EKSISTENSI PANTI ASUHAN AISYIYAH MOJOLABAN CABANG BEKONANG KABUPATEN SUKOHARJO DALAM PEMBINAAN KARAKTER ANAK

EKSISTENSI PANTI ASUHAN AISYIYAH MOJOLABAN CABANG BEKONANG KABUPATEN SUKOHARJO DALAM PEMBINAAN KARAKTER ANAK SKRIPSI

Oleh: RATIH YULITA K8408096 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Mei 2012

Saya yang bertanda tangan di bawah ini Nama

: Ratih Yulita

NIM

: K8408096

Jurusan/Program Studi : PIPS/Pendidikan Sosiologi Antropologi

menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “EKSISTENSI PANTI ASUHAN AISYIYAH

SUKOHARJO DALAM PEMBINAAN KARAKTER ANAK ” ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.

Surakarta, Mei 2012

Yang membuat pernyataan

Ratih Yulita

CABANG BEKONANG KABUPATEN SUKOHARJO DALAM PEMBINAAN KARAKTER ANAK

Oleh: RATIH YULITA K8408096

Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sosiologi Antropologi, Jurusan Pendidikan

Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Mei 2012

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Surakarta, Mei 2012

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. T. Widodo, M.Pd Drs. Soeparno, M.Si NIP. 19491221 197903 1 001

NIP. 19481210 197903 1 002

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang

Tanda Tangan Ketua

: Drs. Saiful Bachri, M.Pd

Sekretaris

: Drs. Slamet Subagyo, M.Pd

Anggota I

: Drs. T. Widodo, M.Pd

Anggota II

: Drs. Soeparno, M.Si

Disahkan Oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP. 196007271987021001

Ratih Yulita. EKSISTENSI PANTI ASUHAN AISYIYAH MOJOLABAN

CABANG BEKONANG KABUPATEN SUKOHARJO DALAM PEMBINAAN

KARAKTER ANAK. Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Mei 2012.

Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui sistem pembinaan karakter anak di panti asuhan Aisyiyah Mojolaban, Cabang Bekonang, Kabupaten Sukoharjo. (2) Mengetahui pola pengasuhan pada anak di panti asuhan Aisyiyah Mojolaban, Cabang Bekonang, Kabupaten Sukoharjo. (3) Mengetahui sistem pendidikan anak di panti asuhan Aisyiyah Mojolaban, Cabang Bekonang, Kabupaten Sukoharjo.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian adalah anak-anak asuh di panti asuhan Aisyiyah Mojolaban, Cabang Bekonang, Kabupaten Sukoharjo yang berjumlah 23 anak. Sumber data berasal dari kepala panti asuhan, pengurus dan pengasuh panti asuhan Aisyiyah, peristiwa atau aktivitas, tempat atau lokasi, dan dokumen. Teknik pengumpulan data adalah dengan observasi dan wawancara. Validitas data menggunakan teknik triangulasi data. Analisis data menggunakan teknik analisis interaktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembinaan karakter anak di panti asuhan Aisyiyah Mojolaban, Cabang Bekonang, Kabupaten Sukoharjo melalui pendidikan keagamaan yang meliputi tafsir Al Quran, hafalan asmaul husna, pengajian, dan les akidah/akhlak. Sistem pendidikan di panti asuhan Aisyiyah Mojolaban, Cabang Bekonang, Kabupaten Sukoharjo meliputi pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal di lakukan di sekolah-sekolah umum yang berada di luar panti asuhan. Pendidikan informal dilakukan di dalam panti asuhan dengan sistem kekeluargaan. Pendidikan nonformal dilakukan dengan cara memberikan pendidikan keterampilan yang meliputi keterampilan menjahit, menyulam, memasak/boga, salon, dan membatik. Pola pengasuhan yang diterapkan di panti asuhan Aisyiyah adalah pola pengasuhan demokratis, yaitu memberikan kesempatan kepada anak asuh untuk berbicara dan mengambil keputusan sendiri serta dapat mempertanggungjawabkannya.

Simpulan penelitian ini adalah hasil dari pembinaan karakter di panti asuhan Aisyiyah belum tercapai seluruhnya. Karakter yang dibina di panti asuhan Aisyiyah adalah karakter jujur, kerja keras, disiplin, taqwa, dan sholehah. Karakter yang berhasil dimiliki oleh anak asuh adalah karakter sholehah. Sedangkan karakter yang kurang dimiliki oleh anak asuh adalah karakter jujur. Secara garis besar pembinaan karakter di panti asuhan Aisyiyah belum mencapai maksimal.

Kata kunci : pembinaan karakter, karakter sholehah

Ratih Yulita. THE EXISTENSE OF AISYIYAH ORPHANAGE OF BEKONANG AREA OFFICE OF MOJOLABAN IN SUKOHARJO REGION IN CHILDREN CHARACTER BUILDING. Thesis. Faculty of Teacher Training and Education Sebelas Maret University. Surakarta, May 2012.

The aims of this research are, first, to find the children character building system in Aisyiyah orphanage of Bekonang Branch of Mojolaban in Sukoharjo Region. Second, is to find children fostering pattern in Aisyiyah Orphanage of Bekonang Branch of Mojolaban in Sukoharjo region. Third is to find children education system in Aisyiyah Orphanage of Bekonang Branch of Mojolaban in Sukoharjo region.

This research uses a qualitative descriptive approach. The subjects of this research are 23 children of Aisyiyah Orphanage of Bekonang Office area of Mojolaban in Sukoharjo region. The source of data in this research are obtained from

the head master, principals and governess of Aisyiyah orphanage, the events or

activities take place, the setting or location, and documents. The techniques of collecting data are from observation and interview. The data validation uses technique of triangulation. The data analysis uses interactive analysis technique.

