Pengalaman Perawat dalam Memberikan Perawatan Paliatif pada Pasien Kanker di Rumah Sakit Murni Teguh Medan

  1. Kanker

  1.1 Pengertian Kanker adalah proses penyakit yang dimulai ketika sel abnormal diubah oleh mutasi genetik dari DNA selular. Sel yang abnormal membentuk suatu kumpulan dan mulai berkembang biak secara abnormal, mengabaikan sinyal yang mengatur pertumbuhan di lingkungan sekitar sel. Sel-sel yang abnormal ini dapat menyebar ke jaringan lain dan mendapatkan akses ke getah bening dan pembuluh darah sehingga sel-sel ini dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya (Hinkle & Cheever, 2013).

  Kanker merupakan suatu penyakit dimana sekelompok sel-sel yang abnormal tumbuh tidak terkendali dengan mengabaikan sinyal normal untuk pembelahan sel. Sel-sel normal terus mengikuti sinyal yang menentukan apakah sel harus membagi, berdiferensiasi menjadi sel lain atau mati. Sel-sel kanker mengembangkan tingkat otonomi dari sinyal-sinyal ini, sehingga pertumbuhan tidak terkontrol bahkan sampai menyebar ke organ lain (Hejmadi, 2010).

  1.2 Penyebab Menurut Hinkle dan Cheever (2013) akan diuraikan penyebab terjadinya penyakit kanker, yaitu :

  1.2.1 Virus dan bakteri Virus sebagai penyebab kanker pada manusia sulit untuk menentukannya karena virus sulit untuk mengisolasi. Virus diperkirakan menggabungkan diri dalam struktur genetik sel, sehingga mengubah generasi sel yang mungkin mengarah ke kanker. Sebagai contoh, virus Epstein-Barr sangat dicuragai sebagai penyebab limfoma burkitt, kanker nasofaring, dan limfoma non-hodgkin. Herpes simplex virus type II, cytomegalovirus, dan papilloma virus tipe 16, 18, 31 dan 33 yang berhubungan dengan dysplasia dan kanker serviks. Virus hepatitis B yang terlibat dengan kanker hati, lymphotropic T-sel virus dapat menjadi penyebab beberapa leukemia limfositik dan limfoma. Bakteri helicobacter pylori telah dikaitkan dengan peningkatan insiden keganasan peradangan dan cedera pada lambung.

  1.2.2 Faktor fisik Faktor fisik yang terkait dengan karsinogenesis meliputi paparan sinar matahari atau radiasi, iritasi kronis atau peradangan, dan penggunaan tembakau.

  Paparan berlebihan terhadap sinar ultraviolet dari matahari, terutama pada seseorang berkulit putih, atau bermata hijau dan biru, meningkatkan risiko kanker kulit. Faktor-faktor seperti gaya pakaian tanpa lengan atau menggunakan celana pendek, pengunaan tabir surya, pekerjaaan, kebiasaan rekresi, lingkungan termasuk kelembaban, ketinggian, semua turut berperan dalam jumlah paparan sinar ultraviolet. Terapi radiasi yang digunakan dalam pengobatan penyakit atau paparan bahan radioaktif di tempat produksi senjata nuklir atau tenaga nuklir dikaitkan dengan insiden yang lebih tinggi dari leukemia, kanker paru-paru, tulang, payudara, tiroid dan jaringan lain.

  1.2.3 Faktor kimia Sekitar 75% dari semua kanker yang diduga berhubungan dengan lingkungan. Asap tembakau dianggap sebagai karsinogen kimia yang paling mematikan, menyumbang setidaknya 30% dari kematian akibat kanker. Merokok sangat terkait dengan kanker paru-paru, kepala dan leher, kerongkongan, pankreas, leher rahim, dan kandung kemih. Tembakau juga dapat bertindak sinergis dengan zat lain, seperti alkohol, uranium, dan virus. Banyak zat kimia yang ditemukan di tempat kerja telah terbukti karsinogen dan co-karsinogen. Daftar luas diduga zat kimia terus berkembang dan mencakup pewarna anilin, pestisida, formadehydes, arsenik, ter, cadmium, benzena, dan polyvinyl chloride.

  Kebanyakan bahan kimia berbahaya menghasilkan efek beracun dengan mengubah struktur DNA di dalam tubuh yang jauh dari paparan bahan kimia.

  Organ yang paling sering terkena adalah hati, paru-paru dan ginjal dikarenakan peran organ tersebut dalam detoksifikasi kimia.

  1.2.4 Faktor genetik Hampir setiap jenis kanker telah terbukti terjadi dalam keluarga. Ini karena genetika, lingkungan bersama, dan budaya atau faktor gaya hidup. Faktor genetik memainkan peran dalam pembangunan sel kanker. Pola kromosom yang abnormal dan kanker dikaitkan dengan memiliki kromosom ekstra, terlalu sedikit kromosom, atau translokasi kromosom. Kanker tertentu dengan mendasari kelainan genetik termasuk limfoma Burkitt, leukemia myelogenous kronis, meningioma, leukemia akut, retinoblastoma, Wilms tumor, dan kanker kulit ganas termasuk melanoma. Sekitar 5% sampai 10% dari kanker dewasa dan kanak- kanak menampilkan kecenderungan pada keluarga. Pada kanker dengan predisposisi keluarga, individu dapat mengembangkan beberapa kanker secara umum, dua atau lebih kerabat tingkat pertama berbagi jenis kanker yang sama. Kanker yang berhubungan dengan warisan keluarga termasuk retinoblastoma, nephroblastoma, pheochromocytoma, neurofibromatosis ganas, payudara, ovarium, kanker endometrium, kolorektal, lambung, prostat, dan paru-paru.

