi bentuk, proses, dan karakteristik hasil keramik dari teknik putaran miring di Bayat Klaten?

3. Bagaimana perkembangan kerajinan gerabah dan keramik Bayat Klaten yang terkait dengan teknik putaran miring?

D. Tujuan Penelitian

Berdasar pada Rumusan Masalah di atas, maka penelitian ini memiliki tujuan:

1. Mengungkap tentang latar belakang kemunculan teknik putaran miring keramik Bayat Klaten

2. Mengungkap tentang konteks (konsepsi) teknik putaran miring keramik Bayat Klaten sehingga masih bertahan bahkan berkembang hingga

3. Memaparkan tentang spesifikasi proses dan karakteristik hasil dari teknik putaran miring Bayat Klaten

4. Memaparkan tentang perkembangan teknik putaran miring Bayat Klaten sekarang ini.

E. Manfaat Penelitian

Berangkat dari Tujuan Penelitian di atas, maka manfaat yang diharapkan dari penelitian ini meliputi:

1. Terpaparnya data konsepsional tentang latar belakang dan konteks kemunculan teknik putaran miring di Bayat Klaten.

2. Terpaparnya kekhususan bentuk dan proses pembuatan keramik serta karakterisasi bentuk karya keramik yang dihasilkan melalui penggunaan teknik putaran miring oleh para perajin Bayat Klaten; yang dapat dijadikan masukan atau gambaran umum bagi praktisi dan akademisi seni keramik.

3. Terpaparnya perkembangan teknik putaran miring di Bayat Klaten, termasuk di dalamnya tokoh-tokoh yang berperan penting dalam pengembangan teknik putaran miring tersebut khususnya, serta bentuk- bentuk kerjasama dalam perkembangan kerajinan keramik pada wilayah tersebut pada umumnya. Paparan ini dapat menjadi “data dasar” yang dapat dijadikan data pembanding bagi para peneliti keramik lainnya.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika Penulisan Skripsi ini mengacu pada etika akademik pada umumnya dan standart Sistematika Penulisan Ilmiah untuk Skripsi yang berlaku di lingkungan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, meliputi:

Bab I Pendahuluan; berisi tentang Latar Belakang Masalah yang menjadi alasan dasar untuk melaksanakan penelitian. Dan untuk membatasi permasalahan yang diteliti maka ditetapkan pada Batasan Masalah. Sedangkan Rumusan Masalah adalah persoalan pokok yang harus dijawab dalam penelitian. Sebagai target keberhasilan penelitian terangkum dalam Tujuan Penelitian, dengan hasil penelitian sesuai dengan yang diharapkan dalam Manfaat Penelitian.

Bab II Kajian Pustaka, berisi tentang uraian analitis dari berbagai sumber pustaka, meliputi pengertian dan perkembangan keramik, berbagai teknik pembuatan keramik, serta bermacam bahan baku (tanah liat) dengan jenis dan karakterisasinya.

Bab III Metodologi Penelitian, memaparkan tentang metode yang digunakan dalam penelitian ini; yaitu menggunakan Metodologi Penelitian Kualitatif yang bernuansa Deskriptif dengan pendekatan ilmu dalam ranah sosio-kultural. Selain itu memaparkan urutan teknis yang digunakan dalam penelitian, mulai dari menentukan Lokasi Penelitian, Sumber data, Teknik pengambilan Data, hingga Analisis Data.

Bab IV Hasil analisis dan Pembahasan. Pada bab ini merupakan Bab yang memaparkan tentang temuan di lapangan penelitian, termasuk juga hasil- hasil analisis dan pembahasannya. Dalam Bab ini menguraikan tentang Spesifikasi dan Karakteristik Teknik Putaran Miring, Bentuk dan Jenis Keramik Bayat, berbagai pembinaan, serta Perkembangannya hingga sekarang.

Bab V Penutup, berisi tentang Kesimpulan yang menguraikan tentang ringkasan dari seluruh bahasan, sekaligus merupakan jawaban dari Rumusan Masalah. Selain itu juga berisi tentang harapan penulis dengan apa yang terjadi pada Keramik Bayat dan perkembangan selanjutnya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Keramik

Keramik pada awalnya berasal dari bahasa Yunani keramikos yang artinya suatu bentuk dari tanah liat yang telah mengalami proses pembakaran. Kamus dan ensiklopedia tahun 1950-an mendefinisikan keramik sebagai suatu hasil seni dan teknologi untuk menghasilkan barang dari tanah liat yang dibakar, seperti gerabah, genteng, porselen, dan sebagainya. Tetapi saat ini tidak semua keramik berasal dari tanah liat. Definisi pengertian keramik terbaru mencakup semua bahan bukan logam dan anorganik yang berbentuk padat. Umumnya senyawa keramik lebih stabil dalam lingkungan termal dan kimia dibandingkan elemennya. Bahan baku keramik yang umum dipakai adalah feldspat, ball clay, kwarsa, kaolin, dan air. Sifat keramik sangat ditentukan oleh struktur kristal, komposisi kimia dan mineral bawaannya. Oleh karena itu sifat keramik juga tergantung pada lingkungan geologi dimana bahan itu diperoleh. Secara umum strukturnya sangat rumit dengan sedikit elektron-elektron bebas (http://id.wikipedia.org.wiki. Keramik).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), keramik adalah tanah liat yang dibakar, dan dicampur dengan mineral lain; atau berarti pula barang-barang tembikar (porselen). Sedangkan pengertian gerabah adalah alat-alat dapur (alat- Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990), keramik adalah tanah liat yang dibakar, dan dicampur dengan mineral lain; atau berarti pula barang-barang tembikar (porselen). Sedangkan pengertian gerabah adalah alat-alat dapur (alat-