The results of this research show that children character building of Aisyiyah orphanage of Bekonang Office area of Mojolaban in sukoharjo region is obtained using religious educations containing interpreti ng Qur’an, reciting Asmaul Husna, attending religious forums, and attending moslemah character course. The education system of Aisyiyah orphanage of Bekonang Office area of Mojolaban in Sukoharjo Region contains of formal, in-formal and non-formal educations. Formal education held in public schools outside the orphanage house. Informal education held within children family. Nonformal education held by giving extra skills to children such as sewing, embroidering, cooking, beauty coursing, and batik craft painting. The fostering pattern applied in Aisyiyah Orphanage is a democratic fostering pattern that giving children independency to express their thoughts and to decide matters on their own with responsibility.

The conclusion of this research is that the outcome of character building to children of Aisyiyah Orphanage has not been successfully achieved. Characters primarily built to children in Aisyiyah Orphanage are honesty, hard work, discipline, devoted, and sholehah. Character achieved by children in Aisyiyah Orphanage house is mainly sholehah. Meanwhile, the character less achieved is honesty. Therefore, in concluding to the findings above, the character building in Aisyiyah Orphanage is not fully achieved.

Keynotes: character building, moslem character

“Banyak orang mengatakan kepintaran yang menjadikan seseorang ilmuwan besar. Mereka keliru, semua itu adalah karena faktor karakter.”

(Albert Einstein)

“Sabar dalam mengatasi kesulitan dan bertindak bijaksana dalam mengatasinya adalah sesuatu yang utama.”

(Peneliti)

Kupersembahkan karya ini untuk:

1. Bapak Prapto Diharjo tercinta

2. Alm. Ibu Sri Sutinah tercinta

3. Mas Tanto dan Mas Dedi tersayang

4. Sahabat-sahabat dekat yang selalu memberi semangat

5. Teman-teman Sosiologi Antropologi „08

6. Almamater UNS

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang memberi ilmu, inspirasi, dan kemuliaan. Atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul “EKSISTENSI PANTI ASUHAN AISYIYAH MOJOLABAN CABANG BEKONANG KABUPATEN SUKOHARJO DALAM PEMBINAAN KARAKTER ANAK ”

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.

3. Ketua Program Pendidikan Sosiologi Antropologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Drs. T. Widodo, M.Pd., selaku Pembimbing I, yang selalu memberikan motivasi dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Drs. Soeparno, M.Si., selaku Pembimbing II, yang selalu memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Kepala Panti Asuhan Aisyiyah Mojolaban Cabang Bekonang Kabupaten Sukoharjo, yang telah memberi kesempatan dan tempat guna pengambilan data dalam penelitian.

Mojolaban Cabang Bekonang Kabupaten Sukoharjo, yang telah memberi bimbingan dan masukan dalam penelitian ini.

8. Anak-anak di Panti Asuhan Aisyiyah Mojolaban Cabang Bekonang Kabupaten Sukoharjo yang telah bersedia untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian ini.

9. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, Mei 2012

Penulis,

A. Deskripsi Lokasi Penelitian .......................................................

1. Gambaran Umum Kota Sukoharjo .......................................

2. Gambaran Umum Panti Asuhan Aisyiyah Bekonang ..........

a. Sejarah Berdirinya Panti Asuhan Aisyiyah Bekonang ..

b. Dasar Pendirian Panti Asuhan Aisyiyah Bekonang .......

c. Azaz dan Tujuan ............................................................

d. Organisasi Panti Asuhan Aisyiyah Bekonang ...............

e. Program Pendidikan .......................................................

f. Penerimaan Anggota Panti Asuhan Aisyiyah ................

g. Tata Tertib Panti Asuhan Aisyiyah ................................

B. Deskripsi Temuan Penelitian .....................................................

1. Deskripsi Gambaran Anak-Anak di Panti Asuhan Aisyiyah Bekonang Sukoharjo ............................................................

a. Sistem Penerimaan dan Pengeluaran Anak di Panti Asuhan Aisyiyah Bekonang Sukoharjo .........................

b. Sasaran Anak yang Masuk ke Panti Asuhan Aisyiyah Bekonang Sukoharjo ......................................................

c. Potensi Anak-Anak di Panti Asuhan Aisyiyah Bekonang Sukoharjo .......................................................................

d. Kondisi Anak-Anak di Panti Asuhan Aisyiyah Bekonang Sukoharjo ......................................................

e. Sarana dan Prasarana di Panti Asuhan Aisyiyah

Bekonang Sukoharjo ......................................................

2. Sistem Pendidikan di Panti Asuhan Aisyiyah Bekonang ....

a. Pendidikan Formal .........................................................

b. Pendidikan Informal .......................................................

c. Pendidikan Nonformal ...................................................

Sukoharjo .......................................................................

3. Pola Pengasuhan di Panti Asuhan Aisyiyah Bekonang Sukoharjo .............................................................................

a. Kendala dalam Memberikan Pengasuhan Kepada Anak- Anak di Panti Asuhan Aisyiyah Bekonang Sukoharjo ..

