Otonomi Perguruan Tinggi - Universitas Negeri Padang Repository

OTONOMI PERGURUAN TlNGGl

Oleh

Dr.Yahya, M.Pd
(Universitas Negeri Padang)

DlSAMPAlKAN PADA SEMINAR NASIONAL TENTANG
BADAN HUKUM PERGURUAN TlNGGl (BH-PT)
Padang Tanggal 14 Mei 2005

OTONOMI PERGURUAN TlNGGl
Oieh :Yahya
Univemitas Negeri Padang

Abstrak

Otonomi perguruan tinggi yang diapungkan rnenuai respon positii dan
negatiif serfa mengundang pro dart kontra pemikiran masayarakat.
Perguruan tinggi menanggapi gagasan ini ada yang optimis dan ada pula
yang ragu. Bagi yang ragu, khawatir dengan kemampuannya untuk berdiri

sendiri dikaitkan dengan sumber daya yang tersedia dan animo
masyarakat yang kurang dengan segala tawaran yang diberikan oleh
perguruan tinggi.
Monomi memberi kewenangan pada perguruan tinggi untuk
mengdola sumberdaya yang dimilikinya, mulai dgri surnber daya manusia
yakni keahlian akademiknya untuk kernaslahatan masyarakat sarta
anggaran yang dibutuhkan. Namun yang paling menonjol dari otonomi ini
adalah masalah anggaran sehingga perguruan tinggi dikhawatirkan
krubah menjadl lembaga profit, dan mengekploitasi mahasiswa dan ini
dapat melukai keadilan.

Kata kunci: Otonmi dan kernampuan rnasyarakat.

A. PENDAHULUAN

Sangat dipahami bahwa pendidikan merupakan suatu ha1 yang
sangat penting dalam proses pembentukan manusia yang berkarakter.
Dengan adanya komunikasi dan globalisasi telah membuat perubahan

yang sangat cepat dalam kehidupan masyarakat. Tidak dapat

dielakkan bahwa arus inforrnasi dan globalisasi yang telah memasuki

setiap langkah kehidupan masyarakat. Satu hat yang tampak jelas
adanya transformasi nilai-nilai kehidupan dalarn masyarakat yang

menuntut semua sektor pendukung harus berubah %taumenyesuaikan
diri agar lebih akornodartif menerirna perubahan ini, temasuk
pendidikan sebagai sebuah sistern.

Fungsi dan tujuan dari sistem pendidikan nasional dalam proses
pemanusiaan dapat memilih posisinya di tengah-tengah arus informasi
dan globalisasi agar dapat lebih akomodatif dan bersifat pengembang.
Gerakan reformasi menuntut penerapan prinsip otonomi dilakukan
disegala bidang termasuk otonomi pendidikan. Sistem otonorni
pendidikan dalam era reformasi ditandai dengan penataan pendidikan
yang berbasis sekolah pada tingkat pendidikan dasar dan menengah,
dan otonomi perguruan tinggi pada tingkat pendidikan tinggi. Otonomi
perguruan tinggi memberi kewenangan yang lebih luas kepada
perguruan tinggi untuk mengelola sendiri lembaganya.
Pemberian otonmi pada perguruan tinggi merupakan wacana

yang diapungkan jauh hari sebelum krisis ekonomi terjadi tahun 1997.
Wacana ini muncul untuk memberi kebebasan atau ruang gerak pada
perguruan tinggi untuk mengembangkankan surnber daya yang ada
dan kemampuan akademik sesuai dengan bidang keilmuannya tanpa
dibatasi oleh kepentingan pernerintah yang terkesan punya niat
menyamakan (uniform). Penyamaan ini terkesan dipaksakan sehingga
memngurangi kebebasan perguruan tinggi untuk berirnpropisasi. Hal
yang paling urgen kenapa perguruan tinggi ingin menjadi otonom
adalah agar perguruan tinggi dapat merencanakan orientasinya dan
strandar lsysnsnnys sendiri sesuai dengan karnampuan falisilitas dan
level kakademik yang dimiliki. Otonorni berbasis kelilmuannya yang
dibuat dalam bentuk standard akan lebih mudah dicapai sebab semua
dilakukan atasa analisa dan evaluasi diri yang dilakukannya sendiri.
Artinya berakar dari apa yang dimilikinya, apa tujuannya dan
bagaimana strategi pencapaiannya dan proses pengalokasian
anggaran untuk semua program yang dibuat. Keleluasaan perguruan
tinggi inilah menirnbulkan semangat bagi perguruan tinggi lain untuk
ikut mempersiapkan diri menjadi otonom.

