ANALISIS STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI

ANALISIS STRUKTUR DAN KOMPOSISI VEGETASI DI
KAWASAN HUTAN SEKUNDER KAMPUS UNIVERSITAS RIAU
MENGGUNAKAN METODE KUARDAT
Cindy Anggrainy
E-mail:[email protected], phone: +6282384345171
FKIP Universitas Riau, Pekanbaru 28293
Abstrak: Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui struktur dan komposisi
vegetasi di kawasan hutan sekunder kampus Universitas Riau menggunakan metode
kuadrat. Kegiatan praktikum dilaksanakan pada tanggal 2 Mei 2016 di Laboratorium
Alam Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan ilmu Pendidikan Universitas Riau, Jl.
Bina Widya Km 12,5 Simpang Baru Panam Pekanbaru. Adapun alat dan bahan yang
digunakan pada praktikum adalah tali tambang, patok kayu, meteran, dan alat tulis.
Parameter pengukuran meliputi KR (Kerapatan relatif), FR (Frekuensi relatif), DR
(Dominansi relatif), NP (Nilai penting), dan H’(Indeks keanekaragaman). Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa vegetasi di kawasan Hutan Sekunder Universitas
Riau memiliki tingkat keanekaragaman yang sedang dan stabil, ditunjukkan dari nilai
indeks keanekaragamannya sebesar 1,92. Vegetasi hutan sekunder Universitas Riau
didominasi oleh spesies Alstonia scholaris. Hal ini dikarenakan kemampuan adaptasi
dan bertahan hidup yang berbeda-beda. Sehingga vegetasi di dominansi oleh spesies
yang mempunyai kemampuan adaptasi dan bertahan hidup lebih baik pada lokasi
pengamatan.

Kata Kunci : vegetasi, komposisi dan struktur

Pendahuluan
Kehadiran vegetasi pada suatu landscape akan memberikan dampak positif bagi
keseimbangan ekosistem dalam skala yang lebih luas. Secara umum, peranan vegetasi
dalam suatu ekosistem terkait dengan pengaturan keseimbangan karbon dioksida dan
oksigen dalam udara, perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologis tanah, pengaturan tata air
tanah dan lainlain. Meskipun secara umum kehadiran vegetasi pada suatu area
memberikan dampak positif, tetapi pengaruhnya bervariasi tergantung pada struktur dan
komposisi vegetasi yang tumbuh pada daerah itu (Indriyanto, 2006). Vegetasi di suatu
tempat akan berbeda dengan vegetasi di tempat 1ain karena berbeda pula faktor
lingkungannya. Vegetasi hutan merupakan sesuatu sistem yang dinamis, selalu
berkembang sesuai dengan keadaan habitatnya.
Analisis vegetasi adalah cara untuk mempelajarai susunan (komposisi jenis) dan
bentuk (struktur) vegetasi tumbuh-tumbuhan (Soerianegara dan Indrawan, 1978).
Penelitian yang mengarah pada analisis vegetasi, titik berat penganalisisan terletak pada
komposisi jenis atau jenis. Struktur masyarakat hutan dapat dipelajari dengan

1


mengetahui sejumlah karakteristik tertentu, diantaranya kepadatan, frekuensi,
dominansi, dan nilai penting.
Dalam sebuah komunitas selalu terjadi kehidupan bersama saling menguntungkan
sehingga dikenal adanya lapisan-lapisan bentuk kehidupan (Syahbudin, 1987). Daniel et
al., 1992 menyatakan struktur tegakan atau hutan menunjukkan sebaran umur dan atau
kelas diameter dan kelas tajuk. Stratifikasi hutan hujan tropis menurut Soerianegara dan
Indrawan (1982) dalam Indriyanto (2005) terbagi menjadi lima stratum, yaitu:
1. Stratum A (A storey), yaitu lapisan tajuk (kanopi) hutan paling atas yang
dibentuk oleh pepohonan yang tingginya lebih dari 30 meter.
2. Stratum B (B storey), yaitu lapisan tajuk kedua dari atas yang dibentuk oleh
pepohonan yang tingginya lebih dari 20-30 meter.
3. Stratum C (C storey), yaitu lapisan tajuk ketiga dari atas yang dibentuk oleh
pepohonan yang tingginya lebih dari 4-20 meter.
4. Stratum D (D storey), yaitu lapisan tajuk keempat dari atas yang dibentuk oleh
spesies tumbuhan semak dan perdu yang tingginya 1-4 meter.
5. Stratum E (E storey), yaitu lapisan tajuk paling bawah (lapisan kelima dari atas)
yang dibentuk oleh spesies tumbuhan penutup tanah (ground cover) yang
tingginya 0-1 meter.
Analisis vegetasi merupakan cara yang dilakukan untuk mengetahui seberapa
besar sebaran berbagai spesies dalam suatu area melalui pengamatan langsung.