4. Sistem Pembinaan Karakter Anak di Panti Asuhan Aisyiyah Bekonang Sukoharjo ............................................................

a. Proses Pembinaan Karakter Anak di Panti Asuhan Aisyiyah Bekonang Sukoharjo ......................................

b. Strategi Pembinaan Karakter Anak di Panti Asuhan Aisyiyah Bekonang Sukoharjo ......................................

c. Hambatan dalam Menjalankan Pembinaan Karakter Anak di Panti Asuhan Aisyiyah Bekonang Sukoharjo ..

d. Faktor yang Mempengaruhi Pembinaan Karakter Anak di Panti Asuhan Aisyiyah Bekonang Sukoharjo ............

e. Solusi yang Digunakan untuk Mengatasi Hambatan dalam Menjalankan Pembinaan Karakter Anak di Panti Asuhan Aisyiyah Bekonang Sukoharjo ......................................

f. Hasil Pembinaan Karakter Anak di Panti Asuhan

Aisyiyah Bekonang Sukoharjo ...................................... 118

C. Pembahasan ................................................................................

1. Tujuan Pembinaan Karakter Anak di Panti Asuhan Aisyiyah Bekonang Jelas .....................................................................

2. Pembinaan Karakter Anak di Panti Asuhan Aisyiyah Bekonang Dipengaruhi oleh Faktor Internal dan Faktor Eksternal ..............................................................................

Bekonang Belum Tercapai Seluruhnya ................................ 145

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ....................................

148

A. Simpulan ....................................................................................

148

B. Implikasi ....................................................................................

149

C. Saran ..........................................................................................

150

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

152

LAMPIRAN .................................................................................................

155

1. Skema Kerangka Berpikir ......................................................................

38

2. Model Analisis Interaktif .......................................................................

49

3. Struktur Organisasi Panti Asuhan Aisyiyah ..........................................

60

1. Jadwal Penelitian ...................................................................................

40

2. Jenis sarana dan prasarana di panti asuhan Aisyiyah Bekonang ...........

80

3. Jenis fasilitas di panti asuhan Aisyiyah Bekonang ................................

81

4. Mata pelajaran yang terdapat di SMA Muhammadiyah Bekonang dan SMA Negeri Mojolaban .........................................................................

98

5. Jadwal kegiatan anak-anak di panti asuhan Aisyiyah Bekonang ...........

110

6. Data pengelompokan karakter anak di panti asuhan Aisyiyah Bekonang

136

1. Daftar anak di panti asuhan Aisyiyah Bekonang Sukoharjo ..................

155

2. Desain Pengumpulan Data .....................................................................

4. Surat Permohonan Izin Penyusunan Skripsi ..........................................

195

5. Surat Keputusan Dekan FKIP tentang Izin Penyusunan Skripsi ...........

196

6. Surat Permohonan Izin Observasi ..........................................................

197

7. Surat Permohonan Izin Penelitian ..........................................................

198

8. Foto ........................................................................................................

199

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada zaman sekarang ini sedang dilanda kemerosotan moral anak. Banyak anak-anak yang berperilaku menyimpang, akibatnya kondisi moral/akhlak generasi muda rusak/hancur. Kerusakan moral ini ditandai dengan maraknya seks bebas di kalangan remaja (generasi muda), peredaran narkoba di kalangan remaja, tawuran pelajar, peredaran foto dan video porno pada kalangan pelajar, dan sebagainya. Fenomena tersebut mengisaratkan bahwa anak-anak sebagai generasi muda mengalami krisis moral. Seperti yang di kemukakan oleh Dr. Zubaedi M. Ag, M.Pd menyatakan bahwa, “krisis moral dilatarbelakangi oleh dua hal yaitu hilangnya karakter bangsa dan lingkungan sosial yang kurang kondusif” (2009: 2). Menurutnya krisis moral disebabkan oleh hilangnya karakter bangsa yang sudah dibangun oleh nenek moyang kita berabad-abad yang lalu. Selain itu, lingkungan sosial juga mempunyai andil sebagai sebab terjadinya krisis moral pada generasi muda. Sekarang ini, moral bangsa Indonesia sangat tidak mencerminkan karakter bangsa Indonesia yang sudah berabad-abad dibangun oleh nenek moyang kita.

Terjadinya degradasi moral dan karakter pada generasi muda juga di tandai dengan fenomena anak-anak sekarang kurang memiliki akhlak yang baik. Banyak diantaranya yang tidak memiliki sopan santun, tata krama, dan etika yang baik. Misalnya cara bertutur kata yang tidak sopan kepada orangtua, berperilaku kurang baik kepada orangtua, tidak menghormati orang yang lebih tua, dan sebagainya. Sebagai contoh, anak-anak apabila berbicara kepada orangtua tidak menggunakan bahasa kromo alus. Padahal, orang Jawa mencerminkan budaya yang baik dan sopan. Dengan diterapkannya pelajaran Bahasa Jawa sebagai mata pelajaran muatan lokal yang mengajarkan kepada peserta didik bagaimana berbicara menggunakan bahasa kromo alus supaya mencerminkan manusia yang memiliki kebudayaan yang baik dan Terjadinya degradasi moral dan karakter pada generasi muda juga di tandai dengan fenomena anak-anak sekarang kurang memiliki akhlak yang baik. Banyak diantaranya yang tidak memiliki sopan santun, tata krama, dan etika yang baik. Misalnya cara bertutur kata yang tidak sopan kepada orangtua, berperilaku kurang baik kepada orangtua, tidak menghormati orang yang lebih tua, dan sebagainya. Sebagai contoh, anak-anak apabila berbicara kepada orangtua tidak menggunakan bahasa kromo alus. Padahal, orang Jawa mencerminkan budaya yang baik dan sopan. Dengan diterapkannya pelajaran Bahasa Jawa sebagai mata pelajaran muatan lokal yang mengajarkan kepada peserta didik bagaimana berbicara menggunakan bahasa kromo alus supaya mencerminkan manusia yang memiliki kebudayaan yang baik dan

Kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia telah menunjukkan adanya degradasi atau demoralisasi dalam pembentukan karakter dan kepribadian Pancasila. Degradasi nilai-nilai dan moral Pancasila sebagai inti dari pembentukan karakter Pancasila tersebut tidak saja terjadi di kalangan masyarakat awam tetapi juga sudah merambah ke kepribadian para profesional, tokoh masyarakat, para pelajar, para pendidik, elit politik, bahkan hingga para pemimpin bangsa dan negara ini. Wajar adanya bila banyak penilaian masyarakat internasional yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara terkorup di dunia dan birokrasi pemerintahan di Indonesia adalah birokrasi pemerintahan paling buruk kedua di dunia.