B. Perkembangan Gerabah

1. Tradisi Gerabah

Gerabah merupakan tradisi yang termasuk tua dalam perkembangan kebudayaan manusia. Bersadarkan beberapa kajian sebelumnya ditetapkan bahwa manusia mulai mengenal gerabah sejak dikenalnya tradisi bercocok tanam di daerah pedalaman dan tradisi mencari hasil laut di daerah pantai. Gerabah muncul sebagai wadah yang terbuat dari tanah liat kemudian dibakar untuk menguatkannya juga menjadikannya permanen. Bahan baku untuk membuat gerabah adalah salah satu bahan yang tidak menarik yang banyak ditemukan di alam, tetapi menawarkan kreasi yang lebih banyak. Tanah liat adalah salah satu bahan yang universal, dapat ditemukan dimana-mana, mudah dibentuk dan bila dibakar akan menjadi gerabah. Gerabah adalah berasal dari bahan mouldable (mudah ditambah), pengurangan bahan tidak begitu dipentingkan, sebaliknya penambahan bila perlu dapat dilaksanakan. Sebab itu gerabah sering digolongkan ke dalam barang yang menggunakan cara (proses) penambahan. Prinsip dasar tentang pembuatan gerabah masih sama hampir tidak berubah sejak pertama manusia membuatnya, proses dasarnya adalah tanah liat dibentuk menjadi benda yang diinginkan, lalu dikeringkan dan dibakar untuk

Gerabah menjadi tradisi karena dilakukan secara turun-temurun oleh suatu masyarakat. Gerabah terbuat dari tanah liat yang dibentuk sedemikian rupa kemudian menjadi sebuah wadah dan disempurnakan dengan membakarnya guna menjadikan pori-pori tanahnya menjadi merapat dan kedap air. Dengan kelebihan kedap air inilah banyak warga yang menggunakannya sebagai wadah juga alat-alat rumah tangga, seperti alat memasak, alat-alat makan dan minum. Kelebihan lain adalah berat masanya yang ringan menjadikan gerabah sebagai wadah yang mudah dibawa kemana-mana. Kendi adalah salah satu wadah gerabah yang mudah dibawa kemana-mana. Sifat kedap air ini juga sering digunakan beberapa masyarakat sebagai wadah fermentasi makanan. Saat membuat gerabah juga bisa ditambahkan ornamen untuk menghias permukaan tanah liat. Saat basah sangat mudah dibentuk permukaannya, jika memiliki pola maka akan lebih mudah untuk mencetak dipermukaannya. Gerabah yang memiliki pola khusus biasanya digunakan untuk upacara keagamaan. Gerabah sering menjadi perlengkapan berbagai macam upacara yang berhubungan dengan kepercayaan masyarakat. Dalam upacara penguburan pada masyarakat prasejarah sebagai misal, gerabah sering dipakai sebagai bekal-kubur (burial- gift ) atau sebagai wadah kubur yang sering disebut kubur-tempayan (jar burial) yang ditemukan di berbagai belahan dunia (Santoso, 1995: 1).

Gerabah pada masa lampau juga dapat menjadi simbol tingkat religius seseorang, tingkat kekayaan, juga status sosialnya. Makin tinggi tingkatan sosialnya maka gerabah yang digunakan juga semakin indah. Keindahan Gerabah pada masa lampau juga dapat menjadi simbol tingkat religius seseorang, tingkat kekayaan, juga status sosialnya. Makin tinggi tingkatan sosialnya maka gerabah yang digunakan juga semakin indah. Keindahan

Di Jepang pada saat kekaisaran Edo sekitar 1500 tahun yang lalu, muncul teknik membuat keramik tertua, bernama momoyama. Teknik ini dilakukan oleh dua orang, yaitu laki–laki dan perempuan. Seringnya dilakukan oleh pasangan suami-istri. Ini merupakan keramik yang diproduksi untuk memenuhi peralatan rumah tangga yang sisanya nanti akan dijual ke pasar. Selain itu juga ada yang dibuat khusus untuk memenuhi peralatan istana. Teknik ini menggunakan putaran datar yang disambung dengan kain dan digerakkan oleh wanita secara bergantian ke depan dan belakang. Kemudian yang membentuk tanah liat menjadi gerabah atau keramik adalah laki–laki yang ada di depan putaran datar tersebut. Teknik ini dilakukan dengan duduk berhadapan (Kawasaki, 1999).

