BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Pidana Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Orangtua Terhadap Anak Kandungnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian kejahatan secara yuridis menurut R.Soesilo adalah suatu

  perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang dan ditinjau dari segi sosiologis, yang dimaksud dengan kejahatan artinya perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan

  

  masyarakat yaitu berupa hilangnya keseimbangan, ketentraman dan ketertiban Kejahatan merupakan masalah sosial yang tidak hanya dihadapi oleh

  Indonesia atau masyarakat dan negara tertentu, tetapi merupakan masalah yang dihadapi oleh seluruh masyarakat dunia. Kejahatan merupakan suatu Universal

  

Phenomena, tidak hanya jumlahnya saja yang meningkat tetapi juga kualitasnya

  

  dipandang serius dibanding masa lalu. Salah satu jenis kejahatan yaitu kejahatan terhadap nyawa (misddrijven tegen het leven) berupa penyerangan terhadap nyawa orang lain. Kepentingan hukum yang dilindungi dan yang merupakan objek

  

  kejahatan ini adalah nyawa (leven) manusia. Nyawa merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, yaitu dengan menyatunya roh dan jasmani dan terdapat jiwa sehingga manusia bisa hidup. Dalam kehidupannya manusia memerlukan perlindungan hukum terhadap nyawa sebagai pemberian Tuhan tersebut. Akibat dari tindak pidana terhadap nyawa di sini adalah hilangnya nyawa dan orang atau 1 2 Ridwan & Ediwarman, Azas – Azas Kriminologi, USU PRESS, Medan:1994 , hal 45 Moh.Hatta, Beberapa Masalah Penegakan Hukum Pidana Umum & Pidana Khusus,

  Yogyakarta. Liberty Yogyakarta: 2009, hal 33 3 matinya orang lain dan tindak pidana ini disebut sebagai pembuhan serta akibat

   yang timbul merupakan syarat mutlak.

  Perkembangan dewasa ini, kejahatan terhadap nyawa bukan suatu hal yang sulit ditemui. Media informasi baik cetak atau elektronik hampir setiap hari mengabarkan terjadinya sebuah kejahatan terhadap nyawa. Fenomena sosial lainnya adalah banyak sekali kasus tindak pidana pembunuhan yang melibatkan anggota keluarga sendiri, bahkan marak sekali orangtua yang tega membunuh anak kandungnya sendiri.

  Pelaku kejahatan terhadap anak bisa saja orangtua (ayah dan/atau ibu), anggota keluarga, masyarakat dan bahkan pemerintah sendiri (aparat penegak hukum dan lain-lain). Kekerasan rawan terjadi terhadap anak karena kedudukan anak yang kurang menguntungkan. Anak rawan (children of risk) merupakan anak yang mempunyai resiko besar untuk mengalami gangguan atau masalah dalam perkembangannya, baik secara psikologis (mental). Sosial maupun fisik yang dipengaruhi oleh kondisi internal maupun kondisi eksternalnya seperti anak dari keluarga miskin, anak di daerah terpencil, anak cacat dan anak dari keluarga yang

   retak (broken home) .

  Merujuk pada data layanan pengaduan masyarakat melalui Hotline Service dalam bentuk pengaduan langsung, telephone, surat menyurat maupun elektronik, sepanjang tahun 2011 KomNas Anak menerima 2.386 kasus. Sama artinya bahwa setiap bulannya KomNas Anak menerima pengaduaan masyarakat 4 Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, Hukum Pidana, Kencana Prenadamedia Group,

  Jakarta : 2014, hal 106 5 kurang lebih 200 (dua ratus) pengaduan pelanggaran terhadap hak anak. Angka ini meningkat 98% jika dibanding dengan pengaduan masyarakat yang di terima Komisi Nasional Perlindungan Anak pada tahun 2010 yakni berjumlah 1.234 pengaduan. Dalam laporan pengaduan tersebut, pelanggaran terhadap hak anak ini tidak semata-mata pada tingkat kuantitas jumlah saja yang meningkat, namun terlihat semakin komplek dan beragamnya modus pelanggaran hak anak itu sendiri. Pengaduan hak asuh (khususnya perebutan anak pasca perceraian)

   misalnya, mendominasi pengaduan sepanjang tahun 2011.

  Menyadari kenyataan maraknya kasus kekerasan dalam rumah tangga dengan korban anak, maka Pemerintahan Indonesia telah memiliki Undang- Undang secara khusus yang menjadi Payung hukum perlindungan anak yaitu UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang ditujukan untuk dalam rangka memerangi segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga.

  Perlindungan anak menurut Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2002 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlingdungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 13 ayat (1) UU Perlindungan Anak juga menyebutkan bahwa : 1) setiap anak selama dalam pengasuhan orangtua, wali atau pihak lain manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan a.

  Diskriminasi; b.

  Eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c. Penelantaran; d.

  Kekejaman, kekerasan dan penganiayaan; e. Ketidakadilan; dan f. Perlakuan salah lainnya .

  2) Dalam hal orangtua. Wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman

  Berdasarkan hal tersebut, maka segala bentuk tindak kekerasan pada anak perlu dicegah dan diatasi terutama yang dilakukan dalam lingkup keluarga yaitu oleh orangtua, wali atau pengasuh anak tersebut.

  Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara anak, demikian juga dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan

   perkembangannya secara optimal dan terarah.