  1.2.5 Faktor makanan Faktor makanan berperan sebagai penyebab kejadian kanker. Zat makanan bisa proaktif, karsinogenik, atau co-karsinogenik. Risiko kanker meningkat dengan mengkonsumsi secara jangka panjang karsinogen atau co-karsinogen atau tidak adanya kronis zat proaktif dalam makanan. Zat makanan yang terkait dapat meningkatkan risiko kanker termasuk lemak, alkohol, daging asap, makanan yang mengandung nitrat dan nitrit, dan asupan makanan kalori tinggi. Zat makanan yang dapat mengurangi risiko kanker termasuk makanan yang tinggi serat, sayuran seperti kubis, brokoli, kembang kol, makanan yang mengandung karotenoid seperti wortel, tomat, dan bayam, makanan yang mengandung vitamin E , C, seng, dan selenium. Obesitas dikaitkan dengan kanker endometrium dan kemungkinan kanker payudara pascamenopause. Obesitas juga dapat meningkatkan risiko untuk kanker usus besar, ginjal, dan kandung empedu.

  1.2.6 Faktor hormonal Pertumbuhan tumor dapat disebabkan oleh gangguan pada hormon penyeimbang, produksi hormon tubuh secara endogen atau dengan pemberian hormon eksogen. Kanker payudara, prostat, dan rahim diperkirakan tergantung pada kadar pertumbuhan hormon endogen. Dietilstilbestrol (DES) telah lama dikenal sebagai penyebab karsinoma vagina. Terapi penggantian estrogen yang berkepanjangan terkait dengan peningkatan kejadian hepatoseluler, endometrium, dan kanker payudara. Kombinasi estrogen dan progesteron muncul paling aman dalam menurunkan risiko endometrium kanker. Perubahan hormon reproduksi juga terkait dengan kejadian kanker.

  1.3 Tanda dan gejala Menurut American Cancer Society (2013) tanda dan gejala penyakit kanker, yaitu :

  1.3.1 Demam Demam adalah kejadian yang sangat umum dengan kanker, tetapi lebih sering terjadi setelah kanker telah menyebar dari tempat dimana ia dimulai.

  Hampir semua pasien dengan kanker akan mengalami demam pada beberapa waktu, terutama jika kanker atau pengobatannya mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Hal ini dapat membuat lebih sulit bagi tubuh untuk melawan infeksi. Paling sering, demam mungkin merupakan tanda awal kanker, seperti kanker darah seperti leukemia atau limfoma.

  1.3.2 Kelelahan Kelelahan yang terjadi tidak dapat segera pulih hanya dengan istirahat. Ini merupakan gejala penting karena pertumbuhan kanker. Hal ini terjadi lebih awal dalam beberapa kanker seperti leukemia. Beberapa kanker kolon atau lambung dapat menyebabkan kehilangan darah. Hal ini merupakan cara kanker untuk dapat menyebabkan kelelahan.

  1.3.3 Nyeri Nyeri merupakan gejala awal beberapa kanker seperti kanker tulang atau kanker testis. Sakit kepala yang tidak hilang atau menjadi lebih baik dengan pengobata merupakan gejala dari tumor otak. Nyeri punggung dapat merupakan gejala dari kanker usus besar, rektum, atau ovarium. Paling sering nyeri akibat kanker berarti telah menyebar atau bermetastasis dari mana kanker dimulai.

  1.3.4 Perubahan kulit Seiring dengan kanker kulit, beberapa kanker lainnya dapat menyebabkan perubahan kulit yang dapat dilihat. Tanda-tanda dan gejala termasuk: kulit yang tampak gelap (hiperpigmentasi), kulit dan mata berwarna kekuningan (jaundice), kulit kemerahan (eritema), gatal (pruritus), dan pertumbuhan rambut yang berlebihan.

  1.3.5 Perubahan pola buang air besar atau fungsi kandung kemih Sembelit jangka panjang, diare, atau perubahan ukuran tinja mungkin merupakan tanda dari kanker usus besar. Nyeri saat buang air kecil, darah dalam urin, atau perubahan fungsi kandung kemih, seperti perlu buang air lebih sering dari biasanya dapat dikaitkan dengan kandung kemih atau kanker prostat.

  1.3.6 Luka yang tidak kunjung sembuh Kanker kulit dapat berdarah dan terlihat seperti luka yang tidak kunjung sembuh. Sebuah luka yang tidak kunjug sembuh di mulut bisa menjadi kanker mulut. Hal ini harus ditangani dengan segera, terutama pada orang yang merokok, mengunyah tembakau, atau sering minum alkohol. Luka pada penis atau vagina dapat berupa tanda-tanda infeksi atau kanker dini.

  1.3.7 Bintik-bintik putih di lidah dan mulut Bercak putih di dalam mulut dan bintik-bintik putih di lidah mungkin leukoplakia. Leukoplakia adalah daerah pra-kanker yang disebabkan oleh sering iritasi. Hal ini sering disebabkan oleh merokok atau penggunaan tembakau lainnya. Orang yang merokok pipa atau menggunakan tembakau beresiko tinggi untuk leukoplakia. Jika tidak diobati, leukoplakia bisa menjadi kanker mulut.