2. Beberapa Gerabah Di Nusantara

Kegiatan membuat gerabah adalah tradisi tua dalam perkembangan kebudayaan manusia, hal ini juga muncul di berbagai wilayah Nusantara. Gerabah mulai dikenal saat masa bercocok tanam di daerah pedalaman dan tradisi mencari hasil laut di daerah pantai pada masa pra-sejarah; lebih dari Kegiatan membuat gerabah adalah tradisi tua dalam perkembangan kebudayaan manusia, hal ini juga muncul di berbagai wilayah Nusantara. Gerabah mulai dikenal saat masa bercocok tanam di daerah pedalaman dan tradisi mencari hasil laut di daerah pantai pada masa pra-sejarah; lebih dari

Gerabah inilah yang menjadi akar tradisi keramik modern. Keramik modern tidak berkembang semata-mata dari gerabah rakyat, namun lebih disebabkan dengan ditemukannya sistem pembakaran tungku dengan suhu tinggi. Penggunaan keramik dari hasil bakaran tinggi khususnya di nusantara untuk ungkapan estetik dipengarui oleh industri keramik yang didirikan Belanda tahun 1920-an. Dan untuk mendukung perkembangan industri porselen Belanda pada masa itu, bahan-bahan dasarnya didatangkan dari Pulau Bangka dan Belitung Sumatra Selatan. Belanda mendirikan pusat penelitian keramik dan pabrik di Bandung, Pleret, dan Malang (Siddhartha dalam Mocthar Kusumaatmadja, 1991).

Pada masyarakat Gilimanuk kuno, ditemukan tempat perkuburan kuno zaman prasejarah. Dalam beberapa situs Gilimanuk terdapat banyak gerabah untuk bekal kubur yang biasanya berisikan alat–alat rumah tangga dari yang meninggal serta perhiasan yang biasa digunakan semasa hidupnya. Gerabah yang digunakan juga bukan gerabah polos tetapi jenis gerabah yang berornamen. Makin besar gerabahnya juga makin indah ornamen yang Pada masyarakat Gilimanuk kuno, ditemukan tempat perkuburan kuno zaman prasejarah. Dalam beberapa situs Gilimanuk terdapat banyak gerabah untuk bekal kubur yang biasanya berisikan alat–alat rumah tangga dari yang meninggal serta perhiasan yang biasa digunakan semasa hidupnya. Gerabah yang digunakan juga bukan gerabah polos tetapi jenis gerabah yang berornamen. Makin besar gerabahnya juga makin indah ornamen yang

Seni keramik lahir di Indonesia pada saat masuknya tungku untuk teknik pembakaran. Gerabah memang menggunakan proses pembakaran tetapi seringnya menggunakan teknik openfire (pembakaran terbuka), menggunakan bahan bakar batang padi (jerami) tanpa memasukkannya ke dalam tungku. Cara ini menghemat biaya produksi, oleh karena itu teknik ini banyak dilakukan di daerah-daerah pertanian. Hanya dengan pembakaran terbuka, gerabah tanah liat yang dibakarnya sudah menjadi benda yang berbeda dan bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari. Keramik yang dihasilkan dari teknik pembakaran tungku bersuhu tinggi ini dipengaruhi dari kebudayaan China, yang pembakarannya menggunakan tungku dan bergelasir. Gelasir inilah yang membedakan keramik dengan gerabah (Ambar, 2008: 77). Keramik juga sering digunakan untuk dekorasi (elemen estetik dari interior), sedangkan gerabah biasanya hanya untuk peralatan keperluan sehari-hari (Santoso, 1995: 2).

Tanah liat di tangan seorang seniman dapat dijadikan sebagai media yang untuk dikuasai dan dibentuk dalam bentuk-bentuk yang menyenangkan sesuai dengan ekspresi seninya. Karya-karya cipta yang dihasilkan menunjukkan penguasaan bentuk yang baik, tetapi pada saat yang sama dibatasi dalam penjelajahan kualitas yang ada di dalam bahan yang dipakai. Di Yogyakarta Tanah liat di tangan seorang seniman dapat dijadikan sebagai media yang untuk dikuasai dan dibentuk dalam bentuk-bentuk yang menyenangkan sesuai dengan ekspresi seninya. Karya-karya cipta yang dihasilkan menunjukkan penguasaan bentuk yang baik, tetapi pada saat yang sama dibatasi dalam penjelajahan kualitas yang ada di dalam bahan yang dipakai. Di Yogyakarta

C. Jenis-Jenis Keramik

1. Earthenware

Earthenware biasanya terbuat dari tanah liat yang terbentuk secara alamiah, berwarna merah dan mengandung banyak pasir. Termasuk dalam jenis tanah sekunder, berbulir plastis. Saat mentah berwarna merah, coklat, kehijauan, kuning, jingga, bahkan ada coklat cenderung ke hitam. Kebanyakan jenisnya periuk belanga, cawan, dan gerabah kasar. Saat penyelesaian ada yang menggunakan dan tidak menggunakan gelasir, tetapi menggunakan engobe terlebih dahulu untuk melapisinya sebelum gelasir dan pelapis dekorasi lainnya (Kenny, 1946: 8). Pembakarannya menggunakan suhu antara kurang dari 1.000

sampai 1.100 0 C. (Ambar, 2008: 8).

