ANALISIS PROSES HIBRIDITAS DAN PEMBENTUK

ANALISIS PROSES HIBRIDITAS DAN PEMBENTUKAN IDENTITAS
PADA PEDAGANG ETNIS MADURA
(Studi Fenomenologi Pedagang di Pasar Loak Gembong Surabaya)
JUSI SEPTIANI
0911210010
SOSIOLOGI 2009
ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai analisis proses hibriditas pada
pedagang etnis Madura. Saat ini kota-kota besar yang ada di Indonesia menjadi
sasaran utama bagi para migran untuk mengadu nasibnya. Para migran
kebanyakan berasal dari daerah-daerah asalnya dengan lapangan kerja yang
rendah dan pendidikan yang rendah pula. Pedagang di Pasar Loak Gembong
mayoritas adalah orang Madura yang tujuan utamanya adalah berdagang. Ketika
memasuki ruang lingkup pasar loak maka akan mengalami perubahan identitas
melalui proses hibriditas. Yang awalnya menjadi tradisi namun kini menjadi
kebiasaan dan sudah terstruktur dalam pemikiran orang Madura. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui gambaran hibriditas dan pembentukan identitas yang
terjadi pada pedagang Madura yang mayoritas etnis Madura yang ada di Pasar
Loak Gembong Surabaya.
Penelitian ini menggunakan teori dari Homi K Bhabha yang menjelaskan
mengenai hibriditas yang dimana didalam hibriditas ini terdapat proses mimikri

dan liminalitas. Proses mimikri ini terjadi didalam ruang ketiga (liminalitas)
sebagai ruang kosong yang didalamnya terjadi pertarungan identitas yang
menghasilkan hubungan timbal balik. Setelah adanya proses hibriditas ini maka
akan muncul adanya pembentukan identitas baru tanpa menghilangkan identitas
asli. Metode dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Dimana peneliti menganalisis wawancara langsung dengan subjek
penelitian. Teknik pengambilan data dalam penelitian ini adalah dengan observasi
partisipan, wawancara mendalam dengan memakai recorder dan catatan kecil.
Penelitian ini mengambil satu informan kunci, empat informan utama, serta tiga
informan tambahan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari fenomena yang terjadi bahwa
Pasar Loak Gembong dikategorikan sebagai pedagang kaki lima yang berada pada
sektor informal. Pedagang yang ada dipasar loak ini awalnya adalah pedagang
etnis Jawa tetapi sekarang juga terdapat pedagang etnis Madura yang dimana
keduanya tergolong dalam dua etnis yang berbeda dan identitas yang berbeda pula
dari segi bahasa, sikap, maupun praktiknya. Hibriditas yang terjadi antara budaya
Madura dengan Jawa ini menunjukkan adanya identitas kultural melalui adanya

hubungan kekerabatan yang erat antara pedagang Madura dengan Jawa. Mimikri
yang terjadi karena munculnya pedagang etnis Madura yang dimana mereka

datang ke dalam ruang lingkup Pasar Loak Gembong ini dengan membawa
identitas asli dari mereka. Liminitas yang terjadi dimana Pasar Loak Gembong
sebagai ruang yang mengolah antara identitas satu dengan yang lain. Kedua
identitas yang berbeda ini akan mempertahankan identitas asli dari mereka
masing-masing meskipun telah mengalami pembentukan identitas.
Kata Kunci : Pedagang, Etnisitas, Hibriditas
PENDAHULUAN
Perkotaan merupakan pusat dari segala aktivitas manusia terutama dalam
hal pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Saat ini kota-kota besar yang ada di
Indonesia menjadi sasaran utama bagi para migran untuk mengadu nasibnya.
Terlihat bahwa sektor formal sudah tidak mencukupi maka sektor informal
menjadi pilihan para migran untuk dapat mengadu nasibnya. Dalam sektor
informal siapa saja dapat dengan mudah masuk dan bebas untuk bekerja. Para
migran khususnya yang ada di kota Surabaya kebanyakan berasal dari Madura
yang mengadu nasibnya di sektor informal seperti berdagang. Orang Madura yang
masuk ke kota Surabaya setiap tahunnya semakin meningkat terlebih sejak
dibangunnya jembatan Suramadu yang mempermudah masuknya orang Madura
ke kota Surabaya untuk berdagang. Kegiatan berdagang loak di pasar Gembong
termasuk kedalam sektor informal yang tidak memerlukan birokrasi yang rumit
dan dapat dilakukan secara bebas oleh siapapun.