B.Dasar Hukum dan Filosofis

Indonesia pada era tahun 1990-an dilanda

krisis ekonomi yang

membuat masyarakat sangat khawatir tentang kelangsungan bernegara
dengan kondisi yang aman dan damai. Sebahagian masyarakat pada saat
itu ada yang berpikir apakah akan tejadi situasi seperti yang pemah ada
di Ethiopia dan negara lain yang jatuh miskin dengan situasi yang sangat
tidak menentu. Akan tetapi pada saat itu pula para pemikir bangsa ini
mencetuskan ide otonomi tenrtama otonomi daerah.

Otonorni yang

dihembuskan disambut hangat oleh daerah yang memiliki penghasilan
berlimpah, tetapi tidak oleh daerah yang kurang baik penghasilannya.

Beda lagi dengan daerah yang rnemiliki sqarah politik berbeda, mereka
justru berpikir lebih jauh malah mmbuat wacana rnemisahkan diri dari

Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia (NKRI). Satu gagasan yang

sangat tidak masuk akal.
Isu otonomi ini berjelan baik tanpa gejolak yang berarb' sekaligus
kendali yang tepaf untuk menangani krisis sehingga KabupatenIKota
menjadi otonom tapi untuk sektor tentertentu. Sektor pendidikan termasuk
bagian dari imbas otonom yang diberi kewenangan peneloiaannya pada
pemerintah kabupatenkota khususnya pendidikan dasar dan menengah.
Untuk perguruan tinggi &tap menjadi bagian dari kewenangan pemerintah
pusat, walaupu beberapa pemerintah kabupatenlkota ada yang
menggagas mendirikan perguruan tunggi atas nama pemerintahnya. Pada
saat itulah mengapung juga otonomi perguruan tinggi walaupu konsep ini
sudah lama diisukan.

Secara yuridis formal lahirnya otonomi perguruan tinggi hampir
bersamaan dengan otonomi daerah. Walaupun tidak dikatagorikan
sebagai euphoria otonomi namum otonmi perguruan tinggi memang
dikehendaki sesuai dengan hakekaf perguruan tinggi. Untuk otonmi
daerah dietur rnelalui UU

Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 tentang


Otonomi Daerah sementara untuk perguruan tinggi diatur melalui PP

nomor 61 tahun 1999 tentang Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTBH). Konsep yang dikembangkan dalam PP no 61 ini sebagai dasar
otonorni pendidikan adalah sama yaitu pelimpahan sebagian besar
kekuasaan dari pemerintah ke pergunran tinggi dalam melakukan
pengelolaan pendidikan. Otonomi perguruan tinggi diawali dengan
program peningkatan kualitas pendidikan melalui bantuan dana hibah.
Perguruan tinggi yang otonom mendapat bantuan dana hibah dan diberi
keleluasaan untuk mengelola dana tersebut sesuai dengan kebutuhan
lembaga. Program hibah temyata telah menunjukkan hasil positif
sehingga muncul pemikiran untuk menerapkan otonomi pendidikan pada
jenjang pergunran tinggi yang lain.
Otononi yang dikenal dengan Badan Hukum Pendidikan (BHP)
disusun sebagai tindak lanjut amanat Pasal 53 UU Nomor 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, ayat 1 yang menyebutkan
penyelenggara danlatau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh
pemefintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan. Setelah
pendidikan berbentuk badan hukum, diharapkan terjadi perbaruan sistem
pendidikan yang meliputi penghapusan diskrirninasi antara pendidikan


yang dikelola pemerintah dan pendidikan yang dikelola mesyamkat, serta
pembedaan antara pendidikan keagamaan dan pendidikan umum.