Belum lagi perilaku para petinggi negara ini yang mencerminkan tidak mempunyai karakter yang baik yang menyebabkan rusaknya moral bangsa menjadi akut. Dimulai dari kasus korupsi, asusila, kejahatan, kasus mafia hukum dan peradilan, kasus money politics dalam pemilukada dan pemilu legislatif, pencemaran dan kehancuran lingkungan ekologis, kompetisi antar kepentingan yang makin tajam dan tidak fair, dan tindakan kriminal pada semua sektor pembangunan. Mulai dari kasus korupsi Gayus Tambunan sebagai aktor pertama sampai kasus korupsi wisma atlet yang menyeret nama-nama pejabat tinggi negara ini. Selain itu terungkapnya perilaku anggota polisi yang melakukan tindak asusila dengan melakukan hubungan gelap dengan artis ibukota. Kasus pornografi dan pornoaksi yang ditunjukkan oleh golongan muda sampai elit politik. Ditambah lagi dengan kasus penggusuran golongan miskin di kota-kota besar demi kepentingan pribadi golongan kaya. Contoh tersebut merupakan sedikit dari terkuaknya kasus para petinggi negara ini yang berperilaku tidak mencerminkan karakter bangsa yang baik.

membawa masyarakat Indonesia melupakan pendidikan karakter bangsa. Padahal, pendidikan karakter merupakan suatu pondasi bangsa yang sangat penting dan perlu ditanamkan sejak dini kepada anak- anak” (2011: 1). Oleh karena itu, dalam menghadapi era globalisasi ini pendidikan karakter harus selalu ditanamkan pada diri anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Garin Nugroho bahwa pendidikan nasional belum mampu mencerahkan bangsa ini. Pendidikan kita kehilangan nilai-nilai kemanusiaan, padahal pendidikan seharusnya memberikan pencerahan nilai-nilai itu (Masnur Muslich, 2011: 2). Pendidikan di Indonesia seharusnya memberikan nilai-nilai karakter kepada peserta didik. Dengan memberikan nilai-nilai karakter kepada peserta didik melalui pendidikan akan mendorong pembangunan karakter bangsa Indonesia.

Untuk itu pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No.20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada pasal 3 berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung

jawab”. Dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003 tersebut menjelaskan bahwa Sistem Pendidikan Nasional menetapkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yaitu

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak baik keluarga, sekolah, dan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Philips Pendidikan karakter merupakan upaya yang harus melibatkan semua pihak baik keluarga, sekolah, dan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pendapat Philips

Banyak anak yang mengalami nasib yang tidak sama seperti anak lain pada umumnya. Ada anak yang mempunyai orangtua dan keluarga yang lengkap sehingga keluarga tersebut dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Akan tetapi ada juga anak yang hanya memiliki satu orangtua saja, misalnya ayah atau ibu saja, dan bahkan ada anak yang tidak memiliki orangtua. Hal ini disebabkan karena salah satu atau kedua orangtua mereka sudah meninggal dunia, sehingga fungsi-fungsi sebuah keluarga tidak dapat dijalankan. Maka anakpun menjadi kurang terawat dan mengalami lebih banyak kendala dalam proses perkembangannya. Dengan demikian anak-anak yang mengalami disorganisasi dalam keluarganya tersebut membutuhkan penanganan yang berbasis keluarga, karena keluarga adalah penanggung jawab pertama bagi masa depan anak.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Pusdatin Kementerian Sosial RI mencatat, dari tahun ke tahun, jumlah anak terlantar dan hampir terlantar di Indonesia terus meningkat. Hasil survei terakhir Kementerian Sosial pada tahun 2009 menunjukkan jumlah total anak terlantar dan hampir terlantar di Indonesia mencapai angka yang fantastis, yakni 17.694 juta jiwa atau 22,14 persen dari jumlah semua anak usia di bawah 18 tahun yang ada di Indonesia. Sementara jumlah fakir miskin di Indonesia berjumlah 13,7 juta jiwa atau 44 persen dari jumlah populasi masyarakat Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Pusdatin Kementerian Sosial RI mencatat, dari tahun ke tahun, jumlah anak terlantar dan hampir terlantar di Indonesia terus meningkat. Hasil survei terakhir Kementerian Sosial pada tahun 2009 menunjukkan jumlah total anak terlantar dan hampir terlantar di Indonesia mencapai angka yang fantastis, yakni 17.694 juta jiwa atau 22,14 persen dari jumlah semua anak usia di bawah 18 tahun yang ada di Indonesia. Sementara jumlah fakir miskin di Indonesia berjumlah 13,7 juta jiwa atau 44 persen dari jumlah populasi masyarakat

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 34 ayat 1 menyebutkan bahwa “Fakir miskin dan anak terlantar di pelihara oleh negara”. Dari pernyataan tersebut sudah jelas bahwa negara bertanggung jawab atas fakir miskin dan anak terlantar. Karena fakir miskin dan anak terlantar merupakan bagian dari negara dan harus mendapat perhatian yang lebih dari negara dan pemerintah. Fakir miskin dan anak terlantar merupakan masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan yang tetap dan selalu hidup serba kekurangan. Pemerintah harus menyediakan suatu wadah bagi fakir miskin dan anak terlantar supaya mereka bisa hidup lebih layak. Wadah penampungan bagi anak terlantar adalah di panti asuhan.

Pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan Undang-Undang Republik Indonesia No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Undang-undang ini menegaskan bahwa pertanggungjawaban orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindungi hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 tahun. Dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa, atau lembaga pendidikan.

Selain itu tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia no.4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak pasal 11 menyebutkan bahwa (1) usaha kesejahteraan anak terdiri atas usaha pembinaan, pengembangan, pencegahan dan rehabilitasi; (2) usaha kesejahteraan anak dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat; (3) usaha kesejahteraan anak yang dilakukan oleh Pemerintah dan atau Selain itu tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia no.4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak pasal 11 menyebutkan bahwa (1) usaha kesejahteraan anak terdiri atas usaha pembinaan, pengembangan, pencegahan dan rehabilitasi; (2) usaha kesejahteraan anak dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat; (3) usaha kesejahteraan anak yang dilakukan oleh Pemerintah dan atau

Panti asuhan adalah lembaga yang berperan dalam perawatan dan pemeliharaan bagi anak-anak yatim piatu dan anak-anak terlantar. Dalam panti asuhan pengasuh merupakan pengganti orangtua dan keluarga bagi anak-anak asuh. Oleh karena itu pengasuh merupakan agen sosialisasi yang paling utama bagi anak- anak asuh. Panti asuhan bukan hanya berfungsi sebagai tempat penampungan bagi anak-anak yatim piatu dan anak terlantar, tetapi juga melakukan pengasuhan dalam mengupayakan terpenuhinya kebutuhan pendidikan dan perlindungan bagi mereka. Panti asuhan sebagai lembaga pengganti sebuah keluarga menjalankan fungsi-fungsi sebagaimana mestinya yang dilakukan oleh keluarga. Salah satu fungsi yang dijalankan adalah memberikan pendidikan bagi para anak asuh. Kebanyakan panti asuhan menggunakan jalur pendidikan formal yang anak-anak yang diasuhnya bersekolah di sekolah formal, dimana anak asuhnya bersekolah di sekolah yang dekat dengan asrama mereka.

Panti asuhan tidak hanya memberikan pendidikan yang bersifat akademik saja, tetapi juga memberikan pendidikan yang bersangkutan dengan perilaku anak atau yang disebut dengan pendidikan karakter. Pemberian pendidikan karakter tersebut bertujuan agar anak-anak sebagai generasi penerus bangsa ini tidak kehilangan karakter bangsa Indonesia yang telah dibangun berabad-abad lamanya oleh nenek moyang kita terdahulu. Bangsa Indonesia terkenal dengan keramah- tamahan, kesopanan, tenggang rasa, rendah hati dan suka menolong. Bangsa Indonesia saat ini sepertinya telah kehilangan karakter yang di bangun berabad-abad.

dan sebagainya yang merupakan jati diri bangsa seolah-olah hilang begitu saja. Keadaan ini telah menggugah kesadaran bersama terhadap perlunya memperkuat kembali dimensi moralitas bangsa.

Banyak orang beranggapan bahwa anak-anak yang tinggal di panti asuhan identik dengan anak-anak yang nakal, kurang memiliki sopan santun, tidak memiliki budi pekerti yang baik, dan lain sebagainya. Akan tetapi anggapan itu semua salah. Bukan karena anak-anak panti asuhan tidak mempunyai orangtua lantas menganggap mereka serba jelek. Harus diperhatikan di sini adalah bagaimana mengupayakan pengasuhan kepada mereka supaya bisa menjadi manusia yang baik, sopan, mempunyai moral dan karakter yang baik, berkepribadian baik, berakhlak mulia, dan berbudi pekerti luhur sebagai manusia yang bermartabat. Itu semua merupakan tanggung jawab pengasuh panti asuhan yang mencetak anak-anak yang berkepribadian baik. Anak membutuhkan pembinaan dan pengarahan sejak dini agar terhindar dari berbagai perilaku menyimpang supaya mempunyai kepribadian yang baik.

Melihat latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang bagaimana pembinaan karakter yang diberikan oleh panti asuhan Aisyiyah Mojolaban cabang Bekonang Kabupaten Sukoharjo. Oleh

karena itu peneliti mengambil judul: “Eksistensi Panti Asuhan Aisyiyah Mojolaban Cabang Bekonang Kabupaten Sukoharjo Dalam Pembinaan Karakter Anak ”.

Berdasarkan uraian permasalahan tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana sistem pembinaan karakter anak di panti asuhan Aisyiyah Mojolaban, cabang Bekonang, Kabupaten Sukoharjo?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui sistem pembinaan karakter anak di panti asuhan Aisyiyah Mojolaban, cabang Bekonang, Kabupaten Sukoharjo.

2. Untuk mengetahui pola pengasuhan pada anak asuh di panti asuhan Aisyiyah Mojolaban, cabang Bekonang, Kabupaten Sukoharjo.

3. Untuk mengetahui sistem pendidikan anak di panti asuhan Aisyiyah Mojolaban, cabang Bekonang, Kabupaten Sukoharjo.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Dapat digunakan sebagai bahan informasi khasanah penelitian sosial dalam rangka pembangunan Ilmu Pengetahuan Sosial pada umumnya dan Sosiologi pada khususnya.

b. Hasil penelitian ini merupakan salah satu sumber metodologi pendidik berkarakter.

