Pengelolaan Daerah Aliran Sungai: Suatu Rencana Terpadu DAS Batang Gadis Sumatera Utara

PENDAHULUAN BAB

  1

1. Latar Belakang

  Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal-balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, dengan tujuan menciptakan keserasian dan kelestarian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan. Pengelolaan DAS, yang merupakan bagian dari pembangunan wilayah, sampai saat ini menghadapi berbagai masalah yang kompleks dan saling terkait.

  Permasalahan pengelolaan DAS (yang dicerminkan oleh penurunan kualitas DAS: meningkatnya erosi dan sedimentasi, meningkatnya frekuensi dan besaran banjir serta menurunnya ketersediaan air) bersumber dari berbagai permasalahan inti yang diantaranya disebabkan karena kegiatan pengelolaan dilakukan secara parsial (belum terpadu antar berbagai sektor) dan terfragmentasi antar berbagai wilayah serta pengelolaan DAS dilakukan dengan pendekatan top

  down . Selain itu koordinasi lemah, kesadaran masyarakat lemah, dana

  pemerintah terbatas, institusi belum mantap, peraturan tumpang tindih, konflik antar sektor/kegiatan, hulu dan hilir belum serasi dan pengembangan SDA belum sinkron dengan konservasi (Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 52/Kpts-

  II/2001 tanggal 23 Pebruari 2001). Permasalahan pengelolaan DAS tersebut meningkat seiring dengan pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, meningkatnya konflik kepentingan, kurangnya keterpaduan antar sektor, antar wilayah hulu dan hilir, terutama pada era Otonomi Daerah dimana sumberdaya alam ditempatkan sebagai sumber utama Pendapatan Asli Daerah (PAD). Permasalahan tersebut pada akhirnya bermuara pada menurunnya/rusaknya fungsi DAS (ekologi, ekonomi dan sosial budaya) yang ditunjukan oleh performance indikator DAS seperti meningkatnya besaran dan frekuensi kejadian banjir, erosi dan sedimentasi, pencemaran lingkungan serta meningkatnya kesenjangan dan kemiskinan.

  Dalam rangka memperbaiki kondisi DAS yang rusak (telah mengalami penurunan kualitas DAS) pemerintah bersama masyarakat dan stakeholders lainnya telah melakukan berbagai upaya dan kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan penutupan lahan dan menurunkan erosi tanah. Kegiatan pengelolaan DAS telah dilakukan sejak tahun 1970-an melalui Program Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air (PPHTA) dan Inpres Penghijauan dan Reboisasi. Kegiatan tersebut terus dilaksanakan hingga saat ini yang dilakukan melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL), Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK). Tujuan dari berbagai upaya tersebut adalah untuk mewujudkan perbaikan lingkungan serta penanggulangan bencana (banjir, longsor, kekeringan) secara terpadu, transparan dan partisipatif, sehingga sumberdaya hutan dan lahan berfungsi optimal untuk menjamin keseimbangan lingkungan dan tata air DAS, serta memberikan manfaat sosial ekonomi yang nyata bagi masyarakat. Namun demikian, hasil dari berbagai kegiatan tersebut belum optimal karena program/kegiatan masih kental dengan nuansa sektoral, belum berbasis ekosistem dan belum berorientasi kepada kepentingan masyarakat publik.

  Fakta tersebut menunjukkan betapa perlunya pengelolaan DAS secara terpadu yang melibatkan pemangku kepentingan pengelolaan DAS, yang terdiri dari unsur masyarakat, dunia usaha dan pemerintah, dengan prinsip-prinsip keterpaduan, kesetaraan, pengelolaan sumberdaya secara adil (distributive

  

justice ), efektif, efisien dan berkelanjutan. Beberapa hal yang mengharuskan

  pengelolaan DAS diselenggarakan secara terpadu adalah :

  1. Terdapat keterkaitan antar berbagai kegiatan (multisektor) dalam pengelolaan sumberdaya dan pembinaan aktifitasnya.

  2. Melibatkan berbagai disiplin ilmu yang mendasari dan mencakup berbagai bidang kegiatan.

  3. Batas DAS tidak selalu bertepatan dengan batas wilayah administrasi pemerintahan.

  4. Interaksi daerah hulu sampai hilir yang dapat berdampak negatif maupun positif sehingga memerlukan koordinasi antar pihak.

  Keterpaduan mengandung pengertian terbinanya keserasian, keselarasan, keseimbangan dan koordinasi yang berdaya guna dan berhasil guna. Keterpaduan pengelolaan DAS memerlukan partisipasi yang setara dan kesepakatan para pihak dalam segala hal mulai dari penyusunan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan penilaian hasil kegiatan pengelolaan DAS. Prinsip-prinsip dasar dalam pengelolaan DAS adalah :

  1. Pengelolaan DAS berupa pemanfaatan, pemberdayaan, pembangunan, perlindungan dan pengendalian sumberdaya alam DAS.

  2. Pengelolaan DAS berlandaskan pada asas keterpaduan, kelestarian, kemanfaatan, keadilan, kemandirian (kelayakan usaha) serta akuntabilitas.

  3. Pengelolaan DAS diselenggarakan secara terpadu, menyeluruh berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

  4. Pengelolaan DAS dilakukan melalui pendekatan ekosistem yang dilaksanakan berdasarkan prinsip satu DAS, satu rencana, satu sistem pengelolaan dengan memperhatikan sistem pemerintahan yang desentralisasi sesuai jiwa otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab.

  Dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS terpadu tersebut, diperlukan perencanaan yang komprehensif yang mengakomodasikan berbagai kepentingan dari stakeholders dalam suatu DAS. Perencanaan yang komprehensif, yang dapat dijadikan acuan bagi stakeholders dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS pada era otonomi daerah saat ini, diwujudkan melalui penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu.

