AKULTURASI GAYA HIDUP MASYARAKAT INDONES (1)
AKULTURASI GAYA HIDUP MASYARAKAT INDONESIA DALAM PRESPEKTIF
ISLAM
MAKALAH
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam
Semester Genap Tahun Akademik 2016 dengan dosen pengampu
Bapak Dr. Munawar Rahmat, M.Pd.
disusun oleh:
Abdullah Syafii
1305459
Asti Yunisa Puteri
1302050
Junio Abdi Rahman
1306757
Nadia Indah Wulandari
1306846
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2016
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
BAB I
1.1 Latar Belakang Masalah
Hadirnya agama, dalam pengertiannya yang umum dimaknai sebagai kepercayaan
terhadap kekuatan atau kekuasaan supranatural yang menguasai dan mengatur kehidupan
manusia, yang menimbulkan sikap bergantung atau pasrah pada kehendak dan kekuasaanya
dan menimbulkan perilaku dan perbuatan tertentu secara cara berkomunikasi dengan “Sang
Mahadahsyat” dan memohon pertolongan untuk mendatangkan kehidupan yang selamat dan
sejahtera. Ajaran agama diwahyukan Tuhan untuk kepentingan manusia, dan manusia tidak
diciptakan untuk kepentingan agama. Dengan bimbingan agama, diharapkan manusia
mendapatkan pegangan yang pasti dan benar dalam menjalani hidup dan membangun
peradabannya. Dengan paradigma ini maka agama adalah jalan, bukan tujuan. Agama
membimbing manusia berjalan mendekati Tuhan dan mengharap rida-Nya melalui amal
kebaikan yang berdimensi vertikal (ritual keagamaan) dan horizontal (pengabdian sosial).
Tidak ada satu agama pun yang bebas dari tradisi panjang yang dihasilkan oleh bangsa
atau masyarakat yang warganya menjadi pemeluknya. Oleh karena itu, Islam yang dipahami
dan dijalankan oleh suatu etnis atau suku pada batas tertentu bisa jadi tidak sama dengan
Islam yang dipahami dan dihayati oleh suku lainnya. Begitupula kemudian dalam wilayah
yang lebih luas, Islam yang dihayati orang-orang Timur Tengah, sampai batas tertentu,
berbeda dengan Islam yang dihayati bangsa Indonesia. Meskipun diakui bahwa terdapat
persamaan dalam kesemua varian Islam terkait dengan prinsip-prinsip dasarnya, namun
dalam praktiknya terdapat banyak variasi oleh karena adanya sentuhan budaya masingmasing wilayah.
Baik kehidupan agama maupun kehidupan budaya, keduanya berasal dari sumber yang
sama, yaitu merupakan potensi fitrah manusia, tumbuh dan berkembang secara terpadu
bersama-sama dalam proses kehidupan manusia secara nyata di muka bumi dan secara
bersama pula menyusun suatu sistem budaya dan peradaban suatu masyarakat.
Namun demikian keduanya memiliki sifat dasar yang berbeda, yaitu bahwa agama
memiliki sifat dasar “ketergantungan dan kepasrahan”, sedangkan kehidupan budaya
mempunyai sifat dasar “keaktifan dan kemandirian”. Oleh karena itu, dalam setiap fase
pertumbuhan dan perkembangannya menunjukkan adanya gejala, variasi, dan irama yang
berbeda antara lingkungan masyarakat yang satu dengan lainnya.
Oleh karenanya, untuk memulihkan citra diri manusia yang sesuai dengan kehendak
Sang Pencipta di era yang serba modern ini, maka modernisasi bagi semua pihak harus
mampu memperhatikan dan membina kehidupan rohani sesuai dengan jalan keimanan,
kodratnya sebagai manusia, dan mempunyai kebijaksanaan, rasa keadilan dan sifat sosial
yang dibutuhkan.
Gaya hidup saat ini telah menghilangkan batas-batas budaya lokal, daerah, maupun
nasional karena arus gelombang gaya hidup global dengan mudahnya berpindah-pindah
tempat melalui perantara media massa. Gaya hidup yang berkembang lebih beragam, tidak
hanya dimiliki oleh suatu masyarakat saja. Hal tersebut karena gaya hidup dapat ditularkan
dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya melalui media komunikasi (Rasyid, 2005 dalam
Sudarwati & Hastuti, 2007).
Pergeseran yang paling menonjol dari gaya hidup yang melanda kalangan remaja
Indonesia ialah gaya hidup mereka yang secara umum cenderung dipengaruhi oleh budaya
Barat. Pengaruh tersebut dapat terlihat dari cara berpakaian serba minim yang dianggap
sebagai trend berpakaian modern; penggunaan berbagai aksesoris buatan luar negeri yang
branded seperti tas, pakaian, make up, parfum, dan sepatu; kegemaran terhadap musik dan
film yang berasal dari Barat, serta mulai diterapkannya nilai-nilai pergaulan ala Barat dalam
keseharian.
Dewasa ini, gemerlap dunia remaja dipenuhi dengan beraneka macam tawaran yang
melenakan, tidak terkecuali indonesia yang sebagai negara berkembang. Melihat realita di
lapangan, dunia remaja seakan surganya manusia untuk mengekspresikan gaya dan ide.
Budaya yang terlihat mencolok adanya perkembangan adalah dunia life style, dimana kaum
remaja sekarang ini sudah dominan dikuasai oleh Barat. Negara yang notabennya dahulu
penjajah negara indonesia, sekarang kembali dan sebenarnya mereka memang tidak pernah
meninggalkan Indonesia sebagai negara jajahannya. Negara Barat memang tidak menjajah
indonesia secara fisik tetapi dengan non fisik, artinya mereka mendongkrak paradigma orang
indonesia bahwasanya indonesia adalah negara yang tertinggal dan kuno.
Hedonisme adalah satu cara yang dipropaganda oleh Barat sebagai senjata yang
empuk yang dikembangkan di indonesia, hedonisme adalah budaya orang-orang Barat yang
dikemas sedemikian sederhana dengan tawaran-tawaran mudah dan mewah yang kemudian
diberikan kepada masyarakat indonesia. Namun sebenarnyahedonisme yang dicetuskan
oleh Articulus (bapak hedonisme) tidak bermakna seperti dewasa ini, hedonidme telah
mengalami pergeseran makna atas pemahaman masyarakat menjadi suatu konsep yang hanya
berorientasi kepada materi. Inilah maknahedonisme bagi umumnya kebanyakan masyarakat
sekarang ini.
Hal ini sangat bertolak belakang sekali dengan syariat islam, dimana islam adalah
agama yang damai, agama dunia akhirat. Islam tidak hanya memandang aspek duniawi saja
tetapi juga ukhrowi. Kesenangan dunia hanyalah kesenangan sementara selama di dunia,
sedangkan kehidupan kekal adalah kehidupan akhirat. Di dunia tidak hanya kesenangan
materi dan lahir yang manusia kejar, tetapi di dunia manusia memiliki tugas sebagai khalifah
yakni memimpin diri sendiri dan manusia lain untuk kembali kepada yang menciptakan
dengan sebaik-baik keadaan dan amal ibadah yang maksimal.
Ada dua hal yang umumnya dicari oleh manusia dalam hidup ini. Yang pertama ialah
kebaikan (al-khair), dan yang kedua ialah kebahagiaan (as-sa’adah). Hanya saja setiap orang
mempunyai pandangan yang berbeda-beda ketika memahami hakikat keduanya. Perbedaan
inilah yang mendasari munculnya bermacam ragam gaya hidup manusia.
Tentu bagi seorang muslim sudah menjadi kewajiban bahwa gaya hidup yang
dilakukannya harus islami Gaya hidup islami berarti menjalani kehidupan dengan tata cara
yang telah digariskan oleh islam yang tertuang dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Bergaya
hidup Islami hukumnya wajib atas setiap Muslim, lawan dari gaya hidup islami adalah gaya
hidup jahili dan hukumnya adalah haram.
Modern, dalam pengertian ini berupa perubahan pola pikir yang menyadari akan
peringatan-peringatan dan perintah Illahi sebagaimana yang tertera dalam Firman Allah Surat
45 ayat 13, bahwa manusia harus mampu berpikir, mengerti dan memanfaatkan seluruh
potensi isi alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Disinilah letak kelebihan manusia
diberi akal oleh Allah untuk menegakkan peradaban yang juga berarti bahwa manusia harus
mampu menguasai alam, merangkai hukum untuk menegakkan peradaban. Hal ini
menunjukkan bahwa manusia diperintah untuk beriman pada Allah, kemudian memanfaatkan
kemampuan intelektualnya untuk menggali rahasia alam demi kehidupan sendiri dan seluruh
umat manusia. Tidak hanya menerima begitu saja hasil-hasil pemikiran yang merupakan
produk masa lalu (Taqlid). Hasilnya diharapkan mampu melahirkan manfaat yang disertai
dengan kebijakan dan keadilan sosial serta tegaknya peradaban (Islam) yang menjadi idaman
umat manusia. Dengan adanya keimanan yang tertanam dalam hati, manusia akan mengakui
kekurangan dan kelemahan dirinya dihadapan Allah sehingga tidak sempat menyombongkan
diri. Bahkan manusia akan selalu merendahkan diri, memohon petunjuk dan menerima kritik
dari orang lain.
Solusi dari permasalahan agama (Islam) di era modernisasi adalah membebaskan
Islam dari ajaran yang bukan dasar, sehingga pemahaman ajaran agama benar-benar murni
merupakan ajaran agama dan bukan merupakan prasangka atau penafsiran yang turun
temurun dari ulama zaman dahulu. Hingga kelak pada saat mengalami perubahan menuju
zaman modern -dimana IPTEK dan kemanusiaan memegang peranan penting- agama tidak
hanya sebagai simbol belaka tetapi lebih dari itu sebagai kekuatan etika yang menjalar ke
segenap bidang kehidupan masyarakat.
Dengan demikian, makna modernisasi dalam tataran cara berpikir demikian akan
membawa banyak kebaikan dalam masyarakat yang sekaligus dalam rangka mendekatkan
diri pada Allah. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimanfaatkan untuk mengolah dan
menguak rahasia alam raya justru akan mengantarkan diri pada keinsyafan dan keimanan
yang mendalam. Sehingga bersihlah jiwanya baik dalam berperilaku maupun dalam beramal
zariyah yang pada akhirnya makin meningkatlah rasa taqwanya pada Allah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dikemukakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan kebudayaan dalam prespektif islam?
2. Apa pengertian gaya hidup dalam prespektif modern dan islam?
3. Bagaimana fenomena akulturasi gaya hidup dalam prespektif islam?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui kebudayaan dalam prespektif islam.
2. Mengetahui gaya hidup dalam prespektif modern dan islam.
3. Mengetahui fenomena akulturasi gaya hidup dalam prespektif islam.
1.4 Manfaat
Dengan tulisan ini diharapkan semua pihak khususnya pembaca dapat memahami apakah
pengertian dari kebudayaan dalam prespektif islam, mengetahui gaya hidup dalam prespektif
modern dan islam juga mengetahui fenomena akulturasi gaya hidup dalam prespektif islam.
