Pembangunan Politik dalam Gerpolek doc

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Tan Malaka dikenal sebagai pejuang dan pahlawan nasional kemerdekaan
Indonesia.

Perjuangannya

dalam

kemerdekaan

Indonesia

melalui

sebuah

pemikirannya yaitu, Revolusi. Revolusi merupakan sebuah alat perjuangan di mana
Tan Malaka sangat yakin bahwa hanya dengan revolusi, Indonesia baru bisa mencapai

kemerdekaan.
Dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, Tan Malaka melalui pemikiran
revolusinya telah mempengaruhi masyarakat Indonesia untuk bersatu dan berjuang
untuk memerdekakan Indonesia. Pemikiran atau gagasan yang dilahirkan oleh Tan
Malaka telah dituangkan dalam beberapa buku-buku dan artikel dalam koran,
diantaranya Menuju Republik dan Massa Aksi. Kedua buku ini telah memberikan
sumbangsih besar dalam kemerdekaan Indonesia, seperti buku yang berjudul Menuju
Republik telah membuat proklamator Indonesia, Soekarno bercita-cita agar
terciptanya Negara Republik Indonesia dan dalam buku Massa Aksi, Tan Malaka
mengatakan bahwa “Kemerdekaan Indonesia tercapai bila kemerdekaan politik 100%
berada di tangan rakyat” membuat masyarakat Indonesia menentang penjajahan dan
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia yang jatuh pada 17 Agustus 1945 dengan
tidak melalui campuran pihak luar melainkan atas nama bangsa dan rakyat Indonesia.
Pemikiran Tan Malaka tak sampai pada perjuangan saja melainkan bertambah
luas pada perencanaan Indonesia ke depannya. Seperti dalam bukunya yang berjudul
Parlemen atau Soviet, Tan Malaka menyebutkan bahwa pemerintahan yang baik
untuk Negara Republik Indonesia adalah tidak adanya Parlemen. Bagi Tan Malaka,
Parlemen tak lebih dari sekadar warung tempat orang-orang adu kuat berbicara,
mereka adalah para jago berdebat dan berbual, dan anggota parlemen adalah golongan
tak berguna yang harus diongkosi oleh Negara dengan biaya yang tinggi.

Gagasan dan pemikiran Tan Malaka dalam buku Parlemen atau Soviet telah
gagal dalam mempengaruhi pemikiran pemerintahan Indonesia. Walaupun gagal,

semangat Tan Malaka dalam memperjuangkan konsep Republik Indonesia tidak
sampai di situ saja. Kontribusi Tan Malaka sangat banyak, di mana ia terjun dalam
kancah dunia politik. Tan Malaka mengumpulkan pemuda-pemuda yang di mana
nantinya terbentuk organisasi yang bernama SI dan PKI. Dalam kedua organisasi ini,
Tan Malaka telah mengkritik pemerintahan Indonesia yang di mana menurutnya apa
yang dilakukan pemerintah Indonesia saat itu tidak mencerminkan cita-cita bangsa
Indonesia.
Pasca-Kemerdekaan, Republik Indonesia telah berhasil dikacaukan oleh kaum
kapitalis, kolonialis, dan imperalis dengan berdirinya berbagai negara boneka
bentukan Belanda yang membuat kacaunya perekonomian dan keuangan Republik
Indonesia. Campur tangan dari pihak asing seakan-akan membuat cita-cita Indonesia
semakin memudar dan telah mengalahkan semangat proklamasi. Pembangunan politik
Indonesia saat itu membuat Tan Malaka mengkritik pemerintah Indonesia dengan
mengatakan bahwa Kemerdekaan Indonesia tidak lagi 100% dan kritik tersebut telah
ia tuangkan dalam bukunya yang berjudul Gerpolek pada tahun 1948.
Gerpolek dibuat Tan Malaka di rumah penjara Madiun pada 17 maret 1948
dengan isi kritikan terhadap pemerintah Indonesia saat itu. Tak hanya kritik, Gerpolek

juga menghadirkan perbandingan pembangunan politik pada era kemerdekaan dan
pasca-kemerdekaan.

