EKSISTENSI GRUP MUSIK TANJIDOR NADA IRAMA DESA SEKUDUK KECAMATAN SEJANGKUNG KABUPATEN SAMBAS

1

EKSISTENSI GRUP MUSIK TANJIDOR NADA IRAMA
DESA SEKUDUK KECAMATAN SEJANGKUNG
KABUPATEN SAMBAS
Nurdini Hanum Sari, Aloysius Mering, Asfar Muniir
Program Studi Pendidikan Seni Tari dan Musik FKIP UNTAN
Email : nurdinihanumsari@yahoo.com
Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan eksistensi, faktor yang
mempengaruhi eksistensi, dan upaya mempertahankan eksistensi Grup Nada Irama.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Mendeskripsikan eksistensi
Grup Nada Irama didapat melalui observasi dan wawancara terhadap narasumber,
mendokumentasikan partitur, prestasi, kegiatan dan pemain musik Grup Nada
Irama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Grup Nada Irama masih eksis sampai
sekarang (2016), namun mengalami penurunan dikarenakan beberapa faktor.
Faktor yang mempengaruhi eksistensi diantaranya kebutuhan masyarakat akan
musik tanjidor, kebudayaan turun temurun, faktor ekonomi, kurangnya minat
generasi muda dan belum pernah ada bantuan dari pemerintah setempat. Upaya
mempertahankan eksistensi dengan mengajarkan notasi balok kepada generasi
muda, mencari anggota arisan, menyisihkan uang hasil tampil dan menggunakan
tanjidor sebagai sarana hiburan pada acara yang diselenggarakan. Hasil penelitian

ini diharapkan dapat diimplementasikan dipelajaran Seni Budaya SMP kelas VII
semester I serta dapat menjadi referensi bagi penelitian lanjutan mengenai musik
tanjidor.
Kata kunci : Eksistensi, Grup Musik, Tanjidor.
Abstract : This research aims to describe the existence, factors affecting the
existence and effort to maintain the existence of the Nada Irama Group. Researcher
used descriptive method in this research. Describing the existence of the Nada
Irama Group obtained through observation and interviews with informants,
documenting scores, achievements, activities and music player. The results showed
that the Nada Irama Group still exist until now, but declined due to several factors.
Factors affecting the existence of which community needs tanjidor music, cultures
heredity, economic factors, the lack of interest of the younger generation and
unprecedented support from lokal government. Efforts to maintain existence by
teaching notation to the younger generation, looking for members of social
gathering, set aside the money to appear, and use tanjidor as a means of
entertaiment for the event. The result of this research are expected to be
implemented in a cultural art lesson on senior high school 7 th grade one semester
and it can be refrences further analysis about for tanjidor music.
Keywords : Existance, Music Group, Tanjidor.


2

M

usik tanjidor merupakan musik daerah yang ada pada Suku Melayu
khususnya pada Suku Melayu Kabupaten Sambas yang terdiri dari 9-15
pemain musik yang memainkan alat musik tiup dan alat musik pukul. Alat musik
yang dimainkan seperti terompet, trombone slide, trombone valve, tuba,
sousaphone, snare drum, bass drum dan cymbal. Musik tanjidor sering tampil pada
acara upacara 17 Agustus, Memperingati hari-hari nasional, Menyambut tamu
penting, Pesta perkawinan terutama arak-arakan pengantin, Sunatan, Tepung tawar
(syukuran atas kelahiran anak, Rawah Haji (syukuran naik haji), Saman (acara
perpisahan di sekolah) dan Acara beker (pertandingan sepak bola), pada
pertandingan sepak bola musik tanjidor dimainkan saat pembukaan acara, untuk
sekarang musik tanjidor sudah jarang tampil untuk acara beker.
Adat istiadat dan tradisi masyarakat berpengaruh terhadap kebutuhan
masyarakat, seperti tradisi perkawinan yang menggunakan tanjidor sebagai pengisi
hiburan ketika arak-arakan pengantin dilakukan. Kebutuhan masyarakat akan
musik tanjidor untuk memeriahkan berbagai acara mendorong masyarakat untuk
tetap menggunakan musik tanjidor karena ada kebanggan tersendiri apabila pada

acara yang diadakan masyarakat menggunakan musik tanjidor. Kesenian musik
tanjidor merupakan kesenian yang secara turun-temurun sampai sekarang masih
berperan dalam memeriahkan acara yang diselenggarakan pada masyarakat
khususnya pada masyarakat Melayu Sambas. Alasan peneliti memilih musik
tanjidor karena mengingat fungsi musik tanjidor di masyarakat Kabupaten Sambas
sangatlah penting, karena tidak sah rasanya kalau musik tanjidor tidak ada pada
acara yang diselenggarakan khususnya pada acara perkawinan. Peneliti berharap
dengan adanya penelitian ini, maka masyarakat terutama generasi muda bisa
termotivasi untuk lebih mengenal kesenian musik tanjidor serta bisa menjadi
generasi penerus yang ikut serta mempertahankan eksistensi musik tanjidor di
tengah perkembangan musik modern, agar kesenian musik tanjidor tidak tenggelam
oleh zaman.
Eksistensi menjelaskan tentang ada atau tidak adanya pengaruh terhadap
keberadaan suatu hal tersebut. Apabila orang lain menganggap kita mempunyai
sebuah eksistensi, maka keberadaan kita sudah dianggap dan dapat diperhitungkan
oleh orang-orang di sekeliling kita. Maran (2000:15) menyatakan eksistensi
manusia di dunia ditandai dengan upaya tiada henti-hentinya untuk menjadi
manusia, upaya ini berlangsung dalam dunia ciptaannya sendiri yang berbeda
dengan dunia alamiah yakni kebudayaan. Selain Maran, Firdaus (2011:277) juga
mengemukakan pendapat Sartre tentang eksistensi manusia bukan sekedar hendak