  1.3.8 Perdarahan Perdarahan yang tidak biasa bisa terjadi pada kanker dini atau lanjut.

  Batuk darah di sputum merupakan tanda dari kanker paru-paru. Darah dalam tinja yang dapat terlihat seperti tinja sangat gelap atau hitam bisa menjadi tanda dari usus besar atau kanker rektum. Kanker serviks atau endometrium dapat menyebabkan perdarahan vagina abnormal. Darah dalam urin merupakan tanda dari kandung kemih atau kanker ginjal. Darah yang keluar dari puting tanda kanker payudara.

  1.3.9 Benjolan Banyak kanker dapat dirasakan melalui kulit. Kanker ini kebanyakan terjadi pada payudara, testis, kelenjar getah bening (kelenjar), dan jaringan lunak tubuh. Sebuah benjolan atau penebalan merupakan tanda awal atau akhir dari kanker. Kanker payudara muncul dengan kulit merah atau menebal serta adanya tonjolan.

  1.4 Pencegahan kanker Beberapa tahun terakhir ahli medis maupun para peneliti telah menempatkan penekanan yang lebih besar pada pencegahan primer dan sekunder.

  Pencegahan primer bersangkutan dengan mengurangi risiko kanker pada orang sehat sedangkan pencegahan sekunder melibatkan deteksi dan skrining untuk mencapai diagnosis dini dan intervensi yang cepat untuk menghentikan proses kanker (Hinkle & Cheever, 2013). Beberapa hal yang dapat mencegah kanker, yaitu :

  1.4.1 Pencegahan primer Dengan mengakui sisi pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mendidik masyarakat tentang risiko kanker, perawat di semua bidang memainkan peran kunci dalam pencegahan kanker. Membantu pasien untuk menghindari karsinogen diketahui adalah salah satu cara untuk mengurangi risiko kanker. Cara lain yaitu dengan melibatkan perubahan gaya hidup dimana penelitian menunjukkan perubahan pengaruh pada risiko kanker. Beberapa uji klinis telah dilakukan untuk mengidentifikasi obat yang dapat membantu untuk mengurangi kejadian tertentu jenis kanker. Sebuah studi pencegahan kanker payudara didukung oleh National Cancer Institute telah dilakukan di beberapa pusat kesehatan di seluruh negeri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa obat tamoxifen dapat mengurangi kejadian kanker payudara sebesar 49% pada wanita pascamenopause diidentifikasi sebagai berisiko tinggi untuk kanker payudara.

  Perawat dapat menggunakan konseling serta keterampilan mereka untuk mendorong pasien untuk berpartisipasi dalam program pencegahan kanker dan untuk mempromosikan gaya hidup sehat (Hinkle & Cheever, 2013).

  1.4.2 Pencegahan sekunder Pemahaman berkembang tentang peran genetika dalam pembangunan sel kanker telah memberikan kontribusi terhadap upaya pencegahan dan pemeriksaan.

  Individu yang mewarisi mutasi genetik tertentu memiliki peningkatan kerentanan terhadap kanker. Sebagai contoh, individu yang memiliki keluarga adenomatosis poliposis memiliki peningkatan risiko untuk kanker usus besar. Untuk memberikan pendidikan individual dan rekomendasi untuk terus pengawasan dan perawatan pada populasi berisiko tinggi, perawat perlu mengikuti perkembangan berkelanjutan di bidang genetika dan kanker. Banyak pusat kanker seluruh negeri yang menawarkan evaluasi risiko kanker, program yang inovatif dalam menyediakan skrining dan tindak lanjut untuk individu yang ditemukan berada pada risiko tinggi untuk kanker.

  Kesadaran masyarakat tentang perilaku untuk meningkatkan kesehatan dapat ditingkatkan dalam berbagai cara yaitu dengan pendidikan kesehatan dan program pemeliharaan kesehatan yang disponsori oleh organisasi masyarakat. Meskipun program pencegahan primer dapat fokus pada bahaya penggunaan tembakau atau pentingnya gizi sedangkan program pencegahan sekunder dapat mempromosikan pemeriksaan payudara serta pemeriksaan dini. Banyak organisasi melakukan kegiatan skrining kanker yang berfokus pada kanker dengan tingkat insiden tertinggi atau mereka yang telah meningkatkan kelangsungan hidup jika didiagnosis dini, seperti payudara atau kanker prostat (Hinkle & Cheever, 2013).

  1.5 Penatalaksanaan Pilihan pengobatan yang ditawarkan untuk pasien kanker harus didasarkan pada tujuan yang realistis dan dapat dicapai untuk setiap jenis kanker tertentu.

  Berbagai tujuan pengobatan yang mungkin yaitu mencakup penyembuhan, memperpanjang kelangsungan hidup, penahanan pertumbuhan sel kanker, atau menghilangkan gejala terkait dengan penyakit. Menurut Hinkle dan Cheever (2013) penatalaksanan penyakit kanker, meliputi :

  1.5.1 Pembedahan Operasi pengangkatan seluruh kanker merupakan pilihan yang ideal dan paling sering digunakan sebagai metode pengobatan. Pendekatan bedah tertentu, mungkin berbeda untuk beberapa alasan. Operasi diagnostik adalah metode definitif untuk mengidentifikasi karakteristik seluler yang mempengaruhi semua keputusan pengobatan. Pembedahan merupakan metode primer dalam pengobatan, atau mungkin profilaksis, paliatif, atau rekonstruktif.