Dilakukan dengan membuat plot dan mengamati morfologi serta identifikasi vegetasi
yang ada. Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk
menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu
vegetasi sesuai dengan tujuannya. Dalam hal ini suatu metodologi sangat berkembang
dengan pesat seiring dengan kemajuan dalam bidang-bidang pengetahuan lainnya, tetapi
tetap harus diperhitungkan berbagai kendala yang ada (Anonim. 2009).
Metode kuadran mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui komposisi
dan dominansi pohon tumbuhan. Teknik sampling kuadrat ini merupakan suatu teknik
survey vegetasi yang sering digunakan dalam semua tipe komunitas tumbuhan. Petak
contoh yang dibuat dalam teknik sampling ini bisa berupa petak tunggal atau beberapa
petak. Petak tunggal mungkin akan memberikan informasi yang baik bila komunitas
vegetasi yang diteliti bersifat homogen. Adapun petak-petak contoh yang dibuat dapat
diletakkan secara random atau beraturan sesuai dengan prinsip-prinsip teknik sampling.
Berdasarkan hal diatas, terdapat rumusan masalah yaitu bagaimana struktur dan
komposisi vegetasi di kawasan hutan sekunder kampus Universitas Riau menggunakan
metode kuadrat? Oleh karena itu, maka perlu dilakukan percobaan dengan tujuan untuk
mengetahui struktur dan komposisi vegetasi di kawasan hutan sekunder kampus
Universitas Riau menggunakan metode kuadrat.

2


Bahan dan Metode
Kegiatan praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 22 Mei 2016 di Laboratorium
Alam Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan ilmu Pendidikan Universitas Riau, Jl.
Bina Widya Km 12,5 Simpang Baru Panam Pekanbaru. Adapun alat dan bahan yang
digunakan pada praktikum adalah tali tambang, patok kayu, meteran, dan alat tulis.
Cara kerja metode kuadrat yaitu (1) Penentuan lokasi sampling yang mewakili
karakteristik kawasan. (2) menentukan arah jalur (transek). (3) pada setiap transek
dibuat 2 plot pengamatan, masig-masing berukuran 10 x 10 m menggunakan tali plastik
dan kayu pancang. (4) lakukan pengamatan dan pencatatan terhadap semua pohon yang
terdapat didalam plot mencakup : keliling batang setinggi dada, tinggi bebas cabang,
dan fenologinya.
Parameter pengukuran meliputi KR (Kerapatan relatif), FR (Frekuensi relatif), DR
(Dominansi relatif), NP (Nilai penting), dan H’(Indeks keanekaragaman).

Hasil dan Pembahasan
Tabel 1. Data hasil pencacahan vegetasi pohon pada 16 plot sampling
No
1
2

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22


Spesies
Alstonia scholaris
Tunjang rusa
Marpoyan
Laban
Caceria
Bintang
Karet
Jengkol
Pohon kanduang
Sukun
Akasia
Mangkok-mangkok
Mandung
Petai belalang
Sp 1
Sp 2
Sp 3
Sp 4

Sp 5
Sp 6
Sp 7
Sp 8
Jumlah

Jumlah Individu

Jumlah plot ditempati

64
8
7
3
3
6
9
4
2
1

2
1
1
3
1
1
1
1
1
1
1
1
122

16
6
2
3
2
2

2
4
2
1
3
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
55

K
(pohon/ha)

355,56
44,44
38,89
16,67
16,67
33,33
50,00
22,22
11,11
5,56
11,11
5,56
5,56
11,11
5,56
5,56
5,56
5,56
5,56
5,56

5,56
5,56
677,78

3

Tabel 2. Rangkuman data hasil pencacahan vegetasi pohon pada 16 plot sampling
N
o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Spesies
Pulai
Tunjang rusa
Marpoyan
Laban
Caceria
Bintang
Karet
Jengkol
Pohon kanduang
Sukun
Akasia
Mangkok-mangkok
Mandung
Petai belalang
Sp 1
Sp 2
Sp 3
Sp 4
Sp 5
Sp 6
Sp 7
Sp 8
Jumlah
H’

KR%
52,46
6,56
5,74
2,46
2,46
4,92
7,38
3,28
1,64
0,82
1,64
0,82
0,82
2,46
0,82
0,82
0,82
0,82
0,82
0,82
0,82
0,82
100,00

F%

FR%

88,89 29,09
33,33 10,91
11,11
3,64
16,67
5,45
11,11
3,64
11,11
3,64
11,11
3,64
22,22
7,27
11,11
3,64
5,56
1,82
16,67
5,45
5,56
1,82
5,56
1,82
11,11
3,64
5,56
1,82
5,56
1,82
5,56
1,82
5,56
1,82
5,56
1,82
5,56
1,82
5,56
1,82
5,56
1,82
305,56 100,00

