Pengembangan Model Kepemimpinan Sekolah unggul

Pengembangan Model Kepemimpinan Sekolah dengan Pendekatan
Konsep STIFIn
Oleh IKHSAN GUNADI
Abstrak

Kepala sekolah adalah kunci utama dalam kesuksesan suatu sekolah dalam menjalankan
fungsi dan perannya dalam melayani masyarakat di dunia pendidikan. Dengan model
kepemimpinan yang digunakannya, sekolah yang dipimpinnya akan berjalan efektif.
Beragamnya model kepemimpinan yang banyak digunakan di berbagai organisasi, termasuk
sekolah, menjadi pilihan yang bisa jadi sudah sesuai atau mungkin tidak sesuai dengan
organisasi dan anggota organisasi tersebut. Implementasi model kepemimpinan sangat
tergantung pada kondisi objek dimana model tersebut diterapkan. Dinamika perubahan di
dalam dunia pendidikan mendorong diperlukannya pengembangan terhadap model
kepemimpinan yang ada. STIFIn merupakan sebuah metode yang terkonsep untuk mengetahui
mesin kecerdasan dan personality genetic (PG) seseorang. Dengan mengenali hal tersebut
akan dapat mengungkap banyak hal. Salah satu konsep yang diungkap dalam STIFIn adanya
teori sirkulasi yang menjelaskan hubungan antaraPG. Teori sirlkulasi ini yang bakal menjadi
dasar pengembangan model kepemimpinan di sekolah atau organisasi manapun.
Kata kunci: Kepemimpinan, Komunikasi, Personality Genetic

Pendahuluan

Studi tentang kepemimpinan merupakan bidang yang sangat menarik dan bermanfaat
bagi umat manusia. Kepemimpinan menentukan kesejahteraan bagi keluarga, organisasi,
bangsa dan dunia pada umumnya. Persoalan kepemimpinan bersifat merata, mencakup semua
aspek kehidupan di muka bumi, baik itu sosial, politik, ekonomi, atau spiritual. Pada
hakikatnya, menurut Ismail Noor (2011), kepemimpinan adalah sebuah proses, bukan
kepribadian. Hasil dari proses seperti ini adalah produk atau layanan yang bermanfaat.
Lanjutnya pula, para pemimpin akan meninggalkan suatu warisan. Meskipun ada banyak
pemimpin, hanya pemimpin yang memberi pengaruh bagi kehidupan manusia di muka bumi ini
yang perlu dipelajari dan diteladani. Mereka boleh dikatakan sebagai pemimpin yang efektif

dan meninggalkan pola kepemimpinan yang perlu dicontoh dan menjadi inspirasi untuk
kemudian diimplementasikan di tempat berbeda dan dikembangkan lagi menjadi sebuah
inovasi yang bisa dibagikan kepada seluruh umat manusia yang membutuhkannya, baik secara
pribadi maupun kelompok.
Dalam suatu kelompok atau organisasi terdapat tujuan yang ingin dicapai secara
bersama. Pencapaian tujuan tersebut akan efektif jika melibatkan semua elemen yang ada di
dalamnya. Untuk menggerakkan elemen yang ada di dalam organsisasi tersebut diperlukan
seorang pemimpin yang mampu membimbing dan mengarahkan. Seorang pemimpin yang
dipilih atau diangkat karena memiliki kemampuan lebih dalam mengatur dan mengarahkan
orang lain (salah satu elemen organisasi) serta mampu me-representasi-kan dari kebutuhan

organisasi untuk mencapai tujuannya. Kemampuan menggerakkan biasanya seorang pemimpin
memiliki gaya komunikasi masing-masing. Mundoko (2005) menjelaskan tentang beberapa
gaya komunikasi dalam memimpin organisasi, yaitu:
(1)

Gaya komunikasi “Si Dinamit”, memiliki ciri-ciri seperti: (a) menggunakan kata-kata
yang tegas, keras, cenderung kasar; (b) cara bicara meledak-ledak seakan mengandung
dinamit di dalam tubuhnya; (c) kontrol diri yang lemah dan memberi kesan apa yang
diucapkan tanpa dipikir terlebih dulu.