  1.5.2 Terapi radiasi Dalam terapi radiasi, radiasi pengion digunakan untuk mengganggu pertumbuhan sel. Lebih dari setengah pasien kanker menerima bentuk terapi radiasi di beberapa titik selama pengobatan. Radiasi dapat digunakan untuk mengobati kanker, seperti pada penyakit Hodgkin, testis seminoma, karsinoma tiroid, kanker lokal dari kepala dan leher, dan kanker serviks. Terapi radiasi juga dapat digunakan untuk mengontrol penyakit ganas ketika tumor tidak dapat diangkat melalui pembedahan atau ketika metastasis nodal lokal ini, atau dapat digunakan sebagai profilaksis untuk mencegah infiltrasi leukemia ke otak atau sumsum tulang belakang. Terapi radiasi paliatif digunakan untuk meringankan gejala penyakit metastatik, terutama ketika kanker telah menyebar ke otak, tulang, atau jaringan lunak, atau untuk mengobati keadaan darurat onkologi, seperti superior vena cava syndrome atau kompresi sumsum tulang belakang.

  Dua jenis pengion sinar radiasi elektromagnetik (sinar-x dan sinar gamma) dan partikel (elektron partikel beta, proton, neutron, dan partikel alpha), dapat menyebabkan gangguan jaringan. Kebanyakan gangguan jaringan berbahaya adalah perubahan molekul DNA dalam sel-sel dari jaringan. Radiasi pengion heliks DNA, menyebabkan kematian sel. Radiasi pengion juga dapat mengionisasi konstituen cairan tubuh, terutama air, yang mengarah pada pembentukan radikal bebas dan ireversibel merusak DNA. Jika DNA tidak mampu memperbaiki, sel akan mati segera atau mungkin memulai membunuh sel (apoptosis).

  1.5.3 Kemoterapi Pada kemoterapi, agen antineoplastik digunakan dalam upaya untuk menghancurkan sel-sel tumor dengan mengganggu fungsi sel dan reproduksi.

  Kemoterapi digunakan terutama untuk mengobati sistemik penyakit daripada lesi yang lokal dan untuk operasi atau radiasi. Kemoterapi dapat dikombinasikan dengan operasi atau terapi radiasi, atau keduanya, untuk mengurangi ukuran tumor sebelum operasi, untuk menghancurkan sel-sel tumor yang tersisa pasca operasi, atau untuk mengobati beberapa bentuk leukemia. Tujuan dari kemoterapi penyembuhan, kontrol, dan paliatif harus realistis karena mereka akan menentukan obat yang akan digunakan dan agresivitas rencana pengobatan. Sel membunuh dan siklus sel setiap kali tumor terkena agen kemoterapi, persentase sel tumor 20% sampai 99%, tergantung pada dosis hancur. Dosis berulang kemoterapi diperlukan lebih dari satu waktu lama untuk mencapai regresi tumor.

  Pemberantasan 100% dari tumor hampir mustahil, tapi tujuan pengobatan adalah untuk memberantas tumor sehingga sel tumor yang tersisa dapat dihancurkan oleh sistem kekebalan tubuh.

  1.5.4 Transplantasi sumsum tulang Meskipun operasi, terapi radiasi, dan kemoterapi telah meningkatkan kelangsungan hidup untuk pasien kanker, banyak kanker yang awalnya mengalami kekambuhan. Hal ini berlaku dari kanker hematologi yang mempengaruhi sumsum tulang dan tumor padat kanker diobati dengan dosis yang lebih rendah dari antineoplastics untuk mengampuni sumsum tulang dari yang lebih besar, dosis ablatif kemoterapi atau terapi radiasi. Peran transplantasi sumsum tulang (BMT) untuk keganasan serta beberapa penyakit non ganas terus berkembang. Proses untuk memperoleh sel donor telah berkembang selama beberapa tahun. Sel donor dapat diperoleh dari jaringan sumsum tulang di bawah anestesi umum di ruang operasi.

  Sebuah metode baru, yang disebut sebagai transplantasi sel induk darah perifer (PBSCT), sudah digunakan secara luas. Metode pengumpulan menggunakan apheresis dari donor untuk mengumpulkan sel yang akan reinfusi. Hal ini dianggap lebih aman dan lebih efektif. Alogenik BMT digunakan terutama untuk penyakit sumsum tulang, tergantung pada ketersediaan leukosit dan antigen yang cocok untuk donor. Keuntungan untuk alogenik BMT adalah bahwa transplantasi sel-sel tidak harus toleran terhadap keganasan dan immunologi pasien. Penerima harus menjalani dosis ablatif dari kemoterapi dan mungkin jumlah iradiasi tubuh untuk menghancurkan semua yang ada. Donor dipanen kemudian sumsum diinfuskan secara intravena ke penerima dan perjalanan ke situs dalam tubuh di mana ia menghasilkan sumsum tulang dan menetapkan sendiri. Ini pembentukan sumsum tulang baru yang dikenal sebagai engraftment. Setelah engraftment selesai 2 sampai 4 minggu, sumsum tulang baru menjadi fungsional dan mulai memproduksi sel-sel darah merah, leukosit, dan trombosit.