2. Manfaat Praktis Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman bagi pihak-pihak yang bersangkutan di panti asuhan Aisyiyah Mojolaban, cabang Bekonang, Kabupaten Sukoharjo.

3. Manfaat Akademik Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai gambaran bagi lembaga panti asuhan dalam memberikan pengasuhan dan mendidik anak.

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan

1. Kajian Teori

a. Kajian Teori Mengenai Pendidikan Karakter

Menurut bahasa, karakter adalah tabiat atau kebiasaan. Sedangkan menurut ahli psikologi, karakter adalah sebuah sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang individu. Hurlock (1974) dalam bukunya, Personality Development , secara tidak langsung mengungkapkan bahwa karakter terdapat pada kepribadian. Karakter mengimplikasikan sebuah standar moral dan melibatkan sebuah pertimbangan nilai. Karakter berkaitan dengan tingkah laku yang di atur oleh upaya dan keinginan (Dharma Kesuma, Cepi Triatna, & Johar Permana, 2011: 24). Hati nurani, sebuah unsur esensial dari karakter, adalah sebuah pola kebiasaan perlarangan yang mengontrol tingkah laku seseorang, membuatnya menjadi selaras dengan pola-pola kelompok yang di terima secara sosial.

Menurut Simon Philips dalam buku Refleksi Karakter Bangsa (2008) menyatakan bahwa karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan. Sementara itu, Koesoema A (2007) menyatakan bahwa karakter sama dengan kepribadian (Masnur Muslich, 2011: 70). Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan juga bawaan seseorang sejak lahir.

Prof. Suyanto, Ph.D menyatakan bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara Prof. Suyanto, Ph.D menyatakan bahwa karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara

Definisi karakter menurut Winnie (1991) yang juga dipahami oleh Ratna Megawangi menyatakan:

I stilah karakter di ambil dari bahasa Yunani yang berarti „to mark‟ (menandai). Istilah ini lebih fokus pada tindakan atau tingkah laku. Ada dua pengertian tentang karakter. Pertama, ia menunjukkan bagimana seseorang bertingkah laku. Apabila seseorang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus, tentulah orang tersebut memanifestasikan perilaku buruk. Sebaliknya, apabila seseorang berperilaku jujur, suka menolong, tentulah orang tersebut memanifestasikan karakter mulia. Kedua, istilah karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang (Masnur Muslich, 2011: 71)

Seseorang baru bisa di sebut „orang berkarakter‟ (a person of character) apabila tingkah lakunya sesuai kaidah moral.

Dari berbagai pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa karakter itu berkaitan dengan kekuatan moral, berkonotasi „positif‟, bukan netral. Jadi, „orang berkarakter‟ adalah orang yang mempunyai kualitas moral (tertentu)

positif. Dengan demikian, pendidikan adalah membangun karakter, yang secara implisit mengandung arti membangun sifat atau pola perilaku yang di dasari atau berkaitan dengan dimensi moral yang positif atau yang baik, bukan yang negatif atau yang buruk. Hal ini didukung oleh Peterson dan Seligman yang mengaitkan secara langsung „character strength‟ dengan kebajikan. Character strength dipandang sebagai unsur-unsur psikologis yang membangun kebajikan (virtues) (Masnur Muslich, 2011: 71). Salah satu kriteria utama dari „character strength‟ adalah karakter tersebut berkontribusi besar dalam mewujudkan sepenuhnya potensi dan cita-cita seseorang dalam membangun kehidupan yang baik yang bermanfaat bagi dirinya dan bagi orang lain.

terwujud dalam kesatuan esensial si subyek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, 2007). Bagi Foerster, karakter merupakan sesuatu yang mengkualifikasi seorang pribadi. Karakter menjadi identitas yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. Dari kematangan karakter inilah, kualitas seorang pribadi diukur. Pencetus pendidikan karakter yang menekankan dimensi etis-spiritual dalam proses pembentukan pribadi ialah pedagog Jerman F.W. Foerster.

Pendidikan karakter, menurut Ratna Megawangi (2004) adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya (Dharma Kesuma, Cepi Triatna & Johar Permana, 2011: 5). Pendidikan karakter diharapkan bisa membantu anak-anak dalam mengambil keputusan serta dapat mempertanggungjawabkan setiap keputusan yang telah diambilnya.

Pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga siswa didik menjadi faham tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan nilai yang baik dan mau melakukannya. Seperti kata Aristotle, karakter itu erat kaitannya dengan “habit” atau

kebiasaan yang terus-menerus dipraktekan dan dilakukan. Berkowitz (1998) menyatakan bahwa kebiasaan berbuat baik tidak selalu menjamin bahwa manusia yang telah terbiasa tersebut secara sadar (cognition) menghargai pentingnya nilai karakter (valuing) (Masnur Muslich, 2011: 36). Karena mungkin saja perbuatannya tersebut dilandasi oleh rasa takut untuk berbuat salah, bukan karena tingginya penghargaan akan nilai itu. Dalam pendidikan karakter, Lickona (1992) menyatakan: kebiasaan yang terus-menerus dipraktekan dan dilakukan. Berkowitz (1998) menyatakan bahwa kebiasaan berbuat baik tidak selalu menjamin bahwa manusia yang telah terbiasa tersebut secara sadar (cognition) menghargai pentingnya nilai karakter (valuing) (Masnur Muslich, 2011: 36). Karena mungkin saja perbuatannya tersebut dilandasi oleh rasa takut untuk berbuat salah, bukan karena tingginya penghargaan akan nilai itu. Dalam pendidikan karakter, Lickona (1992) menyatakan:

Menurut Lickona, pendidikan karakter harus melibatkan ketiga aspek tersebut. Tanpa ketiga aspek tersebut maka pendidikan karakter tidak akan berjalan dengan efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.

