Gambaran Posisi Menyusui Yang Paling Sering dilakukan Ibu di Kecamatan Medan-Helvetia
Gambaran Posisi Menyusui yang Paling Sering dilakukan Ibu di Kecamatan Medan Helvetia
Fadilla Agustina
Skripsi
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
(2)
(3)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ”Posisi Menyusui yang paling sering dilakukan Ibu di Kecamatan Medan Helvetia”.
Skripsi ini terlaksana karena arahan, masukan, dukungan, dan koreksi dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Erniyati S.Kp, MNS, pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
3. H.M Reza Hanafi, S.STP, MAP selaku Camat Medan Helvetia 4. dr. Yunita selaku Kepala Puskesmas Medan Helvetia
5. Ibu Daisi, S.Kp selaku CI Puskesmas Medan Helvetia
6. Ibu Siti Saidah Nasution, S. Kp, M. Kep, Sp. Mat selaku dosen pembimbing skripsi.
7. Ibu Siti Zahara Nasution S.Kp, MNS, selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji proposal.
8. Ibu Ellyta Aizar, S.Kp, selaku dosen penguji.
(4)
10.Seluruh dosen dan staf pengajar serta civitas akademika S-1 Keperawatan USU yang telah memberikan bimbingan selama perkuliahan, khususnya dosen-dosen mata kuliah riset keperawatan (Ibu Salbiah)
11.Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada orang tuaku tercinta Ibu dan Ayah serta Mbak Intan, adik-adikku Nisa dan Nanda serta Abang Fahmi. Terima kasih atas segala pengorbanan dan perjuangan kalian, yang telah menjadi motivasi dan dorongan kuat dalam menggapai kesuksesan ananda, kasih sayang dan doa yang selalu menyertai dalam menyelesaikan skripsi ini.
12.Teman-teman sejawat Fakultas keperawatan-B pagi dan sore USU 2010, terima kasih atas bantuan dan semangatnya selama ini.
13.Sahabat terbaikku Syahroini dan Astri yang setia menemaniku dalam suka maupun duka.
Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan pihak-pihak yang membutuhkan. Penulis sangat mengharapkan adanya saran yang bersifat membangun untuk perbaikan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Medan, Februari 2012
(5)
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan ... i
Kata Pengantar ... ii
Daftar Isi ... iii
Daftar Tabel ... iv
Daftar Gambar ... v
Abstrak ... vi
Bab 1. Pendahuluan 1.1Latar Belakang ... 1
1.2Tujuan Penelitian ... 5
1.3Perumusan Masalah ... 5
1.4Manfaat Penelitian ... 7
Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Menyusui dan laktasi ... 8
2.1.1 Proses laktasi ... 9
2.1.2 Keuntungan dan manfaat menyusui ... 11
2.1.3 Pemiliharaan laktasi ... 13
2.1.4 Sepuluh langkah keberhasilaan menyusui ... 14
2.1.5 Cara menyusui yang baik dan benar ... 14
2.1.6 Posisi menyusui ... 20
2.1.7 Tanda-tanda perlekatan bayi saat menyusu ... 32
2.1.8 Cara pengamatan teknik menyusui yang benar ... 34
2.1.9 Lama dan frekuensi menyusui ... 34
2.1.10 Bayi cukup asi ... 35
2.1.11 Faktor-faktor yang menghambat menyusui ... 36
Bab 3. Kerangka Penelitian 3.1 Kerangka konsep ... 37
3.2 Defenisi operasional ... 38
Bab 4. Metodologi Penelitian 4.1.Desain penelitian ... 41
4.2.Populasi, sampel, dan teknik sampling ... 41
4.3.Lokasi dan waktu penelitian ... 44
4.4.Pertimbangan etik penelitian ... 44
4.5.Instrumen penelitian ... 45
4.6.Uji validitas dan reliabilitas... 48
4.7.Pengumpulan data ... 49
(6)
Bab 5. Hasil dan Pembahasan
5.1.Hasil Penelitian ... 51 5.2.Pembahasan ... 56 Bab 6. Kesimpula dan Saran
6.1.Kesimpulan ... 63 6.2.Saran ... 64 Daftar pustaka
Lampiran
1. Informed concent 2. Instrument penelitian 3. Jadwal kegiatan 4. Rincian biaya
5. Lembar bukti bimbingan 6. Daftar riwayat hidup 7. Master tabel
8. Hasil uji validitas 9. Hasil uji reliabilitas 10.Surat-surat izin penelitian
(7)
DAFTAR TABEL TABEL
Tabel 1. Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 38 Tabel 2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Demografi Responden
dan Status Obstetri ... 52 Tabel 3. Distribusi Frekuensi Persentase terhadap Posisi Menyusui yang Paling
Sering Dilakukan Ibu ... 55 Tabel 4 : Tabel Posisi Menyusui Yang Paling Sering Dilakukan Ibu Di Kecamatan
(8)
DAFTAR GAMBAR
Skema 1: Kerangka Konsep Penelitian Gambaran Posisi Menyusui yang dilakakun
(9)
Judul : Gambaran Posisi Menyusui Yang Paling Sering dilakukan Ibu di Kecamatan Medan-Helvetia Nama Mahasiswa : Fadilla Agustina
NIM : 101121026
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Ajaran : 2011-2012
ABSTRAK
Menyusui adalah keterampilan yang dipelajari ibu dan bayi, dimana keduanya membutuhkan waktu dan kesabaran untuk pemenuhan nutrisi pada bayi selama enam bulan. Agar proses menyusui berjalan dengan lancar, maka seorang ibu harus mempunyai keterampilan menyusui agar ASI dapat mengalir dari payudara ibu ke bayi secara efektif. Keterampilan menyusui yang baik meliputi posisi menyusui dan perlekatan bayi pada payudara yang tepat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran posisi menyusui yang paling sering dilakukan ibu di Kecamatan Medan-Helvetia. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan non random sampling dengan rancangan purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 97 orang. Pengolahan data dengan komputerisasi, disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan persentase. Hasil penelitian posisi berbaring miring yang paling sering dilakukan, baik menyusui normal yaitu persalinan normal (36,1%) maupun posisi menyusui secara khusus yaitu persalinan operasi caesar (61,5%). Hal ini disebabkan setelah persalinan ibu mengalami kelelahan untuk pertama kali menyusui sehingga mengurangi energi, memberikan perasaan menyenangkan, mengurangi tekanan pada perineum, mengurangi usaha untuk memegang bayinya saat menyusui serta menghindari bekas jahitan setelah operasi. Setelah penelitian ini diharapkan perawat mensosialisasikan posisi menyusui melalui pendidikan kesehatan selain berbaring miring kepada masyarakat khususnya ibu hamil saat kunjungan ANC.
(10)
Judul : Gambaran Posisi Menyusui Yang Paling Sering dilakukan Ibu di Kecamatan Medan-Helvetia Nama Mahasiswa : Fadilla Agustina
NIM : 101121026
Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Ajaran : 2011-2012
ABSTRAK
Menyusui adalah keterampilan yang dipelajari ibu dan bayi, dimana keduanya membutuhkan waktu dan kesabaran untuk pemenuhan nutrisi pada bayi selama enam bulan. Agar proses menyusui berjalan dengan lancar, maka seorang ibu harus mempunyai keterampilan menyusui agar ASI dapat mengalir dari payudara ibu ke bayi secara efektif. Keterampilan menyusui yang baik meliputi posisi menyusui dan perlekatan bayi pada payudara yang tepat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran posisi menyusui yang paling sering dilakukan ibu di Kecamatan Medan-Helvetia. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan non random sampling dengan rancangan purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 97 orang. Pengolahan data dengan komputerisasi, disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan persentase. Hasil penelitian posisi berbaring miring yang paling sering dilakukan, baik menyusui normal yaitu persalinan normal (36,1%) maupun posisi menyusui secara khusus yaitu persalinan operasi caesar (61,5%). Hal ini disebabkan setelah persalinan ibu mengalami kelelahan untuk pertama kali menyusui sehingga mengurangi energi, memberikan perasaan menyenangkan, mengurangi tekanan pada perineum, mengurangi usaha untuk memegang bayinya saat menyusui serta menghindari bekas jahitan setelah operasi. Setelah penelitian ini diharapkan perawat mensosialisasikan posisi menyusui melalui pendidikan kesehatan selain berbaring miring kepada masyarakat khususnya ibu hamil saat kunjungan ANC.
(11)
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Menyusui adalah proses pemberian susu kepada bayi atau anak kecil dengan air susu ibu (ASI) dari payudara ibu. Bayi menggunakan refleks menghisap untuk mendapatkan dan menelan susu. Air Susu Ibu (ASI) merupakan satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik fisik, psikologi, sosial maupun spiritual. ASI mengandung nutrisi, hormon, unsur kekebalan faktor pertumbuhan, antialergi serta anti inflamasi. Zat- zat anti infeksi yang terkandung dalam ASI membantu melindungi bayi terhadap penyakit, selain itu terdapat hubungan penting antara menyusui dengan penjarangan kehamilan (KB). Keunggulan ASI tersebut perlu ditunjang dengan cara pemberian ASI yang benar, antara lain pemberian ASI segera setelah lahir atau IMD (30 menit pertama bayi harus sudah disusukan) kemudian pemberian ASI saja sampai bayi umur 6 bulan (ASI eksklusif), selanjutnya pemberian ASI sampai 2 tahun dengan pemberian makanan pendamping ASI yang benar. Sehingga diperlukan usaha- usaha atau pengelolaan yang benar, agar setiap ibu dapat menyusui sendiri bayinya (Purwanti, 2004 dalam Angsuko, 2009).
Mengingat pentingnya pemberian ASI bagi tumbuh kembang yang optimal baik fisik maupun mental dan kecerdasannya, maka perlu di perhatikan agar dapat terlaksana dengan benar. Faktor keberhasilan dalam menyusui adalah dengan menyusui secara dini dengan posisi yang benar, teratur dan eksklusif. Sehubungan dengan hal tersebut telah ditetapkan dengan Kepmenkes RI
(12)
No.450/Menkes/IV/2004 tentang Pemberian Air Susu ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi Indonesia.
Dari berbagai provinsi di Indonesia banyak dilaporkan kasus gizi buruk pada anak balita. Yang lebih memprihatinkan adalah bahwa 11,7 % dari gizi buruk terdapat pada bayi berumur kurang dari 6 bulan. Dari hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 didapatkan data 95% bayi pernah diberi ASI, 44% bayi diberi ASI dalam jam pertama setelah lahir, 62% bayi diberi ASI pada hari pertama kelahiran. Setelah 6 bulan 32% mendapatkan ASI eksklusif, 30% mendapatkan ASI dan makanan tambahan, l8% mendapatkan ASI dan susu botol, 9% mendapatkan ASI dan cairan lain, 20% mendapatkan ASI dan juice buah (Irianto, 2009, dalam Angsuko, 2009). Pada tahun 2007, menurut Dinas Kesehatan Kota Medan jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif hanya berjumlah 623 dari jumlah bayi 41,346 atau dengan kata lain hanya sekitar 1,51% bayi yang mendapatkan ASI eksklusif.
Menyusui adalah proses yang alami. Namun demikian, menyusui perlu dipelajari antara lain, belajar bagaimana cara memegang bayi agar dapat menyusu dengan baik dan mengatur posisi tubuh agar merasa nyaman selama menyusui (Musbikin, 2005). Teknik menyusui terdiri dari posisi menyusui dan perlekatan bayi pada payudara yang tepat, yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan menyusui dan pengeluaran ASI. Dimana bila teknik menyusui tidak benar dapat menyebabkan puting lecet dan ibu menjadi enggan menyusui dan bayi jarang menyusu. Selain ibu harus menemukan posisi yang sesuai selama pemberian ASI, bayi juga harus berada dalam posisi yang nyaman untuk mempermudah menjangkau puting (Danuatmaja, dkk. 2003).