Pedagang di Pasar Loak sendiri mayoritas adalah orang-orang Madura
yang melakukan migrasi ke kota Surabaya yang tujuan utamanya berdagang.
Tidak hanya orang Madura saja yang ada di pasar tersebut tetapi juga ada orang
Jawa yang berasal dari Lumajang, Probolinggo, Jember, Jombang, Pasuruan, dan
asli orang Surabaya. Kegiatan berdagang khususnya bagi masyarakat Madura
sudah menjadi tradisi nenek moyang yang awalnya tradisi kini telah terstruktur
dalam masyarakat Madura. Orang Madura yang bekerja sebagai pedagang apabila
telah memasuki ruang lingkup Kota Surabaya maka akan mengalami perubahan
identitas yang awalnya memiliki identitas asli Madura dan setelah menetap di
Kota Surabaya akan mengalami perubahan yang cukup signifikan yang dapat
dilihat dari segi bahasa, sikap, dan praktiknya didalam ruang lingkup pasar loak
gembong. Perubahan identitas ini seringkali tidak disadari karena seiring
berjalannya waktu pasti identitas asli dari etnis Madura akan mengalami
percampuran tanpa menghilangkan budaya asli etnis itu sendiri dan menghasilkan
budaya baru.
Identitas yang melekat pada masyarakat yang ada di pasar Loak sendiri
berorientasi kepada identitas asli orang Jawa mengarah kepada identitas orang
Surabaya. Lokal etnis Madura dengan Madura memiliki identitas yang sama dan
memiliki penyampaian identitasnya terhadap etnis lain juga sama. Identitas lokal


Madura dengan Jawa sangat berbeda dilihat dari berbagai aspek yang meliputi
bahasa, sikap dan praktik didalam sebuah ruang lingkup tertentu.
Penelitian ini memperlihatkan adanya masalah global dan lokal yang
dimana masalah globalnya yaitu mengenai masuknya pendatang (Madura) ke kota
Surabaya yang awalnya menjadi tradisi namun kini menjadi kebiasaan dan sudah
terstruktur dalam pemikiran orang Madura. Jika dilihat dari lokalnya maka dengan
adanya pendatang atau etnis Madura yang masuk ke Surabaya ini nantinya akan
menimbulkan dampak yang cukup besar bagi etnis lain yang berada didalam pasar
Loak Gembong itu sendiri yang akan berdampak pada hibriditas identitas antara
etnis Madura dengan etnis Jawa.
Permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah bagaimana
proses hibriditas yang terjadi pada pedagang loak etnis Madura serta pembentukan
identitas pedagang etnis Madura yang ada di Pasar Loak Gembong Surabaya?
Dengan adanya rumusan masalah maka muncul tujuan penelitian yang
mencakup penggambaran proses hibriditas dan pembentukan identitas yang terjadi
pada pedagang Madura yang mayoritas etnis Madura yang ada di Pasar Loak
Gembong Surabaya. Manfaat dari penelitian ini adalah berorientasi mengenai
menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai bagaimana proses
hibriditas dan pembentukan identitas yang terbentuk dalam diri pedagang Madura
yang migrasi ke perkotaan.

TINJAUAN PUSTAKA
Hibriditas merupakan proses percampuran budaya yang dapat dilakukan
melalui berbagai cara seperti interaksi, teknologi informasi, media massa, wisata,
mode, atau berbagai macam instrumen gaya hidup modern lainnya. Munculnya
tradisi atau budaya yang bermacam-macam menimbulkan adanya hibriditas yang
dilakukan individu satu terhadap individu lain atau kelompok satu terhadap
kelompok lain. Hibriditas bebas dilakukan oleh siapapun dan semakin nyata
berlangsung didalam kehidupan bermasyarakat.
Identitas sosial merupakan bagian dari konsep diri yang bersumber dari
pengetahuan tentang keanggotaan dalam sebuah kelompok sosial dengan berbagai
nilai, norma, dan ikatan emosional yang berkembang dalam ruang lingkup
tertentu. Identitas merujuk pada kesamaan objek yang dimana berjalan secara
konsisten dan berkelanjutan mengenai bagaimana sesuatu itu dibentuk dan
memiliki perbedaan. Integrasi sosial dapat diartikan juga sebagai suatu proses
untuk mempertahankan kelangsungan hidup masyarakat sebagai sebuah sistem.
Unsur-unsur tersebut meliputi ras, etnis, agama, kebiasaan, dan sistem nilai.
. Sektor informal sering disebut sebagai sektor ekonomi bayangan yang
dimana seluruh kegiatan ekonominya tidak terliput oleh pemerintah dan tidak
memiliki aturan-aturan resmi dari pemerintah, seperti pajak dan surat ijin usaha.
Menurut Keith Hart (1971) sektor informal sebagai bagian angkatan kerja kota