Walaupun tulisan ini sangat sederhana dan masih sangat jauh dari apa yang diharapkan
oleh pembaca pada umumnya karena katerbatasan ilmu dan wawasan penulis, mudahmudahan sedikit banyak dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan sebuah
referensi, bahan bacaan untuk memperkaya khasanah kepustakaan yang telah dimiliki serta
dapat memacu penulis untuk lebih banyak menggali wawasan dengan membaca literature
dan buku-buku yang berkaitan dengan hukum acara perdata khususnya, agar dalam membuat
tulisan dapat lebih berkualitas yang dapat dijadikan rujukan oleh pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Budaya dan Budaya Menurut Islam
2.1.1 Pengertian Budaya
Kata kebudayaan berasal dari (bahasa Sanskerta) yaitu "buddayah" yang merupakan
bentuk jamak dari kata "budhi" yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai "halhal yang bersangkutan dengan budi atau akal". Pengertian Kebudayaan secara umum adalah hasil
cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kompleks yang
mencakup pengetahuan, keyakinan, seni, susila, hukum adat dan setiap kecakapan, dan
kebiasaan. Sedangkan menurut definisi Koentjaraningrat yang mengatakan bahwa pengertian
kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil yang harus didapatkannya
dengan belajar dan semua itu tersusun dalam kehidupan masyarakat. Senada dengan
Koentjaraningrat, didefinisikan oleh Selo Soemardjan dan Soelaeman Soenardi, pada
bukunya Setangkai Bunga Sosiologi (Jakarta :Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 1964), hal 113, merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya,
cipta, dan rasa masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan
kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk
menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan
masyarakat.
Sifat hakikat kebudayaan adalah ciri-ciri khusus dari sebuah kebudayaan yang masingmasing masyarakat yang berbeda. Pada masyarakat Barat makan sambil berjalan, bahkan
setengah berlari adalah hal yang biasa karena bagi mereka the time is money. Hal ini jelas
berbeda dengan masyarakat timur. Jangankan makan sambil berjalan, bahkan makan berdiri saja
sudah melanggar etika. Walaupun demikian, secara garis besar, seluruh kebudayaan yang ada di
dunia ini memiliki sifat-sifat hakikat yang sama. Sifat-sifat hakikat kebudayaan sebagai berikut...
Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia.
Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu dan
tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan tingkah lakunya.
Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakantindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang, dan tindakantindakan yang diizinkan.
Semua kebudayaan senantiasa bergerak karena ia dinamis karena sebenarnya gerak
kebudayaan adalah gerak manusia itu sendiri. Gerak atau dinamika manusia sesama manusia,
atau dari satu daerah kebudayaan daerah lain, baik disengaja maupun tidak disengaja, seperti
migrasi atau pengungsian dengan sebab-sebab tertentu. Dinamika dalam membawa kebudayaan
dari suatu masyarakat ke masyarakat lain yang menyebabkan terjadinya akulturasi.
Proses akulturasi kebudayaan dalam sejarah umat manusia telah terjadi pada umat atau
bangsa-bangsa terdahulu. Dimana Adakalanya kebudayaan yang dibawa dapat dengan mudah
diterima oleh masyarakat setempat dan adakalanya ditolak, parahnya ada juga sekelompok
individu yang tetap tidak menerima kebudayaan asing walaupun mayoritas kelompok individu di
sekelilingnya sudah menjadikan kebudayaan tersebut bagian dari kebudayaannya.
Pada umumnya, unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima adalah sebagai berikut:
Unsur Kebudayaan kebendaan, seperti alat-peralatan yang terutama sangat mudah dipakai
dan dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat yang menerimanya, contohnya adalah
pada alat tulis menulis yang banyak dipergunakan orang Indonesia yang diambil dari
unsur-unsur kebudayaan barat.
Unsur-unsur yang terbukti membawa manfaat besar misalnya radio transistor yang
banyak membawa kegunaan terutama sebagai alat mass-media.
Unsur-unsur yang dengan mudah disesuaikan dengan keadaan masyarakat yang
menerima unsur-unsur tersebut, seperti mesin penggiling padi dengan biaya murah serta
pengetahuan teknis yang sederhana, dapat digunakan untuk melengkapi pabrik-pabrik
penggilingan.
Unsur-unsur kebudayaan yang sulit diterima oleh suatu masyarakat adalah sebagai berikut:
Unsur yang menyangkut sistem kepercayaan, seperti ideologi, falsafah hidup, dan lainnya
Unsur-unsur yang dipelajari pada taraf pertama proses sosialisasi. Contoh yang sangat
mudah adalah soal makanan pokok suatu masyarakat. Nasi merupakan makanan pokok
sebagian besar masyarakat indonesia sukar sekali diubah dengan makanan pokok
lainnya.
2.1.2 Kebudayaan dalam Islam
Kebudayaan secara etimologi merupakan perpaduan dari istilah “budi” yang berarti akal,
pikiran, pengertian, paham, perasaan, dan pendapat; dan “daya” yang berarti tenaga, kekuatan,
kesanggupan. Menurut terminologi kebudayaan adalah himpunan segala daya dan upaya yang
dikerjakan dengan menggunakan hasil pendapat budi, untuk memperbaiki sesuatu tujuan dalam
rangka mencapai kesempurnaan, (Agus Salim, 1954:300). Definisi kebudayaan secara khusus
dikemukakan oleh para seniman dan budayawan Islam sebagai menifestasi dari ruh, zauq, iradah,
dan amal (cipta, rasa, karsa, dan karya) dalam seluruh segi kehidupan insani sebagai fitrah,
ciptaan karunia Allah SWT. Berdasarkan definisi tersebut, dapat dipahami bahwa kebudayaan
muncul dari pengerahan semua potensi yang diberikan Allah kepada semua manusia.
Kebudayaan Islam selalu terkait dengan nilai-nilai Illahiyah yang bersumber dari ajaran kitab
suci Al-Qur’an dan Hadist, sehingga dapat dipahami bahwa kebudayaan Islam itu adalah
implementasi dari Quran dan Sunnah oleh umat Islam dalam kehidupannya, baik dalam bentuk
pemikiran, tingkah laku, maupun karya untuk kemaslahatan umat manusia dalam rangka
mendekatkan diri (taqarub) kepada Allah dan mencari keridhoaan-Nya.
Secara umum kebudayaan dapat dipahami sebagai hasil olah akal, budi,ciptarasa, karsa,
dan karya manusia. Kebudayan pasti tidak lepas dari nialai-nilai keTuhanan. Kebudayaan yang
telah terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang universal berkembang menjadi peradaban.
Dalam perkembangannya perlu dibimbing oleh wahyu dan aturan-aturan yang mengikat agar
tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber dari nafsu hewani sehingga akan merugikan
dirinya sendiri. Disini agama Islam berfungsi untuk membimbing manusia dalam
mengembangkan akal budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau
berperadaban Islam.
Sehubungan dengan hasil perkembangan kebudayaan yang dilandasi nilai-nilai ketuhanan
atau disebut sebagai peradaban Islam,maka fungsi agama disini semakin jelas. Ketika
perkembangan dan dinamika kehidupan umat manusia itu sendiri mengalami kebekuan karena
keterbatasan dalam memecahkan persoalannya sendiri, disini sangat terasa akan perlunya suatu
bimbingan wahyu.
Allah mengangkat seorang Rasul dari jenis manusia karena yang akanmenjadi sasaran
bimbingannya adalah umat manusia. Oleh sebab itu misi utama Muhammad diangkat sebagai
Rasul adalah menjadi Rahmat bagi seluruh umatmanusia dan alam. Mengawali tugas utamanya,
Nabi meletakkan dasar-dasar kebudayaan Islam yang kemudian berkembang menjadi peradaban
Islam. Ketika dakwah Islam keluar dari jazirah Arab, kemudian tersebar keseluruh dunia, maka
terjadilah suatu proses panjang dan rumit, yaitu asimilasi budaya-budaya setempat dengan nilai-
nilai Islam yang kemudian menghasilkan kebudayaan Islam. Kebudayaan ini berkembang
menjadi suatu peradaban yang diakui kebenarannya secara universal.
Islam, datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan
yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya
yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam
menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang yang tidak bermanfaat
dan membawa madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu meluruskan dan
membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan yang beradab
dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
Prinsip semacam ini, sebenarnya telah menjiwai isi Undang-undang Dasar Negara
Indonesia, pasal 32, walaupun secara praktik dan perinciannya terdapat perbedaan-perbedaan
yang sangat menyolok. Dalam penjelasan UUD pasal 32, disebutkan : “ Usaha kebudayaan harus
menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru
dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa
sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Idonesia “.
Dari situ, Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam :
Pertama : Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam.
seperti ; kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh, umpamanya,
keluarga wanita biasanya, menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas.
Kedua : Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam ,
Contoh yang paling jelas, adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan cara-cara
yang bertentangan dengan ajaran Islam , seperti lafadh “ talbiyah “ yang sarat dengan kesyirikan,
thowaf di Ka’bah dengan telanjang.
Ketiga : Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam.
Seperti, budaya “ ngaben “ yang dilakukan oleh masyarakat Bali.
Islam adalah agama yang diturunkan kepada manusia sebagai rohmat bagi alam semesta. Ajaranajarannya selalu membawa kemaslahatan bagi kehidupan manusia di dunia ini. Allah swt sendiri
telah menyatakan hal ini, sebagaimana yang tersebut dalam ( QS Toha : 2 ) : “ Kami tidak
menurunkan Al Qur’an ini kapadamu agar kam menjadi susah “. Artinya bahwa umat manusia
yang mau mengikuti petunjuk Al Qur’an ini, akan dijamin oleh Allah bahwa kehidupan mereka
akan bahagia dan sejahtera dunia dan akherat. Sebaliknya siapa saja yang membangkang dan
mengingkari ajaran Islam ini, niscaya dia akan mengalami kehidupan yang sempit dan penuh
penderitaan.
Ajaran-ajaran Islam yan penuh dengan kemaslahatan bagi manusia ini, tentunya mencakup
segala aspek kehidupan manusia. Tidak ada satupun bentuk kegiatan yang dilakukan manusia,
kecuali Allah telah meletakkan aturan-aturannya dalam ajaran Islam ini. Kebudayaan adalah
salah satu dari sisi pentig dari kehidupan manusia, dan Islampun telah mengatur dan memberikan
batasan-batasannya.Tulisan di bawah ini berusaha menjelaskan relasi antara Islam dan budaya.
Walau singkat mudah-mudahan memberkan sumbangan dalam khazana pemikian Islam.
Arti dan Hakekat Kebudayaan
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hal. 149, disebutkan bahwa: “ budaya “ adalah pikiran,
akal budi, adat istiadat. Sedang “ kebudayaan” adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin ( akal
budi ) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. Ahli sosiologi mengartikan
kebudayaan dengan keseluruhan kecakapan ( adat, akhlak, kesenian , ilmu dll). Sedang ahli
sejarah mengartikan kebudaaan sebagai warisan atau tradisi. Bahkan ahli Antropogi melihat
kebudayaan sebagai tata hidup, way of life, dan kelakuan. Definisi-definisi tersebut
menunjukkan bahwa jangkauan kebudayaan sangatlah luas. Untuk memudahkan pembahasan,
Ernst Cassirer membaginya menjadi lima aspek : 1. Kehidupan Spritual 2. Bahasa dan
Kesustraan 3. Kesenian 4. Sejarah 5. Ilmu Pengetahuan.
Aspek kehidupan Spritual, mencakup kebudayaan fisik, seperti sarana ( candi, patung nenek
moyang, arsitektur) , peralatan ( pakaian, makanan, alat-alat upacara). Juga mencakup sistem
sosial, seperti upacara-upacara ( kelahiran, pernikahan, kematian )
Adapun aspek bahasa dan kesusteraan mencakup bahasa daerah, pantun, syair, novel-novel.
