Ustadz Ideal menurut Psikologi Islam

MAKALAH
“ Ustadz Ideal Menurut Psikologi Islam “
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Islam
Dosen pengampu : Drs. H. Mangun Budiyanto, M.Si

Disusun Oleh :
Abdau Qur’ani Habib (12490128)
M. Fauzia Rachman (12490127)
M. Khaqi Annazili (12490123)
Rahmad Nursyahidin (13490003)
Muhammad Ridho Agung (13490000)

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2014

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Proses pendidikan di desain sedemikian rupa untuk memudahkan
peserta didik memahami pelajaran. Hampir semua dari faktor pendidikan
operasionalnya dilaksanakan oleh /ustadzguru. Sebagai elemen penting dalam
lingkup

pendidikan,

keberhasilan

pendidikan

tergantung

ditangan

ustadz/guru. Di tangan pendidik kurikulum akan hidup dan bermakna
sehingga menjadi “makanan” yang mendatangkan selera untuk disantap
menjadi peserta didik.
Apabila dilihat dari tinjauan psikologi khususnya dalam Islam, maka

pendidik dalam hal ini ustadz, keberhasilan dalam mendidik akan sangat
tergantung pada karakteristik individu ustadz tersebut. Menurut DN. Madley
(1979) “Salah satu proses Asumsi yang melandasi keberhasilan guru dan
pendidikan guru adalah penelitian berfokus pada sifat-sifat kepribadian guru.
Kepribadian guru yang dapat menjadi suri teladanlah yang menjamin
keberhasilannya mendidik anak”. Utamanya dalam pendidikan Islam seorang
guru yang memiliki kepribadian baik, patut untuk ditiru peserta didik
khususnya dalam menanamkan nilai-nilai Agamis.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari ustadz/guru?
2. Bagaimana karakteristik ideal seorang udtadz menurut psikologi Islam?
3. Bagaimana etika ustadz yang ideal menurut psikologi Islam?
4. Bagaimana manfaat penerapan psikologi bagi pendidik dalam pendidikan
islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian ustadz/guru.
2. Menjelaskan karakteristik ideal seorang ustadz menurut psikologi Islam.
3. Menjelaskan etika ustadz yang ideal menurut psikologi Islam.
4. Menjelaskan manfaat penerapan psikologi dalam pendidikan Islam.


2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ustadz/Guru Ideal
Dalam pengertian sederhana, guru adalah orang yang memberikan
ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat
adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak
mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di
surau/musholla, di rumah dan sebagainya.1 Sedangkan ustadz adalah seorang
pendidik yang dituntut untuk mempunyai komitmen terhadap profesinya,
berusaha untuk memperbaiki dan memperbaharui cara kerjanya sesuai dengan
tuntutan zaman.2
Sedangkan kata ideal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
sangat sesuai dengan yang dicita-citakan atau diangan-angankan atau
dikehendaki.3 Jadi ustadz/guru ideal dapat diartikan seorang pendidik yang
sangat diharapkan oleh peserta didik.
B. Karakteristik Ideal Seorang Ustadz Ditinjau dari Psikologi
1) Semangat - Seorang ustadz idealnya memiliki karakteristik semangat.
Penyemangat merupakan modal dasar bagi seseorang dalam beraktifitas,
termasuk seorang penyampai ilmu alias ustadz. Ketika seorang memiliki

ilmu mumpuni yang terkandung di dalam Alquran serta Alhadits, dia
berkewajiban untuk menyampaikanya kembali, sesuai dengan sabda
Rasulullah Saw, "Sampaikanlah (ilmu) dariku walaupun satu ayat
(sedikit)." Sedikit saja nabi sudah mengingatkan umatnya, apalagi
memiliki banyak ilmu (agama). Sepantasnya disampaikan dengan penuh
semangat tanpa pernah patah arang.
2) Rajin beribadah dan Khusyu' mengerjakannya - Seorang ustadz
merupakan teladan bagi muridnya, Artinya, sebagai konsekuensi seorang
ustadz selalu berusaha melakukan aktifitas ibadah baik wajib serta sunah
dengan porsi lebih banyak dari muridnya. Apabila seorang ustadz tidak
1

Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif Suatu Pendekatan
Teoritis Psikologis (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 31
2
http://irvanuddin.blogspot.com/2012/01/guru-yang-ideal-dalam-perspekrif-islam.html
3
Kamus Besar Bahasa Indonesia

3


sesuai dengan isi ceramahnya, maka dirinya akan tidak berharga dan
kelak di hadapan Allah akan menanggung siksa. Maka, sepatutnya
seorang ustadz bisa beribadah dengan rajin dan khusyu'.
3) Zuhud - Seorang ustadz senantiasa zuhud dalam urusan dunia. Artinya,
seorang ustadz akan selalu meninggalkan segala urusan dunia karena
menganggap urusan akherat di atas segalanya. Lebih mencintai yang
kekal dibanding yang fana, lebih mementingkan urusan orang banyak
dibandingkan dengan urusan pribadinya. Intinya, ustadz zuhud senantiasa
merindukan bertemu dengan Allah Swt dan surga-Nya.
4) Jauh dari perbuatan maksiat - Ustadz yang baik adalah dia berusaha
menjauhi perbuatan yang menjurus kepada kemaksiatan. Karena orang
yang berilmu (ulama') senantiasa takut kepada Allah Swt, termasuk
dalam menjauhi maksiat. Dalam Alquran Fathir ayat 28 disebutkan,
Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba Allah adalah Ulama.
5) Akhlakul karimah - Seorang ustadz yang selalu menyampaikan ilmu
agama, wajib memiliki budi pekerti (moral) yang luhur dan amanah.
Dirinya akan selalu jujur, santun, serta lemah lembut. Dalam sebuah
hadits riwayat Ibnu Haban dijelaskan, "Kemuliaan seorang mukmin
adalah


agamanya,

dan

keperwiraannya

adalah

akalnya

dan

kebanggaannya adalah bukti pekerti." Yang menjadi standar acuan
akhlak yang mulia atau akhlakul karimah adalah sosok Rasulullah Saw.
Dengan

memiliki

akhlakul


karimah,

Rasulullah

memperoleh

kebahagiaan,semisal; didengar ucapannya, ditiru perilakunya, dan
dikagumi sifat serta karakternya. Sampai-sampai musuhpun simpatik
dengan mengakui keluhuran pribadi Rasulullah. Apabila seorang ustadz
telah memiliki karakteristik dengan berakhlak yang mulia seperti tersebut
di atas, maka Allah akan meridhai hidupnya maka ustadz tersebut akan
menjalani hidup dengan penuh pertolongan, kemuliaan, dan keberkahan.
6) Sabar- Ustadz sebaiknya memiliki sifat yang sabar dan tahan uji tatkala
ditimpa cobaan. Semenjak zaman Rasulullah Saw, seorang penyampai
ilmu atau ustadz takkan pernah lepad dari cobaan. Untuk itu, ustadz harus