yang berada diluar pasar tenaga kerja terorganisasi. Sektor informal saat ini

semakin bertambah yang disebabkan oleh semakin kompleksnya permasalahan
mengenai ekonomi dan sosial saat ini. Disini sektor informal tidak permanen dan
dapat berubah kapan saja sesuai kehendak. Sasaran bagi sektor informal adalah
kalangan masyarakat menengah kebawah. Sektor informal sebagai alternatif bagi
para migran cukup memberikan sumbangan bagi pembangunan perkotaan yang
dimana selain membuka kesempatan kerja, keberadaan sektor informal juga dapat
menambah pendapatan bagi masyarakat kota.
Geertz (1977:48) bahwa pedagang merupakan pekerjaan non amatir yang
dimana memerlukan kecakapan teknis dan membutuhkan segenap waktu.
Pedagang kaki lima sebagai tenaga pemasar yang dapat secara langsung
menyentuh konsumen. Pedagang kaki lima meliputi pedagang barang-barang
bekas, pedagang makanan, dan pedagang minuman. Pedagang kaki lima (PKL)
disebut sebagai pasar wutah atau tumpah yang dimana keberadaannya menempati
pinggir jalan, badan jalan, tempat strategis, tempat ramai, didepan pertokoan.
Homi K Bhabha merupakan tokoh yang mendefinisikan mengenai
hibriditas, mimikri, liminalitas, dan identitas. Hibriditas merupakan sebuah teks
hybrid yang berbeda dari teks “resmi” wacana kolonial ialah produk dari tindakan
meniru. Hibriditas adalah tanda produktivitas kekuasaan kolonial, yang dimana

terjadi pergeseran dan perbaikan merupakan nama untuk pembalikan strategis
proses dominasi melalui penyangkalan (Bahwa ini, produksi identitas
diskriminatif yang mengamankan otoritas identitas "murni" dan asli). Hibriditas
adalah asumsi revolusi identitas kolonial melalui pengulangan dampak identitas
diskriminatif. Hibridisasi sebagai sebuah proses penciptaan identitas kultural
menjadi jelas.
Mimikri adalah tanda dari artikulasi ganda yang dimana merupakan
sebuah strategi yang kompleks dari reformasi, regulasi dan disiplin yang
mengapropiasi. Mimikri juga tanda dari yang tidak terapropriasi, sebuah
pembedaan yang menyimpang dan tak terkendalikan yang membuat bersatu dan
berkumpul fungsi strategis dominasi kekuasaan.
Liminalitas untuk menghidupkan “ruang” persinggungan antara teori dan
praktek kolonialisasi suatu ruang yang tidak memisahkan tetapi sebaliknya
menjembatani hubungan timbal balik antara keduanya yaitu teori dan praktek.
Formasi budaya dan identitas mengalir bersamaan dengan gerak ruang ketiga
yang tidak berhenti. Tidak lagi terhindarkan bahwa pembentukan budaya dengan
sendirinya melibatkan didalamnya perbedaan-perbedaan budaya yang seringkali
diasosiasikan dengan perbedaan ras, kelas, gender, dan tradisi budaya. Dalam
ruang ketiga pengalaman intersubjektif dan kolektif kebudayaan, kepentingan
komunitas serta nilai-nilai budaya dirundingkan. Ruang ketiga memberikan

kontribusi penting bagi pemahaman perbedaan budaya. Bhabha berpendapat
bahwa identitas budaya bukan identitas bawaan dari lahir.

METODE PENELITIAN
Peneliti memakai metode kualitatif dalam penelitian ini. Metode kualitatif
menekankan pada pemaknaan, pendefinisian terhadap situasi tertentu dan
mengenai realitas sosial yang ada didalam masyarakat. Penelitian ini memakai
jenis eksplanasi dengan menjelaskan bagaimana sebuah fenomena sosial terjadi
yang bertujuan untuk menjelaskan secara akurat fenomena yang terjadi,
mengembangkan pengetahuan yang lebih jauh mengenai sebuah proses,
menghasilkan bukti untuk mendukung sebuah penjelasan atau prediksi. Penelitian
ini bertujuan untuk mengkaji fenomena mengenai pembentukan identitas
pedagang Madura didalam Pasar Loak yang pedagang aslinya adalah pedagang
etnis Jawa. Penelitian ini memakai pendekatan fenomenologi sebagai landasan
dalam memahami makna dari suatu fenomena. Pendekatan ini menekankan pada
pengalaman subjektif individu dan interpretasi melihat dunia, mempelajari
bagaimana kehidupan sosial berlangsung dan melihat tingkah laku individu baik
berupa tindakan maupun perkataan sebagai hasil dari proses pemaknaan individu
mengenai lingkungannya.
Fokus penelitian ini adalah bagaimana menemukan fenomena mengenai