Aspek seni dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu ; visual arts dan performing arts, yang
mencakup ; seni rupa ( melukis), seni pertunjukan ( tari, musik, ) Seni Teater ( wayang ) Seni
Arsitektur ( rumah,bangunan , perahu ). Aspek ilmu pengetahuan meliputi scince ( ilmu-ilmu
eksakta) dan humanities ( sastra, filsafat kebudayaan dan sejarah ).
Hubungan Islam dan Budaya
Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara agama ( termasuk Islam ) dengan budaya, kita
perlu menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini : mengapa manusia cenderung memelihara
kebudayaan, dari manakah desakan yang menggerakkan manusia untuk berkarya, berpikir dan
bertindak ? Apakah yang mendorong mereka untuk selalu merubah alam dan lingkungan ini
menjadi lebih baik ?
Sebagian ahli kebudayaan memandang bahwa kecenderungan untuk berbudaya merupakan
dinamik ilahi. Bahkan menurut Hegel, keseluruhan karya sadar insani yang berupa ilmu, tata
hukum, tatanegara, kesenian, dan filsafat tak lain daripada proses realisasidiri dari roh ilahi.
Sebaliknya sebagian ahli, seperti Pater Jan Bakker, dalam bukunya “Filsafat Kebudayaan”
menyatakan bahwa tidak ada hubungannya antara agama dan budaya, karena menurutnya, bahwa
agama merupakan keyakinan hidup rohaninya pemeluknya, sebagai jawaban atas panggilan ilahi.
Keyakinan ini disebut Iman, dan Iman merupakan pemberian dari Tuhan, sedang kebudayaan
merupakan karya manusia. Sehingga keduanya tidak bisa ditemukan. Adapun menurut para ahli
Antropologi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Drs. Heddy S. A. Putra, MA bahwa agama
merupakan salah satu unsur kebudayaan. Hal itu, karena para ahli Antropologi mengatakan
bahwa manusia mempunyai akal-pikiran dan mempunyai sistem pengetahuan yang digunakan
untuk menafsirkan berbagai gejala serta simbol-simbol agama. Pemahaman manusia sangat
terbatas dan tidak mampu mencapai hakekat dari ayat-ayat dalam kitab suci masing- masing
agama. Mereka hanya dapat menafsirkan ayat-ayat suci tersebut sesuai dengan kemampuan yang
ada.
Di sinilah, , bahwa agama telah menjadi hasil kebudayaan manusia. Berbagai tingkah laku
keagamaan, masih menurut ahli antropogi,bukanlah diatur oleh ayat- ayat dari kitab suci,
melainkan oleh interpretasi mereka terhadap ayat-ayat suci tersebut.
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa para ahli kebudayaan mempunyai pendapat
yang berbeda di dalam memandang hubungan antara agama dan kebudayaan. Kelompok pertama
menganggap bahwa Agama merupakan sumber kebudayaaan atau dengan kata lain bahwa
kebudayaan merupakan bentuk nyata dari agama itu sendiri. Pendapat ini diwakili oleh Hegel.
Kelompok kedua, yang di wakili oleh Pater Jan Bakker, menganggap bahwa kebudayaan tidak
ada hubungannya sama sekali dengan agama. Dan kelompok ketiga, yeng menganggap bahwa
agama merupakan bagian dari kebudayaan itu sendiri.
Untuk melihat manusia dan kebudayaannya, Islam tidaklah memandangnya dari satu sisi saja.
Islam memandang bahwa manusia mempunyai dua unsur penting, yaitu unsur tanah dan unsur
ruh yang ditiupkan Allah kedalam tubuhnya. Ini sangat terlihat jelas di dalam firman Allah Qs As
Sajdah 7-9 : “ ( Allah)-lah Yang memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian Dia
menciptakan keturunannya dari saripati air yan hina ( air mani ). Kemudian Dia
menyempurnakan dan meniupkan ke dalam ( tubuh )-nya roh ( ciptaan)-Nya “
Selain menciptakan manusia, Allah swt juga menciptakan makhluk yang bernama Malaikat, yang
hanya mampu mengerjakan perbuatan baik saja, karena diciptakan dari unsur cahaya. Dan juga
menciptakan Syetan atau Iblis yang hanya bisa berbuat jahat , karena diciptkan dari api.
Sedangkan manusia, sebagaimana tersebut di atas, merupakan gabungan dari unsur dua makhluk
tersebut.
Dalam suatu hadits disebutkan bahwa manusia ini mempunyai dua pembisik ; pembisik dari
malaikat , sebagi aplikasi dari unsur ruh yang ditiupkan Allah, dan pembisik dari syetan, sebagai
aplikasi dari unsur tanah. Kedua unsur yang terdapat dalam tubuh manusia tersebut, saling
bertentangan dan tarik menarik. Ketika manusia melakukan kebajikan dan perbuatan baik, maka
unsur malaikatlah yang menang, sebaliknya ketika manusia berbuat asusila, bermaksiat dan
membuat kerusakan di muka bumi ini, maka unsur syetanlah yang menang. Oleh karena itu,
selain memberikan bekal, kemauan dan kemampuan yang berupa pendengaran, penglihatan dan
hati, Allah juga memberikan petunjuk dan pedoman, agar manusia mampu menggunakan
kenikmatan tersebut untuk beribadat dan berbuat baik di muka bumi ini.
Allah telah memberikan kepada manusia sebuah kemampuan dan kebebasan untuk berkarya,
berpikir dan menciptakan suatu kebudayaan. Di sini, Islam mengakui bahwa budaya merupakan
hasil karya manusia. Sedang agama adalah pemberian Allah untuk kemaslahatan manusia itu
sendiri. Yaitu suatu pemberian Allah kepada manusia untuk mengarahkan dan membimbing
karya-karya manusia agar bermanfaat, berkemajuan, mempunyai nilai positif dan mengangkat
harkat manusia. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk selalu beramal dan berkarya, untuk
selalu menggunakan pikiran yang diberikan Allah untuk mengolah alam dunia ini menjadi
sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan manusia. Dengan demikian, Islam telah berperan
sebagai pendorong manusia untuk “ berbudaya “. Dan dalam satu waktu Islamlah yang
meletakkan kaidah, norma dan pedoman. Sampai disini, mungkin bisa dikatakan bahwa
kebudayaan itu sendiri, berasal dari agama. Teori seperti ini, nampaknya lebih dekat dengan apa
yang dinyatakan Hegel di atas.
Sikap Islam terhadap Kebudayaan
Islam, sebagaimana telah diterangkan di atas, datang untuk mengatur dan membimbing
masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah
datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam
waktu yang bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari halhal yang yang tidak bermanfaat dan membawa madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam
perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju
kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
Prinsip semacam ini, sebenarnya telah menjiwai isi Undang-undang Dasar Negara Indonesia,
pasal 32, walaupun secara praktik dan perinciannya terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat
menyolok. Dalam penjelasan UUD pasal 32, disebutkan : “ Usaha kebudayaan harus menuju ke
arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari
kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri,
serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Idonesia “.
Dari situ, Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam :
Pertama : Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam.
Dalam kaidah fiqh disebutkan : “ al adatu muhakkamatun “ artinya bahwa adat istiadat dan
kebiasaan suatu masyarakat, yang merupakan bagian dari budaya manusia, mempunyai pengaruh
di dalam penentuan hukum. Tetapi yang perlu dicatat, bahwa kaidah tersebut hanya berlaku pada
hal-hal yang belum ada ketentuannya dalam syareat, seperti ; kadar besar kecilnya mahar dalam
pernikahan, di dalam masyarakat Aceh, umpamanya, keluarga wanita biasanya, menentukan
jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas. Dalam Islam budaya itu syah-syah saja, karena
Islam tidak menentukan besar kecilnya mahar yang harus diberikan kepada wanita. Menentukan
bentuk bangunan Masjid, dibolehkan memakai arsitektur Persia, ataupun arsitektur Jawa yang
berbentuk Joglo.
Untuk hal-hal yang sudah ditetapkan ketentuan dan kreterianya di dalam Islam, maka adat
istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat tidak boleh dijadikan standar hukum. Sebagai contoh
adalah apa yang di tulis oleh Ahmad Baaso dalam sebuah harian yang menyatakan bahwa
menikah antar agama adalah dibolehkan dalam Islam dengan dalil “ al adatu muhakkamatun “
karena nikah antar agama sudah menjadi budaya suatu masyarakat, maka dibolehkan dengan
dasar kaidah di atas. Pernyataan seperti itu tidak benar, karena Islam telah menetapkan bahwa
seorang wanita muslimah tidak diperkenankan menikah dengan seorang kafir.
Kedua : Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam , kemudian di “
rekonstruksi” sehingga menjadi Islami.Contoh yang paling jelas, adalah tradisi Jahiliyah yang
melakukan ibadah haji dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran Islam , seperti lafadh “
talbiyah “ yang sarat dengan kesyirikan, thowaf di Ka’bah dengan telanjang. Islam datang untuk
meronstruksi budaya tersebut, menjadi bentuk “ Ibadah” yang telah ditetapkan aturan-aturannya.
Contoh lain adalah kebudayaan Arab untuk melantukan syair-syair Jahiliyah. Oleh Islam
kebudayaan tersebut tetap dipertahankan, tetapi direkonstruksi isinya agar sesuai dengan nilainilai Islam.
Ketiga: Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam.
Seperti, budaya “ ngaben “ yang dilakukan oleh masyarakat Bali. Yaitu upacara pembakaran
mayat yang diselenggarakan dalam suasana yang meriah dan gegap gempita, dan secara besar-
besaran. Ini dilakukan sebagai bentuk penyempurnaan bagi orang yang meninggal supaya
kembali kepada penciptanya. Upacara semacam ini membutuhkan biaya yang sangat besar. Hal
yang sama juga dilakukan oleh masyarakat Kalimantan Tengah dengan budaya “tiwah“ , sebuah
upacara pembakaran mayat. Bedanya, dalam “ tiwah” ini dilakukan pemakaman jenazah yang
berbentuk perahu lesung lebih dahulu. Kemudian kalau sudah tiba masanya, jenazah tersebut
akan digali lagi untuk dibakar. Upacara ini berlangsung sampai seminggu atau lebih. Pihak
penyelenggara harus menyediakan makanan dan minuman dalam jumlah yang besar , karena
disaksikan oleh para penduduk dari desa-desa dalam daerah yang luas. Di daerah Toraja, untuk
memakamkan orang yan meninggal, juga memerlukan biaya yang besar. Biaya tersebut
digunakan untuk untuk mengadakan hewan kurban yang berupa kerbau. Lain lagi yang
dilakukan oleh masyarakat Cilacap, Jawa tengah. Mereka mempunyai budaya “ Tumpeng
Rosulan “, yaitu berupa makanan yang dipersembahkan kepada Rosul Allah dan tumpeng lain
yang dipersembahkan kepada Nyai Roro Kidul yang menurut masyarakat setempat merupakan
penguasa Lautan selatan ( Samudra Hindia ).
Hal-hal di atas merupakan sebagian contoh kebudayaan yang bertentangan dengan ajaran Islam,
sehingga umat Islam tidak dibolehkan mengikutinya. Islam melarangnya, karena kebudayaan
seperti itu merupakan kebudayaan yang tidak mengarah kepada kemajuan adab, dan persatuan,
serta tidak mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia, sebaliknya justru merupakan
kebudayaan yang menurunkan derajat kemanusiaan. Karena mengandung ajaran yang
menghambur-hamburkan harta untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan menghinakan manusia
yang sudah meninggal dunia.