menjelaskan situasi keberadaan manusia di tengah manusia dan bukan manusia,
lebih dari itu Sartre hendak menjelaskan tanggung jawab yang seharusnya dipikul
oleh semua manusia sebagai manusia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
dijelaskan bahwa eksistensi merupakan kata nomina yang menunjukan kata benda,
yang berarti hal berada keberadaan. Berdasarkan teori-teori diatas dapat
disimpulkan bahwa suatu eksistensi merupakan upaya manusia dalam
mempertahankan keberadaannya di lingkungan tempat dimana manusia itu berada.
Grup dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya rombongan, kelompok,
golongan. Dalam dunia musik grup lebih sering kita dengar dengan sebutan
ansambel. Purnomo (2010:71) menyatakan bahwa kata ansambel berasal dari
bahasa Prancis (ensamble), yang berarti bersama-sama.

3

Musik ansambel diartikan permainan musik secara bersama-sama baik
menggunakan alat musik sejenis maupun campuran. Grup yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah Grup Tanjidor Nada Irama yang ada di Desa Sekuduk
Kecamatan Sejangkung Kabupaten Sambas. Grup tanjidor Nada Irama termasuk
dalam kategori ansambel campuran karena terdiri dari beberapa alat musik tiup dan
alat musik perkusi. Alat musik tiup logam seperti trompet, trombone, tuba,

soushaphone dan beberapa alat musik perkusi seperti bass drum, snare drum, dan
cymbal. Musik berasal dari bahasa Yunani, mousikos Musik adalah ungkapan
perasaan yang dituangkan dalam bentuk bunyi-bunyian, ungkapan yang dihasilkan
melalui suara manusia yang disebut vokal sedangkan ungkapan yang dihasilkan
melalui alat musik yang disebut instrumental (Purnomo 2010: 3).
Rinja (2002:21) berpendapat bahwa Tanji-dor adalah seperangkat alat musik
yang terdiri dari alat musik tiup dan alat musik pukul. Alat musik ini dikenal sebagai
musik pengarak pengantin, para pemainnya terdiri dari 6-10 orang. Menurut
jenisnya alat musik tanji-dor terdiri dari terompet dengan berbagai ukuran, drum,
rebana, symbal, tamborin, akordion dan lain-lain. Sedangkan, dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia Tanjidor (2003:288) adalah 1. Tambur Besar; 2. Serombongan
pemain musik dengan trumpet, tambur besar, dan sebagainya yang biasanya
dimainkan pada hari Raya Cina. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa tanjidor dalam penelitian ini merupakan tanjidor yang ada di
Kabupaten Sambas. Tanjidor yang dimaksud adalah tanjidor yang ada di Desa
Sekuduk Kecamatan Sejangkung, yang terdiri dari 9-15 orang pemain yang
memainkan sekumpulan alat tiup logam seperti trompet, trombone, tuba, dan alat
musik perkusi seperti bass drum, snare drum dan cymbal.
Faktor dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001:312) artinya keadaan
atau peristiwa yang ikut menyebabkan (mempengaruhi) terjadinya sesuatu. Faktor

yang mempengaruhi eksistensi Grup Musik Tanjidor Nada Irama yang ada di Desa
Sekuduk Kecamatan Sejangkung Kabupten Sambas adalah kebudayaan.
Kebudayaan menurut Koentjaraningrat berasal dari kata Sanskerta buddhayah,
yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudaya-an dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan akal, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi, dan akal manusia.
Seni musik yang terdapat didaerah-daerah khususnya Kabupaten Sambas
sudah banyak mengalami perkembangan dan perubahan. Musik daerah yang sering
digunakan pada acara-acara yang ada pada masyarakat belum banyak diketahui
keberadaanya oleh generasi-generasi muda saat ini. Maka dari itu, perlu adanya
upaya didalam dunia pendidikan untuk mengenalkan sejarah dan kebudayaan musik
daerah setempat sebagai bahan ajar siswa. Kegiatan pengembangan pembelajaran
mengharuskan guru seni budaya untuk dapat memilih materi pembelajaran yang
sesuai dengan keadaan sosial, budaya dan geografis siswa. Berkaitan dengan hal
tersebut, hasil penelitian ini bisa menjadi rujukan guru untuk menjadikan referensi
materi tentang musik tanjidor dalam pembelajaran seni budaya yang menjadi materi
musik daerah setempat. Berdasarkan pada Kegiatan Inti (KI) dan Kompetensi Dasar
(KD) yang terkait pada kurikulum 2013, maka hasil dari penelitian “Eksistensi
Grup Musik Tanjidor Nada Irama di Desa Sekuduk Kecamatan Sejangkung
Kabupaten Sambas” dapat diimplementasikan dalam sebuah Rencana Pelaksanaan