(2)

Gaya komunikasi “Si Detektif”, yang memiliki ciri-ciri: (a) sering menggunakan
pertanyaan-pertanyaan kritis; (b) cenderung menuntut pemimpin kelompok (yang ada di
bawahnya); (c) cukup detil melihat sesuatu masalah, sehingga terkesan suka bertele-tele
dan berbelit-belit.

(3)

Gaya komunikasi “Si Putri Malu”. Ciri-cirinya: (a) bicaranya hemat, terutama dalam

verbal; (b) cenderung menggunakan media tulisan; (c) kurang suka komunikasi dua
arah/dialog.

(4)

Gaya komunikasi “Si Konsultan”, nampak dengan ciri-ciri: (a) cenderung membuka
komunikasi dengan pemimpin kelompok ketika banyak masalah; (b) dalam komunikasi
kadang-kadang keluar konteks yang sebenarnya; (c) cenderung sistematis, terarah bahkan
pandai menggunakan verbal; (d) memosisikan sebagai malaikat penolong yang mampu
hadapi masalah.
Demikian pula halnya dengan organisasi bernama sekolah, juga dibutuhkan kepala

sekolah yang sekaligus menjadi pemimpin sekolah tersebut. Sekolah sebagai wadah pusat
pembelajaran formal, terstruktur dan akuntabel wajib memiliki kepala sekolah, yang mampu
memimpin agar sekolah melaksanakan fungsi dan perannya, serta mencapai tujuan seperti yang
direncanakan.

Keberadaan seorang kepala sekolah diperlukan di tengah-tengah sekolah maupun para
guru yang dipimpinannya akan menentukan kinerja sekolah tersebut, baik kinerja siswa dalam
wujud prestasi hasil belajar maupun kinerja guru berupa meningkatnya kualitas kemampuan

guru. Menurut Andang (2014), setidaknya, ada empat alasan mengapa seorang pemimpin
diperlukan, yaitu: (1) karena banyak orang yang figur pemimpin, (2) dalam beberapa situasi,
seorang pemimpin perlu tampil mewakili kelompoknya, (3) sebagai tempat pengambilan risiko
bila terjadi tekanan terhadap kelompoknya, dan (4) sebagai tempat untuk meletakkan
kekuasaan.
Sedemikian vitalnya akan keberadaan seorang pemimpin, Richard H. Hall
menyampaikan melalui bukunya Organization structure and Process, mengapa perlu banyak
studi tentang kepemimpinan pada masa lalu. Suatu kenyataan bahwa di dalam situasi tertentu
kepemimpinan dirasakan penting, bahkan amat penting (critical). Para ahli sudah banyak
membuat model kepemimpinan sebagainana yang telah dikenal oleh masyarakat luas, yaitu: (1)
Model LMX (Leader-Member eXchange), (2) Model Keputusan Normatif, (3) Model
Kepemimpinan Situasional, (4) Model Keterkaitan, dan (5) Model Rute-Tujuan. Berbagai
organisasi telah mencoba menerapkan model-model kepemimpinan tersebut dengan berbagai
proses dan hasilnya. Dengan berkembangnya paradigma masyarakat saat ini, maka bisa jadi
sebagian model tadi dianggap sudah tidak efektif lagi dan perlu dikembangkan dengan kondisi
kekinian.
Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan teori STIFIn
yang saat ini sudah mulai dikenal secara luas di Indonesia. STIFIn merupakan sintesa dari teori
sebelumnya yang telah dikemukakan oleh para ahli di bidangnya. Beberapa teori tersebut
adalah teori fungsi dasar (Basic Fungction) oleh Carl Gustav Jung, teori Whole Brain oleh Ned