Dalam hal ini al Kamal Ibnu al Himam, salah satu ulama besar madzhab hanafi mengatakan : “
Sesungguhnya nash-nash syareat jauh lebih kuat daripada tradisi masyarakat, karena tradisi
masyarakat bisa saja berupa kebatilan yang telah disepakati, seperti apa yang dilakukan sebagian
masyarakat kita hari ini, yang mempunyai tradisi meletakkan lilin dan lampu-lampu di kuburan
khusus pada malam- malam lebaran. Sedang nash syareat, setelah terbukti ke-autentikannya,
maka tidak mungkin mengandung sebuah kebatilan. Dan karena tradisi, hanyalah mengikat
masyarakat yang menyakininya, sedang nash syare’at mengikat manusia secara keseluruhan.,
maka nash jauh lebih kuat. Dan juga, karena tradisi dibolehkan melalui perantara nash,
sebagaimana yang tersebut dalam hadits : “ apa yang dinyatakan oleh kaum muslimin baik, maka
sesuatu itu baik “
2.2 Pengertian Gaya Hidup dan Gaya Hidup Menurut Pandangan Islam
2.2.1 Pengertian Gaya Hidup
Lifestyle atau gaya hidup ini awalnya diciptakan oleh psikolog Austria Alfred Adler tahun
1929. Lebih luas saat ini arti kata tanggal dari 1961. Dalam sosiologi, gaya hidup adalah cara
seseorang hidup. Sebuah gaya hidup bundel merupakan karakteristik perilaku yang masuk akal
untuk kedua orang lain dan diri sendiri dalam suatu waktu dan tempat, termasuk hubungan
sosial, konsumsi, hiburan, dan berpakaian. Perilaku dan praktek dalam "gaya hidup" adalah
campuran kebiasaan, cara-cara konvensional dalam melakukan sesuatu, dan beralasan tindakan.
Sebuah gaya hidup biasanya juga mencerminkan sikap individu, nilai-nilai atau pandangan
dunia. Oleh karena itu, gaya hidup adalah sarana untuk menempa suatu kesadaran diri untuk
menciptakan budaya dan simbol-simbol yang beresonansi dengan identitas pribadi. Tidak semua
aspek dari gaya hidup sepenuhnya voluntaristik. Sekitarnya sosial dan sistem teknis dapat
membatasi pilihan gaya hidup yang tersedia bagi individu dan simbol-simbol ia / dia dapat
proyek untuk orang lain dan diri sendiri.
Garis antara identitas pribadi dan perbuatan-perbuatan sehari-hari sinyal bahwa gaya hidup
tertentu menjadi buram dalam masyarakat modern. Sebagai contoh, "gaya hidup hijau" berarti
memegang keyakinan dan terlibat dalam aktivitas yang mengkonsumsi sumber daya yang lebih
sedikit dan kurang menghasilkan limbah berbahaya (yaitu yang lebih kecil karbon), dan
menurunkan suatu kesadaran diri dari memegang kepercayaan ini dan terlibat dalam kegiatan ini.
Beberapa komentator berpendapat bahwa, dalam modernitas, landasan dari konstruksi gaya
hidup adalah perilaku konsumsi, yang menawarkan kemungkinan untuk menciptakan dan diri
individualize lebih lanjut dengan produk atau layanan berbeda sinyal bahwa cara hidup yang
berbeda.
2.2.2
Gaya Hidup Menurut Pandangan Islam
Dalam pandangan Islam gaya hidup tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu
Gaya Hidup Islami dan Gaya Hidup Jahiliyah.
Gaya hidup Islami mempunyai landasan yang mutlak dan kuat, yaitu Tauhid. Inilah gaya
hidup orang yang beriman. Adapun gaya hidup jahili, landasannya bersifat relatif dan rapuh,
yaitu syirik. Inilah gaya hidup orang kafir. Setiap Muslim sudah menjadi keharusan baginya
untuk memilih gaya hidup Islami dalam menjalani hidup dan kehidupan-nya. Hal ini sejalan
dengan firman Allah berikut ini:
Artinya: Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku
mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada
termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS. Yusuf: 108).
Berdasarkan ayat tersebut jelaslah bahwa bergaya hidup Islami hukumnya wajib atas setiap
Muslim, dan gaya hidup jahili adalah haram baginya. Hanya saja dalam kenyataan justru
membuat kita sangat prihatin dan sangat menyesal, sebab justru gaya hidup jahili (yang
diharamkan) itulah yang melingkupi sebagian besar umat Islam. Fenomena ini persis seperti
yang pernah disinyalir oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam . Beliau bersabda:
: لفلقالل. ك للفامرلس لوال رروومم، ليا لررسوولل اللمه: لفمقي ولل.عا مبمذلراعع
عرة لح ر لتى تلأ ورخلذ أ ر ر لممتوي مبأ لوخمذ ال ورقرروومن لقبول للها مشبوعرا مبمشبوعر لومذلرا ع
ل ل تلرقوورم ال رلسا ل
صحيح، )رواه البخاري عن أبي هريرة.)لولممن ال رلنارس مإل رل رأوللـمئلك.
Artinya: “Tidak akan terjadi kiamat sebelum umatku mengikuti jejak umat beberapa abad
sebelumnya, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta”. Ada orang yang bertanya, “Ya
Rasulullah, mengikuti orang Persia dan Romawi?” Jawab Beliau, “Siapa lagi kalau bukan
mereka?” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah z, shahih).
ا لل وي لرهوورد، ليا لررسوولل اللمه: رقل ولنا.ب تلمبوعتررموورهوم
ل لتلتر لمبلع رلن لسن للن لمون لكالن لقبول لك روم مشبوعرا مبمشبوعر لومذلرا ع
عا مبمذلراعع لح ر لتى ل لوو لدلخل رووا رج و
حلر لض ع ر
صحيح، )رواه البخاري عن أبي سعيد الخدري. لفلمون: لقالل.)لوالن رللصالرى.
Artinya: “Sesungguhnya kamu akan mengikuti jejak orang-orang yang sebelum kamu,
sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, bahkan kalau mereka masuk ke lubang
biawak, niscaya kamu mengikuti mereka”. Kami bertanya,”Ya Rasulullah, orang Yahudi dan
Nasrani?” Jawab Nabi, “Siapa lagi?” (HR. Al-Bukhari dari Abu Sa’id Al-Khudri z, shahih).
Hadits tersebut menggambarkan suatu zaman di mana sebagian besar umat Islam telah
kehilangan kepribadian Islamnya karena jiwa mere-ka telah terisi oleh jenis kepribadian yang
lain. Mereka kehilangan gaya hidup yang hakiki karena telah mengadopsi gaya hidup jenis lain.
Kiranya tak ada kehilangan yang patut ditangisi selain dari kehilangan kepribadian dan gaya
hidup Islami. Sebab apalah artinya mengaku sebagai orang Islam kalau gaya hidup tak lagi
Islami malah persis seperti orang kafir? Inilah bencana kepribadian yang paling besar.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
)رواه أبو داود وأحمد عن ابن عباس.)لمون تللشبر لله مبلقووعم لفرهلو ممن ورهوم.
Artinya: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka” (HR.
Abu Dawud dan Ahmad, dari Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu hasan).
Menurut hadits tersebut orang yang gaya hidupnya menyerupai umat yang lain (tasyabbuh)
hakikatnya telah menjadi seperti mereka. Lalu dalam hal apakah tasyabbuh itu? Al-Munawi
berkata: “Menyerupai suatu kaum artinya secara lahir berpakaian seperti pakaian mereka,
berlaku/ berbuat mengikuti gaya mereka dalam pakaian dan adat istiadat mereka”. Tentu saja
lingkup pembicaraan tentang tasyabbuh itu masih cukup luas, namun dalam kesempatan yang
singkat ini, tetap mewajibkan diri kita agar memprihatinkan kondisi umat kita saat ini.
Satu di antara berbagai bentuk tasyabbuh yang sudah membudaya dan mengakar di
masyarakat kita adalah pakaian Muslimah. Mungkin kita boleh bersenang hati bila melihat
berbagai mode busana Muslimah telah mulai bersaing dengan mode-mode busana jahiliyah.
Hanya saja masih sering kita menjumpai busana Muslimah yang tidak memenuhi standar seperti
yang dikehendaki syari’at. Busana-busana itu masih mengadopsi mode ekspose aurat sebagai ciri
pakaian jahiliyah. Adapun yang lebih memprihatinkan lagi adalah busana wanita kita pada
umumnya, yang mayoritas beragama Islam ini, nyaris tak kita jumpai mode pakaian umum
tersebut yang tidak mengekspose aurat. Kalau tidak memper-tontonkan aurat karena terbuka,
maka ekspose itu dengan menonjolkan keketatan pakaian. Bahkan malah ada yang lengkap
dengan dua bentuk itu; mempertontonkan dan menonjolkan aurat. Belum lagi kejahilan ini secara
otomatis dilengkapi dengan tingkah laku yang -kata mereka- selaras dengan mode pakaian itu.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam pernah bersabda:
ت
مصن ولفامن ممون أ لوهمل ال رلنامر ل لوم أ للررهلما؛ لقووتم لملعرهوم مسلياتط ك لأ لوذلنا م
ت لمامئل ل ت
ت رمممي ول ل ت
عامرليا ت
لومنلساءت لكامسليا ت،ب ال وبللقمر ي لوضمربروولن مبلها ال رلنالس
ت ل
خ م
)رواه مسلم عن.حلها ل لتروولجرد ممون لممسي ولرمة ك للذا لوك للذا
رررؤوورسره رلن ك لأ لوسمنلممة ال وبر و
لومإ رلن مري و ل،حلها
جن رللة لول ل ي لمجودلن مري و ل
ت ال ولمامئل لمة ل ل ي لودرخل ولن ال و ل
صحيح،)أبي هريرة.
Artinya: “Dua golongan ahli Neraka yang aku belum melihat mereka (di masaku ini) yaitu suatu
kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, mereka memukuli manusia dengan cambuk itu.
(Yang kedua ialah) kaum wanita yang berpakaian (tapi kenyataan-nya) telanjang (karena
mengekspose aurat), jalannya berlenggak-lenggok (berpenampilan menggoda), kepala mereka
seolah-olah punuk unta yang bergoyang. Mereka itu tak akan masuk Surga bahkan tak
mendapatkan baunya, padahal baunya Surga itu tercium dari jarak sedemikian jauh”. (HR.
Muslim, dari Abu Hurairah z, shahih).
Jika tasyabbuh dari aspek busana wanita saja sudah sangat memporak-porandakan
kepribadian umat, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tinggal diam. Sebab di luar sana sudah
nyaris seluruh aspek kehidupan umat bertasyabbuh kepada orang-orang kafir yang jelas-jelas
bergaya hidup jahili.