  DAS Batang Gadis merupakan salah satu DAS yang tergolong DAS Prioritas I yang berada di wilayah BPDAS Asahan Barumun, Provinsi Sumatera Utara sehingga diperlukan perencanaan dan penanganan pengelolaan DAS yang lebih terintegrasi dan dilakukan dengan seksama. Perencanaan pengelolaan DAS terpadu DAS Batang Gadis dapat dijadikan sebagai pedoman seluruh pemangku kepentingan dalam mengatasi dan menyelesaikan permasalahan pengelolaan DAS Batang Gadis dan sekaligus melestarikan fungsi-fungsi DAS dalam menunjang dinamika kehidupan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan (on site dan off site). Fasilitasi dalam rangka Penyusunan Rencana umum pengelolaan DAS terpadu DAS Batang Gadis dilakukan pada 3 Kabupaten/Kota yang terdiri dari Tapanuli Selatan, Kota Padang Sidempuan dan Kabupaten Mandailing Natal yang meliputi areal seluas 505.429,98 hektar.

2. Maksud dan Tujuan

  Maksud penyusunan rencana umum pengelolaan DAS terpadu DAS Batang Gadis adalah untuk memberikan arahan bagi stakeholders (para pamangku kepentingan) khususnya stakeholders penentu kebijakan dalam penyelenggaraan pengelolaan DAS Batang Gadis, sehingga pengelolaan sumberdaya alam dalam DAS tersebut memberikan manfaat yang optimal dan berkelanjutan. Sedangkan tujuan adalah tersusunnya rencana umum pengelolaan DAS terpadu DAS Batang Gadis yang komprehensif, mampu mengakomodasikan berbagai kepentingan seluruh stakeholders DAS Batang Gadis sehingga rencana tersebut dapat dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun rencana teknis pengelolaan DAS yang lebih detail.

   Sasaran Lokasi 3.

  Secara administrasi DAS Batang Gadis meliputi Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padang Sidimpuan dan Kabupaten Mandailing Natal yang secara

  o o o

  geografi terletak terletak pada 98 54’49” – 99 50’08” Bujur Timur dan 0 32’17”

  o

  • – 1 11’26” Lintang Utara. DAS Batang Gadis meliputi areal seluas 505.459,29 ha yang terbagi ke dalam 5 Sub DAS yaitu Sub DAS Batang Angkola, Sub DAS Batang Gadis Hulu, Sub DAS Batang Gadis Hilir, Sub DAS Batang Salai dan Sub DAS Sikorsik.

   Hasil yang Diharapkan 4.

  Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah tersedianya arahan dan pedoman dalam pengelolaan DAS Batang Gadis serta terbentuknya koherensi kerjasama antar pemangku kepentingan dalam pengelolan DAS Batang Gadis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga kelestarian DAS Batang Gadis.

METODE PENYUSUNAN RENCANA BAB

  2

2.1. Kerangka Pendekatan Pengelolaan DAS

  Perencanaan pengelolaan DAS disusun berlandaskan pada isu-isu utama, struktur masalah dan masalah inti yang harus dipecahkan, serta performance dan perkembangan kondisi historis, aktual dan kondisi DAS yang diharapkan tercipta di masa mendatang. Suatu perencanaan memerlukan penjabaran dan analisis dari masalah dan penyelesaiannya berdasarkan informasi yang ada serta kajian komprehensif yang terkait dengan tujuan dan sasaran perencanaan. Sasaran pengelolaan DAS terpadu yang ingin dicapai pada dasarnya adalah : - Terciptanya kondisi ekologi, hidrologi, dan ekonomi DAS yang optimal.

  • Meningkatnya produktivitas lahan dan menurunnya kerusakan lahan yang diikuti oleh perbaikan kesejahteraan masyarakat.
  • Terbentuknya kelembagaan masyarakat yang tangguh dan muncul dari bawah (bottom-up) selaras dengan sosial budaya setempat.
  • Terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan berkeadilan (distributive justice).

  Oleh karena itu perumusan program dan kegiatan pengelolaan DAS seyogyanya berorientasi pada pencapaian tujuan dan sasaran, disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi, dan mempertimbangkan pergeseran paradigma, perubahan karakteristik DAS, peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip- prinsip dasar pengelolaan DAS.

  Rencana pengelolaan DAS terpadu merupakan rencana jangka panjang dengan rentang waktu rencana disesuaikan dengan rencana pembangunan daerah yang tertuang dalam RTRWP/RTRWK. Rencana pengelolaan DAS terpadu bersifat strategis, multipihak yang disusun dengan pendekatan partisipatif. Dengan demikian rencana ini memuat berbagai kepentingan dan tujuan, serta sasaran yang harus dicapai melalui pendekatan multidisiplin, yang diintegrasikan dalam satu sistem perencanaan.

  Perencanaan Pengelolaan DAS terpadu pada dasarnya adalah proses memadukan rencana-rencana yang bersifat sektoral dan regional dari masing- masing instansi/pihak pemerintah daerah dan instansi/pihak non pemerintah yang terkait dalam upaya efektifitas pencapaian tujuan bersama dan efisiensi penggunaan sumberdaya yang dimiliki oleh setiap pihak. Dalam hal ini masalah- masalah yang dihadapi oleh setiap instansi/pihak diupayakan untuk diatasi bersama dengan kerangka pencapaian tujuan bersama.

  Rencana Pengelolaan DAS terpadu merupakan rencana umum jangka panjang pengelolaan DAS yang mengakomodasikan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dijabarkan secara menyeluruh dan terpadu yang memuat perumusan masalah spesifik di dalam DAS, sasaran dan tujuan pengelolaan, arah kebijakan, program dan kegiatan dalam pemanfaatan, perlindungan dan pelestarian sumberdaya alam, pengembangan sumberdaya manusia, arahan model kelembagaan pengelolaan DAS, serta sistem monitoring dan evaluasi kegiatan pengelolaan DAS. Ruang lingkup Rencana Pengelolaan DAS terpadu meliputi :

  1. Rencana Pengelolaan DAS Terpadu merupakan rencana jangka panjang yang bersifat umum dengan batas ekosistem DAS, SWP DAS, DTA Waduk/danau, atau pulau-pulau kecil secara utuh.

  2. Rencana Pengelolaan DAS Terpadu secara umum meliputi : Perumusan Tujuan dan Sasaran, Strategi Pencapaian Tujuan, Perumusan Kegiatan dan Program yang didasarkan pada data dan informasi serta kajian yang komprehensif (ekologi, ekonomi, dan sosial kelembagaan), serta pemantauan dan evaluasi.