Hermann, dan teori Triune Brain oleh Paul D. Maclean. STIFIn tidak hanya mengungkap
kecenderungan terhadap kecerdasan dan personality genetic (PG) seseorang, tapi juga
hubungan antarPG yang kemudian akan menetukan pola hubungan (interaksi dan komunikasi)
kepada masing-masing PG. Hubungan inilah yang akan menentukan pengembangan model
kepemimpinan dalam suatu organisasi.
Perkembangan Penemuan STIFIn
Sejarah perjalanan konsep STIFIn dimulai tahun 1999– ketika Farid Poniman bersama
partnernya, Indrawan Nugroho, yang kemudian diikuti oleh Jamil Azzaini mendirikan lembaga
training Kubik Leadership. Lembaga training tersebut setiap memulai program trainingnya terlebih dahulu memetakan peserta training sesuai dengan jenis kecerdasannya. Sebagai

konsep, STIFIn kala itu bisa dibilang masih embrio. Perbaikan konsep dilakukan di sana-sini
seiring dengan berkembangnya penyelenggaraan training Kubik Leadership. Namun, kala
itu, tesis atau hipotesisnya sudah matang dan kukuh bahwa manusia memiliki
kecerdasan genetik. Berapa persisnya, itulah yang saya sebut terus berkembang.
Pada awalnya, Farid Poniman menggunakan empat kecerdasan yakni S, T, I, dan F
seperti kita bisa baca dalam buku best seller Kubik Leadership. Pergulatan intelektual dan
penyempurnaan terus dilakukan oleh Farid Poniman, sebelum terbitnya buku ke DNA
SuksesMulia yang akhirnya berujung pada penemuan kecerdasan ke lima, yakni In. Sekarang
STIFIn sudah final dengan 5 mesin kecerdasan dan 9 personality genetic. Artinya tidak
akan ada jenis kecerdasan ke-6 dan tidak akan ada personality genetic yang ke-10.

Setelah dilakukan riset untuk sekian lama, kini konsep STIFIn sudah sangat kokoh.
Kekuatan utamanya terletak pada konsep yang simpel, akurat, dan aplikatif. Kita bahas satu
per satu ketiga frasa tersebut.
1. Simpel
Dikatakan simpel karena penjelasannya sederhana dan dari miliaran manusia, oleh
STIFIn dikelompokkan hanya dalam 5 mesin kecerdasan dan 9 personality genetic. Sehingga
tidak dipusingkan lagi dengan pengelompokan manusia dalam banyak kotak, seperti MBTI dan
Socionics yang mengelompokkan dalam 16 kotak. Jika berkaitan dengan kecerdasan, STIFIn
cukup lima kotak, yaitu:…S,….T,…..I,…..F,…..In. Lima mesin kecerdasan itu mencakup
seluruh jenis kecerdasan yang ada yang dimiliki manusia di muka bumi ini.
Konsep STIFIn disebut simpel karena bersifat multy-angle theory. Artinya, STIFIn
dapat dipakai untuk menjelaskan teori kecerdasan dan personaliti dari disiplin ilmu yang lain.
Seperti konsep otak kiri dan otak kanan (Roger W. Sperry) atau pembagian neokortek
sebagai otak atas dan limbik sebagai otak bawah (Paul Broca) atau pembagian 6 Hexagonal
Holland (John Holland) juga konsep DISC (John Geier dan Thomas International) atau bahkan
teori lama Hippocrates dan Galenus dapat dengan mudah dibedah menggunakan STIFIn.
Uraian persamaannya sebagai berikut:
a.

Otak kiri dan otak kanan sama dengan S + T dan I + F pada STIFIn.


b.

Neokortek dan limbik sama dengan T + I dan S + F pada STIFIn

c.