Dalam pendidikan karakter juga melibatkan pendidik karakter dan peserta didik. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh pendidik karakter, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Pendidik karakter membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku pendidik karakter, bertoleransi, berbicara, dan lain sebagainya. Pendidik karakter hendaknya mempunyai karakter dasar seperti tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan, baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendidik karakter harus mempunyai nilai karakter tersebut supaya bisa di tiru oleh perserta didik, dan peserta didik dapat mengamalkan nilai karakter tersebut.

Dalam tinjauan lain, pendidikan karakter juga memiliki kesamaan misi dengan pendidikan budi pekerti, meskipun pendidikan karakter memilki kompleksitas tugas yang lebih berat di bandingkan pendidikan budi pekerti. Tugas pendidikan karakter selain mengajarkan mana nilai-nilai kebaikan dan mana nilai-nilai keburukan, yang justru di tekankan adalah langkah-langkah Dalam tinjauan lain, pendidikan karakter juga memiliki kesamaan misi dengan pendidikan budi pekerti, meskipun pendidikan karakter memilki kompleksitas tugas yang lebih berat di bandingkan pendidikan budi pekerti. Tugas pendidikan karakter selain mengajarkan mana nilai-nilai kebaikan dan mana nilai-nilai keburukan, yang justru di tekankan adalah langkah-langkah

1) Karakteristik Karakter

Karakter berasal dari nilai tentang sesuatu. Suatu nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku anak itulah yang disebut karakter. Jadi suatu karakter dengan nilai dari perilaku tersebut. Karenanya tidak ada perilaku anak yang tidak bebas dari nilai. Dalam referensi Islam, nilai yang sangat terkenal dan melekat yang mencerminkan akhlak perilaku yang luar biasa tercermin pada Nabi Muhammad SAW, yaitu (1) sidik, (2) amanah, (3) fatonah, (4) tablig. Tentu di pahami bahwa empat nilai ini merupakan esensi, bukan seluruhnya. Karena Nabi Muhammad SAW juga terkenal dengan karakter kesabarannya, ketangguhannya, dan berbagai karakter lain.

Sidik yang berarti benar, mencerminkan Rasulullah berkomitmen pada kebenaran, selalu berkata dan berbuat benar dan berjuang untuk menegakkan kebenaran. Amanah yang berarti jujur atau terpercaya, mencerminkan bahwa apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan. Rasulullah dapat dipercaya oleh siapa pun, baik oleh kaum muslimin maupun nonmuslimin. Fatonah yang berarti cerdas/pandai, arif, luas wawasan, terampil, dan profesional. Artinya, perilaku Rasulullah dapat dipertanggungjawabkan kehandalannya dalam memecahkan masalah. Tablig yang bermakna komunikatif mencerminkan bahwa siapa pun yang menjadi lawan bicara Rasulullah, maka orang tersebut akan mudah memahami apa yang dibicarakan/dimaksudkan oleh Rasulullah.

Panti asuhan di bawah lindungan keagamaan berperan sebagai pembinaan karakter anak asuh yang menciptakan anak agar memiliki karakter sholeh bagi laki-laki dan karakter sholehah bagi perempuan. Abu

Karakteristik Lelaki Shalih mengemukakan sejumlah karakter lelaki dan perempuan yang sholeh dan sholehah yang digambarkan sebagai makhluk yang bersih jiwanya, lurus akidahnya, dan benar amalnya. Karakter sholeh dan sholehah menurut Abu Muhammad yaitu; (1) Ikhlas dalam beramal, (2) Taat kepada Allah dan Rasul-Nya, (3) Sabar menghadapi ujian Allah, (4) Negeri akhirat tujuan utamanya, (5) Sangat takut kepada Allah dan ancaman-Nya, (6) Bertobat dan mohon ampun atas dosa-dosanya, (7) Sholat malam menjadi kebiasaannya, (8) Tawakal kepada Allah, (9) Senantiasa gemar berinfak, (10) Cinta kasih dan penuh pengertian terhadap keluarga (Dharma Kesuma, Cepi Triatna, & Johar Permana, 2011: 13-14). Panti asuhan harus menanamkan karakter sholeh dan sholehah kepada anak-anak asuhnya, supaya mempunyai kepribadian yang baik serta lurus akidahnya.

Anak-anak sebagai generasi penerus bangsa harus diajarkan tentang nilai-nilai yang harus di milikinya guna memperkuat pembangunan karakter bangsa ini. Terutama anak-anak yang tinggal di panti asuhan, mereka akan kesulitan untuk membentuk kepribadiannya. Nilai-nilai yang harus di miliki oleh anak-anak panti asuhan antara lain adalah:

(a) Jujur

Jujur merupakan karakter yang dianggap dapat membawa bangsa ini menjadi bangsa yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Jujur dalam kamus Bahasa Indonesia dimaknai dengan lurus hati, tidak curang. Dalam pandangan umum , kata jujur sering dimaknai “adanya kesamaan antara realitas (kenyataan) dengan ucapan”, dengan kata lain “apa adanya”.

amat penting untuk menjadi karakter anak-anak Indonesia saat ini. Karakter ini dapat dilihat secara langsung dalam kehidupan sehari-hari di asrama panti, misalnya sudah melaksanakan sholat 5 waktu atau belum. Apabila ada anak yang belum melaksanakan sholat 5 waktu, tetapi dia berbohong dan berkata sudah melaksanakannya. Perbuatan itu merupakan perbuatan yang mencerminkan anak tidak berkata jujur kepada diri sendiri, teman, dan ibu asrama panti. Orang yang memiliki karakter jujur dicirikan oleh perilaku berikut: (1) Jika bertekad untuk melakukan sesuatu, tekadnya adalah

kebenaran. (2) Jika berkata tidak berbohong. (3) Jika adanya kesamaan antara yang dikatakan hatinya dengan apa

yang dilakukannya. Karakter jujur merupakan salah satu karakter pokok untuk menjadikan seseorang cinta kebenaran, apapun resiko yang akan di terima dirinya dengan kebenaran yang ia lakukan.