4

Pembelajaran (RPP) yang ada di SMP. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang
dapat diterapkan di SMP yaitu kelas VII semester I.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah metode deskriptif. Menurut
Moleong (2006: 11) deskriptif adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata,
gambar, dan bukan angka-angka. Sementara menurut Muh Nazir (dalam Astuti
2011:18) metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok
manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas
pada masa sekarang. Peneliti menggunakan metode dekriptif karena ingin
mengungkapkan, menggambarkan dan mengemukakan keberadaan Grup Nada
Irama sesuai dengan apa adanya data yang didapatkan peneliti di lapangan. Bentuk
penelitian yang digunakan bersifat kualitatif. Dalam penggunaan jenis penelitian
kualitatif ini adalah agar hasil penelitian dapat mengungkap nilai-nilai yang
tersembunyi serta lebih peka terhadap informasi dengan berusaha mempertahankan
keutuhan dari obyek yang diteliti.
Moleong (2006:4) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Maka dari itu dalam penelitian
ini peneliti menggunakan metode deskriptif, agar permasalahan yang diungkap
lebih bersifat alamiah dan tanpa adanya intervensi dari berbagai pihak terutama dari
peneliti sendiri. Menurut Sugiyono (2015:14) metode penelitian kualitatif sering
disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi
yang alamiah (natural setting), sedangkan menurut Moleong (2006:9-10) metode
kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan yang Pertama, menyesuaikan
metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak. Kedua,
metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan
responden. Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan
banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan fenomenologi. Moleong (2006:15) mengemukakan bahwa
fenomenologi merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada fokus kepada
pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interprestasi dunia. Fenomenologi
menyelidiki pengalaman kesadaran, yang berkaitan dengan pertanyaan seperti:
bagaimana pembagian antara subjek (ego) dengan objek (dunia) muncul dan
bagaimana sesuatu hal didunia ini diklasifikasikan. Sumber data dalam penelitian
ini adalah informan yang mengetahui keberadaan grup tanjidor Nada Irama.
Informan dalam penelitian ini adalah ketua dari grup tanjidor Nada Irama, pemain

musik tanjidor Nada Irama dan seniman yang mengetahui keberadaan grup Nada
Irama. Berikut ini beberapa narasumber yang dijadikan sebagai sumber data, yang
pertama Adnan, kedua M. Yurid, dan ketiga Tukiman. Data yang digunakan dalam
penelitian ini berbentuk hasil observasi dan hasil wawancara untuk mengetahui
keberadaan grup tanjidor Nada Irama Desa Sekuduk Kecamatan Sejangkung
Kabupaten Sambas.
Data merupakan faktor penting dalam penelitian. Bentuk data yang digunakan
dalam penelitian ini berupa semua informasi yang berkaitan dengan penelitian yang
bisa didapat melalui foto-foto, observasi, hasil wawancara, video, dan sebagainya.

5

Data-data penelitian diperoleh berdasarkan wawancara dengan beberapa informan
yang terkait dengan penelitian seperti kepada ketua grup tanjidor, pemain musik
tanjidor, masyarakat beserta instansi terkait mengenai musik tanjidor yang dipilih
secara sampling purposive yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu sesuai kebutuhan penelitian. Menurut Sugiyono (2015:308) teknik
pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena
tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.
Keabsahan data dalam sebuah penelitian sangat penting, karena melalui

keabsahan data, kredibilitas (kepercayaan) penelitian kualitatif dapat tercapai.
Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak
ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya
terjadi pada obyek yang diteliti. Teknik keabsahan data dalam penelitian ini adalah
perpanjangan pengamatan dan teknik triangulasi. Perpanjangan pengamatan yaitu:
peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan dan wawancara lagi dengan
informan-informan atau narasumber yang pernah ditemui maupun yang baru.
Perpanjangan pengamatan akan dilakukan apabila data yang diperoleh selama ini
setelah dicek kembali pada sumber data asli atau sumber data lain ternyata tidak
benar, maka peneliti melakukan pengamatan lagi yang lebih luas dan mendalam
sehingga diperoleh data yang pasti kebenarannya. Dalam hal triangulasi, Sugiyono
(2008 : 241) menyatakan bahwa dalam teknik pengumpulan data, triangulasi
diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari
berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Disini peneliti
menggunakan 3 teknik dalam pengumpulan data yaitu teknik observasi, teknik
wawancara dan teknik dokumentasi. Pada penelitian ini peneliti menggunakan
triangulasi sumber yang berarti mendapatkan data dari sumber yang berbeda–beda
dengan teknik yang sama.
Peneliti menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan menganalisis
data di lapangan model Miles and Huberman. Ada 3 teknik analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu, reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan. Menurut Sugiyono (2015:338) data yang diperoleh di lapangan
jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci, karena
semakin lama penulis ke lapangan maka data yang diperoleh akan semakin banyak,
kompleks, dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi
data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok dan fokus
kepada masalah penelitian. Penyajian data dilakukan setelah selesai mereduksi data
atau merangkum data.
Menurut Sugiyono (2015:341) penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk
tabel, grafik, phie chard, pictogram dan sejenisnya. Melalui penyajian data tersebut
maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin
mudah dipahami. Penyajian data dalam penelitian ini dapat berupa tabel hasil
observasi dan hasil wawancara dengan informan-informan yang berhubungan
dengan penelitian. Setelah peneliti merangkum dan menyajikan data, maka langkah
selanjutnya adalah menarik kesimpulan. Dalam hal ini peneliti menganalisis
kembali data yang didapat dan konsultasi dengan dosen pembimbing, setelah itu
baru menyimpulkan hasil penelitian mengenai eksistensi grup musik tanjidor Nada
Irama Desa Sekuduk Kecamatan Sejangkung Kabupaten Sambas.