6 Hexagonal Holland: Artistic-Realistic (identik dengan Kanan-Kiri STIFIn),
Investigative-Social (identik dengan Atas Bawah STIFIn), Conventional-Enterprising
(identik dengan diagonal Organisasi-Produksi STIFIn).

d.

D-I-S-C pada John Geier dan Thomas International identik dengan S-F-I-T pada
STIFIn.

e.

Kholeris, Flegmatis, Melancolis, dan Sanguinis sama dengan S, T, I, dan F pada STIFIn.
Penemuan sebuah teori kepribadian baru tidak terlepas dari teori-teori sebelumnya yang


menjadi pijakan dan landasan bagi pengembangan teori-teori tersebut. Penemu STIFIn
meyakini bahwa segala hal yang melekat pada diri individu terdapat belahan otak yang bekerja
paling dominan. Belahan otak tersebut yang memberikan kontribusi kepada diri individu
seutuhnya. Sifat-sifat dari belahan otak tersebut kemudian membuat konstitusi tubuh menjadi
selaras dengan berbagai fungsi tubuh yang melekat secara genetik pada jenis individu tertentu.
Berikut ini adalah tabel keselarasan sistem operasi STIFIn dengan beberapa fungsi dan tipologi
serta berbagai teori lama yang eksis hingga saat ini.
Tabel: Keselarasan Sistem Operasi STIFIn dengan Teori-teori lama
Sistem
Operasi
Kecerdasan
belahan
otak
(STIFIn)

Sistem
Cairan
Tubuh
(Galenus)


SensingLimbik Kiri

Choleris

Kering

Tanah

ThinkingNeokortek
Kiri

Phlegmatic

Dingin

Logam

IntuitingNeokortek
Kanan


Melancholic

Basah

Kayu

FeelingLimbik
Kanan

Sanguis

Panas

Api

InstinctMidbrain

--


Transisi

Air

Sistem
Cuaca
Tubuh
(Hipocrates)

Sistem
Semesta
Tubuh
(Empedokles)

Sistem
Rangsangan
Tubuh
(Pavlov)
Eksitasi
TinggiInhibisi
Rendah
Eksitasi
Rendah –
Inhibisi
Tinggi
Eksitasi
Rendah Inhibisi
Rendah
Eksitasi
TinggiInhibisi
Tinggi
Tanpa
Eksitasi dan
Inhibisi

Sistem
Fungsi
Tubuh
(Sigaud)

Sistem
Organ
Tubuh
(TCM)

Sistem
Konstitusi
Tubuh
(Kretchmer)

Musluler

Limpa

Atletis

Celebral

Ginjal

Piknis

Digestif

Hati

Astenis

Respiratoris

Jantung

Displastis

Sirkuler

Organ
Sirkuler

Stenis

Aplikasi lain yang paling jitu adalah ketika konsep STIFIn digunakan untuk praktik
penggemblengan diri dengan prinsip fokus-satu-hebat. Konsep kecerdasan tunggal yang
dianut STIFIn lebih mampu menjelaskan realitas otak dalam keseharian. Itulah penjelasan