2. Stoneware

Stoneware terbuat dari tanah tunggal atau kadang juga terbuat dari tanah campuran. Untuk campuran biasanya menggunakan ball clay dan fire clay.

mudah dikerjakan dengan baik. Sebelum dibakar berwarna abu-abu cenderung kuning kotor, setelah dibakar akan berwarna abu-abu, krem, sampai coklat karena kadar besi dan titanoksida cukup tinggi. Dapat dibakar pada suhu sekitar

1.205 sampai 1.260 0 C (Ambar, 2008: 8). Stoneware juga tidak menggunakan

gelasir, kadang beberapa menggunakan pembakaran terra cotta (Kenny, 1946: 8).

3. China Clay

China Clay sama dengan kaolin. Kaolin termasuk tanah primer, berwana putih, berbutir kasar, rapuh, tidak plastis, maka menyebabkan tanah ini sulit dibentuk. Selain itu taraf susutnya rendah, juga sulit dalam proses pengeringnya, dan sangat tahan api. Agar mudah dibentuk, bahan ini harus dicampur dengan bahan lain yaitu ball clay juga flux (bahan pelebur) yang sering ditambahkan

untuk mengurangi “ketahanan api”. Titik leburnya dapat mencapai 1.800 0 C

(Ambar, 2008: 8). Untuk kaolin seringnya menggunakan gelasir untuk dekorasinya, dapat dibuat secara langsung dan bisa juga menggunakan cetakan. Ciri khusus kaolin adalah bentuk dasarnya putih (Kenny, 1946: 9).

4. Porcelain

Porcelain adalah tanah yang paling tahan api dari semua jenis keramik lainnya. Bukan tanah primer, tetapi terbuat dari campuran kaolin, ball clay, Porcelain adalah tanah yang paling tahan api dari semua jenis keramik lainnya. Bukan tanah primer, tetapi terbuat dari campuran kaolin, ball clay,

(Kenny, 1946: 9). Dapat dibakar dengan suhu antara 1.280 sampai 1.320 0 C (Ambar, 2008: 20)

D. Teknik Pembuatan Keramik

Teknik membuat keramik ada dua macam yang secara umum biasa digunakan; yaitu teknik tradisional dan teknik modern yang biasanya bersentuhan mesin.

1. Teknik Tradisional

Teknik tradisional terdiri atas putaran miring, teknik tatap-tandas, pinch, kich-wheel , hand-wheel, slow-wheel, fast-wheel, dan masih banyak lagi lainnya. Tujuan teknik ini adalah membuat peralatan yang digunakan untuk keperluan sehari–hari. Selain itu teknik ini juga biasanya digunakan di wilayah pedesaan.

kecil (home industry), atau hanya sebatas jumlah pemesanan; jadi pada umumnya tidak diproduksi massal.

2. Teknik Modern

Teknik modern terdiri atas kick-wheel, slab, casting, plaster of paris, dan sebagainya. Semuanya menggunakan mesin dan cetakan dari gips untuk reproduksinya. Khusus untuk slab dan casting menggunakan bahan tambahan untuk membuatnya. Ciri Teknik modern sering memproduksi dalam jumlah besar dan teknik pembakarannya juga menggunakan tungku modern, terutama dalam pengendalian suhu dalam tungku.

Sebenarnya semuanya sama, dalam rangka menghasilkan keramik, tetapi yang membedakan hanyalah bahan dasarnya yaitu tanah liat jenis apa yang digunakan. Dari jenis tanah liat sangat mempengaruhi proses pembakaran setelah pengeringan. Jika menggunakan tanah putih maka akan memerlukan pembakaran dengan tungku berbahan bakar gas dan suhu tinggi yang nantinya juga akan menggunakan gelasir untuk tahap penyelesaiannya. Inilah yang membedakan gerabah dan keramik.

E. Jenis-Jenis Tanah untuk Membuat Keramik

Tanah liat adalah salah satu bahan baku untuk membuat gerabah. Tanah liat Tanah liat adalah salah satu bahan baku untuk membuat gerabah. Tanah liat

dalam keadaan murni mempuyai rumus kimia sebagai berikut AL 2 O 3 - 2 Si O 2 -2

H 2 O dengan berat unsur-unsurnya :

AL 2 O 3 (Oksida Alumunium) sebanyak 39%

Si O 2 (Oksida Silika)

sebanyak 47%

H 2 O (Air)

sebanyak 14%

Ketiga unsur di atas jika dijumlahkan menjadi 100%. Untuk itu jumlah ini akan selalu sama jika kita mencampur tanah liat dengan bahan-bahan lain. Semua tanah liat ada yang berdiri sendiri tanpa dicampur dengan bahan lain. Tanah liat juga memiliki pengertian lain di antaranya ada yang menyebutkan tanah liat adalah butir-butir karang yang sangat halus, yang apabila dihancurkan kemudian ditumbuk halus akan menjadi plastis bila basah, menjadi keras jika kering, dan pada pembakaran berubah menjadi massa seperti karang yang teguh (Ambar, 2008: 2). Clay adalah material bumi yang dihasilkan dari suatu proses yang disebut decomposition, yaitu proses penguraian atau proses pelapukan alamiah dari material mineral feldspat.