  1.5.5 Terapi gen Kemajuan teknologi dan informasi yang diperoleh melalui penelitian genetika telah membantu peneliti dan dokter dalam memprediksi, mendiagnosis, dan mengobati kanker. Terapi gen termasuk pendekatan yang memperbaiki cacat genetik atau memanipulasi gen untuk menginduksi kerusakan sel tumor dengan harapan mencegah atau memerangi penyakit. Sel somatik yaitu sel yang tidak terkandung dalam embrio atau dijadikan untuk menjadi terapi gen pada sel telur atau sperma. Jenis terapi melibatkan penyisipan dari gen diinginkan ke dalam sel target. Meskipun terapi gen saat diteliti, peneliti memprediksi itu akan memiliki dampak besar pada perawatan medis dan kesehatan di abad ke-21. Lebih dari 100 uji klinis untuk terapi gen dalam mengobati kanker telah dimulai. Contoh dari salah satu percobaan tersebut melibatkan memasukkan gen supresor tumor p53 dalam sel-sel kanker. Biasanya gen ini bertanggung jawab untuk memperbaiki yang rusak sel atau menyebabkan kematian sel ketika sel tidak dapat diperbaiki. Banyak jenis sel kanker telah bermutasi gen p53 yang kemudian mengarah pertumbuhan sel yang tidak terkendali. Penyisipan gen p53 yang normal dapat menyebabkan baik kematian sel kanker atau memperlambat pertumbuhan tumor. Pendekatan ini telah diuji pada kanker paru-paru, kepala dan leher, dan kanker usus besar.

  2. Perawatan Paliatif

  2.1 Pengertian Perawatan paliatif merupakan perawatan yang diberikan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien yang memiliki penyakit serius atau yang mengancam jiwa, seperti kanker. Tujuan dari perawatan paliatif adalah untuk mencapai kualitas hidup yang baik bagi seseorang yang memiliki hambatan untuk terus hidup akibat suatu penyakit dan memberikan dukungan bagi keluarga (National Cancer Institute, 2010).

  World Health Organization (2010) menyatakan bahwa perawatan paliatif

  merupakan perawatan total secara aktif bagi tubuh, pikiran, dan jiwa serta melibatkan pemberian dukungan kepada keluarga. Hal ini dimulai ketika penyakit didiagnosis dan terlepas dari pasien menerima atau tidak menerima pengobatan yang diarahkan pada penyakit.

  Menurut Becker, (2009) perawatan paliatif merupakan perawatan yang aktif dan holistik dan diberikan sejalan dengan kemajuan penyakit. Perawatan paliatif diberikan dari awal penyakit didiagnosis, menjalani pengobatan, serta kematian dan proses berkabung. Perawatan paliatif mencakup bagaimana memanajemen gejala dan nyeri, memberikan dukungan sosial dan spiritual.

  Perawatan paliatif merupakan perawatan yang dicapai dengan efektif dengan mengelola rasa sakit dan hal lainnya yang membuat tidak nyaman seperti kelelahan, dyspnea, mual, muntah, gelisah, sembelit, anoreksia, depresi, kebingungan, serta menyediakan psikologis dan perawatan spiritual dari awal di diagnosis dan terus sepanjang seluruh program pengobatan dalam kehidupan pasien. Perawatan paliatif tidak berfokus untuk menunda kematian tetapi berusaha untuk membimbing dan membantu pasien serta keluarga dalam membuat keputusan yang dapat memaksimalkan kualitas hidup mereka (Palliative Care

  Australia, 2014).

  2.2 Prinsip Perawatan Paliatif Perawatan paliatif harus tersedia bagi semua orang terlepas dari penyakit mereka. Penyediaan pelayanan harus memiliki fokus tim multidisiplin dan memastikan kesinambungan perawatan bagi pasien dan keluarga. Becker (2009) menyatakan bahwa prinsip-prinsip dasar dalam memberikan perawatan paliatif meliputi : 2.2.1 Menghormati dan menghargai pasien serta keluarga.

  Dalam memberikan perawatan paliatif, perawat harus menghargai dan menghormati keinginan pasien dan keluarga. Berkonsultasi dengan keluarga mengenai rencana perawatan harus menghormati pasien yang sedang sakit dimulai dari awal diagnosa sampai pada tahap pengobatan. Sesuai dengan prinsip menghormati, informasi tentang perawatan paliatif harus tersedia dan keluarga dapat memilih untuk memulai rujukan untuk program perawatan paliatif.

  Kebutuhan keluarga juga harus diperhatikan baik selama sakit dan setelah kematian pasien untuk mempersiapkan kemampuannya dalam menghadapi cobaan hidup.

  2.2.2 Kesempatan atau hak untuk mendapatkan kepuasan dan perawatan paliatif yang pantas.

  Petugas kesehatan harus memberikan kesempatan kepada terapi untuk mengurangi rasa sakit dan gejala fisik lainnya, sehingga memungkinkan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Terapi tersebut mencakup pendidikan, konseling keluarga, dukungan teman sebaya, terapi musik, dukungan spiritual untuk keluarga dan serta perawatan menjelang kematian.

  2.2.3 Mendukung pemberi perawatan (caregiver) Pelayanan perawatan yang profesional harus didukung oleh tim perawatan paliatif, rekan kerja dan institusi untuk penanganan proses berduka dan kematian.

  Dukungan dari institusi seperti konseling rutin dengan ahli psikologi.

  2.2.4 Pengembangan profesi dan dukungan sosial untuk perawatan paliatif. Peraturan, keuangan, dan pengetahuan sering menjadi hambatan keluarga untuk mendapatkan kesempatan untuk layanan perawatan paliatif. Pendidikan tenaga profesional dan masyarakat dapat mendorong kesadaran perlunya nilai dan perawatan paliatif sehingga hal ini diupayakan untuk mengatasi hambatan dalam memberikan perawatan paliatif. Penyuluhan kepada masyarakat tentang kesadaran akan kebutuhan perawatan dan nilai perawatan paliatif serta usaha untuk mempersiapkan serta memperbaiki hambatan secara ekonomi.

  2.2.5 Pengembangan perawatan paliatif melalui penelitian dan pendidikan. Penelitian klinis mengenai efektivitas dan manfaat dari intervensi perawatan paliatif dan model penyediaan layanan harus dipromosikan. Selain itu, informasi tentang perawatan paliatif yang sudah tersedia harus efektif disebarkan dan dimasukkan ke dalam pendidikan dan praktek klinis.