  Kehidupan sebuah keluarga adalah tanggungjawab orang tua untuk menjaga, menyayangi serta mendidik anak kandungnya dan seorang anak dalam perkembangan dan pertumbuhannya akan dimulai dari lingkungan kelurga sehingga apabila orang tua kebanyakan menjadi orang yang berbahaya terhadap anak maka menjadi sebuah problematik yang perlu di pecahkan. Hubungan yang seharusnya penuh kasih sayang dan harmonis dalam keluarga semakin berkurang pada zaman sekarang ini. Tidak sedikit anak yang menerima perlakuan yang kurang baik dari orang tuanya bahkan tindakan tersebut sudah dapat dikatakan 7 Ahmad Kamil, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, PT Raja

  Grafindo Persada, Jakarta: 2008, hlm. 383 sebagai sebuah penganiayaan dengan kejam sampai pada akhirnya mengakibatkan matinya anak tersebut.

  UU Nomor 23 Tahun 2004 tersebut lahir dengan pertimbangan yang tercantung dalam konsiderannya yaitu : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila danUndang-

  Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus; c. bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau per?lakuan yang meren?dahkan derajat dan mar?tabat kemanusiaan; d. bahwa dalam kenyataannya kasus kekerasan dalam rumah tangga banyak terjadi, sedangkan sistem hukum di Indonesia belum menjamin perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga;

  Kenyataan yang terjadi dewasa ini di dalam masyarakat adalah hal yang berbeda. Salah satu kasus yang dapat dijadikan bukti tentang tindak pidana ini adalah kasus yang cukup menggemparkan adalah kasus pembunuhan yang terjadi pada Tahun 2012 yaitu dilakukan oleh Armin (34) alias Daming menjadi tersangka pembunuhan anak kandungnya, Feri Aropi (2,5).Feri, bungsu dari dua bersaudara putra Armin dan Iis (30), tewas dengan luka sayat 10 cm di leher.

  Armin, buruh serabutan berpenghasilan tidak tetap, diduga menyayat leher si bungsu dengan pisau dapur di dalam rumahnya di Kampung Cibitung RT 4 RW

  10 Pedurenan, Mustikajaya, Kota Bekasi, Selasa (10/4/2012) sekitar pukul 16.00.Dalam pemeriksaan, tersangka mengakui membunuh putra kandungnya.

  Saat ditanya apa alasannya, tersangka menjawab tertekan impitan ekonomi dan depresi ditinggal istri lebih dari satu bulan. Menurut Kepala Kepolisian Sektor Bantargebang Komisaris Gunawan.Atas perbuatan itu, Armin dijerat dengan pasal pembunuhan berencana. Ancaman hukumannya minimal 15 tahun penjara.

  Penyidik membawa Armin untuk pemeriksaan kejiwaan di Rumah Sakit

   Bhayangkara R Said Sukanto, Jakarta Timur.

  Sulit dipercaya ketika seorang anak meninggal ditangan orang yang sangat diharapkan untuk dapat melindungi dan menjaga dirinya. Padahal anak tersebut adalah darah daging mereka sendiri, penerus generasi keluarga, penjaga kehormatan keluarga dan kalau dipikirkan lebih jauh lagi, anak merupakan aset negara yang sangat mahal dan penting sehingga mereka perlu dilindungi terutama oleh kedua orang tua mereka. Oleh karena itu banyak harapan dan cita-cita dipanjatkan untuk anak-anak agar dapat menjalani kehidupan dengan jauh lebih baik daripada keadaan kedua orang tua mereka.

  UU Nomor 23 Tahun 2004 dalam penjelasan secara umum disebutkan bahwa keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul ketidakamanan atau ketidakadilan

   terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga tersebut.

  Teori Psikologi perkembangan, usia orangtua sudah termasuk dalam tahap masa dewasa pertama, dan pada masa ini daya-daya pertumbuhan psychis sudah

   WIB 9 berkembang dan kesadaran akan diri sendiri telah timbul pada individu-individu tersebut. Sifat kriminalitas pada masa dewasa pertama antara lain : a.

  Untuk mereka yang telah yang telah mempunyai pekerjaan mudah melakukan penggelapan. Dan pada delik pencurian bentuknya sudah mulai agak pelik b.

  Karena adanya kepercayaan terhadap kekuatan sendiri, penganiayaan pun mulai timbul c.

  Delik-delik seksual banyak dan sering timbul baik pada wanita maupun laki- laki. Akibatnya bagi wanita timbul abortus, pembunuhan anak, dan lain-lain dalam periode ini perlu diketahui bahwa faktor utama yang menyebabkan kriminalitas adalah : a.

  Timbul keinginan dan kehendak untuk menghias dan membaguskan diri terhadap lawan jenisnya b.

  Kebutuhan akan keadaan material/kebendaan yang memuncak c. Untuk wanita yang telah kawin, ingin mempertahankan kebutuhan keluarganya, sedang yang laki-laki ingin bertanggungjawab terhadap

  

  keluarganya Lingkungan/melieu keluarga dan masyarakat (Homo and Community

  

influencies) dapat memberikan dampak kejahatan menurut W.Healy and A.F

11 Bronner, yaitu : 1.

  Orangtua yang tidak berpendidikan (both parent unedecated) 2. Orangtua yang berada di bawah keaadan normal 10

3. Orangtua yang bersifat kriminal 4.

  Orangtua peminum/pemabuk 5. Orangtua yang jahat dan kejam 6. Orangtua yang rendah dasar moralnya 7. Orangtua yang tidak dapat menguasai emosinya 8. Orangtua yang berpenyakit neurotis dan psychosis

  Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak kandungnya disebabkan banyak faktor baik itu dari dalam diri pelaku yang menekankan pada unsur psikologis dan juga dari luar diri pelaku tersebut seperti keadaan lingkungan sekitarnya.

  Secara subjektif bisa saja seorang anak yang dibunuh tidak memiliki kesalahan apa-apa atau tidak menyebabkan orangtua melakukan pembunuhan, tetapi anak ini hanya menjadi korban dari perilaku orangtua yang tidak mampu mengkontrol emosi, atau bisa saja seorang anak lah yang menyebabkan orangtua melakukan pembunuhan. Apapun penyebabnya tetap saja yang menjadi pelaku adalah orang yang membunuh, yaitu kesalahan pada pelaku walaupun yang menyebabkan terjadinya tindakan tersebut adalah anaknya.