Masyarakat akan mendapat kepastian hukum dalam memperdeh
petayanan wndidikan pada level yang lebih tinggi.
Walaupun otonomi perguruan tinggi

tetah digelar dengan

payung hukum yang jelas masih banyak perguruan tinggi bersikap wait

and see dengan menjadikan ha1 ini wacana yang perlu dianalisis
kelebihan dan kekuranggannya. Sebahagian besar

masyarakat

umumnya masih merasa khawatir terhadap perubahan lembaga
pendidikan menjadi otonom. Kekhawatiran masyarakat antara lain
disebabkan oleh berkernbangnya opini publik yang banyak menyoroti
tentang privatisasi dan komersialisasi pendidikan. Hal ini tejadi karena

lembaga pendidikan yang sudah berstatus otonom wajib mencari

tambahan dana dari usahanya sendiri atau rnencari bantuan dari dunia
usaha, industri, bantuan asing dan partisipasi dari orangtua peserta
didik. Sumbangan pendidikan dari orang tua mahasiswa merupakan
sumber pembiayaan yang menjadi andalan perguruan tinggi apabila
lembaga tersebut tidak mampu menggali sumber dana lain.

C. Fenomena Perguruan Tirigggi
Setelah ketuamya PP na 61 tahun 1999 tent8ng Badan Hukum

Pendidikan beberapa pergurua tinggi ditunjuk sebagai perguruan tinggi
otonom atau Badan Hukum Pendidikan (BHP). . Sarnpai dengan tahun

2004 telah ditetapkan enam PTN (178, UI, IPB, UGM, UPI, dan USU)
yang mengalami perubahan status menjadi Pergwuan Tinggi Badan
Hukum Milik Negara (PT-BHMN) dan dalam mass transisi dapat
memperoleh mandat untuk beroperasi sebagai badan layanan umum
menuju badan hukum pendidikan dengan tujuan peningkatan mutu.
Kebijakan peningkatan mutu pendidikan tinggi yang dilakukan

rnelatui otonomi adalah member! tanggung jawab lebih besar dengan
tetap berdasat pada prinsip akuntabilitas publik. Perguruan tinggi juga

diberi keleluasaan untuk mengelola sumber daya yang dimiliki.
Otonomi perguruan tinggi ini sangat penting untuk membangun iklim

kebebasan akademik serta menumbuhkan kreativitas dan inovasi

dalam aktivitas pengembangan keilmuan. Namun, pelaksanaan
otonmi belurn berjalan dengan baik antara lain karena belurn tersedia
perangkat hukum berupa undang-undang badan hukwn pendidikan
yang menjadi dasar bagi pengelolaan keuangan dan manajemen
sumber daya lainnya yang dimiliki perguruan tinggi.
Kegamangan yang dialami pergurian tinggi sama dengan
kekhawatiran masyarakat.

Kekhawatiran tersebut

antara


lain

disebabkan pemerintah hanya menanggung dua per tiga biaya
pendidikan yang digunakan untuk biaya operasional, biaya investasi,

beasiswa, dan bantuan biaya pendidikan bagi peserta. Selain masalah
pembiayaan, masalah kepegawaian juga menirnbulkan keresahan
karena tenaga pada perguruan tinggi otonom harus membuat
pejanjian kerja dengan perguruan tingginya. Hal ini akan membuat
pegawai merasa cemas terhadap perubahan status menjadi pegawai
kontrak sedangkan pimpinan merasa juga kesulitan merubah budaya
keja pegawai menjadi pegawai kontrak. Kesan masyamkat bahwa
sebagian mahasiswa tidak dapat menerima kebijakan pendidikan tinggi
otonom.
Pandangan beberapa pengamat, alasan yang mendasari
lahirnya perguruan tinggi otonom sebenamya melepaskan tanggung
jawab pemerintah di dalam pembiayaan pendidikan tinggi dengan
berkedok memberi otonomi yang lebih luas kepada perguruan tinggi.
Namun pelaksanaannya dari beberapa perguruan tinggi menunjukkan
kecenderungan kepada naiknya sumbangan mahasiswa serta

pengelolaan lembaga pendidikan tinggi sebagai suatu perusahaan
yang bernuansa profit. Dengan semakin kecilnya dana pemerintah
yang dimasukkan ke perguruan tinggi yang otonom

tersebut maka

pendidikan tinggi akan berupaya mencari dananya sendiri antara lain
dengan menaikkan biaya dari mahasiswa, mernbuat kelas-kelas jauh,
mernberi kebebasan untuk membuka program-program studi baru
yang

keseluruhannya

msningkatkan

pengeluaran

mahasiswa.