6

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Penelitian mengenai Eksistensi Grup Musik Tanjidor Nada Irama dilakukan
di Desa Sekuduk, Dusun Sejiwa Sehati. Berdasarkan penelitian terdahulu menurut
Astuti (2011:32) bahwa musik tanjidor masuk ke Sambas bersamaan dengan
masuknya VOC (Vereenigde Oost Indiche Compagnie). VOC merupakan kongsi
dagang Belanda yang melakukan hak monopoli yang dipaksakan dengan Sultan
Muhammad Ali Syafeiudin sekitar tahun 1815. Musik tanjidor berkembang pada
saat itu sampai sekitar perang dunia II (1941-1945). Bagi masyarakat saat itu,
Tanji/tanjidor merupakan satu-satunya hiburan rakyat bukan saja di keraton tapi
tumbuh dan berkembang sampai ke desa-desa dan salah satunya Desa Sekuduk
yang memiliki grup tanjidor yang bernama Nada Irama. Dari hasil penelitian ini
diperoleh data mengenai silsilah kepemimpinan Gru Nada Irama seperti tabel
dibawah ini.
Bagan 1 Silsilah Kepemimpinan Grup Musik Tanjidor Nada Irama
Marani (Long Sumar)
1942 – 1961
Membuat Grup Nada Irama
Sanusi
1962 – 1966
Adnan
1967 – sekarang (2016)
Puncak kejayaan pada tahun
1990
Berikut ini paparan mengenai prestasi yang pernah diraih Grup Nada Irama
yaitu
1.
Mendapatkan piala Juara 1 dalam lomba Festival Tanjidor dalam rangka HUT
KODAM XII ke 26 di Singkawang tahun 1984 seperti gambar dibawah ini.

Gambar 1 Piala Juara 1 Festival tanjidor tahun 1984

7

Gambar 2 Pemain mengikuti lomba tahun 1984
2.

Mendapatkan piala Juara I Festival Tanjidor Ke 1 yang diadakan di Taman
Pasir Panjang Indah, Singkawang pada tanggal 08 Juli 1990. Pada festival
tanjidor kali ini Grup Nada Irama dihadiahkan satu buah trompet dan uang
senilai 65.000 rupiah. Pada tahun 1990 Grup Tanjidor Nada Irama mencapai
puncak kejayaannya dan karena sudah mulai berkolaborasi dengan penyanyi
dangdut seperti gambar dibawah ini.

Gambar 3 Piala Juara 1 Festival Tanjidor Ke 1 tahun 1990

Gambar 4 Kolaborasi dengan penyanyi dangdut tahun 1990

8

3.

Mendapat piala bergilir pada lomba festival tanjidor SeKal-Bar pada rangka
memperingati HUT ke XIV Hotel Palapa di Singkawang tahun 1990, gambar
5 dibawah ini merupakan piala yang didapat.

Gambar 5 Piala Bergilir HUT ke XIV Hotel Palapa

Gambar 6 Pemain Nada Irama ketika lomba
4.

Mendapatkan piala Juara II ketika mengikuti lomba tanjidor yang diadakan
dilapangan sepak bola (Gabsis) di Sambas pada tahun 2003. Piala ini
merupakan piala terakhir yang didapat Grup Nada Irama, karena Grup Nada
Irama tidak pernah mengikuti lomba tanjidor lagi sampai sekarang.

Gambar 7 Piala Juara II di Sambas tahun 2003

9

Berdasarkan penelitian terdahulu Astuti (2011:71) mengatakan bahwa
penyelenggaraan kompetisi musik tanjidor pernah diadakan pada tahun 2003 dan
2005 di lapangan Gabsis Kabupaten Sambas. Setelah itu tidak pernah lagi diadakan
lomba tanjidor sampai sekarang. Adnan juga menjelaskan lagu yang dimainkan
Grup Nada Irama diantaranya lagu yang ada dari zaman Belanda yaitu lagu yang
bersifat marras (mars) seperti lagu cempleset, bunne humeur, concordini overtere,
piodalitas. Lagu-lagu yang lain seperti lagu dangdut dan pop dimainkan saat
mengisi acara hiburan di masyarakat, seperti lagu pengantin baru yang dimainkan
saat mengarak pengantin, sedangkan lagu nasional dimainkan untuk acara formal
seperti pada saat mengisi upacara 17 Agustus dan acara-acara formal lainnya. Lagu
yang dimainkan Grup Nada Irama tidak hanya lagu yang berasal dari Belanda, tapi
lagu keroncong tempo dulu juga terkadang dimainkan. Untuk sekarang lagu yang
sering dimainkan adalah lagu-lagu dangdut dan lagu pop mengikuti masa kini.
Peneliti juga membahas mengenai lagu yang dimainkan Grup Nada Irama,
Adnan juga menjelaskan mengenai kegiatan Grup Nada Irama seperti latihan.
Beliau mengatakan bahwa Grup Nada Irama tidak memiliki jadwal latihan rutin dan
tempat serta waktu yang ditetapkan untuk latihan, karena latihan hanya dilakukan
ketika sehari sebelum tampil baik latihan perorangan maupun latihan bersamasama. Adnan hanya pernah melakukan latihan rutin pada awal tahun 2014 khusus
untuk generasi muda yang berusia sekitar 16-25 tahun yang berjumlah 6-8 orang.
Latihan bertujuan untuk mengajarkan cara bermain musik tanjidor dan cara
membaca notasi balok agar musik tanjidor yang ada di Desa Sekuduk bisa
beregenerasi.
Mengingat usia pemain musik yang lama sudah cukup berumur (40 tahun
keatas), sungguh sangat disesalkan sekali generasi muda tidak meneruskan musik
tanjidor yang merupakan kesenian asli dari daerah setempat khususnya untuk Grup
Nada Irama. Niat baik Adnan mengajarkan musik tanjidor kepada generasi muda
hanya bertahan beberapa bulan saja, karena faktor ekonomi yang membuat sebagian
generasi muda lebih memilih menjadi TKI ke negeri tetangga (Malaysia).
Selebihnya jika ada tawaran untuk bermain musik, Grup Nada Irama masih
menggunakan pemain lama atau menggunakan masyarakat setempat yang bisa
bermain musik secara otodidak yang mengandalkan feeling untuk melengkapi
pemain.
Untuk sekarang musik tanjidor tidak hanya dimainkan pada saat acara-acara
resmi, namun sudah dimainkan kapan saja dan dimana saja seperti pada acara-acara
sebagai berikut:
1.
Upacara 17 Agustus, musik tanjidor sering tampil untuk mengisi acara dari
Indonesia merdeka sampai sekarang masih dilakukan.
2.
Memperingati hari-hari nasional, seperti 17 agustus, hari pendidikan, dan
sebagainya, untuk sekarang kadang musik tanjidor tampil kadang tidak.
3.
Menyambut tamu penting, sampai sekarang masih dilakukan.
4.
Pesta perkawinan, dari dulu sampai sekarang musik tanjidor masih digunakan
sebagai hiburan ketika tamu undangan menyantap hidangan, ngarak
penganten (arak-arakan pengantin), arak-arakan pengantin biasanya
dilakukan pada siang hari dan malam hari.
5.
Sunatan, sekarang ada sebagian masyarakat yang masih menggunakan musik
tanjidor untuk mengisi acara ada juga yang sudah tidak lagi.