  2.3 Tim perawatan paliatif Tim perawatan paliatif merupakan kolaborasi multidisiplin dan biasanya mencakup seorang dokter dan perawatan senior bersama dengan satu atau lebih pekerja sosial dan ahli agama, sebagai tambahan tim tersebut dibantu teman sejawat dari gizi dan rehabilitasi, seperti fisioterapis atau petugas terapi okupasi dan terapis pernafasan (Campbell, 2013).

  Karena tidak ada satu orang dapat memberikan semua yang diperlukan dalam memberikan dukungan bagi pasien dan keluarga, perawatan paliatif adalah perawatan yang terbaik dengan menggunakan pendekatan multidisipliner. Tim perawatan paliatif terdiri dari dokter, perawat, pekerja sosial beserta dengan apoteker, ahli gizi, pendeta, dan profesional medis lainnya. Anggota tim paliatif juga mencakup pasien dan atau pengasuh keluarganya. Tim perawatan paliatif bekerjasama dengan pengasuh keluarga, dokter yang biasa menangani anggota keluarga, dan orang lain yang terlibat dalam perawatan pasien (Center to Advance

  Palliative Care, 2013).

  Menurut Pamela (2005) fokus dari tim perawatan paliatif adalah dukungan tim, perawatan berkualitas, dan memastikan kesinambungan perawatan untuk pasien dan keluarga dari rumah sakit ke rawat jalan, dan kunjungan rumah. Dalam memberikan perawatan paliatif, tim paliatif memiliki standar yaitu harus mencakup mekanisme untuk memastikan transisi yang baik dalam masa perawatan pasien, menyediakan minimal satu orang yang konsisten dalam mengasuh pasien, menyediakan tenaga kesehatan yang ahli dan menyediakan perawatan paliatif 24 jam sehari atau 365 hari dalam setahun (American Academy

  of Pediatric, 2000).

  Pendekatan 24 jam dalam 7 hari untuk perawatan pasien dengan kebutuhan perawatan paliatif dihargai oleh keluarga, keluarga merasa lebih menjalin hubungan yang erat dengan para tenaga profesional sehingga lebih mudah untuk berbicara mengenai hal-hal yang sulit (Maynard & Lynn, 2014).

  Menurut Hockenberry, Wilson, & Wong (2013) pasien dengan penyakit kronis progresif awalnya menerima layanan perawatan paliatif sebagai koordinasi pelayanan antara pasien rawat jalan dan dokter yang diberikan oleh lembaga masyarakat di rumah. Keadaan lokasi perawatan penyakit penting untuk memfokuskan pada intervensi yang membahas semua aspek pasien dan kenyamanan keluarga. Hal ini memerlukan perhatian untuk kenyamanan fisik pasien dan kebutuhan sosial, emosional dan spiritual pasien serta keluarga. Berdasarkan hasil keputusan oleh pasien dan keluarga mengenai keinginan untuk perawatan, ada beberapa pilihan untuk tempat perawatan yang dapat dipilih keluarga, meliputi :

  2.4.1 Dirumah sakit Keluarga dapat memilih untuk tetap berada di rumah sakit untuk menerima perawatan jika pasien sakit atau kondisi pasien tidak stabil. Perawatan di rumah bukanlah suatu pilihan jika kondisi pasien dalam keadaan sakit dan memerlukan pengawasan yang ketat. Jika sebuah keluarga memilih untuk tetap berada di rumah sakit untuk perawatan terminal pada pasien maka pengaturan kamar harus dibuat seperti keadaan di rumah. Selain itu, dalam memberikan perawatan harus ada rencana yang konsisten dan terkoordinasi dengan melibatkan keluarga.

  2.4.2 Dirumah Beberapa keluarga dapat memilih untuk membawa anggota keluarga mereka ke rumah dengan menerima jasa perawatan di rumah. Umumnya layanan ini memerlukan jadwal kunjungan perawatan untuk memberikan pengobatan, peralatan yang dibutuhkan, atau persediaan obat-obatan. Perawatan di rumah adalah pilihan yang paling sering dipilih oleh keluarga karena pandangan tradisional yang mengharuskan penderita kanker yang memiliki harapan hidup kurang dari 6 bulan maka harus dirawat dekat dengan keluarga.

  2.4.3 Di Hospice care

   Hospice care merupakan pelayanan kesehatan yang mengkhususkan diri

  dalam kasus kematian pasien dengan menggabungkan filosofi hospice care dengan prinsip-prinsip perawatan paliatif. Filosofi hospice care menganggap kematian sebagai proses yang alami dan perawatan pasien yang sekarat termasuk pengelolaan kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual penderita kanker serta keluarga. Layanan di hospice care menyediakan home visit dan kunjungan dari pekerja sosial, pemuka agama, dan dokter. Obat-obatan, peralatan medis dan apapun yang diperlukan semua sudah dikoordinasikan oleh organisasi rumah sakit pemberi perawatan.