Perguruan tinggi yang berstatus otonom cenderung rnerupakan
perguruan tinggi yang mapan yang umumnya dapat dimasuki oleh
para mahasiswa dari kelompok ekonomi menengah atas.
Ada kesan otonomi perguruan tinggi temyata telah menggeser
tujuannya sebagai pengembangan pendidikan dan penelitian untuk
kesejahteraan rakyat ke pada lembaga yang bersifat korporasi yang
pencail keuntungan atau profit. Jika demikian adanya berarti otonomi
pendidikan tinggi berada di luar pesan amanat UUD 1945 dalam upaya

untuk mencerdaskan kehidupan rakyat banyak. Pada hakekatnya
setiap warganegara yang memiliki kemampuan secara intelektual
mempunyai kesempatan yang sama untuk memasuki pendidikan tinggi
negeri yang berkualitas. Jika kenyataanya adalah lembaga profit
berarti pendidikan tinggi hanya diperuntukkan bagi kelompuk
mahasiswa dari keluarga yang mampu. Otdnomi pendidikan tinggi
yang demikian telah mengeliminir konsep adil dan merata, oleh sebab
itu pengkajian lebih dalam agar lebih mengutamakan kecerdasan
dibanding kemampuan finansial..
Kehawatiran yang terjadi di masyarakat dan kegamangan pada
perguruan tjnggi yang belum otonom wajar-wajar saja terjadi dengan
konsep otonomi yang dikembangkan sebab aktiiitas pembelajaran
yang terjadi pasti berhadapan dengan pengdolaan dan sumber
pendanaan, sarana dan prasarana, kualitas sumber daya manusia
yang tersedia. Namun kehawatiran ini dapat diminimalisir dengan
merubah konsep pemikiran dan pelaksanaannya yaitu otonmi jangan
terlalu rnenekankan kelaluasaan dalam pengelolaan anggaran yang
membuat prioritas sumber dana adalah masyarakat, tetapi membuat
kerja sama

dengan lembaga atau perusahaan yang memiliki

keterkaitan pengembangan ilmu dan pemikiran. lnikah seharusnya
menjadi sumber biaya bagi perguruan tinggi untuk menunjang seluruh
aktivitasnya sebagai lembaga akademik. Jika ini terjadi maka ada
beberapa keuntungan yang dapat diperoleh:
1. Perguruan tinggi akan lebih dekat dengan pengguna yaitu dunia

usaha dan industri serta saling memahami kebutuhan masingmasing.

2. Pengalaman dosen dan mahasiswa akan lebih sempuma
karena terkait dengan keadaan lapangan dan persoalan yang
sesungguhnya.

3. Pergnran tinggi akan mendaoat biaya yang layak dari setiap
produk yang dihasilkan.

Konsep otonomi yang digulirkan agar setiap perguruan tinggi
negeri dapat berkembang secara efektif untuk

meningkatkan

kecerdasan bangsa dan menjadi 'Center of Excellencewbaik pada sisi
pendidikan, penelitian rnaupun pengabdian masyarakat. Tetapi hams
diakui, perguruan tinggi yang telah otonom cenderung rnenggunakan
keistimewaan ini pada peningkatan keuntungan finansial dengan

alasan dana dari pemerintah berkurang. Niat peningkatan kecerdasan
bangsa pun akhimya hanya bisa dinikmati bagi mereka yang unggul

secara ekonomi, unggul secara akademik dan memiliki akses yang
luas dan andal.
Seharusnya otonomi perguruan tinggi negeri juga harus
dibarengi dengan tanggung jawab sosial sehingga tujuan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dapat dicapai. Tanggung jawab
sosial dapat menjadi perwujudan bagi perguruan tinggi negeri untuk
rnemiliki komitmen dalam pendidikan, konsisten dalam menjalankan

serta konsekuen dalam menerirna resiko yang teqadi. Bentuk tanggung
jawab yang sebaiknya dapat dipenuhi oleh perguruan tinggi negeri
apabila mereka tetap menghendaki bentuk otonomi, yaitu transparan,
terjangkau, egaliter, idealisme dan keadilan.

DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. (2005). Rencana sfrategis Departemen Pendidikan Nasional
2005-2009. Jakarta: www.degdiknas.go.id

--

, (2003) Peraturan Pernerintah nornor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: www.depdiknas.go.id

Eriyanto. (1999). Metodologi poling, memberdeyakan suara rakyat.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Fraenkel, J. R. & Fraenkel, N. E. (1993). How to design and evaluate
research in education. New York: McGraw-Hi\!. Inc.
Vockeli, E. L. (1983). Educational research. London: Collier Macmillan
Publisher