4

siap dan memiliki sifat yang sabar. Di dalam hadits At-Tirmidzi

disebutkan, "Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung besarnya
cobaan dan sesungguhnya ketika Allah mencintai suatu kaum, maka
Allah memberikan cobaan. Untuk itulah, barang siapa yang ridha, maka
baginya ridha dari Allah, (sebaliknya) barang siapa marah (tidak ridha),
maka bagi dirinya murka Allah."
7) Rapih - Apabila seorang ustadz selalu membiasakan untuk tampil rapih
maka dirinya akan memiliki banyak manfaat. Hal-hal yang meliputi
kerapihan, antara lain; cara berpakaian, potongan rambut, tingkah dan
gaya berbicara di depan publik. Pepatah Jawa mengatakan, Ajining diri
dumunung ig ati, ajining raga soka busana, artinya; Nilai pribadi
seseorang ditentukan oleh ucapan atau kata-katanya, sedangkan nilai
penampilannya diukur dari busana yang dikenakan. Perlu diperhatikan
bagi setiap ustadz; tampil elegan, alami, tidak dibuat-buat, tidak overacting sehingga membuat audiens membosankan. Apabila ustadz
berpenampilan terlalu over, dan tingkahnya tidak mencerminkan ustadz
yang rapih, maka tunggulah kehancuran (hilangnya simpati dan antusias
audiens).
8) Memiliki itikad yang baik - Para ustadz sepantasnya memiliki pola pikir
untuk kebaikan yang jauh ke depan. Berpikir jauh ke depan itu
maksudnya, selalu memikirkan perkembangan Islam yang semakin
tenang, tenteram, serta penuh kedamaian.

9) Ikhlas dalam syiar Islam - Dalam menjalani kehidupan yang sarat
materialistis, seorang ustadz supaya benar-benar bisa mempertahankan
kehidupannya. Jangan sampai terpengaruh dengan duniawi yang
menyilaukan orang lain.4
C. Etika Ustadz/Guru yang Ideal menurut Psikologi Islam
Dalam kaitannya dengan kompetensi kepribadian dalam psikologi
Islam, terdapat beberapa etika bagi seorang ustadz dalam melaksanakan
tugas pembelajarannya.
4

http://www.alquran-syaamil.com/2013/09/karakteristik-ideal-seorang-ustadz.html

5

a) Berjiwa Robbani
Rabbani dalam istilah al-quran berasal dari kata rabbah
berarti

pendidik.5


Sebagaimana

yang

telah diartikan oleh beberapa ahli

bahasa yang lain, orang yang disifati dengan rabbani adalah orang yang
telah bergabung dengan Tuhan semesta alam dan tidak mengandalkan
selain Dia.
Perkataan ribbyy atau rabbanyy merujuk pada segolongan manusia
yang mempunyai ilmu yang luas lagi
agama.

mendalam

berkenaan

dengan

Dengan bekal ilmunya ia tidak pernah berhenti beramal demi


mencari keridhaan Allah SWT. Selain itu iapun mampu menjalankan amar
ma`ruf nahi munkar, dengan penuh kesadaran serta istiqomah.
Seorang ustadz dalam pendidikan Islam haruslah menjadikan
Rob(Tuhan) sebagai tempat berangkat, tempat berpijak dan tempat kembali
segala aktivitasnya. Dengan jiwa robbani ini ustadz dituntut untuk
berperilaku sebagaimana yang dikehendaki Tuhan sehingga

ustadz

mampu mengantarkan santrinya menjadi manusia yang berpribadi muslim
dan manusia yang menjadikan Allah sebagai puncak ketaatan.
b) Niat Yang Benar dan Ikhlas
Setiap Ustadz hendaknya melandasi dirinya dalam mendidik para
santrinya dengan niat yang benar, yaitu ikhlas semata-mata mencari ridho
Allah. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Bayyinah ayat 5 yang
artinya: padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan ikhlas(murni semata-mata taat) kepada-Nya dalam menjalankan
agama.
Keterangan diatas dapat dinyatakan bahwa ikhlas adalah seluruh
taat dan amalan seseorang yang murni hanya tertuju untuk taqorrub kepada
Allah ta`ala dan menghendaki dekatnya Allah dan ridlaNya, tanpa
bermaksud yang lain, seperti pamrih kepada manusia atau mencari
pujian dan tamak.6
5

Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Quran: sebuah tafsir sederhana menuju cahaya
al-quran jilid 4 (Jakarta: Al-Huda, 2004), hlm. 386
6
As Sayid Abu Bakar Ibn Muhammad Syata, Menapak Jejak Kaum Sufi (Surabaya: Dunia