  3. Program dan kegiatan indikatif pengelolaan DAS difokuskan pada upaya- upaya pokok penataan kawasan/ruang, konservasi dan rehabilitasi hutan dan lahan, pengelolaan sumberdaya air, pemberdayaan masyarakat dan pengembangan kelembagaan DAS.

  Rencana pengelolaan DAS secara integral merupakan bagian tak terpisahkan dari rencana tata ruang wilayah (RTRWP/RTRWK). Posisi rencana pengelolaan DAS terpadu dalam perencanaan wilayah adalah :

  1. Rencana pengelolaan DAS terpadu yang bersifat umum dapat dijadikan salah satu acuan, masukan, dan pertimbangan bagi kabupaten/kota dalam penyusunan RPJP, RPJM dan RKPD.

  2. Rencana pengelolaan DAS terpadu merupakan salah satu acuan, masukan dan pertimbangan bagi rencana sektoral yang lebih detail di Wilayah Sub DAS/Sub SWP DAS.

  3. Rencana pengelolaan DAS terpadu merupakan instrumen pencapaian tujuan secara sistematik dan intrumen pertanggungjawaban pengelola sumberdaya alam.

  Pengelolaan DAS terpadu merupakan upaya pengelolaan sumberdaya yang menyangkut berbagai pihak yang mempunyai kepentingan berbeda-beda, sehingga keberhasilannya sangat ditentukan oleh banyak pihak, tidak semata-mata oleh pelaksana langsung di lapangan, tetapi oleh pihak-pihak yang berperan sejak tahapan perencanaan hingga monitoring dan evaluasinya. Masyarakat merupakan unsur pelaku utama, sedangkan pemerintah sebagai unsur pemegang otoritas kebijakan dan fasilitator. Selain itu masih terdapat pihak-pihak lain, seperti Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian, LSM yang turut mendukung keberhasilan pengelolaan DAS. Kerangka pengelolaan DAS Terpadu disajikan pada Gambar 1.

  • Perguruan Tinggi - Lembaga Penelitian - LSM, dll Kaidah-kaidah : - ekologi - teknik

  13 Swadana

  Dana Pemerintah (DR/Pajak PSDH, dll)

  IHPH & PSDH

  ISU-ISU : Degradasi SDA/ Lingkungan : - Erosi dan Sedimentasi

  • - Banjir dan Kekeringan - Penurunan Kualitas Air - Degradasi hutan - Penurunan Produktivitas Lahan Nasional Perda UU, PP, Kep-Men

  Aturan Lokal Kebijakan Pengelolaan SDA

  Masyarakat Luas Masyarakat Sekitar Lokasi Kegiatan Lembaga Terkait:

  STAKEHOLDERS Paradigma Visi

  Misi Perencanaan dalam Pengelolaan DAS Batang Gadis DAS/Propinsi/Kabupaten

  Standar Kriteria dan Indikator Kinerja Pengelolaan DAS Batang Gadis Pelaksanaan,

  Pengorganisasian, monitoring dan evaluasi Program dan Kegiatan Tapak Kegiatan

  Tujuan - Ketahanan pangan

  • - Ketahanan energi - Ketersediaan air - Kesejahteraan masyarakat - Pengurangan pencemaran - Umur Danau Panjang

  Dana Masyarakat Domestik & Internasional) Fasilitasi/Pendampingan Pemantauan dan Evaluasi TAP MPR/IX/2001

  

Gambar 1. Kerangka Pengelolaan DAS Terpadu Sejalan dengan implementasi Otonomi Daerah, khususnya untuk mengkoordinasikan peran pemerintah pusat dengan daerah propinsi dan kabupaten, instansi seperti BPDAS Asahan Barumun akan sangat penting menjadi partner “instansi sejawat”. Kebijakan pengelolaan sumberdaya hutan, air dan lahan harus dirumuskan dengan memperhatikan isu-isu penting yang dirasakan oleh masyarakat luas dengan masukan-masukan dari berbagai pihak. Pemerintah pusat (Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian dan Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Dalam Negeri) maupun pemerintah daerah (Gubernur, Bupati, dinas-dinas dan badan-badan terkait) harus mampu memberikan landasan-landasan hukum maupun operasionalnya, serta memfasilitasi pelaksanaan kegiatan tersebut. Lembaga-lembaga lainnya seperti : Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian dan LSM secara aktif mendukung aspek kajian ilmiah untuk memberikan landasan, kaidah-kaidah ekologi, sosial ekonomi dan teknis bagi penyusunan kebijakan serta teknologi yang efisien dan ramah lingkungan kepada masyarakat pelaku. Masyarakat sebagai pelaku utama juga harus terlibat secara aktif sejak perencanaan, pelaksanaan kegiatan maupun kontrol dan evaluasi pelaksanaan kegiatan-kegiatan dalam pengelolaan DAS.

  Standar, kriteria, dan indikator kinerja penyelenggaraan kegiatan RHL dan perlindungan kualitas air dalam pengelolaan DAS perlu disusun bersama secara partisipatif oleh pihak-pihak terkait baik birokrasi pemerintah maupun lembaga lainnya dan disepakati bersama sebagai rencana tindak lanjut yang dapat dituangkan dalam bentuk Perda propinsi maupun kabupaten/kota sebagai landasan penilaian akuntabilitas pemerintah kabupaten dan provinsi. Kegiatan-kegiatan dalam pengelolaan DAS di masa datang diharapkan dapat dilaksanakan secara swakarsa, swadaya, swadana dan swakelola tanpa mengandalkan dana dari pemerintah. Untuk itu kegiatan-kegiatan harus digerakan oleh suatu mekanisme insentif-disinsentif agar dapat melibatkan pihak-pihak terkait secara aktif, terutama masyarakat pelaku/pelaksana langsung dan pihak yang mendapat keuntungan atau pihak yang dirugikan oleh keberhasilan/kegagalan suatu kegiatan.