(b) Kerja Keras

Kerja keras adalah suatu istilah yang melingkupi suatu upaya yang terus dilakukan (tidak pernah menyerah) dalam menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tugasnya sampai tuntas. Ibu asrama panti asuhan menerapkan karakter kerja keras kepada anak-anak asuh. Kerja keras disini bukan berarti mereka disuruh bekerja keras membanting tulang untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari. Kerja keras disini maksudnya adalah mereka harus bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka sendiri. Misalnya, mencuci bajunya sendiri, menyapu kamar, membantu pekerjaan pengasuh panti asuhan.

Ikhlas dalam bahasa Arab memiliki arti “murni”, “suci”, “tidak bercampur”, “bebas” atau “pengabdian yang tulus”. Dalam kamus Bahasa Indonesia, ikhlas memiliki arti tulus hati. Sedangkan menurut Islam adalah setiap kegiatan yang kita kerjakan semata-mata hanya karena mengharapkan ridho Allah. Ciri-ciri ikhlas: (1) terjaga dari segala sesuatu yang diharamkan oleh Allah SWT, baik sedang bersama dengan manusia atau sendiri, (2) senantiasa beramal di jalan Allah SWT, baik dalam keadaan sendiri atau bersama orang lain, baik ada pujian ataupun celaan, (3) Selalu menerima apa adanya yang diberikan oleh Allah SWT dan selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT, (4) mudah memaafkan kesalahan orang lain.

2) Budi Pekerti, Nilai, Norma, dan Moral

Pendidikan nilai mencakup kawasan budi pekerti, nilai, norma, dan moral. Budi pekerti adalah buah dari budi nurani. Budi nurani bersumber pada moral. Moral bersumber pada kesadaran hidup yang berpusat pada alam pikiran (Masnur Muslich, 2011: 18). Sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk Tuhan yang bebas merdeka, dalam moral manusia mempunyai kemerdekaan untuk memilih nilai dan norma yang dijadikan pedoman berbuat, bertingkah laku dalam hidup bersama dengan manusia lain. Memperhatikan pernyataan tersebut diatas, jelas sekali hubungan antara budi pekerti, nilai, norma, dan moral. Nilai yang diambil adalah nilai tinggi, luhur, mulia, suci, dan jujur. Norma yang diambil juga mendekatkan hidupnya kepada yang memberi hidup agar selamat. Moral memberikan petunjuk, pertimbangan, dan tuntutan untuk berbuat dengan tanggung jawab sesuai dengan nilai, norma yang dipilih.

berkenaan dengan budi pekerti atau perilaku yang baik secara konseptual berkaitan dengan etika. Manusia menganggap sesuatu bernilai karena ia merasa memerlukannya dan menghargainya. Dengan akal dan budinya manusia menilai dunia dan alam sekitarnya untuk memperoleh kepuasan diri baik dalam arti memperoleh apa yang diperlukannya, apa yang menguntungkannya, atau apa yang menimbulkan kepuasan batinnya. Manusia sebagai subyek budaya maka dengan cipta, rasa, karsa, iman, dan karyanya menghasilkan di dalam masyarakat bentuk-bentuk budaya yang membuktikan keberadaan manusia dalam kebersamaan dan semua bentuk budaya itu mengandung nilai.

Masnur Muslich berpendapat, “norma adalah kaidah, ketentuan, aturan, kriteria, atau syarat yang mengandung nilai tertentu yang harus di patuhi oleh warga masyarakat di dalam berbuat, bertingkah laku agar masyarakat tertib, t eratur, dan aman” (2011: 74). Norma, di samping sebagai pedoman atau panduan berbuat atau bertingkah laku juga di pakai sebagai tolok ukur di dalam mengevaluasi perbuatan seseorang. Norma selalu berpasangan dengan sanksi, yaitu suatu keadaan yang dikenakan kepada si pelanggar norma. Si pelanggar norma harus menjalani sanksi sebagai akibat atau tanggung jawabnya atas perbuatan itu. Adapun wujud, bentuk, atau jenis sanksi itu sesuai, selaras dengan wujud, bentuk, dan jenis normanya. Norma dapat di temukan dalam kehidupan manusia dan dapat di golongkan menjadi (1) norma agama atau religi, (2) norma moral atau kesusilaan, (3) norma adat istiadat/sopan santun atau norma kesopanan, dan (4) norma hukum.

Masnur Muslich (yang mengutip simpulan Poespoprodjo, 1986) mengatakan bahwa moral berasal dari kata bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mores ini mempunyai sinonim; mos, moris, Masnur Muslich (yang mengutip simpulan Poespoprodjo, 1986) mengatakan bahwa moral berasal dari kata bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mores ini mempunyai sinonim; mos, moris,

b. Pendidikan Budi Pekerti pada Panti Asuhan