Tanah liat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu primary clay, secondary clay (stoneware) dan tanah merah (earthenware). Semuanya memiliki perbedaan yang secara langsung terbentuk oleh alam. Dinamakan seperti itu karena berdasarkan proses terbentuknya juga tempat pengambilannya. Semakin dalam tempat pengambilan tanahnya maka makin baik kualitasnya, semakin dekat dengan larva Tanah liat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu primary clay, secondary clay (stoneware) dan tanah merah (earthenware). Semuanya memiliki perbedaan yang secara langsung terbentuk oleh alam. Dinamakan seperti itu karena berdasarkan proses terbentuknya juga tempat pengambilannya. Semakin dalam tempat pengambilan tanahnya maka makin baik kualitasnya, semakin dekat dengan larva

1. Primary clay

Primary clay adalah tanah murni atau larva gunung berapi. Sebagian besar terdiri dari feldspad. Feldspad adalah salah satu jenis bahan mineral bumi yang keberadaannya atau jumlahnya sangat besar, dalam bentuk batuan granit atau batuan gneiss. Menurut catatan geologi bahwa 2/3 bagian dari kerak bumi adalah meterial yang di dalamnya mengandung 60% - 90% bagian bahan mineral yang di sebut feldspad. Primary clay terbentuk dari larva gunung berapi yang masih murni tanpa tercampur oleh material dari luar gunung berapi, tetapi saat keluar dari perut bumi mulai mengalami pelapukan oleh jasad renik maupun jamur. Primary clay sering juga disebut kaolin. Kaolin terdiri dari kata Kao Liang yang berarti tanah tinggi (bukit dan pegunungan). Disebut demikian karena untuk mendapatkan tanah ini harus naik ke pegunungan atau tanah ini memang banyak ditemukan di daerah pegunungan (dataran tinggi). Kaolin berwarna putih, berbutir kasar, rapuh, dan tidak plastis, karena itu sulit dibentuk. Selain itu taraf susut dan kuat keringnya pun rendah, tetapi sangat tahan api. Tanah ini memiliki titik lebur

sampai 1.800 0 C (Ambar, 2008: 8).

2. Secondary clay

Secondary clay adalah larva yang sudah keluar dari perut bumi dan sedikit Secondary clay adalah larva yang sudah keluar dari perut bumi dan sedikit

kadar besi dan titanoksida cukup tinggi. Dapat dibakar pada suhu sekitar 1.205 0 C sampai 1.260 0 C (Ambar, 2008: 8). Stoneware juga tidak menggunakan gelasir,

kadang beberapa menggunakan pembakaran terra cotta (Kenny, 1946: 8). Dinamakan Stoneware karena memiliki warna keabu-abuan yang disebabkan karena sudah tercampur oleh organisme yang sudah menjadi arang.

Tanah merah atau Earthenware biasanya terbuat dari tanah liat yang terbentuk secara alamiah, berwarna merah dan mengandung banyak pasir. Termasuk dalam jenis tanah sekunder, berbulir plastis. Saat mentah berwarna merah, coklat, kehijauan, kuning, jingga, bahkan ada coklat cenderung ke hitam. Kebanyakan jenis yang dihasilkan dari tanah ini adalah periuk, belanga, cawan, dan gerabah kasar. Saat penyelesaian ada yang menggunakan dan tidak menggunakan gelasir, tetapi menggunakan engobe terlebih dahulu untuk melapisinya sebelum gelasir dan pelapis dekorasi lainnya (Kenny, 1946: 8).

Pembakaran menggunakan suhu antara kurang dari 1.000 sampai 1.100 0 C

(Ambar, 2008: 8). Biasanya tanah jenis ini berupa tanah ladang, sawah, dan

Tanah ini sudah melalui pelapukan ketiga, yaitu pelapukan yang sudah banyak tercemar oleh batu, pasir, jasad renik, jamur, udara, bahkan air. Hal ini yang menjadikannya memiliki titik lebur rendah. Tanah yang semakin tercemar maka akan semakin rendah derajat kepanasan saat dibakar. Tanah merah ini mudah didapatkan di berbagai daerah, menyebabkan banyak munculnya kebudayaan tanah. Kebudayaan tanah merah adalah kebudayaan membuat gerabah yang berasal dari tanah merah (tanah pertanian) dan mudah juga untuk proses pembakarannya. Tanah merah banyak terdapat di dataran rendah. Selain dimanfaatkan untuk tanah pertanian juga banyak yang digunakan untuk membuat gerabah; jenis tanah inilah yang banyak terdapat di daerah Bayat, Klaten, Jawa Tengah.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan Pendekatannya

Berdasar permasalahan yang dikaji dan dijabarkan adalah sebuah fenomena artefak (peralatan pendukung pembuatan benda seni) yang tidak lepas dari persoalan seni budaya suatu masyarakat, maka lebih condong pada jenis penelitian kualitatif. Karena tujuan dari penelitian ini terfokus pada upaya pemaparan (deskripsi) perilaku kekaryaan suatu masyarakat; maka bentuk penelitiannya menggunakan metodologi penelitian kualitatif deskriptif.