  Gambaran latar belakang masalah di atas yang menjadi alasan penulis untuk mengkaji bagaimana tindak pidana pembunuhan yang dilakukan orangtua terhadap anak kandungnya dari perspektif kriminogi dan hukum pidana dan judul yang diangkat dalam penulisan skripsi adalah “Tinjauan Kriminolgi dan Hukum Pidana terhadap Tindak Pidana Pembunuhan yang Dilakukan Orangtua terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Pengadilan Negeri Purbalingga Nomor :

  154/Pid.B/2011/PN Pbg; Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor : 1357/PID.B/ 2012/PN.JKT.TIM; Putusan Pengadilan Negeri Gunungsitoli Nomor: 203/Pid.B/2013/PN.GS)

  B. Permasalahan

  Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

  1. Bagaimana pengaturan hukum tentang tindak pidana pembunuhan yang dilakukan orangtua terhadap anak kandung?

  2. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pembunuhan oleh orangtua terhadap anak kandungnya?

  3. Bagaimanakah Penerapan hukum pidana terhadap tindak pidana pembunuhan oleh orangtua terhadap anak kandungnya

  C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

  Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi adalah: 1. Untuk mengetahui pengaturan hukum mengenai tindak pidana pembunah yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak kandungnya

  2. Untuk mengetahui faktor–faktor apa yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak kandungnya.

3. Untuk mengetahui penerapan hukum pidana terhadap tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak kandungnya.

  Disamping tujuan yang akan dicapai sebagaimana yang dikemukakan diatas, maka penulisan skripsi ini juga bermanfaat untuk:

  1. Manfaat secara teoritis Sebagai informasi untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum, khususnya hukum pidana. Selain itu, tulisan ini dapat menjadi bahan kajian terhadap perkembangan ilmu pengetahuan serta menambah wawasan khususnya mengenai faktor-faktor dan penegakan hukum terhadap tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak kandungnya.

  2. Manfaat Secara Praktis Memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum bagi pemerintah khususnya kepolisian, kejaksaan dan kehakiman khususnya yang berkaitan dengan masalah tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak kandungnya.

D. Keaslian Penulisan

  Penulisan Skripsi yang berjudul ”Tinjauan Kriminologi dan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Orangtua Terhadap Anak Kandungnya ( Studi Putusan Pengadilan Negeri Purbalingga Nomor : 154/Pid.B/2011/PN Pbg; Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor : 1357/PID.B/2012/PN. JKT.TIM; Putusan Pengadilan Negeri Gunungsitoli Nomor: 203/Pid.B/2013/PN.GS ) adalah hasil pemikiran penulis sendiri. Skripsi ini menurut sepengetahuan penulis belum pernah ada yang membuat. Kalaupun ada, penulis yakin bahwa substansi pembahasannya berbeda. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Pustaka

  1. Pengaturan Hukum Tentang Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Orangtua Terhadap Anak Kandungnya

  Hukum pidana di Indonesia terbagi dua, yaitu Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus. Secara defenitif, Hukum Pidana Umum dapat diartikan sebagai perundang-undangan pidana dan berlaku umum, yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta semua perundang-undangan yang mengubah dan menambah KUHP. Sedangkan, Hukum Pidana Khusus bisa dimaknai sebagai perundang-undangan dibidang tertentu yang memiliki sanksi pidana, atau tindak-tindak pidana yang diatur dalam perundang-undangan khusus, diluar KUHP baik perundang-undangan pidana maupun bukan pidana tetapi

   memiliki sanksi pidana (ketentuan yang menyimpang dari KUHP).

  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur tentang tidak pidana pembunuhan dalam Bab XIX dengan judul bab Kejahatan Terhadap Jiwa Orang dimulai dari Pasal 338 sampai dengan Pasal 350. Mengamati pasal-pasal tersebut maka KUHP mengaturnya sebagai berikut:

  1. Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa manusia 2.

  Kejahatan yang ditujukan terhadap jiwa anak yang sedang/baru dilahirkan

  3. Kejahatan yang ditujukan terhadap anak yang masih dalam kandungan Dilihat dari segi “kesengajaan” (dolus) maka tindak pidana terhadap nyawa ini terdiri atas:

  1. Yang dilakukan dengan sengaja 2.

  Yang dilakukan dengan sengaja disertai kejahatan berat 3. Yang dilakukan dengan direncanakan lebih dahulu 4. Atas keinginan yang jelas dari yang dibunuh

   5.

  Menganjurkan atau membantu orang untuk bunuh diri Kejahatan terhadap nyawa dalam KUHP dapat dibedakan atau dikelompokkan atas 2 dasar, yaitu: atas unsur kesalahannya dan atas dasar unsur obyeknya (nyawa). Atas dasar kesalahannya ada 2 kelompok kejahatan terhadap nyawa, ialah :

  1. Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja (dolus misdrijven) adalah kejahatan yang dimuat dalam Bab XIX KUHP, Pasal 338 s/d 350

2. Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan tidak dengan sengaja (culpose

  misdrijven ), dimuat dalam Bab XXI (khusus Pasal 359)

  Sedangkan atas obyeknya (kepentingan hukum yang dilindungi), maka kejahatan terhadap nyawa dengan sengaja dibedakan dalam tiga (3) macam, yakni: 1)

  Kejahatan terhadap nyawa orang pada umumnya, dimuat dalam Pasal 338,339,340,344,345 KUHP 13

  2) Kejahatan terhadp nyawa bayi pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan, dimuat dalam pasal 341,342 dan 343