(13)
Posisi ibu saat menyusui berhubungan langsung dengan banyak banyak sedikitnya ASI yang keluar dari payudara. Cara menyusui sangat mempengaruhi kenyamanan bayi menghisap air susu. Posisi yang tepat akan mendorong keluarnya ASI secara maksimal. Ada berbagai macam posisi menyusui yaitu berdiri, rebahan, duduk, madonna (menggendong), menggendong menyilang, football (mengepit) dan berbaring miring. Apapun teknik bersalinnya, ibu dapat menyusui bayi sesegera mungkin. Begitu pula jika ibu melahirkan bayi kembar. Petugas kesehatan dapat membantu ibu nifas dalam mengambil posisi yang tepat untuk menyusui agar tidak menimbulkan masalah. Namun sering kali ibu- ibu kurang mendapatkan informasi tentang manfaat ASI dan tentang teknik menyusui yang benar (Maryunani, 2009).
Berdasarkan survei awal di Puskesmas Helvetia, Kecamatan Medan Helvetia yang terdiri dari 7 kelurahan (Kelurahan Cinta Damai, Dwi Kora, Helvetia, Sei Sikambing, Helvetia Timur, Helvetia Tengah dan Tanjung Gusta) pada Februari 2010 sampai Februari 2011, menyatakan jumlah kelahiran bayi hidup 2.983 bayi, yang diberi ASI eksklusif sebanyak 1.998 bayi (67%) (Bina Yankes DKK Medan, 2009). Ini membuktikan masih ada ibu-ibu yang tidak memberikan ASI Eksklusifnya, meskipun bayi yang sudah diberi ASI Eksklusif tetapi ibu-ibu tidak sampai menyusukan bayinya hingga berusia 6 bulan. Salah satu faktor yang menyebabkan ibu tidak memberi ASI eksklusif kepada bayinya karena posisi yang tidak tepat saat menyusui sehingga ASI tidak keluar secara maksimal dan mengakibatkan puting lecet.
Peneliti melakukan wawancara dan observasi pada 10 orang ibu menyusui di Kecamatan Helvetia. Dari 10 orang tersebut didapatkan sebanyak 6
(14)
orang ibu yang melakukan posisi berbaring miring, 3 orang menyusui dengan posisi duduk dan 1 orang memilih posisi rebahan saat menyusui bayinya. Ibu-ibu juga mengatakan bahwa kurangnya informasi dan pengetahuan tentang bagaimana cara memegang bayi agar ia dapat menyusu dengan baik dan mengatur posisi tubuh agar merasa nyaman selama menyusui bayinya. Fenomena yang terjadi di Kecamatan Medan-Helvetia sebagian ibu tidak segera menyusui bayinya karena putingnya yang lecet, payudaranya bengkak, anaknya sakit, menganggap menyusui kurang menyenangkan karena tidak berada pada yang posisi nyaman saat menyusui, hanya sedikit ibu yang pernah melihat bayi disusui sehingga mereka kurang memahami posisi terbaik untuk menyusui secara efektif.
Banyak ibu yang menyusui bayinya namun tidak banyak yang menyusui dengan sukses, untuk itu pelekatan yang benar dan posisi menyusui merupakan kunci utama keberhasilan menyusui. Ibu yang menyusui harus memahami teknik menyusui bayi dengan benar. Bila bayi melekat secara salah, maka bayi tidak memperoleh ASI secara efektif dan bayi tersebut akan merasa rasa sakit dan kerusakan pada puting. Bila posisi ibu saat menyusui baik maka bayi melekat dengan benar dan bayi dapat menghisap secara efektif dan ibu juga merasa nyaman Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa pengetahuan mengenai cara menyusui yang benar sangat penting di dalam proses menyusui.
Minimnya data yang menggambarkan posisi menyusui yang dilakukan ibu mendorong peneliti untuk menemukan data tersebut terutama di Kecamatan Medan-Helvetia. Berdasarkan hasil studi pendahuluan dan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut guna mengetahui
(15)
bagaimana gambaran posisi menyusui yang paling sering dilakukan ibu di Kecamatan Medan Helvetia.
1.2Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1.2.1 Gambaran posisi menyusui normal yang paling sering dilakukan ibu 1.2.2 Gambaran posisi menyusui khusus yang paling sering dilakukan ibu di
Kecamatan Medan Helvetia. 1.3Rumusan Masalah Penelitian
Minimnya data yang menggambarkan posisi menyusui mendorong peneliti untuk menemukan data posisi menyusui terutama di Kecamatan Medan-Helvetia. Berdasarkan hasil studi pendahuluan dan uraian di atas, masalah penelitian yang dapat dirumuskan
1.3.1 Bagaimanakah posisi menyusui normal yang paling sering dilakukan ibu dan
1.3.2 Bagaimanakah posisi menyusui khusus yang paling sering dilakukan ibu di Kecamatan Medan Helvetia.
1.4Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan kepada keperawatan maternitas serta keperawatan komunitas untuk dapat memberikan asuhan keperawatan kepada wanita yang menyusui.
(16)
1.4.2 Bagi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan masukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komperhensif serta sebagai pertimbangan dalam meningkatkan pelayanan terhadap wanita yang menyusui.
1.4.3 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberkan pengetahuan yang berharga bagi peneliti sehingga dapat menerapkan penelitian ilmiah yang diperoleh untuk penelitian dimasa mendatang dan dapat digunakan sebagai informasi awal bagi peneliti tentang gambaran posisi menyusui yang paling sering dilakukan ibu di Kecamatan Medan Helvetia.
(17)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Menyusui dan Laktasi
Menyusui adalah keterampilan yang dipelajarai ibu dan bayi, dimana keduanya membutuhkan waktu dan kesabaran untuk pemenuhan nutrisi pada bayi.selama enam bulan (Sutter Health, 2000). Sedangkan laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI diproduksi sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI. Laktasi merupakan bagian integral dari siklus reproduksi mamalia termasuk manusia. Setiap ibu menghasilkan air susu yang kita sebut ASI sebagai makan alami yang disediakan untuk bayi. Pemberian ASI eksklusif serta proses menyusui yang benar merupakan sarana yang untuk membangun SDM yang berkualitas. Seperti diketahui ASI adalah makanan satu-satunya yang paling sempurna untuk menjamin tumbuh kembang bayi pada enam bulan pertama (IDAI, 2008).
Selain itu, proses menyusui yang benar, bayi akan mendapatkan perkembangan jasmani, emosi maupun spiritual yang baik dalam kehidupannya (Saleha, 2009). Masa laktasi mempunyai tujuan meningkatkan pemberian ASI eksklusif dan meneruskan pemberian ASI sampai anak umur 2 tahun secara baik dan benar serta anak mendapatkan kekebalan tubuh secara alami (Ambarwati, dkk.2009). Menyusui merupakan proses yang cukup kompleks. Pada masa ini, ibu dan anak membentuk satu ikatan yang kuat (IDAI, 2008).
(18)
Protokol evidence based yang baru telah diperbaharui oleh WHO dan UNICEF tentang asuhan bayi baru lahir untuk satu jam pertama menyatakan bahwa bayi harus mendapat kontak kulit kekulit ibunya segera setelah lahir selama paling sedikit satu jam, bayi harus dibiarkan untuk melakukan inisiasi menyusu dan ibu dapat mengenali bahwa bayinya siap untuk menyusu serta memberikan bantuan bila diperlukan, menunda semua prosedur lainnya yang harus dilakukan kepada bayi baru lahir sampai dengan inisiasi menyusu selesai dilakukan (Ambarwati, 2009).
Dengan melakukan IMD, keberhasilan ASI eksklusif akan tercapai. ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim. Setelah 6 bulan baru mulai diberikan makanan pendamping ASI (MP ASI). ASI dapat diberikan sampai anak berusia 2 tahun atau lebih (Ambarwati, 2009).
2.1.1 PROSES LAKTASI
Menyusui merupakan gabungan kerja hormon, refleks dan perilaku yang dipelajari ibu dan bayi baru lahir dan terdiri dari faktor-faktor berikut ini (Sinclair, 2009) :
a. Laktogenesis
Laktogenesis, yaitu permulaaan produksi susu dimulai pada tahap akhir kehamilan. Kolostrum disekresi akibat stimulasi sel-sel alveola oleh
(19)
laktogen plasenta, yaitu suatu substansi yang menyurapai prolaktin. Produksi susu berlanjut setelah bayi lahir sebagai proses otomatis selama susu dikeluarkan dari payudara.
b. Produksi susu
Kelanjutan sekresi susu terutama berkaitan dengan jumlah produksi hormon prolaktin yang cukup dihipofisis anterior dan pengeluran susu yang efisien. Nutrisi maternal dan masukan cairan merupakan faktor yang mempengaruhi jumlah dan kualitas susu.
c. Ejeksi susu
Pergerakan susu di alveoli ke mulut bayi merupakan proses yang aktif di dalam payudara. Proses ini tergantung pada refleks let-down atau refleks ejeksi susu. Refleks let-down secara primer merupakan respon terhadap isapan bayi. Isapan menstimulasi kelenjar hipofisis posterior untuk menyekresi oksitosin. Di bawah produksi oksitosin, sel-sel disekitar alveoli berkontraksi, mengeluarkan susu melalui sistem duktus ke dalam mulut bayi.
d. Kolostrum
Kolostrum berwarna kuning kental berfungsi untuk kebutuhan bayi baru lahir. Kolostrum mengandung antibody vital dan nutrisi padat dalam volume kecil, sesuai sekali untuk makanan awal bayi. Menyusui dini yang efisien berkorelasi dengan penurunan kadar bilirubin darah. Kolostrum secara bertahap berubah menjadi susu ibu antara hari ketiga dan kelima masa nifas.
(20)
e. Susu ibu
Air susu ibu yng lebih awal keluar mengandung lebih sedikit lemak dan mengalir lebih cepat daripada susu yang keluar pada bagian akhir menyusui. Air susu ibu pada saat menjelang akhir pemberian makan, susu ini lebih putih dan mengandung lebih banyak lemak. Kandungan lemak yang lebih tinggi ini memberikan rasa puas pada bayi. Menyusui dengan cukup lama, membuat satu payudara menjadi lebih lunak, memberi cukup kalori yang dibutuhkan untuk meningkatkan berat badan, menjarangkan jarak antar menyusui dan mengurangi pembentukan gas dan kerewelan bayi karena kandungan lemak yang lebih tinggi akan dicerna lebih lama, Woolridge, Fisher (1988 di dalam Bobak 2004).
Bayi baru lahir yang cukup bulan dan sehat memiliki tiga refleks yang diperlukan agar proses menyusui berhasil yaitu :
a. refleks rooting, refleks ini memungkinkan bayi baru lahir untuk menemukan puting susu apabila diletakkan di payudara.
b. refleks mengisap yaitu saat bayi mengisi mulutnya dengan puting susu atau pengganti puting susu sampai ke langit keras dan punggung lidah. Refleks ini melibatkan rahang , lidah dan pipi.
c. refleks menelan yaitu gerakan pipi dan gusi dalam menelan areola, sehingga refleks ini merangsang pembentukan rahang bayi (Saleha, 2009).
(21)
2.1.2 Keuntungan dan Manfaat Menyusui Bagi Bayi dan Ibu
Air susu adalah makanan pilihan utama untuk bayi. Seperti diketahui ASI adalah makanan satu-satunya yang paling sempurna untuk menjamin tumbuh kembang bayi pada enam bulan pertama.Menyusui memberi banyak keuntungan : nutrisi, imunologis dan psikologis. Menurut Worthington-Roberts (1993, di dalam Bobak 2004) menyusui memiliki banyak keuntungan sebagai berikut.
Keuntungan menyusui bagi bayi antara lain: 1) bayi mendapat immunoglobulin untuk melindunginya dari banyak penyakit dan infeksi; 2) bayi lebih jarang menderita infeksi telinga dan saluran pernapasan atas; 3) bayi lebih jarang mengalami diare dan penyakit saluran cerna lain; 4) bayi memiliki lebih sedikit kemungkinan untuk menderita limfoma tipe tertentu; 5) jenis protein dalam ASI mengurangi kemungkinan timbulnya reaksi alergi; 6) bayi yang disusui memiliki lebih sedikit masalah dengan pemberian makanan yang berlebihan akibat (harus menghabiskan susu di botol); 7) insidensi bayi untuk mengalami obesitas dan hipertensi pada dewasa menurun; 8) menyusui meningkatkan kontak ibu-anak.
Keuntungan Menyusui untuk Ibu antara lain: 1) menyusui menyebabkan involusi uteri; 2) menyusui merupakan perlindungan terhadap kanker ovarium; 3) resiko kanker payudara pramenopause menurun, khususnya jika laktasi pertama terjadi sebelum usia 20 tahun dan berlangungsung selama sekurang-kurangnya 6 bulan; 4) resiko osteoporosis dapat dipastikan lebih kecil bagi wanita yang telah hamil dan menyusui bayi mereka; 5) penundaan ovulasi mendukung pengaturan jarak anak; 6) sekresi prolaktin meningkatkan relaksasi
(22)
dan prolaktin serta oksitosin meningkatkan kelekatan ibu-anak; 7) menurut Ruth Lawrence, memberdayakan seorang wanita untuk melakukan sesuatu yang istimewa untuk bayinya. Hubungan seorang ibu dan bayinya melakukan gerakan menghisap payudara mempertimbangkan sebagai ikatan paling kuat pada manusia; 8) menghilangkan penggunaan kaleng formula, botol susu dan pelapis botol menambah keuntungan dari sisi ekonomi (Sinclair, 2009).
2.1.3 PEMELIHARAAN LAKTASI
Penyediaan berlangsung terus sesuai kebutuhan. Apabila bayi tidak disusui maka penyediaan air susu tidak akan dimulai. Apabila seorang ibu dengan bayi kembar menyusukan kedua bayinya bersama, maka penyediaan air susu akan tetap cukup untuk kedua bayi tersebut. Makin sering bayi disusukan, penyediaan air susu juga makin banyak (Saleha, 2009).
Dua faktor yang mempengaruhi pemeliharaan laktasi adalah rangsangan dan pengosongan payudara secara sempurna :
a. Rangsangan, yaitu sebagai respon dari pengisapan yang memacu pembentukan air susu yang lebih banyak. Dan apabila bayi tidak dapat menyusu sejak awal maka ibu dapat mmemeras air susu dari payudaranya dengan tangan atau menggunakan pompa payudara. Akan tetapi, pengisapan oleh bayi akan memberikan rangsangan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan kedua cara tersebut (Saleha, 2009).
(23)
b. Pengosongan sempurna payudara
Bayi sebaiknya mengosongkan payudara sebelum diberikan payudara yang lain. Apabila payudara tidak mengosongkan yang kedua, maka pada pemberian air susu yang berikutnya payudara kedua ini yang diberikan pertama kali. Apabila diinginkan agar bayi benar-benar puas (kenyang), maka bayi perlu diberikan air susu pertama (fore-milk) dan air susu kedua (hind-milk) untuk sekali minum. Hal ini hanya dapat dicapai dengan pengosongan sempurna pada satu payudara (Saleha, 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI antara lain : 1) frekuensi pemberian susu; 2) berat bayi saat lahir; 3) usia kehamilan saat melahirkan; 4) usia ibu dan paritas; 5) stres penyakit akut; 6) mengonsumsi rokok; 6) mengonsumsi alkohol; 7) pil kontrasepsi
2.1.4 SEPULUH LANGKAH KEBERHASILAN MENYUSUI, MENURUT WHO/UNICEF (1989)
Setiap fasilitas yang memberikan pelayanan maternitas dan perawatan neonatus harus : 1) mempunyai kebijakan menyusui tertulis yang secara rutin dikomunikasikan kepada semua staf perawatan kesehatan; 2) melatih keterampilan kepada semua staf perawatan kesehatan dalam melaksanakan kebijakan ini; 3) memberitahu kepada semua wanita hamil tentang keuntungan dan penatalaksanaan menyusui; 4) membantu ibu untuk memulai menyusui setengah jam setelah melahirkan; 5) menunjukkan kepada ibu cara menyusui dan bagaimana memelihara laktasi meskipun terpisah dari bayinya; 6) tidak memberikan makanan atau minuman kepada bayi selain ASI jika tidak ada
(24)
indikasi medik; 7) mempraktekkan perawatan bersama (rooming-in), izinkan ibu dan bati untuk tinggal bersama selama 24 jam sehari; 8) menganjurkan pemberian ASI sekehendak bayinya; 9) tidak memberikan kempeng atau dot kepada bayi yang menyusu ibu; 10) membantu mengembangkan pembentukan kelompok pendukung ibu menyusui dan merujuk ibu kepada mereka ketika keluar dari rumah sakit atau klinik (Llewellyn,2001).
2.1.5 CARA MENYUSUI YANG BAIK DAN BENAR
Cara menyusui sangat mempengaruhi kenyamanan bayi menghisap air susu. Petugas kesehatan perlu memberikan bimbingan pada ibu dalam minggu pertama setelah persalinan (nifas) tentang cara-cara menyusui yang sebenarnya agar tidak menimbulkan masalah yaitu dengan langkah-langkah berikut ini:
a. Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit demi sedikit kemudian dioleskan pada puting susu dan areola sekitarnya. Cara ini bermanfaat sebagai desinfektan san menjaga kelembaban puting susu (Suradi,dkk,2004).
b. Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara:
1. ibu duduk atau berbaring santai. Bila duduk lebih santai lebih baik menggunakan kursi yang lebih rendah agar kaki ibu tidak tergantung dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi
2. bayi dipegang satu lengan, kepala bayi terletak pasa lengkung siku ibu dan bokong bayi terletak pada lengan. Kepala bayi tidak boleh tertengadah dan bokong bayi ditahan dengan telapak tangan ibu
(25)
3. posisi tangan bayi diletakkan dibelakang ibu dan yang satu di depan 4. perut bayi menempel pada perut ibu, kepala bayi menghadap payudara
(tidak hanya membelokkan kepala bayi)
5. telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus
6. ibu menatap bayi dengan penuh kasih sayang (Suradi,dkk,2004). c. Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain menopang
dibawah. Jangan menekan puting susu atau areolanya saja.
Gambar : Cara meletakkan bayi Gambar : Cara memegang payudara
d. Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut (rooting reflex) dengan cara:
1. menyentuh pipi dengan puting susu atau, 2. menyentuh sisi mulut bayi
(26)
e. Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dengan puting serta areola dimasukkan ke mulut bayi:
1. usahakan sebagian besar areola masuk ke dalam mulut bayi sehingga puting susu berada di bawah langit-langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampungan ASI yang terletak di bawah areola
2. setelah bayi mulai menghisap, payudara tak perlu dipegang atau disangga lagi (Suradi, dkk, 2004).
Gambar: Teknik menyusui yang benar
f. Melepas isapan bayi
Setelah menyusui pada satu payudara sampai terasa kosong, sebaiknya ganti menyusui pada payudara yang lain. Cara melepas isapan bayi: 1) jari kelingking ibu dimasukkan ke mulut bayi; 2) dagu ditekan ke bawah g. Menyusui berikutnya mulai dari payudara yang belum terkosongkan (yang
dihisap terakhir)
h. Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada puting susu dan areola sekitarnya. Biarkan kering dengan sendirinya
(27)
i. Menyendawakan bayi. Tujuan menyendawakan bayi adalah mengeluarkan udara dari lambung supaya bayi tidak muntah (gumoh-Jawa) setelah menyusui. Ketika menyusui bayi ikut menelan udara yang dapat membuat perutnya penuh dan tidak enak sebelum ia menyelesaikan minumnya. Menyendawakan bayi sangat penting dan merupakan bagian dari proses menyusui. Lakukan setidaknya setidaknya setelah lima menit bayi menyusui atau paling sedikit saat bayi berpindah payudara. Ada tiga cara umum menyendawakan bayi : 1) gendong bayi dengan kuat di pundak, wajah bayi menghadap ke belakang, beri dukungan dengan satu tangan pada bokongnya, tepuk atau usap punggungnya dengan tangan lain; 2) telungkupkan bayi di pangkuan, lambungnya berada di salah satu kaki, kepalanya menyandar di salah satu kaki lainnya. Satu tangan memegangi tubuhnya dengan kuat, satu tangan lain menepuk atau mengusap punggungnya sampai bersendawa; 3) dudukkan bayi di pangkuan, kepalanya menyandar ke depan, dadanya ditahan dengan satu tangan. Pastikan kepalanya tidak mendongak ke belakang. Tepuk atau gosok punggungnya (Danuatmaja, dkk.2007).
Formulir ringakasan 5 kunci pokok untuk menilai proses menyusui ibu dan bayi berjalan dengan baik, yang disingkat dengn BREAST, yaitu Body position (posisi badan), response (respon), emotional bonding (ikatan emosi), anatomy (anatomi), suckling (menghisap) dan time (waktu) yang dipakai untuk menghisap.
(28)
Tanda-tanda bahwa pemberian ASI Tanda-tanda kemungkinan adanya berjalan dengan baik kesulitan
BODY POSITION (POSISI TUBUH)
Ibu santai & nyaman Bahu tegang, condong kearah bayi Badan bayi dekat, menghadap
payudara
Badan bayi jauh dari badan ibu
Kepala bayi menyentuh payudara Leher bayi berpaling Dagu bayi menyentuh payudara
(belakang bayi ditopang)
Dagu tidak menyentuh payudara (hanya bahu atau kepala yang ditopang)
RESPONSE (RESPON)
Bayi menyentuh payudara ketika ia lapar (bayi mencari payudara)
Tidak ada respon terhadap payudara (tidak ada penelusuran)
Bayi mencari payudara dengan lidah Bayi tidak berminat untuk menyusu Bayi tenang dan siap pada payudara Bayi gelisah atau menangis
Tanda-tanda pancaran susu (keluar setelah ada rasa sakit)
Bayi menghindar/tergelincir dari payudara
EMOTIONAL BONDING (IKATAN EMOSI)
Pelukan yang mantap dan percaya diri Pelukan tidak mantap dan gugup Perhatian terhadap muka dari si ibu Tidak ada kontak mata ibu-bayi Banyak sentuhan belaian dari ibu Sedikit sentuhan atau menggoyang
(29)
atau mendorong bayi ANATOMY (ANATOMI)
Payudara lembek setelah menyusui Payudara bengkak
Puting menonjol keluar, memanjang Puting rata atau masuk ke dalam Kulit tampak sehat Fisura atau kemerahan pada kulit Payudara tampak membulat sewaktu
menyusui
Payudara tampak meregang atau tertarik
SUCKLING (MENGHISAP)
Mulut terbuka lebar Mulut tidak terbuka lebar, mengarah ke depan
Bibir berputar keluar Bibir bawah beputar ke dalam Lidah berlekuk sekitar payudara Lidah bayi tidak tampak
Pipi membulat Pipi tegang dan tertarik kedalam Lebih banyak areola di atas mulut bayi Lebih banyak areola dibawah mulut
bayi Mengisap pelan dan dalam, diselingi istirahat
Dapat mengisap cepat
Dapat melihat atau mendengar tegukannya
Dapat mendengar kecapan atau klikan
TIME (LAMANYA MENGISAP)
Bayi melepaskan payudara Ibu melepaskan bayi dari payudara (WHO, 1993)
(30)
2.1.6 POSISI MENYUSUI
Agar proses menyusui berjalan dengan lancar, maka seorang ibu harus mempunyai keterampilan menyusui agar ASI dapat mengalir dari payudara ibu ke bayi secara efektif. Keterampilan menyusui yang baik meliputi posisi menyusui dan perlekatan bayi pada payudara yang tepat (IDAI, 2008). Posisi yang nyaman untuk menyusui sangat penting. Ada banyak cara untuk memposisikan diri dan bayi selama proses menyusui berlangsung (Kristiyanasari, 2009). Lecet pada puting susu dan payudara merupakan kondisi tidak normal dalam menyusui tetapi penyebab lecet yang paling umum adalah posisi perlekatan yang tidak benar pada payudara. Posisi ibu harus adekuat di atas kursi atau tempat tidur. Tidak ada satu posisi pun yang paling benar dalam menyusui. Posisi menggendong, menggendong menyilang dan football sering kali bermanfaat bagi ibu baru. Akan tetapi tidak perlu menyesuaikan posisi jika ibu dan bayi nyaman dan jika transfer air susu adekuat. (Verney, 2007).
Sebelum menyusui ibu harus mengetahui bagaimana memegang bayi. Dalam memegang bayi pastikan ibu melakukan 4 butir kunci sebagai berikut :1) kepala bayi dan badan bayi harus dalam satu garis yaitu, bayi tidak dapat menete atau menghisap dengan mudah apabila kepalanya bergeser atau melengkung; 2) muka bayi menghadap payudara dengan hidung menghadap puting yaitu seluruh badan bayi menghadap badan ibu. Ia harus menjauhi secukupnya sekedar dapat melihat. Posisi ini adalah yang terbaik untuk bayi, untuk menghisap payudara, karena sebagian puting sedikit mengarah ke bawah (apabila ia menghadap ibu sepenuhnya mungkin ia tidak tepat pada payudara); 3) ibu harus memegang bayi dekat pada ibu; 4) Apabila bayi baru lahir, ia harus menopang bokong bukan
(31)
hanya kepala dan bahu merupakan hal yang penting untuk bayi baru lahir. Untuk bayi lebih besar menopang bagian atas tubuhnya biasanya cukup. Beberapa ibu menopang bayi pada lutut atau menggunakan tangan yang lain. Seorang ibu perlu hati-hati menggunakan tangan yang sama, yang untuk menopang pundak digunakan untuk menopang badan bayi. Akibatnya mungkin kepala bayi lebih jauh kesamping menyebabkan sukar untuk menetek (WHO, 1993).
Menopang payudara dengan tangan untuk memberikan pada bayi memiliki cara-cara sebagai berikut: 1) ibu harus meletakkan jari-jarinya pada dinding dada dibawah payudara sehingga jari pertama menyangga bagian bawah payudara; 2) ibu dapat menggunakan ibu jari untuk menekan sedikit ujung payudara. Ini dapat memperbaiki bentuk payudara sehingga lebih mudah bayi melekat dengan benar; 3) ibu jangan memegang payudara terlalu dekat dengan puting. Apabila ibu mempunyai payudara besar dan rendah, menopang dapat menyebabkan ASI mengalir karena mempermudah bayi mengambil payudara dengan sinus laktiferus ke dalam mulutnya. Apabila ibu mempunyai payudara kecil dan tinggi kemungkinan ibu tidak perlu menopang payudaranya (WHO, 1993)
Ada beberapa posisi menyusui yaitu posisi berdiri, posisi rebahan, posisi duduk, posisi menggendong, posisi menggendong menyilang (transisi), posisi football (mengepit) dan posisi berbaring miring.
(32)
a. Posisi berdiri
gambar: posisi menyusui dengan berdiri
Bila ingin menyusui dengan posisi berdiri diusahakan bayi merasa nyaman saat menyusu. Adapun cara menyusui dengan posisi berdiri : 1) bayi digendong dengan kain atau alat penggendong bayi; 2) saat menyusui sebaiknya tetap disangga dengan lengan ibu agar bayi merasa tenang dan tidak terputus saat menyusu; 3) lekatkan badan bayi ke dada ibu dengan meletakkan tangan bayi di belakang atau samping ibu agar tubuh ibu tidak terganjal saat menyusu.
(33)
b. Posisi rebahan
gambar : posisi menyusui dengan rebahan
Posisi menyusui dengan rebahan dapat dilakukan dengan cara : 1) ibu dapat duduk di atas tempat tidur dan punggung bersandar pada sandaran tempat tidur atau dapat diganjal dengan bantal; 2) kedua kaki ibu berada lurus di atas tempat tidur; 3) bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara; 4) ibu menyangga bayi secara merata dari kepala, bahu hingga pantatnya; 5) posisikan paha ibu turut membantu menyangga tubuh bayi, namun kalau kurang dapat ditambah dengan bantal
(34)
c. Posisi duduk
gambar: posisi menyusui dengan duduk
Posisi menyusui dengan duduk dapat dilakukan dengan posisi santai dan tegak menggunakan kursi yang rendah agar kaki ibu tidak tergantung dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi. Adapun cara menyusui dengan posisi duduk yaitu: 1) gunakan bantal atau selimut untuk menopang bayi, bayi ditidurkan di atas pangkuan ibu; 2) bayi dipegang satu lengan, kepala bayi diletakkan pada lengkung siku ibu dan bokong bayi diletakkan pada lengan. Kepala bayi tidak boleh tertengadah atau bokong bayi ditahan dengan telapak tangan ibu; 3) satu tangan bayi diletakkan di belakang badan ibu dan yang satu di depan; 4) perut bayi menempel badan ibu, kepala bayi menghadap payudara; 5) telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus (Kristiyanasari, 2009).
(35)
d. Posisi Madonna (menggendong) / The Cradle Hold
gambar : posisi menyusui menggendong/mendekap
Posisi ini disebut juga dengan posisi menyusui klasik. Posisi ini sangat baik untuk bayi yang baru lahir secara persalinan normal. Adapun cara menyusui bayi dengan posisi Madonna (menggendong): 1) peluk bayi dan kepala bayi pada lekuk siku tangan; 2) jika bayi menyusu pada payudara kanan, letakkan kepalanya pada lekuk siku tangan kanan dan bokongnya pada telapak tangan kanan; 3) arahkan badan bayi sedemikian rupa sehingga kuping bayi berada pada satu garis lurus dengan tangan bayi yang ada di atas (berbaring menyamping dengan muka, perut dan lutut menempel pada dada dan perut ibu); 4) tangan bayi yang lain (yang ada dibawah tubuhnya) dibiarkan seolah-olah merangkul badan ibu sehingga mempermudah mulut bayi mencapai payudara (Musbikin, 2005); 5) tangan kiri ibu memegang payudaranya jika diperlukan (Verney, 2007).
(36)
e. Posisi menggendong menyilang/transisi (The Cross Cradle Hold)
gambar : posisi menyusui menggendong menyilang/transisi
Posisi ini dapat dipilih bila bayi memiliki kesulitan menempelkan mulutnya ke puting susu karena payudara ibu yang besar sementara mulut bayi kecil (Musbikin, 2005). Posisi ini juga baik untuk bayi yang sedang sakit, (WHO, 2003). Cara menyusui bayi dengan posisi menggendong menyilang: 1) pada posisi ini tidak menyangga kepala bayi dengan lekuk siku, melainkan dengan telapak tangan; 2) jika menyusui pada payudara kanan maka menggunakan tangan kiri untuk memegang bayi; 3) peluk bayi sehingga kepala, dada dan perut bayi menghadap ibu; 4) lalu arahkan mulutnya ke puting susu dengan ibu jari dan tangan ibu dibelakang kepala dan bawah telinga bayi (Musbikin, 2005); 5) ibu menggunakan tangan sebelahnya untuk memegang payudara jika diperlukan (Verney, 2007).
(37)
f. Posisi football atau mengepit
gambar : posisi menyusui mengepit
Posisi ini dapat dipilih jika ibu menjalani operasi caesar (untuk menghindari bayi berbaring di atas perut). Selain itu posisi ini juga bisa digunakan jika bayi lahir kecil atau memiliki kesulitan dalam menyusu, puting susu ibu datar (flat nipple) atau ibu mempunyai bayi kembar (Musbikin, 2005). Adapun cara menyusui bayi dengan posisi football atau mengepit: 1) telapak tangan menyangga kepala bayi sementara tubuhnya diselipkan dibawah tangan ibu seperti memegang bola atau tas tangan; 2) jika menyusui dengan payudara kanan meka memegangnya dengan tangan kanan, demikian pula sebaliknya; 3) arahkan mulutnya ke puting susu, mula-mula dagunya (tindakan ini harus dilakukan dengan hati-hati, jika ibu mendorong bayinya dengan keras kearah payudara, bayi akan menolak menggerakkan kepalanya/melawan tangan ibu), (Musbikin, 2005); 4) lengan bawah dan tangan ibu menyangga bayi dan ia menggunakan tangan sebelahnya untuk memegang payudara jika diperlukan (Verney, 2007).
(38)
g. posisi berbaring miring (Reclining Position)
gambar : posisi menyusui berbaring miring
Posisi ini baik untuk pemberian ASI yang pertama kali atau bila ibu merasakan lelah atau nyeri. Ini biasanya dilakukan pada ibu menyusui yang melahirkan melalui operasi caesar. Yang harus diwaspadai dari teknik ini adalah pertahankan jalan nafas bayi agar tidak tertutup oleh payudara ibu. Oleh karena itu harus didampingi oleh orang lain ketika menyusui (Sulistyawati, 2009). Pada posisi ini kesukaran perlekatan yang lazim apabila berbaring adalah bila bayi terlalu tinggi dan kepala bayi harus mengarah ke depan untuk mencapai puting. Menyusui berbaring miring juga berguna pada ibu ingin tidur sehingga ia dapat menyusui tanpa bangun (WHO, 1993).
Adapun cara menyusui dengan posisi berbaring miring : 1) posisi ini dilakukan sambil berbaring ditempat tidur; 2) mintalah bantuan pasangan untuk meletakkan bantal dibawah kepala dan bahu, serta diantara lutut. Hal ini akan membuat punggung dan panggul pada posisi yang lurus; 3) muka ibu dan bayi tidur berhadapan dan bantu menempelkan mulutnya ke puting susu; 4) jika perlu letakkan bantal kecil atau lipatan selimut
(39)
dibawah kepala bayi agar bayi tidak perlu menegangkan lehernya untuk mencapai puting dan ibu tidak perlu membungkukan badan ke arah bayinya, sehingga tidak cepat lelah (Musbikin,2005).
gambar : macam-macam posisi saat menyusui
1. Posisi menyusui dengan kondisi khusus:
Ada posisi menyusui secara khusus yang berkaitan dengan situasi tertentu seperti menyusui pasca operasi caesar, menyusui pada bayi kembar dan meyusui dengan ASI yang berlimpah (penuh) (Kristiyanasari, 2009).
a. Posisi menyusui pasca operasi caesar
Ada dua posisi menyusui pasca operasi caesar, diantaranya 1) posisi berbaring miring; 2) posisi football atau mengepit.
b. Posisi menyusui dengan bayi kembar Posisi double football atau mengepit :
Posisi football atau mengepit sama dengan ibu yang melahirkan melalui seksio caesaria, posisi football juga tepat untuk bayi kembar, di mana kedua bayi disusui bersamaan kiri dan kanan,
(40)
dengan cara: 1) kedua tangan ibu memeluk masing-masing satu kepala bayi, seperti memegang bola; 2) letakkan tepat di bawah payudara ibu; 3) posisi kaki boleh dibiarkan menjuntai keluar; 4) untuk memudahkan, kedua bayi dapat diletakkan pada satu bidang datar yang memiliki ketinggian kurang lebih sepinggang ibu; 5) dengan demikian, ibu cukup menopang kepala kedua bayi kembarnya saja; 6) cara lain adalah dengan meletakkan bantal di atas pangkuan ibu (Maryunani,2009).
gambar : posisi menyusui bayi kembar secara bersamaan
c. Posisi menyusui dengan ASI berlimpah
Pada ibu-ibu yang memiliki ASI berlimpah dan memancar (penuh) dan alirannya deras, terdapat posisi khusus untuk menghindari agar bayi tidak tersedak dengan cara: ibu tidur telentang lurus, sementara bayi di atas perut ibu dalam posisi berbaring lurus dengan kepala menghadap ke payudara, atau bayi di tengkurapkan di atas dada ibu, tangan ibu sedikit menahan kepala bayi. Dengan posisi ini maka bayi tidak akan tesedak (Maryunani,2009).
(41)
gambar: posisi menyusui dengan ASI berlimpah
Ada banyak posisi bagi ibu untuk menyusui. Dalam tiap posisi hal yang penting adalah bayi cukup mengambil cukup payudara ke dalam mulutnya sehingga ia dapat mengisap secara efektif (WHO, 1993). Segera setelah persalinan, posisi menyusui yang terbaik adalah ditelungkupkan di perut ibu sehingga kulit ibu bersentuhan pada kulit bayi (Purwanti, 2004 dalam Angsuko, 2009). Kontak kulit dengan kulit dalam jam pertma setelah melahirkan membantu menyusui dan ikatan antara ibu dan bayi dapat terjalin (WHO, 1993).
Semua posisi menyusui tersebut dapat dicoba sehingga dapat menemukan posisi yang paling nyaman sesuai kondisi ibu dan bayi. Namun dianjurkan untuk berganti-ganti posisi secara teratur. Setiap posisi menyusui akan menekan bagian yang berbeda pada payudara (bagian payudara yang lebih mendapatkan perahan adalah yang terdapat antara bibir dan lidah). Tindakan berganti-ganti posisi ini dapat mengosongkan semua sinus, (Musbikin, 2005). Menurut Bobak, 2004 mengatakan bahwa posisi menyusui menggendong (Madonna) sangat efektif dilakukan bagi ibu baru. Dan untuk saat ini, posisi menyusui yang paling baik yaitu dengan posisi duduk. Selain posisi
(42)
menyusui, bra dan pakaian yang dirancang khusus dapat juga meningkatkan kenyamanan ibu saat menyusui (Kristiyanasari,2009)
2.1.7 TANDA-TANDA PERLEKATAN BAYI SAAT MENYUSU
Jika bayi tidak melekat dengan baik maka akan menimbulkan luka dan nyeri pada putting susu dan payudara akan membengkak karena ASI tidak dapat dikeluarkan secara efektif. Bayi merasa tidak puas dan ia ingin menyusu sering dan lama. Bayi akan mendapat ASI sangat sedikit dan berat bayi tidak naik dan lambat laun ASI akan mongering (IDAI, 2008).
Tanda-tanda perlekatan bayi saat menyusui yang benar antara lain: 1) tampak areola masuk sebanyak mungkin. Areola bagian atas lebih banyak terlihat; 2) mulut terbuka lebar; 3) bibir atas dan bawah terputar keluar; 4) dagu bayi menempel pada payudara; 5) gudang ASI termasuk dalam jaringan yang masuk; 6) jaringan payudara meregang sehingga membentuk dot yang panjang; 7) puting susu sekitar 1/3-1/4 bagian dari dot saja; 8) bayi menyusu pada payudara, bukan puting susu; 9) lidah bayi terjulur melewati gusi bawah (dibawah gudang ASI), melingkari dot jaringan payudara (Sulistyawati,2009).
(43)
Gambar : Perlekatan yang benar
Tanda-tanda perlekatan bayi saat menyusui yang tidak benar antara lain: 1) tampak sebagian besar kalang payudara/areola mamae berada di luar; 2) hanya puting susu atau disertai sedikit areola yang masuk mulut bayi; 3) seluruh atau sebagian gudang ASI berada di luar mulut bayi; 4) lidah tidak melewati gusi (berada di depan putting susu) atau lidah sedikit sekali berada di bawah gudang ASI; 5) hanya puting susu yang menjadi dot; 6) bayi menyusu pada puting ; 7) bibir “mencucu” atau monyong ; 8) bibir bawah terlipat ke dalam sehingga menghalangi pengeluaran ASI oleh lidah (Sulistyawati,20).
(44)
2.1.8 CARA PENGAMATAN TEKNIK MENYUSUI YANG BENAR
Menyusui dengan teknik yang benar dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet, ASI tidak keluar optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI selanjutnya atau bayi enggan menyusu. Untuk mengetahui bayi telah menyusu dengan teknik yang benar, maka akan memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut: 1) badan bayi menempel pada perut ibu; 2) mulut bayi terbuka lebar; 3) dagu bayi menempel pada payudara ibu; 3) sebagian besar areola masuk ke dalam mulut bayi, areola bagian bawah lebih banyak yang masuk; 4) bayi nampak menghisap kuat dengan irama perlahan; 5) puting susu ibu tidak terasa nyeri; 6) telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus; 7) kepala agak menengadah (Suradi,dkk,2004).
2.1.9 LAMA DAN FREKUENSI MENYUSUI
Lamanya menyusu berbeda-beda tiap periode menyusu. Rata-rata bayi menyusu selama 5-15 menit, walaupun terkadang lebih. Bila proses menyusu berlangsung sangat lama (lebih dari 30 menit) atau sangat cepat (kurang dari 5 menit) mungkin ada masalah. Pada hari-hari pertama atau pada bayi berat lahir rendah (kurang dari 2500 gram), proses menyusu terkadang sangat lama dan hal ini merupakan hal yang wajar (IDAI, 2008).
Rentang frekuensi menyusui yang optimal adalah antara 8 hingga 12 kali setiap hari. Meskipun mudah untuk membagi 24 jam menjadi 8 hingga 12 kali menyusui dan menghasilkan perkiraan jadwal, cara ini bukan merupakan cara makan sebagian besar bayi. Banyak bayi dalam rentang beberapa jam menyusu
(45)
beberapa kali, tidur untuk beberapa jam dan bangun untuk menyusu lagi. Ibu sebaiknya dianjurkan untuk menyusui sebagai respon isyarat bayi dan berhenti menyusui bila bayi tampak kenyang (isyarat kenyang meliputi relaksasi seluruh tubuh, tidur saat menyusu dan melepaskan puting), (Verney, 2007).
Sebaiknya bayi disusui secara nir-jadwal (on demand), karena bayi akan menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila bayi menangis bukan karena sebab lain (karena kepanasan/kedinginan, atau sekedar ingin didekap) atau ibu sudah merasa perlu menyusukan bayinya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan lambung bayi akan kosong dalam waktu 2 jam. Pada awalnya bayi akan menyusu dengan jadwal yang tak teratur dan akan mempunyai pola tertentu setelah 1-2 minggu kemudian (Suradi,dkk,2004).
Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat kurang baik karena isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI selanjutnya. Dengan menyusui nir-jadwal, sesuai kebutuhan bayi akan mencegah timbulnya masalah menyusui. Ibu yang bekerja di luar rumah dianjurkan agar lebih sering menyusui pada malam hari. Bila sering disusukan pada malam hari akan memacu produksi ASI (Suradi, dkk,2004).
2.1.10 BAYI CUKUP ASI
Indikator terbaik kecukupan air susu adalah peningkatan berat badan dan haluaran bayi. Diharapkan bahwa bayi baru lahir akan : 1) minimum 3-4 kali buang air besar, fesesnya harus sekitar 1 sendok makan atau lebih dan setelah hari ketiga fesesnya berwarna kuning; 2) buang air kecil minimal 1-2 kali pada
(46)
hari pertama dan 6 kali atau lebih setiap hari setelah hari ketiga; 3) mengalami peningkatan berat badan lebih dari 15-30 gram perhari setelah air susu matur keluar; 4) memiliki berat badan yang sama dengan atau di atas berat badan lahir pada usia 10 hari (Verney, 2007).
2.1.11 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERHAMBATNYA MENYUSUI
Proses menyusui dapat terhambat karena dipengaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut: 1) bayi yang lahir prematur refleksnya mungkin belum berkembang baik; 2) perawatan medis bagi ibu atau bayi setelah kelahiran yang dapat menunda saat mulai menyusui 3) beberapa obat penghilang rasa sakit yang digunakan saat melahirkan bisa membuat bayi mengantuk dan tidak responsive; 4) kurangnya bantuan agar posisi bayi terasa nyaman membuat menyusui kurang menyenangkan; 5) hanya sedikit ibu yang pernah melihat bayi disusui, sehingga mereka kurang memahami posisi terbaik untuk menyusui secara efektif; 6) menyusui yang dianggap sulit dan sikap negatif ini dapat menghilangkan rasa percaya diri seorang ibu; 7) kurangnya informasi yang baik dan konsisten mengenai menyusui bisa membuat seorang ibu kebingungan; 8) kurangnya dorongan dan dukungan membuat seorang ibu kehilangan keberanian; 9) praktek di Rumah Sakit yang secara efektif tidak mendukung kondisi untuk menyusui (seperti memisahkan ibu dengan bayinya); 10) gagasan tentang perawatan bayi yang merupakan pekerjaan rutin mungkin bertentangan dengan program menyusui (Welford, 2008).
(47)
BAB III
KERANGKA PENELITIAN
3.1.Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran posisi menyusui yang paling sering dilakukan ibu.
a. Posisi (umum) menyusui : - Posisi berdiri
- Posisi rebahan - Posisi duduk
- Posisi Madonna (menggendong) - Posisi menggendong menyilang - Posisi football (mengepit) - Posisi berbaring miring
b. Posisi menyusui dengan keadaan khusus (berkaitan dengan situasi tertentu) :
- Posisi menyusui pasca operasi caesar:
- posisi berbaring miring - posisi football
(mengepit)
- Posisi menyusui dengan bayi kembar:
- Posisi double football (mengepit)
- Posisi menyusui dengan ASI berlimpah:
- Bayi tengkurap atau berada di atas dada ibu Posisi Menyusui
(48)
Skema 1: Kerangka Konsep Penelitian Gambaran Posisi Menyusui yang dilakakun Ibu
Keterangan : : variabel yang diteliti
3.2.Definisi Operasional
Tabel 1 : Defenisi Operasional Variabel Penelitian
No Variabel Defenisi Operasional Alat ukur Hasil Ukur Skala 1. Posisi
Menyusui:
1.posisi
menyusui secara umum:
a. posisi berdiri
b. posisi rebahan
c. posisi duduk
d. posisi Madonna (menggendo ng) / The Cradle Hold
e. posisi menggendon g menyilang (The Cross
Letak atau kedudukan ibu terhadap tempat selama menyusui bayi
a. Letak atau kedudukan ibu terhadap tempat selama menyusui bayi dengan berdiri
b. Letak atau kedudukan ibu terhadap tempat selama menyusui dengan berbaring di atas tempat tidur dengan punggung bersandar
c. Letak atau kedudukan ibu terhadap tempat selama menyusui bayi dengan duduk di kursi, kaki menjuntai ke bawah d. Letak atau kedudukan
ibu terhadap tempat saat
menyusui dengan punggung yang
Kuesioner a. Berdiri b. Rebahan c. Duduk d. Madona (mengge ndong) e. Mengge ndong menyila ng f. Football (mengep it) g. Berbarin g miring Nomin al
(49)
Cradle Hold) f. posisi football atau mengepit g. posisi berbaring miring (Reclining Position)
bersandar, kepala bayi berada pada siku ibu sehingga kulit bayi bersentuhan dengan kulit ibu
e. Letak atau kedudukan ibu terhadap tempat saat menyusui dengan ibu memegang bayi dengan lengan sebelahnya pada payudara. Dan ibu menggunakan tangan pada sisi yang sama dari payudara
f. Letak atau kedudukan ibu terhadap tempat saat
menyusui dengan memegang bayi di samping dengan kaki bayi di belakang ibu dan bayi terselip di bawah lengan, seolah-olah sedang memegang bola kaki
g. Letak atau kedudukan ibu terhadap tempat saat menyusui dengan berbaring, menahan kepala pada satu siku dengan bayi jauh dari badannya dan dipegang tidaak erat pada tempat tidur dan dapat dibantu dengan satu bantal dibawah kepala dan yang lain di bawah dada
a. Letak atau kedudukan ibu terhadap tempat saat menyusui dengan posisi
berbaring miring maupun football pada pasca operasi caesar b. Letak atau kedudukan
ibu terhadap tempat saat menyusui bayi sekaligus dua (kembar) dimana ibu
(50)
2.posisi menyusui dalam keadaan khusus (terkait dengan situasi tertentu): d. Posisi menyusui pasca operasi caesar :
1) Posisi berbaring miring
2) Posisi football atau mengepit e. Posisi menyusui ibu dengan bayi kembar: Posisi football atau mengepit f. Posisi menyusui ibu dengan ASI berlimpah
memegang bayi di samping dengan kaki bayi di belakang ibu dan bayi terselip di bawah lengan, seolah-olah sedang memegang bola kaki di mana kedua bayi disusui bersamaan kiri dan kanan
c. Letak atau kedudukan ibu terhadap tempat saat menyusui dengan ibu telentang lurus dengan bayi diletakkan diatas perut ibu menghadap ke payudara. a. pasca operasi caesar: mengepi t;berbari ng miring b. menyusu i bayi kembar : football c. menyusu i dengan ASI brlimpah : bayi tengkura p atau berada di atas dada ibu Nomin al
(51)
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam melakukan prosedur penelitian (Hidayat, 2007). Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian deskriptif. Desain penelitian deskriptif adalah penelitian yang hanya menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan, bukan untuk menguji hipotesis tertentu (Arikunto, 2000). Pada desain penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan posisi menyusui yang paling sering dilakukan ibu di Kecamatan Medan-Helvetia.
4.2Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi
Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang menyusui bayinya dari usia 0-24 bulan di kecamatan Medan Helvetia dengan jumlah populasi ibu menyusui 2983 orang yang terdiri atas 7 kelurahan.
(52)
4.2.2 Sampel a. Teknik Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan sampel tanpa acak (non random sampling) atau nonprobability sampling dengan rancangan sampel berdasarkan pertimbangan (purposive sampling), dimana kriteria sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang menyusui bayi dari 0-24 bulan dan ibu-bayi tidak dalam kondisi tertentu/sakit.
b. Jumlah sampel
Menurut Isaac dan Michael ( dalam Sarwono, 2006 ) salah satu cara untuk menentukan jumlah sampel dengan menggunakan pendekatan satatistik yang tingkat kesalahannya 1%, 5%, 10%, dimana semakin besar tingkat kesalahan yang ditoleransi semakin kecil jumlah sampel yang diambil. Sebaliknya semakin kecil tingkat kesalahan yang ditoleransi, maka makin besar mendekati populasi sampel yang harus diambil.
Penentuan jumlah sampel yang sangat tergantung kepada biaya yang tersedia, tenaga yang akan melaksanakan dan presesi yaitu ketepatan yang dikehehendaki dimana semakin besar sampel kemungkinan akan lebih tepat menggambarkan populasinya tetapi ini juga sampai batas tertentu karena makin besar sampel kemungkinan membuat kesalahan pada pengukuran juga akan semakin besar. Rumus yang digunakan untuk mencari besar sampel adalah
� = N
N(d)2+ 1
(53)
Dimana: n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
d = Tingkat Kesalahan Yang Dipilih ( 0,1, 0,5, 0,01 )
� = N
N(d)2+ 1
= 2983
2983(0,1)2+ 1
= 2983 30,83
= 96,75 97 orang
Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 97 orang pada 7 kelurahan. Maka jumlah sampel setiap kelurahan yang diperkirakan sebanyak sebanyak 97/7= 13,8 14 orang. Dan sampel sesuai dengan kriteria dan responden bersedia menjadi sampel.
4.3Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Medan Helvetia yang terdiri dari 7 Kelurahan yaitu Kelurahan Cinta Damai, Dwi Kora, Helvetia, Sei Sikambing, Helvetia Timur, Helvetia Tengah dan Tanjung Gusta. Adapun pertimbangan pemilihan wilayah Kecamatan tersebut karena menurut Bina Yankes, DKK
(54)
Medan 2009, wilayah tersebut merupakan jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif terbanyak nomor 2 di Kota Medan dan jumlah bayi lahir hidup nomor 3 terbanyak di Kota Medan. Serta informasi dan pengetahuan ibu Kecamatan Medan Helvetia yang kurang mengenai posisi tubuh yang baik saat menyusui agar ibu merasa nyaman selama menyusui sehingga proses menyusui berjalan dengan lancar. Penelitian ini akan dilaksanakan selama sebulan, pada tanggal 17 Juli sampai 16 September 2011.
4.4 Pertimbangan Etik
Pada penelitian ini juga dilakukan pertimbangan etik, yaitu peneliti meminta kesediaan responden untuk mengikuti penelitian dengan menandatangani informed consent. Informed consent adalah lembar persetujuan untuk menjadi responden. Pemberian informed consent ini bertujuan agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian dan mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan dan jika responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati keputusan tersebut (Hidayat, 2007).
Penelitian ini tidak beresiko bagi individu yang menjadi responden, baik resiko fisik maupun psikologis, kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga dengan cara tidak menuliskan nama responden pada lembar pengumpulan data, hanya diberi nomor kode tertentu. Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya data tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
(55)
4.5 Instrumen Penelitian
Instrument penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk pengumpulan data (Notoatmodjo,2010). Pada penelitian ini instrumen yang akan digunakan adalah angket terstruktur dalam bentuk kuesioner dan lembar observasi yang digunakan peneliti sebagai data penguat dari kuesioner yang diisi oleh responden apakah jawabannya sesuai dengan observasi peneliti sehingga peneliti harus teliti agar persepsi antara responden dan peneliti sama mengenai macam-macam posisi menyusui. Kuesioner dan lembar observasi penelitian disusun sendiri oleh peneliti dengan berpedoman pada tinjauan pustaka.
Mengingat luasnya wilayah penelitian, peneliti dibantu oleh dua orang asisiten. Setiap asisten bertanggung jawab untuk menyebarkan kuesioner di dua kelurahan kepada responden. Peneliti bertanggung jawab untuk tiga kelurahan. Peneliti sebelumnya memberikan petunjuk bagaimana pengisian lembar kuesioner sehingga mereka dapat memberikan informasi yang tepat kepada responden dalam pengisian kuesioner dan mampu menggunakan lembar observasi dan mencocokkannya dengan jawaban kuesioner dari responden. Kuesioner terdiri dari 2 bagian yaitu kuesioner data demografi, kuesioner posisi menyusui.
4.5.1 Kuesioner Data Demografi Responden
Kuesioner data demografi responden 15 pernyataan dan cara pengisian dengan cheklist (√) pada salah satu pilihan yang tersedia dari pernyatan yang ada berkaitan dengan inisial, usia ibu, usia bayi, berat badan bayi, agama, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, penghasilan keluarga sebulan,
(56)
jumlah anak, riwayat persalinan, kondisi fisik ibu, masalah menyusui pada ibu, masalah menyusui pada bayi.
4.5.2 Kuesioner Posisi Menyusui
Kuesioner posisi menyusui menggunakan bentuk pertanyaan tertutup (closed ended question) dengan jenis multiple choice atau pilihan berganda. Dalam pertanyaan ini hanya disediakan beberapa jawaban-alternatif dan responden hanya memilih satu jawaban diantaranya yang sesuai dengan pendapatnya sehingga responden tidak sulit untuk menjawabnya. Bentuk pertanyaan yang demikian mempunyai keuntungan mudah mengarahkan jawaban responden dan juga mudah diolah (ditabulasi).
Kuesioner posisi menyusui terdiri atas 2 pertanyaan dan cara pengisian dengan cheklist (√) pada salah satu pilihan yang tersedia dari pernyatan yang ada berkaitan dengan posisi menyusui yang paling sering dilakukan ibu. Untuk pertanyaan posisi (umum) menyusui yang terdiri dari 7 pilihan jawaban: a) berdiri, b) rebahan, c) duduk, d) menggedong, e) menggendong mentilang, f) mengepit, g) berbaring miring. Dan untuk posisi menyusui khusus terkait kondisi tertentu yang yang terdiri dari 3 pilihan jawaban : a) menyusui pasca operasi caesar : posisi berbaring miring; posisi football atau mengepit , b) posisi menyusui ibu dengan bayi kembar: posisi double football, c) posisi menyusui ibu dangan ASI berlimpah: bayi tengkurap atau berada diatas dada ibu.
(57)
Lembar observasi yang digunakan peneliti sebagai penguat jawaban dari responden apakah jawaban responden pada kuesioner sesuai dengan kenyataan sesungguhnya. Peneliti mengamati langsung posisi yang dilakukan ibu sesuai dengan cara-cara posisi menyusui. Pada lembar observasi terdiri dua pernyataan yakni posisi menyusui secara umum dan posisi menyusui secara khusus terkait dengan kondisi tertentu. Pengamat memberikan tanda check list (√) apabila responden melakukan posisi yang sesuai dengan jawaban pada kuesioner terkait posisi menyusui yang dipilihnya serta memperhatikan butir-butir dari setiaap posisi yang dilakukan apakah sesuai dengan langkah-langkah yang telah ditetapkan.
4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen 4.6.1 Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo,2010). Pada penelitian ini uji validitas yang digunakan adalah validitas isi, dimaan instrument penelitian ini berdasarkan pada tinjauan pustaka. Dan telah dikonsultasikan kepada dua dosen Maternitas dengan skor Content Validity Indeks (CVI) 4 yaitu instrumen sangat relevan (Pollit Hungler, 1992).
(58)
4.6.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas instrument adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui konsistensi dari instrument sehingga dapat digunakan peneliti selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama. Reliabilitas indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hali ini menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap ases bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010).
Uji reliabilitas dilakukan sebelum pengumpulan data, kepada responden yang memenuhi kriteria seperti responden yang sebenarnya sebanyak 20 orang. agar hasil distribusi skor (nilai) mendekati kurva normal (Arikunto, 2006). Uji reliabilitas ini dilakukan terhadap responden yang memenuhi kriteria sampel penelitian dengan menggunakan cronbach’s alpha 0,7 maka instrument dinyatakan reliable (Pollit & Hungler, 1999). Uji reliabilitas dilakukan di Kecamatan Medan Tembung dengan pertimbangan lokasi tersebut merupakan lokasi yang mempunyai bayi dengan kelahiran hidup terbanyak no. 5 di Kota Medan dan nilai yang diperoleh 0.707.
(59)
4.7 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah mengikuti langkah-langkah pengumpulan data yaitu: pertama mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (Fakultas Keperawatan USU) dan mengirimkan izin tersebut ke institusi tempat penelitian. Setelah mendapatkan izin dari institusi tempat penelitian, pengumpulan data dilaksanakan. Penelitian akan menentukan calon responden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya.
Setelah mendapatkan calon responden, selanjutnya peneliti menjelaskan kepada calon responden mengenai tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan penelitian, lalu calon responden yang bersedia menandatangani surat persetujuan (informed concent) untuk ikut serta dalam penelitian yang akan dilaksanakan. Peneliti mengambil data dari responden dengan cara memberikan kuesioner kepada responden. Responden juga diberi kesempatan untuk bertanya tentang pertanyaan yang tidak dipahami. Setelah responden selesai mengisi kuesioner, peneliti kemudian memeriksa kelengkapan data, dan ada data yang kurang lengkap dapat segera dilengkapi. Selanjutnya data yang terkumpul dianalis.
4.8 Analisa Data
Analisa data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai tujuan pokok penelitian., yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang mengungkap fenomena (Nursalam, 2008). Penelitian ini dilakukan untuk
(60)
memperoleh gambaran posisi menyusui yang paling sering dilakukan ibu yang telah dirumuskan dalam tujuan penelitian.
Setelah data terkumpul dilakukan pengolahan data dengan perhitungan statistika deskriptif dengan menggunakan data primer untuk gambaran posisi menyusui yang paling sering dilakukan ibu dimana data dianalisa dengan cara diperiksa terlebih dahulu atau di editing, untuk memeriksa apakah pertanyaan dalam kuisioner telah diisi sesuai petunjuk. Setelah diberi kode atau coding terhadap pertanyaan yang telah diajukan untuk mempermudah tabulasi dan analisa. Analisa yaitu menganalisa data yang terkumpul dengan menentukan persentase jawaban dari setiap responden. Selanjutnya peneliti memasukkan data ke dalam komputer dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi yang menggunakan program statistika. Dari pengolahan data statistik deskriptif, data demografi dan data posisi menyusui akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase untuk melihat gambaran posisi menyusui yang paling sering dilakukan ibu.
(61)
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.Hasil Penelitian
Dalam bab ini diuraikan hasil penelitian mengenai gambaran posisi menyusui yang paling sering dilakukan ibu di Kecamatan Medan Helvetia. Dilaksanakan pada tanggal 17 Juli sampai 16 September 2011 sebanyak 97 responden.
5.1.1 Karakteristik Responden
Deskripsi karakteristik demografi responden terdiri usia ibu, usia bayi, BB
bayi, agama, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, penghasilan keluarga, jumlah anak, riwayat persalinan, kondisi fisik ibu, masalah menyusui pada ibu
dan masalah menyusui pada anak. Berdasarkan hasil penelitian yang menjadi responden adalah ibu yang menyusui bayi dari 0-24 bulan serta ibu dan bayi tidak dalam kondisi tertentu/sakit.
Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di dapat hasil berdasarkan rentang usia responden yang menyusui anaknya yang paling banyak pada rentang usia 20-35 tahun yaitu sebanyak 85 orang (87.6 %), dengan usia bayi yang paling dominan 0-3 bulan sebanyak 49 bayi (50.5 %) dan BB bayi terbanyak dengan 3.4-5.7 kg sebanyak 42 orang (43.3 %). Responden terbanyak beragama Islam yaitu 62 orang (63.9 %) dan berdasarkan latar belakang suku, responden terbanyak dijumpai suku Batak yaitu 41 orang (42.3 %).
(62)
Berdasarkan pekerjaaan yang paling banyak yaitu Ibu Rumah Tangga sebanyak 43 orang (44.3 % ). Sedangkan latar belakang pendidikan responden terbanyak yaitu SMA sebanyak 44 orang (45.4 %), riwayat persalinan yang paling banyak dengan persalinan normal yaitu 60 orang (61.9 %). Sedangkan penghasilan keluarga yang paling banyak Rp1.000.000-2.000.000/bulan sebanyak 34 orang (35.1 %), jumlah anak dalam keluarga yang paling banyak memiliki satu anak yaitu sebanyak 37 orang (38.1 %).
Dengan riwayat persalinan normal 60 orang (61.9%) dan dari kondisi fisik Ibu, kondisi normal berjumlah 90 orang (92.8 %). Adapun masalah menyusui yang dialami responden yaitu dengan masalah ASI tidak keluar 22 orang (22.7 %) sedangkan masalah menyusui pada bayi responden yaitu bayi sering menangis sebanyak 29 orang (29.9 %). Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 2 : Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik demografi responden dan status obstetri gambaran posisi menyusui yang paling sering dilakukan ibu di Kecamatan Medan Helvetia. (n= 97)
Karakteristik demografi responden Frekuensi (f) Persentase (%) Usia Ibu
< 20 tahun 20-35 tahun >35 tahun
0 85 12 0 87.6 12.4 Usia Bayi 0-3bln 4-6bln 7-12bln 13-24bln 49 26 19 3 50.5 26.8 19.6 3.1 Berat Badan Bayi
3.4-5.7kg 6.3-7.4kg 8.0-9.9kg 42 37 17 43.3 38.1 17.5
(63)
10.2-12.4kg 1 1.0 Agama Islam Protestan Katolik Budha 62 26 8 1 63.9 26.8 8.2 1.0 Suku Bangsa Jawa Batak Aceh Melayu Minang Lainnya 31 41 5 6 6 6 32.0 42.3 5.2 6.2 6.2 6.2 Pekerjaan PNS Wiraswasta Buruh
Ibu Rumah Tangga
24 28 2 43 24.7 28.9 2.1 44.3 Pendidikan Sarjana SMA SMP SD 36 44 13 4 37.1 45.4 13.4 4.1 Penghasilan Keluarga Rp 300.000-500.000 Rp 500.000-1.000.000 Rp 1.000.000-2.000.000 Rp 2.000.000-3.000.000 Rp 3.000.000-5.000.000 5 18 34 14 26 5.2 18.6 35.1 14.4 26.8 Jumlah Anak Satu Dua Tiga Empat 37 32 17 11 38.1 33.0 17.5 11.3 Riwayat Persalinan Persalinan Normal
Persalinan Tdk Normal : caesar, bayi kembar
60 37
61.9 38.1
(64)
Kondisi Fisik Ibu Cacat fisik Kondisi Normal 7 90 7 92.8 Masalah Menyusui (Ibu)
ASI tidak keluar Payudara besar ASI berlimpah Puting lecet Puting masuk 22 13 15 4 1 40.0 23.6 27.3 7.3 1.8 Masalah Menyusui (Bayi)
Bayi sering menangis Bayi bingung puting Bayi sakit Bayi kembar 29 6 5 4 65.9 13.6 11.4 9.1
Tabel 3 : Distribusi frekuensi dan persentase gambaran posisi menyusui yang paling sering dilakukan ibu di Kecamatan Medan Helvetia (n = 97).
Posisi menyusui Frekuensi (f) Persentase (%) Posisi menyusui normal
Berdiri Rebahan Duduk Menggendong Menggendong menyilang Berbaring miring 4 22 26 7 3 35 4.1 22.7 26.8 7.2 3.1 36.1 Posisi menyusui khusus
seksio caesar:
berbaring miring
mengepit bayi kembar:
double mengepit ASI berlimpah:
tengkurap diatas dada ibu
8 2 3 61.5 15.4 23.1
Tabel 4 : tabel posisi menyusui yang paling sering dilakukan ibu di Kecamatan Medan Helvetia terkait usia bayi.
(65)
Usia bayi Berdiri Rebahan Duduk Menggendong Menggendong menyilang
Berbarin g miring
0-3bln 1 14 12 3 2 17
4-6bln 2 4 9 1 1 9
7-12bln 0 0 2 1 0 0
13-24bln 4 22 26 7 3 0
Berdasarkan tabel di atas dilihat bahwa posisi menyusui yang paling sering dilakukan adalah berbaring miring 36.1% dan duduk 26.8%. Kemudian posisi rebahan 22.7%, posisi menggendong 7.2%. Tidak ada Ibu yang memilih posisi mengepit sedangkan posisi berdiri 4.1 % dan menggendong menyilang hanya 3.1%.
Untuk posisi-posisi khusus terkait situasi dan kondisi tertentu yang terbanyak pada kondisi post operasi caesar yaitu posisi berbaring miring 61.5 % sedangkan ibu yang memiliki bayi kembar yang memilih posisi double mengepit 15.4 %. Untuk Ibu dengan ASI berlimpah posisi tengkurap di atas dada dada Ibu 23.1 %.
5.2Pembahasan
Mengenai gambaran posisi menyusui yang paling sering dilakukan Ibu di Kecamatan Medan Helvetia terhadap 97 orang ibu yang tersebar di 7 Kelurahan (Kelurahan Cinta Damai, Dwi Kora, Helvetia, Sei Sikambing, Helvetia Timur, Helvetia Tengah dan Tanjung Gusta).
Responden terbanyak adalah menunjukkan bahwa kelompok usia 20-35 tahun di mana kelompok usia tersebut kemungkinan wanita memiliki kesempatan melahirkan lagi dan dapat menyusui bayinya. Sedangkan usia Ibu
(66)
dibawah 20 tahun dan di atas 35 tahun berada pada kehamilan resiko tinggi. Umumnya bayi berumur 0-3 bulan, berlatar belakang agama Islam dan bersuku bangsa Batak, yang bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga, pendidikan terakhir SMA, rata-rata penghaasilan perbulan Rp 1.000.000-2.000.000, dengan jumlah anak satu orang, riwayat peralinan normal dan kondisi fisik normal, yang memiliki masalah ASI tidak keluar sedangkan bayi sering menangis pada bayi.
Berat badan bayi merupakan indikator yang baik bagi penentuan status gizinya (Suhardjo, 1992). Jika dihubungkan antara usia bayi dengan berat badan bayi,maka status gizi bayi di Kecamatan Medan Helvetia tidak menderita kurang gizi sehingga tidak membutuhkan perhatian khusus. Pada penelitian ini umumnya usia bayi 0-3 bulan (50.5 %), standar berat badan 3.4-5.7 kg (43.3%). Hal ini bayi teridentifikasi dalam status gizi dan kesehetan baik atau tidak mengalami gangguan pertumbuhan (Suhardjo, 1992).
Sedangkan pada usia 4-6 bulan (26.8 % ),standar berat badan 6.3-7.4kg (38.1%). Dalam hal ini, bayi diberi ASI dan mulai diberikan makanan pendamping ASI pada umur 6 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa bayi berat badannya naik secara normal. Sedangkan usia bayi 7-12 bulan (19.6%) dan berat badan normalnya 8.0-9.9 kg (17.5%). Dan pada usia 13-24 bulan (3.1%) dengan berat badan normal 10.2-12.4 kg (1.0%). Meskipun hanya sedikit perbedaannya tetapi masih terlihat konsisten, hal ini menunjukkan berat badan bayi rata-rata naik secara normal.
Menurut usia bayi, pada peneitian ini umumnya bayi berada pada usia 0-3 bulan dengan posisi menyusui berbaring miring yang merupakan posisi paling didominasi yaitu sebanyak 17 responden. Setelah persalinan, ibu mengalami
(67)
kelelahan sehingga posisi berbaring miring dipilih untuk megurangi energi. Seiring bertambahnya usia 4-6 bulan posisi menyusui berubah ke posisi duduk yaitu sebanyak 9 orang. Kemudian usia 7-12 bulan memilih posisi rebahan sebanyak 4 orang. Usia 13-24 bulan posisi duduk sebanyak 2 orang dan posisi menggendong 1 orang.
Posisi menyusui sangat berhubungan erat dengan mempertahankan asupan nutrisi bayi, mekanisme pertahanan tubuh yakni antibody serta hubungan interaksi ibu dan bayi. Dibandingkan dengan bayi yang diberi susu botol hanya karena ibu mengalami kelelahan. Dengan menempatkan posisi yang terbaik bagi ibu disaat menyusui, posisi menyusui harus dapat memberikan ibu istirahat dan sedikit mengeluarkan energi (Manurung, Suryani, 2007).
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa posisi yang paling sering dilakukan ibu saat menyusui adalah posisi berbaring miring (side lying). Walaupun banyak posisi menyusui yang telah menjadi standard keperawatan sebagai based practice, namun posisi tersebut masih perlu divalidasi yang dapat menurunkan kelelahan. Merasa kelelahan adalah keluhan umum yang sering disampaikan oleh ibu – ibu post partum yang baru pertama kali menyusui Manurung, Suryani (2007 dalam Milligan & Pugh, 1994). Keluhan tersebut adalah sebagai keluhan yang negative dimana kelelahan tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor fisiologi, psykhologi dan situsional.
Kesulitan dalam menyusui sangat dipengaruhi oleh faktor ketidak siapan ibu dalam menyusui seperti ketrampilan dan kesabaran ibu saat menyusui. Hal ini terjadi disaat saat masa kritis setelah melahirkan pada hari ke 6-7 baik itu persalinan normal maupun persalinan operasi yang sering terjadi depresi akibat
(68)
kelelahan Manurung, Suryani (2007 dalam Gardner.1991). Sehingga empat jam setelah melahirkan ibu diajarkan bagaimana tehnik menyusui yang baik untuk meningkatkan kemampuan menyusui.
Berbaring miring adalah suatu posisi yang secara umum lebih memberi perasaan menyenangkan, mengurangi tekanan pada perineum dan mengurangi usaha untuk memengang bayinya saat menyusui Manurung, Suryani (2007 dalam Riordan & Auerbach , 1993). Dengan berkurangnya depresi , kelelahan dan kecemasan ibu maka proses menyusui dapat diberikan secara regular sehingga produksi ASI semakin meningkat. Selain itu, dengan posisi ini ibu juga tidak terganggu karena harus menyusui bayi di malam hari.
Dari hasil penelitian sebelumnya terdapat 21,6 % dari semua wanita postpartum yang menyusui bayinya berlangsung lima sampai enam bulan lamanya Manurung, Suryani (2007 dalam Abbot Laboratories 1995). Dalam penelitian ini menyatakan bahwa umumnya ibu yang menyusui bayinya pada usia bayi 0-3 bulan. Diharapkan dilanjutkan hinggaa bayi berumur 6 bulan untuk mensukseskan ASI eksklusif.
Selain itu, pada penelitian ini ibu yang menyusui juga mengalami penurunan produki ASI karena kelelahan selama bulan pertama postpartum dan menjadi faktor yang utama untuk menyapih bayinya sehingga bayinya pun rewel bahkan sering menangis karena merasa belum puas menyusui serta lamanya ibu menyusui bayinya menjadi singkat. Dalam Ambarwati, 2009 keberhasilan ASI eksklusif akan tercapai jika bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan. Faktor
(69)
lainnya selain ASI yang tidak keluar yakni ASI berlimpah, payudara besar, puting lecet serta putting masuk.
Ada banyak posisi bagi ibu untuk menyusui. Dalam tiap posisi hal yang penting adalah bayi cukup mengambil payudara ke dalam mulutnya sehingga ia dapat mengisap secara efektif (WHO, 1993). Segera setelah persalinan, posisi menyusui yang terbaik adalah ditelungkupkan di perut ibu sehingga kulit ibu bersentuhan pada kulit bayi (Purwanti, 2004 dalam Angsuko, 2009). Kontak kulit dengan kulit dalam jam pertama setelah melahirkan membantu menyusui dan ikatan antara ibu dan bayi dapat terjalin (WHO, 1993). Posisi tengkurap di atas dada ibu seperti ini hanya dilakukan apabila mengalami masalah karena produksi ASI yang berlebihan. Pada penelitian ini, ASI yang berlebihan sebanyak 23.1 %.
Semua posisi menyusui tersebut dapat dicoba sehingga dapat menemukan posisi yang paling nyaman sesuai kondisi ibu dan bayi. Namun dianjurkan untuk berganti-ganti posisi secara teratur. Setiap posisi menyusui akan menekan bagian yang berbeda pada payudara (bagian payudara yang lebih mendapatkan perahan adalah yang terdapat antara bibir dan lidah). Tindakan berganti-ganti posisi ini dapat mengosongkan semua sinus, (Musbikin, 2005). Menurut Bobak, 2004 mengatakan bahwa posisi menyusui menggendong (madonna) sangat efektif dilakukan bagi ibu baru. Pada penelitian ini posisi meggendong 7.2 %.
Selain posisi berbaring miring, posisi duduk juga digunakan oleh ibu disaat menyusui bayinya 36.1 %, dengan posisi ini memberikan rasa rileks dan
(70)
nyaman tetapi jika terlalu lama akan memberikan rasa lelah dan pegal pada punggung.menurut Bobak, 2004 untuk saat ini, posisi menyusui yang paling baik yaitu dengan posisi duduk karena posisi santai dan tegak. Dari hasil penelitian, responden tidak melakukan posisi menyusui mengepit, alasan mereka karena tidak terbiasa menyusui dengan posisi tersebut, merasa kurang nyaman dan kesulitan jika harus meletakkan bayinya dibawah lengan atau ketiaknya.
Namun posisi mengepit (kondisi menyusui khusus) ini dilakukan responden saat menyusui bayinya hanya 2 responden menyusui bayinya secara bersamaan pada kedua payudaranya sedangkan pada data demografi terdapat 4 responden yang memiliki bayi kembar. Dalam penelitian ini Ibu mengalami masalah ASI tidak keluar pada salah satu payudaranya sehingga tidak dapat menyusui bayi kembarnya pada kedua payudaranya.
Berdasarkan penilaian yang dilakukan dalam pernyataan yang diberikan pada responden kategori gambaran posisi menyusui di Kecamatan Medan Helvetia 2011 didapatkan baik kondisi normal (36.1 %) maupun pada kondisi khusus (61.5%) posisi menyusui berbaring miring adalah yang paling sering dilakukan ibu. Pada posisi khusus ini dipilih karena untuk menghindari nyeri bekas jahitan setelah operasi maka Ibu memilih untuk berbaring miring (Manurung, Suryani. 2007).
Penelitian ini juga menggunakan lembar observasi pada seluruh responen. Adapun tujuan peneliti mengobservasi responden untuk menguatkan serta meluruskan data kuesioner yang diisi oleh responden. Ditemukan beberapa orang Ibu memilih posisi duduk pada kuesioner, sedangkan dari observasi
(71)
peneliti, responden tersebut menyusui dengan posisi rebahan yaitu menyusui berada pada di atas tempat tidur, punggung diberi bantal dan kedua kaki berada lurus di atas tempat tidur.
Selain itu, responden memilih posisi rebahan, setelah peneliti mengobservasi, responden menyusui dengan posisi berbaring miring. Pada kondisi seperti ini, peneliti memperbaiki jawaban pada kuesioner dengan posisi yang sesuai pada observasi peneliti. Hal ini terjadi akibat kurangnya pengetahuan ibu terkait posisi menyusui.
(72)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1.Kesimpulan
6.1.1 Karakteristik responden dalam penelitian ini Ibu menyusui berusia 20-35 tahun merupakan usia subur pada wanita dan tidak beresiko jika melahirkan lagi. Dengan usia bayi 0-3 bulan denga rata-rata berat badan 3.4-5.7 kg yang diharapkan melanjutkan menyusui bayinya hingga 6 bulan sehingga keberhasilan ASI eksklusif tercapai. Keberhasilan menyusui berpengaruh pada posisi menyusui. Di mana posisi menyusui yang dapat menimbulkan perasaan menyenangkan sehingga produksi ASI adekuat dan terpenuhinya asupan nutrisi bayi. Dengan terpenuhinya asupan nutrisi bayi, seiring dengan bertambahnya usia rata-rata berat badannya naik secara normal seperti yang disebutkan diatas sehingga bayi dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya. Dan dapat disimpulkan bahwa status gizi bayi di Kecamatan Medan Helvetia baik.
6.1.2 Gambaran posisi menyusui normal yang paling sering dilakukan ibu adalah berbaring miring dan gambaran posisi menyusui khusus (post operasi caesar) yang paling sering dilakukan ibu di Kecamatan Medan Helvetia 2011 adalah berbaring miring Hal ini disebabkan pada menyusui normal, setelah persalinan ibu mengalami kelelahan bagi pertama kali menyusui, dengan posisi ini mengurangi energi yang keluar, memberi perasaan menyenangkan, mengurangi tekanan pada perineum, mengurangi usaha untuk memengang bayinya saat setelah
(73)
persalinan. Selain itu dapat memberikan ibu istirahat dan sedikit mengeluarkan energi pada saat menyusui. Sedangkan pada kondisi khusus (post caesar) posisi berbaring miring juga posisi yang dominan karena menghindari nyeri bekas jahitan setelah operasi.
6.2.Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, ada beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan yaitu:
6.2.1 Aplikasi keperawatan
Diharapkan bagi perawat maternitas yang bekerja di rumah sakit, puskesmas, klinik bersalin maupun perawat komunitas melakukan penyuluhan kepada masyarakat khususnya pada ibu hamil pada saat kunjungan ANC maupun ibu menyusui pada kunjungan posyandu mengenai posisi menyusui selain posisi berbaring miring karena posisi yang menyusui yang lain juga baik dan didapat dilakukan seperti posisi mengepit, menggendong menyilang, double mengepit maupun tengkurap
6.2.2 Masyarakat
Setelah penelitian ini, masyarakat khususnya ibu menyusui mengetahui serta dapat melakukan posisi-posisi menyusui selain posisi berbaring miring kepada bayinya.
(74)
6.2.3 Institusi pendidikan
Laporan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bagi keperawatan maternitas maupun komunitas yang membutuhkan informasi terkait posisi posisi menyusui.
Penelitian berikutnya
a. Penelitian ini dilakukan di satu kecamatan, diharapkan pada penelitian berikutnya pada memperluas populasi. Misalnya meneliti pada 3 kecamatan sehingga lebih mewakili populasi kota Medan kemudian dapat digeneralisasikan
b. Dalam penelitian selanjutnya, untuk meneliti tentang posisi menyusui yang dilakukan ibu dengan keterbatasan fisik dan sebaikya penelitian selanjutnya bersifat deskripsi eksplorasi sehiggga memperoleh informasi yang mendalam karena pada penelitian ini peneliti hanya mendesksripsikan.
(75)
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, E.Retna & Wulandari, Diah. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta: Mitra Cendikia Press.
Angsuko, D.Vidya. 2009. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang cara menyusui dengan perilaku menyusui bayi usia 0-6 bulan di bidan Yuda, Klaten.
Anneahira.2011. Posisi Menyusui Yang Benar
Arikunto, S. (2000). Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Bobak, L dan Jansen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas (terjemahan ed.4), Jakarta: EGC
Danuatmaja, B dan Meiliasari, Mila. 2003. 40 Hari Persalinan. Jakarta: Puspa Swara.
Depkes
Dr.Suparyant
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007.Riset Keperawtan dan Teknik Penulisan Ilmiah edisi kedua. Jakarta: Salemba Medika.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)