10

6.
7.
8.

9.

Tepung tawar (syukuran atas kelahiran anak), tepung tawar juga ada yang
memakai hiburan musik tanjidor ada juga tidak.
Rawah Haji (syukuran naik haji), sampai sekarang musik tanjidor masih
dipakai untuk mengisi acara.
Saman (acara perpisahan di sekolah), musik tanjidor mengisi acara pada saat
tamu undangan menyantap hidangan. Namun, sekarang acara perpisahan di
sekolah sudah tidak menggunakan musik tanjidor lagi.
Acara beker (pertandingan sepak bola), pada pertandingan sepak bola musik
tanjidor dimainkan saat pembukaan acara, untuk sekarang musik tanjidor
sudah jarang tampil untuk acara beker.

Pembahasan
Pertemuan pertama peneliti bertemu dengan narasumber utama yaitu Adnan.
Pertemuan tersebut dilaksanakan pada hari Senin, 01 Januari 2015 pukul 12.50
tepatnya di rumah Adnan yang berada di Dusun Sejiwa Sehati 05 RT/RW 03 Desa
Sekuduk, beliau merupakan ketua dari Grup Tanjidor Nada Irama yang sampai
sekarang masih aktif dalam memainkan musik tanjidor. Pada pertemuan ini peneliti
mengobservasi dan sedikit mengupas latar belakang Grup Musik Tanjidor Nada
Irama. Hari yang sama pada tanggal 01 Januari 2016 pukul 14.00 peneliti juga
menemui narasumber kedua yaitu Yurid untuk menanyakan kembali latar belakang
Grup Nada Irama. Hasil dari wawancara peneliti menemukan hal yang sama dengan
apa yang disampaikan narasumber utama. Peneliti juga baru mendapatkan data awal
dan melanjutkannya pada pertemuan selanjutnya pada tanggal 05 Januari 2016.
Pertemuan kedua pada tanggal 05 Januari 2016 peneliti mendapatkan informasi
melalui wawancara dengan Adnan. Beliau menjelaskan latar belakang terbentuknya
grup tanjidor Nada Irama. Pada waktu Belanda masih menjajah Indonesia, musik
tanjidor lebih dikenal dengan musik kuning, dikatakan demikian karena alat
musiknya berwarna kuning (terbuat dari logam).
Peneliti juga melakukan wawancara dengan Tukiman pada tanggal 25 Januari
2016. Beliau menjelaskan bahwa grup tanjidor Nada Irama memang lebih tua
dibanding dengan grup tanjidor yang beliau pimpin sekarang. Terbukti bahwa grup
Nada Irama berdiri sebelum merdeka yaitu pada tahun 1942 sedangkan Kijang
Berantai baru berdiri setelah Indonesia merdeka yaitu pada tahun 1960-an. Tukiman
mulai bermain tanjidor sejak masih remaja sampai sekarang beliau menjadi ketua
Grup Kijang Berantai, beliau juga berguru dengan orang yang sama yaitu Pak Akis.
Tukiman merupakan generasi ke 5 di Grup Kijang Berantai yang pertama adalah
Pak Daud, kedua Pak H. Rasid, ketiga Suhaili, keempat Pak Usman Zaili dan yang
terakhir adalah Tukiman. Pemain di Grup Kijang Berantai untuk saat ini berjumlah
15 orang, namun terdapat perbedaan pada alat musik yang digunakan karena pada
Grup Kijang Berantai menggunakan saxophone dan tidak menggunakan
sousaphone sedangkan pada Grup Nada Irama tidak menggunakan saxophone
melainkan menggunakan sousaphone.
Latar belakang Grup Nada Irama bermula dari Mansur yang tak lain adalah
kakek dari Adnan, Mansur sendiri belajar bermain alat musik tanjidor dengan Pak
Akis. Pak Akis merupakan pemain musik tanjidor sebelum tahun 1942 beliau juga
mengajarkan musik tanjidor dengan notasi balok. Grup musik tanjidor pada waktu
itu msih bergabung pada satu desa yaitu Desa Sekuduk, namun seiring berjalannya

