2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upaya Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar IPA Melalui Model Discovery Learning pada Siswa Kelas 4 SD Negeri 1 Banjardowo Kecamatan Kradenan Kabupate

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kajian teori membahas tentang kajian teoretis yang relevan dengan

  penelitian ini. Landasan teoretis berupa kajian yang memuat hasil penelitian yang relevan, teori yang digunakan ahli, dan teori yang disusun sendiri. Pada kajian teori ini membahas tentang hasil belajar, metode discovery, hakikat IPA. Pembahasan lebih jelasnya mengenai bab kajian teori akan diuraikan dalam penjelasan di bawah ini.

2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam

  IPA merupakan pengetahuan tentang benda dan makhluk hidup tetapi juga memelurkan cara berfikir dan cara memecahkan masalah. Pada pokok bahasan

  IPA ini membahas tentang hakikat IPA, tujuan pembelajaran IPA, dan pembelajaran IPA SD. Pembahasan lebih lanjut akan dijelaskan dibawah ini.

2.1.1.1 Hakikat IPA

  Pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur (Marsetio Donosepoetro. 1990). Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau dissiminasi pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu (riset pada umumnya) yang lazim disebut metode ilmiah

  (scientific method) (Trianto: 2012).

  Menurut samatoa (2010:3) “ IPA adalah ilmu pengetahuan yang mempunyai objek dan menggunakan metode ilmiah”. Sedangkan menurut

  Winaputra (dalam samatoa, 2010:3) ”IPA tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, tetapi memerlukan kerja , cara berfikir, dan cara memecahkan masalah”.

  Hakikat pembelajaran IPA di sekolah dasar didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang alam yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu ilmu pengetahuan alam sebagai produk, ilmu pengetahuan alam sebagai proses, dan sikap. Dari ketiga komponen IPA ini, Sutrisno (dalam susanto, 2013:167) menambahkan bahwa IPA juga sebagai prosedur dan IPA juga sebagai teknologi. Akan tetapi, penambahan ini bersifat pengembangan dari ketiga komponen di atas, yaitu pengembangan prosedur dari proses, sedangkan teknologi dari aplikasi konsep dan prinsip-prinsip IPA sebagai produk. Sikap dalam pembelajaran IPA yang dimaksud ialah sikap ilmiah. Jadi, dengan pembelajaran IPA di sekolah dasar diharapkan dapat menumbuhkan sikap ilmiah seperti seorang ilmuan. Adapun jenis-jenis sikap yang dimaksud, yaitu: sikap ingin tahu, percaya diri, jujur, tidak tergesa-gesa, dan objektif terhadap fakta.

  Dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA merupakan bagian dari IPA, dimana konsep-konsepnya diperoleh melalui suatu proses dengan menggunakan metode ilmiah dan diawali dengan sikap ilmiah kemudian diperoleh hasil (produk). Proses belajar mengajar IPA meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran IPA.

2.1.1.2 Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.

  Pembelajaran sains di SD dikenal dengan pembelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA). Konsep IPA di SD merupakan konsep yang masih terpadu, karena belum dipisahkan secara tersendiri. Seperti mata pelajaran, kimia, fisika, dan biologi.

  Tujuan pembelajaran IPA di sekolah dasar berdasarkan Badan Nasional Standar Pendidikan (BSNP, 2006) yaitu: a.

  Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam sekitarnya. b.

  Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

  c.

  Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

  d.

  Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

  e.

  Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

  f.

  Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

  g.

  Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.

2.1.1.3 Pembelajaran IPA Sekolah Dasar

  Menurut De Vito, et al (dalam samatoa, 2010:104) pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan kehidupan sehari-hari. Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, membangkitkan ide-ide siswa, membangun rasa ingin tahu, membangun keterampilan.

  Pembelajaran IPA di SD masih banyak masalah yang dihadapi. Masalahnya yaitu lemahnya pelaksanaan proses pembelajaran yang diterapkan para guru di sekolah. Proses pembelajaran selama ini kurang mengembangkan kemampuan peserta didik. Pelaksanaan pembelajaran hanya diarahkan pada kemampuan siswa untuk menghafal, otak siswa hanya dipaksa untuk mengingat informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diperoleh untuk menghubungkannnya dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi pembelajaran IPA yang demikian, memperlihatkan bahwa proses pembelajaran sains di sekolah dasar masih menggunakan metode secara konvensional.