Sumber:
http://belajartanpabuku.blogspot.co.id/2014/01/pengertian-lifestyle-atau-gaya-hidup.html
http://estehmak.blogspot.co.id/2013/05/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html
https://ahmadzain.wordpress.com/2006/12/08/relasi-antara-islam-dan-kebudayaan/
ISLAM
MAKALAH
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam
Semester Genap Tahun Akademik 2016 dengan dosen pengampu
Bapak Dr. Munawar Rahmat, M.Pd.
disusun oleh:
Abdullah Syafii
1305459
Asti Yunisa Puteri
1302050
Junio Abdi Rahman
1306757
Nadia Indah Wulandari
1306846
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2016
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
BAB I
1.1 Latar Belakang Masalah
Hadirnya agama, dalam pengertiannya yang umum dimaknai sebagai kepercayaan
terhadap kekuatan atau kekuasaan supranatural yang menguasai dan mengatur kehidupan
manusia, yang menimbulkan sikap bergantung atau pasrah pada kehendak dan kekuasaanya
dan menimbulkan perilaku dan perbuatan tertentu secara cara berkomunikasi dengan “Sang
Mahadahsyat” dan memohon pertolongan untuk mendatangkan kehidupan yang selamat dan
sejahtera. Ajaran agama diwahyukan Tuhan untuk kepentingan manusia, dan manusia tidak
diciptakan untuk kepentingan agama. Dengan bimbingan agama, diharapkan manusia
mendapatkan pegangan yang pasti dan benar dalam menjalani hidup dan membangun
peradabannya. Dengan paradigma ini maka agama adalah jalan, bukan tujuan. Agama
membimbing manusia berjalan mendekati Tuhan dan mengharap rida-Nya melalui amal
kebaikan yang berdimensi vertikal (ritual keagamaan) dan horizontal (pengabdian sosial).
Tidak ada satu agama pun yang bebas dari tradisi panjang yang dihasilkan oleh bangsa
atau masyarakat yang warganya menjadi pemeluknya. Oleh karena itu, Islam yang dipahami
dan dijalankan oleh suatu etnis atau suku pada batas tertentu bisa jadi tidak sama dengan
Islam yang dipahami dan dihayati oleh suku lainnya. Begitupula kemudian dalam wilayah
yang lebih luas, Islam yang dihayati orang-orang Timur Tengah, sampai batas tertentu,
berbeda dengan Islam yang dihayati bangsa Indonesia. Meskipun diakui bahwa terdapat
persamaan dalam kesemua varian Islam terkait dengan prinsip-prinsip dasarnya, namun
dalam praktiknya terdapat banyak variasi oleh karena adanya sentuhan budaya masingmasing wilayah.
Baik kehidupan agama maupun kehidupan budaya, keduanya berasal dari sumber yang
sama, yaitu merupakan potensi fitrah manusia, tumbuh dan berkembang secara terpadu
bersama-sama dalam proses kehidupan manusia secara nyata di muka bumi dan secara
bersama pula menyusun suatu sistem budaya dan peradaban suatu masyarakat.
Namun demikian keduanya memiliki sifat dasar yang berbeda, yaitu bahwa agama
memiliki sifat dasar “ketergantungan dan kepasrahan”, sedangkan kehidupan budaya
mempunyai sifat dasar “keaktifan dan kemandirian”. Oleh karena itu, dalam setiap fase
pertumbuhan dan perkembangannya menunjukkan adanya gejala, variasi, dan irama yang
berbeda antara lingkungan masyarakat yang satu dengan lainnya.
Oleh karenanya, untuk memulihkan citra diri manusia yang sesuai dengan kehendak
Sang Pencipta di era yang serba modern ini, maka modernisasi bagi semua pihak harus
mampu memperhatikan dan membina kehidupan rohani sesuai dengan jalan keimanan,
kodratnya sebagai manusia, dan mempunyai kebijaksanaan, rasa keadilan dan sifat sosial
yang dibutuhkan.
Gaya hidup saat ini telah menghilangkan batas-batas budaya lokal, daerah, maupun
nasional karena arus gelombang gaya hidup global dengan mudahnya berpindah-pindah
tempat melalui perantara media massa. Gaya hidup yang berkembang lebih beragam, tidak
hanya dimiliki oleh suatu masyarakat saja. Hal tersebut karena gaya hidup dapat ditularkan
dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya melalui media komunikasi (Rasyid, 2005 dalam
Sudarwati & Hastuti, 2007).
Pergeseran yang paling menonjol dari gaya hidup yang melanda kalangan remaja
Indonesia ialah gaya hidup mereka yang secara umum cenderung dipengaruhi oleh budaya
Barat. Pengaruh tersebut dapat terlihat dari cara berpakaian serba minim yang dianggap
sebagai trend berpakaian modern; penggunaan berbagai aksesoris buatan luar negeri yang
branded seperti tas, pakaian, make up, parfum, dan sepatu; kegemaran terhadap musik dan
film yang berasal dari Barat, serta mulai diterapkannya nilai-nilai pergaulan ala Barat dalam
keseharian.
Dewasa ini, gemerlap dunia remaja dipenuhi dengan beraneka macam tawaran yang
melenakan, tidak terkecuali indonesia yang sebagai negara berkembang. Melihat realita di
lapangan, dunia remaja seakan surganya manusia untuk mengekspresikan gaya dan ide.
Budaya yang terlihat mencolok adanya perkembangan adalah dunia life style, dimana kaum
remaja sekarang ini sudah dominan dikuasai oleh Barat. Negara yang notabennya dahulu
penjajah negara indonesia, sekarang kembali dan sebenarnya mereka memang tidak pernah
meninggalkan Indonesia sebagai negara jajahannya. Negara Barat memang tidak menjajah
indonesia secara fisik tetapi dengan non fisik, artinya mereka mendongkrak paradigma orang
indonesia bahwasanya indonesia adalah negara yang tertinggal dan kuno.
Hedonisme adalah satu cara yang dipropaganda oleh Barat sebagai senjata yang
empuk yang dikembangkan di indonesia, hedonisme adalah budaya orang-orang Barat yang
dikemas sedemikian sederhana dengan tawaran-tawaran mudah dan mewah yang kemudian
diberikan kepada masyarakat indonesia. Namun sebenarnyahedonisme yang dicetuskan
oleh Articulus (bapak hedonisme) tidak bermakna seperti dewasa ini, hedonidme telah
mengalami pergeseran makna atas pemahaman masyarakat menjadi suatu konsep yang hanya
berorientasi kepada materi. Inilah maknahedonisme bagi umumnya kebanyakan masyarakat
sekarang ini.
Hal ini sangat bertolak belakang sekali dengan syariat islam, dimana islam adalah
agama yang damai, agama dunia akhirat. Islam tidak hanya memandang aspek duniawi saja
tetapi juga ukhrowi. Kesenangan dunia hanyalah kesenangan sementara selama di dunia,
sedangkan kehidupan kekal adalah kehidupan akhirat. Di dunia tidak hanya kesenangan
materi dan lahir yang manusia kejar, tetapi di dunia manusia memiliki tugas sebagai khalifah
yakni memimpin diri sendiri dan manusia lain untuk kembali kepada yang menciptakan
dengan sebaik-baik keadaan dan amal ibadah yang maksimal.
Ada dua hal yang umumnya dicari oleh manusia dalam hidup ini. Yang pertama ialah
kebaikan (al-khair), dan yang kedua ialah kebahagiaan (as-sa’adah). Hanya saja setiap orang
mempunyai pandangan yang berbeda-beda ketika memahami hakikat keduanya. Perbedaan
inilah yang mendasari munculnya bermacam ragam gaya hidup manusia.
Tentu bagi seorang muslim sudah menjadi kewajiban bahwa gaya hidup yang
dilakukannya harus islami Gaya hidup islami berarti menjalani kehidupan dengan tata cara
yang telah digariskan oleh islam yang tertuang dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Bergaya
hidup Islami hukumnya wajib atas setiap Muslim, lawan dari gaya hidup islami adalah gaya
hidup jahili dan hukumnya adalah haram.
Modern, dalam pengertian ini berupa perubahan pola pikir yang menyadari akan
peringatan-peringatan dan perintah Illahi sebagaimana yang tertera dalam Firman Allah Surat
45 ayat 13, bahwa manusia harus mampu berpikir, mengerti dan memanfaatkan seluruh
potensi isi alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Disinilah letak kelebihan manusia
diberi akal oleh Allah untuk menegakkan peradaban yang juga berarti bahwa manusia harus
mampu menguasai alam, merangkai hukum untuk menegakkan peradaban. Hal ini
menunjukkan bahwa manusia diperintah untuk beriman pada Allah, kemudian memanfaatkan
kemampuan intelektualnya untuk menggali rahasia alam demi kehidupan sendiri dan seluruh
umat manusia. Tidak hanya menerima begitu saja hasil-hasil pemikiran yang merupakan
produk masa lalu (Taqlid). Hasilnya diharapkan mampu melahirkan manfaat yang disertai
dengan kebijakan dan keadilan sosial serta tegaknya peradaban (Islam) yang menjadi idaman
umat manusia. Dengan adanya keimanan yang tertanam dalam hati, manusia akan mengakui
kekurangan dan kelemahan dirinya dihadapan Allah sehingga tidak sempat menyombongkan
diri. Bahkan manusia akan selalu merendahkan diri, memohon petunjuk dan menerima kritik
dari orang lain.
Solusi dari permasalahan agama (Islam) di era modernisasi adalah membebaskan
Islam dari ajaran yang bukan dasar, sehingga pemahaman ajaran agama benar-benar murni
merupakan ajaran agama dan bukan merupakan prasangka atau penafsiran yang turun
temurun dari ulama zaman dahulu. Hingga kelak pada saat mengalami perubahan menuju
zaman modern -dimana IPTEK dan kemanusiaan memegang peranan penting- agama tidak
hanya sebagai simbol belaka tetapi lebih dari itu sebagai kekuatan etika yang menjalar ke
segenap bidang kehidupan masyarakat.
Dengan demikian, makna modernisasi dalam tataran cara berpikir demikian akan
membawa banyak kebaikan dalam masyarakat yang sekaligus dalam rangka mendekatkan
diri pada Allah. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimanfaatkan untuk mengolah dan
menguak rahasia alam raya justru akan mengantarkan diri pada keinsyafan dan keimanan
yang mendalam. Sehingga bersihlah jiwanya baik dalam berperilaku maupun dalam beramal
zariyah yang pada akhirnya makin meningkatlah rasa taqwanya pada Allah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dikemukakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan kebudayaan dalam prespektif islam?
2. Apa pengertian gaya hidup dalam prespektif modern dan islam?
3. Bagaimana fenomena akulturasi gaya hidup dalam prespektif islam?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui kebudayaan dalam prespektif islam.
2. Mengetahui gaya hidup dalam prespektif modern dan islam.
3. Mengetahui fenomena akulturasi gaya hidup dalam prespektif islam.
1.4 Manfaat
Dengan tulisan ini diharapkan semua pihak khususnya pembaca dapat memahami apakah
pengertian dari kebudayaan dalam prespektif islam, mengetahui gaya hidup dalam prespektif
modern dan islam juga mengetahui fenomena akulturasi gaya hidup dalam prespektif islam.
Walaupun tulisan ini sangat sederhana dan masih sangat jauh dari apa yang diharapkan
oleh pembaca pada umumnya karena katerbatasan ilmu dan wawasan penulis, mudahmudahan sedikit banyak dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan sebuah
referensi, bahan bacaan untuk memperkaya khasanah kepustakaan yang telah dimiliki serta
dapat memacu penulis untuk lebih banyak menggali wawasan dengan membaca literature
dan buku-buku yang berkaitan dengan hukum acara perdata khususnya, agar dalam membuat
tulisan dapat lebih berkualitas yang dapat dijadikan rujukan oleh pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Budaya dan Budaya Menurut Islam
2.1.1 Pengertian Budaya
Kata kebudayaan berasal dari (bahasa Sanskerta) yaitu "buddayah" yang merupakan
bentuk jamak dari kata "budhi" yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai "halhal yang bersangkutan dengan budi atau akal". Pengertian Kebudayaan secara umum adalah hasil
cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kompleks yang
mencakup pengetahuan, keyakinan, seni, susila, hukum adat dan setiap kecakapan, dan
kebiasaan. Sedangkan menurut definisi Koentjaraningrat yang mengatakan bahwa pengertian
kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil yang harus didapatkannya
dengan belajar dan semua itu tersusun dalam kehidupan masyarakat. Senada dengan
Koentjaraningrat, didefinisikan oleh Selo Soemardjan dan Soelaeman Soenardi, pada
bukunya Setangkai Bunga Sosiologi (Jakarta :Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 1964), hal 113, merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya,
cipta, dan rasa masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan
kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk
menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan
masyarakat.