11

waktu Long Sumar (Marani) yang merupakan pemain tanjidor pada era Mansur
memisahkan diri dan membuat grup tanjidor dengan nama Nada Irama pada tahun
1942. Beliau merupakan paman dari Adnan dan sekaligus menjadi ketua generasi
pertama di Grup Nada Irama. Alasan mengapa membuat grup tanjidor yang baru
dikarenakan alat musik lama (yang berwarna kuning) dijual ke Desa Setambah.
Kemudian salah satu pemain memesan dan membeli beli alat musik yang baru ke
negara tetangga tepatnya ke Singapura.
Pemain yang bernama H. Yahya atau Sittol-lah yang mengurus pembelian
alat musik yang baru tersebut dengan uang hasil patungan dari anggota grup.
Namun, alat musik yang sampai ke tangan Grup Nada Irama hanya 9 buah saja,
karena pada waktu itu sedang terjadi perang melawan Jepang yang saat itu menjajah
Indonesia. Untuk melengkapi alat musik yang hanya 9 buah saja, Grup Nada Irama
membeli alat second dari seseorang yang berasal dari Etnis Tionghoa di Sambas
dan membeli 2 buah trompet dengan Pak Akis. Data-data mengenai deskripsi dan
latar belakang di atas didapat dan ditanyakan lagi melalui wawancara dengan Yurid
juga pada tanggal 05 Januari 2016 di jam yang berbeda, dan data yang didapat
dinyatakan valid karena hasil wawancara dengan Adnan sama dengan apa yang
dikatakan Yurid.
Pada tahun 1961 kepemimpinan Long Sumar (Marani) berakhir dan
kemudian dilanjutkan oleh Sanusi. Pada tahun 1962 mulailah Adnan dan Yurid
belajar memainkan musik tanjidor. Adnan dan Yurid belajar musik tanjidor dengan
Tarji’un, Sanusi dan Muzani, beliau bertigalah yang bisa membaca notasi balok
pada saat kepemimpinan Sanusi pada tahun 1962-1966. Kepemimpinan Sanusi
hanya sebentar saja dikarenakan beliau sakit dan kemudian meninggal dunia, begitu
juga dengan Tarji’un dan Muzani. Grup Nada Irama yang tersisa hanya beberapa
pemain saja sampai sekarang termasuk Adnan yang melanjutkan menjadi ketua
setelah Sanusi pada tahun 1967 sampai sekarang. Saat Adnan menjadi ketua, saat
itu Grup Nada Irama mengalami masa kejayaan ditahun 1980-1990. Karena pada
waktu itu musik tanjidor disukai banyak orang dan digunakan diberbagai acara.
Bahkan Adnan mengatakan pada saat itu Grup Nada Irama pernah tampil sampai
40 kali dalam satu tahun.
Pertemuan selanjutnya pada tanggal 02 Februari 2016 pukul 20.00, peneliti
kembali menemui narasumber utama (Adnan). Peneliti kembali ke rumah Adnan
dan melakukan wawancara lagi dengan beliau. Pada pertemuan kali ini, peneliti
mendapatkan informasi mengenai prestasi yang diraih Grup Nada Irama dan bukti
dokumentasi yaitu foto-foto ketika mengikuti festival tanjidor, selain foto peneliti
juga mendapatkan informasi mengenai piala yang di dapatkan serta partitur lagu
yang sering dimainkan seperti partitur lagu cempleset, bunne humeur, concordini
overtere dan piodalitas. Lagu-lagu yang lain seperti lagu dangdut dan pop
dimainkan saat mengisi acara hiburan di masyarakat, seperti lagu pengantin baru
yang dimainkan saat mengarak pengantin, sedangkan lagu nasional dimainkan
untuk acara formal seperti pada saat mengisi upacara 17 Agustus dan acara-acara
formal lainnya. Lagu yang dimainkan Grup Nada Irama tidak hanya lagu yang
berasal dari Belanda, tapi lagu keroncong tempo dulu juga terkadang dimainkan.
Untuk sekarang lagu yang sering dimainkan adalah lagu-lagu dangdut dan lagu pop
mengikuti masa kini.