kenapa konsep STIFIn yang menganut kecerdasan tunggal lebih aplikatif dibandingkan konsep
kecerdasan majemuk atau Multiple Intelligence (MI) yang bisa digambarkan dengan
menggunakan metafora sederhana: kepemimpinan ayah dalam keluarga. Menurut konsep
STIFIn setiap orang memiliki seluruh otak, namun hanya ada satu yang memimpin
(sebaliknya menurut MI ada dua, tiga, atau empat yang dominan). “A specialist in the
construction of the whole” kata Daoed Joesoef.
Dalam satu keluarga yang terdiri atas bapak-ibu-anak, posisi pemimpin
dipercayakan kepada bapak. Jika sang bapak maju, maka semua keluarga maju. Sehingga
konsentrasi perhatian keluarga diprioritaskan pada sang bapak. Konsep kecerdasan
tunggal yang dipakai STIFIn lebih aplikatif karena ternyata kecerdasan dominan (seperti
sang bapak) mampu memiliki daya jalar yang lebih baik. Sementara kalau menurut konsep
MI investasi yang dimiliki keluarga disebar kepada semuanya, sehingga postur investasi dalam
keluarga terpolarisasi. Ingat bahwa kecerdasan yang lemah (dimetaforkan ibu anak) tidak
memiliki daya jalar sebagaimana kecerdasan dominan (dimetaforkan bapak).
2. Akurat
Lantas kenapa konsep STIFIn disebut akurat? Semua itu karena STIFIn
menguraikan cara kerja otak berdasarkan sistem operasinya, bukan kapasitas hardware-nya.
Yang dimaksud hardware adalah perangkat keras, sedangkan sistem operasi adalah yang
berfungsi menghubungkan antara perangkat keras dengan aplikasi, seperti Microsoft Windows,
Linux, Android, dan Macintosh. Nah, IQ (intelligence quotient) itu adalah perangkat keras.
Dengan demikian, mengukur IQ sama dengan mengukur kapasitas hardware, dan bukan untuk
mengetahui jumlah sambungan denrit antarsel otak yang sesungguhnya menentukan IQ
seseorang.
Berbeda dengan konsep yang lain, STIFIn menggunakan sistem operasi yang
berbicara tentang jenis watak kecerdasan. Tiap jenis kecerdasan punya wataknya sendirisendiri. Jenis watak kecerdasan itulah yang kemudian disebut sebagai mesin kecerdasan. Jadi,
STIFIn memetakan otak bukan berdasarkan belahan otak yang paling besar volumenya,
melainkan berdasarkan belahan otak yang paling kerap digunakan. Itulah yang disebut
sebagai sistem operasi. Membagi otak berdasarkan belahan otak yang berperan sebagai
sistem operasi inilah yang membuat STIFIn akurat. Dalam sistem operasi tidak ada wilayah
abu-abu, setiap jenis kecerdasan, seaneh apapun itu, dapat digolongkan ke dalam salah satu
diantara lima mesin kecerdasan yang ada dengan garis pemisah yang tegas.

c. Aplikatif
Disebut aplikatif karena konsep STIFIn bercirikan multi-angle field yang kurang lebih
artinya, STIFIn dapat dipakai untuk menjelaskan bidang apa saja. STIFIn dapat diaplikasikan
pada bidang learning, profession, parenting, couple, politic, human resources, dan bidangbidang lainnya. Kenapa pasangan suami istri tidak harmonis? Kenapa seorang politikus dapat
menang/kalah dalam ajang pemilu? Kita dapat memakai STIFin sebagai pisau untuk
membedah dua pertanyaan itu. STIFIn sudah membahas bidang-bidang lain yang secara
tematik. Ketika konsep lain masih berkutat pada masalah-masalah umum, STIFIn sudah jauh di
depan dengan menyiapkan training untuk masalah spesifik.
STIFIn sebagai Metode
Konsep STIFIn ini dibangun berdasarkaan teori-teori sebelumnya yang para ahli di
masing-masing bidang yang kemudian dielaborasi. Terdapat tiga terori yang menjadi dasar
pijakan konsep STIFIn, yaitu:
(1) Teori Fungsi Dasar dari perintis psikologi analitik berkebangsaan Swiss bernama Carl
Gustav Jung yang mengatakan bahwa terdapat empat fungsi dasar manusia yakni fungsi
penginderaan (Sensing), fungsi berpikir (Thinking), fungsi merasa (Feeling), dan fungsi
intuisi (Intuition). Dari empat fungsi dasar itu, hanya salah satu diantaranya ada yang
dominan.
(2) Teori Belahan Otak dari seorang neurosaintis Ned Hermann yang membagi otak menjadi
empat kuadran yakni limbik kiri dan kanan, serta cerebral kiri dan kanan.
(3) Teori Strata Otak Triune (tiga kepala menyatu) dari neurosaintis lain yang
berkebangsaan Amerika, Paul MacLean yang membagi otak manusia berdasarkan hasil
evolusinya: otak insani, mamalia, dan reptilia.
Di atas segalanya, perlu digarisbawahi, konsep STIFIn bukan sekedar mengubah
dari 3 kotak (MacLean) menjadi 4 kotak (Jung dan Hermann) kemudian menambahkan
kotak ke –lima menjadi STIFIn. Jika hanya begitu adanya, STIFIn tidak lebih dari hanya
sebuah rangkuman dan berhenti di situ. Fakta bahwa STIFIn bisa menjelaskan banyak
hal, membuktikan bahwa konsep ini memiliki hal-hal baru hasil sintesa. STIFIn memiliki
hal-hal berikut ini:
(1)