  Perawat memiliki peranan penting dalam memberikan dukungan untuk keluarga di seluruh penyakit penderita kanker, mengelola gejala (Mackenzie & Mac Callam, 2009), menyediakan perawatan yang cukup dan membantu dalam proses berkabung saat pasien meninggal (Davies, 2003). Menurut Matzo & Sherman (2014) peran perawat paliatif meliputi :

  2.5.1 Praktik di klinik Perawat memiliki kemampuan untuk memahami dan mengevaluasi nyeri beserta keluhan dari nyeri yang dialami pasien. Perawat dapat berkolaborasi dengan tim profesional lainnya dalam mengembangkan dan menerapkan perencanaan perawatan yang komprenhensif. Perawat mengidentifikasi pendekatan baru dalam mengatasi nyeri dan dikembangkan sesuai dengan standar rumah sakit sehingga dapat dipraktekkan sesuai dengan aturan di rumah sakit.

  2.5.2 Pendidik Perawat memahami filosofi yang komplek, etik dan diskusi dalam membantu pasien dan keluarga di dalam penatalaksanaan pasien di klinik sehingga semua tim perawatan dapat mencapai hasil yang baik. Perawat menunjukkan dasar keilmuannya yang meliputi mengatasi nyeri nueropatik, potensi jika terjadi konflik peran dengan profesi lainnya, mengatasi rasa beduka dan kehilangan. Perawat pendidik serta tim perawatan lainnya seperti farmasi, sesuai dengan pedoman dari tim perawatan paliatif maka memberikan perawatan yang khusus dalam mengunakan obat-obatan intravena untuk mengatasi nyeri neuropati yang sulit diatasi.

  2.5.3 Peneliti Perawat menghasilkan pengetahuan dari hasil sebuah penelitian dan terbukti dalam praktek. Perawat menyelidiki dengan strategi penelitian terpadu dalam pelayan paliatif misalnya penggunaan obat-obatan intravena dalam mengatasi nyeri neuropati.

  2.5.4 Kolaborator Perawat melakukan pengkajian untuk mengkaji bio-psiko-sosial-spiritual serta intervesinya. Perawat membangun hubungan kolaborasi dengan profesi lainnya dengan mengidentifikasi sumber dan kesempatan bekerja. Perawat memfasilitasi dalam mengembangkan anggota dalam pelayanan, dokter dan perawat bekerjasama dengan pasien dan keluarga, tim profesional dan tenaga profesional lainnya dalam rangka mempersiapkan pelayanan dengan hasil yang terbaik.

  2.5.5 Konsultan Perawat berkonsultasi dan berkolaborasi dengan dokter, tim perawatan paliatif, dan komite untuk menentukan strategi pengobatan yang tepat untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarga. Dengan mempertahankan kehadiran yang konsisten dengan pasien dan keluarga dan dengan tim perawatan paliatif lainnya, perawat membantu meminimalkan konflik dalam pengambilan keputusan.

  2.3 Studi Fenomenologi Penelitian kualitatif adalah suatu cara untuk menggali persepsi manusia dengan berbagai fenomena pengalaman hidup manusia, sehingga penelitian kualitatif sangat relevan untuk digunakan pada bidang keilmuan (Streubert & Carpenter, 2013). Salah satu pendekatan yang digunakan pada penelitian kualitatif adalah pendekatan fenomenologi. Metode ini merupakan suatu pendekatan untuk menggali makna dari gambaran pengalaman hidup seseorang (Streubert & Carpenter, 2013).

  Creswell (2012) menyatakan bahwa studi fenomenologi bertujuan untuk mempelajari, mengembangkan atau menemukan pengetahuan dengan menggunakan pendekatan ilmiah dalam memberikan makna atau menginterpretasikan berdasarkan beberapa hal yang berarti bagi manusia. Selain itu, pendekatan fenomenologi ini bertujuan untuk memahami respon seluruh manusia terhadap suatu atau sejumlah peristiwa dan memberikan gambaran terhadap makna sebuah pengalaman yang dialami beberapa individu dalam situasi yang dialami. Pendekatan fenomenologi digunakan ketika sedikit sekali defenisi atau konsep terhadap suatu fenomena yang akan diteliti. Tujuan penelitian fenomenologi sepenuhnya adalah untuk memahami arti peristiwa dan menggambarkan pengalaman hidup dan persepsi yang muncul (Polit & Beck, 2012).

  Pendekatan fenomenologi terdiri dari dua jenis yaitu fenomenologi deskriptif dan fenomenologi interpretif (Beck, 2013). Jenis fenomenologi yang pertama adalah fenomenologi deskriptif, dikembangkan oleh Husserl pada tahun 1962. Jenis penelitian ini menekankan pada deskripsi tentang pengalaman yang dialami oleh manusia. Penelitian ini memiliki empat langkah, yaitu bracketing,

  intuiting, analyzing, dan describing.

  Langkah pertama yaitu bracketing. Bracketing adalah proses mengidentifikasi dan mengurungkan keyakinan yang terbentuk sebelumnya serta opini yang objektif tentang fenomena yang diteliti. Bracketing adalah tidak mencampurkan asumsi, pikiran atau opini-opini peneliti kedalam fenomena yang diteliti (Streubert & Carpenter, 2013).

  Langkah selanjutnya adalah intuiting. Intuiting yaitu memulai kontak dan memahami fenomena yang diteliti, dengan mendengar, melihat, berimajinasi dan peka terhadap adanya variasi fenomena. Pada tahap intuiting peneliti masuk secara total kedalam peristiwa atau data dan mencoba memahami peristiwa (Streubert & Carpenter, 2013).

  Pada tahap berikutnya adalah analyzing. Pada tahap ini peneliti mengindentifikasi arti atau makna dari fenomena yang telah digali atau mengeksplor hubungan serta keterkaitan antar fenomena yang diteliti dengan fenomena lain yang berkaitan (Streubert & Carpenter, 2013).