hibriditas yang terjadi pada pedagang etnis Madura dengan Jawa di Pasar Loak
Gembong Surabaya serta pembentukan identitas yang terjadi pada pedagang
Madura yang mayoritas etnis Madura yang ada di Pasar Loak Gembong Surabaya.
Disini sebelum munculnya identitas baru maka terjadi hibriditas (peleburan)
antara etnis Madura dengan Jawa yang dimana terjadi adanya proses mimikri
(peniruan) didalam ruang ketiga (liminalitas).
Didalam penelitian ini menggunakan prosedur analisis data dari Clark
Moustakas mengenai tujuh tahapan yaitu:
1. Horizonalizing data (transkrip wawancara dan mensejajarkan data) yaitu
kegiatan melengkapi data dari berbagai sumber dan sudut pandang.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah melengkapi data yang
telah didapat dari lapangan yang berasal dari berbagai sumber dan sudut
pandang yang berbeda-beda, yang disesuaikan dengan rumusan masalahnya yaitu tentang proses hibriditas dan pembentukan identitas pedagang
Madura yang berada di Pasar Loak Gembong Surabaya.
2. Membuat daftar makna dan unit makna. Peneliti membuat daftar makna
dan unit makna yang dimana berfungsi untuk menganalisis data yang didapat dari lapangan sehingga mudah dikelompokkan. Mengelompokkan
informasi yang penting dan tidak penting.
3. Mengelompokkan kedalam tema tertentu, agar tidak ada pernyataan
yang tumpang tindih. Data yang telah didapatkan dimasukkan dalam
tema yang sesuai dengan rumusan masalah yang diteliti. Peneliti memilah agar tidak ada data yang tumpang tindih. Informasi yang penting

dibuat pembahasan tersendiri lalu ditemakan.
4. Validasi (pengesahan)
Dengan menggunakan catatan lengkap dari peneliti yang didapatkan dari
lapangan, apakah secara eksplisit dinyatakan dalam transkrip wawancara

sudah lengkap dan sesuai dengan sasaran. Sudah sesuai belum apa yang
didapatkan dari hasil wawancara dan data yang diperoleh dari lapangan
dan jika tidak sesuai, maka tidak akan relevan.
5. Membuat deskripsi tekstural yang berupa penjelasan mengenai tema
dengan menggunakan kutipan wawancara.
6. Membuat deskripsi struktural yang berupa membuat penjelasan memakai
inti wawancara yang dikombinasikan dengan teori.
7. Penyatuan deskripsi tekstural dan struktural yang dimana dapat menghasilkan makna fenomena yang dikonstruksikan. Peneliti menggabungkan kedua deskripsi untuk dapat menganalisis fenomena yang
diteliti.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Fenomena yang terjadi di Pasar Loak Gembong yang didalam ruang
lingkupnya terdapat dua etnis pedagang yang berbeda yaitu pedagang Madura dan
pedagang Jawa (asli Surabaya). Kedua etnis ini memiliki identitas masing-masing
yang berbeda dalam hal bahasa, sikap, dan praktiknya dalam berdagang. Sebelum
adanya proses hibriditas maka terjadi adanya proses integrasi sosial antara

masing-masing etnis pedagang. Etnis Madura dengan Madura mengintegrasikan
dirinya melalui kesamaan identitas baik dalam bahasa, sikap, dan praktiknya yang
dimana hal ini juga akan dilakukan oleh etnis Jawa. Integrasi sosial ini dapat
mempererat hubungan kekerabatan antar etnis. Setelah antar etnis Madura dengan
Madura, Jawa dengan Jawa ini melakukan integrasi sosial didalam kubunya
masing-masing maka antara etnis Madura dengan Jawa ini akan melakukan
adanya proses penyatuan antara identitas satu dengan lainnya tanpa
menghilangkan identitas asli masing-masing. Integrasi sosial muncul pada saat
adanya toleransi terhadap identitas yang berbeda serta memiliki kesamaan tujuan
sehingga mengintegrasikan dirinya dalam identitas lain.
Pedagang etnis Madura masuk kedalam ruang lingkup pasar loak gembong
pada tahun 2004 dengan membawa identitas asli mereka. Kemudian pedagang
etnis Madura ini mulai berinteraksi dengan pedagang yang berada di pasar loak
gembong. Pedagang ini dengan mudah melakukan interaksi dengan pedagang lain
yang notabene memiliki identitas yang berbeda dari dirinya yaitu pedagang etnis
Jawa (asli Surabaya). Pedagang etnis Jawa (asli Surabaya) menerima dengan
tangan terbuka pedagang yang masuk dan bergabung kedalam ruang lingkup pasar
tersebut. Keterbukaan dari pedagang etnis Jawa (asli Surabaya) memberikan
peluang dan manfaat bagi pedagang etnis Madura untuk dapat berkomunikasi
secara langsung dengan pedagang etnis Jawa (asli Surabaya).
Dari adanya interaksi ini makan muncullah kerjasama yang terjalin antara
pedagang etnis Madura dengan Jawa (asli Surabaya). Kerjasama ini berorientasi
kepada saling membantu apabila ada salah satu pedagang kesulitan untuk mencari
barang yang dibutuhkan oleh pelanggan atau pembeli maka pedagang lain akan
membantu mencarikan barang yang diperlukan oleh pembeli tersebut. Tidak