Teori menyilang sebagai superior dan inferior dalam satu paket. Teori ini
menjelaskan tentang adanya hubungan silang antarmesin kecerdasan S – I dan T – F yang
mana masing-masing memiliki sifat superior dan inferior, yaitu:

a. Pada MK Sensing – Intuiting dimana Sensing superior (100%), dan Intuiting inferior
(20%), sedangkan Thinking (40%), dan Feeling (40%).
b. Pada MK Thinking – Feeling dimana Thinking superior (100%), dan Feeling inferior
(20%), sedangkan Sensing (40%), dan Intuiting (40%).
c. Khusus untuk MK Instinct, terjadi generalis pada keseluruhan MK yang bersilangan
yaitu masing-masing Sensing (50%), Thinking (50%), Intuiting (50%), dan Feeling
(50%). Sedangkan MK Instinct sendiri adalah 100%.
(2)

Teori irisan persamaan (di antara kutub perbedaan pada kuadran dan diagonal).
Meski ada perbedaan pada masing-masing mesin kecerdasan, STIFIn menegaskan bahwa
ada kesamaan sifat yang saling beririsan satu sama lain, seperti:
a. MK Thinking – Intuiting memiliki kesamaan irisan dalam pekerjaan investigasi
(penelitian dan penyelidikan terhadap sesuatu) dan analisa. Selain itu, kedua MK ini
begitu menonjol sebagai konseptor dan pelaksana konsep yang disusunnya.
b. MK Sensing – Feeling beririsan sama dalam hal berhubungan dengan orang lain
(social relationship). Sensing sangat kuat dalam berhubungan dan berinteraksi
dengan orang lain, sedangkan Feeling juga sangat menonjol dalam pertemanan,
persahabatan dengan orang lain.
c. MK Thinking – Sensing sama-sama menyukai keteraturan, prosedural dan memiliki
daya tahan secara fisik dibandingkan MK yang lain (Intuiting, Feeling dan Instinct).
d. MK Intuiting – Feeling, keduanya menonjol dalam hal ide-ide artistik, dan berpikir
dari global ke detil.
e. MK Sensing – Intuiting, memiliki kesesuaian dalam hal menghasilkan suatu produk.
Kduanya juga sangat cocok sebagai unsur top management, ataupun sebagai
komisaris perusahaan. Jika keduanya berada pada satu perusahaan akan saling
menguatkan sebagai salah satu unsur di atas.
f. MK Feeling – Thinking, berkesesuaian dalam bidang pengelolaan organisasi. Apabila
keduanya berada dalam satu organisasi dimana keduanya sama-sama mengelola maka
akan sangat baik dan berjalan secara efektif sebagai tim.