Tujuan utama menggunakan metodologi kualitatif adalah “menangkap proses” untuk “menemukan makna”. Apa yang dicari peneliti kualitatif adalah bagaimana melakukan proses penelitian dan bagaimana memaknai hasil penelitiannya; dengan tetap bertumpu pada batasan masalah dan dukungan kajian pustaka yang digunakan. Sebagai batasan ruang bergeraknya, penelitian ini bernuansa sosio-kultural; sesuai dengan karakteristik permasalahan yang diteliti yaitu teknik putaran miring yang digunakan untuk pembuatan kerajinan keramik Bayat Klaten .

B. Metode Penelitian

Berdasarkan jenis masalah dan objek penelitian yang dikaji, maka

metodologi yang digunakan merujuk pada tulisan H.B. Sutopo (2006) meliputi:

1. Lokasi Penelitian Lokasi yang dijadikan objek utama penelitian ini terpusat pada Kampung Pagerjurang Desa Melikan khususnya, dan seputar wilayah Kecamatan Bayat Klaten Jawa Tengah pada umumnya.

2. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

a. Informan: Para perajin di seputar Desa Pagerjurang desa Melikan dan desa-desa lain seputar Bayat, dan tokoh-tokoh masyarakat yang terkait dengan keberadaan teknik putaran miring keramik Bayat Klaten, termasuk Tokoh avant-guard Keramik Bayat yang berkebangsaan Jepang.

b. Tempat dan Peristiwa:

Pusat-pusat produksi kerajinan keramik di Bayat Klaten,

c. Dokumen: Berbagai sumber pustaka berupa tulisan, data, dokumen, dan foto-foto tentang Teknik Putaran Miring keramik pada khususnya dan yang berkaitan tentang kerajinan keramik Bayat pada umumnya.

3. Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan bentuk penelitian dan sumber datanya, maka teknik pengumpulan data terdiri dari:

a. Wawancara Mendalam (in-depth interviewing), dilakukan terhadap “semua informan” yang bersifat flexible (lentur), terbuka, dan tidak terstruktur ketat (Bogdan & Taylor, 1993: 34); bukan dalam suasana formal, pertanyaan semakin memfokus, dan dapat diulangi menurut keperluan. Hal ini memungkinkan pertanyaan-pertanyaan dapat berkembang melampaui kisi-kisi pertanyaan yang dipersiapkan ketika hendak memasuki lapangan penelitian. Dalam wawancara ini menggunakan langkah-langkah, yaitu: menentukan siapa yang akan diwawancarai, persiapan sebelum wawancara, strategi pendekatan awal terhadap yang diwawancarai, menjaga agar wawancara tetap bersifat produktif, dan bermakna (Fontana & Frey dalam Denzim & Lincoln, 1994: 363-364).

b. Observasi Langsung, peneliti terjun ke kancah penelitian, dan berhadapan langsung dengan tempat–tempat produksi keramik Bayat Klaten.

c. Analisis Dokumen, teknik pengumpulan data yang bersumber dari dokumen-dokumen, jurnal, artikel, naskah, buku-buku, gambar- gambar, foto, dan sebagainya.

4. Teknik Cuplikan (sampling) Teknik ini tidak bersifat acak (random sampling), melainkan bersifat selektif dengan pertimbangan berdasar pada konsep (pendekatan sosio- kultural) yang digunakan, keingintahuan pribadi peneliti, karakteristik empiris, dan lain-lain; oleh karena itu teknik cuplikan ini lebih bersifat purposive sampling (Noeng, 1996: 27 dan Chadwick, 1991: 78-79), yaitu memilih informan (bukan responden) yang dianggap paling berguna dan bermanfaat. Didukung juga dengan teknik cuplikan criterion based

selection, dalam hal ini memilih informan yang dipandang paling mengetahui permasalahannya. Selain itu informan yang dipilih juga lebih mewakili informasinya (internal sampling) bukan mewakili jumlah populasinya. Harapan lain dari informan tersebut juga dapat mengembangkan informasinya tentang pilihan informan lain/ berikutnya yang harus ditemui oleh peneliti, sehingga pilihan informan akan berkembang sesuai kebutuhan (snow ball sampling) (Sutopo, 2006: 65).

5. Validitas Data Guna menjamin dan meningkatkan validitas data yang diperoleh, dilakukan dengan Triangulasi Data (Data Triangulation): yaitu mengumpulkan data sejenis dari sumber data yang berbeda, yaitu data dari informan, tempat, dan peristiwa, serta dokumen diklarifikasi dan di-cross check.

6. Teknik Analisis Dalam proses analisis ada tiga komponen utama, yaitu: (1). Reduksi Data, 6. Teknik Analisis Dalam proses analisis ada tiga komponen utama, yaitu: (1). Reduksi Data,

Pengumpulan

Sajian Data

Data (2)

Reduksi

Data (1) Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi (3)