Sifat hakikat kebudayaan adalah ciri-ciri khusus dari sebuah kebudayaan yang masingmasing masyarakat yang berbeda. Pada masyarakat Barat makan sambil berjalan, bahkan
setengah berlari adalah hal yang biasa karena bagi mereka the time is money. Hal ini jelas
berbeda dengan masyarakat timur. Jangankan makan sambil berjalan, bahkan makan berdiri saja
sudah melanggar etika. Walaupun demikian, secara garis besar, seluruh kebudayaan yang ada di
dunia ini memiliki sifat-sifat hakikat yang sama. Sifat-sifat hakikat kebudayaan sebagai berikut...
Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia.
Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu dan
tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.
Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan tingkah lakunya.
Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakantindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang, dan tindakantindakan yang diizinkan.
Semua kebudayaan senantiasa bergerak karena ia dinamis karena sebenarnya gerak
kebudayaan adalah gerak manusia itu sendiri. Gerak atau dinamika manusia sesama manusia,
atau dari satu daerah kebudayaan daerah lain, baik disengaja maupun tidak disengaja, seperti
migrasi atau pengungsian dengan sebab-sebab tertentu. Dinamika dalam membawa kebudayaan
dari suatu masyarakat ke masyarakat lain yang menyebabkan terjadinya akulturasi.
Proses akulturasi kebudayaan dalam sejarah umat manusia telah terjadi pada umat atau
bangsa-bangsa terdahulu. Dimana Adakalanya kebudayaan yang dibawa dapat dengan mudah
diterima oleh masyarakat setempat dan adakalanya ditolak, parahnya ada juga sekelompok
individu yang tetap tidak menerima kebudayaan asing walaupun mayoritas kelompok individu di
sekelilingnya sudah menjadikan kebudayaan tersebut bagian dari kebudayaannya.
Pada umumnya, unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima adalah sebagai berikut:
Unsur Kebudayaan kebendaan, seperti alat-peralatan yang terutama sangat mudah dipakai
dan dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat yang menerimanya, contohnya adalah
pada alat tulis menulis yang banyak dipergunakan orang Indonesia yang diambil dari
unsur-unsur kebudayaan barat.
Unsur-unsur yang terbukti membawa manfaat besar misalnya radio transistor yang
banyak membawa kegunaan terutama sebagai alat mass-media.
Unsur-unsur yang dengan mudah disesuaikan dengan keadaan masyarakat yang
menerima unsur-unsur tersebut, seperti mesin penggiling padi dengan biaya murah serta
pengetahuan teknis yang sederhana, dapat digunakan untuk melengkapi pabrik-pabrik
penggilingan.
Unsur-unsur kebudayaan yang sulit diterima oleh suatu masyarakat adalah sebagai berikut:
Unsur yang menyangkut sistem kepercayaan, seperti ideologi, falsafah hidup, dan lainnya
Unsur-unsur yang dipelajari pada taraf pertama proses sosialisasi. Contoh yang sangat
mudah adalah soal makanan pokok suatu masyarakat. Nasi merupakan makanan pokok
sebagian besar masyarakat indonesia sukar sekali diubah dengan makanan pokok
lainnya.
2.1.2 Kebudayaan dalam Islam
Kebudayaan secara etimologi merupakan perpaduan dari istilah “budi” yang berarti akal,
pikiran, pengertian, paham, perasaan, dan pendapat; dan “daya” yang berarti tenaga, kekuatan,
kesanggupan. Menurut terminologi kebudayaan adalah himpunan segala daya dan upaya yang
dikerjakan dengan menggunakan hasil pendapat budi, untuk memperbaiki sesuatu tujuan dalam
rangka mencapai kesempurnaan, (Agus Salim, 1954:300). Definisi kebudayaan secara khusus
dikemukakan oleh para seniman dan budayawan Islam sebagai menifestasi dari ruh, zauq, iradah,
dan amal (cipta, rasa, karsa, dan karya) dalam seluruh segi kehidupan insani sebagai fitrah,
ciptaan karunia Allah SWT. Berdasarkan definisi tersebut, dapat dipahami bahwa kebudayaan
muncul dari pengerahan semua potensi yang diberikan Allah kepada semua manusia.
Kebudayaan Islam selalu terkait dengan nilai-nilai Illahiyah yang bersumber dari ajaran kitab
suci Al-Qur’an dan Hadist, sehingga dapat dipahami bahwa kebudayaan Islam itu adalah
implementasi dari Quran dan Sunnah oleh umat Islam dalam kehidupannya, baik dalam bentuk
pemikiran, tingkah laku, maupun karya untuk kemaslahatan umat manusia dalam rangka
mendekatkan diri (taqarub) kepada Allah dan mencari keridhoaan-Nya.
Secara umum kebudayaan dapat dipahami sebagai hasil olah akal, budi,ciptarasa, karsa,
dan karya manusia. Kebudayan pasti tidak lepas dari nialai-nilai keTuhanan. Kebudayaan yang
telah terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang universal berkembang menjadi peradaban.
Dalam perkembangannya perlu dibimbing oleh wahyu dan aturan-aturan yang mengikat agar
tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber dari nafsu hewani sehingga akan merugikan
dirinya sendiri. Disini agama Islam berfungsi untuk membimbing manusia dalam
mengembangkan akal budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau
berperadaban Islam.
Sehubungan dengan hasil perkembangan kebudayaan yang dilandasi nilai-nilai ketuhanan
atau disebut sebagai peradaban Islam,maka fungsi agama disini semakin jelas. Ketika
perkembangan dan dinamika kehidupan umat manusia itu sendiri mengalami kebekuan karena
keterbatasan dalam memecahkan persoalannya sendiri, disini sangat terasa akan perlunya suatu
bimbingan wahyu.
Allah mengangkat seorang Rasul dari jenis manusia karena yang akanmenjadi sasaran
bimbingannya adalah umat manusia. Oleh sebab itu misi utama Muhammad diangkat sebagai
Rasul adalah menjadi Rahmat bagi seluruh umatmanusia dan alam. Mengawali tugas utamanya,
Nabi meletakkan dasar-dasar kebudayaan Islam yang kemudian berkembang menjadi peradaban
Islam. Ketika dakwah Islam keluar dari jazirah Arab, kemudian tersebar keseluruh dunia, maka
terjadilah suatu proses panjang dan rumit, yaitu asimilasi budaya-budaya setempat dengan nilai-
nilai Islam yang kemudian menghasilkan kebudayaan Islam. Kebudayaan ini berkembang
menjadi suatu peradaban yang diakui kebenarannya secara universal.
Islam, datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada kehidupan
yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk menghancurkan budaya
yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Islam
menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari hal-hal yang yang tidak bermanfaat
dan membawa madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam perlu meluruskan dan
membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju kebudayaan yang beradab
dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
Prinsip semacam ini, sebenarnya telah menjiwai isi Undang-undang Dasar Negara
Indonesia, pasal 32, walaupun secara praktik dan perinciannya terdapat perbedaan-perbedaan
yang sangat menyolok. Dalam penjelasan UUD pasal 32, disebutkan : “ Usaha kebudayaan harus
menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru
dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa
sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Idonesia “.
Dari situ, Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam :
Pertama : Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam.
seperti ; kadar besar kecilnya mahar dalam pernikahan, di dalam masyarakat Aceh, umpamanya,
keluarga wanita biasanya, menentukan jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas.
Kedua : Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam ,
Contoh yang paling jelas, adalah tradisi Jahiliyah yang melakukan ibadah haji dengan cara-cara
yang bertentangan dengan ajaran Islam , seperti lafadh “ talbiyah “ yang sarat dengan kesyirikan,
thowaf di Ka’bah dengan telanjang.
Ketiga : Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam.
Seperti, budaya “ ngaben “ yang dilakukan oleh masyarakat Bali.
Islam adalah agama yang diturunkan kepada manusia sebagai rohmat bagi alam semesta. Ajaranajarannya selalu membawa kemaslahatan bagi kehidupan manusia di dunia ini. Allah swt sendiri
telah menyatakan hal ini, sebagaimana yang tersebut dalam ( QS Toha : 2 ) : “ Kami tidak
menurunkan Al Qur’an ini kapadamu agar kam menjadi susah “. Artinya bahwa umat manusia
yang mau mengikuti petunjuk Al Qur’an ini, akan dijamin oleh Allah bahwa kehidupan mereka
akan bahagia dan sejahtera dunia dan akherat. Sebaliknya siapa saja yang membangkang dan
mengingkari ajaran Islam ini, niscaya dia akan mengalami kehidupan yang sempit dan penuh
penderitaan.
Ajaran-ajaran Islam yan penuh dengan kemaslahatan bagi manusia ini, tentunya mencakup
segala aspek kehidupan manusia. Tidak ada satupun bentuk kegiatan yang dilakukan manusia,
kecuali Allah telah meletakkan aturan-aturannya dalam ajaran Islam ini. Kebudayaan adalah
salah satu dari sisi pentig dari kehidupan manusia, dan Islampun telah mengatur dan memberikan
batasan-batasannya.Tulisan di bawah ini berusaha menjelaskan relasi antara Islam dan budaya.
Walau singkat mudah-mudahan memberkan sumbangan dalam khazana pemikian Islam.
Arti dan Hakekat Kebudayaan
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia hal. 149, disebutkan bahwa: “ budaya “ adalah pikiran,
akal budi, adat istiadat. Sedang “ kebudayaan” adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin ( akal
budi ) manusia, seperti kepercayaan, kesenian dan adat istiadat. Ahli sosiologi mengartikan
kebudayaan dengan keseluruhan kecakapan ( adat, akhlak, kesenian , ilmu dll). Sedang ahli
sejarah mengartikan kebudaaan sebagai warisan atau tradisi. Bahkan ahli Antropogi melihat
kebudayaan sebagai tata hidup, way of life, dan kelakuan. Definisi-definisi tersebut
menunjukkan bahwa jangkauan kebudayaan sangatlah luas. Untuk memudahkan pembahasan,
Ernst Cassirer membaginya menjadi lima aspek : 1. Kehidupan Spritual 2. Bahasa dan
Kesustraan 3. Kesenian 4. Sejarah 5. Ilmu Pengetahuan.
Aspek kehidupan Spritual, mencakup kebudayaan fisik, seperti sarana ( candi, patung nenek
moyang, arsitektur) , peralatan ( pakaian, makanan, alat-alat upacara). Juga mencakup sistem
sosial, seperti upacara-upacara ( kelahiran, pernikahan, kematian )
Adapun aspek bahasa dan kesusteraan mencakup bahasa daerah, pantun, syair, novel-novel.