D

DR%

NP

129312,00
4441,33
12686,72
1851,50
2013,89
7983,89
20250,89
2177,06
4001,78
541,83
18619,61
780,22
817,83
2709,61
541,84
638,71
467,20
725,52
2974,17
638,71
1219,15
541,84
215935,31
I,98

59,88
2,06
5,88
0,86
0,93
3,70
9,38
1,01
1,85
0,25
8,62
0,36
0,38
1,25
0,25
0,30
0,22
0,34
1,38
0,30
0,56
0,25
100,00

141,43
19,52
15,25
8,77
7,03
12,25
20,39
11,56
7,13
2,89
15,72
3,00
3,02
7,35
2,89
2,93
2,85
2,97
4,02
2,93
3,20
2,89
300,00

Keterangan : KR (Kerapatan relatif), FR (Frekuensi relatif), DR (Dominansi relatif), NP (Nilai penting),
H’(Indeks keanekaragaman)

Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh 122 individu pohon yang terdiri dari 22
spesies pohon pada 16 plot pengamatan. Spesies yang paling banyak ditemukan yaitu
pulai (Alstonia scholaris) sebanyak 64 pohon. Spesies ini menempati seluruh plot
sampel pengamatan. Kerapatan jenis sebesar 355,56 pohon/ha. Untuk nilai kerapatan
relatif, frekuensi relatif, dominansi relatif dan nilai penting tertinggi didapatkan dari
spesies Alstonia scholaris tersebut, yaitu dengan KR 52,46%, FR 29,09%, DR 59,88%,
NP 141,43.
Kerapatan relatif dari berbagai jenis pohon yang diamati pada setiap plot
menunjukkan bahwa spesies Alstonia scholaris mendominasi kerapatan area
pengamatan dengan persentase 52,46% yang kemudian diikuti oleh spesies Hevea
brasiliensis dan pohon tunjang rusa. Hal ini menunjukkan bahwa hutan sekunder Universitas
Riau didominasi oleh tumbuhan Alstonia scholaris.

Nilai dominansi relatif pada lokasi pengamatan menunjukkan bahwa dominansi
terbesar ialah dari spesies Alstonia scholaris sebesar 59,88%. Dominansi relatif
merupakan persentase dominansi satu jenis pohon dibanding dominansi keseluruhan.

4

Jika dominasi lebih terkonsentrasi pada satu jenis, nilai indeks dominasi akan meningkat
dan sebaliknya jika beberapa jenis mendominasi secara bersama-sama maka nilai indeks
dominasi akan rendah. Alstonia scholaris menunjukkan nilai dominansi yang tinggi,
berarti kawasan ini terkonsentrasi pada satu spesies saja. Menurut Odum (1993), jenis
yang dominan mempunyai produktivitas yang besar, dan dalam menentukan suatu jenis
vegetasi dominan yang perlu diketahui adalah diameter batangnya.
Frekuensi suatu jenis tumbuhan adalah jumlah petak contoh dimana
ditemukannya jenis tersebut dari sejumlah petak contoh yang dibuat. Nilai frekuensi
relatif juga digunakan untuk melihat kerapatan spesies dalam lokasi pengamatan.
Spesies Alstonia scholaris memiliki nilai frekuensi relatif sebesar 29,09% yang
merupakan nilai tertinggi dibanding spesies lainnya. Dari frekuensi kehadiran, dapat
tergambar penyebaran jenis tersebut di habitat tersebut. Bila frekuensi kehadirannya
tinggi berarti jenis itu sering ditemukan di habitat tersebut (Suin, 2002). Lebih lanjut,
Suin (2002) menyatakan bahwa frekuensi kehadiran organisme dapat dikelompokkan
atas empat kelompok, yaitu jenis-jenis aksidental bila konstansinya 0-25%, jenis
assesori yang konstansinya 25-50%, jrenis yang konstan konstansinya 50-75% dan jenis
yang absolut bila konstansinya lenih dari 75%. Berdasarkan pembagian persentase
frekuensi menurut Suin (2002), maka spesies Alstonia scholaris termasuk dalam
kehadiran jarang (assesori). Hal ini menunjukkan bahwa spesies ini kehadirannya tidak
terlalu banyak tetapi hadir dalam setiap plt pengamatan.
Pengukuran indeks Nilai Penting (NP) dilakukan untuk mengetahui dominasi
spesies di setiap tingkat pertumbuhan dalam suatu komunitas. Berdasarkan hasil
pengamatan, Alstonia scholaris memiliki indeks nilai penting tertinggi dengan nilai
141,43 atau 47,14%. Indeks nilai penting yang tinggi dapat menunjukkan suatu
penguasaan atau dominasi yang tinggi pula (Saharjo dkk, 2011). Indriyanto (2006),
menyatakan bahwa indeks nilai penting adalah parameter kuantitatif yang dapat dipakai
untuk menyatakan tingkat dominansi jenis-jenis dalam suatu komunitas tumbuhan.
Jenis-jenis yang dominan dalam suatu komunitas tumbuhan akan memiliki indeks nilai
penting yang paling besar.
Keanekaragaman spesies menyatakan suatu ukuran yang menggambarkan variasi
spesies tumbuhan dari suatu komunitas. Sementara itu, Indeks dominasi digunakan
untuk mengetahui kekayaan spesies serta keseimbangan jumlah individu setiap spesies
dalam ekosistem (Soerianegara dalam Marpaung, 2009). Pada pengamtan dilakukan
perhitungan indeks keanekaragaman berdasarkan Indeks Shannon-Wiener dan Indeks
Simpson. Indeks Shannon-Wiener dan Indeks Simpson tidak menilai keanekaragaman
dan dominasi dari segi masing-masing spesies tumbuhan, melainkan menilai tingkat
keanekaragaman dan dominasi tumbuhan dari segi kondisi lahan. Berdasarkan hasil
penelitian menunjukkan bahwa nilai Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’)
spesies tumbuhan penyusun pada lokasi pengamatan ialah 1,98. Dari nilai tersebut
berarti ekosistem hutan pada pengamatan mempunyai keanekaragaman yang termasuk
dalam kategori sedang. Kondisi demikian menunjukkan bahwa ekosistem hutan tersebut
dalam keadaan stabil. Nilai 1 < H’ < 3 berarti keanekaragaman sedang, produktivitas