  Masyarakat pelaku langsung akan dapat berperan lebih aktif apabila setidaknya para pelaku yang dimaksud : a) meyakini kebenaran program, b) mendapatkan manfaat dari hasil kegiatan, dan c) mampu melaksanakan kegiatan tersebut. Untuk mengetahui lebih mendalam ketiga hal di atas, maka diperlukan evaluasi terhadap prinsip-prinsip kelembagaan yang diterapkan masyarakat melalui identifikasi status kepemilikan (property right system), aturan perwakilan (rule of representative), serta batas kewenangan (jurisdiction

  boundary ). Identifikasi status kepemilikan lahan sebagai tapak kegiatan, milik

  perorangan atau kelompok masyarakat sebagai lahan komunal atau adat, sangat menentukan intensitas dan kesungguhan pelaksanaan program yang akan diterapkan. Pemahaman mengenai aturan perwakilan perlu dilakukan karena budaya masyarakat yang satu dengan yang lainnya berbeda. Batas-batas kewenangan perlu diklasifikasikan untuk berbagi peran (tugas dan tanggung jawab) secara jelas agar tidak terjadi tumpang tindih peran.

  Pemerintah dengan lembaga-lembaga lain terkait sebagai pemegang otoritas kebijakan juga harus mampu menciptakan kondisi agar ketiga prinsip kelembagaan tersebut dapat diwujudkan sebagai insentif untuk meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Untuk itu diperlukan kerangka logis (logical frame) mengenai hal tersebut yang meliputi identifikasi terhadap tujuan akhir (goal), tujuan kegiatan (objectives), jenis kegiatan untuk mencapai objective dan goal tersebut, input yang diperlukan, serta indikator keberhasilan dan asumsi yang digunakan. Selain itu rumusan sistem monitoring dan evaluasi kinerja perlu dibuat bersama.

2.2. Data dan Informasi Pokok

  Data dan informasi yang diperlukan dalam penyusunan Rencana Pengelolaan DAS terpadu adalah :

  1. Lokasi Perencanaan :

  a. Nama DAS, luas, wilayah administrasi (kabupaten dan propinsi), dan letak geografis. b. Sejarah pengelolaan, bangunan-bangunan vital yang ada, aset sumberdaya alam dan upaya kegiatan pengelolaan DAS yang telah dilakukan.

  c. Rencana pengelolaan DAS yang telah dibuat dan evaluasinya

  d. Stakeholders dan peranannya yang terlibat dalam pengelolaan baik secara individu maupun lembaga.

  2. Karakteristik biofisik dan sosial ekonomi DAS :

  a. Iklim (curah hujan, suhu, kelembaban)

  b. Topografi

  c. Tanah

  d. Pola drainase dan karakter hidrologi DAS

  e. Geologi dan hidrogeologi

  f. Penggunaan lahan

  g. Erosi dan sedimentasi

  h. Sosial ekonomi i. Kelembagaan

2.3. Tahapan Kegiatan Penyusunan Pengelolaan DAS

  Penyusunan rencana umum pengelolaan DAS terpadu DAS Batang Gadis dilakukan melalui tahapan : analisis permasalahan, perumusan tujuan dan sasaran, strategi pencapaian tujuan, perumusan kebijakan, program dan kegiatan yang didasarkan kepada data dan informasi serta kajian yang komprehensif (ekologi, ekonomi, dan sosial kelembagaan) serta sistem pemantauan dan evaluasi.

2.3.1. Analisis Permasalahan

  Data dan informasi yang dikumpulkan baik yang bersumber dari data sekunder maupun hasil pengamatan/pengukuran lapang disusun sehingga teridentifikasi meta masalah pengelolaan DAS. Analisis kemudian dilanjutkan sehingga ditemukan masalah inti dengan melakukan identifikasi isu pokok dan permasalahan antara lain : a. Lahan kritis (penyebab, luas dan distribusi),

  b. Erosi tanah (penyebab, luas, distribusi, dampak),

  c. Sedimentasi (sumber, laju, dampak),

  d. Kualitas air (sumber polutan, kelas, waktu),

  e. Ketersediaan dan penggunaan air tanah dan air permukaan,

  f. Daerah rawan bencana (banjir dan longsor),

  g. Masalah sosial ekonomi dan kelembagaan ,

  h. Masalah tata ruang dan penggunaan lahan, i. Kondisi habitat (daerah perlindungan keanekaragaman hayati), j. Keterkaitan antara wilayah hulu dan hilir DAS, k. Konflik pemanfaatan dan kepentingan akan sumberdaya.

2.3.2. Penetapan Tujuan dan Sasaran

  Penetapan tujuan dan sasaran dirumuskan dengan jelas, dapat terukur tingkat pencapaiannya baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Ukuran-ukuran tingkat pencapaian tujuan dan sasaran dirumuskan dalam bentuk kriteria dan indikator tujuan dan sasaran. Tujuan dari suatu pengelolaan sumberdaya dalam suatu kurun waktu tertentu perlu mempertimbangkan :

  a. Isu-isu utama (critical issues), yaitu suatu keadaan/fenomena yang perlu segera diatasi/ditanggulangi/dikendalikan.

  b. Kondisi sumberdaya kini dan kecenderungannya yang terkait dengan isu utama.

  c. Kapasitas sumberdaya (manusia, finansial dan infrastruktur, kelembagaan) yang dimiliki oleh DAS (institusi pemerintah dan non pemerintah yang ada di suatu DAS).

  d. Kondisi eksternal yang mempengaruhi pengurusan dan pengelolaan sumberdaya di dalam DAS (misal : UU dan Peraturan Regional dan Nasional, Iklim Global dan lain-lain) yang mempengaruhi pengelolaan sumberdaya di dalam DAS. e. Perumusan tujuan ini dilakukan dengan cara melihat struktur keterkaitan antara faktor (problem structure) yang menyebabkan suatu isu (phenomena), yang dikenal dengan istilah logical framework analysis (LFA).