Aspek seni dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu ; visual arts dan performing arts, yang
mencakup ; seni rupa ( melukis), seni pertunjukan ( tari, musik, ) Seni Teater ( wayang ) Seni
Arsitektur ( rumah,bangunan , perahu ). Aspek ilmu pengetahuan meliputi scince ( ilmu-ilmu
eksakta) dan humanities ( sastra, filsafat kebudayaan dan sejarah ).
Hubungan Islam dan Budaya
Untuk mengetahui sejauh mana hubungan antara agama ( termasuk Islam ) dengan budaya, kita
perlu menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini : mengapa manusia cenderung memelihara
kebudayaan, dari manakah desakan yang menggerakkan manusia untuk berkarya, berpikir dan
bertindak ? Apakah yang mendorong mereka untuk selalu merubah alam dan lingkungan ini
menjadi lebih baik ?
Sebagian ahli kebudayaan memandang bahwa kecenderungan untuk berbudaya merupakan
dinamik ilahi. Bahkan menurut Hegel, keseluruhan karya sadar insani yang berupa ilmu, tata
hukum, tatanegara, kesenian, dan filsafat tak lain daripada proses realisasidiri dari roh ilahi.
Sebaliknya sebagian ahli, seperti Pater Jan Bakker, dalam bukunya “Filsafat Kebudayaan”
menyatakan bahwa tidak ada hubungannya antara agama dan budaya, karena menurutnya, bahwa
agama merupakan keyakinan hidup rohaninya pemeluknya, sebagai jawaban atas panggilan ilahi.
Keyakinan ini disebut Iman, dan Iman merupakan pemberian dari Tuhan, sedang kebudayaan
merupakan karya manusia. Sehingga keduanya tidak bisa ditemukan. Adapun menurut para ahli
Antropologi, sebagaimana yang diungkapkan oleh Drs. Heddy S. A. Putra, MA bahwa agama
merupakan salah satu unsur kebudayaan. Hal itu, karena para ahli Antropologi mengatakan
bahwa manusia mempunyai akal-pikiran dan mempunyai sistem pengetahuan yang digunakan
untuk menafsirkan berbagai gejala serta simbol-simbol agama. Pemahaman manusia sangat
terbatas dan tidak mampu mencapai hakekat dari ayat-ayat dalam kitab suci masing- masing
agama. Mereka hanya dapat menafsirkan ayat-ayat suci tersebut sesuai dengan kemampuan yang
ada.
Di sinilah, , bahwa agama telah menjadi hasil kebudayaan manusia. Berbagai tingkah laku
keagamaan, masih menurut ahli antropogi,bukanlah diatur oleh ayat- ayat dari kitab suci,
melainkan oleh interpretasi mereka terhadap ayat-ayat suci tersebut.
Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa para ahli kebudayaan mempunyai pendapat
yang berbeda di dalam memandang hubungan antara agama dan kebudayaan. Kelompok pertama
menganggap bahwa Agama merupakan sumber kebudayaaan atau dengan kata lain bahwa
kebudayaan merupakan bentuk nyata dari agama itu sendiri. Pendapat ini diwakili oleh Hegel.
Kelompok kedua, yang di wakili oleh Pater Jan Bakker, menganggap bahwa kebudayaan tidak
ada hubungannya sama sekali dengan agama. Dan kelompok ketiga, yeng menganggap bahwa
agama merupakan bagian dari kebudayaan itu sendiri.
Untuk melihat manusia dan kebudayaannya, Islam tidaklah memandangnya dari satu sisi saja.
Islam memandang bahwa manusia mempunyai dua unsur penting, yaitu unsur tanah dan unsur
ruh yang ditiupkan Allah kedalam tubuhnya. Ini sangat terlihat jelas di dalam firman Allah Qs As
Sajdah 7-9 : “ ( Allah)-lah Yang memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian Dia
menciptakan keturunannya dari saripati air yan hina ( air mani ). Kemudian Dia
menyempurnakan dan meniupkan ke dalam ( tubuh )-nya roh ( ciptaan)-Nya “
Selain menciptakan manusia, Allah swt juga menciptakan makhluk yang bernama Malaikat, yang
hanya mampu mengerjakan perbuatan baik saja, karena diciptakan dari unsur cahaya. Dan juga
menciptakan Syetan atau Iblis yang hanya bisa berbuat jahat , karena diciptkan dari api.
Sedangkan manusia, sebagaimana tersebut di atas, merupakan gabungan dari unsur dua makhluk
tersebut.
Dalam suatu hadits disebutkan bahwa manusia ini mempunyai dua pembisik ; pembisik dari
malaikat , sebagi aplikasi dari unsur ruh yang ditiupkan Allah, dan pembisik dari syetan, sebagai
aplikasi dari unsur tanah. Kedua unsur yang terdapat dalam tubuh manusia tersebut, saling
bertentangan dan tarik menarik. Ketika manusia melakukan kebajikan dan perbuatan baik, maka
unsur malaikatlah yang menang, sebaliknya ketika manusia berbuat asusila, bermaksiat dan
membuat kerusakan di muka bumi ini, maka unsur syetanlah yang menang. Oleh karena itu,
selain memberikan bekal, kemauan dan kemampuan yang berupa pendengaran, penglihatan dan
hati, Allah juga memberikan petunjuk dan pedoman, agar manusia mampu menggunakan
kenikmatan tersebut untuk beribadat dan berbuat baik di muka bumi ini.
Allah telah memberikan kepada manusia sebuah kemampuan dan kebebasan untuk berkarya,
berpikir dan menciptakan suatu kebudayaan. Di sini, Islam mengakui bahwa budaya merupakan
hasil karya manusia. Sedang agama adalah pemberian Allah untuk kemaslahatan manusia itu
sendiri. Yaitu suatu pemberian Allah kepada manusia untuk mengarahkan dan membimbing
karya-karya manusia agar bermanfaat, berkemajuan, mempunyai nilai positif dan mengangkat
harkat manusia. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk selalu beramal dan berkarya, untuk
selalu menggunakan pikiran yang diberikan Allah untuk mengolah alam dunia ini menjadi
sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan manusia. Dengan demikian, Islam telah berperan
sebagai pendorong manusia untuk “ berbudaya “. Dan dalam satu waktu Islamlah yang
meletakkan kaidah, norma dan pedoman. Sampai disini, mungkin bisa dikatakan bahwa
kebudayaan itu sendiri, berasal dari agama. Teori seperti ini, nampaknya lebih dekat dengan apa
yang dinyatakan Hegel di atas.
Sikap Islam terhadap Kebudayaan
Islam, sebagaimana telah diterangkan di atas, datang untuk mengatur dan membimbing
masyarakat menuju kepada kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah
datang untuk menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam
waktu yang bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari halhal yang yang tidak bermanfaat dan membawa madlarat di dalam kehidupannya, sehingga Islam
perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di masyarakat menuju
kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi derajat kemanusiaan.
Prinsip semacam ini, sebenarnya telah menjiwai isi Undang-undang Dasar Negara Indonesia,
pasal 32, walaupun secara praktik dan perinciannya terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat
menyolok. Dalam penjelasan UUD pasal 32, disebutkan : “ Usaha kebudayaan harus menuju ke
arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari
kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri,
serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Idonesia “.
Dari situ, Islam telah membagi budaya menjadi tiga macam :
Pertama : Kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam.
Dalam kaidah fiqh disebutkan : “ al adatu muhakkamatun “ artinya bahwa adat istiadat dan
kebiasaan suatu masyarakat, yang merupakan bagian dari budaya manusia, mempunyai pengaruh
di dalam penentuan hukum. Tetapi yang perlu dicatat, bahwa kaidah tersebut hanya berlaku pada
hal-hal yang belum ada ketentuannya dalam syareat, seperti ; kadar besar kecilnya mahar dalam
pernikahan, di dalam masyarakat Aceh, umpamanya, keluarga wanita biasanya, menentukan
jumlah mas kawin sekitar 50-100 gram emas. Dalam Islam budaya itu syah-syah saja, karena
Islam tidak menentukan besar kecilnya mahar yang harus diberikan kepada wanita. Menentukan
bentuk bangunan Masjid, dibolehkan memakai arsitektur Persia, ataupun arsitektur Jawa yang
berbentuk Joglo.
Untuk hal-hal yang sudah ditetapkan ketentuan dan kreterianya di dalam Islam, maka adat
istiadat dan kebiasaan suatu masyarakat tidak boleh dijadikan standar hukum. Sebagai contoh
adalah apa yang di tulis oleh Ahmad Baaso dalam sebuah harian yang menyatakan bahwa
menikah antar agama adalah dibolehkan dalam Islam dengan dalil “ al adatu muhakkamatun “
karena nikah antar agama sudah menjadi budaya suatu masyarakat, maka dibolehkan dengan
dasar kaidah di atas. Pernyataan seperti itu tidak benar, karena Islam telah menetapkan bahwa
seorang wanita muslimah tidak diperkenankan menikah dengan seorang kafir.
Kedua : Kebudayaan yang sebagian unsurnya bertentangan dengan Islam , kemudian di “
rekonstruksi” sehingga menjadi Islami.Contoh yang paling jelas, adalah tradisi Jahiliyah yang
melakukan ibadah haji dengan cara-cara yang bertentangan dengan ajaran Islam , seperti lafadh “
talbiyah “ yang sarat dengan kesyirikan, thowaf di Ka’bah dengan telanjang. Islam datang untuk
meronstruksi budaya tersebut, menjadi bentuk “ Ibadah” yang telah ditetapkan aturan-aturannya.
Contoh lain adalah kebudayaan Arab untuk melantukan syair-syair Jahiliyah. Oleh Islam
kebudayaan tersebut tetap dipertahankan, tetapi direkonstruksi isinya agar sesuai dengan nilainilai Islam.
Ketiga: Kebudayaan yang bertentangan dengan Islam.
Seperti, budaya “ ngaben “ yang dilakukan oleh masyarakat Bali. Yaitu upacara pembakaran
mayat yang diselenggarakan dalam suasana yang meriah dan gegap gempita, dan secara besar-
besaran. Ini dilakukan sebagai bentuk penyempurnaan bagi orang yang meninggal supaya
kembali kepada penciptanya. Upacara semacam ini membutuhkan biaya yang sangat besar. Hal
yang sama juga dilakukan oleh masyarakat Kalimantan Tengah dengan budaya “tiwah“ , sebuah
upacara pembakaran mayat. Bedanya, dalam “ tiwah” ini dilakukan pemakaman jenazah yang
berbentuk perahu lesung lebih dahulu. Kemudian kalau sudah tiba masanya, jenazah tersebut
akan digali lagi untuk dibakar. Upacara ini berlangsung sampai seminggu atau lebih. Pihak
penyelenggara harus menyediakan makanan dan minuman dalam jumlah yang besar , karena
disaksikan oleh para penduduk dari desa-desa dalam daerah yang luas. Di daerah Toraja, untuk
memakamkan orang yan meninggal, juga memerlukan biaya yang besar. Biaya tersebut
digunakan untuk untuk mengadakan hewan kurban yang berupa kerbau. Lain lagi yang
dilakukan oleh masyarakat Cilacap, Jawa tengah. Mereka mempunyai budaya “ Tumpeng
Rosulan “, yaitu berupa makanan yang dipersembahkan kepada Rosul Allah dan tumpeng lain
yang dipersembahkan kepada Nyai Roro Kidul yang menurut masyarakat setempat merupakan
penguasa Lautan selatan ( Samudra Hindia ).