6

Islam

mewajibkan

seorang

ustasdz

supaya menekuni ilmu,

namun diatas segala-galanya mereka harus senantiasa
tujuannya

melihat

yang tertinggi dan kepada kemaslahatan umum. Belajar atau

mengajar dengan maksud semata-mata hanya untuk mendapatkan
atau

untuk

kepada

meraih

uang

keuntungan pribadi pada hakikatnya merupakan

penghinaan terhadap nilai dan martabat ilmu sendiri, bahkan meniadakan
tugas-tugasnya yang mulia.
c) Tawadhu` (Rendah Hati)
Tawadhu ialah memberikan kepada orang lain (yang berhak)
haknya tanpa dikurangi ataupun dilebihkannya.7 Demikian dikatakan
oleh Al-Mas`udiy dalam bukunya Taisirul Khallaq. Dengan lain perkataan
Tawadhu adalah tahu diri atau rendah hati, suatu sifat yang tidak suka
memamerkan, insaf dimana kedudukannya yang sebenarnya, sehingga
tidak lebih keatas

daripada

yang

sebenarnya

dan

tidak

pula

dibawah. Jadi bukanlah merendahkan diri sebagaimana kerap kali orang
salah mengirakannya. Orang yang tahu diri tidak merasa kecil dirinya
dihadapan orang yang berkedudukan tinggi dan tidak pula merasa besar
dirinya dihadapan rakyat biasa.
Tawadlu` menurut istilah Hamka

ialah tahu diri, tidaklah

membuat diri menjadi, segan-segan seperti pengantin baru, menyisihnyisih, hingga timbul rasa takut bergaul, kaku dan canggung. Orang yang
pandai menyesuaikan diri adalah orang yang tahu dimana tempat duduknya,
tahu apa yang ada pada dirinya akan kekurangan-kekurangannya.
Bagaimanapun

masyhur dan besarnya seseorang, namun segala-tahu

tidaklah ada. Orang segala-tahu sangatlah menjemukan. Sahabat Umar
pernah berkata: Saya berharap, hendaklah seorang amir bergaul dengan
rakyatnya, serupa mereka saja, tetapi disana tetap juga jelas bahwa
dialah Amirnya. Allah SWT berfirman yang artinya: Dan tidaklah kamu
diberi pengetahuan kecuali sedikit (QS. Al-Isro`: 85)
Ilmu : 1997), hlm. 89
Ismail Thaib, Akhlaq Karimah (Yogyakarta: Fakultas Syari`ah IAIN SUKA, 1981), hlm. 28

7

7

d) Khosyyah (Takut kepada Allah)
Kata khosyyah dalam sering disejajarkan dengan kata khouf.
Kata khouf merupakan kegundahan hati dan gerakannya karena sesuatu
yang ditakuti. Adapula yang berpendapat khouf adalah upaya hati untuk
menghindar dari datangnya sesuatu yang tidak disukainya saat ia
merasakannya. Sedangkan khosyyah lebih khusus daripada

khouf.

Khosyyah adalah milik orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang
Allah. Firmannya: sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hambahambaNya hanyalah ulama.
e) Menguasai bidang studinya
Seorang ustadz/ah harus sanggup menguasai mata pelajaran/ materi
pelajaran yang diajarkannya, serta memperdalam pengetahuannya tentang
materi yang bersangkutan. Janganlah menjadikan pelajaran tersebut bersifat
dangkal, tidak melepaskan dahaga, dan tidak menyegarkan lapar.
Walaupun seorang ustadz, bagaimanapun pandai dan luas ilmunya tidaklah
mungkin bisa menguasai berbagai-bagai bidang ilmu yang

ada.

Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Quran surat Al-Isro` ayat 85 yang
artinya: Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan kecuali sedikit. Namun
demikian adanya penguasaan yang cukup terhadap bidang studi yang
menjadi tanggung-jawabnya, adalah menjadi kebutuhan mutlak.
f) Tetap terus belajar
Orang muslim wajib mempelajari ilmu yang selalu dibutuhkan
setiap saat. Islam memerintahkan belajar pada ayat pertama yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dikarenakan kewajiban utama
dan sarana terbaik untuk mencerdaskan ummat dan kebangkitan dunia,
khusunya bila ilmu yang dipelajari dibuktian dengan amal perbuatan
sehari-hari. Begitu pentingnya ilmu sehingga nabi bersabda yang artinya
menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim baik laki-laki maupun
perempuan. Juga Nabi SAW bersabda yang artinya: Tidaklah seseorang itu
dianggap orang berilmu(`alim) selama ia masih terus belajar ilmu. Apabila
ia menyangka bahwa ia sesungguhnya sudah serbatahu, maka sungguh ia

8

seorang yang jahil. Setiap ustadz dituntut selalu meningkatkan kualitas
ilmu yang dimilikinya, khususnya ilmu-ilmu yang diajarkannya. Hal ini
karena disamping watak ilmu itu sendiri yang terus berkembang, juga
karena ada kekhawatiran bila terjadi kekeliruan di dalam memahami
ilmu yang bersangkutan. Sebab bila terjadi kekeliruan bisa berakibat fatal,
bahkan dapat menyesatkan anak didiknya. Salah satu wujud meningkatkan
kualitas keilmuannya tampak dalam kegiatan yang dilakukan ustasdz ketika
ada waktu luang digunakan untuk belajar atau membaca.
g) Segera Kembali Kepada Kebenaran
Kembali kepada kebenaran sering juga disebut denga taubat.
Menurut bahasa taubat berarti kembali. Pada istilah syara` dimaksud
dengan taubat adalah kembali kepada kesucian setelah melakukan dosa.
Pada hakikatnya taubat adalah meninggalkan dosa dengan tekad tidak akan
kembali lagi melakukannya.
Seorang yang baik dituntut untuk tidak segan-segan segera kembali
kepada kebenaran jika terbukti melakukan kesalahan ataupun kekeliruan,
baik terhadap Allah ataupun sesama manusia. Allah berfirman yang
artinya: (Orang yang baik itu)

ialah orang-orang yang apabila

mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat
akan Allah dan segera memohon ampun atas dosa-dosa (mereka) itu. (QS.
Ali- Imron: 135). Dalam QS. At-Tahrim ayat 8 Allah berfirman yang
artinya: hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kamu kepada Allah
dengan taubat yang sebenar-benarnya.
h) Gemar bermusyawarah
Alquran al-karim mewajibkan bertukar pendapat sebagai dasar dari
eksistensi masyarakat dan solidaritas beserta sistem-sistemnya, dengan
tujuan agar bertukar pendapat dan diskusi secara bebas dijadikan kaidah
bagi solidaritas dalam pemikiran dan kebebasan berpendapat antar
individu. Sebagaimana tukar pendapat sebagai asas dari keikutsertaan
mereka

dalam

berbagai ketetapan jamaah yang harus mereka

laksanakan secara konsisten. Pentingnya sifat menyeluruh bagi mabda ini

9

disebabkan

akar

dan

asal-usulnya

kembali

kepada fithrah

kemanusiaan, yang dengannya, Allah telah memudahkan manusia. Dan
syariatNya menggariskan kepada kita

jalan petunjuk yang menjamin

bimbingannya. Jadi musyawarah merupakan wujud pemuliaan bagi
manusia dan bimbingan bagi jamaah.
Allah berfirman: bermusyawarahlah kamu dengan mereka dalam
urusan itu. Dan bila kamu telah membulatkan
bertawakkallah

tekad,

maka

kepada Allah. (QS. Ali Imron: 159). Az-Zarnuji

mengatakan bahwa manusia bisa dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu 8 : 1). manusia seutuhnya, 2). Setengah manusia, dan
sebagai

manusia.

Manusia

3).

Bukan

yang seutuhnya manusia ialah orang yang

memiliki pendapat dan mau bermusyawarah. Manusia setengah manusia
adalah orang yang memiliki pendapat tapi tidak mau bermusyawarah atau
mau bermusyawarah tapi tidak memiliki pendapat. Dan manusia yang
hakikatnya bukan

manusia

adalah

orang

yang

tidak

memiliki

pendapat dan tidak mau bermusyawarah .
i) Mengedepankan Kejujuran
Jujur

adalah

memberitakan

sesuatu

sesuai

dengan

fakta

(kejadiannya), atau mengkabari yang lainnya menurut apa yang ia yakinkan
akan kebenarannya. Pekabaran ini tidak hanya dalam ucapan, juga dalam
mengenai perbuatan seperti isyarat dengan tangan, goyang kepala dan
sebagainya. Berlaku jujur dituntut oleh suara hati atau hati nurani manusia,
sesuai dengan kebiasaan yang terpuji, paralel dengan tuntutan ilmu
pengetahuan yang hakiki dan diperintahkan Islam dan agama samawi yang
datang sebelumnya. Dalam surat At-Taubah ayat 120 Allah berfirman
yang artinya: Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada
Allah dan jadilah kamu bersama orang-orang yang jujur.
Dengan demikian setiap ustadz/ah ataupun guru dalam pendidikan
Islam harus terus menerus komitmen kepada kejujuran dalam kehidupan
8

Aliy As`ad, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan(terjemah Ta`limul
Muta`allim) (Kudus: Menara, 1978), hlm. 17

10

sehari-hari. Dia harus berani berkata Saya tidak tahu jika benar-benar
memang tidak tahu.
j) Bisa Diteladani
Seorang ustadz haruslah seseorang yang bisa dijadikan

contoh

teladan bagi para santrinya, baik dalam tingkah lakunya, ucapannya,
pergaulannya, maupun ketaatannya kepada Allah. Kalau ustadz bersikap
lain dari apa yang diajarkannya atau menyuruh mengerjakan sesuatu yang
baik tetapi Ia sendiri tidak mengerjakannya,
nasehat atau ajarannya

tidak

akan

misalnya

dituruti

oleh

shalat,

tentu

santri-santrinya.

Sebagaimana firman Allah yang artinya: Hai orang- orang yang beriman,
mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan? Amat besar
kebencian disisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu
kerjakan (Q.S. Ash-Shafat 2-3).
k) Bersikap Adil
Adil ialah berlaku sama tengah dalam semua urusan dan
melaksanakannya sesuai dengan ketentuan syari`at. Sebagian ahli ilmu
mengatakan, adil ialah cenderung kepada kebaikan. Atau dengan lain
perkataan adil itu ialah mengerjakan yang benar dan menjauhkan yang
batal. Menurut ahmad amin, adil itu ada dua macam. Yang pertama
mensifati perseorangan dan yang kedua mensifati

masyarakat.

Adil

perseorangan adalah memberi hak kepada orang yang mempunyai hak.
Bila orang mengambil haknya dengan tidak melebihi dan memberi hak-hak
orang dengan tidak mengurangi maka itu adalah adil. Masyarakat yang adil
adalah masyarakat yang mempunyai peraturan dan undang-undang yang
memudahkan tiap-tiap orang mempertinggi dirinya menurut kecakapan
masing-masing.
Berlaku adil adalah wajib baik untuk diri sendiri ataupun

untuk

orang lain. Seorang ustadz dalam melaksanakan tugasnya, tentu akan
dihadapkan persoalan-persoalan yang dia harus mengambil sikap dan
keputusan, baik berupa penilaian, hukuman, pujian, pemilihan ataupun
yang lainnya. Dalam hal ini seorang ustadz dituntut untuk bersikap adil,

11

artinya tidak boleh bersikap pilih kasih dengan membeda-bedakan santri
yang satu dengan lainnya kecuali atas dasar hak(kebenaran) belaka. Allah
berfirman di dalam surat An-Nahl ayat 90 yang artinya: sesungguhnya
Allah memerintahkan kamu menegakkan keadilan dan berbuat kebajikan.
l) Penyantun dan Pemaaf
Setiap ustadz hendaknya memiliki sifat pemaaf dan penyantun bila
menginginkan misinya berhasil seperti Rosulullah Saw. Artinya ia harus
memaafkan santrinya bila melakukan kesalahan, tidak pendendam, sanggup
menahan diri diwaktu marah.
m)Mengetahui dan Memahami tabiat santri
Ustadz harus mengetahui tabiat pembawaan, adat kebiasaan,
perasaan dan pemikiran santri agar tidak salah mendidik mereka.
Inilah yang disuarakan oleh ahli-ahli pendidikan pada abad keduapuluh
ini. Dalam pendidikan Islam, ustadz/ah diharuskan berpengetahuan tentang
kesediaan dan tabiat anak-anak serta memperhatikan hal tersebut dalam
mengajar agar dapat memilihkan materi dan metode pembelajaran sesuai
dengan tingkat pemikiran mereka. Jangan melompatkan mereka
sesuatu

yang

komplikasi,
tidak

dari

terang
suatu

nyata

pada

sesuatu yang

dari

menimbulkan

yang kelihatan di mata pada sesuatu yang

tampak, tetapi hendaklah menurut tingkat kesanggupan mereka.

Jangan berpindah subyek dari yang mudah pada yang sukar dan dari yang
jelas pada yang tidak terang secara sekaligus, tetapi diberikan secara
berangsur-angsur menurut persiapan, pengertian dan pemikiran mereka.
Adanya pengetahuan yang mendalam mengenai watak dan tabiat
para

santrinya,

adat

kebiasaannya,

pembawaannya,

tingkat

perkembangannya dan sebagainya, menyebabkan seorang ustadz tidak akan
keliru dalam menghadapi santri. Ia akan bisa menyampaikan materi
pelajarannya secara pasti dalam waktu yang tepat sesuai dengan tingkat
perkembangan dan pengetahuan para santri.akan menghadapi santri yang
memiliki kemampuan

berbeda baik dalam kecerdasan maupun watak.

Hal ini menuntut ustadz untuk memiliki sifat sabar dan tabah hati

12

ketika menghadapi santri yang berbeda tersebut. Dengan kesabaran dalam
menghadapi santri setiap ustadz tidak akan putus asa dan akhirnya akan
menemukan suatu pemecahan permasalahan yang dihadapi.9
D. Manfaat Penerapan Psikologi bagi Pendidik dalam Pendidikan Islam
Mengabaikan aspek-aspek psikologis dalam proses pembelajaran akan
berakibat

kegagalan,

tidak dapat tercapai dengan

sehingga

tujuan

mudah. Sehubungan

pembelajaran
dengan

ini,

setiap pendidik selayaknya memahami seluruh proses dan perkembangan
manusia, khususnya peserta didik. Pengetahuan mengenai proses dan
perkembangan dan segala aspeknya itu sangat bermanfaat, dan manfaat yang
dapat diraih antara lain :
a. Pendidik dapat memberikan layanan dan bantuan dan bimbingan yang
tepat kepadapeserta didik dengan pendekatan yang relefan dengan tingkat
perkembangannya.
b. Pendidik dapat mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan timbulnya
kesulitan belajar peserta didik tertentu.
c. Dapat mempertimbangkan waktu yang tepat dalam memulai aktifitas
proses belajar mengajar bidang studi tertentu.
d. Pendidik dapat menemukan dan menetapkan tujuan-tujuan pengajaran
sesuai dengan kemampuan psikologisnya.
e. Mampu membantu memecahkan permasalahan siswa dalam belajar.
f. Memudahkan penerapan pengetahuan, pendekatan dan komunikasi kepada
anak didik
g. Membantu menciptakan suasana edukatif dan efektif.
h. Dapat menyusun program pengajaran yang sesuai dengan masa
perkembangan peserta didik.
i. Pendidik dapat dengan mudah memilih metode-metode pembelajaran dan
pengajaranyang tepat untuk digunakan.10

9

Mangun Budiyanto, Profil Ustadz Ideal (Yogyakarta: Team Tadarrus AMM, 2005), hlm 32
http://kumpulanmakalahpraktis.blogspot.com/2013/05/psikologi-dalam-dunia-pendidikan.html

10

13

BAB III PENUTUP
 Kesimpulan
 Guru ideal adalah seorang pendidik yang sangat diharapkan oleh peserta
didik.
 Apabila ditinjau dari aspek psikologi Islam ada beberapa karakteristik
yang seharusnya dimiliki oleh seorang ustadz yaitu semangat, rajin
beribadah dan khusyu’ mengerjakannya, zuhud, jauh dari perbuatan
maksiat, akhlakul karimah, sabar, rapih, memiliki i’tikad yang baik dan
ikhlas dalam syiar Islam.
 Sedangkan dari segi etika jika ditelaah dari segi psikologi Islam terdapat
beberapa etika bagi seorang ustadz yang ideal yakni berjiwa robbani, niat
yang benar dan ikhlas, tawadhu’ (rendah hati), khossyah (takut kepada
Allah), menguasai bidang studi, tetap terus belajar, segera kembali kepada
kebenaran, gemar bermusyawarah, mengedepankan kejujuran, bisa
diteladani, bersikap adil, penyantun dan pemaaf, serta mengetahui dan
memahami tabiat santri/peserta didiknya.
 Adapun manfaat dari penerapan psikologi bagi ustadz/pendidik dalam
pendidikan Islam diantaranya yaitu Pendidik dapat memberikan layanan
dan bantuan dan bimbingan yang tepat kepadapeserta didik dengan
pendekatan yang relefan dengan tingkat perkembangannya, mampu
membantu memecahkan permasalahan siswa dalam belajar, membantu
menciptakan suasana edukatif dan efektif, serta pendidik dapat dengan
mudah memilih metode-metode pembelajaran dan pengajaranyang tepat
untuk digunakan.
 Kritik dan Saran
Demikian makalah ini dibuat, jika terdapat banyak kekurangan dan
kesalahan pada makalah ini kami menyatakan mohon maaf yang sebesarbesarnya. Kritik dan saran kami harapkan guna mengoreksi kesalahan yang
ada di makalah ini agar kedepannya menjadi lebih baik lagi.

14

DAFTAR PUSTAKA
As`ad, Aliy. 1978. Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu Pengetahuan (terjemah
Ta`limul Muta`allim). Kudus: Menara
Budiyanto, Mangun. 2005. Profil Ustadz Ideal. Yogyakarta: Team Tadarrus
AMM
Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif
Suatu Pendekatan Teoritis Psikologis. Jakarta: Rineka Cipta
Imani, Allamah Kamal Faqih. 2004. Tafsir Nurul Quran: sebuah tafsir
sederhana menuju cahaya al-quran jilid 4. Jakarta: Al-Huda
Syata, As Sayid Abu Bakar Ibn Muhammad. 1 9 9 7 . Menapak Jejak Kaum
Sufi. Surabaya: Dunia Ilmu
Thaib, Ismail. 1981. Akhlaq Karimah. Yogyakarta: Fakultas Syari`ah IAIN
SUKA
http://irvanuddin.blogspot.com/2012/01/guru-yang-ideal-dalam-perspekrifislam.html
http://www.alquran-syaamil.com/2013/09/karakteristik-ideal-seorang-ustadz.html
http://kumpulanmakalahpraktis.blogspot.com/2013/05/psikologi-dalam-duniapendidikan.html

15