Analisis Interaktif ini pada dasarnya adalah proses pasca-pengumpulan data. Karena analisis sebagai suatu proses siklus, maka bukan berarti tertutup kemungkinan untuk kembali ke kancah pengumpulan data; jika dirasa perlu. Dalam proses ini peneliti bergerak di antara komponen analisis (termasuk pengumpulan data selama proses analisis data berlangsung). Analisis di antara ketiga komponen tersebut bersifat “interaktif”, dan jika data atau hasil interaksi dirasa kurang, maka dimungkinkan kembali ke komponen analisis sebelumnya, setelah itu kembali lagi ke komponen semula, dan berlanjut ke komponen berikutnya. Begitu seterusnya dan bersiklus sampai pada tahap Verifikasi atau disederhanakan ke arah makna yang diinginkan. Jika dipandang sudah memungkinkan munculnya makna temuan, maka dilakukan Penarikan Kesimpulan sebagai kegiatan terakhir

ßò Ô¿¬¿® Þ»´¿µ¿²¹ ¼¿² Õ±²¬»µ- Õ»¾»®¿¼¿¿² Ì»µ²·µ Ы¬¿®¿² Ó·®·²¹

Ù»®¿¾¿¸ ³»®«°¿µ¿² -»²· µ»®¿³·µ °¿´·²¹ ¬®¿¼·-·±²¿´å ¼· ¾»¾»®¿°¿ ¾»´¿¸¿² ¼«²·¿ ³»³·´·µ· ¬»µ²·µ ³¿-·²¹ó³¿-·²¹ «²¬«µ ³»³¾«¿¬ ¹»®¿¾¿¸ò Þ¿¸µ¿² ¿¼¿ ¶«¹¿ §¿²¹ -«¼¿¸ ³»²¹¹«²¿µ¿² -»³¿½¿³ ¬«²¹µ« «²¬«µ ³»³¾¿µ¿® ¹»®¿¾¿¸ ¬»®-»¾«¬ò Í»´¿·² ·¬« ¶«¹¿ ¿¼¿ §¿²¹ ³¿-·¸ ³»²¹¹«²¿µ¿² ¬»µ²·µ °»³¾¿µ¿®¿² ¹»®¿¾¿¸ -»½¿®¿ ¬»®¾«µ¿ ø±°»² º·®»÷ ¿¬¿« ¾«µ¿² ¼· ¼¿´¿³ ®«¿²¹ò Ì»µ²·µ ·²· ¼·¹«²¿µ¿² «²¬«µ °»³¾¿µ¿®¿² ¼»²¹¿² -«¸« ®»²¼¿¸ ¼¿² ¹»®¿¾¿¸ §¿²¹ ¼·¸¿-·´µ¿² ¾»®©¿®²¿ ³»®¿¸ ¾¿¬¿ò Ñ°»² º·®» ¾¿²§¿µ ¼·´¿µ«µ¿² ¼· °»¼»-¿¿² §¿²¹ ³¿-·¸ ³»³°®±¼«µ-· ¼¿´¿³ ¹»®¿¾¿¸ ¼¿´¿³ ¶«³´¿¸ -»¼¿²¹ò Õ»«²¬«²¹¿² ¬»µ²·µ ±°»² º·®» ¿µ¿² ³»³¾«¬«¸µ¿² ¾·¿§¿ §¿²¹ ®»´¿¬·º -»¼·µ·¬ô µ¿®»²¿ -»¾¿¹¿· ¾¿¸¿² ¾¿µ¿®²§¿ ½«µ«° ³»²¹¹«²¿µ¿² -·-¿ó-·-¿ ¼¿®· ¬«³¾«¸¿²ô -»°»®¬· ¾¿¬¿²¹ °¿¼· µ»®·²¹ ø¶»®¿³·÷ô °±¸±² °·-¿²¹ô -»®¿¾«¬ µ»´¿°¿ô ¼¿² -»¾¿¹¿·²§¿ò

Ù»®¿¾¿¸ -»®·²¹ ¼·-¿´¿¸¿®¬·µ¿² ±´»¸ ¾¿²§¿µ ±®¿²¹ ¼»²¹¿² ³»²¹¿²¹¹¿° ¾¿¸©¿ ¹»®¿¾¿¸ ¾«µ¿² µ»®¿³·µò Í»¾»¬«´²§¿ ¹»®¿¾¿¸ ¶«¹¿ ³»®«°¿µ¿² ¾¿¹·¿² ¼¿®· -»¾«¿¸ -·-¬»³ ¾»®²¿³¿ •Õ»®¿³·µŒò Õ»®¿³·µ ¿¼¿´¿¸ -»¾«¿¸ -·-¬»³ ¼·³¿²¿ ¼· ¼¿´¿³²§¿ ³»³·´·µ· ¾»®³¿½¿³ -«¾ó¬»µ²·µ §¿²¹ ¼·¾¿¹· ¾»®¼¿-¿®µ¿² µ»µ¸«-«-¿² °®±-»- ¼¿² ¸¿-·´²§¿ò Ù»®¿¾¿¸ ¿¼¿´¿¸ -»¾«¬¿² •µ»®¿³·µ ´±µ¿´Œ ¼· ײ¼±²»-·¿ô §¿²¹ -»¾»²¿®²§¿ -»¾«¿¸ ¾»²¬«µ °»²§»¾«¬¿² -¿¶¿ ¾¿¸©¿ ¹»®¿¾¿¸ ³»®«°¿µ¿² ¾»²¬«µ ´¿·² ¼¿®· µ»®¿³·µò Í»´¿³¿ ·²· µ»®¿³·µ -»´¿´« ¼··¼»²¬·µµ¿² ¼»²¹¿² °±®-»´»² ø¼¿®·