2.3.3. Strategi Pencapaian Tujuan

  Strategi pencapaian tujuan pengelolaan DAS dilakukan dalam bentuk perumusan kebijakan, program dan kegiatan dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran yang sudah ditetapkan. Kebijakan yang dirumuskan merupakan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati pihak-pihak terkait dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang untuk dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap kegiatan aparatur pemerintah ataupun masyarakat agar tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran pengelolaan DAS. Kebijakan bersifat pemungkin (enabling insentif) yang dapat mendorong terlaksananya program dan kegiatan serta dihindari yang bersifat menghambat, bagi pelaksanaan program dan kegiatan. Program yang ditetapkan merupakan serangkaian kegiatan pengelolaan DAS yang direncanakan secara sistematis untuk mencapai tujuan dan sasaran pengelolaan DAS yang telah ditetapkan. Kegiatan yang dilakukan bersifat efektif dan efisien, menggunakan sumberdaya secara optimal dan memberikan kontribusi positif terhadap pelestarian sumberdaya DAS sehingga DAS memberikan manfaat yang optimal dalam menunjang dinamika kehidupan dan peningkatan kesejahteraan manusia.

  Dalam merumuskan kegiatan dan program, yang perlu diperhatikan adalah asupan (input), proses, luaran (output), dan hasil (outcome) dari setiap kegiatan yang dapat diukur dengan menggunakan indikator yang ditetapkan. Dalam pelaksanaan program dan kegiatan sering berhadapan dengan masalah eksternal diluar kemampuan/kewenangan pelaksana kegiatan atau kondisi-kondisi yang ada. Kondisi-kondisi ini dalam perencanaan dapat ditempatkan sebagai asumsi-asumsi dan kebijakan yang perlu ada tersebut ditetapkan sebagai prakondisi untuk dapat terlaksananya program dan kegiatan. Sedangkan kondisi yang sangat sulit untuk diatasi dalam pelaksanaan program dan kegiatan ditempatkan sebagai kendala, sehingga program dan kegiatan dirumuskan dalam kondisi kendala yang ada.

  2.3.4. Perumusan Program dan Kegiatan

  Program dan kegiatan pengelolaan DAS dirumuskan dengan mempertimbangkan permasalahan inti pengelolaan DAS yang harus dipecahkan, kondisi kelembagaan pengelolaan DAS, sarana pemungkin yang dapat diperoleh, kondisi biofisik DAS dan partisipasi stakeholders yang diharapkan. Program dan kegiatan pengelolaan DAS ditetapkan berdasarkan analisis tujuan ke depan dengan menggunakan pendekatan analisis kerangka logis (Logical Framework

  

Analysis ). Kegiatan yang ditetapkan merupakan tindakan untuk mengatasi setiap

  akar masalah pengelolaan DAS sehingga rangkaian tindakan penyelesaian akar masalah yang saling terkoneksi dan efisien akan membentuk program pengelolaan DAS yang direncanakan. Program dan kegiatan disajikan berdasarkan tata waktu dan keruangan sehingga program dan kegiatan tersebut akan diimplementasikan pada lokasi dan jangka waktu yang ditentukan.

  Kunci keberhasilan dalam merumuskan tujuan dan sasaran yang jelas dan terukur serta strategi pencapaiannya adalah ketersediaan dan akurasi data serta informasi tentang kondisi kini dan prediksi perubahan di masa datang.

  2.3.5. Rencana Implementasi

  Program dan kegiatan yang telah dirumuskan selanjutnya dijabarkan lebih lanjut dalam rencana implementasi (rencana pelaksanaan program). Rencana implementasi menggambarkan peran dan tanggung jawab setiap stakeholders sesuai dengan tugas dan fungsinya dan memberikan arahan bagi pelaksana di lapang. Rencana implementasi memuat tentang jenis kegiatan, lokasi, organisasi pelaksana/penanggung jawab, tata waktu, sumber dana.

  2.3.6. Pemantauan dan Evaluasi

  Pemantauan dan evaluasi merupakan tahapan akhir dalam kegiatan pengelolaan DAS dan sebagai masukan awal bagi penyusunan perencanaan tahap berikutnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemantauan dan evaluasi antara lain : a. Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara menyeluruh mulai dari masukan, proses dan keluaran dari program/kegiatan pengelolaan DAS.

  b. Penetapan indikator-indikator kinerja pengelolaan DAS yang perlu dimonitor sehingga kegiatan pemantauan dan evaluasi menjadi tepat sasaran.

  c. Instrumen monitoring dan evaluasi mencakup metode monitoring (alat, cara, lokasi dan waktu) serta metode evaluasi.

  d. Agen/aktor yang bertanggung jawab terhadap monitoring suatu indikator, dan evaluasi.

  e. Capaian indikator kinerja dan mekanisme umpan balik (feed back mechanism) bagi perbaikan kinerja.

  f. Rencana jumlah dan sumber anggaran, serta mekanisme penganggaran.

2.3.7. Analisa Peran Stakeholders

  Berdasarkan kebijakan, program dan kegiatan yang telah disusun dan disepakati bersama maka ditindaklanjuti dengan distribusi tugas dan tanggung jawab sesuai dengan tupoksi masing-masing stakeholders. Dengan demikian akan menjamin digunakannya Rencana Pengelolaan DAS Terpadu sebagai acuan oleh berbagai instansi pemerintah maupun swasta yang berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam di wilayah DAS bersangkutan.

KONDISI DAN KARAKTERISTIK DAS BATANG GADIS BAB

  3

3.1. Letak dan Luas

  Secara geografi DAS Batang Gadis terletak antara 98 55’ 32,1” - 99 56’

  14,2” Bujur Timur dan 1 32’ 38,4” - 0 27’ 27,1” Lintang Utara. Sedangkan secara administrasi DAS Batang Gadis melintasi tiga wilayah administratif kabupaten yaitu Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kota Padang Sidempuan (Gambar 2 dan 3) dengan batas-batas sebagai berikut:  Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara  Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Padang Lawas  Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia  Sebelah Selatan berbatasan dengan Propinsi Sumatera Barat DAS Batang Gadis meliputi areal seluas 481.242,3 hektar dengan Sub DAS Batang Gadis Hulu menempati areal terluas yaitu 165.724,5 hektar. Luas DAS Batang Gadis tercantum dalam Tabel 1 serta dapat dilihat pada Gambar 4. Tabel 1. Luas DAS Batang Gadis

  No. Nama Sub DAS Luas (Ha)

  1 Batang Angkola 90.823,6

  2 Batang Gadis Hilir 94.080,8

  3 Batang Gadis Hulu 165.724,5

  4 Batang Salai 50.113,1

  5 Sikorsik 80.500,4

  Jumlah 481.242,3 Tabel 2. Luas Wilayah Administrasi pada Sub DAS-Sub DAS di DAS Batang Gadis