hanya dalam hal berdagang saja tetapi juga dalam hal lain yang sifatnya
kemanusiaan dengan sesama.
Dengan adanya kerjasama yang terjalin erat antara pedagang etnis Madura
dengan Jawa (asli Surabaya) ini maka akan terjadi proses integrasi sosial yang
dimana proses ini terjadi didalam ruang lingkup pasar loak gembong yang dimana
memiliki kesamaan tujuan. Pedagang etnis Madura dengan Jawa
mengintegrasikan dirinya kedalam sebuah paguyuban yang didalamnya terdapat
kegiatan-kegiatan yang dapat mempersatukan antara pedagang etnis satu dengan
etnis lainnya.
Adanya integrasi sosial yang dilakukan oleh kedua etnis ini maka menjadi
kekuatan untuk dapat melakukan proses hibriditas (peleburan) yang berorientasi
pada pedagang yang memiliki identitas asli yaitu identitas Madura terhadap
identitas lain yaitu identitas Jawa (asli Surabaya). Integrasi sosial ini merupakan
cara untuk dapat melakukan proses hibriditas. Integrasi sosial yang terjadi antara
pedagang etnis Madura dengan Jawa dapat terjadi didalam kegiatan rapat, arisan,
dan pengajian. Kegiatan-kegiatan ini terbuka untuk semua etnis pedagang yang
didalamnya akan ditunjukkan berbagai macam karakteristik dari masing-masing
etnis pedagang untuk dapat berbaur dengan semua pedagang yang berada didalam
ruang lingkup kegiatan. Masing-masing etnis pedagang memiliki cara
bersosialisasi dan bertoleransi dengan semua pedagang yang berbeda-beda
tergantung dengan pembawaan dari diri subjektif masing-masing.
Bhabha mendefinisikan peleburan (hibriditas) sebagai berikut :
“Hibriditas sebagai sebuah proses penciptaan identitas kultural
menjadi jelas. Hibriditas lebih mengarah kepada perubahan
identitas yang berujung pada perubahan subjektif.
Hibriditas yang terjadi antara budaya Madura dengan Jawa ini
memperlihatkan adanya identitas kultural yang semakin jelas yang lebih
mengarah kepada adanya perubahan identitas yang berujung pada perubahan
masing-masing individu.
Proses hibriditas ini dapat terjadi melalui adanya hubungan kekerabatan
yang erat antara pedagang Madura dengan Jawa yang dimana pedagang Madura
mengganggap pedagang Jawa seperti saudara sendiri. Sebaliknya pedagang Jawa
mengganggap pedagang Madura sebagai saudara dekatnya. Hibriditas dapat
muncul ketika dua pedagang yang memiliki identitas yang berbeda ini saling
meleburkan dirinya didalam satu ruang lingkup yang sama dan dengan tujuan
yang sama. Hubungan yang erat yang terjalin ini akan meleburkan dan
menyatukan antara dua identitas yang berbeda antara Madura dengan Jawa yang
dimana dapat diorientasikan dalam segi bahasa, sikap, dan praktiknya dalam
ruang lingkup pasar loak gembong.