ݸ·²¿÷ §¿²¹ ³»³·´·µ· ±®²¿³»² ®«³·¬å ¾¿¸µ¿² -»¾¿¹·¿² ±®¿²¹ ¿©¿³ ³»²§»¾«¬ µ»®¿³·µ ¿¼¿´¿¸ ¹«½·ò Ô»¾·¸ °¿®¿¸ ´¿¹· ¶·µ¿ ³»³¾¿§¿²¹µ¿² ¾¿¸©¿ µ»®¿³·µ -»¾¿¹¿· ´¿²¬¿· ®«³¿¸ò

Ù»®¿¾¿¸ ¿¼¿´¿¸ -¿´¿¸ -¿¬« ¶»²·- µ»®¿³·µ §¿²¹ ¼·°®±¼«µ-· -»½¿®¿ ¬®¿¼·-·±²¿´ ¼¿² ³»³·´·µ· -¬¿²¼¿®¬ •¹«²¿ ®»²¼¿¸Œò Ø¿²§¿ ¼·°®±¼«µ-· «²¬«µ ³»²¹¸¿-·´µ¿² °»®¿´¿¬¿² ¹«²¿ ³»´»²¹µ¿°· µ»¾«¬«¸¿² -»¸¿®·ó¸¿®·ò Ù»®¿¾¿¸ ¶»²·- ·²· µ»¾¿²§¿µ¿² ¾»®¾¿¸¿² ¼¿-¿® ¬¿²¿¸ ¸·¬¿³ §¿²¹ ½«µ«° -»-«¿· «²¬«µ -«¸« °»³¾¿µ¿®¿² ®»²¼¿¸ ø¿²¬¿®¿ êðð ó çðð ð Ý÷ò Ü¿² ¶»²·- ¬¿²¿¸ ·²· ³«¼¿¸ ¼·¬»³«µ¿² ¼· ¾¿²§¿µ ©·´¿§¿¸ô ³¿µ¿ ¾¿²§¿µ °«´¿ ¼¿»®¿¸ó¼¿»®¿¸ °»²¹¸¿-·´ ¹»®¿¾¿¸ ©¿´¿«°«² ¼»²¹¿² ³»²¹¹«²¿µ¿² ¬»µ²·µ²§¿ ³¿-·²¹ó³¿-·²¹ò

Æ¿³¿² -»µ¿®¿²¹ ·²· ¸¿³°·® -»³«¿ ¿-°»µ ³»²¹¹«²¿µ¿² ¬»µ²±´±¹·ò Í»³«¿ ±®¿²¹ -¿²¹¿¬ ¬»®¹¿²¬«²¹ ¼»²¹¿² ¬»µ²±´±¹·ò Ì»µ²±´±¹· ¼¿°¿¬ ³»³¾¿²¬« ³¿²«-·¿ ¼¿´¿³ ³»²¶¿´¿²· ¸·¼«° ³»²¶¿¼· ¬¿³°¿µ ´»¾·¸ ³«¼¿¸ò Ì»µ²±´±¹· ³»³·´·µ· ¼«¿ µ¿¬»¹±®· §¿·¬« °¸§-·½¿´ ¿°°´·½¿¬·±²- ¼¿² ª·®¬«¿´ ¿°°´·½¿¬·±²- ò и§-·½¿´ ¿°°´·½¿¬·±²- ¾»®«°¿ °»®¿´¿¬¿²ô ¸¿®¼©¿®» ø°»®¿²¹µ¿¬ µ»®¿-÷ ¿¬¿« ³»-·²ó³»-·²å -»¼¿²¹µ¿² ª·®¬«¿´ ¿°°´·½¿¬·±²- ¾»®«°¿ ³»¬±¼» ø°±´¿ °®¿µ¬·µ¿´÷ ¼¿² -±º¬©¿®» ø°»®¿²¹µ¿¬ ´«²¿µ «²¬«µ µ±³°«¬»® -»¾¿¹¿· ³·-¿´÷ò Ó»¬±¼» ¿¼¿´¿¸ ½¿®¿ -·-¬»³¿¬·µ ¼¿² ¬»®°·µ·® -»½¿®¿ ¾¿·µ «²¬«µ ³»²½¿°¿· ¬«¶«¿²ò Í»¼¿²¹µ¿² ¬»µ²±´±¹· -»²¼·®· ³»³·´·µ· ¿®¬· µ»³¿³°«¿² ¬»µ²·µ §¿²¹ ¾»®¼¿-¿®µ¿² °»²¹»¬¿¸«¿² ·´³« »µ-¿µ¬¿ §¿²¹ ¾»®¼¿-¿®µ¿² °®±-»- ¬»µ²·µ øÛ³ Æ«´ Ú¿¶®·ô îððêæ ëêë ú èðï÷ò Ü»²¹¿² ¼»³·µ·¿² ¼¿°¿¬ ¼·¿®¬·µ¿² ¾¿¸©¿ ¬»µ²±´±¹· ¬»®¼·®· ¼¿®· ¿´¿¬ó¿´¿¬ ¿¬¿« ³»-·²ó³»-·²