12

Adnan juga menjelaskan mengenai kegiatan Grup Nada Irama seperti latihan.
Grup Nada Irama tidak memiliki jadwal latihan rutin dan tempat serta waktu yang
ditetapkan untuk latihan, karena latihan hanya dilakukan ketika sehari sebelum
tampil baik latihan perorangan maupun latihan bersama-sama. Adnan hanya pernah
melakukan latihan rutin pada awal tahun 2014 khusus untuk generasi muda yang
berusia sekitar 16-25 tahun yang berjumlah 6-8 orang. Latihan bertujuan untuk
mengajarkan cara bermain musik tanjidor dan cara membaca notasi balok agar
musik tanjidor yang ada di Desa Sekuduk bisa beregenerasi. Mengingat usia pemain
musik yang lama sudah cukup berumur (40 tahun keatas), sungguh sangat
disesalkan sekali generasi muda tidak meneruskan musik tanjidor yang merupakan
kesenian asli dari daerah setempat khususnya untuk Grup Nada Irama. Niat baik
Adnan mengajarkan musik tanjidor kepada generasi muda hanya bertahan beberapa
bulan saja, karena faktor ekonomi yang membuat sebagian generasi muda lebih
memilih menjadi TKI ke negeri tetangga (Malaysia). Jika ada tawaran bermain
tanjidor Grup Nada Irama masih menggunakan pemain lama atau menggunakan
masyarakat setempat yang bisa bermain musik secara otodidak yang mengandalkan
feeling untuk melengkapi pemain.
Kebutuhan masyarakat akan musik tanjidor untuk memeriahkan berbagai
acara mendorong masyarakat untuk tetap menggunakan musik tanjidor karena ada
kebanggan tersendiri apabila pada acara yang diadakan masyarakat menggunakan
musik tanjidor. Teori mengenai fungsi musik dalam masyarakat menurut Alam P.
Merriam (dalam R. Okky Satya 2012:10) juga membuktikan bahwa musik sebagai
sarana entertaiment yang berarti musik berfungsi sebagai sarana hiburan bagi
pendengarnya dan juga menjadi sarana kelangsungan dan statistik kebudayaan yang
artinya musik juga berperan dalam pelestarian guna kelanjutan dan stabilitas suatu
bangsa. Kebutuhan masyarakat akan musik tanjidor untuk mengisi acara hiburan
sangat mempengaruhi eksistensi musik tanjidor yang ada.
Eksistensi Grup Nada Irama ditandai dengan berdiri Grup Nada Irama sejak
tahun 1942 dan mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1990. Eksistensi grup
musik tanjidor Nada Irama mengalami penurunan sejak tahun 1998 sampai
sekarang. Grup Nada Irama sampai saat ini sudah mencapai tiga generasi dari
Marani, Sanusi dan yang terakhir Adnan sampai yang sampai sekarang masih
menjadi ketua. Faktor yang mempengaruhi eksistensi grup musik tanjidor Nada
Irama adalah kebutuhan masyarakat akan musik tanjidor, faktor ekonomi,
kurangnya minat generasi muda untuk mempelajari musik tanjidor, kurangnya
pengetahuan mengenai musik seperti tidak bisa membaca notasi balok dan belum
pernah ada bantuan dari pemerintah setempat baik berupa dana atau yang lainnya.
Menurut Adnan, musik tanjidor yang ada di Desa Sekuduk memang sudah tidak
eksis seperti dulu lagi karena pemain tanjidor yang memang mengerti akan musik
tanjidor sudah berusia 40 tahun keatas. Generasi muda yang melanjutkan musik
tanjidor sangatlah minim personilnya, dikarenakan kurangnya minat generasi muda
terhadap musik tanjidor, karena generasi muda lebih menyukai musik modern
seperti Band dan musik modern lainnya. Selain kurangnya minat terhadap musik
tanjidor, generasi muda yang mempelajari musik tanjidor mengalami kesulitan
karena tidak bisa membaca notasi balok.

13

Faktor lainnya terdapat pada faktor ekonomi yang membuat sebagian pemain
yang berusia muda (berusia 20an tahun) pergi merantau ke Malaysia, sehingga yang
ada hanya pemain lama yang usianya sudah tua (diatas 30 tahun). Disamping faktor
ekonomi, Adnan juga mengatakan bahwa alat musik tanjidor yang ada saat ini
hanya 60% layak pakai karena sudah terlalu lama. Kendala juga dialami pada
masalah transportasi, karena sering menggunakan jalur air (sungai). Jadi, waktu
bongkar muat alat musik menghabiskan tenaga dan biaya selama diperjalanan,
dikarenakan akses melalui jalur darat masih belum bisa digunakan untuk saat ini.
Faktor terakhir adalah kurangnya dukungan dari pemerintah setempat,
dikatakan demikian karena Adnan sendiri selaku ketua Grup Nada Irama
mengatakan bahwa belum pernah menerima bantuan baik dana, sarana maupun
prasarana dari pemerintah setempat, sedangkan prestasi yang pernah diraih sudah
membuktikan bahwa Grup Nada Irama memang berkualitas dan sering
mendapatkan juara. Mengingat alat musik yang semakin lama semakin usang,
hendaklah pemerintah bisa lebih peduli dan memberikan bantuan dengan kesenian
daerah, karena kalau pemerintah tidak peduli dengan kesenian daerah, maka lambat
laun kesenian musik tanjidor akan hilang ditelan zaman. Upaya grup musik tanjidor
Nada Irama dalam mempertahankan eksistensinya adalah dengan cara mengajarkan
notasi balok kepada generasi muda, pemain musik mencari anggota arisan,
menyisihkankan uang hasil tampil, menggunakan musik tanjidor sebagai sarana
hiburan pada acara yang diselenggarakan dan menjadikan Sanggar Kammas
Sekatri yang ada di Desa Sekuduk sebagai wadah untuk melestarikan kesenian
musik tanjidor khususnya pada Grup Nada Irama.
Unsur kebudayaan menurut Koentjaraningrat (2009:165) ada 7 yang satu
diantaranya adalah kesenian, seperti kesenian musik tanjidor merupakan kesenian
yang secara turun-temurun sampai sekarang masih berperan dalam memeriahkan
acara yang diselenggarakan pada masyarakat khususnya pada masyarakat Melayu
Sambas. Menurut Muin (dalam Astuti 2011:66) selama adat dan budaya berjalan di
masyarakat, tanjidor tetap dibutuhkan dan sangat berperan dalam segala kegiatan.
Hal ini sebagaimana dikatakannya “acara-acara yang diselenggarakan masyarakat
tanpa adanya keikutsertaan musik tanjidor, ibarat sayur tanpa garam”. Acara yang
dimaksud contohnya arak-arakan pengantin yang tidak sah kalau tidak ada musik
tanjidornya.
Masyarakat juga memiliki peranan penting dalam mempertahankan musik
tanjidor. Upaya yang dilakukan diantaranya dengan menggunakan musik tanjidor
dalam memeriahkan acara-acara yang diselenggarakan. Upaya lainnya dari
masyarakat yang ada di Desa Sekuduk untuk mempertahankan eksistensi musik
tanjidor di Desa Sekuduk adalah dengan membentuk sanggar. Sanggar Kammas
Sekatri yang ada di Desa Sekuduk dijadikan wadah generasi muda dalam
mengembangkan diri terutama untuk proses regenerasi pemain musik tanjidor, agar
eksistensinya tetap terjaga, karena selama ini pemain tanjidor Grup Nada Irama
kebanyakan sudah berusia lanjut (40 tahun ke atas). Heryandi selaku ketua Sanggar
selalu memberi himbauan kepada pemuda-pemudi Desa Sekuduk, agar ikut serta
dalam melestarikan kesenian yang ada di Desa Sekuduk terutama kesenian musik
tanjidor. Kesenian seperti tanjidor harus dipertahankan eksistensinya dan dijaga
kelestariannya agar tetap bertahan dan tidak hilang ditelan zaman.