  3) Kejahatan terhadap nyawa bayi yang masih ada dalam kandungan ibu (janin),

  

  dimuat dalam pasal 346,347,348 dan 349

  Pasal 338 HUHP yang berbunyi sebagai berikut, “Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain dihukum karena bersalah melakukan pembunuhan dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”. R.Soesilo memberikan penjelasan mengenai pasal 338 KUHP ini yaitu sebagai berikut: a. kejahatan yang dinamakan .,makar mati” atau .,pembunuhan” (doodslag) disini diperlukan perbuatan yang mengakibatkan kematian orang lain, sedangkan kematian tidak dimaksud, tidak masuk dalam pasal ini, mungkin masuk Pasal 359 ( karena kurang hati-hatinya menyebabkan matinya orang lain) atau Pasal 351 sub 3 (penganiayaan biasa, berakibat matinya orang lain) atau Pasal 353 sub 3 (penganiayaan dengan direncanakan terlebih dahulu, berakibat mati), Pasal 354 sub 2 (penganiayaan berat berakibat mati) atau

  Pasal 355 sub 2 (penganiayaan berat dengan direncanakan lebih dahulu berakibat mati).

  b.

  Sebaliknya pembunuhan itu harus dilakukan segera sesudah timbul maksud untuk membunuh itu, tidak dengan dipikir-pikir lebih panjang.

  Misalnya A se-konyong-konyong datang dirumah melihat bahwa isterinya sedang berzinah dengan B. Karena panas hati, timbul maksud untuk membunuh isterinya dan B itu yang seketika ia lakukan memakai pistol yang sedang ia bawa. Apabila antara maksud akan membunuh dengan penyelenggaraannya, orang itu dengan tenang masih dapat memikirkan bagaimana cara yang sebaik-baiknya untuk melakukan pembunuhan itu, maka dikenakan Pasal 340 (pembunuhan dengan direncanakan lebih dahulu .,moord”) c. Jika pembunuhan itu dilakukan atas permintaan yang dinyatakan dengan sungguh-sungguh dari orang yang dibunuh itu, maka diancam hukuman yang

  

  lebih ringan (Pasal 344)

  14 15 Adami Chazami., Op.Cit., hal 55-56

  Selanjutnya berdasarkan Pasal 340 KUHP yang mengatur tentang Pembunuhan berencana yaitu yang berbunyi: “Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara selama-lama dua puluh tahun.”

  Penjelasan Pasal 340 ini, R.Soesilo menyatakan bahwa : kejahatan ini dinamakan ,,pembunuhan dengan direncanakan lebih dahulu” (moord). Boleh dikatakan, ini adalah suatu pembunuhan biasa (doodslag) tersebut dalam Pasal 338, akan tetapi dilakukan dengan direncanakan terdahulu. ,,direncakan lebih dahulu” (voorbedachte rade) = antara timbulnya maksud untuk membunuh dengan pelaksanaanya itu masih ada tempo bagi sipembuat untuk dengan tenang memikirkan misalnya dengan cara bagaimanakah pembunuhan itu dilakukan.

  ,,tempo” ini tidak boleh terlalu sempit, akan tetapi sebaliknya juga tidak perlu terlalu lama, yang penting ialah apakah didalam tempo itu sipembuat dengan tenang masih dapat berpikir-pikir, yang sebenarnya ia masih ada kesempatan untuk membatalkan niatnya akan membunuh itu, akan tetapi tidak ia pergunakan.

  Pembunuhan dengan mempergunakan racun hampir semua merupakan

   ,,moord”.

  Perlindungan terhadap anak yang diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2002 yang dimuat dalam Pasal 13 dari undang-undang tersebut menyebutkan bahwa anak memiliki hak untuk perlindungan atas tindakan diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi maupun sosial, penelantaran, kekejaman,kekerasan dan penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya dan dalam hal tindakan-tindakan tersebut dilakukan oleh orangtua dari anak tersebut maka hukumannya akan dikenakan pemberatan.

  Dasar pelaksanaan perlindungan anak adalah: a. Dasar filosofi, Pancasila sebagai dasar kegiatan dalam berbagai bidang kehidupan keluarga, bermasyarakat, bernegara dan berbangsa dan dasar filosofis pelaksanaan perlindungan anak b. Dasar etis, pelaksanaan perlindungan anak harus sesuai dengan etika profesi yang berkaitan untuk mencegah perilaku menyimpang dalam pelaksanaan kewenangan, kekuasaan dan kekuatan dalam pelaksanaan perlindungan anak c.

  Dasar yuridis, pelaksanaan perlindungan anak harus didasarkan pada UUU 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku.

  Penerapan dasar yuridis ini harus secara integratif, yaitu penerapan terpadu menyangkut peraturan perundang-udangan dari berbagai bidang hukum yang berkaitan.

17 Tindak pidana dalam lingkungan keluarga diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

  Yang dimaksud dengan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis, dan/ atau perbuatan penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

  Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2004 menentukan ruang lingkup rumah tangga yang dimaksud dalam undang-undang ini, yaitu meliputi : a.

  Suami, istri, anak b.

  Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, penyusunan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau c.

  Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap selama berada dalam rumah tangga tersebut.

  Selain memuat pasal-pasal yang melarang tindak pidana KDRT, UU Nomor 23 Tahun 2004 juga merumuskan ketentuan pidana sebagai bagian penegakan hukum atau UU Nomor 23 Tahun 2004. Rumusan ketentuan pidana dimaksud tertuang dalam Pasal 44, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 48, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53 UU Nomor 23 Tahun 2004.

  Tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga yang mengakibatkan matinya korban termaktub dalam ketentuan Pasal 44 ayat (1), (2), (3), dan (4) UU Nomor 23 Tahun 2004 yang berbunyi sebagai berikut:

  (1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).