Hal-hal di atas merupakan sebagian contoh kebudayaan yang bertentangan dengan ajaran Islam,
sehingga umat Islam tidak dibolehkan mengikutinya. Islam melarangnya, karena kebudayaan
seperti itu merupakan kebudayaan yang tidak mengarah kepada kemajuan adab, dan persatuan,
serta tidak mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia, sebaliknya justru merupakan
kebudayaan yang menurunkan derajat kemanusiaan. Karena mengandung ajaran yang
menghambur-hamburkan harta untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan menghinakan manusia
yang sudah meninggal dunia.
Dalam hal ini al Kamal Ibnu al Himam, salah satu ulama besar madzhab hanafi mengatakan : “
Sesungguhnya nash-nash syareat jauh lebih kuat daripada tradisi masyarakat, karena tradisi
masyarakat bisa saja berupa kebatilan yang telah disepakati, seperti apa yang dilakukan sebagian
masyarakat kita hari ini, yang mempunyai tradisi meletakkan lilin dan lampu-lampu di kuburan
khusus pada malam- malam lebaran. Sedang nash syareat, setelah terbukti ke-autentikannya,
maka tidak mungkin mengandung sebuah kebatilan. Dan karena tradisi, hanyalah mengikat
masyarakat yang menyakininya, sedang nash syare’at mengikat manusia secara keseluruhan.,
maka nash jauh lebih kuat. Dan juga, karena tradisi dibolehkan melalui perantara nash,
sebagaimana yang tersebut dalam hadits : “ apa yang dinyatakan oleh kaum muslimin baik, maka
sesuatu itu baik “
2.2 Pengertian Gaya Hidup dan Gaya Hidup Menurut Pandangan Islam
2.2.1 Pengertian Gaya Hidup
Lifestyle atau gaya hidup ini awalnya diciptakan oleh psikolog Austria Alfred Adler tahun
1929. Lebih luas saat ini arti kata tanggal dari 1961. Dalam sosiologi, gaya hidup adalah cara
seseorang hidup. Sebuah gaya hidup bundel merupakan karakteristik perilaku yang masuk akal
untuk kedua orang lain dan diri sendiri dalam suatu waktu dan tempat, termasuk hubungan
sosial, konsumsi, hiburan, dan berpakaian. Perilaku dan praktek dalam "gaya hidup" adalah
campuran kebiasaan, cara-cara konvensional dalam melakukan sesuatu, dan beralasan tindakan.
Sebuah gaya hidup biasanya juga mencerminkan sikap individu, nilai-nilai atau pandangan
dunia. Oleh karena itu, gaya hidup adalah sarana untuk menempa suatu kesadaran diri untuk
menciptakan budaya dan simbol-simbol yang beresonansi dengan identitas pribadi. Tidak semua
aspek dari gaya hidup sepenuhnya voluntaristik. Sekitarnya sosial dan sistem teknis dapat
membatasi pilihan gaya hidup yang tersedia bagi individu dan simbol-simbol ia / dia dapat
proyek untuk orang lain dan diri sendiri.
Garis antara identitas pribadi dan perbuatan-perbuatan sehari-hari sinyal bahwa gaya hidup
tertentu menjadi buram dalam masyarakat modern. Sebagai contoh, "gaya hidup hijau" berarti
memegang keyakinan dan terlibat dalam aktivitas yang mengkonsumsi sumber daya yang lebih
sedikit dan kurang menghasilkan limbah berbahaya (yaitu yang lebih kecil karbon), dan
menurunkan suatu kesadaran diri dari memegang kepercayaan ini dan terlibat dalam kegiatan ini.
Beberapa komentator berpendapat bahwa, dalam modernitas, landasan dari konstruksi gaya
hidup adalah perilaku konsumsi, yang menawarkan kemungkinan untuk menciptakan dan diri
individualize lebih lanjut dengan produk atau layanan berbeda sinyal bahwa cara hidup yang
berbeda.
2.2.2
Gaya Hidup Menurut Pandangan Islam
Dalam pandangan Islam gaya hidup tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu
Gaya Hidup Islami dan Gaya Hidup Jahiliyah.
Gaya hidup Islami mempunyai landasan yang mutlak dan kuat, yaitu Tauhid. Inilah gaya
hidup orang yang beriman. Adapun gaya hidup jahili, landasannya bersifat relatif dan rapuh,
yaitu syirik. Inilah gaya hidup orang kafir. Setiap Muslim sudah menjadi keharusan baginya
untuk memilih gaya hidup Islami dalam menjalani hidup dan kehidupan-nya. Hal ini sejalan
dengan firman Allah berikut ini:
Artinya: Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku
mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada
termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS. Yusuf: 108).
Berdasarkan ayat tersebut jelaslah bahwa bergaya hidup Islami hukumnya wajib atas setiap
Muslim, dan gaya hidup jahili adalah haram baginya. Hanya saja dalam kenyataan justru
membuat kita sangat prihatin dan sangat menyesal, sebab justru gaya hidup jahili (yang
diharamkan) itulah yang melingkupi sebagian besar umat Islam. Fenomena ini persis seperti
yang pernah disinyalir oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam . Beliau bersabda:
: لفلقالل. ك للفامرلس لوال رروومم، ليا لررسوولل اللمه: لفمقي ولل.عا مبمذلراعع
عرة لح ر لتى تلأ ورخلذ أ ر ر لممتوي مبأ لوخمذ ال ورقرروومن لقبول للها مشبوعرا مبمشبوعر لومذلرا ع
ل ل تلرقوورم ال رلسا ل
صحيح، )رواه البخاري عن أبي هريرة.)لولممن ال رلنارس مإل رل رأوللـمئلك.
Artinya: “Tidak akan terjadi kiamat sebelum umatku mengikuti jejak umat beberapa abad
sebelumnya, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta”. Ada orang yang bertanya, “Ya
Rasulullah, mengikuti orang Persia dan Romawi?” Jawab Beliau, “Siapa lagi kalau bukan
mereka?” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah z, shahih).
ا لل وي لرهوورد، ليا لررسوولل اللمه: رقل ولنا.ب تلمبوعتررموورهوم
ل لتلتر لمبلع رلن لسن للن لمون لكالن لقبول لك روم مشبوعرا مبمشبوعر لومذلرا ع
عا مبمذلراعع لح ر لتى ل لوو لدلخل رووا رج و
حلر لض ع ر
صحيح، )رواه البخاري عن أبي سعيد الخدري. لفلمون: لقالل.)لوالن رللصالرى.
Artinya: “Sesungguhnya kamu akan mengikuti jejak orang-orang yang sebelum kamu,
sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, bahkan kalau mereka masuk ke lubang
biawak, niscaya kamu mengikuti mereka”. Kami bertanya,”Ya Rasulullah, orang Yahudi dan
Nasrani?” Jawab Nabi, “Siapa lagi?” (HR. Al-Bukhari dari Abu Sa’id Al-Khudri z, shahih).
Hadits tersebut menggambarkan suatu zaman di mana sebagian besar umat Islam telah
kehilangan kepribadian Islamnya karena jiwa mere-ka telah terisi oleh jenis kepribadian yang
lain. Mereka kehilangan gaya hidup yang hakiki karena telah mengadopsi gaya hidup jenis lain.
Kiranya tak ada kehilangan yang patut ditangisi selain dari kehilangan kepribadian dan gaya
hidup Islami. Sebab apalah artinya mengaku sebagai orang Islam kalau gaya hidup tak lagi
Islami malah persis seperti orang kafir? Inilah bencana kepribadian yang paling besar.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
)رواه أبو داود وأحمد عن ابن عباس.)لمون تللشبر لله مبلقووعم لفرهلو ممن ورهوم.
Artinya: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka” (HR.
Abu Dawud dan Ahmad, dari Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu hasan).
Menurut hadits tersebut orang yang gaya hidupnya menyerupai umat yang lain (tasyabbuh)
hakikatnya telah menjadi seperti mereka. Lalu dalam hal apakah tasyabbuh itu? Al-Munawi
berkata: “Menyerupai suatu kaum artinya secara lahir berpakaian seperti pakaian mereka,
berlaku/ berbuat mengikuti gaya mereka dalam pakaian dan adat istiadat mereka”. Tentu saja
lingkup pembicaraan tentang tasyabbuh itu masih cukup luas, namun dalam kesempatan yang
singkat ini, tetap mewajibkan diri kita agar memprihatinkan kondisi umat kita saat ini.
Satu di antara berbagai bentuk tasyabbuh yang sudah membudaya dan mengakar di
masyarakat kita adalah pakaian Muslimah. Mungkin kita boleh bersenang hati bila melihat
berbagai mode busana Muslimah telah mulai bersaing dengan mode-mode busana jahiliyah.
Hanya saja masih sering kita menjumpai busana Muslimah yang tidak memenuhi standar seperti
yang dikehendaki syari’at. Busana-busana itu masih mengadopsi mode ekspose aurat sebagai ciri
pakaian jahiliyah. Adapun yang lebih memprihatinkan lagi adalah busana wanita kita pada
umumnya, yang mayoritas beragama Islam ini, nyaris tak kita jumpai mode pakaian umum
tersebut yang tidak mengekspose aurat. Kalau tidak memper-tontonkan aurat karena terbuka,
maka ekspose itu dengan menonjolkan keketatan pakaian. Bahkan malah ada yang lengkap
dengan dua bentuk itu; mempertontonkan dan menonjolkan aurat. Belum lagi kejahilan ini secara
otomatis dilengkapi dengan tingkah laku yang -kata mereka- selaras dengan mode pakaian itu.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam pernah bersabda:
ت
مصن ولفامن ممون أ لوهمل ال رلنامر ل لوم أ للررهلما؛ لقووتم لملعرهوم مسلياتط ك لأ لوذلنا م
ت لمامئل ل ت
ت رمممي ول ل ت
عامرليا ت
لومنلساءت لكامسليا ت،ب ال وبللقمر ي لوضمربروولن مبلها ال رلنالس
ت ل
خ م
)رواه مسلم عن.حلها ل لتروولجرد ممون لممسي ولرمة ك للذا لوك للذا
رررؤوورسره رلن ك لأ لوسمنلممة ال وبر و
لومإ رلن مري و ل،حلها
جن رللة لول ل ي لمجودلن مري و ل
ت ال ولمامئل لمة ل ل ي لودرخل ولن ال و ل
صحيح،)أبي هريرة.
Artinya: “Dua golongan ahli Neraka yang aku belum melihat mereka (di masaku ini) yaitu suatu
kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, mereka memukuli manusia dengan cambuk itu.
(Yang kedua ialah) kaum wanita yang berpakaian (tapi kenyataan-nya) telanjang (karena
mengekspose aurat), jalannya berlenggak-lenggok (berpenampilan menggoda), kepala mereka
seolah-olah punuk unta yang bergoyang. Mereka itu tak akan masuk Surga bahkan tak
mendapatkan baunya, padahal baunya Surga itu tercium dari jarak sedemikian jauh”. (HR.
Muslim, dari Abu Hurairah z, shahih).
Jika tasyabbuh dari aspek busana wanita saja sudah sangat memporak-porandakan
kepribadian umat, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tinggal diam. Sebab di luar sana sudah
nyaris seluruh aspek kehidupan umat bertasyabbuh kepada orang-orang kafir yang jelas-jelas
bergaya hidup jahili.
Sumber:
http://belajartanpabuku.blogspot.co.id/2014/01/pengertian-lifestyle-atau-gaya-hidup.html
http://estehmak.blogspot.co.id/2013/05/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html
https://ahmadzain.wordpress.com/2006/12/08/relasi-antara-islam-dan-kebudayaan/