  Menurut samatoa (2010:104) pembelajaran melalui Discovery Learning (penemuan) dapat meningkatkan motivasi belajar IPA siswa. Pembelajaran secara

  

hands-on dapat memberikan kesmpatan yang seluas-luasnya kepada siswa untuk terlibat aktif, sehingga lebih banyak kesempatan siswa untuk mengembangkan diri, sikap ilmiah, percaya diri, dan sifat mandiri siswa.

2.1.2 Hasil Belajar

  Hasil belajar merupakan sesuatu yang diperoleh setelah kegiatan proses pembelajaran berlangsung. Hasil belajar bisa berupa dari segi kognitif,afektif maupun psikomotorik. Hasil belajar ini membahas tentang pengertian belajar dan pengertian hasil belajar.untuk lebih jelaskan akan diuraikan dibawah ini.

2.1.2.1 Pengertian belajar

  Menurut suprihatiningrum (2013:15) belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu secara sadar untuk memperoleh perubahan tingkah laku tertentu, baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diaamati secara langsung sebagai pengalaman(latihan) dalam ibteraksinya dengan lingkungan. Dapat dikatakan juga bahwa belajar sebagai suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan dalam pengetahuan dan pemahaman, keterampilan, serta nilai-nilai, dan sikap belajar.

  Menurut dimyanti,mudjiono (2013:18) belajar merupakan proses internal yang kompleks yang terlihat dalam proses internal tersebut adalah seluruh mental yang meliputi ranah-ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sedangkan menurut susanto (2013:4) menyimpulkan belajar adalah suatu aktivitas yang dilakaukan oleh seseorang dengan sengaja dalam keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep,pemahaman. Atau pengetahuan baru sehingga memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang relatif tetap baik dalam berfikir, merasa, maupun dalam bertindak.

  Dari beberapa pengertian belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses untuk mengubah kognitif,afektif,dan psikomotor. Perubahan yang diakibatkan berupa perilaku yang dapat diketahui sejak sebelum dan sesudah belajar. Perubahan tersebut ditandai dengan peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, dan daya pikir di berbagai bidang.

  2.1.2.2 Pengertian Hasil Belajar

  Menurut Susanto (2013:5) hasil belajar adalah yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Sedangkan menurut nawawi (dalam susanto, 2013:5) menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.

  Menurut Supriyono (2013:7) hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusian saja.artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan sebgaimana tersebut diatas tidak dilihat secara fragmentaris atau terpisah,melain komprehensif. Hasil belajar memiliki beberapa ranah atau kategori dan secara umum merujuk kepada aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Hasil belajar siswa yang tampak dalam sejumlah kemampuan atau kompetensi setelah melewati kegiatan belajar mengajar sering hanya dinilai dari aspek kognitif saja. Padahal dalam kenyatannya siswa yang belajar pengetahuan tertentu sebenarnya tidak hanya memeperoleh keterampilan kognitif saja, tetapi pada saat yang sama juga memperoleh keterampilan lain seperti keterampilan psikomotorik. Jadi, tampak bahwa antara ranah kognitif dan ranah psikomotorik sebenarnya saling melengkapi, bahkan disertai oleh hasil belajar dalam ranah afektif (sikap). Begitu juga sebaliknya, siswa yang belajar keterampilan.

  2.1.2.3 Hasil Belajar IPA

  Hasil belajar merupakan perolehan dari proses belajar. Menurut iskandar (2012:12) hasil belajar IPA berupa fakta-fakta, hukum-hukum, prinsip-prinsip klasifikasi dan struktur. Hasil belajar IPA penting bagi kemajuan hidup manusia, cara kerja memperoleh itu disebut proses IPA, dan proses IPA terkandung cara kerja, sikap dan cara berfikir. Selain itu, guru dapat menilai hasil belajar IPA melalui tes pilihan ganda,essay, dan uraian singkat. Setelah diadakan tes terdapat hasil belajar IPA.