(3)

Teori hubungan sosial segi lima yang unik dan logis (Teori Sirkulasi STIFIn).
STIFIn juga menguraikan adanya hubungan antarMK sebagai bentuk interaksi sosial,
dalam dua kondisi, yaitu (a) hubungan saling mendukung, dan (b) hubungan saling
menaklukkan.
a. Hubungan saling mendukung yang ditunjukan secara sirkulasi, seperti bagan:

Instinc

Thinking

Sensing

Feeling

b. Hubungan saling menaklukkan, seperti bagan:

Instinc

Thinking

Sensing

(4)

Feeling

Teori keselarasan metabolisme tubuh berdasarkan mesin kecerdasannya. Konsep
STIFIn yang berkaitan dengan kondisi biologis seseorang dijelaskan dalam keselarasan
antara mesin kecerdasan dengan unsur metabolisme masing-masing MK, yaitu:
a. Sensing

- organ sistem pencernaan (lambung)

b. Thinking

- organ sistem eksresi (ginjal)

c. Intuiting

- organ sistem sintesa (hati/liver) dan sistem saraf

d. Feeling

- organis sistem respirasi/pernapasan

e. Instinct

- organ sitem peredaran darah dan pusat keseimbangan

(5)

Teori kalibrasi berdasarkan mesin kecerdasannya. STIFIn mengungkap terhadap
bagaimana setiap mesin kecerdasan melepaskan dari tekanan dan mendapatkan kembali
kondisi terbaiknya. Berikut ini adalah masing-masing kalibrasi pada setiap maesin
kecerdasan.
MK

(6)

Kalibrasi

S – Sensing

Jalan-jalan melihat dunia luar dari biasanya

T – Thinking

Mengurus binatang peliharaan atau merawat tanaman kesayangan

I – Intuiting

Tidur

F – Feeling

Bercengkerama dengan orang lain, teman, dan lain-lain

In – Instinct

Berkunjung ke orang lain/ber-silaturahmi

Teori genetika sesuai mesin kecerdasannya. Berdasarkan mesin kecerdasan dan drive
kecerdasan tadi, maka STIFIn mengelompokkan genetik kepribadian atau kecerdasan
menjadi sembilan kelompok, yaitu: Si – Sensing introvert; Se – Sensing extrovert; Ti –
Thinking introvert; Te – Thinking extrovert; Ii – Intuiting introvert; Ie – Intuiting
extrovert; Fi – Feeling introvert; Fe – Feeling extrovert; In – Instinct.

(7)

Teori strata genetik. Konsep STIFIn membagi membuat peringkat urutan terhadap
genetik manusia. Berikut ini urutan stratea genetikan dari yang tertinggi ke rendah, yaitu:
a. Jenis kelamin;
b. Mesin kecerdasan;
c. Drive kecerdasan;
d. Kapasitas hardware; dan
e. Golongan darah.
Kelak di kemudian hari, berpeluang muncul banyak teoriteori lain, sekadar untuk

menunjukkan betapa universalnya konsep STIFIn. Ini bisa dibilang teori palugada, “apa lu
mau gua ada”.
Model Kepemimpinan STIFIn
Di atas sudah disinggung bahwa konsep STIFIn tidak cuma menambahkan unsur kelima “In” dari empat unsur yang lainnya. Konsep STIFIn dengan tujuh sintesa teori
sebagaimana dijelaskan di atas, menjadi dasar pijakan pengembangan model kepemimpinan
sebagaimana bagan berikut.

Bagan 1: Model Kepemimpinan STIF
Si

S

Se

Gaya Memimpin

T
In

I

Interaksi-Komunikasi

Ti

Te

In

Ii

F

Ie
Fi
Fe

Dari bagan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Mesin kecerdasan yang dimiliki oleh pemimpin/kepala sekolah dan guru/tenaga
kependidikan akan menentukan gaya dalam memimpin (bentuk interaksi-komunikasi)
yang dilakukan.
(2) Dengan mesin kecerdasan dan personality genetic yang dimiliki kepala sekolah akan
dengan mudah mengendalikan bawahannya sesuai dengan mesin kecerdasan dan
personalitiy genetic.
(3) Proses interaksi – komunikasi efektif dilakukan dengan saling memahami masing-masing
PG. Kepala sekolah akan melakukan proses interaksi – komunikasi kepada bawahan
(guru dan tenaga kependidikan) sesuai dengan PG-nya. Demikian, pula sebaliknya,
bawahan dapat memperlakukan kepalas sekolah dengan baik.