  (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah)

  (3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah)

  (4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencarian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)

  

  bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah)

2. Faktor Penyebab Terjadinya Pembunuhan Anak Yang Dilakukan Orangtua Terhadap Anak Kandungnya.

  Kejahatan pembunuhan terhadap jiwa orang lain terus terjadi dan menjadi pemberitaan luas oleh media massa. Pembunuhan merupakan perilaku seseorang atau sekelompok orang yang berakibat hilangnya nyawa orang lain. Kejadian pembunuhan dilatarbelakangi oleh berbagai sebab, sehingga seseorang merencanakan, memutuskan dan mengeksekusi pembunuhan terhadap orang lain. Ketika seseorang telah menjadi korban pembunuhan, maka dipastikan ia mengalami kematian. Berbagai faktor penyebab seringkali menjadi daya penggerak bagi seseorang untuk melakukan pembunuhan. Dalam kasus pembunuhan berencana (planned murder), biasanya seorang calon pembunuh sudah mengetahui siapa calon korban yang akan dibunuhnya, sedangkan dalam kasus pembunuhan tak berencana (unplanned murder), seseorang membunuh orang lain karena adanya konflik emosional antara dirinya dengan calon

   korban.

  Kejahatan merupakan tingkah laku yang menyimpang, siapapun orangnya tetap mempunyai kemungkinan untuk melakukan kejahatan karena, terdapat faktor-faktor didalam diri dan diluar dari diri seseorang mengapa ia melakukan kejahatan itu. Adapun faktor- faktor tersebut adalah :

a. Faktor Interen (Intern Factor)

  Adalah faktor-faktor yang terdapat pada individu seperti umur, sex, kedudukan individu, masalah rekreasi/liburan individu, agama individu.

19 Agoes Dariyo, “Mengapa Seseorang Mau Jadi Pembunuh” , dalam Jurnal Penelitian

  Psikologi Tahun 2013, Vol. 04, No. 01, 10-20, hal 10

  Menurut Galles, ketidakmampuan dalam pengasuhan dan masalah kepribadian orangtua juga disebut Gelles sebagai factor yang menyebabkan seseorang melakukan kekerasan terhadap anak-anaknya, orangtua yang melakukan kekerasan seringkali memiliki harapan yang tidak realistis pada anak mereka, memiliki pengetahuan yang minim mengenai perkembangan anak dan menunjukkan ketidakmampuan dalam menjalin hubungan dengan anak, selain itu mereka juga seringkali memiliki harga diri yang rendah dan kepribadian tidak matang, kurang rasa empati dan lebih egois, tingkat stress yang tinggi disebut juga dapat mempengaruhi tingkat kekerasan yang dilakukan orangtua sebagai coping

   terhadap stressnya tersebut.

b. Faktor Eksteren (Extern Factor)

  Adalah faktor-faktor yang berada diluar individu. Faktor eksteren ini berpokok pangkal pada lingkngan individu seperti : waktu kejahatan, tempat kejahatan, keadaan keluarga dalam hubungannya dengan kejahatan, keadaan keluarga dalam hubungannya dengan kejahatan.

  Faktor ekstern yaitu faktor yang berasal dari luar diri pelaku tersebut seperti keadaan lingkungan disekitar pelaku yang menyebabkan pelaku tega melakukan pembunuhan. Dalam hal ini secara subjektif bisa saja seorang anak yang dibunuh tidak memiliki kesalahan apa-apa atau tidak menyebabkan orangtua melakukan pembunuhan, tetapi anak ini hanya menjadi korban dari perilaku orangtua yang lepas kontrol emosi, atau bisa saja seorang anak lah yang menyebabkan orangtua melakuan pembunuhan. Apapun penyebabnya tetap saja 20 yang menjadi pelaku adalah orang yang membunuh, yaitu kesalahan pada pelaku walaupun yang menyebabkan terjadinya tindakan tersebut adalah anaknya Menurut Gelles, Masalah ekonomi, tidak bekerja, pendapatan rendah, sakitnya anggota keluarga dan ketidakmampuan membayar biaya medis adalah

   sumber stress pada banyak kehidupan orang tua yang melakukan kekerasan..

  Alasan ekonomi merupakan alasan klasik yang melatar belakangi terjadinya tindak kejahatan. Teori Strain dan Penyimpangan Budaya berasumsi bahwa kelas sosial dan tingkah laku kriminal berhubungan, tetapi berbeda dalam hal sifat hubungan tersebut. Para penganut teori Strain beranggapan bahwa seluruh anggota masyarakat mengikuti satu set nilai-nilai budaya yaitu nilai-nilai budaya dari kelas menengah. Satu nilai budaya terpenting adalah keberhasilan ekonomi, karena orang-orang kelas bawah tidak mempunyai sarana-sarana yang sah untuk mencapai tujuan tersebut, mereka menjadi frustasi dan beralih menggunakan sarana yang tidak sah. Pada teori penyimpangan budaya menyatakan bahwa orang-orang dari kelas bawah memiliki satu set nilai-nilai yang berbeda, yang cenderung konflik dengan nilai-nilai dari kelas menengah. Sebagai konsekuensinya manakala orang-orang kelas bawah mengikuti sistem nilai mereka sendiri, mereka mungkin telah melanggar norma-norma

  

  konvensional Tingkat pendidikan para pelaku ini tentunya akan berpengaruh juga terhadap pola pikir mereka. Kita tahu, pendidikan berkaitan dengan 21 22 Firda Fauziah, Loc.Cit Shinta Ayu Purnamawati, “Perlindungan Hukum Bagi Pelaku Pembunuhan Anak

  Seketika Setelah Dilahirkan Oleh Ibu Kandungnya “ dalam Jurnal LegalityUniversitas perkembangan kejiwaan dan kepribadian, budi pekerti dan etika. Pendidikan juga berkaitan dengan penguasaan pengetahuan serta keterampilan. Meskipun bukan berarti pendidikan rendah akan melatar belakangi setiap kejahatan, karena nafsu jahat timbul dari tiap–tiap manusia, dan tergantung bagaimana kita mengendalikannya. Akan tetapi dalam hal ini pendidikan mempunyai pengaruh besar dalam membentuk pola pikir seseorang dalam menyelesaikan masalah.