2.1.3 Model Discovery

  Model pembelajaran discovery yaitu suatu proses dimana siswa diharapkan untuk menemukan konsep sendiri, guru disini hanya sebagai fasiltator. Pada bab ini membahas tentang pengertian model discovery,langkah-langkah pembelajaran discovery,kelebihan dan kekurangan model discovery dan memberi solusinya. untuk lebih jelasnya akan dibahas dibawah ini.

2.1.3.1 Pengertian

  Menurut Illahi (2012:33-34) Discovery merupakan salah satu metode yang memungkinkan para anak didik terlibat langsung dalam kegiatan belar mengajar, sehingga mampu menggunakan proses mentalnya untuk menemukan suatu konsep atau teori yang sedang dipelajari.

  Discovery learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses

  pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri discovery learning masalah yang dihadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Dalam mengaplikasikan metode discovery learning, guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Kurniasih, 2014:64)

  Sedangkan, menurut Sund (dalam Roestiyah, 2012: 20) menyatakan bahwa discovery adalah proses mental di mana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Yang dimaksudkan dengan proses mental tersebut antara lain ialah : mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya, sedang yang dimaksud dengan prinsip antara lain ialah : logam apabila dipanaskan akan mengembang. Dalam teknis ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi.

  Model Discovery menuntut siswa untuk menggunakan kemampuannya mencari jawaban atas suatu masalah atau pertanyaan. Dengan demikian siswa diharapkan mampu menemukan konsep dan prinsip sendiri, bukan dijejali dengan pengetahuan. Proses Discovery menuntut guru bertindak sebagai fasilitator, nara sumber dan penyuluh kelompok. Dari pengertian menurut beberapa para ahli, dapat disimpulkan discovery adalah suatu model di mana dalam proses belajar mengajar guru memperkenankan siswa-siswanya menemukan sendiri informasi yang secara tradisional biasa diberitahukan atau diceramahkan saja.

  .

2.1.3.2 Langkah-langkah Model Discovery Learning.

  Menurut Kurniasih (2014:68) Langkah-langkah dalam metode discovery learning adalah sebagai berikut: Langkah persiapan strategi discovery learning: a. Menentukan tujuan pembelajaran.

  b.

  Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik.

  c.

  Memilih materi pelajaran.

  d.

  Menentukan topik-topik yang harus diipelajari peserta didik secara induktif.

  e.

  Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik.

  f.

  Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkrit ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.

  g.

  Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik.

  Prosedur aplikasi strategi discovery learning. Ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar: a.

  Stimulation (stimulasi/ pemberian rangsangan) Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan.

  b.

  Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah) Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah). Memberikan kesempatan peserta didik untuk mengidentifikasi dan menganalisa permasalahann yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun peserta didik agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah.

  c.

  Data collection (pengumpulan data) Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah peserta didik belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja peserta didik menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

  d.

  Data processing (pengolahan data) Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dari informasi yang telah diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan, dan semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan pada tingkat kepercayaan tertentu. Data processing disebut juga dengan pengkodean coding/ kategori yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut peserta didik akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.

  e.

  Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing.

  f.

  Generalization (menarik kesimpulan/ generalisasi) Tahap genelasisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Setelah menarik kesimpulan peserta didik harus memperhatikan prosesmatas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.

2.1.3.3 Sintaks Model Discovery

  Dalam pelaksanaan model pembelajaran discovery sintaks yang harus dilaksanakan oleh guru. Sintaks dari model discovery yaitu sebagai berikut: 1)

  Identifikasi kebutuhan Siswa a. Guru memeriksa kesiapan siswa.

  b.

  Guru menyampaikan tujuan pembelajaran 2)

  Seleksi pendahuluan terhadap konsep yang akan dipelajari a. Guru melakukan kegiatan apersepsi.

  b.

  Siswa merespon kegiatan apersepsi yang diberikan guru. 3)

  Seleksi bahan atau masalah yang akan dipelajari a. Guru menyampaikan rumusan masalah.

  b.

  Siswa merumuskan hipotesis berdasarkan rumusan masalah 4)

  Mempersiapkan setting kelas a. Siswa membentuk kelompok. Satu kelompok terdiri dari 3-4 orang.

  b.

  Siswa menerima LKS dari guru. 5)

  Mengecek pemahaman peserta didik terhadap masalah yang akan diselidiki dan ditemukan.

  a.

  Guru memberi waktu kepada siswa untuk memahami masalah yang ada dalam LKS

  6) a.

  Guru membimbing ketua kelompok untuk menentukan peran yang akan dilakukan masing-masing anggota kelompok. 7)

  Mempersiapkan fasilitas yang diperlukan a. Siswa mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk melakukan percobaan

  8) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan penyelidikan dan penemuan.

  a.

  Siswa melakukan percobaan dalam kelompok sesuai petunjuk yang ada di LKS 9)

  Menganalisis sendiri atas data temuan a. Siswa menganalisa hasil percobaan dengan menjawab pertanyaan yang ada di

  LKS 10)

  Merangsang terjadinya dialog interaktif antar peserta didik a. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil percobaan.

  b.

  Siswa dan guru membahas hasil diskusi 11) Memberi penguatan kepada peserta didik untuk giat dalam melakukan penemuan.

  a.

  Guru memberi penghargaan berupa penguatan pada kelompok kinerja baik. 12) Memfasilitasi peserta didik dalam merumuskan prinsip-psinsip dan generalisasi a.

  Guru membuat kesimpulan pelajaran hari ini dengan melibatkan siswa.

  b.

  Guru memberi uji kompetensi untuk mengecek pamahaman siswa sebagai tindak lanjut.

2.1.3.4 Kelebihan Model Discovery

  Menurut Roestiyah (2012: 20-21) model Discovery memiliki kelebihan sebagai berikut : a.

  Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan; memperbanyak kesiapan; serta penguaaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa.

  b.

  Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi/individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalamjiwa siswa tersebut. c.

  Dapat membangkitkan kegairahan belajar para siswa.

  d.

  Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai denan kemampuannya masing-masing.

  e.

  Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat.

  f.

  Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.

  g.

  Strategi itu berpusatpada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar saja; membantu bila diperlukan.

  Keuntungan model discovery learning menurut Kurniasih (2014:66) adalah sebagai berikut: a.

  Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan- keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.

  b.

  Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.

  c.

  Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.

  d.

  Metode ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.

  e.

  Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melinatkan akalnya dan motivasi sendiri.

  f.

  Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.

  g.

  Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan.

  h.

  Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah pada kebenaran yang final dan tentu atau pasti. i.

  Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik. j.

  Membantu dan mengembangkan ingatan dan teransfer kepada situasi proses belajar yang baru. k.

  Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri. l.

  Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri. m.

  Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik. n.

  Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya. o.

  Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa. p.

  Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar. q.

  Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

2.1.3.5 Kekurangan Model Discovery

  Kelemahan model discovery learning menurut Kurniasih (2014:67) adalah sebagai berikut:

1) Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar.

  Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi. 2)

  Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya. 3)

  Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama. 4)

  Pengajaran discovery lebih cocok untuk mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian. 5)

  Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa. 6)

  Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

  Solusi untuk kelemahan model discovery yaitu guru harus membagi sama rata dalam kelompok yang kemampuan lebih dan yang kurang dicampur agar yang kemampuannya kurang bisa dibimbing oleh yang kemampuannya lebih. Selain itu jika muridnya banyak model pembelajarannya dibentuk kelompok agar waktu untuk menemukan tidak lama. Selain itu, guru memberikan beberapa pertanyaan dan memberi sedikit penjelasan.