Bhabha mendefinisikan mimikri sebagai berikut :
“Mimikri merupakan proses peniruan yang terjadi antara dua
identitas yang berbeda dan juga tanda dari yang tidak terapropriasi
dan mimikri merupakan suatu perilaku yang sengaja atau tanpa
sadar dilakukan didalam interaksi atau hubungan sosial pada masa
kolonial untuk mempertahankan strategi dominasi.”
Proses mimikri (peniruan) terjadi karena munculnya pedagang pendatang
yaitu pedagang etnis Madura yang dimana mereka datang kedalam ruang lingkup
pasar loak gembong ini dengan membawa identitas asli dari mereka. Didalam
ruang lingkup pasar loak gembong sendiri penghuni awalnya adalah pedagang
Jawa yaitu pedagang yang berasal dari Surabaya. Pedagang Jawa juga memiliki
identitas asli yang sangat berbeda dengan identitas pedagang Madura. Jika dilihat
dari segi bahasa jelas pedagang Madura memiliki bahasa asli yaitu dialek Madura
sedangkan pedagang Jawa menggunakan bahasa asli yaitu bahasa ngoko kasar dan
ngoko alus. Sebagai pendatang, pedagang Madura harus menyesuaikan dengan
identitas dari pedagang yang sudah terlebih dulu berjualan di pasar tersebut yaitu
identitas Jawa, maka yang akan terjadi adalah pedagang Madura secara tidak
langsung akan meniru bahasa yang digunakan oleh pedagang Jawa yaitu bahasa
ngoko kasar dan ngoko alus.
Mimikri (peniruan) ini terjadi didalam ruang lingkup pasar ketika dua etnis
pedagang ini melakukan sebuah interaksi yang berupa komunikasi antar
pedagang. Komunikasi ini berupa perbincangan antara dua etnis yang berbeda
yaitu Madura dan Jawa. Komunikasi ini terjadi ketika pedagang Madura sedang
membutuhkan berkumpul dan berbincang-bincang dengan pedagang Jawa maka
bahasa yang akan digunakan adalah bahasa Jawa ngoko kasar atau alus dan
pedagang Madura ini secara tidak langsung akan melakukan proses mimikri
(peniruan) terhadap bahasa Jawa tersebut, yang meliputi tata cara pengucapan
(logatnya). Setiap hari pedagang Madura dan Jawa akan bertemu dan
berkomunikasi yang dimana akan melatih pedagang Madura agar dapat berbicara
bahasa Jawa. Sebab pedagang Madura yang datang ke Pasar Loak Gembong ini
hampir semua tidak memahami yang namanya bahasa Jawa. Dengan masuk
kedalam ruang lingkup pasar ini maka kemampuan pedagang Madura dalam
berbahasa Jawa akan terasah.
Pedagang Madura secara tidak langsung mempelajari identitas atau ciri
khas dari pedagang Jawa yang dimana identitas atau ciri khas ini memberi
manfaat pedagang Madura didalam berkomunikasi baik dengan pedagang Jawa
maupun pembeli (konsumen). Sebab apabila didalam ruang lingkup pasar orangorang yang akan membeli barang-barang bekas tidak hanya berasal dari Madura
tetapi juga kebanyakan dari Jawa jadi bahasa Jawa juga penting didalam
berdagang agar enak apabila berkomunikasi langsung dengan pembeli
(konsumen) Jawa. Selain itu juga enak apabila sudah terbiasa dan fasih
menggunakan bahasa Jawa maka akan lancar jika berbincang-bincang dengan
pedagang Jawa.

Bhabha mendefinisikan ruang ketiga (liminalitas) sebagai berikut :
“Ruang ketiga memberikan kontribusi penting bagi pemahaman
perbedaan budaya. Bhabha berpendapat bahwa semua pernyataan
dan sistem budaya dihasilkan dari ruang ketiga. Ruang ketiga
sebagai konstruksi subjektivitas timbal balik yang dimana adanya
konstruksi subjektif ini akan menghasilkan sebuah timbal balik
antara budaya etnis satu dengan yang lainnya.”1
Pentingnya liminalitas adalah ketepatgunaan untuk mendeskripsikan
sebuah “ruang kosong atau antara” dimana perubahan identitas dapat berlangsung
yang terdapat proses gerak dan pertukaran antara identitas yang berbeda secara
terus menerus. Identitas mengalir bersamaan dengan gerak ruang ketiga yang
tidak berhenti. Tidak lagi terhindarkan bahwa pembentukan budaya dengan
sendirinya melibatkan didalamnya perbedaan-perbedaan budaya yang seringkali
diasosiasikan dengan perbedaan ras, kelas, gender, dan tradisi budaya.
Pasar Loak Gembong akan mengolah semua pertarungan subjektivitas
mengenai identitas satu dengan yang lainnya. Didalam ruang ketiga pasar loak ini
akan mengetahui sejauh mana identitas ini berkompetisi untuk dapat menyatukan
antara identitas yang satu dengan yang lain dengan artian dimana identitas dari
pedagang Madura dapat berkompetisi agar bisa memperoleh peleburan dari
identitas dari pedagang Jawa tersebut. Hal sebaliknya juga begitu akan terjadi
hubungan timbal balik antara pedagang Jawa terhadap pedagang Madura yang
dimana identitas asli dari Madura dapat melebur dalam identitas pedagang Jawa.
Hal ini tidak terlepas dari konstruksi subjektivisme manusia yang
mempertimbangkan apakah cocok tidak dengan identitas asli dari mereka masingmasing.
Hubungan timbal balik yang terjadi didalam ruang ketiga pasar loak
gembong ini akan membawa dampak yang cukup signifikan bagi yang melakukan
pertarungan identitas didalam ruang ini, sebab disana terjadi adanya gejolak
pendapat subjektif manusia mengenai orientasi masing-masing identitas. Didalam
pasar inilah akan terlihat bagaimana pertarungan identitas itu muncul. Dampaknya
adalah semakin terasah konstruksi subjektivitas manusia didalam hal pemilihan
dan pemilahan identitas dari etnis lain.
Bhabha mendefinisikan pembentukan identitas sebagai berikut :
“Pembentukan identitas ini ada disjungsi antara konsepsi dan
perilaku yang dimana identitas lebih ditekankan pada proses
pembentukannya daripada hasil jadinya. Kemajemukan identitas
dapat terjadi melalui percampuran ras, etnis, suku. Identitas lalu
menjadi sebuah proses negosiasi dalam kemajemukan yang
mengalami perubahan. Perubahan ini akan menjadi kekuatan untuk
dapat melakukan penguasaan terhadap sesuatu hal. Perubahan
1 Mudji, Sutrisno dan Putranto, Hendra.op.cit.hal 145