  Seorang yang hanya tamatan Sekolah Dasar tentunya mempunyai cara pendang

   dan pola pikir berbeda dengan tamatan Sekolah Menengah.

  Teori kriminologi mengenal beberapa Mazhab yang berkaitan dengan kejahatan atau penyebab kejahatan yaitu :

1. Mazhab Italia atau Mazahab Antropologi

  Tokohnya adalah C.Lambroso yang pada pokoknya mengemukakan bahwa para penjahat dipandang dari sudut antropologi mempunyai tanda-tanda tertentu. Tengkoraknya mempunyai kelainan-kelainan. Roman muka juga lain dari pada orang biasa, tulang dahi melengkung kebelakang. Pokoknya penjahat dipandang sebagai suatu jenis manusia tersendiri. Lambroso juga mengemukakan hipotesa atavisme, yakni bahwa seorang penjahat merupakan suatu gejala atavistis, artinya bahwa ia dengan sekonyong-konyong mendapat kembali sifat- sifat yang sudah tidak dimiliki oleh nenek moyangnya yang terrdekat, tetapi nenek moyangnya yang lebih jauh. Ferri seorang murid Lambroso, lebih mengembangkan lagi teori ini. Dikatakan bahwa rumus timbulnya kejahatan adalah hasil dari keadaan fisik, induvidu dan sosial. Pada suatu waktu unsur individulah yang tetap paling penting. “Keadaan sosial memberi bentuk pada kejahatan, tetapi ini berasal dari bakatnya yang biologis, anti sosial (organis dan psikis)”.

   2.

  Mazhab Perancis atau Mazhab Lingkungan Mazhab ini menentang Mazhab Italia. :Die Welt ist mehr Schuld an mir,

  

als ish”, yakni dunia adalah lebih bertanggungjawab terhadap bagaimana jadinya

  saya, dari pada diri saya sendiri. Tokoh terrkemukanya adalah A.Lacassagne (1843-1924). Ia merumuskan mazhab lingkungan sebagai berikut :

  “L’important est le milieu social. Permettez-moi une comparaison empruntee a’la theorie moderne. Le milieu social est le bouillon de culture de la criminalite: le microbe, c’est le criminel, un element qui n’a

d’importance que le jour ou il trouve le buillion qui le fait fermenter”

  Artinya : “yang terpenting adalah keadaan sosial sekeliling kita. Izinkan saya mengemukakan suatu perbandingan yang diambil dari teori modern. Keadilan sosial sekeliling kita adalah suatu pembenihan untuk kejahatan; kuman adalah sipendapat, suatu unsur yang baru mempunyai arti apabila menemukan pembenihan yang membuatnya berkembang”

   3.

  Mazhab Bio – Sosiologi Ferri memberikan suatu rumus tentang timbulnya tiap-tiap kejahatan adalah resultante dari keadaan individu. Fisik dan sosial. Pada waktu unsur individu yang paling penting. Keadaan sosial memberi bentuk pada kejahatan, tapi ini berasal dari bakatnya yang biologis dan anti sosial. Aliran bio-sosiologis ini ber-synthese kepada aliran antropologi yaitu pada lingkungan yang menjadi sebab kejahatan, dan ini berasal dari ferri. Rumusnya berbunyi: “Tiap kejahatan adalah hasil dari unsur-unsur yang terdapat dalam individu yaitu unsur-unsur yang 24 Soerjono Soekanto, at all, Kriminologi (Suatu Pengantar), Ghalia Indonesia, diterangkan oleh Lombroso. Lama kelamaan banyak ahli kriminologi menganut aliran tersebut antara lain Prins (1845-1919) di Brussel mendirikan Union

   Internasionale de Droit Penal.

  4. Mazhab Spritualis M.De Beast mengajarkan bahwa makin meluasnya juga pada lapisan bahwa masyarakat, pengasingan diri terhadap Tuhan serta pandangan hidup dan pandangan dunia yang berdasarkan ini, yang sama sekali kosong dalam hal dorongan-dorongan moral adalah merupakan dasar yang hitam dimana kebusukan

  

dan kejahatan berkeembang dengan subur.

  3. Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Yang Ddilakukan Orangtua Terhadap Anak Kandungnya a.

  Kemampuan bertanggungjawab Pertanggungjawaban dalam hukum pidana harus dengan adanya kesalahan yang memiliki unsur sebagai berikut :

  1. Melakukan perbuatan pidana (sifat melawan hukum) 2.

  Di atas umur tertentu mampu bertanggungjawab 3. Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan.

   4.

  Tidak adanya alasan pemaaf KUHP tidak memuat ketentuan tentang arti kemampuan 26 bertanggungjawab tetapi yang berhubungan dengan itu ialah Pasal 44 27 Ibid hal 67 KUHP : “Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dipertanggungjawabkan kepadanya, karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau jiwa yang terganggu karena penyakit. Kalau tidak dapat dipertanggungjawabkannya itu disebabkan karena hal lain, misalnya jiwanya tidak normal karena masih sangat muda atau lain-lain, pasal tersebut tidak dapat dipakai. Untuk adanya kemampuan bertanggungjawab harus ada : 1.

  Kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk; yang sesuai hukum dan yang melawan hukum

  2. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsafan

  

  tentang baik dan buruknya perbuatan tadi b. Kesengajaan (Opzet)

  Sebagian besar tindak pidana mempunyai unsur kesengajaan atau opzet, bukan unsur culpa. Ini layak karena biasanya yang pantas mendapat hukuman pidana itu adalah orang yang melakukan sesuatu dengan sengaja. Kesengajaan ini harus mengenai ketiga unsur dari tindak pidana, yaitu ke-1: perbuatan yang dilarang; ke-2 : akibat yang menjadi pokok alasan diadakan larangan itu, dan ke-

  

3: bahwa perbuatan itu melanggar hukum.

  Kesengajaan dapat dirumuskan sebagai berikut : melaksanakan suatu perbuatan, yang didorong oleh suatu keinginan untuk berbuat atau bertindak. Atau dengan kata lain : bahwa kesengajaan itu ditujukan terhadap perbuatan. Satochid 29 30 Ibid hal 178-179 Kartanegara menjelaskan bagaimana proses timbulnya kesengajaan sebagai

  

  berikut: 1.

  Setelah A melihat benda itu, maka timbul keinginan padanya untuk memperoleh benda dan selanjutnya A berpikir dengan cara bagaimana agar A dapat memiliki benda itu. Ini yang disebut proses kesengajaan.

  2. Dorongan atau alasan atau perasaan untuk bertindak guna memenuhi keinginan disebut motif.

  3. Selanjutnya A berpikir untuk memenbuhi keinginannya, ia akan mengambil benda tadi.

  Dalam hal ini motif menggerakkan atau mendorong A untuk berbuat. Jika hal itu dihubungkan dengan jiwa A yang sehat itu, maka ini disebut opzet (kesengajaan) Kejahatan pembunuhan berencana (moord, murder) kesengajaan pembuat hanya memerlukan doegle richte handling (perbuatan yang diarahkan ke tujuan), yaitu bahwa pembuat menghendaki matinya orang lain dan berbuat dengan

   perkiraan yang disadari bahwa ia akan mewujudkan pembunuhan.

  c.

  Perumusan Pidana Kitab Undang-Undang hukum Pidana (KUHP) mengatur tentang sanksi atau hukuman dalam Pasal 10 KUHP, yaitu:

31 Martiman Prodjohamidjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia,

  1. Pidana Pokok: a.

  Pidana mati b. Pidana tutupan c. Pidana penjara d. Pidana kurungan e. Pidana denda.

  2. Pidana tambahan yaitu: a. pencabutan beberapa hak tertentu b. perampasan barang yang tertentu c. pengumuman keputusan hakim.

  Jenis pidana yang pada umumnya, dicantumkan dalam perumusan delik menurut pola KUHP ialah pidana pokok, dengan menggunakan sembilan bentuk perumusan, yaitu:

   1.

  Diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara tertentu

2. Diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau penjara tertentu 3.

  Diancam dengan pidana penjara (tertentu) 4. Diancam dengan pidana penjara atau kurungan 5. Diancam dengan pidana pernjara atau kurungan atau denda 6. Diancam dengan pidana penjara atau denda 7. Diancam dengan pidana kurungan 8. Diancam dengan pidana kurungan atau denda 33

9. Diancam dengan pidana denda

  Berdasarkan sembilan bentuk perumusan diatas, dapat diidentidikasikan hal-hal sebagai berikut

  

  1) KUHP hanya menganut dua sistem perumusan yaitu:

  : a.

  Perumusan tunggal (hanya diancam satu pidana pokok) b. Perumusan alternatif

  2) Pidana pokok yang diancam/dirumuskan secara tunggal hanya pidana penjara, kurungan, atau denda. Tidak ada pidana mati atau penjara seumur hidup yang diancam secara tunggal

  3) Perumusan alternatif dimulai dari pidana pokok terberat sampai yang paling ringan

  Pidana tambahan bersifat akumulatif, namun pada dasarnya untuk dapat dijatuhkan harus tercantum dalam perumusan delik

F. Metode Penelitian Hukum 1.

  Spesifikasi Penelitian Penelitian hukum terdiri dari : 1.

  Penelitian hukum normatif, yang mencakup : a.

  Penelitian terhadap azas-azas hukum b. Penelitian terhadap sistematika hukum c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum d. Penelitian sejarah hukum e. Penelitian perbandingan hukum

2. Penelitian hukum sosiologis atau empiris, yang terdiri dari : a.

  Penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis) b. Penelitian terhadap efektivitas hukum

  Hal-hal tersebut diatas, sebenarnya dapat digabungkan secara serasi sehingga diperoleh sistematika mengenai macam-macam penelitian secara umum dan pembagiannya menurut tujuan penelitian hukum. Misalnya penelitian terhadap azas-azas hukum, dapat merupakan penelitian “fact finding” belaka, atau mungkin penelitian-penelitian “problem finding”, “problem identification” dan “problem solution”. Penelitian terhadap efektivitas hukum, umpamanya, dapat merupakan penelitian diagnostik, yang kemudian dilanjutkan dengan penelitian prespektif dan penelitian evaluatif. Jadi, yang menjadi unsur penentu adalah tujuan penelitian hukum, dan unsur tambahan atau pendukungnya adalah macam- macam penelitian secara umum sebagaimana dijabarkan secara garis besar diatas.

  Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai dengan analisa terhadap pasal–pasal dan peraturan perundang – undangan yang mengatur permasalahan dalam skripsi. Bersifat normatif maksudnya adalah penelitian hukum yang beertujuan untuk memperoleh pengetahuan normatif tentang hubungan antara satu peraturan dengan peraturan lain dan penerapan dalam pratiknya (studi putusan).

  Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan (di samping adanya penelitian hukum sosiologis empiris yang terutama meneliti data primer). Penelitian hukum normatif atau kepustakaan tersebut mencakup : a.

  Penelitian terhadap asas-asas hukum b. ‘penelitian terhadap sistemaatik hukum c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal d. Perbandingan hukum e. Sejarah hukum

   2.

  Data dan Sumber Data Sumber data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data sekunder, yakni data yang tidak diperoleh secara langsung dari lapangan namun diperoleh dari studi pustaka yang meliputi bahan dokumentasi, tulisan ilmiah dan berbagai sumber tulisan yang lainnya. Data Sekunder dibagi menjadi tiga, yaitu :

  1) Bahan Hukum Primer

  Bahan hukum ini adalah berbagai ketentuan dan peraturan perundang – undangan maupun undang-undang yang telah berlaku di Indonesia yang mengatur tentang Tindak Pidana Penganiayaan terhadap Anak dalam lingkup Keluarga, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dan undang-undang yang mengatur perlindungan hukum bagi anak yaitu Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

  2) Bahan Hukum Sekunder 35

  Bahan hukum ini adalah bahan yang berkaitan dengan bahan hukum primer dan merupakan bahan pendukung dari bahan hukum primer. Peneliti mengambil bahan hukum sekunder dari studi kepustakaan, yaitu buku – buku yang berkaitan dengan bahan hukum primer.

  3) Bahan Hukum Tersier

  Merupakan bahan hukum pelengkap dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Peneliti mendapatkannya melalui berbagai jurnal maupun arsip-arsip penelitian.

3. Alat Pengumpul Data

  Di dalam penelitian, pada umumnya dikenal tiga jenis alat pengumpul data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara atau interview. Ketiga alat tersebut dapat dipergunakan masing-

   masing atau bersama-sama.

  Alat pengumpul data yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan studi dokumen atau bahan pustaka yang disusun secara ilmiah (metodologi) guna memperoleh data-data yang diperlukan dalam penyusunan sesuai dengan yang telah direncanakan semula yaitu menjawab permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya.

4. Prosedur Pengumpul Data

  Metode pengumpulan data dalam Penulisan skripsi ini menggunakan

  

Library Research (penelitian kepustakaan), yaitu dengan melakukan penelitian 36 terhadap berbagai sumber bacaan, yakni buku-buku, pendapat sarjana, artikel, surat kabar/koran, internet dan media massa yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.

5. Analisis Data

  Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa secara perspektif dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Analisis kualitatif merupakan metode untuk mendapatkan data yang mendalam dan, suatu

  

  data yang mengandung makna dan dilakukan pada obyek yang alamiah. Metode ini menggunakan data yang terbentuk atas suatu penilaian atau ukuran secara tidak lansung dengan kata lain yaitu kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

G. Sistematika Penulisan

  Pembahasan karya ilmiah harus dilakukan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistem penulisan sistematika yang terartur, yang terbagi dalam bab per bab yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penuliisan skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I : Bab ini berisikan pendahuluan dimana penulis menguraikan latar belakang penulis memilih judul, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

  BAB II : Bab ini berisikan pengaturan hukum tentang tindak pidana pembunuhan yang dilakukan orangtua terhadap anak kandungnya yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dimana kemudian akan dibahas satu per satu.

  BAB III: Bab ini akan membahas tentang faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana pembunuhan oleh orangtua terhadap anak kandung yang dilihat dari faktor interen (intern factor) dan faktor eksteren (extern

  factor)

  BAB IV : Bab ini berisikan kesimpulan dari bab-bab terdahulu dengan butir-butir yang dianggap penting serta berisi saran sehubungan dengan pembahasan dalam skripsi ini

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Pasien Berdasarkan Hukum Positif Indonesia(Studi Padaunit Pelayanan Teknis Balai Kesehatan Indera Masyarakat Medan)

0 0 13

Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Pasien Berdasarkan Hukum Positif Indonesia(Studi Padaunit Pelayanan Teknis Balai Kesehatan Indera Masyarakat Medan)

0 0 34

KATA PENGANTAR - Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Pasien Berdasarkan Hukum Positif Indonesia(Studi Padaunit Pelayanan Teknis Balai Kesehatan Indera Masyarakat Medan)

0 0 23

Perjanjian Kerjasama Operasi Pengusahaan Air Minum Di Pelabuhan Belawan Antara Pt. Pelindo I Dengan Pt. Metito Indonesia

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perjanjian Kerjasama Operasi Pengusahaan Air Minum Di Pelabuhan Belawan Antara Pt. Pelindo I Dengan Pt. Metito Indonesia

1 2 16

BAB II PERANAN DAN UPAYA PEMERINTAH (BPN) A. Pendaftaran Tanah dalam Pandangan Yuridis - Kesadaran Hukum Masyarakat Nias Dalam Rangka Pendaftaran Tanah (Studi Kasus Di Kabupaten Nias)

0 1 23

Kesadaran Hukum Masyarakat Nias Dalam Rangka Pendaftaran Tanah (Studi Kasus Di Kabupaten Nias)

0 0 41

BAB II HUKUM PERJANJIAN SECARA UMUM A. Tinjauan Umum Perihal Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian - Hukum Perjanjian Antara Agen Pemasaran Perusahaan Property One Dan Pemilik Rumah/Tanah (Studi Pada Perusahaan Property One Medan Kota)

0 0 56

Hukum Perjanjian Antara Agen Pemasaran Perusahaan Property One Dan Pemilik Rumah/Tanah (Studi Pada Perusahaan Property One Medan Kota)

0 1 25

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN ORANGTUA TERHADAP ANAK KANDUNGNYA A. Tindak Pidana Pembunuhan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) - Analisis Hukum Pidana Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Y

1 2 36