2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

  Menurut penelitian yang dilakukan oleh Kristiawan, Yohanes Andri (2012) dengan judul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V Pada Mata

  

Pelajaran IPA Dengan Metode Discovery Di SDN Tingkir Tengah 02 Salatiga . Peneliti menyimpulkan bahwa hasil Semester II Tahun Ajaran 2011/2012”

  ulangan harian pada bab sifat-sifat cahaya yaitu 58,97% atau sebanyak 23 dari 39 siswa dengan nilai rata-rata 68,59. Sedangkan hasil tes siklus I menunjukkan 30 dari 39 siswa atau 76,92% dengan nilai rata-rata 75,77. Hasil tersebut masih harus diperbaiki pada siklus II karena belum mencapai indikator keberhasilan. Dari hasil tes siklus II menunjukkan 94,87% atau sebanyak 37 dari 39 siswa yang telah memenuhi standar keberhasilan dengan rata-rata nilai 86,28. Hal ini menunjukkan bahwa Penelitian Tindakan Kelas dengan menerapkan metode discovery dalam pembelajaran IPA kelas V di SDN Tingkir Tengah ini telah berhasil karena telah mencapai tujuan indikator keberhasilan yang ditentukan.

  Persamaan dari penelitian yang dilakukan oleh Kristiawan, Yohanes Andri yaitu sama-sama menggunakan model discovery dan mata pelajaran IPA, namun letak perbedaannya yaitu pada materi pembelajaran dan kelas yang digunakan sebagai objek penelitian kristiawan menggunakan kelas 5.

  Sedangkan menurut Ariyanti, siti (2011) dengan judul “Upaya Peningkatan

  

Prestasi Belajar IPA dengan Pendekatan Pembelajaran Penemuan (Discovery)

Bagi Siswa Kelas VI SDN Tambahmulyo 02 Kecamatan Gabus Kabupaten Pati

  Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan

  Semester I Tahun 2011/2012”

  prestasi belajar IPA melalui penggunaan pendekatan penemuan. Hal ini terlihat dari kenaikan skor rata-rata dari kondisi pra siklus, siklus 1 dan siklus 2 yakni 70,

  77,03, 83,24. Prosentase ketuntasan belajar juga mengalami peningkatan yakni dari 67,57%, 78,38%, 89,19%.

  Persamaan dari penelitian yang dilakukan oleh siti ariyanti yaitu sama-sama menggunakan model discovery dan mata pelajaran IPA, namun letak perbedaannya yaitu pada materi dan kelas yang digunakan sebagai objek penelitian siti menggunakan kelas 6.

  Selain itu dari hasil Penelitian lain yang berjudul ”Peningkatan Hasil Belajar

  

IPA Melalui Penerapan Metode Discovery pada Siswa Kelas VI SD Negeri 1

Sugihan Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan Semester 1 Tahun Pelajaran

2011/2012 (Pratiknjo:2012) menyimpulkan bahwa Hasil belajar pada siklus I

  yang diperoleh dari tes yang dilaksanakan pada akhir pertemuan siklus I dengan ketuntasan klasikal 68%. Siklus II dilaksaanakan pada minggu ketiga bulan November 2011. Hasil belajar pada siklus II diperoleh dari tes yang dilaksanakan pada akhir pertemuan siklus II dengan ketuntasan klasikal 95%. Saran yang dapat diambil dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini adalah dapat pengetahuan atau teori yang baru tentang pembelajaran IPA dengan penerapan metode discovery yang dapat meningkatkan hasil belajar IPA.

  Persamaan dari penelitian yang dilakukan oleh pratiknjo yaitu sama-sama menggunakan model discovery dan mata pelajaran IPA, namun letak perbedaannya yaitu pada materi pembelajaran dan kelas yang digunakan sebagai objek penelitian pratiknjo menggunakan kelas 6.

2.3 Kerangka Pikir

  Siswa beranggapan bahwa IPA merupakan mata pelajaran yang sulit karena menekankan pada penguasaan konsep. Sedangkan Guru melaksanakan pembelajaran dengan bersifat teoretis, sumber yang digunakan oleh guru masih buku saja, jadi membuat suasana pembelajaran antara guru dan siswa sama-sama pasif. Guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional masih banyak guru yang hanya menggunakan metode ceramah hal itu disebabkan karena guru beranggapan bahwa dengan ceramah anak pasti akan mendengarkan dan akan memahami pelajaran. Hal itu menyebabkan rendahnya hasil belajar IPA. Untuk itu pada pembelajaran IPA peneliti menggunakan discovery sehingga, siswa akan lebih tertarik dengan mata pelajaran IPA karena siswa dapat terlibat secara langsung dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) sedangkan guru hanya sebagai fasilitator. Selain itu, dengan model discovery, siswa dimungkinkan untuk mengalami sendiri bagaimana caranya menemukan pengetahuan baru dan bagaimana cara meraih pengetahuan melalui kegiatan mandiri.