5

cukup, kondisi ekosistem seimbang, serta tekanan ekologis yang sedang. (Fitriana,
2006).
Jadi, untuk vegetasi pada lokasi pengamatan memiliki tingkat keanekaragaman
yang tergolong sedang, dan terdapat dominansi suatu spesies tertentu dalam vegetasi
tersebut. Indeks sedang pada komunitas Hutan Laboratorium Alam Pendidikan Biologi
ini menandakan bahwa vegetasi pada lokasi ini stabil. Hal ini juga menandakan spesies
tumbuhan penyusun vegetasi tersebut memiliki kemampuan adaptasi dan bertahan
hidup yang berbeda-beda. Sehingga terdapat dominansi dari spesies tertentu saja yang
dapat bertahan pada kondisi lingkungan yang ada pada lokasi pengamatan tersebut.
KESIMPULAN
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa vegetasi di kawasan Hutan Sekunder
Universitas Riau memiliki tingkat keanekaragaman yang sedang dan stabil, ditunjukkan
dari nilai indeks keanekaragamannya sebesar 1,92. Vegetasi hutan sekunder Universitas
Riau didominasi oleh spesies Alstonia scholaris. Hal ini dikarenakan kemampuan
adaptasi dan bertahan hidup yang berbeda-beda. Sehingga vegetasi di dominansi oleh
spesies yang mempunyai kemampuan adaptasi dan bertahan hidup lebih baik pada
lokasi pengamatan.

6

Daftar Pustaka
Anonim. 2009. Analisis Vegetasi. (online) Http://cheabiofkip.blogspot.com. (Diakses 15
Juni 2016).
Fitriana, Y. R. 2006. Keanekaragaman dan Kemelimpahan Makrozoo-bentos di Hutan
Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman Hutan Raya Ngurah Rai Bali. Biodiversitas
7(1):67-72.
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara. Jakarta.
Marsono, D. 1977. Diskripsi Vegetasi dan Tipe-tipe Vegetasi Tropika. Bagian
Penerbitan Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
Marpaung, A. 2009. Apa dan Bagaimana Mempelajari Analisa Vegetasi. (online)
http://boy
marpaung.wordpress.com/2009/04/20/
apa-dan-bagaimanamempelajari- analisa-vegetasi/ (Diakses 13 Juni 2016)
Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Edisi ke 3. Gadjah Mda University Press.
Yogyakarta
Saharjo, B. H. and C. Gago. 2011. Suksesi Alami Paska Kebakaran pada Hutan
Sekunder di Desa Fatuquero, Kecamatan Railaco, Kabupaten Ermera-Timor
Leste. Dalam Jurnal Silvikultur Tropika 02 (01): 40-45
Soerianegara dan Indrawan. 1978. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen Managemen
Hutan. Bogor.
Suin. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalan Press. Padang.
Syahbudin. 1987, Dasar-dasar Ekologi Tumbuhan. Universitas Andalan Press. Padang.