yang terjadi nantinya akan menghasilkan pemaknaan tunggal
terhadap sebuah identitas.”2
Pembentukan identitas baru pedagang Madura ini terjadi pada saat
mengalami proses peniruan yang dimana peniruan ini dialami secara langsung dan
tanpa mereka sadari bahwa mereka telah mengalami perubahan identitas yang
cukup signifikan. Hal ini didasarkan pada korelasi antara proses peleburan dan
peniruan yang telah terjadi didalam ruang lingkup pasar loak gembong.
Pembentukan identitas pada pedagang Madura terjadi pada saat terjadinya
proses hibriditas (peleburan) yang dimana didalam peleburan ini terjadi proses
peniruan (mimikri) selanjutnya proses peniruan (mimikri) ini terjadi didalam
ruang ketiga (liminalitas) yang nantinya akan menghasilkan sebuah identitas baru.
Proses pembentukan identitas ini diawali dari masuknya pedagang Madura
kedalam ruang lingkup pasar loak gembong yang dimana memiliki identitas asli.
Identitas aslinya ini berwujud bahasa, sikap, dan praktik. Bahasa asli pedagang
Madura berorientasi pada dialek Madura yang cara pengucapannya keras. Sikap
asli pedagang Madura berorientasi pada kekasaran, kurang sopan, kalau bertindak
seenaknya sendiri. Praktik asli dari pedagang Madura berorientasi pada
keberanian mereka didalam mengambil segala keputusan terutama yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Pedagang Madura
membawa identitas asli mereka kedalam ruang lingkup pasar loak ini. Tetapi
pedagang Madura menyadari bahwa didalam pasar loak ini pedagang awalnya
yang menempati wilayah ini adalah pedagang Jawa jadi pedagang Madura
menyesuaikan dengan yang sudah ada meskipun tidak sesuai dengan identitas
pribadi mereka. Perubahan identitas yang baru ini akan digunakan secara terus
menerus didalam kehidupan sehari-harinya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Secara detail kesimpulan dari hasil penelitian ini dapat dirangkum sebagai
berikut:
Hibriditas yang terjadi antara budaya Madura dengan Jawa ini
memperlihatkan adanya identitas kultural yang semakin jelas yang dapat
direalisasikan melalui persilangan budaya yang berbeda. Hibriditas ini dapat
terjadi melalui adanya hubungan kekerabatan antara pedagang Madura dengan
Jawa. Mimikri ini terlihat dari adanya peniruan bahasa (ngoko kasar dan alus
Jawa), sikap (sopan), dan praktik (lebih bisa melakukan pertimbangan dalam
membeli barang sesuai dengan kebutuhan atau tidak) yang dimiliki pedagang
Jawa yang ditiru oleh pedagang Madura. didalam ruang ketiga (liminalitas) akan
terjadi pertarungan identitas yang dimana kedua identitas yang berbeda ini akan
mempertahankan identitas asli dari mereka masing-masing. Pasar Loak Gembong
akan mengolah semua pertarungan subjektivitas mengenai identitas satu dengan
yang lainnya. Didalam ruang ketiga pasar loak ini akan mengetahui sejauh mana
identitas ini berkompetisi untuk dapat menyatukan antara identitas yang satu
2 Ibid hal 152