  

No. Sub DAS Kabupaten/Kecamatan Luas (hektar)

A. SUB DAS BATANG ANGKOLA KAB. TAPANULI SELATAN 61,493.80

KAB. MANDAILING NATAL 15,859.69

  6 Kec. Siabu 6,762.88

  5 Kec. Panyabungan Utara 2,900.07

  4 Kec. Muara Batang Gadis 36,519.30

  3 Kec. Bukit Malintang 1,180.50

  2 Kec. Sayur Matinggi 29,998.61

  1 Kec. Batang Angkola 16,719.40

  9 KOTA PADANG SIDEMPUAN 13,470.14

  2.71

  8 Kec. Bukit Malintang

  7 Kec. Siabu 15,856.98

  6 Kec. Sipirok 894.320

  5 Kec. Siais 2,479.380

  4 Kec. Sayur Matinggi 20,225.180

  3 Kec. PSP Timur 14,692.850

  2 Kec. PSP Barat 7,242.320

  1 Kec. Batang Angkola 15,959.750

B. SUB DAS BATANG GADIS HILIR KAB. TAPANULI SELATAN 46,718.01

KAB. MANDAILING NATAL 47,362.75

C. SUB DAS BATANG GADIS HULU KAB. MANDAILING NATAL 165,722.09

  5 Kec. Muara Batang Gadis

  13 Kec. Siabu 4,901.59

  1 Kec. Batang Natal

  3.08

  2 Kec. Bukit Malintang 9,538.83

  4 Kec. Lembah Sorik Merapi 3,111.47

  15 Kec. Ulu Pungkut 19,406.22

  14 Kec. Tambangan 19,089.48

  12 Kec. Panyabungan Utara 12,970.83

  14.45

  11 Kec. Panyabungan Timur 21,054.75

  10 Kec. Panyabungan Selatan 7,843.90

  9 Kec. Panyabungan Kota 22,537.96

  8 Kec. Panyabungan Barat 7,634.32

  10.19

  7 Kec. Natal

  6 Kec. Muara Sipongi 13,807.59

  3 Kec. Kotanopan 23,797.43

  

No. Sub DAS Kabupaten/Kecamatan Luas (hektar)

KAB. TAPANULI SELATAN

  2.36

  16 Kec. Sayur Matinggi

  2.36 D. SUB DAS BATANG SALAI KAB. TAPANULI SELATAN 45,438.31

  1 Kec. Batang Angkola 16,778.86

  2 Kec. PSP. Barat 1,424.48

  3 Kec. Siais 27,234.97

KAB. MANDAILING NATAL 4,674.81

  4 Kec. Muara Batang Gadis 4,674.81

E. SUB DAS SIKORSIK KAB. MANDAILING NATAL 80,500.36

  1 Kec. Batang Natal 4,414.37

  2 Kec. Muara Batang Gadis 57,821.78

  3 Kec. Natal 18,233.67

  4 Kec. Panyabungan Utara

  29.13

  5 Kec. Panyabungan Barat

  1.41 Gambar 2. Peta DAS Batang Gadis Peta Indonesia

  Pulau Sumatera Provinsi Sumatera

  25 Gambar 3. Peta Administrasi DAS Batang Gadis

  26 Gambar 4.Sub DAS Batang Gadis

   Morfologi DAS 3.2.

  Morfologi DAS merupakan parameter fisik DAS yang mempengaruhi proses dan dinamika eko-hidrologi DAS. Morfologi DAS yang mudah diidentifikasi diantaranya adalah bentuk DAS, kemiringan lereng dan kemiringan sungai, pola drainase dan kerapatan drainase (kerapatan aliran). Morfologi DAS sangat menentukan jumlah air yang dapat ditahan di permukaan DAS (retention

  

dan detention storage), jumlah air yang dapat diinfiltrasikan ke dalam tanah, serta

  jumlah dan kecepatan aliran yang dihasilkan. Selain itu bentuk DAS dan pola drainase sangat mempengaruhi hidrograf aliran yang dicerminkan oleh waktu konsentrasi (time concentration) dan waktu tenggang (time lag). DAS dengan waktu konsentrasi dan waktu tenggang yang pendek dan mempunyai waktu debit puncak yang bersamaan dengan waktu konsentrasi maka aliran permukaan akan terakumulasi pada waktu yang bersamaan sehingga memungkinkan terjadinya banjir. Oleh karena itu morfologi DAS sangat mempengaruhi fluktuasi debit aliran permukaan baik pada musim penghujan maupun pada musim kemarau. Apabila fluktuasi debit aliran sangat tinggi maka akan terjadi banjir pada musim penghujan dan kekeringan (ketersediaan air yang terbatas) pada musim kemarau.

  3.2.1. Bentuk DAS Faktor bentuk DAS dikuantifikasikan menggunakan nilai nisbah kebulatan

  (circularity ratio/Rc) dan nisbah kelonjongan (elongation ratio/Re). Nisbah kebulatan dan kelonjongan sangat menentukan waktu yang diperlukan oleh air hujan dan aliran permukaan untuk mengalir dari tempat terjauh menuju aliran sungai dan akhirnya keluar di outlet DAS (waktu konsentrasi). Semakin bulat bentuk DAS mengindikasikan semakin singkat waktu konsentrasi (aliran air semakin cepat mencapai outlet secara bersamaan) sehingga semakin tinggi fluktuasi debit aliran permukaan. Sebaliknya semakin lonjong bentuk DAS, maka waktu konsentrasi yang diperlukan semakin lama sehingga fluktuasi debit aliran permukaan semakin rendah.

  Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan metoda Horton (1932), DAS Batang Gadis secara keseluruhan memiliki nilai nisbah kebulatan (Rc) sebesar 0,0130, sehingga DAS Batang Gadis dikategorikan sebagai DAS yang mempunyai bentuk memanjang (lonjong). Identifikasi bentuk DAS Batang Gadis secara lebih rinci dilakukan dengan menggunakan indeks bentuk DAS (Avery, 1975). Menurut Avery (1975), jika nilai indeks bentuk mendekati 1, maka bentuk DAS adalah mendekati lingkaran. Hasil perhitungan menunjukkan nilai indeks bentuk DAS Batang Gadis adalah sebesar 2.678 dan dapat diartikan bahwa bentuk DAS Batang Gadis adalah memanjang dan menyempit di bagian hilir. Nilai indek bentuk DAS dan Sub DAS Batang Gadis disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Indeks Bentuk DAS Batang Gadis Menurut Avery (1975)

  Nama DAS/Sub Keliling Indeks 2 No. Luas (km ) Bentuk DAS (km) Bentuk

  1. Batang Angkola 908.236 208.702 2.742 Memanjang Batang Gadis Memanjang dan 2. 940.808 244.160 3.152

  Hilir menyempit di hilir

  3. Batang Gadis Hulu 1,657.245 226.098 2.199 Memanjang

  4. Batang Salai 501.131 135.204 2.392 Memanjang

  5. Sikorsik 805.004 171.538 2.394 Memanjang Memanjang dan DAS Batang Gadis 4,812.424 469.215 2.678 menyempit di bagian hilir

  3.2.2. Jaringan Sungai Jaringan sungai pada suatu wilayah DAS sangat mempengaruhi jumlah dan kecepatan aliran air yang sampai pada outlet DAS. Jaringan sungai dimulai dari alur aliran (dengan debit yang relatif rendah) yang kemudian masuk ke dalam saluran dan sistem sungai dengan debit aliran yang lebih besar. Semakin besar wilayah DAS semakin banyak/besar jaringan sungai di dalamnya.

  Pengaruh jaringan sungai terhadap aliran permukaan ditunjukkan dengan orde sungai (Stahler, 1943) dan nisbah percabangan (Chow, 1972). Sungai orde pertama (ordo 1) adalah alur sungai di wilayah hulu yang merupakan awal dari aliran sungai, sehingga sungai dengan orde 1 belum mempunyai percabangan. Sungai orde 2 adalah hasil pertemuan antara sungai orde 1, demikian seterusnya hingga mencapai outlet dengan orde sungai yang paling besar.

  29 Gambar 5. Peta Pola Aliran Sungai DAS Batang Gadis Karena mempunyai luas yang lebih besar dan terletak di wilayah hulu dengan topografi bergelombang-berbukit maka Sub DAS Batang Gadis Hulu mempunyai panjang sungai yang terbesar, yang kemudian diikuti oleh Sub DAS Sikorsik, Batang Angkola, Batang Gadis Hilir dan Sub DAS Batang Salai (Tabel 4).

  Tabel 4. Ordo dan Panjang Sungai di DAS Batang Gadis

  Panjang Sungai (Km) Sub DAS Sub DAS Ordo Sub DAS Sub DAS Batang Batang Sub DAS Sungai Batang Batang Jumlah Gadis Gadis Sikorsik Angkola Salai Hilir Hulu 409.662 338.25 1,579.46 164.152 480.035 2,971.56

  Ordo 1 Ordo 2 189.026 127.732 619.876 78.215 206.496 1,221.35

  106.327 72.937 330.174 40.448 117.235 667.12 Ordo 3 Ordo 4 42.815 55.048 168.12 38.01 71.794 375.79

  53.676 20.523 111.921 4.194 42.246 232.56 Ordo 5 Ordo 6 96.996 70.333 32.346 199.68

  16.47

  16.47 Ordo 7 Total 801.506 727.956 2,879.89 325.019 950.152 5,684.52

  Perbandingan antara jumlah alur sungai orde tertentu dengan orde sungai satu tingkat diatasnya disebut dengan nisbah percabangan (bifurcation ratio). Semakin tinggi nilai nisbah percabangan suatu sungai berarti bahwa sungai tersebut memiliki anak-anak sungai yang semakin banyak dan demikian sebaliknya. Semakin tinggi nisbah pecabangannya maka tingkat fluktuasi debit aliran permukaan yang terjadi juga semakin besar.

  3.2.3. Kerapatan Aliran Kerapatan aliran (kerapatan drainase) merupakan indeks yang diperoleh melalui perbandingan panjang sungai terhadap luas areal DAS. Kerapatan aliran menggambarkan kapasitas tampungan aliran permukaan sementara (depresion storage ) dalam badan sungai dan cekungan-cekungan lainnya (danau atau rawa).

  Semakin tinggi tingkat kerapatan sungai, semakin tinggi depression storage-nya, yang berarti bahwa ketika hujan turun akan semakin banyak air yang tertampung di badan-badan sungai. Semakin tinggi kerapatan aliran juga mengindikasikan air hujan yang jatuh di permukaan tanah akan segera masuk ke dalam jaringan sungai. Berdasarkan hasil perhitungan, kerapatan aliran di DAS Batang Gadis adalah 1.181 km/km2. Indeks Kerapatan Aliran Sungai di DAS Batang Gadis disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5. Indeks Kerapatan Aliran Sungai DAS Batang Gadis 2 Keliling Kerapatan Kelas No. Nama Sub DAS Luas (km )

  (km) Aliran Kerapatan

  

1. Batang Angkola 908.236 208.702 0.882 Sedang

  

2. Batang Gadis Hilir 940.808 244.160 0.774 Sedang

  

3. Batang Gadis Hulu 1,657.245 226.098 1.738 Sedang

  

4. Batang Salai 501.131 135.204 0.649 Sedang

  

5. Sikorsik 805.004 171.538 1.180 Sedang

DAS Batang Gadis 4,812.424 469.215 1.181 Sedang

  3.2.4. Pola Aliran Pola drainase (pola aliran sungai) terbentuk sebagai resultan dari faktor- faktor yang mempengaruhinya seperti karakteristik bahan induk tanah (batuan), topografi dan struktur geologi dalam suatu wilayah DAS. Karakteristik bahan induk tanah yang mempengaruhi pola drainase adalah permeabilitas batuan dan mudah tidaknya batuan tersebut tergerus oleh aliran air. Struktur geologi seperti patahan-patahan akan memaksa aliran aliran air untuk mengikuti jalur patahan tersebut sehingga membentuk pola-pola tertentu, seperti pola sungai sejajar (paralel) mengikuti alur patahan tersebut. DAS dengan material bahan induk yang memiliki permeabilitas rendah akan memberikan pola aliran yang berbeda dengan DAS yang memiliki permeabelitas tinggi. Demikian juga pola drainase yang terbentuk pada wilayah bertopografi berbukit akan berbeda dengan daerah yang topografinya relatif datar. Sebagian besar pola drainase di DAS Batang Gadis tergolong dendritik, yang diikuti oleh trellis dan rektangular (Tabel 6).