  Langkah terakhir yaitu describing. Describing merupakan suatu upaya mendeskripsikan, mengartikan dan mengkomunikasikan hasil penelitian. Peneliti membuat narasi yang luas dan mendalam tentang fenomena yang diteliti (Streubert & Carpenter, 2013).

  Proses analisis data untuk fenomenlogi deskriptif adalah Collaizi, Giorgi, dan Van Kaam. Ketiga fenenomenologis tersebut berpedoman pada filosofi Husserl yang mana fokus utamanya adalah mengetahui gambaran sebuah fenomena (Beck, 2013)

  Jenis fenomenologi yang kedua adalah fenomenologi interpretif. Fenomenologi interpretif dikembangkan oleh Heidegger. Jenis penelitian ini menekankan pada pemahaman dan penafsiran, tidak sekedar deskripsi pengalaman manusia. Penelitian interpretif bertujuan untuk menemukan pemahaman dari makna pengalaman hidup dengan cara masuk ke dalam dunia partisipan (Beck, 2013).

  Fenomenologis yang berpedoman pada fenomenologi interpretif adalah Van Manen. Van Manen menekankan bahwa pendekatan fenomenologi tidak terpisah dari praktik menulis. Penulis hasil analisa kualitatif merupakan suatu upaya untuk memahami dan mengenali makna hidup dari fenomena yang diteliti yang dituangkan dalam bentuk teks tertulis. Teks tertulis yang dibuat oleh peneliti harus dapat mengarahkan pemahaman pembaca dalam memahami fenomena tersebut. Van Manen juga mengatakan identifikasi tema dari deskripsi partisipan tidak hanya diperoleh dari teks tertulis hasil transkrip wawancara, tetapi juga diperoleh dari sumber artistik lain seperti literatur, musik, lukisan, dan seni lainnya yang dapat menyediakan wawasan bagi peneliti dalam melakukan interpretasi dan pencarian makna dari suatu fenomena (Beck, 2013).

  Sumber data dalam studi fenomenologi berasal dari perbincangan yang cukup dalam (in-depth interview) antara peneliti dan partisipan dimana peneliti membantu partisipan untuk menggambarkan pengalaman hidupnya tanpa adanya suatu diskusi. Melalui perbincangan yang cukup dalam peneliti berusaha untuk menggali informasi sebanyak mungkin dari partisipan (Polit & Beck, 2012).

  Dalam studi fenomenologi, jumlah partisipan yang terlibat adalah 10 orang atau lebih sedikit. Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini akan dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling. Dalam hal ini, partisipan harus memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti (Polit & Beck, 2012).

  Hasil penelitian dalam studi fenomenologi diperoleh melalui proses analisa data. Collaizi (1978 dalam Polit & Beck, 2012) menyatakan ada tujuh langkah yang harus dilalui untuk menganalisa data. Proses analisa data tersebut meliputi (1) membaca transkrip wawancara untuk mendapatkan perasaan mereka; (2) meninjau setiap transkrip dan menarik peryataan yang signifikan; (3) menguraikan makna dari setiap pernyataan yang signifikan dan memilih kata kuncinya; (4) mengelompokkan makna-makna tersebut kedalam kelompok- kelompok tema; (5) mengintegrasikan kedalam bentuk transkrip; (6) memformulasikan deskripsi lengkap dari fenomena yang diteliti sebagai identifikasi pernyataan; (7) memvalidasi apa yang telah ditemukan kepada partisipan sebagai tahap validasi akhir.

  Penelitian kualitatif termasuk fenomenologi perlu ditingkatkan kualitas dan integritas dalam proses penelitiannya, sehingga perlu diperiksa bagaimana tingkat keabsahan data pada penelitian kualitatif termasuk fenomenologi. Lincoln dan Guba (1985 dalam Polit & Beck, 2012) menyatakan bahwa untuk memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya maka data divalidasi dengan 4 kriteria yaitu: (1) credibility (dapat dipercaya); (2) dependability (konsisten); (3)

  confirmability (persetujuan relevansi); dan (4) transferability (bisa digunakan pada konteks lain).

  Credibility meliputi keyakinan terhadap kebenaran data dan

  interpretasinya. Kredibilitas yang tinggi tercapai jika partisipan yakin dan mengenali dengan benar tentang hal-hal yang diceritakannya. Tujuan prosedur ini adalah untuk memvalidasi keakuratan hasil laporan transkrip kepada partisipan terhadap apa yang telah diceritakan tentang pengalamannya.

  Dependability merupakan suatu bentuk kestabilan data pada setiap waktu

  dan kondisi. Dependability dilakukan dengan melibatkan pembimbing penelitian atau pakar penelaahan data. Pembimbing merupakan eksternal viewer yang berfungsi untuk memeriksa hasil pengolahan data yang dilakukan peneliti.

  Confirmability mengandung makna bahwa sesuatu hal dinilai secara

  objektif dan netral, dimana ada beberapa orang independen yang menilai data-data yang telah dikumpulkan oleh peneliti. Prinsip confirmability dilakukan dengan cara mendiskusikan hasil penelitian berupa tema-tema yang telah didapatkan kepada ahli dalam penelitian ini yaitu pembimbing.

  Transferability merupakan bentuk validitas eksternal yang menunjukkan

  derajat ketepatan sehingga hasil penelitian dapat diterapkan pada setting dan kelompok yang berbeda pada populasi yang sama. Seorang peneliti harus dapat menyediakan deskripsi data dengan rinci, jelas, sistematis dan mudah dimengerti pada laporan penelitiannya sehingga pengguna lainnya dapat mengevaluasi data kedalam konteks yang lain.