  Kegiatan pembelajaran IPA dengan model discovery pada dasarnya untuk meningkatkan hasil belajar IPA melalui model Discovery terhadap siswa kelas 4 SD Negeri 1 Banjardowo. Adapun skema kerangka berpikir sebagai berikut:

  Siswa malas, bosan, Guru masih ceramah, kurang menguasai

  Pembelajaran pembelajaran materi, Siswa kurang konvensional berpusat pada guru tertarik mengikuti pelajaran

  Penerapan model Hasil belajar IPA Guru sebagai fasilitator

  Discoovery learning siswa rendah di

  bawah KKM ≤ 75

  Proses penemuan Siswa lebih aktif

  (discovery) dalam pembelajaran Siswa membangun Kegiatan konsep sendiri dari pembelajaran proses penemuan menyenangkan

  Hasil belajar IPA siswa meningkat KKM ≥ 75

  

Gambar 2. 1 Bagan kerangka Berpikir

2.4 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan dari rumusan masalah yang telah diuraikan maka hipotesis penelitian ini yaitu : 1)

  Penerapan model discovery learning dalam pembelajaran IPA pokok bahasa energi panas dan bunyi dapat meningkatkan proses pembelajaran meliputi aktivitas guru dan aktivitas siswa pada siswa kelas 4 SD Negeri 1 Banjardowo Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan Semester Genap Tahun Ajaran 2014/2015 secara signifikan minimal 10 skor dengan langkah-langkah sebagai berikut penyampaian apersepsi dan tujuan, pembagian kelompok dan alat peraga, penyampaian rumusan masalah, pengumpulan data proses penemuan, pengolahan data hasil penemuan, membuktikan hasil penemuan, dan membuat kesimpulan hasil penemuan. 2)

  Peningkatan proses pembelajaran melalui model discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 SD Negeri 1 Banjardowo kecamatan Kradenan kabupaten Grobogan Semester Genap Tahun Ajaran 2014/2015.

  .

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Problem Based Learning Berbantuan Media Gambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif, Afektif, dan Psikomotor IPA pada Siswa Kelas V SDN Kutowinangun 04 Salatiga Semester II

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Problem Based Learning Berbantuan Media Gambar untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kognitif, Afektif, dan Psikomotor IPA pada Siswa Kelas V SDN Kutowinangun 04 Salatiga Semester II

0 0 101

BAB 1 PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Example Non-Examples Melalui Permainan Terka Gambar untuk Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas 2 SD N

0 0 7

2.1.1. Pembelajaran Bahasa Indonesia - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Example Non-Examples Melalui Permainan Terka Gambar untuk Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar Bahasa Indonesia

0 0 18

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Seting dan Karakteristik Subjek Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Example Non-Examples Melalui Permainan Terka Gambar untuk Meningkatkan Proses Pembelajar

0 0 21

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Example Non-Examples Melalui Permainan Terka Gambar untuk Meningkatkan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar Bahasa Indones

0 0 23

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLE NON-EXAMPLES MELALUI PERMAINAN TERKA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN PROSES PEMBELAJARAN DAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA SISWA KELAS 2 SD NEGERI KOPENG 02 KABUPATEN SEMARANG

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar IPA antara Strategi Pembelajaran Inkuiri dengan Pembelajaran Berbasis Masalah pada Siswa Kelas V SD Negeri Se-Gugus Singoprono 1 Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2014/

0 0 19

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar IPA antara Strategi Pembelajaran Inkuiri dengan Pembelajaran Berbasis Masalah pada Siswa Kelas V SD Negeri Se-Gugus Singoprono 1 Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2014/

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar IPA antara Strategi Pembelajaran Inkuiri dengan Pembelajaran Berbasis Masalah pada Siswa Kelas V SD Negeri Se-Gugus Singoprono 1 Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2014/

0 0 65