  Tabel 6. Pola Aliran Sungai DAS Batang Gadis 2 No. Nama Sub DAS Luas (km ) Keliling (km) Pola Aliran

  1. Batang Angkola 908.236 208.702 Trellis

  2. Batang Gadis Hilir 940.808 244.160 Dendritik

  • – Trellis Trellis - Rectangular -

  3. Batang Gadis Hulu 1,657.245 226.098 Dendritik

  4. Batang Salai 501.131 135.204 Dendritik

  5. Sikorsik 805.004 171.538 Dendritik

  • – Trellis

  3.2.5. Ketinggian DAS Ketinggian tempat dapat diperoleh melalui pengukuran lapangan dengan menggunakan altimeter atau GPS. Informasi tinggi tempat juga dapat diperoleh dari peta rupa bumi (peta topografi) atau informasi citra DEM (digital elevation

  

model ) SRTM. DEM juga dapat dibuat berdasarkan peta rupa bumi atau hasil

  pengamatan lapang dengan menggunakan 3D Analys pada ArcView atau ArcGis dan Surfer.

  Berdasarkan informasi peta DEM SRTM (Google download) yang dikompilasi dengan peta rupa bumi (Bakorsurtanal, 2001), DAS Batang Gadis terletak pada ketinggian 0

  • – 2100 m dpl. Penampang melintang (profil) yang menunjukkan pembagian wilayah tertinggi dan terendah Sub DAS-Sub DAS di wilayah DAS Batang Gadis berdasarkan interseksi alur sungai utamanya dapat dilihat pada Gambar 6 sampai Gambar 9.

  Gambar 6. Profil berdasar alur sungai utama Sub DAS Batang Gadis Hulu dan Hilir

  Gambar 7. Profil berdasar alur sungai utama Sub DAS Batang Angkola Gambar 8. Profil berdasar alur sungai utama Sub DAS Batang Salai

  Gambar 9. Profil berdasar alur sungai utama Sub DAS Sikorsik

  34 Gambar 10. Peta Topografi DAS Batang Gadis

  3.2.6. Kemiringan Lereng Kemiringan lereng DAS Batang Gadis diinterpretasi dengan menggunakan data DEM dan diklasifikasikan menjadi 5 kelas sebagaimana pada Tabel 7.

  V (> 40 %)

  Tabel 7. Kemiringan Lereng DAS Batang Gadis

  Sub DAS

Luas Areal (Ha) pada Kelas Lereng

Luas Sub

  Kemiringan lereng sangat mempengaruhi laju aliran permukaan, erosi dan sedimentasi serta pola drainase yang terbentuk.

II (8-15%)

  

III

(15-25 %)

IV (25-40 %)

  Batang Angkola

  17,892.05 40,672.81 19,776.43 8,880.29 3,602.05 90,823.63 Batang Gadis Hilir

  I (0 – 8%)

  28,814.20 35,826.69 40,481.70 36,994.95 23,606.91 165,724.45 Batang Salai 9,621.81 16,610.44 13,891.07 6,736.00 3,253.81 50,113.12 Sikorsik 20,171.78 25,109.07 17,484.82 11,807.07 5,927.62 80,500.36

  

Jumlah 106,070.86 140,162.44 111,313.29 78,053.03 45,642.70 481,242.32

Persentase

  22.04

  29.13

  

23.13

  16.22 9.48 100.00

  Tabel 7 menunjukkan bahwa kemiringan lereng DAS Batang Gadis didominasi oleh wilayah dengan kelerengan datar sampai dengan landai karena 51,17 % dari luas daerahnya mempunyai kemiringan lereng kelas I (22.04%) dan

  II (29.13%). Wilayah berbukit dengan kemiringan landai sampai agak curam menempati areal sekitar 23.13% (kelas III), dan wilayah berbukit curam dan sangat curam masing-masing menempati areal sekitar 16.22% (kelas IV) dan 9.48% (kelas V). Kondisi lereng DAS Batang Gadis dapat dilihat pada Gambar

  DAS (Ha)

  29,571.02 21,943.42 19,679.27 13,634.73 9,252.32 94,080.76 Batang Gadis Hulu

  36 Gambar 11. Peta Lereng DAS Batang Gadis

   Geologi 3.3.

  Berdasarkan informasi Peta Geologi skala 1 : 250.000 formasi geologi pembentuk DAS Batang Gadis terbentuk pada zaman quarter dan tersier. Pada zaman tersier formasi geologi utama terbentuk akibat aktivitas vulkanik dan tektonik, sedangkan pada zaman quarter sangat dipengaruhi oleh proses fluvial sehingga terbentuk bahan-bahan alluvium muda. Karakteristik geologi DAS Batang Gadis disajikan berdasarkan wilayah Sub DAS sebagaimana pada Tabel 8, Tabel 9, Tabel 10, Tabel 11, Tabel 12.

  Tabel 8. Formasi Batuan berdasarkan Wilayah Sub DAS Batang Angkola di DAS Batang Gadis

  No Formasi Batuan Luas (Ha) Persentase (%)

  1. Aneka Terobosan 543.260 0.598

  2. Aluvium Muda 18,258.392 20.103

  3. Anggota Batu Gamping 2,452.900 2.701

  4. Anggota Saju Matinggi 1,252.152 1.379

  5. Pre Tertiari Tak terpisah 7.019 0.008

  6. Gng Api Angkola 12,116.034 13.340

  7. Gng Api Lubukrata 13,798.502 15.193

  8. Kuantan 21,555.816 23.734

  9. Formasi Sihapas 1,330.927 1.465

  10. Intruksi Timbahan 8,532.838 9.395

  11. Gng Api Sibual-buali 10,679.027 11.758

  12. Serpentinit Hurab 129.228 0.142

  13. Kipas Aluvium 167.535 0.184 100