Bagan 2: Interaksi Model Kepemimpinan Sekolah
Sekolah

Guru

MK

PG

Kepala
Sekolah

Kinerja –
Prestasi

Drive
Tenaga
Kependidikan

Individu

Dari bagan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1)

Mesin kecerdasan dan drive kecerdasan akan menentukan jenis personality genetic (PG)
kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan. PG inilah yang disebut dengan kecerdasan
atau karakter.

(2)

Dengan menggunakan PG masing-masing, kepala sekolah dan guru serta tenaga
kependidikan berinteraksi – berkomunikasi dengan saling memahami masing-masing PG.

(3)

Dari proses interaksi – komunikasi antarPG di masing-masing individu akan
menentukan prestasi dan kinerja baikkepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan,
maupun organisasi/sekolah.

Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan:
1.

Bahwa dimungkinkan dilakukan pengembangan terhadap model kepemimpinan,
mengingat konsep STIFIn memberikan ruang yang cukup untuk terjadinya proses interaksi
dan komunnikasi yang efektif dalam proses kepemimpinan suatu organisasi.

2.

STIFIn memiliki tujuh konsep yang bisa dikembangkan menjadi model kepemimpinan
STIFIn. Model kepemimpinan STIFIn dapat dijelaskan sebagaimana pada bagan pertama.

3.

Keberadaan mesin kecerdasan dan personality genetic seseorang akan menentukan
perilaku, kepribadian dan kecerdasannya. Keberadaan mesin kecerdasan dan personality
genetic ini-lah yang mendorong terwujudnya pengembangan atas model kepemimpinan
yang lebih efektif dan adekuat terhadap kinerja organisasi.

Demikian kiranya naskah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan para
pemerhati manajemen pendidikan khususnya serta manajemen pada umumnya.

Daftar Pustaka
Adair, John.1988. Effective Leadership, A Self-Development Manual. Jakarta: PT Pertja.
Andang, M.Pd.2013. Manajemen &Kepemimpinan Kepala Sekolah. Sleman: Ar Ruzz Media.
Bennis, Warren & Nanus, Burt. 1985. LEADERS, The Strategies for Taking Charge. New
York: Herper & Row Publisher.
Danim dan Suparno. 2009. Manajemen dan Kepmimpinan Transformasional
Kekepalasekolahan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hall, Richard L. 1982. Organization Structure and Process. New Jersey: Prentice Hall, Inc;
Englewood Clift.
Lefton, Robert E. & Bozzota, Victor R. 2005. Leadership Through People Skills (Terjemahan:
Rudijanto). Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
Mundoko, E.Widigo Hari. 2005. What it takes to be A Leader-Plus: Kiat Strategi menjadi
Pemimpin Bernilai Plus dengan Memahami dan Bekerja Bersama Orang lain. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo.
Noor, Ismail. 2011. Manajemen Kepemimpinan Muhammad SAW: Mencontoh Teladan
Kepemimpinan Rasul untuk Kesempurnaan Manajemen Modern (terjemaham).
Bandung: PT Mizan Pustaka.
Poniman, Farid; Nugroho,Indrawan & Azzaini, Jamis; 2003, Kubik Leasdership, Bandung:
Mizan
Sonhadji, Ahmad; 2015; Membangun Peradaban Bangsa Dalam Perspektif Multikulural;
Cetakan I. Malang: UM Press.
Timpe, A. Dale. 2002. The Art And Science of Business Management: LEADERSHIP. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo.
Timpe, A. Dale. 2002. The Art And Science of Business Management: MANAGING PEOPLE.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo.