BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual - Gambaran Keefektifan Proses Menyusui pada Ibu Menyusui di Klinik Bersalin Mariani

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

  Kerangka konseptual pada penelitian ini disusun berdasarkan konsep keefektifan proses menyusui yang bertujuan untuk menggambarkan Keefektifan Proses Menyusui pada Ibu Menyusui di Klinik Bersalin Mariani.

  Secara konseptual yang dimaksud dengan proses menyusui yang efektif adalah proses interaktif antara ibu dan bayi yang berakibat secara langsung pada transfer ASI dari payudara ibu kepada bayi, dalam perilaku yang menggambarkan terpenuhinya kebutuhan ibu dan bayi.

  Menurut Mulder (2006), terdapat empat indikator dalam proses menyusui yang efektif. Keempat indikator tersebut meliputi posisi tubuh antara ibu dan bayi yang benar (Body position), perlekatan bayi yang tepat (Latch), keefektifan hisapan bayi pada payudara (effective sucking), dan transfer ASI (Milk transfer).

  Posisi tubuh antara ibu dan bayi yang benar ditunjukan oleh posisi badan bayi dengan perut dan payudara ibu, letak telinga, lengan, kepala dan bagian belakang badan bayi. Perlekatan menggambarkan posisi dagu, mulut, lidah dan bibir bayi pada puting, areola dan payudara ibu. Keefektifan hisapan bayi merupakan kemampuan bayi memerah ASI keluar dari duktus laktiferus dan transfer ASI merupakan perpindahan ASI secara adekuat dari ibu kepada bayi yang ditunjukan dari refleks menelan, sensasi kesemutan yang dirasakan ibu dan rembesan ASI dari payudara. Indikator keefektifan proses menyusui menurut :

  1. Infant Breastfeeding Assesment Tool (IBFAT) 3. LACTH Assesment Tool

  2. Mother-Baby Assesment Tool (MBA) 4. Attributes of Effective Breastfeeding Faktor-faktor yang

  Attributes of Effective Breastfeeding:

  mempengaruhi

  1.Posisi tubuh (Body Position) tidak benar keefektifan proses benar menyusui :

  2.Perlekatan bayi yang tepat(Latch) tidak tepat

  1.Usia gestasi tepat

  2.Anatomi payudara

  3.Keefektifan isapan bayi pada payudara ibu

  (Effective Sucking) tidak efektif

  3.Pemberian susu efektif formula

  4.Transfer ASI (Milk transfer) tidak baik

  4. Faktor psikologis baik

  5.Pengetahuan ibu

  6.Dukungan keluarga Tidak efektif

  • Efektif -

  Keterangan : = variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti

  Skema 1. Kerangka Konseptual Penelitian

2. Defenisi Operasional

  Tabel 1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian No Variabel Defenisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala

  Penelitian Operasional

  1. Keefektifan Proses menyusui Lembar Ordinal Tidak

  • Proses yang efektif adalah observasi efektif Menyusui proses interaktif dengan 17 (Skor antara ibu dan bayi pernyataan 0-11) yang ditunjukan
  • dan

  Efektif dalam posisi tubuh Kuisioner (Skor

  (Body position) , dengan 4 12- 21)

  perlekatan bayi pertanyaan yang tepat (Latch), keefektifan hisapan bayi pada payudara (effective

  sucking), transfer

  ASI (Milk transfer)

  Indikator

  • Posisi tubuh antara Lembar Ordinal Tidak Posisi tubuh ibu dan bayi yang Observasi benar

  (Body ditunjukan oleh dengan 6 (Skor position) posisi badan bayi pernyataan 0 – 3)

  dengan perut dan Benar

  • payudara ibu, letak (Skor telinga, lengan, 4-6) kepala dan bagian belakang badan bayi.
Tabel 2 (Lanjutan) No Indikator Defenisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala

  Operasional Perlekatan Perlekatan Lembar Ordinal

  • bayi yang Observasi tepat menggambarkan tepat (Latch) dengan 7 (Skor posisi dagu, mulut, pernyataan 0 – 4)
  • lidah dan bibir bayi

  Tidak

  Tepat (Skor pada puting, areola 5 - 7) dan payudara ibu.

  Keefektifan Kemampuan bayi Lembar - Ordinal Tidak

  Observasi Efektif hisapan bayi memerah ASI dengan 4 (Skor pada keluar dari duktus pernyataan 0-2) - payudara laktiferus.

  Efektif (Skor

  (effective

  3 – 4)

  sucking)

  • Transfer Perpindahan ASI Kuisioner Ordinal Tidak ASI (Milk secara adekuat dari dengan 4 Baik

  transfer) ibu kepada bayi pertanyaan (Skor

  yang ditunjukan 0-2)

  • dari refleks

  Baik menelan, sensasi (Skor kesemutan yang 3 – 4) dirasakan ibu dan rembesan ASI dari payudara.

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

  1. Desain Penelitian

  Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif. Desain penelitian deskriptif adalah penelitian yang hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan, bukan untuk menguji hipotesis tertentu (Arikunto, 2000). Desain ini bertujuan untuk menggambarkan keefektifan proses menyusui pada ibu menyusui di Klinik Bersalin Mariani.

  2. Populasi dan Sampel

  2.1 Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan ibu menyusui di Klinik Bersalin Mariani dalam satu tahun yakni 300 orang dengan rata-rata 25 orang per bulan.

  2.2 Sampel Sampel merupakan sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Menurut

  Arikunto (2006), jika populasi lebih dari 100 maka sampel dibuat sekitar 10-15% atau 20-25% dari total populasi. Berdasarkan ketentuan tersebut, jumlah sampel yang diteliti oleh peneliti adalah 10% dari 300 orang, yakni 30 orang.

  2.3. Teknik Sampling Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu suatu teknik pengambilan sampel diantara populasi sesuai dengan kriteria penelitian, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2003).

  Adapun kriteria sampel tersebut yaitu ibu menyusui dengan usia gestasi normal, bayi yang disusui berusia 0 - 6 bulan, tidak mengalami kelainan anatomi mulut, dan bersedia menjadi responden.

  3. Lokasi dan Waktu Penelitian

  Penelitian dilakukan di Klinik Bersalin Mariani Medan, Jl. Gatot Subroto Gg. Johar No.5 . Adapun alasan pemilihan lokasi dengan pertimbangan bahwa klinik bersalin tersebut memiliki jumlah pasien yang cukup banyak setiap bulannya sehingga tersedia sampel yang memadai dan belum pernah dilakukan penelitian mengenai keefektifan proses menyusui sebelumnya. Penelitian ini dilakukan pada 1 Maret – 30 April 2012

  4. Pertimbangan Etik

  Dalam penelitian ini dilakukan pertimbangan etik yaitu dengan memberikan penjelasan kepada calon responden tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon responden bersedia, maka calon responden harus menandatangani lembar persetujuan menjadi responden. Jika calon responden bersedia diteliti tetapi tidak bersedia menandatangani lembar persetujuan, maka persetujuan dilakukan secara lisan. Jika calon responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati haknya. Kerahasiaan catatan tentang data calon responden juga dijaga dengan tidak menuliskan nama responden pada instrumen penelitian tetapi hanya menuliskan inisial namanya saja untuk menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan. Data-data yang telah diperoleh dari calon responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian (Nursalam, 2008)

5. Alat Pengumpulan Data

  5.1 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk kuisioner dan lembar observasi yang diadopsi dari B-R-E-A-S-T Feed Observation

  

Form oleh WHO dan didasarkan pada tinjauan kepustakaan. Kuisioner yang ada

  memuat data demografi responden dan dan lembar observasi memuat keefektifan proses menyusui.

  5.1.1 Kuisioner Data Demografi Kuisioner data demografi meliputi nama (inisial), usia, bayi yang disusui, pendidikan, dan pekerjaan ibu. Data demografi calon responden bertujuan untuk mengetahui karakteristik calon responden dan mendeskripsikan distribusi frekuensi dan presentase demografi terhadap keefektifan proses menyusui.

  5.1.2 Lembar Observasi dan Kuisioner Keefektifan proses menyusui Lembar observasi dan kuisioner keefektifan proses menyusui terdiri dari 21 pernyataan dengan pilihan jawaban ”Ya” atau ”Tidak”. Untuk setiap jawaban

  ”Ya” diberi nilai 1 dan jika ”Tidak” diberi nilai 0. Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 21 dan nilai terendah yang diperoleh adalah 0.

  Berdasarkan rumus statistik menurut Hidayat (2007) :

  p = rentang

  banyak kelas Dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang (selisih nilai tertinggi dikurangi nilai terendah) dimana rentang kelas sebesar 21 dan banyak kelas 2 yaitu : tidak efektif dan efektif, sehingga diperoleh nilai p = 11 dan batas kelas interval bawah 0. Maka keefektifan proses menyusui dikategorikan menjadi : 0 - 10 = tidak efektif dan 11 -21 = efektif

  5.1.3 Lembar Observasi dan Kuisioner Indikator Keefektifan proses menyusui

  a. Posisi tubuh (Body position), Lembar observasi Posisi tubuh (Body position), terdiri dari 6 pernyataan dengan pilihan jawaban ”Ya” atau ”Tidak”. Untuk setiap jawaban ”Ya” diberi nilai 1 dan jika ”Tidak” diberi nilai 0. Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 6 dan nilai terendah yang diperoleh adalah 0.

  Berdasarkan rumus statistik menurut Hidayat (2007) :

  p = rentang

  banyak kelas Dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang (selisih nilai tertinggi dikurangi nilai terendah) dimana rentang kelas sebesar 6 dan banyak kelas 2 yaitu : tidak efektif dan efektif, sehingga diperoleh nilai p = 3 dan batas kelas interval bawah 0. Maka keefektifan proses menyusui dikategorikan menjadi : 0 - 2 = tidak efektif dan 3 - 6 = efektif b. Perlekatan bayi yang tepat (Latch) Lembar observasi perlekatan bayi yang tepat (Latch), terdiri dari 7 pernyataan dengan pilihan jawaban ”Ya” atau ”Tidak”. Untuk setiap jawaban

  ”Ya” diberi nilai 1 dan jika ”Tidak” diberi nilai 0. Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 7 dan nilai terendah yang diperoleh adalah 0.

  Berdasarkan rumus statistik menurut Hidayat (2007) :

  p = rentang

  banyak kelas Dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang (selisih nilai tertinggi dikurangi nilai terendah) dimana rentang kelas sebesar 7 dan banyak kelas 2 yaitu : tidak efektif dan efektif, sehingga diperoleh nilai p = 4 dan batas kelas interval bawah 0. Maka keefektifan proses menyusui dikategorikan menjadi : 0 - 3 = tidak tepat dan 4 - 7 = tepat.

  c. Hisapan bayi pada payudara (Effective Sucking) Lembar observasi hisapan bayi pada payudara (Effective Sucking), terdiri dari 4 pernyataan dengan pilihan jawaban ”Ya” atau ”Tidak”. Untuk setiap jawaban ”Ya” diberi nilai 1 dan jika ”Tidak” diberi nilai 0. Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 4 dan nilai terendah yang diperoleh adalah 0.

  Berdasarkan rumus statistik menurut Hidayat (2007) :

  p = rentang

  banyak kelas Dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang (selisih nilai tertinggi dikurangi nilai terendah) dimana rentang kelas sebesar 4 dan banyak kelas 2 yaitu : tidak efektif dan efektif, sehingga diperoleh nilai p = 2 dan batas kelas interval bawah 0. Maka hisapan bayi pada payudara (Effective Sucking) dikategorikan menjadi : 0 - 2 = tidak efektif dan 3 - 4 = efektif.

  d. Transfer ASI (Milk Transfer) Kuisioner transfer ASI (Milk Transfer), terdiri dari 4 pertanyaan dengan pilihan jawaban ”Ya” atau ”Tidak”. Untuk setiap jawaban ”Ya” diberi nilai 1 dan jika ”Tidak” diberi nilai 0. Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 4 dan nilai terendah yang diperoleh adalah 0.

  Berdasarkan rumus statistik menurut Hidayat (2007) :

  p = rentang

  banyak kelas Dimana p merupakan panjang kelas dengan rentang (selisih nilai tertinggi dikurangi nilai terendah) dimana rentang kelas sebesar 4 dan banyak kelas 2 yaitu : tidak efektif dan efektif, sehingga diperoleh nilai p = 2 dan batas kelas interval bawah 0. Maka Transfer ASI (Milk Transfer) dikategorikan menjadi : 0 - 2 = tidak baik dan 3 - 4 = baik.

  5.2 Uji validitas dan reliabilitas

  Uji validitas pada instrumen penelitian bertujuan untuk menunjukan kemampuan instrumen pengumpulan data untuk mengukur apa yang ingin diukur.

  Uji validitas yang digunakan adalah uji validitas isi, disusun berdasarkan teori yang relevan dan dikonsultasikan kepada ahli. Validitas instrumen telah diuji oleh dosen bagian keperawatan maternitas Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara pada tanggal 18 dan 20 Januari 2012. Berdasarkan uji validitas tersebut, lembar observasi dan kuisioner disusun kembali dengan bahasa yang lebih efektif dan dengan item-item pertanyaan yang akan mengukur sasaran yang ingin diukur sesuai dengan teori atau konsep. Dari hasil uji validitas terdapat 17 pernyataan dan 4 pertanyaan yang telah valid dan dapat disebarkan kepada responden.

  Uji reliabilitas instrumen bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat atau kemampuan alat ukur untuk mengukur sencara konsisten sasaran yang akan diukur (Arikunto, 2006). Menurut Nursalam (2003), uji reliabilitas dilakukan pada 10 orang yang memenuhi kriteria yang telah ditentukan sebagai sampel tetapi tidak akan menjadi sampel pada penelitian. Uji reliabilitas yang digunakan dalam instrumen ini adalah uji reabilitas Spearman-Brown dan KR-20. Untuk instrumen yang baru, akan reliabel jika memiliki nilai reliabilitas lebih besar dari nilai r pada product-moment (Arikunto, 2003). Lembar observasi tentang posisi tubuh antara ibu dan bayi saat menyusu memiliki nilai reliabilitas 0,79. Lembar observasi tentang perlekatan bayi yang tepat pada payudara memiliki nilai reliabilitas 0,81. Lembar observasi tentang keefektifan hisapan bayi memiliki nilai reliabilitas 0,67. Kuisioner tentang transfer ASI memiliki nilai reliabilitas 0,86. Nilai reliabilitas instrumen memiliki nilai r yang lebih besar daripada nilai r pada product-moment, oleh karena itu instrumen telah reliabel dan dapat disebar pada responden.

6. Pengumpulan Data

  Prosedur yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu pada tahap awal peneliti mengajukan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara). Kemudian surat permohonan izin akan disampaikan ke tempat penelitian (Klinik Bersalin Mariani). Setelah mendapatkan izin, peneliti melaksanakan pengumpulan data penelitian. Peneliti menentukan calon responden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya.

  Setelah mendapatkan calon responden, selanjutnya peneliti menjelaskan kepada calon responden mengenai tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan penelitian, lalu calon responden yang bersedia menandatangani surat persetujuan menjadi responden penelitian. Jika responden tidak bersedia menjadi subjek penelitian, peneliti menghargai haknya dan tidak melakukan pemaksaan. Peneliti mengambil data demografi responden dengan memberikan kuisioner data demografi untuk diisi oleh responden. Sedangkan data keefektifan proses menyusui diperoleh dari pengisian lembar observasi yang diisi sendiri oleh peneliti melalui tindakan mengobservasi ibu saat proses menyusui berlangsung. Setelah kusioner dan lembar observasi selesai diisi, peneliti kemudian memeriksa kelengkapan data. Jika ada data yang kurang dapat segera dilengkapi, selanjutnya data yang terkumpul dianalisa.

7. Analisa Data

  Setelah semua data terkumpul, maka dilakukan analisa data melalui beberapa tahap. Pertama mengecek kelengkapan data dan memastikan bahwa semua jawaban telah terisi kemudian data yang sesuai diberi kode untuk memudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data. Selanjutnya peneliti memasukkan data ke dalam komputer dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi.

  Metode statistik untuk analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah statistik univariat. Statistik univariat adalah suatu prosedur untuk menganalisis data dari variabel yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan hasil penelitian. Pada penelitian ini metode statistik univariat digunakan untuk menganalisa variabel keefektifan proses menyusui dan masing- masing indikator yang ada, data akan dianalisa menggunakan skala ordinal dan akan ditampilkan dalam distribusi frekuensi.

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian serta pembahasan yang

  diperoleh dari hasil pengumpulan data terhadap 30 orang responden di Klinik Bersalin Mariani Medan. Proses pengambilan data untuk penelitian ini menggunakan instrumen berupa lembar observasi yang diisi oleh peneliti saat mengobservasi responden dan kuisioner yang diisi oleh responden di tempat tanpa dibawa pulang ke rumah.

  Penyajian hasil penelitian ini meliputi deskriptif karakteristik responden dan keefektifan proses menyusui pada ibu menyusui di Klinik Bersalin Mariani Medan. Hasil dari lembar observasi dan kuisioner yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis, sehingga dapat disimpulkan hasil penelitian dalam paparan di bawah ini.

1. Hasil Penelitian

  Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka hasil penelitian akan menguraikan gambaran demografi responden dan keefektifan proses menyusui yang meliputi posisi ibu dan bayi yang benar (Body position), perlekatan bayi yang tepat (Latch), keefektifan hisapan bayi pada payudara (effective sucking), dan transfer ASI (Milk transfer).

1.1 Karakteristik Responden

  24

  2

  1

  2

  5

  15

  7

  1

  8

  3

  2

  18

  8

  1

  3 16,7 23,3 30,0 23,3 6,7 43,3 26,7 23,3 6,7 3,3 6,7 16,7 50,0 23,3 80,0 3,3 10,0 6,7 60,0 26,7 3,3 10,0

  7

Tabel 1.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik reponden berdasarkan usia, bayi yang disusui, pendidikan terakhir, pekerjaan, dan penghasilan

  Karakteristik Responden Frekuensi (n) Persentase (%) Usia (tahun)

  Pekerjaan

  15-20 21-25 26-30 31-35 35-40

  Bayi yang disusui anak ke-

  1

  2

  3

  4 Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA D3/S1

  Ibu rumah tangga PNS Pegawai Swasta Pembantu rumah tangga

  2

  Penghasilan

  > 1 jt 1-2 jt 2-3 jt < 3 jt

  5

  7

  9

  7

  13 Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat bahwa karakteristik responden yaitu mayoritas berusia 26-30 tahun yaitu sebanyak 9 orang (30%), bayi yang disusui merupakan anak pertama yaitu sebanyak 13 orang (43,3%), berpendidikan SMA sebanyak 15 orang (50%), merupakan ibu rumah tangga sebanyak 24 orang (80%), dan penghasilan kurang dari Rp 1.000.000,00 sebanyak 18 orang (60%).

1.2 Analisa Data Keefektifan Proses Menyusui

Tabel 1.2.1 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Keefektifan Proses

  Menyusui

  Keefektifan Proses Frekuensi Persentase (%) Menyusui

  Efektif 14 46,7 Tidak Efektif 16 53,3 Total 30 100,0 Ditinjau dari keefektifan proses menyusui, berdasarkan tabel 1.2.1 dapat dilihat bahwa terdapat 16 orang responden (53,3%) dengan proses menyusui yang tidak efektif, sedangkan proses menyusui yang efektif, sebanyak 14 orang (46,7%).

Tabel 1.2.2 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Posisi Tubuh antara Ibu dan Bayi yang benar (Body Position)

  Posisi Tubuh Frekuensi Persentase (%)

  Benar 22 73,3 Tidak benar 8 26,7 Total 30 100,0 Ditinjau dari posisi tubuh antara ibu dan bayi (body position) pada proses menyusui, berdasarkan tabel 1.2.2 dapat dilihat bahwa terdapat 22 orang ibu

  (73,3%) dengan posisi tubuh yang benar pada proses menyusui, sedangkan posisi tubuh yang tidak benar, sebanyak 8 orang (26,7%).

Tabel 1.2.3 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Perlekatan bayi yang tepat (Latch) pada payudara pada Proses Menyusui

  

Perlekatan Frekuensi Persentase (%)

  Tepat 7 23,3 Tidak Tepat 23 76,7 Total 30 100,0 Ditinjau dari perlekatan bayi yang tepat pada payudara,berdasarkan tabel 1.2.3 dapat dilihat bahwa terdapat 23 orang bayi (76,7%) dengan perlekatan yang tidak tepat, sedangkan perlekatan yang tepat sebanyak 7 orang (23,3%).

Tabel 1.2.4 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Keefektifan Hisapan bayi pada Payudara (Effective Suckling)

  Keefektifan Hisapan Frekuensi Persentase (%)

  Efektif 8 26,7 Tidak Efektif 22 73,3 Total 30 100,0 Ditinjau dari keefektifan hisapan bayi pada payudara (Effective Suckling), berdasarkan tabel 1.2.4 dapat dilihat bahwa terdapat 22 orang bayi (73,3%) dengan hisapan yang tidak efektif pada payudara, sedangkan hisapan yang efektif sebanyak 8 orang (26,7%).

Tabel 1.2.5 Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Transfer ASI (Milk

  Transfer pada Proses Menyusui

Transfer ASI Frekuensi Persentase (%)

  Baik 6 20,0 Tidak Baik 24 80,0 Total 30 100,0 Ditinjau dari transfer ASI (Milk Transfer), berdasarkan tabel 1.2.5 dapat dilihat bahwa terdapat 24 orang responden (80%) dengan transfer ASI yang tidak baik, sedangkan transfer ASI yang baik sebanyak 6 orang (20%).

2. Pembahasan

  Pembahasan hasil penelitian ini dilakukan dengan tujuan menggambarkan keefektifan proses menyusui pada ibu menyusui di Klinik Bersalin Mariani Medan yang meliputi posisi ibu dan bayi yang benar (Body position), perlekatan bayi yang tepat (Latch), keefektifan hisapan bayi pada payudara (effective

  sucking), dan transfer ASI (Milk transfer).

  a.

  Keefektifan Proses Menyusui (Effective Breastfeeding) Analisa hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden (30%) berusia

  26-30 tahun. Kelompok usia tersebut termasuk kedalam kelompok usia reproduktif yaitu antara 23-28 tahun (Potter Perry, 2006). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden dengan proses meyusui yang tidak efektif berusia 26-30 tahun (88,9%).

  Mayoritas responden (43,3%) menyusui bayi yang merupakan anak pertama dan didapat sebanyak 9 responden dengan proses menyusui yang tidak efektif. Sedangkan 2 responden (6,6%) yang menyusui bayi yang merupakan anak keempat, proses menyusuinya tergolong efektif. Asumsi peneliti hal ini mungkin berkaitan dengan belum berpengalamannya ibu dalam praktek menyusui, mengingat bayi yang disusui merupakan anak pertama. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Yuliani (2007) yang berjudul “Pengaruh Pengetahuan Ibu tentang ASI

  dan Kondisi Ibu Baru Lahir terhadap Keputusan Pemberian ASI” yang

  mengatakan bahwa jumlah anak berpengaruh terhadap pengetahuan ibu karena praktek ibu menyusui sangat berhubungan dengan proses belajar dari praktek ibu menyusui pada anak sebelumnya.

  Mayoritas responden (50%) berpendidikan SMA dan sebanyak 8 orang dengan proses menyusui yang efektif. Sedangkan pada responden yang berpendidikan SMP terdapat 2 orang responden dengan proses menyusui yang tidak efektif dan 2 orang responden yang berpendidikan SD dengan proses menyusui yang tidak efektif. Asumsi peneliti tingkat pendidikan mempengaruhi perilaku ibu dalam praktek menyusui. Data dari Center for Diseasse Control

  

(CDC) pada tahun 2005 menyatakan bahwa angka menyusui lebih rendah pada

  ibu yang berpendidikan dibawah jenjang sekolah menengah atas daripada ibu yang jenjang pendidikannya lebih tinggi.

  Hal ini sesuai dengan pendapat Muzaham (1995) yang mengatakan bahwa jenjang pendidikan yang lebih tinggi akan mendorong seseorang untuk mencari informasi tentang hal yang sedang terjadi dan dengan pendidikan formal pada dasarnya akan memberikan kemampuan dalam menyerap informasi. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki responden, maka semakin mudah dan berwawasan luas mengetahui tentang teknik menyusui yang benar sehingga proses menyusui menjadi efektif.

  Dilihat dari pekerjaan, mayoritas responden yaitu sebanyak 24 orang (80%) merupakan ibu rumah tangga dan sebanyak 14 orang diantaranya dengan proses menyusui yang tidak efektif. Sedangkan ibu yang bekerja sebagai PNS dan Pegawai swasta sebanyak 4 orang (13,3%), memiliki proses menyusui yang efektif. Sementara hasil penelitian Goyal (2006) menyatakan proses menyusui yang tidak efektif lebih banyak ditemukan pada kategori ibu yang bekerja (24%).

  Asumsi peneliti, pekerjaan juga berpengaruh terhadap keefektifan proses menyusui. Hal ini disebabkan ibu yang bekerja mempunyai lingkungan yang lebih luas sehingga informasi yang didapat lebih banyak, sedangkan bagi ibu yang tidak bekerja apabila informasi dari lingkungan kurang maka pengetahuannya juga kurang, terlebih bila ibu tersebut tidak aktif dalam mengikuti berbagai kegiatan kesehatan maka informasi yang diterimanya akan lebih sedikit. Penelitian Purwanti (2004) menemukan bahwa ibu yang tidak bekerja kurang mendapatkan informasi tentang menyusui disebabkan karena ibu kurang memiliki kesempatan untuk mendapatkan pertukaran informasi dan pengalaman baik dari lingkungan kerja maupun dari luar.

  Menurut Association of Women Health, Obstentric and Neonatal Nurses (2000), proses menyusui merupakan proses dimana bayi menerima ASI. Greenwood (2002) menyatakan bahwa proses menyusui dikatakan efektif apabila selama proses baik bayi maupun ibu merasakan kepuasan dan bebas dari rasa sakit. Keefektifan proses menyusui oleh Mulder (2006), didefinisikan sebagai proses interaktif antara ibu dan bayi yang berakibat secara langsung pada transfer ASI dari payudara ibu kepada bayi, dalam perilaku yang menggambarkan terpenuhinya kebutuhan ibu dan bayi.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki proses menyusui yang tidak efektif (53,3%). Mulder (2006), menyatakan posisi tubuh antara ibu dan bayi yang benar, perlekatan yang tepat, keefektifan hisapan bayi pada payudara dan transfer ASI yang baik merupakan komponen proses menyusui yang efektif. Riordan (2005), menyatakan bahwa proses menyusui bukan merupakan perilaku tunggal, tetapi serangkaian perilaku yang saling mempengaruhi satu dengan yang lain.

  Dari data hasil penelitian ditemukan bahwa masalah utama penyebab ketidakfektifan proses menyusui adalah trasfer ASI yang tidak baik (80%).

  Asumsi peneliti hal ini berhubungan dengan tingginya angka ketidakefektifan hisapan bayi (73,3%) yang disebabkan oleh perlekatan yang tidak tepat pada payudara (76,7%). Perlekatan yang maksimal dapat memfasilitasi refleks bayi saat proses menyusui. Agar bayi dapat menghisap secara efektif, maka bayi harus mengambil cukup banyak payudara ke dalam mulutnya, bukan hanya menghisap puting, agar lidah bayi dapat memeras sinus laktiferus yang berada tepat dibawah areola (Fitria, 2011). Cara yang tepat untuk mengetahui proses menyusui berjalan secara efektif dan bayi mendapat cukup ASI adalah dengan memastikan ibu dan bayi berada dalam posisi menyusui yang benar dan melekat dengan tepat pada payudara sehingga refleks bayi saat menghisap terfasilitasi dan transfer ASI dapat berjalan dengan baik (Lawson, 2007).

  b.

  Posisi ibu dan bayi yang benar (Body position) Berdasarkan hasil penelitian, sebagaimana yang telah dipaparkan pada

tabel 1.2 menunjukkan bahwa mayoritas responden menyusui dalam posisi yang benar (73,3%). Asumsi peneliti mayoritas responden telah memiliki pengetahuan

  yang baik tentang posisi menyusui sehingga dapat menyusui dalam posisi yang benar. Menurut Perinasia (2003), pengetahuan yang baik membuat ibu tahu bagaimana menyusui bayinya dengan teknik menyusui yang benar. Hal tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian Mayasari (2011) yang berjudul “Hubungan

  Pengetahuan dan Sikap Ibu Primigravida Trimester III Terhadap Teknik

Menyusui yang Benar” dimana masih terdapat 74 orang ibu (76,3%) dari

  respondennya yang tidak mengetahui posisi menyusui yang benar.

  Lawson (2007), menyatakan bahwa posisi tubuh antara ibu dan bayi yang tidak benar merupakan masalah terbesar penyebab tidak berhasilnya proses menyusui. Selain itu kejadian lecet puting juga lebih mudah terjadi pada posisi menyusui yang tidak benar. Blair (2003) , juga menyatakan bahwa posisi tubuh antara ibu dan bayi merupakan hal yang paling utama untuk menentukan perlekatan pada payudara yang tepat sehingga hisapan bayi pada payudara efektif dan transfer ASI dapat berlangsung dengan baik.

  Dalam penelitian ini, lebih banyak ibu muda (<20 tahun) yang memiliki posisi yang tidak benar dibandingkan ibu yang berusia lebih tua. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Goyal di Libya (2006), dimana posisi menyusui yang tidak benar lebih banyak pada ibu berusia <20 tahun (22,2%). Hal yang sama juga dinyatakan oleh Kronborg dkk, di Denmark (2009) , Gupta di India Utara (2008), dan Santo dkk di Brazil (2007) yang melaporkan bahwa posisi yang tidak benar dalam proses menyusui lebih banyak pada ibu yang tergolong remaja.

  Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa mayoritas ibu multipara memiliki posisi menyusui yang benar dibandingkan ibu primipara. Asumsi peneliti hal ini berhubungan dengan pengalaman ibu dalam menyusui anak yang sebelumnya. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Goyal (2006), yang menunjukkan bahwa mayoritas (74%) dari ibu multipara memiliki posisi dan perlekatan yang baik dalam proses menyusui. Hal yang sama juga dikemukakan Kronborg dan Coca (2009), yang melaporkan bahwa parietas secara bermakna dapat dikaitkan dengan posisi tubuh antara ibu dan bayi yang benar dan perlekatan pada payudara yang tepat. Namun, Gupta (2008) dalam penelitiannya tidak menemukan keterkaitan yang bermakna antara parietas dengan posisi tubuh antara ibu dan bayi yang benar dan perlekatan pada payudara yang tepat.

  Dari keenam pernyataan dalam lembar observasi yang menggambarkan posisi tubuh yang benar antara ibu dan bayi, paling banyak responden yaitu sebanyak 29 orang (96,6%) melakukan tindakan benar pada pernyataan pertama (ibu dalam posisi yang nyaman). Menurut Jones (2005), rasa nyaman merupakan faktor psikologis yang dapat meningkatkan produksi hormon oksitosin sehingga mempengaruhi pengeluaran ASI (Let-down reflex).

  Penelitian Dian (2009) yang berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi

  

Ibu dalam Pemberian ASI Eksklusif ’ menyatakan bahwa produksi ASI dapat

  meningkat atau menurun tergantung stimulasi pada kelenjar payudara dimana salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah faktor psikologis ibu pada saat menyusui. Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian Prasetyono (2009), yang menyatakan bahwa 80% kegagalan ibu menyusui disebabkan oleh faktor psikologis.

  Keadaan psikologis ibu dalam keadaan tidak nyaman, kesal, kurang percaya diri, dan kecemasan akan produksi ASI dapat merangsang kelenjar hipofisis untuk menekan pengeluaran hormon oksitosin yang mengatur pengeluaran ASI (Sulistyawati,2009).

  Sebanyak 12 orang responden (40%) melakukan paling banyak tindakan salah pada pernyataan keenam (badan bayi condong ke arah ibu). Posisi badan ibu yang condong ke arah bayi pada saat menyusui dapat menyebabkan kelelahan.Posisi tubuh yang benar adalah badan bayi condong ke arah ibu. Posisi ini dapat meminimalkan pengeluaran energi dan memberikan ibu waktu istirahat (Suryani, 2007).

  c.

  Perlekatan bayi yang tepat (Latch) Ditinjau dari perlekatan bayi yang tepat pada payudara, dapat dilihat bahwa mayoritas responden (76,7%) masuk dalam kategori perlekatan yang tidak tepat. Menurut Daulat (2003), perlekatan yang tidak tepat pada payudara dapat mengakibatkan puting lecet. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Fitria (2011) yang berjudul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI” yang menyatakan bahwa keadaan lecet puting merupakan salah satu faktor yang menghambat pemberian ASI dan penyebab utama terjadinya lecet puting adalah perlekatan yang tidak baik. Puting lecet dapat menyebabkan mastitis (peradangan payudara), oleh karena itu salah satu penanganan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya lecet puting adalah dengan teknik menyusui yang benar meliputi posisi dan perlekatan bayi yang tepat pada payudara (Daulat, 2003).

  Penelitian Lamontagne, dkk (2008) yang berjudul “The Breastfeeding

  

Experience of Woman with Major Difficulties Who Use the Service of a

Breastfeeding Clinic” juga menyatakan bahwa lecet puting merupakan masalah

  utama (89%) yang paling sering dihadapi ibu menyusui dan merupakan alasan ibu berhenti menyusui bayinya (39%) . Lawson (2007), menyatakan bahwa memposisikan bayi dengan benar dan perlekatan yang tepat pada payudara dapat mengurangi resiko terjadinya lecet puting. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Coca (2009), dimana ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara perlekatan yang tidak tepat dengan kejadian lecet puting dan mastitis.

  Perlekatan yang maksimal dapat memfasilitasi refleks bayi saat proses menyusui. Agar bayi dapat menghisap secara efektif, maka bayi harus mengambil cukup banyak payudara ke dalam mulutnya, bukan hanya menghisap puting, agar lidah bayi dapat memeras sinus laktiferus yang berada tepat dibawah areola.

  Perlekatan yang kurang maksimal akan mengurangi keefektifan hisapan bayi pada payudara. Bila bayi tidak melekat dengan baik, hanya menghisap puting, bayi akan menarik puting, menggigit dan menggesek kulit payudara sehingga menimbulkan rasa sangat nyeri dan bila bayi terus menyusu akan merusak kulit puting dan menimbulkan luka ataupun retak pada puting (Mulder, 2006 ; Fitria, 2011).

  Sasaran perlekatan yang tepat pada payudara adalah memposisikan bibir bawah paling sedikit 1,5 cm dari pangkal puting susu. Bayi harus mengulum sebagian besar areola di dalam mulutnya. Hal ini akan memungkinkan bayi menarik sebagian dari jaringan payudara masuk ke dalam mulutnya dengan lidah dan rahang bawah. Bila diposisikan dengan benar, jaringan puting susu, payudara dan sinus laktiferus akan berada dalam rongga mulut bayi,sehingga lidah dan langit-langit dapat memeras ASI secara sempurna. Puting susu akan masuk sejauh langit-langit lunak bayi dan bersentuhan dengan langit-langit tersebut. Sentuhan ini akan merangsang refleks menghisap pada bayi. (IDAI, 2008 ; Sulistyawati, 2009).

  d.

  Keefektifan hisapan bayi pada payudara (effective sucking) Ditinjau dari keefektifan hisapan bayi pada payudara, dapat dilihat bahwa mayoritas responden (73,3%) masuk dalam kategori hisapan yang tidak efektif.

  Asumsi peneliti hal ini berkaitan dengan perlekatan bayi pada payudara. Sebagaimana telah dipaparkan bahwa mayoritas responden (76,7%) masuk dalam kategori perlekatan yang tidak tepat. Hal ini sesuai dengan penyataan Mulder (2006) yang menyatakan bahwa perlekatan yang tepat dapat memfasilitasi hisapan yang efektif pada payudara, sebaliknya perlekatan yang tidak tepat dapat mengurangi keefektifan hisapan bayi pada payudara.

  Pada posisi perlekatan yang tepat, rahang bawah bayi akan menutup pada jaringan payudara, penghisapan akan terjadi, dan puting susu akan ditangkap dengan baik dalam rongga mulut, sementara lidah memberikan penekanan secara berulang-ulang seperti memeras secara teratur sehingga ASI akan keluar dari duktus laktiferus (Walker,2011).

  Faktor usia gestasi dan berat bayi lahir juga mempengaruhi keefektifan hisapan. Hal ini disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan kurang dari 34 minggu) sangat lemah dan tidak mampu menghisap secara efektif. Lemahnya kemampuan menghisap pada bayi dapat disebabkan oleh berat badan yang rendah dan belum sempurnanya fungsi organ (Aritonang, 2007).