14

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Eksistensi Grup Nada Irama ditandai dengan berdiri Grup Nada Irama sejak
tahun 1942 dan mencapai puncak kejayaannya pada tahun 1990. Eksistensi grup
musik tanjidor Nada Irama mengalami penurunan sejak tahun 1998 sampai
sekarang. Grup Nada Irama sampai saat ini sudah mencapai tiga generasi dari
Marani, Faktor yang mempengaruhi eksistensi grup musik tanjidor Nada Irama
adalah kebutuhan masyarakat akan musik tanjidor, kebudayan turun temurun yang
terdapat pada Suku Melayu Sambas, dan faktor ekonomi. Upaya grup musik
tanjidor Nada Irama dalam mempertahankan eksistensinya adalah dengan cara
mengajarkan notasi balok kepada generasi muda, pemain musik mencari anggota
arisan, menyisihkankan uang hasil tampil bermain musik tanjidor untuk disimpan
(duit kas) dan untuk memperbaiki alat musik yang rusak. Disamping upaya dari
Grup, masyarakat Desa Sekuduk juga berupaya mempertahankan eksistensi musik
tanjidor dengan menggunakan musik tanjidor sebagai sarana hiburan pada acara
yang diselenggarakan dan menjadikan Sanggar Kammas Sekatri yang ada di Desa
Sekuduk sebagai wadah untuk melestarikan kesenian musik tanjidor khususnya
pada Grup Nada Irama. Berdasarkan pada Kegiatan Inti (KI) dan Kompetensi Dasar
(KD) yang terkait pada kurikulum 2013, maka hasil dari penelitian “Eksistensi
Grup Musik Tanjidor Nada Irama di Desa Sekuduk Kecamatan Sejangkung
Kabupaten Sambas” dapat diimplementasi-kan dalam sebuah Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang ada di SMP kelas VII semester I mengenai materi ciriciri dan fungsi musik daerah setempat.
Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan yang sudah dipaparkan tersebut, maka peneliti
memberikan saran kepada berbagai pihak. Saran tersebut peneliti berikan kepada
pihak berikut. a. Untuk mempertahankan eksistensi musik tanjidor hendaklah kita
sebagai masyarakat lebih meningkatkan kepedulian kita terhadap kesenian musik
daerah. b. Mengatasi faktor yang mempengaruhi eksistensi musik tanjidor bisa
ditingkatkan dengan melakukan kegiatan rutin dalam melatih generasi muda. c.
Pemerintah hendaknya berperan aktif dengan menghimpun dan membentuk wadah
seniman agar bisa mempermudah koordinasi antar seniman dalam menggali,
mengembangkan dan melestarikan musik tanjidor. d.Upaya untuk mempertahankan
eksistensi musik tanjidor bisa dilakukan pemerintah dengan cara kembali
mengadakan lomba yang memacu kreativitas dalam memainkan musik tanjidor,
mendata ulang kelompok musik yang ada di daerah setempat dan membantu
pengadaan alat musik.
Untuk peneliti berikutnya dapat menjadikan penelitian mengenai Eksistensi
Grup Musik tanjidor Nada Irama sebagai referensi untuk diteliti lebih lanjut.
Peneliti lain yang ingin melakukan penelitian mengenai musik tanjidor Nada Irama
dapat menggunakan pendekatan dan metode yang berbeda dan hasil penelitian ini
dapat dijadikan bahan perbandingan. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
sumber pustaka bagi institusi Program Seni Tari dan Musik. Hasil penelitian ini
juga dapat menjadi sumber referensi atau sebagai tawaran untuk dijadikan bahan
ajar bagi tenaga pengajar, sehingga nantinya dapat mempermudah proses belajar
mengajar serta meningkatkan kreativitas tenaga pengajar dan peserta didik.

15

Penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi peneliti lain dalam meneliti sebuah
kesenian daerah serta dapat memperoleh manfaat dari penelitian ini. Penelitian ini
juga dapat menambah literatur bagi bagi seniman lokal maupun interlokal karena
musik tanjidor merupakan kesenian daerah yang merupakan aset negara.
DAFTAR RUJUKAN
Astuti, RR Sri Widhi. (2011). Eksistensi Musik Tanjidor Sange Kelampe di
Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta
Banoe, Pono. (1984). Pengantar Pengetahuan Alat Musik. Jakarta: CV. Baru
Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cifta
Maran, Rafael Raga. (2000). Manusia & Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu
Budaya Dasar. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Moleong, Lexy J. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Nakagawa, Shin. (2000). Musik dan Kosmos: Sebuah Pengantar Etnomusikologi.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Pusat Bahasa Pendidikan Nasional, (2001). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka
Rinja, S. (2002). Musik Kalimantan Barat. Pontianak: Romeo Grafika
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta
Purnomo, Wahyu dan Subagyo, Fasih. (2010). Terampil Bermusik. Jakarta: PT
Wangsa Jatra Lestari.
Yunus, M. Firdaus. (2011). Kebebasan Dalam Filsafat Eksistensialisme Jean Paul
Sartre. (Online). (http://www.journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/au is
licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0
International License. html, dikunjungi 05 Desember 2015).