dengan yang lain dengan artian identitas dari pedagang Madura dapat
berkompetisi agar bisa memperoleh peleburan dari identitas dari pedagang Jawa
tersebut.
Identitas asli dari pedagang Madura tidak akan hilang tetapi hanya
bercampur dengan identitas barunya yaitu identitas dari pedagang Jawa. Identitas
baru ini merupakan hasil dari peleburan (hibriditas) antara identitas Madura
dengan Jawa. Munculnya identitas baru ini merupakan sebuah bentuk pencapaian
konstruksi subjektivisme yang nantinya dapat dipakai secara kontinuitas.
Pedagang Madura mulai merasakan bahwa sejak masuk kedalam ruang lingkup
pasar loak gembong ini saat ini mereka memiliki dua identitas yang berbeda
dengan identitas aslinya. Meskipun berbeda dengan identitas aslinya tetapi mereka
bisa mempersatukan identitas aslinya tersebut dengan identitas barunya yaitu
identitas Jawa. Pedagang Madura yang melakukan perubahan identitas ini
merasakan kenyamanan pada diri subjektif mereka yang dimana adanya
kesesuaian antara subjektivitas dirinya dengan identitas lain dari pedagang Jawa.
Dari hasil penelitian ini maka ada beberapa saran penting yang bisa
disampaikan antara lain:
1. Pedagang diharapkan menjaga cara berkomunikasi dengan konsumen
maupun antar pedagang dengan tidak membedakan dialek atau tata bahasa
yang digunakan dalam lingkungan pasar loak dan mampu mengkontrol
sikap ketika berinteraksi dengan konsumen maupun antar pedagang.
2. Paguyuban yang ada dapat difungsikan dengan maksimal, agar
terciptanya konsolidasi dan terkontrolnya hubungan antar pedagang di
pasar Loak Gembong serta diharapkan mampu sebagai tempat atau wadah
aspirasi pedagang agar terciptanya kerukunan, kekeluargaan di antara
pedagang di pasar Loak Gembong.
3. Pemerintah daerah sekitar, diharapkan mampu memberikan perhatian
lebih dan mengkontrol berjalannnya aktivitas berjualan di pasar loak
dengan mengadakan koordinasi dengan paguyuban dan pedagang yang ada
dipasar loak gembong supaya di lingkungan tersebut menjadi lingkungan
berjualan yang aman dan nyaman tanpa menggangu aktifitas berkendara di
lingkungan tersebut.
Daftar Pustaka
Alan, Gilbert dan Gugler, Josef. 2000. Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia.
Alisjahbana. 2006. Marginalisasi Sektor Informal Perkotaan. Surabaya: ITS
Press
Barker,Chris. 2006. Teori dan Praktik. Yogyakarta: Bentang.

Bhabha, K Homi. 1984. Of Mimicry and Man:The ambivalence of Colonial
Discourse Author.
Chris, Manning dan Noer Effendi, Tadjuddin. 2002. Urbanisasi, Pengangguran,
dan Sektor Informal di kota.Yayasan Obor Indonesia.
Chris, Manning dan Noer Effendi, Tajuddin. 1991. Sektor Informal dikota.
Jakarta: UI Press.
Haryanto, Sindung. Sosiologi ekonomi. 2011. Jogjakarta: Ar Ruzz Media.
Herusatoto, Budiono.2008. Simbolisme Jawa. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Idrus, Muhammad.2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Yogyakarta:Penerbit
Erlangga.
Koyano. 1996. Pengkajian Tentang Migrasi di Asia. Jogjakarta: Gajah Mada
University Press.
Kuntowijoyo. 2002. Perubahan sosial dalam masyarakat agraris Madura.
Yogyakarta: Matabangsa.
Kuswarno, Engkus. 2009. Metodologi Penelitian Komunikasi fenomenologi,
konsepsi, pedoman dan contoh penelitiannya. Bandung:Widya.
Maryati, Kun, dkk. 2000. Sosiologi. Jakarta:Erlangga.
Moleong, Lexy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Moustakas, Clark.1994. Phenomenological Research Methods.California:Sage
Publications.
Niniek, Sri Wahyuni dan Yusniati. 2007. Manusia dan Masyarakat. Jakarta :
Ganeca Exact.
Sumintarsih, Taryati, Suyami, Ambar, Sujarno. 2011. Relasi dan Jaringan Pasar
Tradisional di Kota Surabaya Jawa Timur.Yogyakarta: Balai Pelestarian
Sejarah dan Nilai Tradisional.
Sutrisno, Mudji dan Putranto, Hendra. 2004. Hermenutika Pascakolonial Soal

Identitas. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2006. Metode Penelitian Sosial: Berbagai
Alternatif Pendekatan. Jakarta:Kencana.
Wiyata, A. Latief. 2003. Kajian Antropologi Mengenai Budaya Madura. Jakarta:
CERIC-FISIP UI.