  Hal lain yang berpengaruh pada kemampuan bayi untuk dapat menghisap secara efektif adalah pemberian susu formula. Pemberian susu formula secara bergantian dengan menyusu pada ibu dapat mengakibatkan bayi bingung puting (nipple confusion). Hal ini terjadi karena mekanisme menyusu yang berbeda antara keduanya. Menyusu pada puting ibu memerlukan usaha yang lebih daripada minum pada botol, yaitu bayi harus mempergunakan otot pipi, gusi, langit-langit dan lidahnya. Sementara itu, menyusu dengan botol membuat bayi pasif menerima susu karena dot sudah mempunyai lubang diujungnya, sehingga bayi dapat menelan susu yang terus mengalir tanpa dihisap. Hal tersebut membuat kurang efektifnya hisapan bayi pada payudara (Maryunani, 2009).

  e.

  Transfer ASI (Milk transfer) Ditinjau dari transfer ASI (Milk Transfer), dapat dilihat bahwa mayoritas responden (80%) dengan transfer ASI yang tidak baik. Asumsi peneliti hal ini berhubungan dengan tingginya angka ketidakefektifan hisapan bayi (73,3%) yang disebabkan oleh perlekatan yang tidak tepat pada payudara (76,7%). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Riordan (2005), yang menyatakan bahwa proses menyusui bukan merupakan perilaku tunggal, tetapi serangkaian perilaku yang saling mempengaruhi satu dengan yang lain.

  Sebanyak 20 orang responden (66,6%) dapat merasakan sensasi kesemutan sewaktu ASI keluar dan ada ASI yang menetes di payudara ibu di bagian yang berlawanan dengan payudara yang digunakan untuk menyusui. Kemudian ada sebanyak 27 orang responden (90%) yang tidak dapat melihat dan mendengar bunyi bayi menelan ASI. Sensasi kesemutan sewaktu ASI keluar dan ada ASI yang menetes di payudara ibu merupakan tanda transfer ASI yang baik yang dipengaruhi oleh refleks pengeluaran (letdown reflex) dan hormon oksitosin (Cadwell, 2006).

  Faktor psikologis juga dapat mempengaruhi transfer ASI. Pikiran dan perasaan seorang ibu sangat mempengaruhi refleks let-down atau refleks pengeluaran ASI. Keadaan psikologis ibu yang dapat meningkatkan produksi hormon oksitosin antara ain perasaan dan curahan kaish sayang ibu pada bayinya, mendengar celoteh atau tangisan bayi, memikirkan bayi dan ibu merasa tenang. Sedangkan kondisi ibu dalam keadaan sedih, kesal, kecewa, kurang percaya diri, cemas terhadap bentuk payudara dan tubuh, dan takut ASI tidak mencukupi kebutuhan bayi dan adanya rasa sakit sewaktu menyusui (Derek & Jones, 2005 : Maryunani, 2009).

3. Keterbatasan Penelitian Pada penelitian ini, masih banyak keterbatasan yang dimiliki peneliti.

  Salah satunya adalah lokasi penelitian, sebaiknya penelitian tersebut dilakukan di rumah dengan mengobservasi ibu pada saat menyusui (saat bayi ingin menyusu).

  Penelitian yang dilakukan di klinik dapat menghasilkan hasil yang bias dikarenakan tidak tepatnya waktu bayi menyusu. Selain itu kriteria sampel diperluas, ada yang diberi ASI dan susu formula secara bergantian dan yang hanya diberi ASI saja. Hal tersebut guna melihat ada atau tidaknya pengaruh pemberian susu formula terhadap keefektifan proses menyusui.

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

  Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat diambil kesimpulan mengenai gambaran proses menyusui pada ibu menyusui di Klinik Bersalin Mariani Medan. Berdasarkan tujuan dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

  a) Proses menyusui pada ibu menyusui di Klinik Bersalin Mariani pada umumnya tergolong tidak efektif yaitu sebanyak 16 orang responden

  (53,3%).

  b) Posisi ibu dan bayi (Body position) pada proses menyusui di Klinik

  Bersalin Mariani pada umumnya tergolong benar yaitu sebanyak 22 orang responden (73,3%).

  c) Perlekatan bayi (Latch) pada proses menyusui di Klinik Bersalin Mariani pada umumnya tergolong tidak tepat yaitu sebanyak 23 orang bayi

  (76,7%).

  d) Hisapan bayi pada payudara (effective sucking) pada proses menyusui di

  Klinik Bersalin Mariani pada umumnya tergolong tidak efektif yaitu sebanyak 22 orang bayi (73,3%).

  e) Transfer ASI (Milk transfer) pada proses menyusui di Klinik Bersalin

  Mariani pada umumnya tergolong tidak baik yaitu sebanyak 24 orang responden (80%).

2. Saran

  Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat dikemukakan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut yaitu :

  a)

  Bagi praktik keperawatan, hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah informasi kepada perawat sehingga dapat membantu ibu khususnya primigravida dalam memahami dan mengatasi masalah – masalah yang didapat selama proses menyusui dan dapat juga dijadikan sebagai bahan informasi dalam perbaikan dan pengembangan program pelayanan kesehatan terkait proses menyusui yang efektif. Misalnya, dengan mengadakan penyuluhan dan meningkatkan pengetahuan kader tentang proses menyusui yang efektif melalui pelatihan sebagai wadah penyalur informasi kepada ibu menyusui dan bagi perawat maternitas di rumah sakit atau klinik agar mengadakan program tetap untuk memberikan pendidikan kesehatan pada ibu menyusui.

  b)

  Bagi pendidikan keperawatan, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bagi keperawatan maternitas maupun komunitas yang membutuhkan informasi terkait keefektifan proses menyusui.

  c)

  Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan agar lebih memperdalam cakupan penelitiannya dengan meneliti hubungan antara keefektifan proses menyusui dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.