1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana perbandingan pembangunan politik Indonesia di era kemerdekaan dan
pasca-kemerdekaan dalam pemikiran Tan Malaka?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Pembangunan Politik Indonesia pada era Awal Kemerdekaan dan Pasca
Kemerdekaan
Kemerdekaan Indonesia diawali dengan penghapusan belenggu penindasan
penjajahan negara asing di Indonesia, di mana bangsa Indonesia sepakat untuk
menghapuskan dan memerangi kolonialis yang terjadi di Indonesia demi terciptanya
cita-cita bangsa Indonesia sejak lama. Kemerdekaan yang diperoleh Indonesia saat itu
diperoleh dengan kemerdekaan politik 100% yang berada di tangan rakyat sehingga
pembangunan politik saat itu mengedepankan cita-cita bangsa Indonesia.
Pasca-Kemerdekaan, terdapat adanya indikasi bahwa kemerdekaan tidak lagi
berada di tangan rakyat. Hal ini dikarenakan terjadinya pihak asing yang memegang

kendali sebagian daerah di Indonesia, ditandai dengan munculnya campur tangan
asing terhadap Negara Republik Indonesia.
Adanya campur tangan pihak asing melalui kapitalisme-imperialisme membuat
kembalinya sebagian besar daerah di Indonesia ke bawah kekuasaan musuh yang
mengacaukan perekonomian dan keuangan Indonesia dengan tindakan pemerasan
dan tindasan dari pihak asing. Semangat kemerdekaan rakyat Indonesia yang kala itu
memegang segala sumber kekuasaan berada di tangan rakyat telah lenyap begitu saja
dikarenakan berbagai perundingan yang dilakukan pihak pemerintah Indonesia.
Perundingan yang dilakukan pemerintah Indonesia menurut pandangan Tan
Malaka membuat perubahan pembangunan yang terjadi, di mana 17 Agustus 1945
yang merupakan pembangunan politik berasas dari semangat dan cita-cita masyarakat
Indonesia telah ternodai dengan penangkapan para pemimpin Persatuan Perjuangan di
Madiun. Penangkapan ini terjadi dikarenakan adanya campur tangan pihak asing
melalui berbagai perundingan. Oleh Tan Malaka, 17 Agustus 1945 sampai 17 Maret
1946 dinamakan Musim Jaya Berjuang.
Ternodainya pembangunan pada Musim Jaya Berjuang terjadi pada penangkapan
para pemimpin Persatuan Perjuangan di Madiun. Penangkapan ini membuat Republik

Indonesia mengubah pembangunan Musim Jaya Berjuang dengan aksi berdiplomasi,
yang dinyatakan oleh Tan Malaka dengan nama Musim Runtuh Berdiplomasi.

Penangkapan para pemimpin Persatuan Perjuangan di Madiun menjadi cikal bakal
terciptanya Musim Runtuh Berdiplomasi. Hal ini dikarenakan menurut Amir
Sjarifuddin mantan perdana menteri Republik Indonesia dalam sidang Mahkamah
Tentara Agung menyebutkan bahwa penangkapan tersebut dilakukan oleh Pemerintah
Republik Indonesia berdasarkan permintaan badan perantaraan Republik Indonesia
yang bekerja sama dengan wakil Inggris dan Belanda. Singkatnya, pemerintah
Indonesia sudah menerima permintaan negara asing untuk menangkap warga
negaranya sendiri.

2.2 Perbandingan Pembangunan Indonesia di Musim Jaya Berjuang dan Musim
Runtuh Berdiplomasi
Tan Malaka dalam bukunya yang berjudul Gerpolek, membandingkan
pembangunan Indonesia di Musim Jaya Berjuang dan Musim Runtuh Berdiplomasi
dalm empat aspek, yaitu Politik, Ekonomi, Militer dan Sosial dan Politik.
1. Politik
Dalam aspek politik, Tan Malaka memperbandingkan perubahan yang terjadi
dalam Musim Jaya Berjuang dan Musing Runtuh Berdiplomasi dengan dua hal, yaitu
dalam hal daerah dan dalam hal penduduk.
Dalam hal daerah, pembangunan dalam Musim Jaya Berjuang meliputi seluruh
tanah yang lebih dari 700.000 mil persegi serta tanah air yang kurang lebih 4.500.00

mil persegi itu berada di bawah kedaulatan Republik Indonesia. Sedangkan pada
Musim Runtuh Berdiplomasi, adanya pengakuan de facto melalui perundingan di
Linggarjati, Jawa Barat yang dilakukan Indonesia dengan Belanda mengenai status
kemerdekaan Indonesia membuat daerah Jawa dan Sumatera menjadi luasnya 210.000
mil persegi atau hanya 30% dari seluruh daratan Indonesia. Tidak hanya itu
perundingan ini membuat Indonesia harus membentuk Republik Indonesia Serikat
(RIS). Dengan bentuk RIS, Indonesia masuk dalam persemakmuran IndonesiaBelanda dengan mahkota negara Belanda sebagai kepala uni. Perundingan ini

membuat sebagian masyarakat Indonesia dan khususnya Tan Malaka menyebutkan
bahwa lemahnya pemerintah Indonesia dalam mepertahankan kedaulatan Republik
Indonesia. Perundingan ini tidak berjalan mulus dan menyebabkan Gubernur Jendral
H.J. van mook pada tahun 1947 menyatakan Belanda tidak terikat lagi dalam
perjanjian ini dan lahirlah Agresi Militer Belanda I. Dalam hal daerah pula, Musim
Runtuh Diplomasi kembali menuai penurunan dalam pembangunan, di mana adanya
perundingan Renville membuat enam atau tujuh daerah di Jawa menjadi terpencar
yang membuat Republik Indonesia mempunyai kekuasaan hanya 2% dari seluruh
tanah dan air Indonesia.
Dalam hal penduduk, Musim Jaya Berjuang memiliki jumlah penduduk sebanyak
70 juta, di mana semua penduduknya berada di bawah kedaulatan Negara Republik
Indonesia. Sedangkan dalam Musim Runtuh Berdiplomasi, dengan adanya

perundingan Linggarjati yang menyatakan bahwa hanya Jawa dan Sumatera yang
dibawah kedaulatan Republik Indonesia membuat Republik Indonesia hanya memiliki
70% penduduk di seluruh Indonesia. Kemudian penduduk Republik Indonesia makin
merosot menjadi 33% dikarenakan adanya penandatangan perjanjian Renville yang
membuat berdirinya negara baru dalam daerah Jawa-Sumatera (Negara Sumatera
Timur, Negara Jawa Barat, Negara Jawa Utara, Negara Jawa Timur, Negara Batavia,
dll)
2. Ekonomi
Dalam Aspek Ekonomi, Tan Malaka melihat dua hal dalam pembangunan Musim
Jaya Berjuang dan Musim Runtuh Berdiplomasi, yaitu Produksi dan Perhubungan.
Dalam hal produksi, Musim Jaya Berjuang memiliki semua hasil kebun (getah,
kopi, kina, teh, dll), semua hasil tambang (minyak, timah, perak, dll), baik kepunyaan
musuh atau sahabat berada di bawah kekuasaan Republik Indonesia. Dalam hal
perhubungan, di Musim Jaya Berjuang semua alat pengangkutan di darat dan di laut
dimiliki dan dikuasi oleh Republik Indonesia. Dengan ini membuat alat perdagangan
dikuasai oleh Republik Indonesia. Adanya produksi dan perhubungan yang semuanya
dikuasai Republik Indonesia membuat masyarakat Indonesia dengan cepat memiliki
pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta kemakmuran dan kesejahteraan dapat dicapai

Dalam hal produksi pada Musim Runtuh Berdiplomasi, adanya kedua

perundingan, yaitu Linggarjati dan Renville membuat Republik Indonesia mengakui
pengembalian hak milik asing. Dalam hal perhubungan, menurut Linggarjati dan
Renville, Belanda berhak menuntut kembali haknya atas kepemilikan di Indonesia.
Hal ini membuat Belanda akan mendapatkan kesempatan untuk menguasai
pengangkutan di darat atau laut di Indonesia. Dengan begitu, maka perekonomian
Republik Indonesia akan terhambat karena hampir semua ekspor dan impor berada di
kekuasaan Belanda.
3. Militer
Pada Musim Jaya Berjuang, semua senjata, kapal perang, dan lapangan terbang
berada di tangan rakyat serta pemuda Republik Indonesia. Di seluruh kepulauan
Indonesia tak ada Bandar, kota dan desa yang terbuka bagi musuh. Hal ini membuat
tidak adanya cara untuk pihak asing menyentuh kawasan Republik Indonesia.
Pada Musim Runtuh Berdiplomasi, semua pelabuhan sudah dikuasai kembali oleh
Belanda. Hal ini membuat pihak Belanda dalam Agresi Militer I Belanda dengan
mudah mengirimkan bantuan dengan menempatkan tentaranya di beberapa bagian
daerah di Indonesia
4. Sosial dan Politik
Dalam Musim Jaya Berjuang, perpecahan di antara partai-partai, badan-badan
serta laskar-laskar yang timbul pada permulaan revolusi oleh Persatuan Perjuangan
yang dibentuk pada 4-5 Januari 1946 dapat dipersatukan kembali. Semua organisasi

yang tergabung dalam Persatuan Perjuangan telah bergabung untuk menentang musuh
bersama atas dasar minimum program yang disetujui bersama.
Dalam Musim Runtuh Berdiplomasi, Persatuan Perjuangan telah diganti dengan
Konsentrasi Nasional. Adanya Konsentrasi Nasional membuat adanya pihak pro dan
kontra terhadap perjanjian Linggarjati. Beberapa partai telah pecah dengan membuat
sikap pro terhadap perjanjian Linggarjati dan sikap kontra terhadap perjanjian
Linggarjati. Adanya perpecahan dari partai membuat beberapa partai memiliki
sebutan sebagai partai sayap kanan dan partai sayap kiri dan partai sayap “lebih kiri
dari kiri”. Seperti PKI yang sudah pecah menjadi, PKI lama, PKI Merah dan PKI.
Semua perpecahan ini membuat Belanda mudah memasukkan koloni kelimanya ke

dalam semua badan, kelaskaran, dan partai sampai ke dalam tentara, administrasi, dan
pemerintah.

BAB III
KESIMPULAN

3.1 Penutup
Tan Malaka yang merupakan seorang pejuang kemerdekaan Indonesia tidak
semata-mata bergerak hanya dalam lingkup perjuangan kemerdekaan Indonesia saja,

melainkan turut berkontribusi dalam pembangunan yang terjadi pada era
kemerdekaan dan pasca kemerdekaan.
Kontribusi yang dilakukan Tan Malaka pada era pasca kemerdekaan meliputi
masuknya dalam dunia politik melalui PKI dan SI. Sering kali Tan Malaka mengkritik
pemerintah Republik Indonesia, seperti beberapa perundingan yang dilakukan
Republik Indonesia hingga berdampak pada cita-cita bangsa Indonesia.
Perundingan yang telah terjadi di Republik Indonesia membuat pudarnya
kemerdekaan Indonesia, yang di mana Tan Malaka menyebutkan bahwa
“Kemerdekaan Indonesia tercapai bila kemerdekaan politik 100% berada di tangan
rakyat”.
Kemerdekaan yang telah susah dicapai masyarakat Indonesia ternodai dengan
masuknya kapitalis-imperialis yang mengakibatkan politik dan ekonomi yang kacau
di Republik Indonesia. Seperti adanya perjanjian Linggarjati yang membuat hilangnya
beberapa daerah kekuasaan Republik Indonesia dan perjanjian Renville yang
membuat para pemimpin Persatuan Perjuangan di Madiun tertangkap.
Penangkapan para pemimpin Persatuan Perjuangan di Madium membuat cikal
bakalnya kemerdekaan yang tak lagi 100% didapat oleh masyarakat Indonesia.
Kemudian Tan Malaka dalam pemikirannya membuat buku yang berjudul Gerpolek,
di mana berisikan tentang kritik terhadap pemerintah Republik Indonesia. Tan Malaka
menyebutkan bahwa Pembangunan pada era awal kemerdekaan dengan nama Musim

Jaya Berjuang, sedangkan pada pasca kemerdekaan dengan nama Musim Runtuh
Berdiplomasi.

DAFTAR PUSTAKA

Malaka, Tan. 2011. Gerpolek. Narasi. Yogyakarta
Malaka, Tan. 2014. Madilog. Narasi. Yogyakarta
Malaka, Tan. 2014. Parlemen atau Soviet. Sega Arsy. Bandung
Malaka, Tan. 2002. Menuju Republik Indonesia. Komunitas Bambu. Jakarta
Malaka, Tan. 2000. Massa Aksi. Komunitas Bambu. Jakarta